Kontribusi Mangrove Dalam Memerangkap Sedimen Di Wilayah Pesisir Kota Dumai Provinsi Riau

KONTRIBUSI MANGROVE DALAM MEMERANGKAP
SEDIMEN DI WILAYAH PESISIR KOTA DUMAI
PROVINSI RIAU

SRI YENICA ROZA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *
Dengan ini saya menyatakan tesis berjudul Kontribusi Mangrove dalam
Memerangkap Sedimen di Wilayah Pesisir Kota Dumai Provinsi Riau adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor,

Januari 2016

Sri Yenica Roza
NIM C551120111

RINGKASAN
SRI YENICA ROZA. Kontribusi Mangrove dalam Memerangkap Sedimen di Wilayah
Pesisir Kota Dumai Provinsi Riau. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan DIETRIECH
GEOFFREY BENGEN.
Kota Dumai merupakan bagian dari pesisir Timur Sumatera yang dipengaruhi oleh
aktivitas antropogenik antara lain; perikanan tangkap, pariwisata, pelayaran, pelabuhan dan
pengolahan minyak. Aktivitas tersebut dapat mempengaruhi kualitas lingkungan wilayah
pesisir termasuk ekosistem mangrove dan menyebabkan terjadinya pendangkalan di muara
sungai. Muara Sungai Mesjid dan Sungai Dumai memiliki ekosistem mangrove yang
berkontribusi dalam menahan partikel tersuspensi yang masuk ke perairan. Tujuan
penelitian ini adalah (1) Menelaah struktur komunitas vegetasi mangrove di Sungai Mesjid
dan Sungai Dumai; (2) Menentukan laju pengendapan material tersuspensi pada ekosistem

mangrove; dan (3) Mengkaji hubungan dominansi ekosistem mangrove dengan laju
pengendapan material tersuspensi.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2014 di Bangsal Aceh
(BA), Stasiun Kelautan Dumai (SK), Perairan Pelindo (PLD) dan Pesisir Pecinta Alam
Bahari (PAB). Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode penarikan contoh
sistematis. Data parameter fisika-kimia diukur di Laboratorium Kimia Laut dan
Laboratorium Ekologi dan Manajemen Lingkungan Perairan Universitas Riau.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis mangrove sejati pada lokasi
penelitian yang berasal dari 4 famili. Famili Rhizophoraceae merupakan family paling
mendominasi yakni empat jenis. Kerapatan tertinggi diperoleh pada SK (5744 ind ha-1) dan
kerapatan terendah pada stasiun PLD (2433 ind ha-1). Rata-rata laju pengendapan sedimen
per hari tertinggi ditemukan pada stasiun BA dan terendah pada stasiun PLD.
Keterkaitan antara laju pengendapan partikel terdeposisi dan dominasi ekosistem
mangrove menunjukkan adanya tiga pengelompokkan sebaran karakteristik fisika-kimia.
Kelompok pertama terdiri dari stasiun SK yang dicirikan oleh bahan organik, nitrat, suhu,
salinitas dan laju dekomposisi (10, 20 dan 30) yang relatif lebih tinggi dibandingkan pada
stasiun lainya. Kelompok kedua terdiri dari stasiun PAB yang dicirikan oleh parameter pH
yang relatif tinggi. Sedangkan kelompok ketiga terdiri dari stasiun BA menggambarkan
parameter fisika-kimia perairan berupa fosfat yang relatif tinggi.
Jenis mangrove yang berperan penting dalam laju pengendapan pada penelitian ini

adalah Rhizophora apiculata dan Xylocarpus granatum. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa Rhizophora apiculata yang merupakan tumbuhan pionir berfungsi sebagai
penghalang serta menurunkan kecepatan aliran air yang masuk ke daratan. Aliran air
tersebut semakin melemah pada zona Xylocarpus granatum, sehingga menyebabkan
terjadinya pengendapan partikel-partikel sedimen terdeposisi ke dasar perairan.
Kata kunci: Dumai, laju pengendapan, mangrove, sedimentasi

SUMMARY
SRI YENICA ROZA. Contribution of Mangrove Vegetation in Trapping Particle Material
at the Coast of Dumai Riau Province. Supervised by TRI PRARTONO and DIETRIECH
GEOFFREY BENGEN.
Dumai is part of the East Coast of Sumatra affected by anthropogenic activities,
such as; capture fisheries, tourism, shipping, ports and processing of oil. These activities
can incluence quality of coastal and including in mangrove ecosystems. The estuaries
Mesjid and Dumai Rivers are able to contribute particles sinking within coastal waters.
These studies aim were (1) to elucidate the structure of mangrove vegetation communities
in the estuary of Mesjid River and Dumai River; (2) to determine the rate of suspended
material deposition in the mangrove ecosystem; and (3) to assess the dominance
relationships of mangrove ecosystems to a rate of suspended material deposition.
Survey was conducted in February - March 2014 at Bangsal Aceh Coast (BA),

Dumai Marine Station (SK), Pelindo (PLD) and Pecinta Alam Bahari Coast (PAB).
Sampling was conducted by using a systematic sampling method. Data of physicalchemical parameters were measured at The Marine Chemical Laboratory and Laboratory
of Ecology and Aquatic Environmental Management, University of Riau.
The results showed true mangrove species found were to 9 species from 4 families
at the study site. Rhizophoraceae family was the most dominant family among the four
species find. The highest density were found in SK (5744 ind ha-1), but the lowest density
in the PLD (2433 ind ha-1). The average of rate deposition were found at BA but the lowest
at PLD.
The linkage among the rate of suspended material deposition on the dominance of
mangrove ecosystems showed 3 (three) groupings which based of physical-chemical
characteristics. The first group (SK station) was characterized by organic material, nitrate,
temperature, salinity and the rate of decomposition (10, 20 and 30). These parameters was
relatively higher than the other stations. The second group (PAB station) was characterized
by a relatively high pH parameters. The third group (BA station) was characterized by a
relatively high phosphate parameters.
Mangrove species have an important role in the deposition rate (Rhizophora
apiculata dan Xylocarpus granatum). The Rhizophora apiculata which a pioneer plant
serve as a barrier flow and caused decrease rate of incoming water into coastal. The water
flow has weakened in Xylocarpus granatum zone, thus causing deposition of sediment
particles into the seabed

Key Words: Dumai, mangrove , sedimentation , the rate of deposition

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
penyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagia atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB.

