Identifikasi Sektor Unnggulan Di Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2010

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan lainnya untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan. Proses pembangunan memiliki tiga tujuan inti yaitu: peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup (pendapatan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan) dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial (Todaro dan Smith, 2006). Oleh karena itu strategi pembangunan didasarkan pada pembangunan yang dapat menciptakan struktur perekonomian yang kuat dan mampu menghadapi tantangan di masa mendatang.

Salah satu tujuan kebijakan pembangunan ekonomi adalah untuk pencapaian target pertumbuhan ekonomi dengan pemanfaatan potensi dan sumberdaya yang ada. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa yang dapat diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota. Arsyad (1999) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan


(2)

2

itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi dan juga diyakini akan merata ke lapisan bawah (trickkle down effect) dari output yang dihasilkan oleh suatu daerah. Selain pertumbuhan ekonomi, ukuran keberhasilan lain dari pembangunan dapat dilihat dari struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah serta antar sektor.

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses pengelolaan potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya fisik yang ada di suatu daerah dengan menjalin kemitraan antar pelaku-pelaku pembangunan dengan tujuan untuk menciptakan suatu lapangan kerja, meningkatan kualitas masyarakat, merangsang pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan pemerataan ekonomi yang optimal serta meningkatan tarif hidup masyarakat (Arsyad, 1999). Pada akhirnya, tercapainya pembangunan ekonomi daerah yang merata dapat menunjang keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Penyediaan lapangan kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang stabilitas ekonomi dan sosial yang sehat dan dinamis. Oleh sebab itu diperlukan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada potensi


(3)

sumberdaya manusia, kelembagaan serta sumberdaya fisik dalam upaya penyediaan lapangan kerja baru dan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.

Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dicapai dengan memiliki perencanaan pembangunan ekonomi yang baik. Menurut Arsyad (1999) perencanaan pembangunan ekonomi daerah dapat dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya yang tersedia. Perencanaan pembangunan dapat dilakukan dengan mengetahui peranan sektor-sektor pembangunan. Oleh karena itu perlu diteliti sektor unggulan yang diharapkan dapat menggerakkan sektor-sektor lainnya.

Seiring pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 juncto UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 juncto UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, maka terjadi perubahan sistem pemerintahan dari sistem pemerintahan yang bersifat terpusat menjadi desentralisasi. Daerah kabupaten dan kota sebagai daerah otonom diberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab secara proporsional sesuai dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman wilayahnya, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah telah mendapat kewenangan lebih besar untuk mengurus rumah tangganya sendiri.

Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota di Provinsi Riau yang terbentuk karena adanya UU mengenai otonomi daerah. Dari Tabel 1 terdapat


(4)

4

tujuh kabupaten/kota baru hasil pemekaran. Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten termuda di Provinsi Riau karena terbentuk pada tahun 2009 berdasarkan UU No.12 Tahun 2009, sedangkan enam kabupaten/kota baru lainnya terbentuk pada tahun 1999.

Tabel 1. Kabupaten/kota hasil pemekaran menurut asal kabupaten induk di Provinsi Riau

Kabupaten Induk Kabupaten/Kota Pemekaran 1. Kabupaten Indragiri Hulu 1. Kabupaten Indragiri Hulu

2. Kabupaten Kuantan Singingi

2. Kabupaten Kampar 1. Kabupaten Kampar

2. Kabupaten Rokan Hulu

3. Kabupaten Pelalawan

3. Kabupaten Bengkalis 1. Kabupaten Bengkalis

2. Kabupaten Siak

3. Kabupaten Rokan Hilir

4. Kota Dumai

5. Kabupten Kepulauan Meranti

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011

Kota Dumai merupakan daerah yang berada di pesisir timur Provinsi Riau. Dumai merupakan daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis yang diresmikan sebagai Kota pada tanggal 20 April 1999 dengan UU No.16 Tahun 1999 dimana status Kota Dumai adalah kota administratif. Pada awal pembentukan wilayah administrasi, Kota Dumai memiliki 3 wilayah kecamatan, 13 kelurahan dan 9 desa. Kota Dumai memiliki luas wilayah 1.727,385 km2 dan merupakan kota terluas di Indonesia dengan jumlah penduduk pada awal terbentuk hanya sebanyak 15.699 jiwa dan tingkat kepadatan 83,85 jiwa/km2.


(5)

Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. PDRB sebagai ukuran produktivitas mencerminkan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah pada satu tahun. Dengan menganalisa struktur dan perkembangan PDRB suatu daerah dari tahun ke tahun dapat diketahui sektor yang menjadi potensi di suatu wilayah.

Tabel 2. PDRB atas dasar harga konstan (ADHK), jumlah penduduk dan PDRB per kapita menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2010

Kabupaten/Kota PDRB (Juta Rupiah)*

Jumlah Penduduk

(Orang)**

PDRB Per Kapita (Rp) Kabupaten Kuansing 3.110.873,14 292.116 10.649.444,53 Kabupaten Indragiri Hulu 4.029.902,37 363.442 11.088.158,15 Kabupaten Indragiri Hilir 6.721.930,59 661.779 10.157.364,60 Kabupaten Pelalawan 3.115.413,54 301.829 10.321.783,34 Kabupaten Siak 3.813.903,94 376.742 10.123.384,01 Kabupaten Kampar 4.661.065,93 688.204 6.772.796,91 Kabupaten Rokan Hulu 2.561.909,73 474.843 5.395.277,45 Kabupaten Bengkalis 3.419.687,00 498.336 6.862.211,43 Kabupaten Rokan Hilir 4.115.430,35 553.216 7.439.102,17 Kabupaten Kepulauan

Meranti 1.419.067,34 176.290 8.049.619,03

Kota Pekanbaru 9.047.929,45 897.767 10.078.260,23 Kota Dumai 2.086.575,92 253.803 8.221.242,14 Provinsi Riau 48.641.825,21 5.538.367 8.782.701,69

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah)

*) Angka sangat sementara **) Hasil Sensus Penduduk 2010

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2010, Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten dengan nilai PDRB terendah di Provinsi Riau berdasarkan PDRB ADHK tanpa migas yaitu sebesar 1,41 triliun rupiah. Hal ini dikarenakan kondisi Kabupaten Kepulauan Meranti yang baru terbentuk pada


(6)

6

tahun 2009. Kota Dumai berada di posisi kedua terendah dari 12 kabupaten/kota se-Provinsi Riau dengan nilai PDRB ADHK tanpa migas sebesar 2,08 triliun rupiah. Dengan klasifikasi daerah sebagai kota, peran Kota Dumai dalam pembentukan PDRB ADHK Provinsi Riau sangat kecil dibandingkan kabupaten/kota lain.

PDRB per kapita Kota Dumai terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. PDRB per kapita Kota Dumai tahun 2008 sebesar Rp. 7.441.544, tahun 2009 sebesar Rp. 7.803.697 dan pada tahun 2010 PDRB per kapita Kota Dumai meningkat sebesar Rp. 8.221.242. PDRB per kapita Kota Dumai 2010 lebih rendah dibandingkan PDRB per kapita Provinsi Riau (Tabel 2) dimana PDRB per kapita Provinsi Riau pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 8.782.701.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi Kota Dumai pada tahun 2010 adalah sebesar 8,60 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau yaitu sebesar 7,16 persen pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan sektor-sektor ekonomi terus memacu aktivitas perekonomian.

Selama periode 2000-2010, struktur perekonomian Kota Dumai tanpa migas didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan serta sektor bangunan dengan besaran masing-masing 23,84 persen; 18,77 persen; 16,99 persen (Gambar 1). Jika migas disertakan dalam struktur ekonomi maka sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor bangunan merupakan pemberi kontribusi besar dalam pembentukan PDRB Kota Dumai tahun 2000-2010. Peran sektor industri pengolahan yang besar ini


(7)

terkait dengan keberadaan industri pengilangan minyak bumi yang ada di Kota Dumai dimana Kota Dumai merupakan daerah utama dalam pengilangan minyak bumi di Provinsi Riau. Selain itu di Kota Dumai terdapat beberapa kawasan industri yang berorintasi pada pengolahan kelapa sawit maupun CPO (Crude Palm Oil).

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2001-2011 (diolah)

Gambar 1. Struktur perekonomian Kota Dumai berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2000-2010

Sesuai dengan uraian yang telah dijelasakan di atas, maka penelitian mengenai sektor unggulan di Kota Dumai perlu dilakukan. Struktur perekonomian Kota Dumai yang didominasi oleh migas, memiliki keterbatasan dalam jangka panjang mengingat bahwa migas merupakan sumberdaya alam yang tidak terperbaharui. Oleh karena itu, sektor unggulan tanpa migas diharapkan dapat diikutsertakan dalam penyusunan strategi dan perencanaan pembangunan wilayah yang lebih terarah dalam pencapaian jangka panjang.


(8)

8

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan ekonomi dapat dilihat dari sisi kinerja perekonomian, pola struktur pertumbuhan ekonomi serta indikator ekonomi lainnya. Dalam penetapan prioritas pembangunan, perlu diidentifikasi dan dianalisis sektor maupun subsektor unggulan dalam perencanaan pembangunan Kota Dumai. Dengan mengetahui sektor/subsektor unggulan yang dapat dikembangkan diharapkan penyusunan perencanaan pembangunan Kota Dumai diharapkan lebih terarah sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan tentang masalah-masalah yang menjadi objek dari penelitian ini, yaitu:

1. Sektor/subsektor manakah yang berpotensi di Kota Dumai untuk menjadi sektor/subsektor unggulan wilayah?

2. Bagaimana daya saing sektor/subsektor unggulan tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis sektor/subsektor unggulan di Kota Dumai.

2. Menganalisis potensi dan daya saing subsektor unggulan Kota Dumai.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk lebih mengembangkan Kota Dumai dan beberapa manfaat lain yaitu:


(9)

1. Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dan instansi-instansi terkait dalam perumusan kebijakan perekonomian di Kota Dumai, bahwa terdapat sektor ekonomi yang menjadi unggulan dalam peningkatan daya saing daerah dan perekonomian daerah.

