Kewajiban Debitur Untuk Mengasuransikan Barang Agunan Dengan Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit Di Bank Pemerintah Dan Swasta

(1)

TESIS

Oleh

DAULAT

107011145/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DAULAT

107011145/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

DAN SWASTA

Nama Mahasiswa : DAULAT

Nomor Pokok : 107011145

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn


(5)

Nama : DAULAT

Nim : 107011145

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KEWAJIBAN DEBITUR UNTUK

MENGASURANSIKAN BARANG AGUNAN DENGAN HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK PEMERINTAH DAN SWASTA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :DAULAT Nim :107011145


(6)

i

nasabah debitur dengan bank kreditur mewajibkan nasabah debitur untuk mengangunkan barang miliknya sebagai jaminan dalam pelunasan utang-utangnya dikemudian hari. Dalam ketentuan dan tata cara perjanjian kredit berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB), diwajibkan pula bagi nasabah debitur untuk mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan tersebut sebagai salah satu syarat disetujuinya permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah debitur tersebut.

Penelitian ini bersifat deskripsi analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berawal dari premis umum dan berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Pengumpulan data diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang terdiri dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB), artikel, karya ilmiah, jurnal yang terkait dengan penelitian ini, kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagai data penunjang penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) berupa wawancara langsung dengan tiga orang nasabah debitur dari Bank Pemerintah dan tiga orang nasabah debitur dari Bank Swasta yang melaksanakan perjanjian kredit dan perjanjian asuransi barang agunan tersebut.

Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah masalah kebebasan debitur dalam memilih perusahaan asuransi, masalah pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang agunan, dan masalah pelaksanaan klaim terhadap asuransi barang agunan dalam perjanjian kredit jika terjadi resiko.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya kebebasan dari nasabah debitur dalam menentukan perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransikan barang agunan miliknya karena pihak bank yang menunjuk secara langsung perusahaan asuransi tersebut. Dalam pelaksanaan perjanjian asuransi nasabah debitur diwakili oleh pihak bank kreditur dalam melakukan penandatanganan penutupan asuransi, namun semua kewajiban yang timbul dari perjanjian asuransi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh nasabah debitur. Hak-hak yang seharusnya milik nasabah debitur tidak diberitahukan oleh perusahaan asuransi maupun bank kreditur kepada nasabah debitur bahkan cenderung untuk ditutup tutupi keberadaan hak-hak tersebut. Pelaksanaan klaim asuransi yang diajukan oleh nasabah debitur terhadap perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian asuransi yang telah disepakati bersama oleh pihak penanggung dan tertanggung.


(7)

ii

the customer (debtor) and the bank (creditor) requires the customer (debtor) to collateralize his/her property as the collateral goods to pay his/her debt in the future. In the provisions and procedures of credit agreements based on the Decree of the Board of Directors of Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR dated March 31, 1995 on the Bank’s Credit Policy Guidelines, the customer (debtor) is also required to insure the collateral goods with collateral right as one of the requirements stating that the credit applied by the customer (debtor) has been approved.

This descriptive analytical study with normative juridical approach referring to the legal norms found in the existing legislation as the normative basis commencing from general premise and end in a specific conclusion. The data fore this study were obtained from the primary, secopndary and tertiary legal materials consisting of law No.10/1998 on banking, Law No.2/1992 on Insurance Business, and the Decree of the Board of Directors of Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR dated March 31, 1995 on the Bank’s Credit Policy Guidelines, articles, scientific works, related journal articles, general dictionary, law dictionary, encyclopedia, and the data obtained by field research through direct interviews with 3 (three) customers (debtors) fro state-owned banks and 3 (three) customers (debtors) fro private banks performing the credit agreement and the insurance agreement of the collateral goods. The problems solved in this study were that the debtor was not free to choose the insurance company, the implementation of the bonding of insurance to the collateral goods, and the implementation of an insurance claim against the collateral goods in the credit agreement if there is a risk.

The result of this study showed that the debtor was not free to choose the insurance company to insure his/her collateral goods because, for this, the bank

directly appoint the insurance company. In the implementatiuon of insurance

agreement, the customer (debtor) was represented by the bank (creditor) in signing the insurance coverage, but all the obligations arising from the insurance agreement shall be solely borne by the customer (debtor), The rights that should belong to the debtor is not notified by the insurance company and banks(creditors) to debtors, and they (the insurance company and the bank) even tend to cover-up the existence of these rights. The implementation of insurance claims filed by the customer (debtor) to the bank (creditor) and insurance companies must comply with the provisions contained in the insurance agreement that has been agreed by the insurer and the insured.


(8)

iii

hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, dengan judul tesis adalah “Kewajiban Debitur Untuk Mengasuransikan Barang Agunan Dengan Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit Di Bank Pemerintah Dan Swasta”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan Program Studi S2 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa masukan maupun saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar dan dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

2. BapakProf. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku kakanda penulis sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus


(9)

iv

4. Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, MS, selaku komisi pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan sejak awal penyusunan proposal sampai selesainya penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan sekaligus komisi penguji yang telah dengan tulus ikhlas berkenan memberi masukan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku komisi penguji yang telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam pembuatan dan penyempurnaan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.

Sudah pada tempatnya pada kesempatan ini terima kasih dan penghargaan serta rasa hormat dan sayang Penulis sampaikan kepada :

1. Ayahanda H. Suryaman Tarigan, SH, SpN dan Ibunda Hj. Mariana Bangun yang telah melahirkan, mengasuh dengan penuh kasih sayang, serta mendidik Penulis di dalam memaknai arti perjuangan hidup dan senantiasa mendoakan Penulis dengan tulus dan tiada henti-hentinya, sehingga pada akhirnya mengantarkan Penulis menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(10)

v menyelesaikan perkuliahan ini.

3. Yang tercinta dan terkasih, Susi Herawati, selaku isteri Penulis yang telah setia mendampingi dan memberikan semangat juga doanya, yang kesemuanya itu menjadi dorongan berarti bagi Penulis di dalam mengikuti perkuliahan dan akhirnya menyelesaikan perkulihan tersebut.

4. Yang tersayang : Putri, Dwi, Wafa dan Nabila selaku anak-anak Penulis yang menjadi penyemangat dan penambah gairah untuk segera menyelesaikan perkuliahan (jika kalian dewasa nanti, semoga hal ini Penulis harapkan dapat menjadi motivasi kalian untuk juga berhasil menyelesaikan pendidikan kalian) 5. Drs. Rinaldi M. Pane dan Dra. Ratnasari Tarigan, Mhd. Bani Hamzah Ginting

dan Siswati Tarigan, SH, M.Kn, Dr. Gunawan Lubis dan Syafridawati Tarigan, SH, M.Kn selaku adik ipar dan adik kandung Penulis yang tiada hentinya memberikan doa juga semangat untuk dapat menyelesaikan perkuliahan.

6. Alm Kakek dan Almh. Nenek juga Alm Indrayani Tarigan dan Almh. Leli Siregar serta Alm. Syaiful Anwar Tarigan selaku adik ipar dan adik kandung Penulis yang telah berpulang kehadirat ALLAH SWT, dimana semasa hidupnya begitu menyayangi dan juga memberikan dorongan kepada Penulis, pada kesempatan ini Penulis sampaikan terima kasih seraya berdoa agar kiranya ALLAH SWT memberi keampunan dosa serta tempat yang terbaik di sisi-NYA, Amin.


(11)

vi masa depan.

8. Abangda Dr. T. Suhaimi, SH, M.Hum, secara khusus Penulis sampaikan terima kasih karena dengan dorongan juga semangat yang ditanarnkan disertai canda dikala suasana kurang kondusif, menjadi motivasi tersendiri bagi Penulis di dalam mengikuti dan akhirnya menyelesaikan perkuliahan.

9. Teman-teman sesama mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, juga tak lupa teman-teman sepermainan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih buat dorongan dan kebersamaan kita yang begitu indah selama ini.