KONTRIBUSI MANGROVE DALAM MEMERANGKAP
SEDIMEN DI WILAYAH PESISIR KOTA DUMAI
PROVINSI RIAU

SRI YENICA ROZA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Dedi Soedharma, DEA

Judul Tesis
Nama
NIM
Program Studi

: Kontribusi Mangrove dalam Memerangkap Sedimen di
Wilayah Pesisir Kota Dumai Provinsi Riau
: Sri Yenica Roza
: C551120111
: Ilmu Kelautan


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Tri Prartono, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Dietriech G Bengen, DEA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dr Ir Neviaty Putri Zamani, MSc

Tanggal Ujian :
14 Desember 2015


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas rahmat dan
izin-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ”Kontribusi Mangrove
dalam Memerangkap Sedimen Di Wilayah Pesisir Kota Dumai Provinsi Riau”. Tesis ini
tidak akan terwujud tanpa ada sumbangan pikiran dan tenaga dari berbagai pihak. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr Ir Tri Prartono, MSc dan
Bapak Prof Dr Ir Dietriech G Bengen, DEA sebagai Komisi Pembimbing. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, abang dan adik tercinta atas segala do’a
motivasi dan kasih sayangnya. Salam hangat penulis sampaikan kepada teman-teman
kampus dan saudara seperantauan di Bogor yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa isi tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis
berharap setidaknya tesis ini memberikan kontribusi pada khasanah keilmuan terutama
kepedulian terhadap pelestarian dan pemanfaatan ekosistem pesisir laut. Akhir kata,
penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan di dalam tesis ini. Kritik

dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi kebaikan pada masa mendatang. Salam
hangat, selamat membaca dan semoga memberi inspirasi.

Bogor, Januari 2016

Sri Yenica Roza

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
1
2
2

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Pengumpulan Data
Analisis Laboratorium
Perhitungan Analisis Sampel

4

4
4
4
6
7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Fisika-Kimia Lingkungan Ekosistem Mangrove
Sebaran Karakteristik Fisika-Kimia Lingkungan Ekosistem Mangrove
Struktur Vegetasi Mangrove
Ukuran Butiran Partikel Terdeposisi (Terendapkan)
Hubungan Laju Pengendapan Partikel Terdeposisi dengan Struktur
Vegetasi Mangrove

11
11
11
13
14
17
18

4 SIMPULAN DAN SARAN

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

24

DAFTAR GAMBAR
1 Pendekatan penelitian dalam bagan alir
2 Peta lokasi penelitian
3 Rancangan plot transek garis untuk pengamatan vegetasi mangrove
4 Analisis komponen utama sebaran spasial karakteristik fisika-kimia
perairan pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2); (A) Lingkaran korelasi
variabel fisika-kimia; (B) Sebaran stasiun pengamatan
4 Rata-rata laju dekomposisi serasah dan simpangan bakunya
5 Rata-rata laju pengendapan partikel terdeposisi dan simpangan bakunya
6 Hasil analisis koresponden pada sumbu (f1) dan (f2)

3
4
5

13
17
19
19

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Klasifikasi ukuran butiran sedimen berdasarkan Skala Wentworth
(English et al. 1994)
9
Hasil pengukuran rata-rata karakteristik fisika-kimia lingkungan
12
Jenis vegetasi mangrove yang terdapat di Sungai Dumai dan Sungai Mesjid 14
Kerapatan jenis vegetasi mangrove (ind ha -1) pada stasiun penelitian
15
2
-1
Dominasi jenis (m ha ) vegetasi mangrove pada stasiun penelitian
16
Analisis fraksi dan ukuran butiran fraksi terdeposisi
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Gambar lokasi penelitian
Tabel pasang surut perairan Kota Dumai
Hasil analisis komponen utama
Struktur komunitas vegetasi mangrove
Laju dekomposisi serasah (g hr-1)
Laju pengendapan material tersuspensi (mg cm -2 hr-1)
Hasil analisis faktorial koresponden (CA)

23
24
25
26
28
28
29

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem unik yang berada pada wilayah
pesisir tropis dan dipengaruhi oleh fenomena pasang surut (Fu et al. 2004).
Ekositem ini merupakan ekosistem peralihan antara daratan dan lautan yang
mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan kondisi daratan dan lautan.
Selain itu, ekosistem mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai
dari gelombang besar, angin kencang dan badai (Thampanya et al. 2006).
Ekosistem ini juga berfungsi sebagai perangkap sedimen (sediment trap) dan
mampu mencegah erosi (Kusmana 2003). Fungsi sebagai perangkap sedimen dapat
memperluas habitat mangrove serta dapat meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan mangrove (Furukawa dan Wolanski 1996).
Karakteristik ekositem mangrove dengan tanah berlumpur, vegetasi
tumbuhan yang rapat serta akar tumbuhan yang khas menjadikan ekosistem ini
berfungsi efektif dalam menangkap dan mengendapkan partikel-partikel tanah yang
berasal dari erosi daratan (Kordi 2012). Akar-akar mangrove berfungsi sebagai
perangkap (trapped) partikel tanah dan mengendapkannya, sehingga menyebabkan
endapan lumpur tidak hanyut oleh arus dan gelombang akibat adanya peningkatan
gesekan dan penurunan kecepatan arus pasang dan surut yang masuk ke kawasan
mangrove (Wolanski et al. 1992). Faktor fisika oseanografi berpengaruh dominan
selama proses transpor sedimen ke perairan laut. Menurut Rifardi (2012), proses
sedimentasi di perairan dipengaruhi oleh berbagai dinamika perairan seperti pasang
surut, gelombang, arus yang menyusur pantai, percampuran massa air akibat
perbedaan densitas air tawar dan air laut, proses biologi dan kimia di perairan.
Proses sedimentasi juga dipengaruhi oleh sifat-sifat sedimen itu sendiri seperti
ukuran, bentuk dan densitas dari butiran sedimen.
Kota Dumai terletak di pesisir timur Sumatera, dimana terdapat beberapa
sungai yang bermuara seperti Sungai Dumai dan Sungai Mesjid. Kedua sungai ini
dipengaruhi oleh berbagai aktivitas daratan seperti pemukiman penduduk, lahan
pertanian dan kegiatan industri (industri pengolahan minyak, industri kelapa sawit,
dan pabrik pupuk). Aktivitas tersebut diduga akan berkontribusi signifikan terhadap
sedimentasi di perairan Kota Dumai. Berdasarkan interpretasi citra satelit tahun
2008 luas kawasan mangrove di wilayah pesisir Kota Dumai seluas 5863.32 ha
(Nedi et al. 2010), namun seberapa besar kontribusinya dalam memerangkap
sedimen belum dilakukan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, maka penelitian
dilakukan dengan tujuan mengkaji kontribusi ekosistem mangrove dalam
memerangkap sedimen pada wilayah pesisir Kota Dumai.
Perumusan Masalah
Wilayah pesisir Kota Dumai memiliki perairan laut yang dipengaruhi oleh
keberadaan beberapa muara sungai besar maupun kecil yang keseluruhannya
berjumlah 15 sungai, diantaranya adalah Sungai Dumai dan Sungai Mesjid. Dua
sungai ini dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik seperti pemukiman, perikanan
tangkap pariwisata, pelabuhan dan pengolahan minyak. Aktivitas tersebut
selanjutnya dapat mempengaruhi transport dan distribusi sedimen di perairan. Salah