2. Sebagai bahan atau acuan untuk penelitian–penelitian selanjutnya yang sejenis.

3. Sebagai bahan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan terutama dalam bidang ekonomi regional bagi penulis dan pembaca.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Pembahasan skripsi ini dibatasi pada identifikasi sektor unggulan berdasarkan pembentukan PDRB tanpa migas. Penelitian ini dilakukan pada lingkup Kota Dumai. Rentang waktu dalam penelitian ini adalah dari tahun 2000 hingga 2010. Hal ini sesuai dengan referensi waktu terbentuknya Kota Dumai. Penelitian ini juga hanya difokuskan pada pendekatan secara sektoral dengan menggunakan data PDRB Menurut Lapangan Usaha.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena ekonomi yang diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Perspektif mengenai tujuan dan makna pembangunan kemudian berkembang menjadi lebih luas lagi. Pada hakekatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual. Oleh karena itu, indikator pembangunan ekonomi tidak hanya diukur dari pertumbuhan PDRB maupun PDRB perkapita tetapi juga indikator lainnya seperti: ketenagakerjaan, pendidikan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk miskin. Hal ini sesuai dengan paradigma pembangunan modern yang mulai mengedepankan pengentasan kemiskinan, penurunan ketimpangan distribusi pendapatan, serta penurunan tingkat pengangguran (Todaro dan Smith, 2006).

Menurut Rostow pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang menyebabkan perubahan karakteristik penting suatu masyarakat, misalnya perubahan keadaan sistem politik, struktur sosial, sistem nilai dalam masyarakat dan struktur ekonominya. Rostow membedakan proses


(11)

pembangunan menjadi lima tahap yaitu: masyarakat tradisional, prasyarat untuk tinggal landas, tinggal landas, menuju kedewasaan dan masa konsumsi tinggi. (Arsyad, 1999).

Jhinghan (2010) mengajukan beberapa persyaratan pembangunan ekonomi yaitu:

1. Atas dasar kekuatan sendiri, pembangunan harus bertumpu pada kemampuan perekonomian dalam negeri/daerah. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan materil harus muncul dari masyarakatnya.

2. Menghilangkan ketidaksempurnaan pasar. Ketidaksempurnaan pasar menyebabkan immobilitas faktor dan menghambat ekspansi sektoral dan pembangunan.

3. Perubahan struktural, artinya peralihan dari masyarakat pertanian tradisional menjadi ekonomi industri yang ditandai oleh meluasnya sektor sekunder dan tersier serta menyempitnya sektor primer.

4. Pembentukan modal, merupakan faktor penting dan stategis dalam pembangunan ekonomi, bahkan disebut sebagai kunci utama menuju pembangunan ekonomi.

5. Kriteria investasi yang tepat, memiliki tujuan untuk melakukan investasi yang paling menguntungkan masyarakat tetapi tetap mempertimbangkan dinamika perekonomian.

6. Persyaratan sosio-budaya. Wawasan sosio budaya serta organisasinya harus dimodifikasi sehingga selaras dengan pembangunan.


(12)

12

7. Administrasi. Dibutuhkan alat perlengkapan administratif untuk perencanaan ekonomi dan pembangunan.

Aryad (1999) mendefinisikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses yang mencakup pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa uang lebih baik, identifikasi pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan ditujukan secara utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.

Pembangunan ekonomi daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Pembangunan daerah lebih ditujukan pada urusan peningkatan kualitas masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi yang optimal, perluasan tenaga kerja, dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi `

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator yang penting dalam menganalisis pembangunan ekonomi yang dilaksanakan. Pertumbuhan harus berjalan secara berdampingan dan terencana dalam upaya terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian maka suatu daerah yang kurang produktif akan menjadi lebih produktif dan berkembang yang pada akhirnya dapat mempercepat proses pertumbuhan itu sendiri.


(13)

Todaro dan Smith (2006) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau komonen utama dalam pertumbuhan ekonomi. Pertama, akumulasi modal yang meliputi semua bentuk dan jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumberdaya manusia. Kedua, pertumbuhan penduduk yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja dan ketiga adalah kemajuan teknologi.

Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu adanya kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan menggambarkan pertambahan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) dimana pendapatan tersebut diukur dalam nilai riil (dinyatakan dalam harga konstan). Hal ini juga dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh besaran transfer-payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.

2.3 Teori Basis Ekonomi

Perekonomian regional terbagi menjadi dua kegiatan besar, yaitu: kegiatan basis dan kegiatan nonbasis. Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan perindustrian yang menggunakan


(14)

14

sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul didasarkan pada teori ini merupakan penekanan terhadap arti pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasinya adalah kebijakan yang mencakup pengurangan hambatan atau batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah itu (Arsyad, 1999).

Menurut Glasson (1977), kegiatan basis adalah kegiatan mengekspor barang dan jasa keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat. Bertambah banyaknya basis di dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan. Menambah permintaan barang dan jasa akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan, begitu juga sebaliknya.

Kegiatan lain yang bukan kegiatan basis disebut sektor nonbasis. Sektor nonbasis ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokal, sehingga permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan adalah sektor basis (Tarigan, 2005).

Menurut Priyarsono et al. (2007), sektor basis atau nonbasis tidak bersifat statis tetapi dinamis sehingga dapat mengalami peningkatan atau bahkan kemunduran dan definisinya dapat bergeser setiap tahun.


(15)

Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah: 1. Perkembangan jaringan komunikasi dan transportasi. 2. Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah. 3. Perkembangan teknologi.

4. Pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah: 1. Adanya penurunan permintaan di luar daerah. 2. Kehabisan cadangan sumberdaya.

Untuk mengetahui sektor basis dan nonbasis dapat digunakan metode pengukuran langsung maupun tidak langsung. Pada metode pengukuran langsung, penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan melalui survei langsung di daerah yang bersangkutan. Sedangkan pada metode pengukuran tidak langsung, penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan dengan menggunakan data PDB/PDRB dan tenaga kerja per sektor. Berikut penjelasan mengenai kedua metode tersebut.

1. Metode Pengukuran Langsung

Pada metode pengukuran langsung, survei dilakukan terhadap sembilan sektor utama yang terdapat di daerah tersebut. Jika sektor yang disurvei berorientasi ekspor maka sektor tersebut dikelompokkan ke dalam sektor basis dan sebaliknya jika sektor tersebut hanya memiliki pasar pada skala lokal maka sektor tersebut dikategorikan ke dalam sektor nonbasis. Metode ini mudah untuk dilakukan, namun memiliki beberapa kelemahan, yaitu:


(16)

16

a.Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan survei secara langsung tidak sedikit, terutama jika daerah yang disurvei cukup luas.

b.Umumnya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukan survei langsung di suatu daerah.

c.Membutuhkan banyak tenaga kerja, selain itu tenaga kerja yang melakukan survei harus memiliki skill tersendiri dalam mengidentifikasi sektor basis dan nonbasis.

2. Metode Pengukuran Tidak Langsung

Secara umum terdapat tiga metode yang digunakan untuk menentukan basis dan sektor nonbasis di suatu daerah berdasarkan pengukuran tidak langsung, yaitu:

a. Metode Asumsi

Biasanya berdasarkan kondisi di wilayah tersebut (data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis dan non basis.

b. Metode Location Quotient (LQ)

Metode Location Quotient (LQ) adalah salah satu metode untuk menentukan sektor basis dan non basis. Dengan dasar pemikiran basis ekonomi, kemampuan suatu sektor dalam suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat provinsi terhadap pendapatan (tenaga kerja) provinsi.


(17)

Metode kombinasi merupakan kombinasi pendekatan asumsi dengan metode LQ.

d. Metode Pendekatan Kebutuhan Minimum (MPKM)

Metode pendekatan kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang “sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga kerja.

2.4 Definisi Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan yang tinggi sehingga dijadikan sebagai harapan pembangunan ekonomi. Sektor unggulan diharapkan dapat menjadi tulang punggung dan penggerak perekonomian sehingga dapat menjadi refleksi dari struktur perekonomian suatu wilayah (Deptan, 2005).

Secara umum, syarat utama agar suatu sektor layak dijadikan sebagai unggulan perekonomian adalah sektor tersebut memiliki kontribusi yang dominan dalam pencapaian tujuan pembangunan. Jika dikaitkan dengan pengembangan wilayah, maka penentuan sektor unggulan dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Mubyarto, 1989):

1. Jumlah tenaga kerja dan sumberdaya lainnya yang dipergunakan atau bisa dipakai secara langsung maupun tidak langsung.

2. Kontribusi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pendapatan PDRB.


(18)

18

3. Kesesuaian lahan dimana karakter lahan harus disesuaikan dengan karakteristik sektor tersebut dan ketersediannya harus mampu menampung laju pertumbuhan sektor tersebut.

2.5 Analisis Porter’s Diamond

Untuk melihat daya saing suatu sektor dapat menggunakan analisis Porter’s Diamond. Metode ini merupakan metode kualitatif yaitu menganalisis tiap komponen dalam porter’s diamond theory. Komponen yang dianalisis seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Porter’s diamond model Keterangan gambar:

a. Kondisi faktor merupakan keadaan faktor–faktor seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, infrastruktur dan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang tersedia di suatu wilayah.

Strategi Perusahaan, Struktur dan

Persaingan

Kondisi Faktor Kondisi Permintaan

Industri Pendukung dan Industri Terkait Peran

Pemerintah

Peran Kesempatan


(19)

b. Kondisi permintaan menggambarkan keadaan permintaan pada suatu wilayah.

c. Industri pendukung dan industri terkait yaitu keadaan para penyalur faktor produksi dan industri lainnya yang saling mendukung dan terkait.

d. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan yaitu strategi yang dianut perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam suatu industri domestik dan internasional.

Selain itu ada dua komponen pendukung yang terkait dengan keempat komponen utama tersebut yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan. Keempat komponen utama dan dua komponen pendukung tersebut saling berinteraksi.

