Penentuan Simultan Kadar Kurkuminoid Dan Xantorizol Dari Temu Lawak (Curcuma Xanthorrhiza) Menggunakan KCKT

PENENTUAN SIMULTAN KADAR KURKUMINOID DAN XANTORIZOL
DARI TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza)
MENGGUNAKAN KCKT

ARUM VITASARI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Simultan
Kadar Kurkuminoid dan Xantorizol dari Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza)
Menggunakan KCKT adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Arum Vitasari
NIM G44110023

ABSTRAK
ARUM VITASARI. Penentuan Simultan Kadar Kurkuminoid dan Xantorizol dari
Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza) Menggunakan KCKT. Dibimbing oleh
MOHAMAD RAFI dan BUDI RIZA PUTRA.
Metode yang akurat dalam analisis simultan kurkuminoid dan xantorizol
telah dikembangkan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Analisis
simultan dilakukan dengan sistem elusi gradien pada kolom Phenomenex-C18
(150 mm × 4.16 mm), menggunakan detektor larik diode dan fase gerak yang
terdiri atas asam asetat 0.005% dan asetonitril dengan laju alir 1 mL/menit.
Linearitas yang dihasilkan dari setiap analit memiliki koefisien korelasi  0.9989.
Limit deteksi dan limit kuantisasi metode ini masing-masing berkisar

0.0090−0.2892 g/mL dan 0.0302−0.9640 g/mL. Ketelitian pada hari yang sama
menunjukkan nilai SBR
2%. Ketepatan yang ditentukan dengan metode
penambahan standar menghasilkan persen perolehan kembali berkisar antara
99.04 dan 106.12%. Uji stabilitas sampel yang dilakukan menunjukkan analit
stabil dalam larutan sampel dengan nilai SBR 0.37−2.56%. Rerata kadar
bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, kurkumin, dan xantorizol adalah
masing-masing 0.50, 3.43, 7.90, dan 134.76 mg/g.
Kata kunci: Curcuma xanthorrhiza, kromatografi cair kinerja tinggi, kurkuminoid,
temu lawak, xantorizol

ABSTRACT
ARUM VITASARI. Simultaneous Determination of Curcuminoids and
Xanthorrhizol From Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza) Using High
Performance Liquid Chromatography. Supervised by MOHAMAD RAFI and
BUDI RIZA PUTRA.
An accurate method for the determination of curcuminoids and
xanthorrhizol was developed using high-performance liquid chromatography
method. The simultaneous analysis was performed with gradient elution system
on Phenomenex-C18 column (150 mm × 4.16 mm), using photodiode array

detector and mobile phase consisting of 0.005% acetic acid and acetonitrile with
flow rate of 1 mL/min. The linearity from each analytes gave correlation
coefficient above 0.9989. The limit of detection and limit of quantitation values
were 0.0090−0.2892 g/mL and 0.0302−0.9640 g/mL, respectively. Intraday
precision studies showed the relative standard deviation of less than 2%. Accuracy
as determined by standard addition method resulted percent recovery of
99.04−106.12%. Stability test showed that analytes were stable in solution with
RSD of 0.37−2.56%. The average concentration of bisdemethoxycurcumin,
demethoxycurcumin, curcumin, and xanthorrhizol were 0.50, 3.43, 7.90, and
134.76 mg/g, respectively.
Keywords: Curcuma xanthorrhiza, curcuminoids, high-performance liquid
chromatography, temu lawak, xanthorrhizol

PENENTUAN SIMULTAN KADAR KURKUMINOID DAN XANTORIZOL
DARI TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza)
MENGGUNAKAN KCKT

ARUM VITASARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

Judul Skripsi : Penentuan Simultan Kadar Kurkuminoid dan Xantorizol dari Temu
Lawak