satu pengaruh tersebut adalah adanya pendangkalan di muara sungai. Selain itu,
keberadaan ekosistem mangrove pada kedua sungai tersebut juga diperkirakan
mampu berfungsi sebagai perangkap partikel-partikel terdeposisi dan dapat
memperluas habitat mangrove serta dapat meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan mangrove. Namun uraian tersebut belum menggambarkan secara
rinci mengenai tingkat laju pengendapan partikel-partikel terdeposisi dan laju
dekomposisi serasah di wilayah pesisir yang dipengaruhi oleh aktivitas
antropogenik dan keberadaan ekosistem mangrove. Oleh karena itu, perlu
dilakukan kajian kontribusi mangrove dalam memerangkap sedimen pada
ekosistem mangrove. Hasil dari pemikiran tersebut digambarkan secara ringkas
pada kerangka pikir penelitian yang terdapat pada Gambar 1.
Adapun perumusan masalah terkait dengan penelitian yang dilakukan,
yaitu:
1. Apakah ekosistem mangrove mampu memerangkap pertikel-partikel sedimen?
2. Apakah perbedaan kerapatan vegetasi mangrove dapat mempengaruhi jumlah
partikel sedimen yang terperangkap?
3. Jenis mangrove apakah yang mendominasi dan mangrove jenis apakah yang baik
dalam memerangkap partikel-partikel sedimen?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Menelaah struktur komunitas vegetasi mangrove di Sungai Mesjid dan Sungai
Dumai
2. Menentukan laju pengendapan partikel-partikel terdeposisi pada ekosistem
mangrove.
3. Mengkaji hubungan antara struktur vegetasi mangrove dan laju pengendapan
partikel-partikel terdeposisi.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
fungsi ekologi ekosistem mangrove dalam memerangkap partikel-partikel
terdeposisi. Selanjutnya seluruh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai bahan
masukan untuk mengkaji dan mengevaluasi pengelolaan ekosistem mangrove
secara berkelanjutan di pesisir Kota Dumai Provinsi Riau.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 1 Pendekatan penelitian dalam bagan alir

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2014 pada kawasan
ekosistem mangrove di muara Sungai Mesjid dan muara Sungai Dumai di pesisir
Kota Dumai Provinsi Riau (Gambar 1 dan Lampiran 1). Data parameter fisikakimia diukur di Laboratorium Kimia Laut dan Laboratorium Ekologi dan
Manajemen Lingkungan Perairan Universitas Riau.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: ice box, transek
kuadrat ukuran 10 x 10 m, jaring perangkap serasah (litter-trap), kantong plastik
sampel, sediment trap, timbangan, pH meter, hand refraktometer, termometer, GPS,
botol sampel, ayakan sedimen, oven dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan pada
penelitian antara lain: hydrogen peroxide (H2O2), sampel air, sampel sedimen dan
sampel serasah mangrove.
Pengumpulan Data
Tahapan Penelitian
Secara umum penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu (1) penentuan stasiun,
kemudian dilanjutkan dengan pengamatan ekosistem mangrove, sedimen dan
parameter oseanografi di lapangan; (2) Analisis laboratorium untuk parameter

tekstur sedimen, laju pengendapan, bahan organik, laju dekomposisi serasah dan
beberapa kualitas air; dan (3) Analisis dan interpretasi data.
Penentuan Stasiun
Penentuan stasiun pengamatan dibedakan berdasarkan perbedaan dua
sungai, yaitu stasiun 1 berada pada muara Sungai Masjid (Stasiun Kelautan Dumai
(SK) dan Bangsal Aceh (BA)) dan stasiun 2 berada pada muara Sungai Dumai
(Pecinta Alam Bahari (PAB) dan Pelindo (PLD)).
Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika-kimia dilakukan dengan dua cara yaitu secara
insitu dan exsitu. Pengukuran parameter fisika-kimia air dilakukan di lokasi transek
pengamatan. Parameter kualitas air dan sedimen yang diukur secara insitu meliputi
suhu, pH dan salinitas, sedangkan untuk parameter kualitas air dan sedimen yang
diukur exsitu adalah fraksi substrat, nitrat, fosfat dan bahan organik yang dilakukan
dengan mengambil contoh air dan sedimen yang selanjutnya dianalisis di
laboratorium.
Pengukuran Sampel Mangrove
Pengambilan sampel vegetasi mangrove dan penempatan sediment trap
untuk mengetahui laju pengendapan sedimen dilakukan dengan menggunakan
metoda plot pada transek garis, dimana penarikan transek dilakukan dari arah laut
menuju arah darat (daerah intertidal) (Bengen 2004). Jarak antar transek garis 100
meter, sedangkan panjang transek dari pinggir laut ke arah darat bergantung pada
ketebalan mangrove pada tiap-tiap stasiun pengamatan. Transek garis ditarik dari
arah laut ke arah darat dan terdiri atas petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur
sangkar dengan ukuran 10 x 10 m2. Setiap transek garis ditentukan tiga petak
contoh, di mana pada setiap petak contoh dilakukan penghitungan jumlah individu
setiap jenis dan pengukuran diameter batang pohon. Pengukuran diameter batang
dilakukan setinggi dada (DBH = Diameter Breast High) atau sekitar 1.3 m dari
permukaan tanah (English et al. 1997). Rancangan plot transek garis untuk
pengamatan vegetasi mangrove disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Rancangan plot transek garis untuk pengamatan vegetasi mangrove

Pengukuran Laju Pengendapan dan Kandungan Bahan Organik
Pengambilan sampel sedimen untuk analisis laju pengendapan dan
kandungan bahan organik dilakukan pada masing-masing transek pengamatan
mangrove. Laju pengendapan diukur dengan alat sediment trap. Tabung sediment
trap yang digunakan adalah pipa PVC dengan ukuran diameter 5 cm dan tinggi 11.5
cm yang terbagi atas 8 tabung pada setiap plot dan disusun dalam bentuk pancang,
satu pancang terdiri dari dua tabung sediment trap. Pancang Sediment trap
ditempatkan di dasar perairan dan setiap selang 1 minggu 1 pancang sediment trap
diambil kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 24 jam (English
et al. 1997). Selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk mengetahui kandungan
bahan organik dan anorganiknya. Laju sedimentasi dinyatakan dalam satuan mg
cm-2 hari-1 (Rogers et al. 1994).
Pengambilan Sampel Guguran Serasah (Litter-fall)
Metode umum yang digunakan untuk menangkap guguran serasah di
ekosistem mangrove dalam waktu tertentu (litter-fall) adalah dengan litter-trap
(jaring perangkap serasah) (Hamidy et al. 2002). Litter-trap berupa jaring
penampung berukuran 1 x 1 m2, yang terbuat dari nylon dengan ukuran mata jaring
(mesh size) sekitar 1 mm dan bagian bawahnya diberi pemberat. Litter-trap
diletakkan diantara vegetasi mangrove terdekat dengan ketinggian di atas garis
pasang tertinggi. Litter-trap dipasang pada setiap plot pengamatan di masingmasing stasiun pengamatan. Serasah pertama yang diperoleh pada penempatan
litter-trap sekitar 3 hari setelah dipasang. Pengukuran dekomposisi selama 1 bulan
dengan selang waktu pengambilan selama 10 hari.
Serasah yang sudah dikumpulkan dipisahkan berdasarkan setiap bagiannya
antara daun, ranting, dan bunga/buah. Serasah tersebut ditimbang beratnya lalu
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label, untuk selanjutnya dibawa ke
laboratorium. Di laboratorium dilakukan pengukuran berat kering serasah dengan
mengeringkan sampel ke dalam oven pada suhu 105 °C hingga beratnya konstan
(Ashton et al. 1999). Selanjutnya Pengukuran laju dekomposisi serasah, yakni
dengan meletakkan serasah daun yang telah dikeringkan sebanyak 10 g ke dalam
kantong serasah (liner-bag) berukuran 30 x 30 cm yang terbuat dari nilon dengan
mesh size 1 mm (Pribadi 1998; Ashton et al. 1999). Litter-bag diikatkan pada akar
atau batang mangrove agar tidak terbawa air pasang. Litter-bag diambil dari
masing-masing lokasi pengamatan setelah 10, 20 dan 30 hari (Ashton et al. 1999).