2.6 Penelitian Terdahulu

Sondari (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Wilayah Provinsi Jawa Barat” dengan menggunakan data tahun 2001-2005. Metode penelitian menggunakan analisis LQ, pengganda pendapatan dan analisis Shift Share dan menyimpulkan bahwa selama kurun waktu 2001-2005 sektor yang menjadi sektor unggulan adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor yang memiliki dampak pengganda terbesar adalah sektor industri pengolahan. Pergeseran bersih sektor perekonomian di Propinsi Jawa Barat secara keseluruhan tergolong ke dalam kelompok yang lambat.

Mangun (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Tengah” dengan


(20)

20

menggunakan data tahun 2000-2005. Model analisis yang digunakan yakni analisis LQ, Shift Share, Tipologi Klassen serta Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Dari hasil analisis LQ, Shift Share, Tipologi daerah dan pertumbuhan sektoral, Kabupaten Tojo Una-Una merupakan prioritas utama untuk pengembangan wilayah semua sektor basis yang dimilikinya.

Maulida (2009) memiliki penelitan yang berjudul “Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah” dengan periode penelitian selama 2003-2007. Metode yang digunakan adalah metode LQ, Shift Share, Porter’s Diamond. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor basis terdiri dari sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa. Sebagian besar sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang lamban tetapi memiliki daya saing yang baik.

Sabuna (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi Sektor-sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (periode 2000-2008)” menggunakan alat analisis Shift Share, LQ, MRP, Klassen Typology dan overlay. Analisis overlay digunakan untuk melihat hasil gabungan dari analisis LQ dan MRP. Dari penelitiannya didapatkan bahwa di Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak terdapat sektor unggulan.

Paramitasari (2010) dalam penelitiannya tentang potensi komoditas unggulan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia menggunakan analisis indeks komposit untuk mengetahui komoditas unggulan industri manufaktur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat sebelas komoditas


(21)

unggulan industri manufaktur di Indonesia. Dari sebelas komoditas unggulan tersebut hanya terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan tinggi baik dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.

2.7 Kerangka Pemikiran

Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota di Provinsi Riau dengan besaran PDRB kedua terendah dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau. Oleh karena itu akan diteliti sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan berdasarkan koefisien LQ, koefisien MRP serta kontribusi PDRB. Berdasarkan sektor unggulan tersebut akan dianalisis daya saingnya (Gambar 3).

Gambar 3. Kerangka pemikiran

Sektor-sektor Ekonomi

Analisis Daya Saing

Sektor/Subsektor Unggulan

PDRB Per Kapita Kota Dumai lebih rendah dari pada Provinsi Riau

Analisis Indeks Komposit


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota Provinsi Riau (tahun 2000-2010) menurut Lapangan Usaha, baik berdasarkan atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan tahun 2000 (ADHK); (2) Jumlah Penduduk kabupaten/kota Propinsi Riau tahun 2005–2010; (3) Keadaan Angkatan Kerja Kota Dumai Tahun 2007–2010 menurut Lapangan Usaha; (4) Data sekunder mengenai karakteristik wilayah, seperti kondisi geografis, pertumbuhan ekonomi dan data penunjang lainnya. Seluruh data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Dumai dalam bentuk publikasi maupun data hasil kompilasi yang dikumpulkan oleh BPS Provinsi Riau serta dari instansi terkait lainnya.

3.2Metode Analisis

Secara garis besar, metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan beberapa alat analisis lain seperti: analisis Location

Quotient (LQ), analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang terdiri atas rasio

pertumbuhan wilayah studi (Rps) dan rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr), Indeks Komposit serta analisis Porter’s Diamond.


(23)

3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman tentang gambaran perekonomian Kota Dumai dengan menyajikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik serta diagram. Analisis deskriptif mengenai gambaran perekonomian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah struktur ekonomi serta pertumbuhan ekonomi Kota Dumai.

3.2.2 Analisis Sektor Unggulan

Penentuan sektor unggulan dalam perekonomian secara umum dilakukan berdasarkan indeks komposit. Alur proses penghitungannya dapat dilihat pada Gambar 4.

Koefisien LQ Berdasarkan PDRB

Gambar 4. Alur penentuan sektor unggulan

Penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam penghitungan indeks komposit ini adalah sebagai berikut:

Koefisien LQ Berdasarkan

PDRB

Koefisien Kontribusi

PDRB Koefisien

MRP

Transformasi menjadi angka indeks

Penggabungan indeks


(24)

24

1. Koefisien Location Quotient (LQ) menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama di daerah yang lebih luas atau lingkup nasional. Kemampuan suatu sektor dapat dilihat dari aspek nilai tambah maupun dari aspek tenaga kerja. Perbandingan relatif ini dinyatakan secara matematis (Arsyad, 1999) sebagai berikut :

RV X RV X LQ i j ij ij

atau RV RV

X X LQ j i ij ij  ………….……….... (3.1) Keterangan :

LQij = indeks/koefisien Location Quotient sektor i di kabupaten/kota j Xij = PDRB adhk sektor i di kabupaten/kota j

Xi = PDRB adhk sektor i di Provinsi

RVj = Total PDRB adhk kabupaten/kota j

RV = Total PDRB adhk Provinsi

Dari hasil analisis Location Quotient (LQ) maka didapat kesimpulan:

1. Jika nilai LQ > 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor potensial, yang menunjukkan suatu sektor mampu melayani pasar baik di dalam maupun di luar kabupaten/kota;

2. Jika nilai LQ < 1, berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor potensial, yang menunjukkan suatu sektor belum mampu melayani pasar di dalam wilayah kabupaten/kota;


(25)

3. Jika nilai LQ = 1, berarti suatu sektor hanya mampu melayani pasar di dalam wilayah kabupaten/kota saja atau belum dapat memasarkan hasil sektor tersebut ke luar daerah lain.

2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Analisis MRP juga dapat digunakan untuk menganalisis sektor dan subsektor ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan PDRB. MRP adalah kegiatan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Dalam analisis MRP terdapat dua macam rasio pertumbuhan, yaitu :

(a) Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) yaitu merupakan perbandingan antara pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi dengan pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah referensi dengan formulasi yaitu :

Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPS) =

in in ij ij E E E E Δ Δ

….…... (3.2)

(b) Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr) yaitu perbandingan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) di wilayah referensi dengan formulasi yaitu :

Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) =

n n in in E E Δ E E Δ


(26)

26

dimana:

... ... (3.4) ... ... (3.5) ... ... (3.6) Keterangan:

ΔEij : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j

Eij : PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j pada tahun dasar

Eij.t : PDRB sektor/subsektor i di wilayah j pada tahun akhir analisis

ΔEin : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi Ein :PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi pada tahun

akhir dasar

Ein.t :PDRB sektor/subsektor i di provinsi/nasional pada tahun akhir analisis

ΔEn : Perubahan PDRB nasional/provinsi

En : Total PDRB nasional/provinsi pada tahun dasar En.t : Total PDRB nasional/provinsi pada tahun akhir analisis

3. Koefisien Kontribusi Terhadap PDRB, nilai tambah yang terbentuk di masing-masing sektor terhadap nilai tambah total yang tercipta dalam perekonomian yang ditulis:

di= PDRBi/ PDRB ...(3.7) Setelah nilai masing-masing indikator tersebut diperoleh, kemudian dilakukan penghitungan indeks untuk masing-masing indikator. Untuk lebih menyederhanakan, nilai koefisien sektor dan subsektor setiap indikator yang


(27)

memiliki nilai koefisien terendah diberi indek 1, tertinggi diberi indek 5 dan yang nilainya berada di antara terendah dan tertinggi dihitung menggunakan rumus:

)

8

.

3

....(

...

...

...

...

...

)

(

)

(

i

Nr

i

Nt

Ir

It

i

Nj

i

Nt

It

IIj

Dimana : IIj = Indek sektor dan subsektor ke-j (yang dicari indeknya) It = indek tertinggi (yaitu 5)

Ir = indek terendah (yaitu 1)

Nti = nilai koefisien sektor tertinggi indikator i Nri = nilai koefisien sektor terendah indikator i

Nji = nilai koefisien sektor ke-j (yang dicari indeknya)

Bila indeks masing-masing indikator sudah didapatkan, maka hasil indeks seluruh indikator untuk tiap sektor ditambahkan, kemudian dirata-ratakan. Sektor yang memiliki rata-rata indeks terbesar disimpulkan sebagai sektor unggulan.

3.2.3 Analisis Porter’s Diamond

Analisis Porter’s Diamond digunakan untuk menganalisis kondisi daya saing sektor unggulan Kota Dumai. Analisis ini berupa analisis secara deskriptif berdasarkan empat elemen utama serta dua kompenen pendukung.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Beberapa variabel yang telah digunakan untuk kepentingan penelitian ini memiliki konsep dan definisi sebagai berikut :


(28)

28

1.

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) maupun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu kurun waktu tertentu yang dihasilkan suatu daerah. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut Konstan karena harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000) dan dinamakan berlaku karena menggunakan harga tahun berjalan (tahun sesuai dengan referensi waktu yang diinginkan). PDRB juga sering disebut dengan NTB (Nilai Tambah Bruto).

2.

Sektor ekonomi menyatakan lapangan usaha pembentuk PDRB sektoral di suatu wilayah. Sektor atau lapangan usaha pada tulisan ini sama dengan konsep yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik terdiri dari sembilan sektor yaitu: sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan perbankan serta sektor jasa-jasa.

3.

Sektor dan subsektor ekonomi potensial merupakan sektor dan subsektor ekonomi yang memiliki satu atau gabungan kriteria seperti keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif, spesialisasi jika dibandingkan dengan sektor dan subsektor ekonomi yang sama pada wilayah lainnya.

4.

Keunggulan Kompetitif berarti kemampuan daya saing kegiatan ekonomi yang lebih besar pada suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di daerah lainnya. Keunggulan kompetitif juga merupakan cermin dari


(29)

keunggulan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya yang dijadikan benchmark.

5.