10. Seluruh Staf dan Pegawai Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara yang begitu banyak membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi perkuliahan yang dibutuhkan.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua, Amin

Medan, Januari 2014 Penulis,


(12)

vii I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Daulat

2. Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 16 September 1966 3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Status : Menikah

5. Agama : Islam

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : H. Suryaman Tarigan, SH, SpN 2. Nama Ibu : Hj. Mariana Perangin-angin

III. PENDIDIKAN

1. SD : SD Mardi Lestari Medan

2. SMP : SMP Negeri 1 Medan

3. SMA : SMA Methodist Hang Tuah Medan 4. Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Dharma Agung

5. Perguruan Tinggi (S2) : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(13)

viii

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH ASING ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Konsepsi ... 28

G. Metode Penelitian ... 31

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 31

2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 32

3. Analisis Data ... 32

BAB II KEBEBASAN DEBITUR MEMILIH PERUSAHAAN ASURANSI SEBAGAI TEMPAT MENGASURANSIKAN BARANG AGUNAN YANG TELAH DIBEBANI DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PERJANJIAN KREDIT BANK ... 34

A. Prosedur Hukum Perjanjian Kredit Pada Bank Dengan Jaminan Hak Tanggungan ... 34

B. Manfaat Asuransi Agunan Dalam Suatu Perjanjian Kredit Bank ... 48


(14)

ix

BAB III PELAKSANAAN PENGIKATAN PERJANJIAN

ASURANSI TERHADAP BARANG AGUNAN YANG

DIBEBANI DENGAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI

JAMINAN KREDIT PADA BANK DI KOTA MEDAN ... 64

A. Pengertian Perjanjian Dan Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi ... 64

B. Polis Sebagai Bukti Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Barang Agunan Dalam Perjanjian Kredit pada Bank ... 82

C. Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Barang Agunan dalam Perjanjian Kredit Pada Bank ... 98

BAB IV PELAKSANAAN KLAIM TERHADAP ASURANSI BARANG AGUNAN, JIKA TERJADI RESIKO TERHADAP BARANG AGUNAN YANG DIASURANSIKAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI ... 109

A. Asas Itikad Baik Dalam Pelaksanaan Perjanjian dan Pembayaran Klaim Asuransi Barang Agunan ... 109

B. Prosedur Pengajuan Klaim Asuransi Barang Agunan Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 128

A. Kesimpulan ... 128

B. Saran ... 129


(15)

x

APHT : Akta Pemberian Hak Tanggungan Appraiser : Pejabat penilai

Agunan : Barang Jaminan dalam perjanjian kredit

BG : Bilyet Giro

BMPK : Batas Maksimum Pemberian Kredit BUMN : Badan Usaha Milik Negara

BUMD : Badan Usaha Milik Daerah Commitment Fee : Pembayaran provisi

Discount : Potongan untuk pembayaran premi Droit de Preference : Kedudukan diutamakan kreditur Debitur : Yang berutang

Eksekusi : Pelaksanaan putusan

Force Majeure : Keadaan di luar kekuasaan manusia Grace Period : Tenggang waktu

HT : Hak Tanggungan

Insured : Pihak tertanggung Insure : Pihak penanggung

Insurable Interest : Kepentingan yang dapat diasuransikan KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Kreditur : Yang berpiutang

Liferente : Pembayaran sejumlah uang secara sekaligus Problem : Permasalahan

Polis : Tanda bukti peserta asuransi PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah PMNA : Peraturan Menteri Negara Agraria

PPKPB : Pedoman penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank Personal Guaranty : Jaminan perorangan

Privilage : Hak istimewa kreditur

Overdraft : Saldo negatif pada rekening nasabah Risk transfer : Memindahkan resiko

Recovery : Perbaikan Kembali

Re-insurance : Perbuatan mengasuransikan kembali Standart Contract : Perjanjian baku


(16)

xi

UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria UUHT : Undang-Undang hak Tanggungan Voledigbewijs : Tanda bukti yang sempurna


(17)

i

nasabah debitur dengan bank kreditur mewajibkan nasabah debitur untuk mengangunkan barang miliknya sebagai jaminan dalam pelunasan utang-utangnya dikemudian hari. Dalam ketentuan dan tata cara perjanjian kredit berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB), diwajibkan pula bagi nasabah debitur untuk mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan tersebut sebagai salah satu syarat disetujuinya permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah debitur tersebut.

Penelitian ini bersifat deskripsi analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berawal dari premis umum dan berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Pengumpulan data diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang terdiri dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB), artikel, karya ilmiah, jurnal yang terkait dengan penelitian ini, kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagai data penunjang penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) berupa wawancara langsung dengan tiga orang nasabah debitur dari Bank Pemerintah dan tiga orang nasabah debitur dari Bank Swasta yang melaksanakan perjanjian kredit dan perjanjian asuransi barang agunan tersebut.

Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah masalah kebebasan debitur dalam memilih perusahaan asuransi, masalah pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang agunan, dan masalah pelaksanaan klaim terhadap asuransi barang agunan dalam perjanjian kredit jika terjadi resiko.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya kebebasan dari nasabah debitur dalam menentukan perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransikan barang agunan miliknya karena pihak bank yang menunjuk secara langsung perusahaan asuransi tersebut. Dalam pelaksanaan perjanjian asuransi nasabah debitur diwakili oleh pihak bank kreditur dalam melakukan penandatanganan penutupan asuransi, namun semua kewajiban yang timbul dari perjanjian asuransi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh nasabah debitur. Hak-hak yang seharusnya milik nasabah debitur tidak diberitahukan oleh perusahaan asuransi maupun bank kreditur kepada nasabah debitur bahkan cenderung untuk ditutup tutupi keberadaan hak-hak tersebut. Pelaksanaan klaim asuransi yang diajukan oleh nasabah debitur terhadap perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian asuransi yang telah disepakati bersama oleh pihak penanggung dan tertanggung.


(18)

ii

the customer (debtor) and the bank (creditor) requires the customer (debtor) to collateralize his/her property as the collateral goods to pay his/her debt in the future. In the provisions and procedures of credit agreements based on the Decree of the Board of Directors of Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR dated March 31, 1995 on the Bank’s Credit Policy Guidelines, the customer (debtor) is also required to insure the collateral goods with collateral right as one of the requirements stating that the credit applied by the customer (debtor) has been approved.

This descriptive analytical study with normative juridical approach referring to the legal norms found in the existing legislation as the normative basis commencing from general premise and end in a specific conclusion. The data fore this study were obtained from the primary, secopndary and tertiary legal materials consisting of law No.10/1998 on banking, Law No.2/1992 on Insurance Business, and the Decree of the Board of Directors of Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR dated March 31, 1995 on the Bank’s Credit Policy Guidelines, articles, scientific works, related journal articles, general dictionary, law dictionary, encyclopedia, and the data obtained by field research through direct interviews with 3 (three) customers (debtors) fro state-owned banks and 3 (three) customers (debtors) fro private banks performing the credit agreement and the insurance agreement of the collateral goods. The problems solved in this study were that the debtor was not free to choose the insurance company, the implementation of the bonding of insurance to the collateral goods, and the implementation of an insurance claim against the collateral goods in the credit agreement if there is a risk.

The result of this study showed that the debtor was not free to choose the insurance company to insure his/her collateral goods because, for this, the bank

directly appoint the insurance company. In the implementatiuon of insurance

agreement, the customer (debtor) was represented by the bank (creditor) in signing the insurance coverage, but all the obligations arising from the insurance agreement shall be solely borne by the customer (debtor), The rights that should belong to the debtor is not notified by the insurance company and banks(creditors) to debtors, and they (the insurance company and the bank) even tend to cover-up the existence of these rights. The implementation of insurance claims filed by the customer (debtor) to the bank (creditor) and insurance companies must comply with the provisions contained in the insurance agreement that has been agreed by the insurer and the insured.