Analisis Laboratorium
Tekstur Sedimen
Untuk menentukan fraksi pasir dilakukan dengan menggunakan saringan
bertingkat (sieving), kemudian ditimbang berdasarkan ukuran diameter butiran
sedimen tersebut. Sedangkan untuk fraksi lumpur menggunakan metode pipet
(Poppe et al. 2003). Selanjutnya data komposisi sedimen berdasarkan ukuran butir
diolah dengan menggunakan software Gradistat 6.0 untuk menentukan jenis
sedimen (Blott 2000 ; Blott dan Pye 2001).

Analisis Kandungan Bahan Organik
Untuk mengetahui bahan organik total pada sedimen dilakukan dengan
metode Loss on Ignition (Mucha et al. 2003) sebagai berikut:
1. Cawan penguap kosong dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105 0C selama
15–20 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan
kemudian ditimbang.
2. Sampel sedimen yang telah diaduk rata dimasukkan kedalam cawan sebanyak
50 g. Selanjutnya dimasukkan kedalam oven pada suhu 105 0C sampai sedimen
benar-benar kering, kemudian didinginkan kedalam desikator selama 30-60
menit dan ditimbang.
3. Sampel dalam cawan dibakar dengan furnes dalam suhu 550 0C selama 3 jam
dan ditimbang dengan timbangan analitik.
Analisis Laju Dekomposisi Serasah
Setiap selesai waktu pengambilan, serasah dari litter-bag dikeluarkan dan
ditiriskan, untuk selanjutnya diukur beratnya. Serasah tersebut selanjutnya
dikeringkan pada suhu 105 °C hingga beratnya konstan (Ashton et al. 1999), lalu
diukur berat keringnya. Laju dekomposisi serasah dihitung dari penyusutan bobot
serasah yang didekomposisikan dalam satu satuan waktu.

Perhitungan Analisis Sampel
Analisis Vegetasi Mangrove
Analisis data vegetasi mangrove (Bengen 2004) meliputi: Kerapatan Jenis
(K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Jenis (F), Frekuensi Relatif (FR), Basal
Area (BA), Dominasi jenis (Di), Dominasi Relatif (DR) dan Nilai Penting (NP):
1. K adalah jumlah individu jenis i dalam suatu unit area

� = ................................................................ (1)
dimana K adalah kerapatan jenis i, n, adalah jumlah total individu dari jenis i dan
A adalah luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot).
2. KR adalah perbandingan antara jumlah individu jenis i (ni) dan jumlah total
tegakan seluruh jenis (Σn)

(KR) = ∑�x 100 .................................................. (2)

3. F adalah peluang ditemukannya jenis I dalam petak contoh/plot yang diamati:

F= ∑� ................................................................. (3)

dimana F adalah frekuensi jenis i, pi adalah jumlah petak contoh/plot di mana
ditemukan jenis i, dan p adalah jumlah total petak contoh/plot yang diamati.
4. FRi adalah perbandingan antara frekuensi jenis I (F) dan jumlah frekuensi untuk
seluruh jenis (SF) ;

RFi = x 100 ................................................... (4)

5. BA adalah basal area :

∑�

� � �2

BA= 4 ....................................................... (5)
Dimana BA adalah basal area, � (3.14) adalah suatu konstanta dan BDH adalah
diameter batang pohon jenis i

6. Di merupakan luas penutupan jenis I dalam suatu unit area.

Di=
............................................................. (6)
dimana BA adalah basal area dan A adalah luas total area pengambilan contoh
(luas total petak contoh/plot)
7. DR adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i dan luas total area
penutupan untuk seluruh jenis, atau perbandingan antara dominasi individu jenis
I (Di) dan jumlah total dominasi seluruh individu (ΣD).

x100 ................................................. (7)
DR =
∑�

8. NP adalah jumlah nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan
Dominasi Relatif (DR) :
NP = KR + FR + DR ........................................ (8)
Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 hingga 300. Nilai penting ini memberikan
suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove
dalam komunitas.
Analisis laju dekomposisi serasah
Laju dekomposisi serasah dihitung dengan menggunakan persamaan:

R

Wo  Wt
…………………………………...(9)
T

Keterangan:
F
= laju dekomposisi (g hari-1)
t
= waktu pengamatan (hari)
Wo
= berat kering sampel serasah awal (g)
Wt
= berat kering sampel serasah setelah waktu pengamatan ke-t (g)
Laju Pengendapan
Laju pengendapan dinyatakan dalam mg cm-2 hari-1 (Rogers et al. 1994).
Pengamatan dilakukan dengan mengoleksi sedimen yang terperangkap dalam
sediment trap yang dipasang selama 7 hari. Selanjutnya dihitung berat kering
sedimen (mg) dengan menggunakan timbangan analitik. Perhitungan laju
pengendapan dilakukan melalui persamaan berikut :

LS 

Bs
. ............................... (10)
Jumlah hari x  r 2

Keterangan :
LS
= laju pengendapan (mg cm-2 hari-1)
BS
= berat kering sedimen (mg)
π
= konstanta (3.14)
r
= jari-jari lingkaran sediment trap (cm)