Keunggulan komparatif mengacu pada kegiatan ekonomi suatu daerah yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perekonomian daerah tersebut. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan kontribusi nilai tambah bruto suatu sektor/subsektor ekonomi suatu daerah yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya.

6.

Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas.

7.

Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja, sudah mempunyai pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.

8.

Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi).

9.

Penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari kerja (belum bekerja), penduduk sedang mempersiapkan usaha, penduduk yang sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, penduduk yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.


(30)

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI

4.1 Kondisi Geografis

Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101o23'37” - 101o8'13” Bujur Timur dan 1o23'23” - 1o24'23” Lintang Utara dengan luas wilayah 1.727,38 km2. Kota Dumai memiliki lima (5) kecamatan dan 33 kelurahan. Batas administratif Kota Dumai adalah sebagai berikut :

 Utara : Selat Rupat

 Timur : Kabupaten Bengkalis

 Selatan : Kabupaten Bengkalis

 Barat : Kabupaten Rokan Hilir


(31)

Kota Dumai sangat dipengaruhi oleh sifat iklim laut. Musim hujan jatuh pada bulan September hingga bulan Februari dan periode kemarau dimulai pada bulan Maret hingga bulan Agustus dengan iklim tropis basah yang dipengaruhi oleh sifat iklim laut dengan curah hujan berkisar antara 1.500 mm sampai dengan 2.600 mm selama 75 sampai dengan 130 hari per tahun.

Kondisi ini didukung pula oleh suhu rata-rata 26OC–32OC dengan kelembaban antara 82–84 %. Laju percepatan angin berkisar antara 6–7 Knot, menjadikan Dumai sebagai kawasan yang paling bersahabat dengan iklim dan cuaca. Dalam lima tahun terakhir, keadaan ini terganggu dengan bencana asap yang cukup merugikan daerah.

Kota Dumai memiliki 16 sungai besar dan kecil dengan total panjang keseluruhannya 222 km, yang bermuara ke Selat Rupat dan Selat Malaka sebagai jalur lalu lintas perdagangan. Jika dilihat dari segi topografi, Kota Dumai termasuk ke dalam kategori daerah yang datar dengan kemiringan lereng 0–< 3 %, di mana sebelah utara Kota Dumai umumnya merupakan dataran yang landai dan ke selatan semakin bergelombang.

4.2 Kondisi Kependudukan

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 yang dilaksanakan secara nasional oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Dumai tercatat sebesar 253.803 jiwa atau 4,58 persen dari total penduduk Provinsi Riau dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar sebesar 147 jiwa tiap km2. Sex ratio penduduk Dumai adalah sebesar 107 yang menunjukkan bahwa pada setiap 100 laki-laki terdapat 107 wanita.


(32)

32  

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).

Gambar 6. Jumlah penduduk Kota Dumai tahun 2007-2010

Gambar 6 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk Kota Dumai mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 jumlah penduduk Kota Dumai sebesar 230.221 jiwa dan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2010 mencapai 253.803 jiwa. Penduduk merupakan modal dasar pembangunan. Tetapi untuk menunjang keberhasilan pembangunan, tentunya dibutuhkan penduduk yang berkualitas.

Komposisi penduduk menurut umur dapat menggambarkan distribusi penduduk sesuai kelompok umur. Komposisi penduduk menurut kelompok umur seperti yang terlihat pada Gambar 7 di bawah ini yang menunjukkan bahwa Kota Dumai dikategorikan sebagai penduduk muda. Hal tersebut dikarenakan oleh presentase penduduk muda terhadap total penduduk masih cukup besar.


(33)

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).

Gambar 7. Persentase komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2010

Indikator kualitas penduduk dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Peningkatan kualitas manusia diyakini akan menciptakan kinerja ekonomi yang lebih baik. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencakup empat (4) indikator yaitu angka harapan hidup waktu lahir, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran perkapita disesuaikan. Kota Dumai merupakan kabupaten/kota dengan nilai IPM terbesar kedua di Provinsi Riau. IPM Kota Dumai pada tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu menjadi 77,75 dibanding tahun 2009 dengan IPM sebesar 77,30. Angka ini menunjukkan bahwa Kota Dumai masih berada pada kriteria menengah atas, yang berarti pembangunan terutama di bidang kesehatan,


(34)

34  

pendidikan dan ekonomi masih harus dipacu agar kualitas masyarakat semakin meningkat.

4.3 Struktur Ekonomi

Salah satu sisi untuk melihat keberhasilan pembangunan dari aspek perekonomian suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB atas dasar harga berlaku dapat memberikan gambaran tentang struktur ekonomi suatu wilayah yang dilihat melalui kontribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB.

Tabel 3. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB dengan migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)

Sektor 2007 2008 2009 2010

1. Pertanian 4,10 3,34 3,09 2,86

2. Pertambangan & Penggalian 0,28 0,23 0,22 0,21 3. Industri Pengolahan 56,27 62,14 63,45 64,63 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,45 0,37 0,35 0,34

5. Bangunan 9,89 9,33 8,02 6,98

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 13,15 11,59 12,28 12,82 7. Pengangkutan & Komunikasi 8,02 6,52 6,24 5,93 8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 1,73 1,45 1,43 1,53

9. Jasa-Jasa 6,11 5,04 4,91 4,69

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah).

Sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB di Kota Dumai dengan migas tahun 2007-2010 secara berturut-turut antara lain sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor bangunan; sektor pengangkutan dan komunikasi (Tabel 3). Sektor yang kontribusinya sangat kecil yaitu sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air bersih. Jika dilihat secara keseluruhan pada empat


(35)

tahun terakhir (2007-2010), posisi masing-masing sektor masih tetap meskipun terdapat perubahan besarnya kontribusi.

Kontribusi sektor industri pengolahan sangat dominan terhadap pembentukan PDRB dalam struktur migas Kota Dumai dengan nilai sebesar 64,63 persen pada tahun 2010. Kontribusi sektor industri pengolahan memiliki kecenderungan yang semakin meningkat tiap tahunnya. Jika dilihat dari subsektornya, peningkatan nilai tambah pada subsektor industri migas sangat mempengaruhi adanya peningkatan pada sektor industri pengolahan. Kondisi ini cukup beralasan karena di Kota Dumai terdapat industri pengilangan minyak bumi.

Tabel 4. Kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB tanpa migas Kota Dumai tahun 2007-2010 (persen)

Sektor 2007 2008 2009 2010

1. Pertanian 7,35 6,84 6,38 5,98

2. Pertambangan & Penggalian 0,50 0,47 0,46 0,44 3. Industri Pengolahan 21,54 22,49 24,40 26,21 4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,81 0,75 0,73 0,71

5. Bangunan 17,75 19,10 16,59 14,56

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,59 23,72 25,40 26,74 7. Pengangkutan & Komunikasi 14,40 13,35 12,91 12,37 8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 3,11 2,97 2,97 3,20

9. JASA-JASA 10,96 10,32 10,16 9,79

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah).

Berdasarkan Tabel 4, jika subsektor migas tidak dimasukkan ke dalam penghitungan PDRB (PDRB tanpa migas), maka selama tahun 2007-2010 sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Dumai. Sektor dengan


(36)

36  

kontribusi terkecil adalah sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air bersih.

4.4 Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi tiap sektor dapat memberikan gambaran tentang sektor-sektor apa saja yang berpotensi untuk dikembangkan. Semakin positif peningkatan laju pertumbuhan suatu sektor dari tahun ke tahun, semakin berpotensi sektor tersebut untuk mampu menggerakkan perekonomian suatu daerah.

Sumber : BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)

Gambar 8. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai tahun 2007-2010

Tren pertumbuhan ekonomi Kota Dumai pada tahun 2007 berada pada level 8,87 persen. Tahun 2008-2009 pertumbuhan ekonomi sedikit melambat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,66 persen pada tahun 2008 dan 8,43 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi bergerak naik yaitu sebesar 8,60 persen.


(37)

Tabel 5. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai menurut lapangan usaha tahun 2007-2010 (persen)

Sektor 2007 2008 2009 2010

1. Pertanian 4,20 4,06 3,97 3,57

2. Pertambangan & Penggalian 9,67 9,78 9,59 8,88

3. Industri Pengolahan 8,95 8,70 8,21 8,37

4. Listrik, Gas & Air Bersih 3,81 4,03 2,13 3,68

5. Bangunan 8,72 8,73 8,62 8,42

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10,28 10,15 9,53 9,58 7. Pengangkutan & Komunikasi 8,60 8,52 8,35 8,82 8. Keu. Persewaan, & Jasa Perusahaan 9,31 5,66 6,30 8,29

9. Jasa-Jasa 9,54 9,01 9,08 9,35

Sumber: BPS Kota Dumai, 2010 (diolah).

Dari Tabel 5 terlihat bahwa laju pertumbuhan PDRB Kota Dumai seluruh sektor tahun 2007-2010 menunjukkan pertumbuhan positif namun cenderung berfluktuatif. Jika dibandingkan pertumbuhan tiap sektor tahun 2007 dengan pertumbuhan tahun 2010 hampir sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan yang melamban kecuali sektor pengangkutan dan komunikasi dimana pada tahun 2007 memiliki pertumbuhan sebesar 8,60 persen dan pertumbuhan tahun 2010 menjadi sebesar 8,82 persen. Pada tahun 2010 sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan pertumbuhan paling besar dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya dengan pertumbuhan PDRB sebesar 9,58 persen. Sektor terbesar kedua yaitu sektor jasa-jasa sebesar 9,35 persen.

Sedangkan sektor yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang paling rendah adalah sektor pertanian dengan pertumbuhan sebesar 4,20 persen pada tahun 2007 dan terus menurun pada tahun 2008 sebesar 4,06 persen, tahun 2009 sebesar 3,97 persen dan tahun 2010 mencapai 3,57 persen. Selain sektor


(38)

38  

pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih juga termasuk sektor dengan laju pertumbuhan yang rendah yaitu sebesar 3,68 persen pada tahun 2010.