(19)

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia usaha yang sangat pesat kemajuannya dewasa ini membutuhkan modal yang besar dan dalam waktu yang singkat pula untuk mendukung perkembangan usaha yang dilakukan oleh pelaku bisnis. Salah satu sumber dana yang digunakan oleh pelaku bisnis dalam mengembangkan usaha bisnisnya adalah lembaga keuangan bank dengan melakukan suatu perjanjian kredit antara pelaku bisnis dengan bank sebagai kreditur. Dalam suatu perjanjian kredit dibutuhkan syarat dan ketentuan agar bank dapat menyetujui kredit yang diajukan oleh pelaku bisnis. Salah satu syarat untuk lebih memudahkan agar perjanjian kredit tersebut dapat disetujui oleh bank adalah dengan memberikan sejumlah barang agunan baik bergerak maupun tidak bergerak yang diikat dengan akte jaminan fidusia dan akte pemberian hak tanggungan. Pengikatan jaminan dalam suatu perjanjian kredit merupakan suatu syarat mutlak untuk keamanan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank dan juga kelancaran pembayaran kredit tersebut pada masa yang akan datang.

Secara etimologi istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kredit adalah pinjaman dalam batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan


(20)

atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, pengertian kredit diatur dalam Pasal 1 Butir 11 yang berbunyi ”Kredit adalah penyediaan atau tagihan yang dapat dipersamakan neto, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain atau kreditur yang mewajibkan pihak lain atau kreditur tersebut untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Berdasarkan pengertian kredit di atas, dapat dikatakan bahwa kredit mempunyai pengertian penting untuk menunjang dan mewujudkan pembangunan yang adil dan makmur bagi seluruh rakyat di Indonesia. Meskipun kredit sangat bermanfaat bagi kelancaran pembangunan, kredit juga dapat menimbulkan berbagai masalah. Permasalahan yang timbul merupakan resiko yang harus diterima. Dalam pelaksanaan kredit, kreditur harus memperhatikan azas-azas perkreditan yang benar, menurut Hermansyah untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berperdoman kepada formula 5C. 5C tersebut adalah : (1) Cheracter (watak), (2) Capacity (kemampuan), (3) Capital (modal), (4) Condition (kondisi ekonomi), (5)Colateral(Jaminan).1

Kredit yang diberikan oleh bank mempunyai resiko berupa kegagalan dan kemacetan dalam penulisannya ”In good times both borrowers and renders are overconfident about inverstment project and thier ability to repay and the recoup

thier loans and the corresponding feesand interest rates” yang dalam bahasa


(21)

Indonesia diterjemahkan menjadi pada kondisi baik, baik peminjam maupun pemberi pinjaman yang terlalu percaya tentang proyek-proyek investasi dan kemampuan mereka untuk membayar dan atau untuk menutup pinjaman mereka dan biaya yang sesuai dan tingkat suku bunga”, merupakan salah satu penyebab resiko kredit. Salah satu cara yang digunakan untuk memperkecil resiko adalah dengan memberikan jaminan dari debitur ke kreditur dengan jaminan yang diberikan, maka bank yakin bahwa debitur akan memenuhi prestasinya dikemudian hari sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit. Bagi debitur yang tidak memenuhi prestasinya, maka jaminan yang diserahkan akan menjadi hak bank sebagai ganti dari pelunasan hutang.

Di dalam perkembangannya bentuk jaminan yang oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah berupa tanah yang sebelumnya dibebani dengan hak tanggungan terlebih dahulu. Perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan harus melalui beberapa tahap, yaitu tahap permohonan kredit, analisis kredit, keputusan kredit, perjanjian kredit serta pengikatan jaminan yang disebut dengan pembebanan hak tanggungan. Walaupun demikian bukan berarti perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan tidak memiliki resiko lagi. Nilai objek hak tanggungan dapat menyusut atau menurun jika mengalami suatu kerusakan atau musnah yang ditimbulkan oleh musibah atau malapetaka, seperti kebakaran, banjir bandang, tsunami, gempa bumi dan atau malapetaka lainnya. Oleh karena itu bank dapat mengalihkan resiko tersebut dengan menerima meminta barang agunan (objek hak tanggungan) untuk diasuransikan. Kewajiban mengasuransikan barang agunan


(22)

yang telah dibebani hak tanggungan, tertulis dalam perjanjian kredit yang disepakati bersama oleh pelaku usaha dan bank yang memberikan pinjaman. Kewajiban mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani hak tanggungan tersebut sudah merupakan syarat tambahan yang juga harus dipenuhi oleh pelaku usaha agar kreditnya dapat disetujui oleh bank yang memberikan pinjaman.

Untuk menghindari kemungkinan rusak atau hilangnya barang yang dijadikan agunan akibat bencana alam atau kesengajaan dari pihak debitur, maka pihak bank selaku kreditur mengatisipasinya dengan cara menambahkan atau menyertakan perjanjian asuransi atas objek jaminan hak tanggungan yang dijadikan agunan dalam perjanjian kredit tersebut. Perjanjian untuk mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani hak tanggungan dalam suatu perjanjian kredit dilakukan saat pengikatan atau penandatanganan perjanjian kredit yang telah disepakati oleh para pihak yakni pelaku usaha sebagai debitur dan bank sebagai kreditur.2

Pihak bank sebagai kreditur menyerahkan sepenuhnya terhadap debitur untuk memilih perusahaan asuransi yang akan digunakan dalam mengasuransikan barang agunan yang akan dijaminkan pada perjanjian kredit tersebut. Namun ada kalanya pihak bank sebagai kreditur telah menetapkan perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani hak tanggungan tersebut. Dalam hal pihak bank telah menetapkan sendiri perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransikan barang agunan dari pihak debitur sebagai jaminan kredit, maka

2 HMN Purwo Sujipto, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia,Jilid VIII (Asuransi),


(23)

pihak bank memiliki kerja sama atau memiliki perusahaan lain sebagai korporasi dibidang asuransi. Dalam penelitian ini pihak bank menyerahkan sepenuhnya kepada debitur perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransikan barang agunan yang dijaminkan dalam perjanjian kredit tersebut.

Perusahaan asuransi yang dipilih oleh debitur adalah perusahaan asuransi yang berkantor Indonesia dan memiliki kantor pusat di wilayah Negara Republik Indonesia adalah salah satu perusahaan asuransi umum terkemuka di Indonesia yang menawarkan produk-produk dan pelayanan yang baik kepada nasabah perusahaan maupun kepada nasabah perorangan.

Dalam klausul perjanjian kredit yang dibuat oleh bank secara standart (dalam bentuk formulir), dicantumkan kewajiban bagi calon debitur untuk mengasuransikan harta benda tidak bergerak yang akan dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit dengan cara membebaninya dengan hak tanggungan. Hal ini bertujuan agar barang-barang tidak bergerak yang dijaminkan tersebut apabila mengalami kerusakan / musnah karena bencana alam maka resiko dari kemusnahan barang-barang tersebut beralih kepada perusahaan asuransi, sehingga pihak bank tetap dapat mengklaim nilai barang tidak bergerak yang dijaminkan tersebut kepada pihak perusahaan asuransi. Dengan ditandatanganinya polis asuransi oleh debitur dan perusahaan asuransi dalam perjanjian asuransi, maka pihak debitur telah terikat untuk membayar sejumlah premi sedangkan pihak perusahaan asuransi terikat untuk bertanggung jawab melakukan ganti rugi terhadap barang tidak bergerak yang diasuransikan


(24)

apabila mengalami kerusakan atau musnah akibat bencana alam atau hal-hal yang diluar kekuasaan manusia(force majeure).3