Tabel 1 Klasifikasi ukuran butiran sedimen berdasarkan Skala Wentworth (English
et al. 1997)
Nama
Diameter
mm
μm
Batu besar (Boulder)
256 - 2048
Batu bulat (Cobble)
64 - 256
Batu Batu kerikil (Pebble)
4 - 64
Butiran (Granule)
2-4
Pasir sangat kasar (Very coarse sand)
2–1
2000 – 1000
Pasir kasar (Coarse sand)
1 – 0.5
1000 – 500
Pasir medium (Medium sand)
0.5 – 0.25
500 – 250
Pasir halus (Fine sand)
0.25 – 0.125
250 – 125
Pasir sangat halus (Very fine sand)
0.125 – 0.062
125 – 62
Lumpur (Silt)
0.062 – 0.0039
62 – 3.9
Liat (Clay)
< 0.0039
< 3.9
Kandungan Bahan Organik
Kandungan zat organik total pada sedimen dilakukan dengan menggunakan
persamaan:
Ot = (b – a) x 100% ………………………………...(11)
c
Keterangan:
Ot = organik total
a = berat cawan dan sampel sedimen sesudah pembakaran 550 0c
b = berat cawan dan berat sampel sedimen sebelum pembakaran (g)
c = berat sampel (g)
Sebaran Karakteristik Fisika-Kimiawi Lingkungan Ekosistem Mangrove
Kondisi pesisir Kota Dumai sebagai habitat mangrove berdasarkan variasi
parametr fisika-kimia air dan sedimen antar stasiun pengamatan, digunakan suatu
pendekatan analisis statistik multivariabel yang didasarkan pada Analisis
Komponen Utama (Principle Component Analysis, PCA). Parameter fisika-kimia
lingkungan yang terdiri salinitas, pH, nitrat (NO3-N), fosfat (PO4-P), suhu dan
bahan organik ditempatkan sebagai variable statistik aktif, sedangkan stasiun
penelitian sebagai individu statistik. Menurut Legendre dan Legendre (1998);
Bengen (2000), langkah pertama, nilai awal dikonversikan ke dalam indeks sintetik
dengan pemusatan dari preduksi data. Persamaan statistiknya dinyatakan dalam:
� =

Keterangan:
Cij
= indeks sintetik
Xij
= nilai indeks parameter awal
Xi
= nilai rataan parameter
Sj
= standar deviasi

� −�


. ................................................ (12)

Dari persamaan diatas dibuatkan suatu matriks korelasi dari komponen yang
bersangkutan (Bengen 2000).
Bsxn=Asxn . Atnxs ...................................................... (13)
Keterangan:
Bsxn = matriks korelasi
Asxn = indeks matrik sintetis
Atnxs = matriks transformasi Axsn
Pada prinsipnya analisis komponen utama menggunakan jarak euclidean.
Semakin kecil jarak euclidean antar stasiun pengamatan, maka semakin mirip
karakteristik antara stasiun tersebut. Jarak euclidean yang digunakan mengacu pada
Legendre dan Legendre (1998) dan Bengen (2000).


, ′

= √∑�= (� − � ′ ) ......................................... (14)

Keterangan:
D(i,i’) = jarak antara pusat data dengan titik data
i,i´
= indeks untuk baris, dari baris ke-i sampai dengan ke-i’
j
= indeks kolom

Analisis hubungan laju pengendapan partikel terdeposisi terhadap
dominansi ekosistem mangrove dilakukan dengan menggunakan analisis faktorial
koresponden (CA) (Bengen 2000). Analisis ini merupakan salah satu bentuk
analisis statistik multivariabel yang didasarkan pada matrik data I baris (stasiun
penelitian) dan j kolom (laju pengendapan sedimen tiap minggu). Matrik data yang
digunakan merupakan tabel kontingensi stasiun pengamatan dengan modalitas laju
sedimentasi. Tabel kontingensi i dan j mempunyai peranan yang simetris, yakni
membandingkan unsur-unsur i (untuk tiap j) sama dengan membandingkan hukum
probabilitas bersyarat yang diestimasi dari nij/ni (untuk masing-masing nij/ni),
dengan ni= jumlah subjek i yang memiliki semua karakter j, dan nj= jumlah jawaban
karakter j. Pengukuran kemiripan antar dua unsur II dan I2 dari I dilakukan menlalui
pengukuran jarak Chi-Square dengan persamaan:
� �, �′ = ∑� = �



(





��′



��′

2

)

.................................. (15)

Keterangan:
d2 (i,i’) = jarak euclidean
Xi
= jumlah baris i untuk keseluruhan kolom
Xj
= jumlah dari kolom j untuk keseluruhan baris
Xij.Xi’j = jumlah dari baris i untuk kolom j
P
= banyaknya baris atau kolom (mulai dari i sampai p)
Pengolahan data Analisis Komponen Utama (Principle Component
Analysis, PCA) dan analisis faktorial koresponden (Correspondence Analysis, CA)
digunakan perangkat lunak program Xlstat 2013.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis Kota Dumai berada pada 1023’00” – 1024’23” LU dan
101023’37”–101028’13” BT. Topografi Kota Dumai relatif datar dengan
kemiringan ± 3% dan ketinggian dari permukaan laut antara 1-4 meter. Permukaan
tanahnya terdiri dari 60% rawa dan tanah basah, khususnya yang berdekatan dengan
pantai dan sungai. Terdapat beberapa sungai yang mengalir melewati Kota Dumai,
diantaranya adalah Sungai Masjid dan Sungai Dumai (BPS 2007).
Perairan pantai Dumai merupakan perairan yang relatif terlindung
disebabkan oleh adanya pulau-pulau kecil di sebelah utara perairan ini antara lain:
Pulau Rupat, Pulau Payung, Pulau Rampang, Pulau Ketam, Pulau Mampu dan
Pulau Atol. Perairan ini memiliki kedalaman mencapai 30 meter. Kondisi ini sangat
mendukung bagi lalu lintas kapal dan kegiatan kepelabuhan. Tipe pasang di
perairan Kota Dumai adalah pasang semi-diurnal, terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut dalam sehari semalam dengan tinggi antara pasang yang satu berbeda
dengan yang lainnya (Prianto et al. 2006).
Berdasarkan interpretasi citra satelit tahun 2008 luas kawasan mangrove di
pesisir Pantai Dumai 5863.32 ha (Nedi et al. 2010), dengan keragaman sebanyak
24 jenis mangrove sejati dan 27 mangrove ikutan. Kawasan mangrove ini meliputi
wilayah pesisir pantai Kecamatan Medang Kampai, Kecamatan Dumai Barat, yaitu
di Kelurahan Pangkalan Sesai dan Kelurahan Purnama. Kecamatan Sungai
Sembilan mempunyai sebaran ekosistem mangrove yang paling tinggi, walaupun
saat ini telah banyak mengalami penurunan (DISNAKKANKEL 2008).
Karakteristik Fisika-Kimia Lingkungan Ekosistem Mangrove
Karakteristik fisika-kimia lingkungan ekosistem mangrove merupakan hal
yang sangat penting bagi pertumbuhan mangrove. Secara garis besar, karakteristik
fisika-kimia lingkungan tidak jauh berbeda antar setiap lokasi penelitian. Hal ini
disebabkan oleh adanya kesamaan kegiatan sekitar yang mempengaruhi kondisi
lingkungan lokasi penelitian, seperti dermaga bongkar muat, pemukiman penduduk
serta kawasan rehabilitasi mangrove. Selain itu, setiap lokasi penelitian secara
geografis berada pada perairan muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Kisaran nilai dan rata-rata hasil pengukuran karakteristik fisika-kimia air dan
sedimen di ekosistem mangrove selama penelitian berturut-turut disajikan pada
Tabel 2.
Nilai rata-rata pH air di ekosistem mangrove Dumai berkisar antara 6.406.63 (Tabel 2), dimana lebih rendah dari hasil pengukuran yang dilakukan Efriyeldi
(2012) yang berkisar antara 6.8-7.2 Prianto et al. (2006) menyatakan bahwa
keragaman nilai pH pada lokasi penelitian antara lain disebabkan oleh banyaknya
masukan air sungai yang bersifat asam menuju perairan pesisir.
Hasil pengukuran rata-rata suhu air pada setiap stasiun penelitian
didapatkan nilai berkisar antara 27.67-30.33 0C (Tabel 2). Suhu tertinggi tercatat di
stasiun SK. Perbedaan nilai suhu tersebut diperkirakan terjadi karena perbedaan
waktu dalam pengukuran pada masing-masing stasiun serta pengaruh dari naungan