4.5 Kondisi Ketenagakerjaan

4.5.1 Distribusi Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sektor

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi, sehingga apabila terjadi peningkatan output maka kesempatan kerja cenderung meningkat juga. Untuk melihat sejauh mana potensi sektor-sektor ekonomi menyerap tenaga kerja di Dumai, dapat dilihat pada Gambar 9.

Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah).

Gambar 9. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Kota Dumai tahun 2010

Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Dumai yang bekerja sebanyak 90.768 orang. Berdasarkan Gambar 9, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbanyak sebesar 24,94 persen diikuti oleh sektor jasa-jasa yaitu sebesar 21,67 persen.


(39)

Bila dikaitkan dengan kontribusi sektor terhadap PDRB, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dan kontribusinya terhadap PDRB juga cukup besar (lihat Tabel 3). Sedangkan sektor industri pengolahan yang juga sebagai penyumbang kontribusi utama dalam perekonomian Kota Dumai, hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 10,23 persen pada tahun 2010.

Jumlah penduduk Kota Dumai yang bekerja pada tahun 2010 meningkat dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar 13,75 persen dengan jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2007 sebanyak 75.265 orang. Selama tahun 2007-2010 sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor jasa-jasa; sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor ekonomi dominan dalam menyerap tenaga kerja.

4.5.2 Indikator Ketenagakerjaan

Indikator ketenagakerjaan dapat dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), tingkat pengangguran terbuka serta tingkat kesempatan kerja. Tabel 6 memberikan gambaran mengenai ketiga indikator ketenagakerjaan tersebut di Kota Dumai selama tahun 2007-2010.

Tabel 6. Indikator ketenagakerjaan Kota Dumai tahun 2007-2010 (Persen)

Tahun

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK)

Tingkat Pengangguran

Terbuka

Tingkat Kesempatan

Kerja

2007 61,32 18,54 81,46

2008 65,45 14,90 85,10

2009 63,13 13,45 86,55

2010 62,49 14,68 85,32


(40)

40  

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) merupakan rasio antara angkatan kerja dengan seluruh penduduk usia kerja (15 tahun ke atas). Semakin besar nilai TPAK menunjukkan semakin meningkatnya penduduk usia kerja di suatu daerah. TPAK Kota Dumai tahun 2010 sebesar 62,49 persen. Dimulai pada tahun 2008 TPAK semakin menurun dimana TPAK pada tahun 2008 sebesar 65,45 persen dan pada tahun 2009 sebesar 63,13 persen.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan perbandingan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja. TPT Kota Dumai selama tahun 2007-2009 cenderung menurun dengan TPT pada tahun 2007 sebesar 18,54 persen, 14,90 persen pada tahun 2008 dan menjadi 13,45 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2010 TPT meningkat dengan nilai sebesar 14,68 persen.

Tingkat kesempatan kerja menggambarkan banyaknya angkatan kerja yang tertampung dalam pasar kerja. Pada tahun 2007 tingkat kesempatan kerja di Kota Dumai sebesar 81,46 persen. Pada tahun 2008 dan 2009 tingkat kesempatan kerja semakin meningkat yaitu masing-masing sebesar 85,10 persen dan 86,55 persen. Pada tahun 2010 tingkat kesempatan bekerja menurun menjadi 85,32 persen.


(41)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk melihat daya saing sektor unggulan digunakan analisis Porter’s Diamond.

5.1. Indikator Sektor Unggulan

Pada dasarnya sektor unggulan merupakan sektor yang mampu memberikan kontribusinya bukan hanya untuk daerah itu sendiri tetapi juga daerah lain. Pada penelitian ini, penentuan sektor unggulan dilihat berdasarkan indikator koefisien Location Quetiont (LQ) dari sisi PDRB tahun 2010, Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh dari analisis MRP serta kontribusi PDRB tiap sektor ekonomi tahun 2000-2010. Hasil yang didapatkan pada semua indikator adalah berupa angka indeks dengan interval nilai 1 sampai 5. Sektor dengan nilai indeks tertinggi merupakan sektor unggulan tiap indikator. 5.1.1 Analisis Location Quetiont (LQ)

Perhitungan LQ digunakan untuk menunjukkan keunggulan komparatif sektor ekonomi Kota Dumai dibandingkan dengan Provinsi Riau. Pengelompokan sektor basis menggunakan analisis LQ bersifat dinamis tergantung pada perkembangan kegiatan produksi dari sektor-sektor bersangkutan. Dari analisis LQ dapat diidentifikasi sektor dan subsektor unggulan yang dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam perencanaan pembangunan.


(42)

42  

Tabel 7. Hasil penghitungan LQ dan rata-rata LQ Kota Dumai tahun 2000-2010

Sektor/Subsektor LQ Tahun 2010 Rata-rata LQ

1. Pertanian 0,20 0,22

a. Tanaman Bahan Makanan 0,31 0,35

b. Tanaman Perkebunan 0,04 0,04

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,67 0,71

d. Kehutanan 0,32 0,32

e. Perikanan 0,10 0,11

2. Pertambangan dan Penggalian 0,36 0,52

a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 -

b. Pertambangan tanpa Migas 0,00 -

c. Penggalian 0,63 0,70

3. Industri Pengolahan 0,28 0,29

a. Industri Migas 0,00 -

1. Pengilangan Minyak Bumi 0,00 -

2. Gas Alam Cair 0,00 -

b. Industri Tanpa Migas 0,28 0,29

4. Listrik, Gas & Air bersih 1,61 1,85

a. Listrik 1,72 2,02

b. Gas 0,00 0,00

c. Air Bersih 1,10 1,09

5. Bangunan 2,49 2,67

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,60 1,63 a. Perdagangan Besar & Eceran 1,62 1,65

b. Hotel 1,53 1,76

c. Restoran 0,53 0,63

7. Pengangkutan & Komunikasi 3,49 3,76

a. Pengangkutan 3,89 4,06

1. Angkutan Rel 0,00 -

2. Angkutan Jalan Raya 1,13 1,11

3. Angkutan Laut 15,65 16,27

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan 0,00 -

5. Angkutan Udara 0,33 0,36

6. Jasa Penunjang Angkutan 3,39 3,41

b. Komunikasi 1,41 1,46

1. Pos dan Telekomunikasi 1,41 1,46

2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa 0,78 0,98

a. Bank 0,34 0,22

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 1,31 1,41

c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 -

d. Sewa Bangunan 0,98 1,15

e. Jasa Perusahaan 1,21 1,44

9. Jasa-jasa 1,58 1,59

a. Pemerintahan Umum 1,63 1,62

1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 1,63 1,62

2. Jasa Pemerintah lainnya 0,00 -

b. Swasta 1,39 1,49

1. Sosial Kemasyarakatan 1,00 1,11

2. Hiburan & Rekreasi 1,41 1,48

3. Perorangan & Rumahtangga 1,43 1,52 Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)


(43)

Berdasarkan Tabel 7 sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif di Kota Dumai pada tahun 2010 serta selama periode tahun 2000-2010 terdiri dari lima sektor yang sama. Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif di Kota Dumai dengan nilai LQ lebih dari satu yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan penggalian dan sektor industri pengolahan bukan sektor unggulan. Ini mengindikasikan bahwa Kota Dumai telah mampu memenuhi sendiri kebutuhannya pada kelima sektor unggulan tersebut dan dimungkinkan untuk melakukan ekspor ke luar daerah. Dari sisi subsektor, subsektor pengangkutan merupakan subsektor unggulan dengan nilai LQ terbesar.

Dari hasil LQ tersebut dilakukan indeksasi. Hal ini dilakukuan untuk memberikan penilaian kriteria yang sama pada setiap indikator sektor unggulan sehingga indikator tersebut dapat dihitung secara bersama-sama dengan menggunakan metode indeks komposit. Sektor pertanian diberi indeks sebesar 1 karena merupakan sektor dengan nilai LQ terendah sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi sebagai sektor dengan nilai LQ tertinggi sehingga diberikan indeks sebesar 5.

Berdasarkan penghitungan indeks LQ tahun 2010, indeks dengan nilai tertinggi yang merupakan sektor unggulan Kota Dumai adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan keadaan Kota Dumai yang memiliki peusahaan industri pengolahan sehingga lalu lintas kendaraan dari dan menuju Kota Dumai relatif ramai terutama keluar masuknya


(44)

44  

kapal laut dan truk pengangkut bahan-bahan penunjang industri pengolahan maupun hasilnya. Sektor yang memiliki indeks terendah adalah sektor pertanian yang disebabkan oleh kondisi lahan yang sebagian besar berupa rawa dan gambut sehingga kurang cocok untuk pertanian.

Tabel 8. Indeks Location Quotient (LQ) Kota Dumai menurut sektor tahun 2010

Sektor LQ Tahun 2010 Indeks

1. Pertanian 0,20 1

2. Pertambangan & Penggalian 0,36 1,19

3. Industri Pengolahan 0,28 1,11

4. Listrik, Gas & Air Bersih 1,61 2,71

5. Bangunan 2,49 3,78

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,60 2,70

7. Pengangkutan & Komunikasi 3,49 5

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 0,78 1,71

9. Jasa-Jasa 1,58 2,68

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah) 5.1.2 Analisis MRP

Analisis MRP terdiri atas dua instrumen pengukuran yaitu Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang menunjukkan rasio pertumbuhan sektor/subsektor dengan nilai PDRB sektor/subsektor tersebut antara Kota Dumai dengan Provinsi Riau. Selanjutnya instrumen kedua adalah Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) yaitu rasio pertumbuhan suatu sektor/subsektor ekonomi Provinsi Riau terhadap pertumbuhan ekonomi agregat di Provinsi Riau.

Dari hasil analisis MRP (Tabel 9) sektor industri pengolahan (tanpa migas) di Kota Dumai merupakan sektor yang potensial (RPs = 1,04) dan ternyata sektor ini juga potensial di Provinsi Riau (RPr > 1) berdasarkan kriteria pertumbuhan. Selain sektor industri pengolahan, sektor jasa-jasa juga termasuk sektor berpotensi di Dumai (RPs = 1,05) dan juga di Provinsi Riau (Rpr = 1,04).