Perusahaan asuransi dalam mempromosikan produk – produk asuransinya adakalanya memberikan potongan(discount) dalam hal pembayaran premi terhadap nasabah yang mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan tersebut. Namun pemberian discount atau potongan pembayaran premi tidak tercantum dalam klausul perjanjian asuransi yang telah ditandatangani oleh debitur. Potongan(discount)premi pembayaran tidak dinikmati secara langsung oleh debitur yang mengasuransikan barang agunannya, karena tidak tercantum dalam klausul asuransi. Oleh karena itu bagi debitur yang mengasuransikan barang agunannya yang telah dibebani hak tanggungan tersebut, tidak dapat meminta pertanggungjawaban perusahaan asuransi dalam hal potongan (discount) premi pembayaran asuransi tersebut.4

Berdasarkan uraian di atas maka tulisan ini akan membahas lebih mendalam mnengenai pengaturan hukum perjanjian kredit dan kewajiban mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan oleh debitur dalam suatu perjanjian kredit dengan pihak bank serta klausul yang terdapat dalam perjanjian asuransi antara nasabah debitur dengan perusahaan asuransi sebagai tertanggung dan penanggung.5

3Salim Abas,Dasar-dasar Perasuransian, Rajawali Press, Jakarta, 2002, hal. 63

4 Sri Rezeky Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta,

2001, hal. 34


(25)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kebebasan pihak debitur untuk memilih perusahaan asuransi sebagai tempat mengikatkan asuransi atas barang agunan kredit bank di Kota Medan? 2. Bagaimana pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang agunan yang telah

dibebani hak tanggungan sebagai jaminan kredit pada bank di Kota Medan? 3. Bagaimana pelaksanaan klaim terhadap asuransi barang agunan yang telah

dibebani hak tanggungan tersebut pada perusahaan asuransi yang telah ditunjuk oleh bank tersebut, jika terjadi resiko?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kebebasan pihak debitur untuk memilih perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani hak tanggungan pada bank di Kota Medan

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang agunan yang telah dibebani hak tanggungan pada bank di Kota Medan

3. Untuk mengetahui pelaksanaan klaim terhadap asuransi barang agunan yang telah dibebani hak tanggungan pada perusahaan asuransi yang telah ditunjuk oleh bank, jika terjadi resiko terhadap barang agunan tersebut.


(26)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu :

1. Secara teoritis penelitian dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum perjanjian kredit bank pada umumnya dan hukum asuransi pada khususnya dalam hal perjanjian asuransi barang agunan yang telah dibebani hak tanggungan dalam suatu perjanjian kredit bank.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pelaksanaan perjanjian kredit bank maupun perjanjian asuransi barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di Lingkungan Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum dan Magister Kenotariatan menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ”KEWAJIBAN DEBITUR UNTUK MENGASURANSIKAN BARANG AGUNAN DENGAN HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK PEMERINTAH DAN SWASTA” belum ada yang meneliti dan membahasnya, sehingga secara akademis keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.


(27)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,6 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaranya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis bagi peneliti kajian hukum terhadap penerapan azas keseimbangan dan keadilan dalam suatu perjanjian asuransi di Indonesia.

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keseimbangan dan keadilan sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles yang mengatakan bahwa suatu kaidah hukum atau peraturan tertulis benar-benar harus bersifat seimbang dan adil dalam mengayomi kepentingan seluruh masyarakat.7

Dalam suatu perjanjian apapun bentuknya kepentingan para pihak harus dapat terakomodasi dengan seimbang baik hak maupun kewajiban, sehingga perjanjian tersebut benar-benar dapat terlaksana dengan adil.8

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) ketentuan mengenai asuransi diatur dalam Pasal 246 yang berbunyi :

”Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu 6JJJ M, Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,(Jilid I), Jakarta, FE UI,

1996, hal. 203

7

Oltje Salman,Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelahan), Renada Media, Jakarta 2007. hal. 19

8


(28)

kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu”.

Dari bunyi Pasal 246 KUHD tersebut diatas dapat dikatakan bahwa perjanjian asuransi ialah suatu perjanjian dimana penanggung menikmati suatu premi, mengikatnya dirinya terhadap terganggung untuk membebaskannya dari kerugian, karena kehilangan atau lenyapnya keuntungan yang diharapkan karena suatu kejadian yang tidak pasti. Jadi adanya kerugian yang disebabkan oleh kejadian yang tidak pasti tersebut adalah faktor yang tidak dapat diabaikan pada perjanjian asuransi. Kemudian definisi pertanggungan tersebut dipertegas dalam Pasal 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menjelaskan bahwa dengan adanya pertanggungan maka terbentuk hak dan kewajiban pada pihak dan tanggung jawab hukum penanggung kepada tertanggung timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Asuransi mempunyai tujuan pertama-tama ialah mengalihkan segala risiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak pasti, yang tidak diharapkan terjadi kepada orang lain yang mengambil risiko itu, untuk mengganti kerugian. Oleh sebab itu, selama tidak ada kerugian penanggung tidak akan membayar ganti kerugian kepada tertanggung.9 Selanjutnya dalam Pasal 247 KUHD menyebutkan pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai bahya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipaneni, jiwa satu atau


(29)

beberapa orang, bahaya laut atau pembudakan, bahaya yang mengancam pengangkutan didaratan, sungai dan lautan. Mengenai isi dari Pasal 247 KUHD tersebut maka dapat dikatakan pada pokoknya ada 2 jenis asuransi yaiu :

1. Asuransi, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian, asuransi laut, serta sauransi pengangkutan.

2. Asuransi jiwa, adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.10

Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi tersebut adalah :

1) Pada asuransi jiwa ”peristiwa yang tak tertentu” terjadi, bila terjadi kematian dalam tegangan waktu yang lebih singkat dari waktu yang disebutkan dalam polis. Pada asuransi kerugian ”peristiwa tak tertentu” terjadi bila pada masa tenggang waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya pada asuransi kebakaran gudang yang diasuransikan terbakar.

2) Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan terlebih dahulu (Pasal 305 KUHD).

Pada asuransi kerugian, jumlah ganti kerugian dihitung dengan membandingkan harga barang yang rusak sebagai akibat hilang atau terbakar dengan

10Bagus Irawan,Aspek-aspek Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi,Alumi Bandung


(30)

harga barang sebelum timbul kehilangan atau kebakaran.11Suatu perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta, yang dinamakan polis. Hal ini diatur dalam Pasal 255 KUHD, yang bunyinya :

”Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis”.12Tetapi, berlakunya perjanjian asuransi sudah ada bila sudah dibentuk hak – hak dan kewajiban-kewajiban dari pada penanggung dan pihak tertanggung mulai berlaku sejak adanya persetujuan antara penanggung dan tertanggung. Walaupun polis belum ditandatangani. Hal tersebut tercermin dalam Pasal 257 dan Pasal 258 KUHD.

Berdasarkan uraian tersebut Wirjono Prodjodikoro, berpendapat : ”dari Pasal-pasal 255, 257 dan 258 KUHD, dapat disimpulkan :

a) Persetujuan asuransi pada hakikatnya bersifat konsensual, artinya setelah ada kata sepakat antara kedua belah pihak untuk mengadakan asuransi, maka sudah terbentuklah persetujuan asuransi.

b) Tulisan polis mempunyai sifat khusus, yang berlainan dari tulisan lain selaku alat bukti dengan adanya hal-hal yang secara mutlak harus dimuat dalam polis.”