kanopi vegetasi mangrove saat penyinaran matahari. Idawaty (1999) menyatakan
tumbuhan mangrove tumbuh optimal pada suhu > 25 0C.
Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan
perkembangan ekosistem mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan
dan zonasi spesies mangrove (Aksornkoe 1993). Bengen (2004) menyatakan bahwa
salah satu karakteristik hutan mangrove adalah air bersalinitas payau hingga asin.
Salinitas perairan sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar, baik hujan maupun
air dari sungai dan penguapan oleh matahari juga turut meningkatkan nilai salinitas.
Nilai salinitas yang didapat selama penelitian, rata-rata berkisar antara 20-31 ‰
(Tabel 2).
Tabel 2 Hasil pengukuran rata-rata karakteristik fisika-kimia lingkungan
Transek
pH
Suhu
Salinitas
B. Organik
Nitrat
(0C)
(‰)
(%)
(mg l-1)
BA T1
6.40
29.00
25.00
17.070
0.058
BA T2
6.40
29.00
22.00
17.520
0.056
BA T3
6.50
29.00
22.00
18.110
0.051
SK T1
6.47
30.33
28.00
16.993
0.052
SK T2
6.47
30.33
29.33
17.067
0.050
SK T3
6.63
30.00
31.00
17.337
0.055
PAB T1
6.53
27.67
31.00
16.413
0.047
PAB T2
6.53
27.67
30.00
16.037
0.050
PAB T3
6.53
28.00
30.67
17.280
0.053
PLD T1
6.50
29.00
29.00
14.770
0.051
PLD T2
6.50
29.00
22.00
14.540
0.044
PLD T3
6.50
29.00
20.00
14.560
0.043

Fosfat
(mg l-1)
0.039
0.036
0.038
0.035
0.035
0.035
0.033
0.036
0.033
0.036
0.038
0.033

Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan bahan organik sedimen rata-rata di
ekosistem mangrove pesisir Dumai berkisar 14.540-18.110 %. Kandungan tertinggi
ditemukan pada stasium yang berada di Sungai Mesjid. Menurut Efriyeldi (2012)
tingginya kandungan bahan organik total sedimen pada stasiun yang berada di
muara sungai, tidak terlepas dari adanya masukan bahan organik yang dibawa aliran
sungai dan aktivitas masyarakat yang ada di sekitar perairan tersebut, selain itu juga
sumbangan dari vegetasi mangrove itu sendiri.
Nitrat dan fosfat di perairan merupakan senyawa mikronutrien pengontrol
produktivitas primer di lapisan permukaan daerah eufotik. Nitrat adalah hasil akhir
dari proses oksidasi nitrogen. Hasil pengukuran nitrat rata-rata di perairan pesisir
Kota Dumai berkisar antara 0.043-0.058 mg l-1 (Tabel 2). Kandungan nitrat di
perairan pesisir Dumai relatif tinggi. Hal ini diperkirakan selain berasal dari
sumbangan vegetasi mangrove itu sendiri, juga masukan dari limbah perkotaan
pemukiman dan perkotaan serta masukan dari sungai karena ke dua sungai ini
melewati kawasan pemukiman dan kawasan perkebunan sawit.
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota dan Budidaya Laut, bahwa nitrat dan fosfat
yang diperbolehkan untuk biota perairan secara berturut-turut adalah 0.015 mg l-1
dan 0.008 mg l-1. Hal tersebut mengindikasikan kandungan nitrat di perairan
tersebut telah melewati nilai yang diperbolehkan, namun belum menyebabkan

terjadinya eutrofikasi. Effendi (2003) menyatakan bahwa kandungan nitrat lebih
0.2 mg l-1 dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Menurut Hutagalung dan
Rozak (1997), kadar nitrat semakin tinggi menuju pantai, dan kadar tertinggi
biasanya ditemukan di perairan muara. Salah satu penyebabnya peningkatan kadar
nitrat adalah masuknya limbah domestik atau pertanian yang umumnya banyak
mengandung nitrat. Kadar fosfat di perairan semakin meningkat dengan masuknya
limbah domestik, industri dan pertanian/perkebunan (pupuk) yang banyak
mengandung fosfat.
Berdasarkan tabel pasang surut yang dikeluarkan Jawatan Hidrooseanografi
TNI AL, maka tinggi pasang surut rata-rata yang terjadi di perairan Dumai berkisar
antara 0.2 m sampai 3.3 m (Lampiran 2). Data tersebut juga menunjukkan bahwa
pasang surut yang terdapat di perairan pesisir Kota Dumai tergolong tipe campuran
condong ke harian ganda (mix prevailing semidiurnal).
Sebaran Karakteristik Fisika-Kimia Lingkungan Ekosistem Mangrove
Hasil analisis komponen utama terhadap parameter lingkungan mangrove
pada matrik korelasi menunjukkan informasi yang menggambarkan adanya
korelasi antar parameter terpusat pada dua sumbu utama (F1 dan F2). Kualitas
informasi yang disajikan oleh kedua sumbu masing-masing sebesar 41.65 % dan
31.64 % (Gambar 4 dan Lampiran 3), sehingga ragam karakteristik pada stasiun
penelitian berdasarkan parameter fisika-kimia lingkungan dapat dijelaskan melalui
dua sumbu utama sebesar 73.29 % dari ragam total.