(45)

Tabel 9. Hasil penghitungan Rasio Pertumbuhan Provinsi Riau (RPr) dan Rasio Pertumbuhan Kota Dumai (RPs) tahun 2000-2010

Sektor RPr RPs

1. Pertanian 0,67 0,68

a. Tanaman Bahan Makanan 0,30 0,35

b. Tanaman Perkebunan 0,99 0,93

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,65 0,94

d. Kehutanan 0,46 1,07

e. Perikanan 0,93 0,71

2. Pertambangan dan Penggalian 3,43 0,34

a. Minyak dan Gas Bumi - -

b. Pertambangan tanpa Migas - -

c. Penggalian 1,54 0,77

3. Industri Pengolahan 1,12 1,04

a. Industri Migas - -

1. Pengilangan Minyak Bumi - -

2. Gas Alam Cair - -

b. Industri Tanpa Migas 1,12 1,04

4. Listrik, Gas & Air bersih 0,60 0,63

a. Listrik 0,60 0,55

b. Gas - -

c. Air Bersih 0,59 1,33

5. Bangunan 1,23 0,80

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,30 0,96

a. Perdagangan Besar & Eceran 1,30 0,97

b. Hotel 1,14 0,59

c. Restoran 1,53 0,75

7. Pengangkutan & Komunikasi 1,35 0,82

a. Pengangkutan 1,17 0,89

1. Angkutan Rel - -

2. Angkutan Jalan Raya 1,09 1,15

3. Angkutan Laut 1,01 0,95

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan 1,13 -

5. Angkutan Udara 2,86 0,80

6. Jasa Penunjang Angkutan 1,33 1,05

b. Komunikasi 3,24 0,93

1. Pos dan Telekomunikasi 3,24 0,93

2. Jasa Penunjang Komunikasi - -

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 2,08 0,56

a. Bank 11,54 5,25

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0,95 0,95

c. Jasa Penunjang Keuangan - -

d. Sewa Bangunan 1,18 0,72

e. Jasa Perusahaan 1,20 0,60

9. Jasa-jasa 1,08 1,05

a. Pemerintahan Umum 1,09 1,09

1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 1,09 1,09

2. Jasa Pemerintah lainnya - -

b. Swasta 1,02 0,94

1. Sosial Kemasyarakatan 1,11 0,84

2. Hiburan & Rekreasi 0,81 0,97

3. Perorangan & Rumahtangga 1,05 0,94


(46)

46  

Sektor pertanian dan sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor dengan nilai RPr dan RPs yang lebih kecil dari satu. Hal ini menunjukkan sektor pertanian dan sektor listrik, gas dan air bersih di Kota Dumai dan Provinsi Riau kurang potensial dari sisi pertumbuhannya.

Untuk penghitungan indeks komposit, hasil penghitungan MRP yang diindekskan adalah RPs dengan pertimbangan bahwa RPs menggambarkan secara khusus potensi sektor Kota Dumai. Hasil indeksasi RPs ditampilkan pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Indeks rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) Kota Dumai tahun 2000-2010

Sektor RPs Indeks

1. Pertanian 0,68 2,87

2. Pertambangan & Penggalian 0,34 1

3. Industri Pengolahan 1,04 4,90

4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,63 2,59

5. Bangunan 0,80 3,56

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 0,96 4,47

7. Pengangkutan & Komunikasi 0,82 3,65

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 0,56 2,23

9. Jasa-Jasa 1,05 5

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)

Sektor jasa-jasa merupakan indeks RPs tertinggi pada tahun 2000-2010. Sektor yang memiliki indeks terendah yaitu sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini dikarenakan keberadaan sumberdaya pertambangan dan penggalian yang jumlahnya sedikit serta bersifat tidak dapat diperbaharui

5.1.3 Indeks Kontribusi PDRB

Kontribusi PDRB dilihat dari rasio nilai PDRB tiap sektor terhadap nilai PDRB total tiap sektor. Kontribusi PDRB pada penelitian ini merupakan kontribusi rata-rata sektor/subsektor selama tahun 2000-2010 di Kota Dumai.


(47)

Tabel 11. Rata-rata kontribusi PDRB Kota Dumai menurut sektor dan subsektor tahun 2000-2010

Sektor Kontribusi PDRB (%)

1. Pertanian 7,91

a. Tanaman Bahan Makanan 1,44

b. Tanaman Perkebunan 1,70

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,16

d. Kehutanan 3,11

e. Perikanan 0,50

2. Pertambangan dan Penggalian 0,50

a. Minyak dan Gas Bumi -

b. Pertambangan tanpa Migas -

c. Penggalian 0,50 3. Industri Pengolahan 18,77 a. Industri Migas

1. Pengilangan Minyak Bumi -

2. Gas Alam Cair -

b. Industri Tanpa Migas 18,77

4. Listrik, Gas & Air bersih 0,85

a. Listrik 0,78

b. Gas -

c. Air Bersih 0,07

5. Bangunan 16,99 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,84 a. Perdagangan Besar & Eceran 22,68

b. Hotel 0,93

c. Restoran 0,23

7. Pengangkutan & Komunikasi 16,13 a. Pengangkutan 15,34

1. Angkutan Rel -

2. Angkutan Jalan Raya 2,38

3. Angkutan Laut 11,44

4. Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan -

5. Angkutan Udara 0,07

6. Jasa Penunjang Angkutan 1,45

b. Komunikasi 0,79

1. Pos dan Telekomunikasi 0,79

2. Jasa Penunjang Komunikasi - -

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 2,85

a. Bank 0,31

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0,38

c. Jasa Penunjang Keuangan

d. Sewa Bangunan 1,94

e. Jasa Perusahaan 0,22

9. Jasa-jasa 12,18

a. Pemerintahan Umum 9,62

1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 9,62

2. Jasa Pemerintah lainnya

b. Swasta 2,56

1. Sosial Kemasyarakatan 0,15

2. Hiburan & Rekreasi 0,32

3. Perorangan & Rumahtangga 2,09 Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)


(48)

48  

Berdasarkan Tabel 11, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki rata-rata kontribusi terbesar yaitu sebesar 23,84 persen selama tahun 2000-2010 dengan subsektor perdagangan besar dan eceran sebagai pemberi kontribusi terbesar. Perdagangan besar dan eceran menjadi kontribusi terbesar dalam struktur perekonomian tanpa migas, terutama dari penjualan hasil olahan industri CPO, pupuk dan komoditi lainnya. Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor dengan kontribusi terkecil yaitu sebesar 0,50 persen. Tabel 12. Indeks kontribusi PDRB Kota Dumai tahun 2000-2010

Sektor Kontribusi PDRB Indeks

1. Pertanian 7,91 2,27

2. Pertambangan & Penggalian 0,50 1,00

3. Industri Pengolahan 18,77 4,13

4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,85 1,06

5. Bangunan 16,99 3,83

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 23,84 5,00

7. Pengangkutan & Komunikasi 16,13 3,68

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa 2,85 1,40

9. Jasa-Jasa 12,18 3,00

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)

Indikator kontribusi PDRB ini kemudian diindeksasi agar diperoleh kesamaan kriteria penilaian untuk melakukan indeks komposit. Sektor yang memiliki indeks kontribusi PDRB terbesar merupakan sektor dengan nilai kontribusi yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran. Oleh karena itu sektor yang menjadi sektor unggulan pada indikator rata-rata kontribusi PDRB Kota Dumai pada tahun 2000-2010 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran.

5.2. Sektor Unggulan Berdasarkan Indeks Komposit

Penentuan sektor unggulan dilakukan dengan metode indeks komposit yang menggunakan tiag indikator yaitu koefisien Location Quetiont (LQ) dari sisi


(49)

PDRB tahun 2010, Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh dari analisis MRP serta rata-rata kontribusi PDRB tiap sektor ekonomi tahun 2000-2010. Indeks komposit merupakan rata-rata dari total nilai indeks tiga indikator penentu sektor unggulan tersebut. Indeks komposit dengan nilai tertinggi disimpulkan sebagai sektor unggulan.

Tabel 13. Indeks komposit sebagai penentu sektor unggulan Kota Dumai

Sektor Indeks LQ

Indeks RPs

Indeks Kontribusi

Indeks Komposit

1. Pertanian 1,00 2,87 2,27 2,05

2. Pertambangan & Penggalian 1,19 1,00 1,00 1,06 3. Industri Pengolahan 1,11 4,90 4,13 3,38 4. Listrik, Gas & Air Bersih 2,71 2,59 1,06 2,12

5. Bangunan 3,78 3,56 3,83 3,72

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 2,70 4,47 5,00 4,06 7. Pengangkutan & Komunikasi 5,00 3,65 3,68 4,11 8. Keuangan, Persewaan, & Jasa

Perusahaan 1,71 2,23 1,40 1,78

9. Jasa-Jasa 2,68 5,00 3,00 3,56

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011 (diolah)

Berdasarkan hasil penghitungan indeks komposit pada Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa sektor unggulan Kota Dumai dengan indeks komposit terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 4,11. Dari tiga indikator yang ada, sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki keunggulan dari sisi keunggulan komparatif dengan nilai indeks sebesar 5. Sedangkan dari indeks RPs dan indeks kontribusi, sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki indeks masing-masing sebesar 3,65 dan 3,68. Sektor yang memiliki indeks komposit tertinggi kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor dengan nilai indeks komposit terkecil yaitu sebesar 1,11.