Dapat pendapat Wirjono Pradjodikoro tersebut, maka dapat dikatakan, bahwa polis tetap mempunyai arti yang sangat penting bagi tertanggung. Sebab polis itu

11 Zulkarnain Ma’arif, Hukum Asuransi Selayang Pandang,Prenada Media, Jakarta, 2008,

hal. 26

12R. Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,Jakarta, PT. Paramita, Cetakan ke VI,


(31)

merupakan bukti yang sempurna (volledigbewijs) tentang yang mereka janjikan di dalam perjanjian asuransi dan polis satu-satunya alat bukti.13

Mengenai asuransi jiwa, para sarjana ada yang mengidentifikasi dengan golongan pertanggungan yang tidak sesungguhnya, atau yang disebut

”sommerverzekering” atau pertanggungan sejumlah uang. Dalam hubungan ini,

penelitian perlu akan mengutip pendapat Vollmar, yang antara lain mengatakan : Secara luas simmerverzekering itu dapat diartikan sebagai suatu perjanjian di mana satu pihak mengikatkan dirinya untuk membayar sejumlah uang, secara sekaligus atau periodik, sedangkan pihak lain mengikatkan dirinya untuk membayar premi, dan pembayaran uang itu adalah tertanggung kepada mati atau hidupnya seorang tertentu atau lebih, salah satu perjanjian itu adalah lijfrentedi dalam KUHD.14

Walaupun tampaknya ada persamaan antara lijfrente dan perjanjian asuransi jiwa, tetapi ada perbedaanya. Pada asuransi jiwa premi itu dibayar oleh tertanggung secara periodik di dalam tenggang waktu bertahun-tahun lamanya, dan akan menerima atau menimbulkan hak atas pembayaran sejumlah uang pada dirinya atau ahli warisnya secara sekaligus dari penanggung. Sedang pada lijfrente, pemberian uang yang seperti premi itu adalah sekaligus, untuk mendapat pembayaran sejumlah uang secara periodik. Perjanjian asuransi jiwa termasuk dalam jenis asuransi sejumlah uang.15

Kewajiban debitur dalam mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan merupakan kewajiban yang diharuskan oleh pihak bank dimana pihak bank dapat menunjuk perusahaan asuransi yang merupakan bagian dari kelompok bisnisnya / atau yang memiliki hubungan kerja sama dengan pihak bank tersebut. Disamping itu pihak bank juga memberikan kebebasan kepada debitur untuk memilih sendiri perusahaan asuransi yang akan dijadikan perusahaan

13Wirjono Pradjodikoro,Hukum Asuransi di Indonesia, Intermasa, Jakarta, 1998, hal. 24 14Emy Pangaribuan Simanjuntak,Hukum Pertanggungan (Pertanggungan Kerugian pada Umumnya, Kebayaran dan Jiwa), Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas Universitas Gajah Mada, 1975, hal. 114

15


(32)

penanggung dari barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan yang akan diasuransikannya. Dalam pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan tersebut antara debitur dan penanggung (perusahaan asuransi) memiliki perjanjian tertulis yang memuat hak dan kewajiban para pihak yang harus dilaksanakan dalam perjanjian asuransi tersebut. Pihak penanggung (perusahaan asuransi) dalam hal ini setelah perjanjian asuransi tersebut ditandatangani telah mengambil alih resiko terhadap barang agunan yang telah diasuransikan oleh debitur tersebut. Di dalam perjanjian asuransi pihak penanggung selain menanggung resiko terhadap barang agunan tersebut juga menentukan premi yang harus dibayar debtur atas pengalihan resiko barang agunan tersebut. Disamping pemberian premi oleh debitur kepada perusahaan asuransi, maka perusahaan asuransi berkewajiban pula memberikan manfaat kepada debitur selain penanggungan resiko juga bunga atas premi yang telah dibayarkan oleh debitur selama jangka waktu asuransi berlangsung. Dalam praktek pelaksanaanya sering sekali terjadi pihak asuransi tidak menginformasikan / tidak memberikan bunga atas premi yang telah dibayarkan oleh debitur yang merupakan hak yang wajib diterima oleh debitur sebagai tertanggung. Demikian pula apabila terjadi perpanjangan jangka waktu asuransi atau penggantian perusahaan asuransi oleh debitur, hak tertanggung (debitur) yang telah mengasuransikan barang agunan para perusahaan asuransi tersebut berupa bunga atas premi yang telah dibayarkan oleh tertanggung yang merupakan hak dari debitur tersebut tidak diberikan oleh pihak penanggung


(33)

(perusahaan asuransi) tersebut. Hal ini jelas merugikan hak dari debitur sebagai tertanggung secara material.

Manfaat yang diperoleh oleh bank atas diasuransikannya barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan dalam suatu perjanjian kredit adalah bahwa bank akan lebih terlindungi karena sebagian resiko kredit khususnya resiko terhadap barang agunan telah dialihkan ke pihak perusahaan asuransi yang telah menandatangani perjanjian asuransi dengan pihak debitur bank. Kewajiban dalam mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan dalam suatu perjanjian kredit perbankan diatur di dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/Dir/Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB). Bank akan memberikan persetujuan baik sebagian maupun seluruhnya permohonan kredit dari calon nasabah debitur tetapi akan ditegaskan terlebih dahulu mengenai syarat-syarat fasilitas kredit dan prosedur yang harus ditempuh oleh nasabah dalam rangka melindungi kepentingan bank. Adapun langkah-langkah yang harus dijalani adalah :

a. Surat Penegasan Persetujuan Permohonan Kredit kepada pemohon dibuat secara tertulis dalam 5 (lima) rangkap. Surat ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari surat perjanjian kredit karena dengan tegas telah disebutkan nomor dan tanggalnya

b. Pengikatan Jaminan

c. Penandanganan Perjanjian Kredit d. Penandatangan Surat Aksep


(34)

e. Membuat informasi untuk bagian lain, misalnya bagian kas dan bagian ekspor/impor

f. Pembayaran biaya material kredit

g. Pembayaran provisi kredit ataucommitment fee h. Mengasuransikan barang agunan

i. Membuat asuransi kredit

Dalam Pasal 1 Butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamahan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan minjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi hutangnya, tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Berkaitan dengan pengertian kredit di atas menurut ketentuan Pasal 1 Butir 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2 PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu, dengan pemberian bunga termasuk : (a) Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;


(35)

(b) Pengambil alihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; (c) pengambil alihan atau pembelian kredit dari pihak lain.16

Sebagaimana diketahui bahwa unsur esensial dari kredit pada bank adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan dan lain-lain. Makna dari kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari bank sebagai kreditur bahwa kredit yang diberikan akan sungguh-sungguh diterima kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perkreditan Thomas Suyatno mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri atas :

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian

prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pasa masa yang akan datang.17

16 Chattamarrsjid, Kapita Selekta Hukum Perusahaan,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,

hal. 32

17Burhanuddin Abdullah,Analisa Kelayakan Kredit Perbankan, LP3EES Indonesia, Jakarta,


(36)

c. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos masa depan tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit. d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi

juga dapat berbentuk barang, atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktik perkreditan.18

Bertitik tolak dari pendapat di atas maka bisa dikemukakan bahwa selain unsur kepercayaan tersebut, dalam permohonan dan pemberian kredit juga mengandung unsur lain yaitu unsur waktu, unsur resiko dan unsur prestasi. Dalam pemberian kredit ditentukan juga unsur waktu. Unsur waktu ini merupakan jangka waktu atau tenggang waktu tertentu antara pemberian atau pencairan kredit oleh bank dengan pelunasan kredit oleh debitur. Lazimnya pelunasan kredit tersebut dilakukan melalui angsuran / cicilan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan antara debitur dan kreditur dalam perjanjian kredit. Yang dimaksud dengan resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang

18


(37)

disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. Berkaitan dengan pemberian kredit oleh bank debitur tentu pula mengandung resiko usaha bagi bank. Resiko disini adalah resiko dari kemungkinan ketidakmampuan dari debitur untuk membayar angsuran atau melunasi kreditnya karena sesuatu hal tertentu yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu semakin lama jangka waktu atau tenggang waktu yang diberikan untuk pelunasan kredit maka semakin besar pula resiko bagi bank.19

Setiap perjanjian tentu mengandung adanya prestasi dan kontraprestasi. Oleh karena itu dalam perjanjian kredit sejak saat adanya kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak (bank dan nasabah debitur) telah menimbulkan hubungan hokum atau menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati. Bank sebagai kreditur berkewajiban untuk memberikan kredit sesuai dengan jumlah yang telah disetujui, dan atas prestasinya tersebut bank berhak untuk memperoleh pelunasan kredit dan bunga dari debitur sebagai kontraprestasinya.20

Berdasarkan jangka waktu dan penggunaanya kredit dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu :

a. Kredit Investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitas, misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk pelunasan pabrik

19Subekti,Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1987, hal. 25

20Abdul Kadir Muhammad,Dasar-Dasar Hukum Perbankan, Citra Aditya Bakti, Bandung,


(38)

yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai tersebut.

b. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan.

c. Kredit Konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghaislan bulanan nasabah debitur yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama lainnya.21

Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh perbankan terdiri dari 9 persyaratan sebagai berikut yaitu :

1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan yang terkait.