(A)
(B)
Gambar 4 Analisis komponen utama sebaran spasial karakteristik fisika-kimia
perairan pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2); (A) Lingkaran korelasi
variabel fisika-kimia; (B) Sebaran stasiun pengamatan
Kelompok pertama pada stasiun SK yang dicirikan oleh bahan organik,
nitrat, suhu, salinitas dan laju dekomposisi (10, 20 dan 30 hari) yang relatif lebih
tinggi dibandingkan pada stasiun lainya. Tingginya kandungan bahan organik total
sedimen juga disebabkan karena posisi stasiun yang berada di muara sungai, tidak
terlepas dari adanya masukan bahan organik yang dibawa aliran sungai dan
aktivitas masyarakat yang ada di sekitar perairan tersebut, selain itu juga

sumbangan dari vegetasi mangrove itu sendiri. Hal ini terjadi karena banyaknya
serasah daun yang gugur. Ketika partikel detritus telah diuraikan menjadi bagian
yang lebih kecil, partikel tersebut akan tersuspensi dalam perairan dan akan
dikonsumsi oleh filtrator dan juga zooplankton. Detritus tersebut akan tertahan oleh
akar mangrove dan terdekomposisi sehingga mendorong terjadinya akumulasi
bahan organik pada dasar hutan mangrove (Jennerjahn dan Ittekkot 1996).
Bahan organik yang terdekomposisi adalah sumber amonia yang merupakan
awal pembentukan nitrat melalui pemecahan nitrogen organik dan anorganik yang
terdapat dalam tanah dan air dengan bantuan mikroba (Effendi 2003). Hal ini
menyebabkan laju dekomposisi serasah dan kadar nitrat juga relatif tinggi pada
daerah ini. Menurut Ranoemihardjo & Sudarmo (1992) semakin tinggi kandungan
bahan organik maka kandungan nitrat juga akan semakin tinggi. Selain itu,
penyebab peningkatan kadar nitrat di perairan yaitu masuknya limbah domestik
atau pertanian yang berada di hulu sungai dan membawa unsur tersebut ke muara
sungai (Hutagalung dan Rozak 1997).
Kelompok kedua pada stasiun PAB menggambarkan parameter fisika-kimia
perairan berupa pH yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena posisi stasiun
berada di muara Sungai Dumai yang berada di pusat Kota Dumai sehingga masukan
limbah dari pemukiman, perkotaan dan pelabuhan yang berada dekat stasiun ini.
Kelompok ketiga pada stasiun BA menggambarkan parameter fisika-kimia perairan
berupa fosfat yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena posisi stasiun yang
berada di muara Sungai masjid tidak terlepas dari adanya aktivitas masyarakat
limbah domestik, industri dan pertanian/perkebunan (pupuk) di sepanjang aliran
sungai. Semakin ke arah muara sungai, maka semakin banyak kandungan fosfat
yang terkandung.
Struktur Vegetasi Mangrove
Struktur komunitas vegetasi mangrove pada lokasi penelitian terdapat 9
jenis mangrove sejati yang berasal dari 4 famili (Tabel 3).
Tabel 3 Jenis vegetasi mangrove yang terdapat di Sungai Dumai dan Sungai Mesjid
Famili

Jenis

Kelompok

Stasiun
S. Dumai

S. Mesjid

Rhizophoraceae

Rhizophora apiculata
Bruguiera gymnorrhiza
Bruguiera sexangula
Ceriops tagal

Sejati
Sejati
Sejati
Sejati

+
+
-

+
+
+

+

+

Avicenniaceae

Avicennia marina

Sejati

Sonneratiaceae
Meliaceae
Euphorbiaceae
Combretaceae
Arecaceae
Pandanaceae

Avicennia alba
Sonneratia alba
Xylocarpus granatum
Excoecaria agallocha
Lumnitzera littorea
Nypa fruticans
Pandanus tectorius

Sejati
Sejati
Sejati
Ikutan
Ikutan
Ikutan
Ikutan

+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+

Rubiaceae

Scyphiphora hydrophyllaceae

Ikutan

11

+
12

Jumlah

13

13

Jenis mangrove pada stasiun Sungai Mesjid memiliki jenis mangrove yang
lebih banyak dibandingkan stasiun Sungai Dumai. Keragaman jenis mangrove pada
kedua stasiun ini secara spasial dari laut tidak memperlihatkan zonasi yang nyata.
Hal ini dikarenakan pada kedua lokasi tersebut merupakan kawasan atau wilayah
yang telah direhabilitasi. Kerapatan vegetasi mangrove untuk setiap stasiun
bervariasi. Kerapatan tertinggi diperoleh pada SK (5744 ind ha-1) dan kerapatan
terendah berada pada stasiun PLD (2433 ind ha-1) (Tabel 4 dan Lampiran 4). Secara
umum kerapatan di lokasi pengamatan masih tergolong baik karena memiliki
kerapatan vegetasi kerapatan vegetasi ≥1500 ind ha-1 (Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman
Penentuan Kerusakan Mangrove).
Tabel 4 Kerapatan jenis vegetasi mangrove (ind ha-1) pada stasiun penelitian
Spesies
Stasiun
SK
BA
PAB
PLD
Rhizophora apiculata
3600
1433
1211
700
Xylocarpus granatum
1878
1167
1311
967
Avicennia marina
67
Avicennia alba
67
67
667
Bruguiera sexangula
67
Bruguiera gymnorrhiza
22
11
Sonneratia alba
11
167
100
Ceriops tagal
33
44
Jumlah
5744
2767
2644
2433
Kerapatan jenis vegetasi mangrove pada stasiun SK sebesar 5744 ind ha-1
dengan kerapatan jenis tertinggi pada jenis R. apiculata (3600 ind ha-1), dan
kerapatan jenis terendah pada jenis S. alba (11ind ha-1). Stasiun BA memiliki
kerapatan jenis vegetasi mangrove sebesar 2767 ind ha-1, dengan kerapatan jenis
tertinggi dijumpai pada jenis R. apiculata (1211 ind ha-1) serta kerapatan jenis
terendah pada jenis B. gymnorrhiza (11 ind ha-1). Pada stasiun PAB kerapatan
vegetasi mangrove sebesar 2644 ind ha-1, dengan kerapatan jenis tertinggi dijumpai
pada jenis X. granatum (1311 ind ha-1) dan pada stasiun PLD kerapatan vegetasi
mangrove sebesar 2433 ind ha-1 dengan kerapatan jenis tertinggi pada jenis X.
granatum (967 ind ha-1) dan jenis kerapatan terendah pada jenis S. alba (100 ind
ha-1) (Tabel 4).
Hasil analisis dominasi jenis vegetasi mangrove pada keempat stasiun
diperoleh bahwa pada stasiun SK mempunyai dominasi jenis vegetasi mangrove
terluas dijumpai pada jenis X. granatum (9408 ind ha-1), sedangkan pada stasiun
BA didominasi oleh jenis R. apiculata (19278 ind ha-1). Stasiun PAB mempunyai
dominasi jenis vegetasi mangrove terluas dijumpai pada R. apiculata (13437 ind
ha-1) sedangkan pada stasiun PLD juga didominasi oleh jenis R. apiculata (19481
ind ha-1) (Tabel 5).
Tabel 5 memperlihatkan vegetasi mangrove pada tingkat pohon di kawasan
pesisir Kota Dumai menunjukkan dari ketiga stasiun sampling lebih didominasi
oleh spesies R. apiculata, namun hanya pada stasiun SK didominasi oleh spesies X.
granatum. Hal ini didukung oleh keadaan substrat yang berjenis lumpur yang