(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. PDRB Kota Dumai atas dasar harga berlaku menurut lapangan

usaha tahun 2007-2010 ( juta rupiah )

LAPANGAN USAHA 2007 2008**) 2009***) 2010***)

1. PERTANIAN 249.088,55 295.636,19 336.819,28 390.833,80 a. Tanaman Bahan Makanan 37.418,66 39.880,45 40.877,46 41.702,83 b. Tanaman Perkebunan 74.447,81 96.650,30 111.473,74 133.671,25 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 34.436,02 39.814,20 45.978,81 53.212,64 d. Kehutanan 85.878,10 98.893,57 113.881,64 132.149,48 e. Perikanan 16.907,96 20.397,67 24.607,64 30.097,60 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 16.944,65 20.270,63 24.206,75 28.720,97

a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Pertambangan tanpa Migas 0,00 0,00 0,00 0,00

c. Penggalian 16.944,65 20.270,63 24.206,75 28.720,97 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3.421.067,68 5.502.276,62 6.927.296,98 8.818.667,19 a. Industri Migas 2.691.045,21 4.529.576,44 5.639.711,69 7.104.364,52 1. Pengilangan Minyak Bumi 2.691.045,21 4.529.576,44 5.639.711,69 7.104.364,52

2. Gas Alam Cair 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Industri Tanpa Migas **) 730.022,47 972.700,18 1.287.585,29 1.714.302,67 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 27.465,95 32.492,44 38.437,36 46.199,38 a. Listrik 25.420,17 30.032,95 35.482,77 42.665,38

b. Gas 0,00 0,00 0,00 0,00

c. Air Bersih 2.045,78 2.459,49 2.954,59 3.534,00 5. BANGUNAN 601.473,85 825.974,14 875.532,59 952.523,73 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 799.312,54 1.025.881,86 1.340.519,58 1.749.009,62 a. Perdagangan Besar & Eceran 750.508,82 969.599,04 1.276.864,97 1.676.638,24 b. Hotel 40.424,89 46.595,83 51.818,73 57.787,32 c. Restoran 8.378,83 9.686,99 11.835,88 14.584,06 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 487.909,33 577.172,95 681.365,19 808.979,57 a. Pengangkutan 460.086,44 542.790,32 639.930,15 758.541,11

1. Angkutan Rel 0,00 0,00 0,00 0,00

2. Angkutan Jalan Raya 71.002,46 85.016,12 101.496,33 121.718,98 3. Angkutan Laut 332.390,91 389.160,05 455.455,97 534.054,42 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0,00 0,00 0,00 0,00 5. Angkutan Udara 2.151,05 2.728,06 3.458,29 4.628,12 6. Jasa Penunjang Angkutan 54.542,02 65.886,09 79.519,56 98.139,59 b. Komunikasi 27.822,89 34.382,63 41.435,04 50.438,46 1. Pos dan Telekomunikasi 27.822,89 34.382,63 41.435,04 50.438,46 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00 0,00 0,00 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA 105.261,12 128.346,55 156.486,47 209.109,24 a. Bank 13.490,93 19.414,26 27.179,96 49.415,86 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 14.224,64 16.860,73 19985,34 24.528,21

c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00

d. Sewa Bangunan 70.410,60 83.728,75 99.566,02 123.426,68 e. Jasa Perusahaan 7.134,95 8.342,81 9.755,15 11.738,49 9. JASA-JASA 371.509,00 446.384,23 536.425,58 640.189,16 a. Pemerintahan Umum 293.836,67 355.153,99 429.266,90 512.070,10 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 293.836,67 355.153,99 429.266,90 512.070,10

2. Jasa Pemerintah lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Swasta 77.672,33 91.230,24 107.158,68 128.119,06 1. Sosial Kemasyarakatan 4.629,38 5.307,18 6.084,21 7.733,22 2. Hiburan & Rekreasi 9.688,70 11.419,84 13.460,30 15.949,26 3. Perorangan & Rumahtangga 63.354,25 74.503,22 87.614,17 104.436,58 PDRB DENGAN MIGAS 6.080.032,66 8.854.435,61 10.917.089,79 13.644.232,66 PDRB TANPA MIGAS 3.388.987,46 4.324.859,17 5.277.378,10 6.539.868,14

Sumber : BPS Kota Dumai, 2011

**) Angka Sementara

***) Angka Sangat Sementara


(2)

61

Lampiran 2. PDRB Kota Dumai atas dasar harga konstan menurut lapangan

usaha tahun 2007-2010 ( juta rupiah)

LAPANGAN USAHA 2007 2008**) 2009***) 2010***)

1. PERTANIAN 130.644,34 135.952,66 141.352,59 146.403,98 a. Tanaman Bahan Makanan 25.510,41 25.740,95 25.959,75 26.007,59 b. Tanaman Perkebunan 10.001,44 10.879,51 11.847,79 12.923,24 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 21.599,20 22.750,97 23.936,30 25.237,80 d. Kehutanan 67.018,31 69.771,11 72.492,18 74.836,90

e. Perikanan 6.514,98 6.810,12 7.116,58 7.398,45

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 9.261,75 10.167,85 11.142,95 12.132,90

a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Pertambangan tanpa Migas 0,00 0,00 0,00 0,00

c. Penggalian 9.261,75 10.167,85 11.142,95 12.132,90 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.754.843,65 1.791.804,69 1.745.026,88 1.734.350,86 a. Industri Migas 1.672.480,28 1.702.272,52 1.648.144,12 1.629.355,28 1. Pengilangan Minyak Bumi 1.672.480,28 1.702.272,52 1.648.144,12 1.629.355,28

2. Gas Alam Cair 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Industri Tanpa Migas **) 82.363,37 89.532,17 96.882,76 104.995,58 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 12.133,71 12.622,91 12.891,48 13.365,77

a. Listrik 10.740,31 11.130,68 11.294,64 11.664,38

b. Gas 0,00 0,00 0,00

c. Air Bersih 1.393,40 1.492,23 1.596,84 1.701,39

5. BANGUNAN 283.099,67 307.820,14 334.354,24 362.499,67 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 461.473,84 508.306,87 556.766,48 610.088,17 a. Perdagangan Besar & Eceran 450.657,62 497.061,91 544.829,56 597.359,79 b. Hotel 7.774,73 8.142,84 8.593,14 9.093,56

c. Restoran 3.041,49 3.102,12 3.343,78 3.634,82

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 350.046,31 379.885,31 411.601,98 447.914,74 a. Pengangkutan 332.942,30 359.154,15 387.097,75 418.659,39

1. Angkutan Rel 0,00 0,00 0,00 0,00

2. Angkutan Jalan Raya 60.770,08 66.294,54 72.108,57 78.787,06 3. Angkutan Laut 247.259,47 266.001,40 286.057,91 308.208,75 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0,00 0,00 0,00 0,00 5. Angkutan Udara 2.307,72 2.491,15 2.687,95 3.061,81 6. Jasa Penunjang Angkutan 22.605,03 24.367,06 26.243,32 28.601,77 b. Komunikasi 17.104,01 20.731,16 24.504,23 29.255,35 1. Pos dan Telekomunikasi 17.104,01 20.731,16 24.504,23 29.255,35 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00 0,00 0,00 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA 36.138,39 38.183,59 40.588,17 43.953,97

a. Bank 3.055,33 4.117,29 5.375,95 7.115,67

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 4.148,81 4.300,11 4.545,65 4.783,12

c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00

d. Sewa Bangunan 25.344,16 26.067,48 26.849,50 28.001,34 e. Jasa Perusahaan 3.590,09 3.698,71 3.817,07 4.053,84 9. JASA-JASA 265.505,75 289.434,77 315.713,05 345.221,14 a. Pemerintahan Umum 210.292,74 230.754,33 253.206,84 279.409,22 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 210.292,74 230.754,33 253.206,84 279.409,22

2. Jasa Pemerintah lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Swasta 55.213,01 58.680,44 62.506,21 65.811,92

1. Sosial Kemasyarakatan 3.253,48 3.341,63 3.523,41 3.694,17 2. Hiburan & Rekreasi 5.983,67 6.300,95 6.679,01 7.110,20 3. Perorangan & Rumahtangga 45.975,86 49.037,86 52.303,79 55.007,55 PDRB DENGAN MIGAS 3.303.147,41 3.474.178,79 3.569.437,83 3.715.931,20 PDRB TANPA MIGAS 1.630.667,13 1.771.906,27 1.921.293,70 2.086.575,92

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011

**) Angka Sementara

***) Angka Sangat Sementara


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1. PDRB Kota Dumai atas dasar harga berlaku menurut lapangan

usaha tahun 2007-2010 ( juta rupiah )

LAPANGAN USAHA 2007 2008**) 2009***) 2010***)

1. PERTANIAN 249.088,55 295.636,19 336.819,28 390.833,80 a. Tanaman Bahan Makanan 37.418,66 39.880,45 40.877,46 41.702,83 b. Tanaman Perkebunan 74.447,81 96.650,30 111.473,74 133.671,25 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 34.436,02 39.814,20 45.978,81 53.212,64 d. Kehutanan 85.878,10 98.893,57 113.881,64 132.149,48 e. Perikanan 16.907,96 20.397,67 24.607,64 30.097,60 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 16.944,65 20.270,63 24.206,75 28.720,97

a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Pertambangan tanpa Migas 0,00 0,00 0,00 0,00

c. Penggalian 16.944,65 20.270,63 24.206,75 28.720,97 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3.421.067,68 5.502.276,62 6.927.296,98 8.818.667,19 a. Industri Migas 2.691.045,21 4.529.576,44 5.639.711,69 7.104.364,52 1. Pengilangan Minyak Bumi 2.691.045,21 4.529.576,44 5.639.711,69 7.104.364,52

2. Gas Alam Cair 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Industri Tanpa Migas **) 730.022,47 972.700,18 1.287.585,29 1.714.302,67 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 27.465,95 32.492,44 38.437,36 46.199,38 a. Listrik 25.420,17 30.032,95 35.482,77 42.665,38

b. Gas 0,00 0,00 0,00 0,00

c. Air Bersih 2.045,78 2.459,49 2.954,59 3.534,00 5. BANGUNAN 601.473,85 825.974,14 875.532,59 952.523,73 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 799.312,54 1.025.881,86 1.340.519,58 1.749.009,62 a. Perdagangan Besar & Eceran 750.508,82 969.599,04 1.276.864,97 1.676.638,24 b. Hotel 40.424,89 46.595,83 51.818,73 57.787,32 c. Restoran 8.378,83 9.686,99 11.835,88 14.584,06 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 487.909,33 577.172,95 681.365,19 808.979,57 a. Pengangkutan 460.086,44 542.790,32 639.930,15 758.541,11