2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta perusahaan, NPWP, SIUP dan lain-lain.


(39)

3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu (grace period)maksimum 4 tahun.

4. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan agunan tambahan jika menuntut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk menentukan nilai agunan.

5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self financingadalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi proyek. Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk menentukan progres proyek.

7. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.

8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasarcash flow yang disusun berdasarkan analisis dalamfeasibility study.

9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.22

Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip perbankan, bank wajib memerhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi :

Pasal 8 ayat (1) :

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta keseanggupan nasabah debitur 22 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,


(40)

untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjijan.

Pasal 8 Ayat (2) :

Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Berkaitan dengan itu menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut :

a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan modal agunan, dan proyek usaha dari nasabah debitur. c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

e. Laarangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur dan/atau pihak – pihak terafiliasi.


(41)

Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut di atas merupakan landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan 5C yaitu : (a) Personality, (b) Purpose, (c), Prospect (d) Payment, dan (a) Character, (b) Capacity,(c) Capital, (d) Collateral, (e)Condition of Economy23

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersekapat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipiil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.24

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu,

23Zainal Asikin,Studi Kelayakan Kredit Perbankan,Tarsito, Bandung, 2008, hal. 69 24 Yusuf Anwar, Aspek-Aspek Hukum Keuangan dan Perbankan Suatu Tinjauan Praktis,


(42)

memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sebagai debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard contract), di mana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar.

Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi apabila debitur menolak ia tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut.

Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan dan penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :

1) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.

2) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur.

3) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukanmonitoringkredit. Untuk memperoleh keyakinan dari pihak bank sebelum memperoleh kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai


(43)

salah satu unsur pembagian kredit maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang proyek, atau hak tagih yang dibiayai oleh kredit yang bersangkutan.25

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

Berdasarkan pada pengertian jaminan di atas maka dapat dikemukakan bahwa fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

1. Jaminan Perorangan(Personal Guaranty)

Jaminan perorangan atau jaminan pribadi adalah jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin di penuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang pihak ketiga, yang

25Gatot Wardoyo,Hukum Perbankan dan Praktek Pelaksanaanya,Renada Media, Jakarta,


(44)

menjamin dipenuhinya kewajiban – kewajiban si berutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) pengetahuan si berutang tersebut.

Dalam perjanjian perorangan selalu dimaksudkan bahwa untuk pemenuhan kewajiban – kewajiban si berutang, yang dijamin pemenuhan seluruhnya atau sampai suatu bagian (jumlah) tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) bisa disita dan dilelang menurut ketentuan-ketentuan perihal pelaksana (eksekusi) putusan – putusan pengadilan.

2. Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur terhadap debitur, atau antara kreditur dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban – kewajiban dari debitur.

Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditur dengan seorang pihgak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari si berutang (debitur).

Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) dari seorang debitur. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan seorang pihak ketiga. Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang debitur tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak ada penyendirian atau penyediaan khusus itu, bagian dari kekayaan tadi, seperti halnya dengan seluruh kekayaan si debitur dijadikan jaminan untuk pembayaran semua utang debitur.


(45)

Oleh karena itu, pemberian jaminan kebendaan kepada seorang debitur tertentu, memberikan kepada kreditur tersebut suatu privilage atau kedudukan istimewa terhadap kreditur lainnya.26

Dalam penelitian ini jaminan kebendaan yang dimaksud adalah benda tidak bergerak berupa tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dapat dibebani hak tanggungan dan akan dijadikan agunan oleh pemiliknya kepada pihak bank.

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa, “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”.

Hak Tanggungan merupakan implementasi dari amanat Pasal 51 UUPA No.5 Tahun 1960 sebagai upaya untuk dapat menampung serta sekaligus mengamankan kegiatan perkreditan dalam upaya memenuhi kebutuhan tersedianya dana untuk menunjang kegiatan pembangunan.27 Sebagai bagian dari Hukum Jaminan, Hak Tanggungan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya (droit de preference). Hak Tanggungan mempunyai bebeberapa ciri pokok yaitu:

26Munir Fuadi,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,

hal. 35

27 Maria SW Sumardjono, Prinsip-Prinsip Dasar Dan Beberapa Isu Di Seputar


(46)

1. memberikan kedudukan diutamakan (preferensi) kepada kreditur-krediturnya 2. selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun berada

3. memenuhi asas spesialitas dan publisitas 4. mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya.28

Dalam hukum perdata, perjanjian kredit adalah termasuk dalam perjanjian tak bernama, karena tidak dikenal dalam KUH Perdata. Walaupun usianya sama dengan usia Bank, sampai saat ini belum ada ketentuan perundang undangan yang mengatur perjanjian kredit.29

Dalam praktek perbankan, yang menjadi dasar hukum perjanjian kredit adalah unsur kesepakatan (konsensualisme) yang tertuang dalam perjanjian antara bank dengan debitur. Azas kebebasan berperjanjian (partij otonomos), azas itikad baik (good faith), azas setiap janji harus dipatuhi (pacta sun servanda) dan azas kehati- hatian(prudential).30

2. Konsepsi

Konsepsi adalah Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operasional defenition.31 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab 28 Maria SW Sumardjono,Hak tanggungan Dan Fidusia, Citra Aditya Bakti Bandung, 1996,

hal.2

29Martin Roestamy,Op.Cit, hal 24. 30Martin Roestamy,Op.Cit, hal 24.

31 Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi


(47)

permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

1. Perjanjian asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

2. Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang berkaitan dengan barang agunan yang diberikan debitur kepada bank dalam suatu perjanjian kredit.

3. Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

4. Barang agunan adalah sejumlah barang baik bergerak maupun tidak bergerak yang diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank sebagai jaminan atas fasilitas kredit yang diterimanya untuk memberikan kepercayaan kepada bank dalam hal pelunasan kredit tersebut dikemudian hari sesuai dengan perjanjian kredit yang telah ditandatangani.


(48)

5. Perjanjian kredit adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau persetujuan yang dibuat oleh kedua belah pihak atau lebih (nasabah debitur dan bank), masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.

6. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseroangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya dan juga melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.

7. Debitur adalah calon nasabah bank yang akan menerima fasilitas kredit dengan sejumlah syarat dan ketentuan harus dipenuhi untuk dapat terlaksananya pencairan fasilitas kredit tersebut.

8. Kreditur adalah lembaga keuangan (bank) yang akan memberikan fasilitas kredit kepada nasabah debitur dengan sejumlah syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh nasabah debitur tersebut.

9. Premi adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung secara berkala dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dalam perjanjian asuransi.

10. Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya, tujuan pemakaiannya dan karena ditentukan oleh undang-undang mempunyai kedudukan sebagai benda tidak bergerak (tanah dan benda-benda yang berada di atasnya,


(49)

mesin-mesin dalam suatu pabrik, hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tidak bergerak)

11. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Untuk membahas dan menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitis, yang dimaksud adalah berusaha untuk menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis akibat hukum terhadap kewajiban debitur mengasuransikan barang agunan dalam suatu perjanjian kredit pada perusahaan asuransi yang ada Indonesia, termasuk aspek-aspek hukum yang timbul dalam praktek pelaksanaan penandatanganan perjanjian asuransi barang agunan tersebut antara debitur dengan perusahaan asuransi serta kaitannya dengan bank sebagai kreditur yang memberikan fasilitas kredit dan mewajibkan debitur untuk mengasuransikan barang agunan tersebut.32

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dimana pendekatannya terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-32Lexy J. Moloeng,Metodologi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,


(50)

undangan yang berlaku terhadap Perjanjian Kredit Perbankan, kewajiban mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan pada perusahaan asuransi yang ada di Indonesia.