(Curcuma xanthorrhiza) Menggunakan KCKT

Nama


: Arum Vitasari

NIM

: G44110023

Disetuj ui oleh

Hll N

���



Dr Mohamad Rafi, MSi

Budi Riza Putra, SSi MSi

Pembimbing I


Pembimbing II

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

r1 9 JAN 2016

iv

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini diberi judul Penentuan
Simultan Kadar Kurkuminoid dan Xantorizol dari Temu Lawak (Curcuma
xanthorrhiza) Menggunakan KCKT.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Mohamad Rafi, MSi dan
Bapak Budi Riza Putra SSi, MSi selaku pembimbing atas bimbingan, saran, dan

arahannya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Selain itu, ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Kimia Analitik (Ibu Nunung
Nuryanti, Bapak Kosasih, Bapak Eman Suherman, dan Bapak Edi Suhendar), serta
staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (Laela Wulansari SSi, Taopik Ridwan SSi,
Antonio Kautsar SSi, Nunuk Kurniati Nengsih SFarm, Yusuf Ibrahim, Endi Suhendi)
yang telah memberikan fasilitas dan arahan selama kegiatan penelitian berlangsung.
Ungkapan cinta dan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, dan adik
tercinta atas segala bantuan, dukungan, dan doa yang diberikan. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Irwan Budiarto, Vany Ratna Pertiwi, Afifia Krismi
Kangerti, Afiyatina Awaliyah, Eka setiawati yang turut membantu selama penelitian
berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, Januari 2016
Arum Vitasari

vi

vii


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
METODE

1
1
3


Bahan dan Alat

3

Prosedur

3

Kondisi Alat Kromatografi

4

Penyiapan Larutan Sampel

4

Uji Kesesuaian Sistem

5


Validasi Metode

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Isolasi Xantorizol

6

Penyiapan Larutan Sampel Temu Lawak

6

Pengoptimuman Kondisi KCKT

7


Kesesuaian Sistem (System Suitability)

11

Validasi Metode untuk Analisis Kuantitatif Kurkuminoid dan Xantorizol

12

Penentuan Kadar Kurkuminoid dan Xantorizol dalam Sampel Temu Lawak 14
SIMPULAN

14

SARAN

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

18

viii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Uji kesesuaian sistem untuk penentuan kurkuminoid dan xantorizol
Linearitas, LD, dan LK untuk analisis kuantitatif kurkuminoid
Penentuan ketelitian berdasarkan SBR (%) kadar analit dalam sampel
Kadar kurkuminoid dan xantorizol dalam sampel temu lawak

11
13
13
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Struktur kimia dari kurkuminoid dan xantorizol
1
Profil kromatogram standar kurkuminoid dengan variasi komposisi fase gerak 8
Profil kromatogram standar xantorizol dengan konsentrasi 170.84 g/mL
9
Profil kromatogram standar kurkuminoid variasi konsentrasi asam asetat
9
Profil kromatogram standar xantorizol variasi konsentrasi asam asetat
10
Profil kromatogram sampel temu lawak
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Kromatogram KG-SM senyawa isolat yang diduga xantorizol
3 Spektrum massa KG-SM senyawa isolat yang diduga xantorizol
4 Profil kromatogram standar xantorizol 170.84 g/mL
5 Pengoptimuman komposisi fase gerak
6 Uji kesesuaian sistem kurkuminoid dan xantorizol
7 Linearitas kurkuminoid dan xantorizol
8 Penentuan LD dan LK berdasarkan S/N
9 Penentuan ketelitian berdasarkan kadar masing-masing analit
10 Penentuan ketepatan berdasarkan perolehan kembali (%)
11 Penentuan stabilitas sampel berdasarkan SBR (%) kadar analit
12 Penentuan kadar kurkuminoid dan xantorizol dalam sampel temu lawak