1. Angkutan Rel 0,00 0,00 0,00 0,00

2. Angkutan Jalan Raya 71.002,46 85.016,12 101.496,33 121.718,98 3. Angkutan Laut 332.390,91 389.160,05 455.455,97 534.054,42 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0,00 0,00 0,00 0,00 5. Angkutan Udara 2.151,05 2.728,06 3.458,29 4.628,12 6. Jasa Penunjang Angkutan 54.542,02 65.886,09 79.519,56 98.139,59 b. Komunikasi 27.822,89 34.382,63 41.435,04 50.438,46 1. Pos dan Telekomunikasi 27.822,89 34.382,63 41.435,04 50.438,46 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00 0,00 0,00 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA 105.261,12 128.346,55 156.486,47 209.109,24 a. Bank 13.490,93 19.414,26 27.179,96 49.415,86 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 14.224,64 16.860,73 19985,34 24.528,21

c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00

d. Sewa Bangunan 70.410,60 83.728,75 99.566,02 123.426,68 e. Jasa Perusahaan 7.134,95 8.342,81 9.755,15 11.738,49 9. JASA-JASA 371.509,00 446.384,23 536.425,58 640.189,16 a. Pemerintahan Umum 293.836,67 355.153,99 429.266,90 512.070,10 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 293.836,67 355.153,99 429.266,90 512.070,10

2. Jasa Pemerintah lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Swasta 77.672,33 91.230,24 107.158,68 128.119,06 1. Sosial Kemasyarakatan 4.629,38 5.307,18 6.084,21 7.733,22 2. Hiburan & Rekreasi 9.688,70 11.419,84 13.460,30 15.949,26 3. Perorangan & Rumahtangga 63.354,25 74.503,22 87.614,17 104.436,58 PDRB DENGAN MIGAS 6.080.032,66 8.854.435,61 10.917.089,79 13.644.232,66 PDRB TANPA MIGAS 3.388.987,46 4.324.859,17 5.277.378,10 6.539.868,14

Sumber : BPS Kota Dumai, 2011

**) Angka Sementara

***) Angka Sangat Sementara


(4)

61

Lampiran 2. PDRB Kota Dumai atas dasar harga konstan menurut lapangan

usaha tahun 2007-2010 ( juta rupiah)

LAPANGAN USAHA 2007 2008**) 2009***) 2010***)

1. PERTANIAN 130.644,34 135.952,66 141.352,59 146.403,98 a. Tanaman Bahan Makanan 25.510,41 25.740,95 25.959,75 26.007,59 b. Tanaman Perkebunan 10.001,44 10.879,51 11.847,79 12.923,24 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 21.599,20 22.750,97 23.936,30 25.237,80 d. Kehutanan 67.018,31 69.771,11 72.492,18 74.836,90

e. Perikanan 6.514,98 6.810,12 7.116,58 7.398,45

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 9.261,75 10.167,85 11.142,95 12.132,90

a. Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Pertambangan tanpa Migas 0,00 0,00 0,00 0,00

c. Penggalian 9.261,75 10.167,85 11.142,95 12.132,90 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.754.843,65 1.791.804,69 1.745.026,88 1.734.350,86 a. Industri Migas 1.672.480,28 1.702.272,52 1.648.144,12 1.629.355,28 1. Pengilangan Minyak Bumi 1.672.480,28 1.702.272,52 1.648.144,12 1.629.355,28

2. Gas Alam Cair 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Industri Tanpa Migas **) 82.363,37 89.532,17 96.882,76 104.995,58 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 12.133,71 12.622,91 12.891,48 13.365,77

a. Listrik 10.740,31 11.130,68 11.294,64 11.664,38

b. Gas 0,00 0,00 0,00

c. Air Bersih 1.393,40 1.492,23 1.596,84 1.701,39

5. BANGUNAN 283.099,67 307.820,14 334.354,24 362.499,67 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 461.473,84 508.306,87 556.766,48 610.088,17 a. Perdagangan Besar & Eceran 450.657,62 497.061,91 544.829,56 597.359,79 b. Hotel 7.774,73 8.142,84 8.593,14 9.093,56

c. Restoran 3.041,49 3.102,12 3.343,78 3.634,82

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 350.046,31 379.885,31 411.601,98 447.914,74 a. Pengangkutan 332.942,30 359.154,15 387.097,75 418.659,39

1. Angkutan Rel 0,00 0,00 0,00 0,00

2. Angkutan Jalan Raya 60.770,08 66.294,54 72.108,57 78.787,06 3. Angkutan Laut 247.259,47 266.001,40 286.057,91 308.208,75 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0,00 0,00 0,00 0,00 5. Angkutan Udara 2.307,72 2.491,15 2.687,95 3.061,81 6. Jasa Penunjang Angkutan 22.605,03 24.367,06 26.243,32 28.601,77 b. Komunikasi 17.104,01 20.731,16 24.504,23 29.255,35 1. Pos dan Telekomunikasi 17.104,01 20.731,16 24.504,23 29.255,35 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0,00 0,00 0,00 0,00 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA 36.138,39 38.183,59 40.588,17 43.953,97

a. Bank 3.055,33 4.117,29 5.375,95 7.115,67

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 4.148,81 4.300,11 4.545,65 4.783,12

c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00

d. Sewa Bangunan 25.344,16 26.067,48 26.849,50 28.001,34 e. Jasa Perusahaan 3.590,09 3.698,71 3.817,07 4.053,84 9. JASA-JASA 265.505,75 289.434,77 315.713,05 345.221,14 a. Pemerintahan Umum 210.292,74 230.754,33 253.206,84 279.409,22 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 210.292,74 230.754,33 253.206,84 279.409,22

2. Jasa Pemerintah lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00

b. Swasta 55.213,01 58.680,44 62.506,21 65.811,92

1. Sosial Kemasyarakatan 3.253,48 3.341,63 3.523,41 3.694,17 2. Hiburan & Rekreasi 5.983,67 6.300,95 6.679,01 7.110,20 3. Perorangan & Rumahtangga 45.975,86 49.037,86 52.303,79 55.007,55 PDRB DENGAN MIGAS 3.303.147,41 3.474.178,79 3.569.437,83 3.715.931,20 PDRB TANPA MIGAS 1.630.667,13 1.771.906,27 1.921.293,70 2.086.575,92

Sumber: BPS Kota Dumai, 2011

**) Angka Sementara

***) Angka Sangat Sementara


(5)

RINGKASAN

SISWINY M.O.Br.TAMBUNAN.

Identifikasi Sektor Unggulan di Kota Dumai

Provinsi Riau Tahun 2000-2010 (dibimbing oleh

SRI MULATSIH

).

Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi adalah terletak pada

penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada

kekhasan daerah dengan penggunaan sumberdaya daerah. Agar kebijakan

pembangunan ekonomi dapat mencapai hasil yang optimal maka identifikasi

sektor unggulan menjadi kebutuhan dalam merangsang kegiatan ekonomi daerah.

Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota pemekaran yang ada di

Provinsi Riau yang terbentuk pada tahun 1999. Pada tahun 2010 nilai PDRB per

kapita Kota Dumai berada di bawah PDRB per kapita Provinsi Riau. Jika dilihat

dari nilai PDRB Kota Dumai atas dasar harga konstan, Kota Dumai berada di

posisi kedua terendah setelah Kabupaten Kepulauan Meranti yang baru terbentuk

tahun 2009. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis

sektor unggulan di Kota Dumai serta menganalisis daya saing sektor unggulan

tersebut. Dengan mengetahui sektor unggulan diharapkan penyusunan

perencanaan pembangunan yang lebih terarah sehingga tercipta pembangunan

yang berkelanjutan.

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Location Quation

(LQ) yang digunakan untuk mengetahui sektor basis, analisis Model Rasio

Pertumbuhan (MRP) yang digunakan untuk mengetahui perbandingan

pertumbuhan

setiap sektor dengan pertumbuhan PDRB-nya dan analisis Indeks

Komposit yang digunakan sebagai penentu sektor unggulan

.

Cakupan wilayah

dalam penelitian ini adalah Kota Dumai dengan periode waktu tahun 2000 hingga

2010.

Penelitian ini menggunakan tiga indikator dalam penentuan sektor

unggulan yaitu nilai LQ, nilai Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang

diperoleh melalui analisis MRP serta nilai kontribusi PDRB. Tiga indikator ini

diberi indeks dengan interval nilai 1-5. Setelah indeks masing-masing indikator

diperoleh, dilakukan analisis indeks komposit dimana sektor unggulan merupakan

sektor dengan indeks komposit terbesar.

Indeks LQ tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang memiliki

keunggulan komparatif (sektor basis) adalah sektor pengangkutan dan

komunikasi. Selain itu subsektor yang memiliki keunggulan komparatif adalah

subsektor pengangkutan. Hasil analisis MRP dari komponen indeks RPs

menghasilkan sektor jasa-jasa sebagai sektor potensial Kota Dumai yang dilihat

dari sisi pertumbuhannya dan subsektor bank menjadi subsektor potensial. Indeks

kontribusi PDRB menyimpulkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran

merupakan sektor dengan indeks tertinggi. Subsektor dengan indeks tertinggi

adalah subsektor perdagangan besar dan eceran. Dengan menggunakan metode

indeks komposit, dari ketiga indikator dapat disimpulkan bahwa sektor

pengangkutan dan komunikasi dengan subsektor pengangkutan merupakan

subsektor unggulan Kota Dumai.


(6)

Kondisi yang mempengaruhi daya saing subsektor pengangkutan khususnya

angkutan laut Kota Dumai dengan menggunakan pendekatan

Porter’s Diamond

menunjukkan kondisi yang berdaya saing. Faktor yang menjadi keunggulan

subsektor pengangkutan khususnya angkutan laut Kota Dumai adalah sumberdaya

manusia, infrastruktur fisik, letak wilayah, permintaan domestik dan dari luar

daerah, strategi perusahaan, kawasan industri beserta fasilitasnya, peran

pemerintah dan peran kesempatan. Kelemahan subsektor pengangkutan Kota

Dumai adalah struktur persaingan.