Dalam penelitian ini dititikberatkan pada pembahasan atas masalah-masalah yang terjadi dilapangan dengan melihat hubungan timbal balik antara hukum perbankan dan asuransi dengan pelaksanaan perjanjian kredit dan pelaksanaan kewajiban mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan milik debitur pada perusahaan asuransi tersebut.

2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan studi dokumen untuk memperolah data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data primer, sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini. Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung penelitian lapangan (field research) berupa wawancara langsung dengan enam orang nasabah debitur yang melakukan perjanjian kredit pada bank maupun perjanjian asuransi barang agunan yang telah dibebani oleh hak tanggungan pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh pihak bank kreditur, dengan perincian masing-masing tiga orang dari bank pemerintah maupun swasta, yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan nara sumber. 3. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema


(51)

dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.33 Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.34 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan baik melalui studi dokumen maupun studi lapangan (wawancara) dengan nara sumber dan responden untuk mengetahui validasinya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula yaitu tentang pelaksanaan kewajiban debitur dalam mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan pada suatu perjanjian kredit di bank pemerintah dan swasta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum perbankan.

Dalam penelitian ini bahan-bahan hokum tertulis yang digunakan adalah akta perjanjian kredit, perjanjian asuransi barang agunan dan karya ilmiah yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, yang dijadikan pedoman untuk menghasilkan jawaban selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

33Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal

106.


(52)

BAB II

KEBEBASAN DEBITUR MEMILIH PERUSAHAAN ASURANSI SEBAGAI TEMPAT MENGASURANSIKAN BARANG AGUNAN YANG TELAH

DIBEBANI DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Prosedur Hukum Perjanjian Kredit Pada Bank Dengan Jaminan Hak Tanggungan

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dilakukan secara lisan atau tertulis yang terpenting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian, perjanjian yang dilakukan secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang kompleks ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori diperbolehkan karena perjanjian secara lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi apapun haruslah dibuat secara tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Kita menyimpan tabungan atau deposito di bank maka akan memperoleh tabungan atau bilyet sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat perjanjian kredit sebagai alat bukti.

Dasar hukum yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis adalah 1. Instruksi Presidium Kabinet Nomor 155/EK/IN/10/1996 Tangga 10 Oktober

1996, menegaskan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur, nasabah atau bank-bank sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa


(53)

dalam memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya.

2. Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/17/UPB Tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. 3. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap bank devisa No.

01/1093/UPK/PKD Tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat surat perjanjian kredit. Dengan keputusan-keputusan tersebut maka pemberian kredit oleh bank kepada debiturnya menjadi pasti bahwa :

a) Perjanjian diberi nama perjanjian kredit b) Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis

Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai alat bukti.

Setiap kredit yang diberikan harus dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis yang sekurang-kurang harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank;


(54)

2. Memuat jumah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya yang sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud.

Dalam praktek bank ada dua bentuk perjanjian kredit yaitu :

1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dinamakan akta di bawah tangan. Menurut Pasal 1874 KUH Perdata yang dimaksud akta di bawah tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Pengikatan yang dilakukan antara bank dan nasabah tanpa dihadapan notaris.35 Artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan dahulu secara lengkap, bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh baik tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan.

Dalam rangka penandanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan bank dikemudian disodorkan kepada setiap calon debitur untuk dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut yang sebelumnya syarat-syarat tersebut tidak pernah

35Jopie Jusuf,Kriteria Jitu Memperoleh Kredit Bank, PT. Alex Media Komputindo, Jakarta,


(55)

dirundingkan atau dinegosiasikan dengan calon debitur. Debitur mau tidak mau harus menerima semua persyaratan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit karena calon debitur dalam posisi lemah karena sangat membutuhkan kredit sehingga apapun persyaratan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit calon debitur dapat menyetujui.

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris atau pengikatan yang dilakukan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil. Pasal 1868 KUH Perdata akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank kemudian diberikan kepada bank untuk dirumuskan dalam akta noril dimana notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak yang bersangkutan dalam bentuk akta notaris atau akta otentik.

Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja,


(56)

kredit sindikat (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari satu bank).36

Dengan demikian Perjanjian Kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis, baik dengan akta di bawah tangan maupun akta notariil. Perbedaan kekuatan pembuktian perjanjian kredit secara notaril dan secara bawah tangan dapat disarikan sebagai berikut :

1. Perjanjian bawa tangan

a) Jika salah satu pihak menyangkal tanda tangannya, maka pihak lain yang harus membuktikan bahwa tanda tangan yang disangkal itu adalah benar adanya.

b) Salah satu pihak dapat mengajukan alibi bahwa tanda tangan tersebut benar tanda tangannya tetapi pengisiannya diluar pengetahuannya, sehingga dipengadilan perjanjian kredit di bawah tangan tersebut hanya dipakai sebagai permulaan bukti saja, bukan merupakan alat bukti yang sempurna. 2. Perjanjian notaril

a) Jika salah satu pihak menyangkal tanda tangannya maka pihak tersebut yang harus membuktikan bahwa tanda tangannya adalah tidak benar atau palsu. b) Jika salinan otentiknya hilang, maka bisa dimintakan lagi kepada notaris yang

bersangkutan. Bahkan apabila minutnya (akta asli) hilang, maka salinan otentiknya mempunyai kekuatan yang sama dengan minutnya.

36Sutamo,Aspek-Aspek Hukum Perkredit


(1)

nasabah debitur kepada bank kreditur telah dibayar lunas seluruhnya. Hak-hak nasabah debitur seperti discount (pemotongan) besar premi, tingkat suku bunga (rate) asuransi, hadiah, dan hak-hak lainnya dalam perjanjian asuransi barang agunan tersebut tidak diketahui oleh nasabah debitur karena tidak diberitahukan oleh pihak perusahaan asuransi maupun pihak bank kreditur. Bahkan hak-hak yang seharusnya diterima/dinikmati oleh nasabah debitur tersebut cendrung ditutup tutupi keberadaannya oleh perusahaan asuransi maupun pihak bank kreditur.

3. Pemberian kredit oleh krediur kepada debitur pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan daya saing debitur dalam meningkatkan usahanya dan membantu debitur dari praktek-praktek tidak sehat dalam praktek pelaksanaan perjanjian kredit pada bank, bukan sebaliknya memberatkan dan membebani debitur. Oleh karena itu perjanjian asuransi wajib dilaksanakan dengan itikad baik diantarakedua belah pihak baik penanggung maupun tertanggung.

B. Saran

1. Hendaknya hak dalam menentukan perusahaan asuransi tempat mengasuransikan barang agunan tersebut diberikan secara penuh kepada debitur memilih perusahaan asuransi yang diberikan tanpa harus dibatasi oleh pihak bank yang dapat menunjuk perusahaan asuransi tempat dimana barang agunan debitur tersebut diasuransikan. Oleh karena itu pihak bank hendaknya tidak lagi mewajibkan debitur untuk menentukan perusahaan asuransi mana yang harus


(2)

digunakan untuk mengasuransikan barang agunan tersebut. Kebebasan memilih perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransi barang agunan milik debitur diserahkan sepenuhnya atas kehendak dan kemauan dari debitur tersebut.

2. Hendaknya pelaksanaan pengikatan perjanjian asuransi terhadap barang agunan sebagai jaminan kredit pada bank maupun tingkat suku bunga (rate) asuransi yang digunakan diatur secara tegas dan rinci di dalam suatu peraturan khusus, sehingga dapat menimbulkan kepastian hukum bagi para pihak baik bank kreditur, debitur. maupun perusahaan asuransi dalam pelaksanaan perjanjian asuransi barang agunan khususnya dalam kaitan dengan perjanjian kredit antara nasabah debitur dengan bank kreditur.