sangat cocok untuk pertumbuhan R. apiculata. Menurut Bengen (2004) dan Arief
(2003) jenis Rhizopora spp. umumnya mampu hidup pada substrat berlumpur dan
berpasir atau tumbuh di daerah yang bersubstrat lunak dan memiliki penyebaran
yang luas.
Tabel 5 Dominasi jenis (ind ha-1) vegetasi mangrove pada stasiun penelitian
Stasiun
Spesies
SK
BA
PAB
PLD
Rhizophora apiculata
5098
19278
13437
19481
Xylocarpus granatum
9408
12095
10369
11266
Avicennia marina
6676
Avicennia alba
10685
8478
6358
Bruguiera sexangula
7335
Bruguiera
6358
gymnorrhiza
6358
Sonneratia alba
8013
4769
2233
Ceriops tagal
2233
2985
Jumlah
39386
43994
45699
43834
Bersamaan dengan pengukuran struktur komunitas mangrove dihitung juga
laju dekomposisi serasah mangrove. Hasil analisis laju dekomposisi pada lokasi
penelitian menunjukan tidak ada serasah daun yang terdekomposisi 100%
(Lampiran 5). Guguran daun mangrove yang terperangkap di sekitar ekosistem
mangrove membutuhkan waktu yang lama untuk terdekomposisi. Perbedaan
kandungan komposisi nitrogen masing-masing jenis mangrove lebih berpengaruh
terhadap kecepatan dekomposisi serasah mangrove, semakin tinggi kandungan
nitrogennya maka laju dekomposisi akan semakin cepat. Selain itu lamanya waktu
yang dibutuhkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya jenis mangrove, jenis
substrat dan parameter kualitas perairan (biologis, fisika dan kimia). Sejalan dengan
itu Lestarina (2011) menyatakan bahwa proses dekomposisi adalah gabungan dari
proses fragmentasi, perubahan struktur fisik dan kegiatan enzim yang dilakukan
oleh dekomposer yang merubah bahan organik menjadi senyawa anorganik.
Menurut Nugroho et al. (2013), bahwa dengan kerapatan tinggi, menghasilkan
serasah yang lebih banyak yang kemudian akan diurai oleh mikroorganisme
menjadi mineral, sehingga kandungan bahan organik semakin meningkat.
Hasil perhitungan laju dekomposisi serasah pada masing-masing satasiun
(Gambar 5) diketahui laju dekomposisi di SK dan BA lebih tinggi dibandingkan
stasiun lainnya karena habitatnya selalu tergenang air, sehingga pembusukan lebih
cepat terjadi. Yulma (2012) menyatakan bahwa lingkungan yang selalu basah dan
lembab serta suhu yang selalu tinggi sepanjang tahun, menyebabkan proses
dekomposisi serasah ekosistem mangrove berlangsung cepat, sehingga proses
humifikasi (pembentukan humus) segera dilanjutkan dengan proses mineralisasi.
Hal yang berbeda ditunjukkan pada stasiun PLD yang memiliki laju dekomposisi
serasah paling rendah, dimana pada stasiun ini tidak tergenang pada saat surut
sehingga proses dekomposisi terjadi hanya pada saat pasang. Menurut Soenardjo
(1999) faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi adalah kerapatan mangrove
dan pengaruh arus pasang. Faktor lain yang mempengaruhi laju dekomposisi adalah

faktor lingkungan perairan (suhu, salinitas dan pH) dan faktor lingkungan substrat
(fraksi substrat dan mikroorganisme substrat/dekomposer).

Gambar 5 Rata-rata laju dekomposisi serasah dan simpangan bakunya
Gambar 5 diketahui bahwa laju dekomposisi serasah daun tertinggi terjadi
pada 10 hari pertama, hal ini terjadi pada semua stasiun penelitian. Yulma (2012)
laju dekomposisi tertinggi terjadi pada tahap awal, hal ini diduga berhubungan erat
dengan kehilangan bahan organik yang mudah larut dan adanya mikroorganisme
yang berperan dalam perombakan beberapa zat yang terkandung dalam serasah
daun mangrove. Wijiyono (2009) menyatakan bahwa banyaknya kelimpahan
bakteri pada minggu awal menyebabkan tingginya laju dekomposisi.
Laju dekomposisi serasah yang tinggi di perairan disebabkan oleh adanya
penguraian secara biologis, sehingga dapat disimpulkan apapun jenis mangrovenya
atau bagaimanapun karakteristik substrat dan kondisi perairannya, persentase
serasah yang terurai lebih besar pada 10 hari pertama. Hal senada dikemukakan
oleh Lestarina (2011) menjelaskan bahwa aktifitas enzim selulotik fungi (fangal
cellulolic enzym) yang paling tinggi terjadi di saat awal dekomposisi. Penguraian
atau penyederhanaan kandungan organik daun mangrove yang mudah terjadi ketika
serasah gugur dan terperangkap di ekosistem mangrove. Bahan-bahan organik yang
terdapat di dalam serasah akan dikonsumsi oleh decomposer. Aktivitas tertinggi
dari enzim selulotik fungi terjadi pada awal proses dekomposisi. Sedangkan pada
hari ke-20 sampai hari ke-30 terjadi penurunan laju dekomposisi, hal ini disebabkan
karena menurunnya bahan organik dan kandungan nitrogen yang terdapat dalam sisa
daun.

Ukuran Butiran Partikel Terdeposisi (Terendapkan)
Hasil analisis ukuran butir diperoleh sebaran fraksi partikel terdeposisi
diempat stasiun menurut Skala Wentworth diketahui bahwa secara keseluruhan
fraksi sedimen yang terdapat pada ekosistem mangrove didominasi fraksi lumpur.
Tabel 6 memperlihatkan fraksi lumpur tertinggi ditemui pada stasiun SK dengan
persentase 84.12 % dan BA 83.87 %. Persentase fraksi tersebut dipengaruhi oleh
perbedaan kerapatan vegetasi mangrove, dimana kerapatan stasiun SK adalah 5744
ind ha-1 dan stasiun BA adalah 2767 ind ha-1 (Tabel 4). Perbedaaan tingkat

kerapatan vegetasi mangrove akan menyebabkan perbedaan kecepatan arus akibat
kemampuan perakran mangrove yang mampu mengakumulasi sedimen. Menurut
Kennish (2000), perakaran mangrove dapat mengakumulasi sedimen, menangkap
serasah, dan berperan dalam pembentukan formasi tanah. Selanjutnya Nontji (2002)
menambahka bahwa ekosistem mangrove memiliki akar-akar yang kokoh dan dapat
meredam pengaruh gelombang serta menahan lumpur, sehingga lahan mangrove
bisa menjadi semakin luas serta mempercepat terbentuknya tanah untuk ditumbuhi
mangrove.
Tabel 6 Analisis fraksi dan ukuran butiran fraksi terdeposisi
Stasiun
Fraksi (%)
Pasir
Lumpur
PLD
7.96
75.68
PAB
7.78
78.34
BA
3.75
83.87
SK
3.62
84.12

Lempung
16.36
13.88
12.38
12.26

Kecepatan arus yang lemah/rendah me