17
19
19
20
20
23
24
26
27
28
30
30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beberapa dekade terakhir penggunaan obat tradisional semakin berkembang
sebagai obat alternatif untuk menyembuhkan maupun mencegah suatu penyakit.
Obat herbal tradisional dalam hal ini jamu biasanya terbuat dari bahan alami
seperti akar, daun, kayu, dan buah-buahan. Tanaman yang digunakan sebagai obat
herbal tradisional merupakan tanaman yang memiliki metabolit bioaktif dengan
efek samping yang rendah (Bahmani et al. 2014). Contoh komoditas bahan alam
andalan Indonesia yang digunakan sebagai obat tradisional adalah temu lawak
(Curcuma xanthorrhiza). Rimpang dari tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai
antibakteri (Hwang et al. 2000), anticendawan (Rukayadi et al. 2006), antioksidan
(Lim et al. 2005), antikanker (Cheah et al. 2009), hepatoprotektor (Devaraj et al.
2010), antimikrob (Helen et al. 2012), serta untuk mengobati penyakit Alzheimer
(Mishra & Kalpana 2008).

a

b

c

d
Gambar 1

Struktur kimia dari (a) kurkumin, (b) demetoksikurkumin, (c)
bisdemetoksikurkumin, dan (d) xantorizol

2

Temu lawak merupakan tumbuhan obat yang sangat strategis di Indonesia
karena memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan banyak digunakan dalam
formula jamu. Hal ini disebabkan oleh keberadaan beberapa senyawa metabolit
sekunder yang dimilikinya dengan aktivitas biologis tertentu. Kurkuminoid
merupakah salah satu senyawa bioaktif yang terkandung di dalam temu lawak.
Kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin adalah senyawa
kurkuminoid (Gambar 1) yang teridentifikasi pada temu lawak (Li et al. 2011).
Selain itu temu lawak juga mengandung senyawa bioaktif lainnya yang termasuk
ke dalam golongan seskuiterpen yaitu xantorizol (Gambar 1) yang tidak
ditemukan pada tumbuhan genus Curcuma lainnya (Itokawa et al. 2008; Cho et
al. 2011).
Saat ini kurkuminoid dan xantorizol digunakan sebagai senyawa penanda
untuk kendali mutu bahan baku temu lawak. Oleh karena itu, kadar senyawa
bioaktif tersebut perlu ditentukan sebagai bagian dalam proses standardisasi bahan
baku maupun produk obat herbal yang mengandung temu lawak. Hal ini perlu
dilakukan karena kandungan senyawa bioaktif akan bervariasi bergantung pada
banyak faktor, seperti iklim, kondisi budidaya, waktu panen, pengeringan,
penyimpanan, proses ekstraksi, dan pemalsuan komposisi yang disengaja atau
secara kebetulan yang dapat menyebabkan variabilitas yang besar dalam bahan
aktif dan akibatnya bisa membahayakan kesehatan dan keselamatan konsumen
(Tistaert 2011).
Beberapa metode analisis kuantitatif dengan berbagai teknik analisis telah
dikembangkan untuk menentukan kandungan kurkuminoid dan xantorizol dalam
genus Curcuma. Teknik analisis yang telah banyak digunakan untuk penentuan
kurkuminoid adalah spektrofotometer UV-Tampak, KCKT-ESI-SM (Karioti et al.
2011), elektroforesis kapiler (Anubala et al. 2014), KCKT-UV, dan KCKTElectrochemical Detection (Long et al. 2013). Untuk penentuan xantorizol, teknik
yang digunakan yaitu KCKT (Aguilar 2007) dan KG-SM (Rohaimi 2012).
Beberapa teknik tersebut memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi dan
kuantifikasi kurkuminoid maupun xantorizol dalam temu lawak. Namun metode
analisis yang ada hanya dapat menentukan kadar kurkuminoid atau xantorizol
secara terpisah. Hingga saat ini belum ada suatu metode analisis yang dapat
menentukan kadar kurkuminoid dan xantorizol dalam temu lawak secara simultan.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini telah dikembangkan metode analisis
kuantitatif untuk analisis simultan kadar kurkuminoid dan xantorizol
menggunakan KCKT dengan detektor larik diode (DLD). KCKT dengan DLD
dipilih karena dapat menganalisis kemurnian puncak senyawa dan penggunaan
panjang gelombang yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan sensitivitas
dalam mendeteksi analit (Angelika et al. 2001). Untuk memastikan bahwa metode
yang telah dikembangkan dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan
maka dilakukan validasi terhadap metode analisis. Parameter validasi yang diuji
dalam penelitian ini meliputi linearitas, limit deteksi, limit kuantisasi, ketelitian,
ketepatan, dan stabilitas.