3. Hendaknya proses pelaksanaan permohonan klaim terhadap asuransi barang agunan jika terjadi resiko kepada perusahaan asuransi dilakukan dengan menggunakan asas itikad baik sesuai Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Perjanjian asuransi harus dilaksanakan sebelum dan sesudah penandatanganan polis asuransi dan pada waktu pelaksanaan perjanjian asuransi tersebut berlangsung hendaknya hak dan kewajiban para pihak baik penanggung maupun tertanggung tidak ada yang disembunyikan ditutupi, semuanya harus diberitahukan kepada para pihak dengan transparan dan sejelas-jelasnya, sehingga hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yakni penanggung dan tertanggung dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abas, Salim,Dasar-dasar Perasuransian, Rajawali Press, Jakarta, 2002.

Abdullah, Burhanuddin, Analisa Kelayakan Kredit Perbankan, LP3EES Indonesia, Jakarta, 2005.

Ais, Chatamarrasjid, Kapita Selekta Hukum Perusahaan,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000

Anwar, Yusuf, Aspek-Aspek Hukum Keuangan dan Perbankan Suatu Tinjauan Praktis,Mitra Ilmu, Surabaya, 2006.

Anwar Efendie, Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pada Bank, Suatu Analisis Dalam Teori Dan Praktek, Mitra Ilmu, Surabaya, 2011

Asikin, Zainal,Studi Kelayakan Kredit Perbankan,Tarsito, Bandung, 2008.

Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2005

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Fuadi, Munir,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002

Gunanto, H.,Asuransi Kebakaran di Indonesia, cet. I, Tira Pustaka, Jakarta, 1984 Harahap, M. Yahya,Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung,1986

Hartono, Sri Rezeky, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 2001

Harun, Badriyah, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalahan, PT Suka Buku, Jakarta, 2010

Hermansyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Renada Media, 2005

H.S, Salim ,Kontrak Teori dan Teknik penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, 2007


(4)

Imayanto, Juli dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, Universitas Trisakti, Jakarta, 2004

Irawan, Bagus, Aspek-aspek Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi, Alumi Bandung 2007.

Joseph, Nortan, Commercial Loan Documentation Guide, New York, Mathew Bender and Co, 1989, Chapter 10.12 dikutip dari buku Johannes Ibrahim, Bank sebagai lembaga Internasional dalam Hukum, CV. Utama, Bandung, 2004

Jusuf, Jopie, Kriteria Jitu Memperoleh Kredit Bank, PT. Alex Media Komputindo, Jakarta, 2003

Lubis, M Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994.

Ma’arif, Zulkarnain, Hukum Asuransi Selayang Pandang, Prenada Media, Jakarta, 2008.

M. Mashudi, Mochd. Chaidir Ali, Hukum Asuransi. Mandar Maju, Bandung, 2007 Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,

1993

Muhammad, Abdulkadir,Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990 ___________________, Dasar-Dasar Hukum Perbankan, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2006.

Naja H.R Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005

Pradjodikoro, Wirjono,Hukum Asuransi di Indonesia, Intermasa, Jakarta, 1998. Prakoso, Joko,Hukum Asuransi Indonesia.Rineka Cipta, Jakarta, 1997

Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 6, Cet. 6, Djambatan, Jakarta, 1996

Salman, Oltje, Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelahan), Renada Media, Jakarta 2007.

Satrio J., Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Karena Perjanjian, Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995


(5)

Setijoprodjo,Bambang Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008

Subekti. R, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Jakarta, PT. Paramita, Cetakan ke VI, 1959.

Simanjuntak, Emy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan (Pertanggungan Kerugian pada Umumnya, Kebayaran dan Jiwa), Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas Universitas Gajah Mada, 1975.

_________________, Hukum Pertanggungan dan Perkembangan, Balai Pembinaan Hukum Nasional, 1980, Jakarta

_________________,Hukum Pertanggungan, Tarsito, Bandung, 1998

Simanjuntak, Kornelius,Kontrak / Perjanjian Asuransi dan Praktek Pelaksanaanya, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 2007

Sinaga, Budiman N.P.D,Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005

Sjahdeini, Sutan Remy,Kebebasan Berperjanjian dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesiai¸Jakarta, 1993

Sjahdeni Sutan Remy, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1997

Soyanto, dkk,Kelembagaan Perbankan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997 Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986

Subekti,Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1987.

Sunggono, Bambang,Pengantar Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2001. Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, Prenada Media, Jakarta,

2004

_________, Hukum Perjanjian (Dalam Teori dan Praktek). Citra Aditya Bakti, Bandung 2008.

Suherman, Ade Maman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global,Edisi Revisi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005


(6)

Sutjipto, HMN Purwo, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid VIII (Asuransi), Djambatan, Jakarta, 2003

Suyatno, Thomas, Dasar-Dasar Prekreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Sumardjono Maria SW, Prinsip-Prinsip Dasar Dan Beberapa Isu Di Seputar Undang-Undang HakTanggungan, Citra Aditya Bakti Bandung, 1996 ____________________, Hak tanggungan Dan Fidusia, Citra Aditya Bakti

Bandung, 1996

Sutarmo,Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta CV, Bandung, 2003 Sutedi Adrian,Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011

Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986

Sutardino Rachmad Adryanto, Hukum Perjanjian Asuransi Indonesia, Eresco, Bandung, 2012

Untung, H. Budi,Kredit Perbankan di Indonesia,Andi Yogyakarta, 2000 Usman, Rachmadi,Hukum Hak Tanggungan,Citra Adtya Bakti, Bandung, 2010 Wardoyo, Gatot, Hukum Perbankan dan Praktek Pelaksanaanya, Renada Media,

Jakarta, 2007

Widjaja, Gunawan,Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata, PT Grafindo Persada, Jakarta, 2005

Widjaja Agus,Asas Dan Prinsip Pelaksanaan Asuransi Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, 2012

Wuisman, JJJ M, dengan penyunting M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I), Jakarta, FE UI, 1996.

Zaini Rahmad,Hukum Asuransi Dalam Perspektif Hukum Bisnis, Citra Ilmu, Jakarta, 2010.


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Debitur Yang Wanpretasi Pada Bank Sumut

1 40 148

JANJI MENGASURANSIKAN OBYEK HAK TANGGUNGAN PADA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT) DAN AKIBAT HUKUM JIKA TERJADI RISIKO DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

0 20 17

JANJI MENGASURANSIKAN OBYEK HAK TANGGUNGAN PADA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT) DAN AKIBAT HUKUM JIKA TERJADI RISIKO DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

0 3 17

JANJI MENGASURANSIKAN OBYEK HAK TANGGUNGAN PADA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT) DAN AKIBAT HUKUM JIKA TERJADI RISIKO DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

0 5 17

JANJI MENGASURANSIKAN OBYEK HAK TANGGUNGAN PADA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT) DAN AKIBAT HUKUM JIKA TERJADI RISIKO DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

0 3 17

JANJI MENGASURANSIKAN OBYEK HAK TANGGUNGAN PADA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT) DAN AKIBAT HUKUM JIKA TERJADI RISIKO DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

0 6 65

Perlindungan Hukum Bagi Debitur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan di BRI KCP Kertosono.

0 2 14

BAB II KEBEBASAN DEBITUR MEMILIH PERUSAHAAN ASURANSI SEBAGAI TEMPAT MENGASURANSIKAN BARANG AGUNAN YANG TELAH DIBEBANI DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Prosedur Hukum Perjanjian Kredit Pada Bank Dengan Jaminan Hak Tanggungan - Kewajiban

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kewajiban Debitur Untuk Mengasuransikan Barang Agunan Dengan Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit Di Bank Pemerintah Dan Swasta

0 0 33

KEWAJIBAN DEBITUR UNTUK MENGASURANSIKAN BARANG AGUNAN DENGAN HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK PEMERINTAH DAN SWASTA TESIS

0 0 16