3

METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain standar
kurkumin dengan kemurnian 97.70%, demetoksikurkumin dengan kemurnian
99%, bisdemetoksikurkumin dengan kemurnian 99.40% (Chromadex Inc. Santa
Ana, CA, Amerika Serikat), standar xantorizol hasil isolasi dengan kemurnian
85.42% dikarakterisasi menggunakan KCKT, asetonitril (Merck, Darmstadt,
Jerman), metanol (Merck, Darmstadt, Jerman), asam asetat (Merck, Darmstadt,
Jerman), vanilin, etil asetat (Merck, Darmstadt, Jerman), heksana (Merck,
Darmstadt, Jerman), pelat kromatografi lapis tipis silika gel 60 F254 (Merck,
Darmstadt, Jerman), pelat kromatografi lapis tipis preparatif silika gel 60 F254
(Merck, Darmstadt, Jerman), sampel temu lawak yang berasal dari kebun
biofarmaka (umur tanam 9 dan 12 bulan) dan wonogiri. Alat-alat yang digunakan
adalah filter membran (0.45 m; PTFE; P/N E252, Whatman, Buckinghamshire,
Inggris), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) tipe LC-20A (Shimadzu,
Tokyo, Jepang), KG-SM tipe QP-5050A (Shimadzu, Tokyo, Jepang), neraca
analitik (Sartorius, Bradford, Jerman), sonikator (Branson, Danbury, Amerika
Serikat), radas distilasi, radas penguap putar, dan alat kaca yang umum digunakan
dalam laboratorium kimia.

Prosedur
Penelitian dilakukan dalam 4 tahap, yaitu tahap isolasi xantorizol, penyiapan
larutan sampel, pengoptimuman metode analisis simultan, dan validasi metode.
Distilasi rimpang temu lawak
Sebanyak 3 kg rimpang temu lawak segar yang telah di cuci bersih dan
diiris tipis kemudian dilakukan proses distilasi selama 6 jam. Distilat yang
tertampung dipisahkan menggunakan etil asetat. Semua distilat yang terkumpul
kemudian diuapkan dengan penguap putar.
Fraksionasi menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP)
Tahapan berikutnya dilakukan pemisahan menggunakan KLTP. Sebelum
dilakukan pemisahan menggunakan KLTP, terlebih dahulu dilakukan pemisahan
menggunakan KLT. Pemisahan dilakukan untuk mengetahui spot yang akan
dikeruk saat fraksionasi dengan KLTP. Sebanyak 0.0164 gram larutan minyak
atsiri ditotolkan pada pelat KLT. Fase gerak yang digunakan adalah kondisi
optimum yang telah didapatkan oleh Herdiyanto (2014), yakni heksana:etil asetat
(10:1). Kemudian pelat KLT disemprot dengan menggunakan pereaksi vanilin dan
akan memberikan warna merah-biru untuk spot yang diduga sebagai xantorizol.
Setelah diketahui spot yang diduga sebagai xantorizol, kemudian dilakukan
fraksionasi menggunakan KLTP. Fase gerak yang digunakan adalah heksana:etil
asetat (10:1). Spot dengan Rf tertentu dikeruk untuk kembali dilarutkan dengan
pelarut (heksana). Cairan pelarut kemudian dipipet dan kembali dipekatkan.

4

Karakterisasi menggunakan KG-SM
Isolat yang didapat dari hasil fraksionasi KLTP kemudian dikarakterisasi
menggunakan KG SM (Shimadzu-QP-5050A). Kolom: HP-5 MS, 60 m × 250 m
diameter internal × 0.25 mm ketebalan film. Suhu terprogram: dari 70 °C sampai
290 °C (selama 40 menit) dengan kenaikan suhu sebesar 15 °C/menit. Suhu
injektor dan lubang injektor sama, yaitu 290 °C. Suhu detektor: 250 °C. Mode
injeksi: split (50:1). Tekanan inlet: 18.03 psi. Gas pembawa berupa helium dengan
laju alir 1mL/menit. Spektrometer Massa (SM) yang digunakan adalah energi
ionisasi 70 eV, dengan mode ionisasi tumbukan elektron. Area deteksinya ialah
40-800 m/z. Setiap puncak yang muncul dalam kromatogram ion total
diidentifikasi dengan menganalisis hasil spektrum massa yang terdapat pada
pustaka SM.
Karakterisasi menggunakan KCKT
Isolat yang didapat dari hasil fraksionasi KLTP kemudian ditentukan kadar
kemurniannya dengan KCKT. Sistem KCKT yang digunakan ialah dengan kolom
C18, detektor larik diode, volume injeksi 20 L, elusi isokratik (eluen H3PO4 dan
metanol) serta suhu kolom 40 °C (Nurcholis et al. 2007). Kemurnian ditentukan
berdasarkan %area yang dihasilkan.
Penyiapan Larutan Standar Kurkuminoid dan Xantorizol
Larutan stok dibuat dari standar kurkumin, demetoksikurkumin,
bisdemetoksikurkumin, dan xantorizol yang dilarutkan dalam metanol dengan
konsentrasi 1000 g/mL. Kemudian dibuat deret standar pada masing-masing
larutan dengan 6 konsentrasi berbeda dalam rentang konsentrasi 0.5−50 g/mL
untuk kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, dan 10.68−683.36
g/mL untuk xantorizol.
Kondisi Alat Kromatografi
KCKT yang digunakan adalah tipe LC-20A (Shimadzu, Tokyo, Jepang)
yang dilengkapi dengan detektor larik diode. Kolom yang digunakan adalah
Phenomenex-C18 (150 mm × 4.16 mm) (Phenomenex, Torrance, Amerika
Serikat). Fasa gerak terdiri dari asetonitril (A) dan asam asetat (B) dengan
menggunakan elusi gradien. Kecepatan alir yang digunakan 1 mL/menit dan
dideteksi pada panjang gelombang UV-tampak menggunakan detektor larik diode
(DLD). Puncak kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, dan
xantorizol akan diidentifikasi dengan membandingkan waktu retensi terhadap
senyawa standar yang digunakan.
Penyiapan Larutan Sampel (Rafi et al. 2015)
Serbuk temu lawak diekstrak dengan metode sonikasi menggunakan
metanol. Larutan sampel dibuat dengan melarutkan sampel sebanyak 25 mg
dengan metanol 5 mL kemudian dilakukan proses sonikasi selama 1 jam. Larutan
sampel kemudian disaring menggunakan filter membran 0.45 m dan ditepatkan
volumenya menjadi 10 mL menggunakan metanol.

5

Uji Kesesuaian Sistem
Larutan standar kurkumin, bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin
dengan konsentrasi 5 g/mL dan larutan standar xantorizol dengan konsentrasi
85.42 g/mL diinjeksikan ke dalam KCKT sebanyak 5 kali pengulangan. Waktu
retensi, luas puncak, jumlah pelat teoretis, faktor kapasitas, dan faktor ikutan yang
diperoleh kemudian ditentukan simpangan baku relatifnya (SBR).
Validasi Metode
Validasi metode penentuan simultan kurkuminoid dan xantorizol dilakukan
dengan cara mengevaluasi linearitas kurva kalibrasi, limit deteksi (LD), limit
kuantisasi (LK), presisi, akurasi, dan stabilitas. Validasi metode yang dilakukan
mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh AOAC (2013).
Linearitas
Larutan standar bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, kurkumin
dengan konsentrasi 0.5, 1, 5, 10, 25, dan 50 g/mL dan larutan standar xantorizol
dengan konsentrasi 10.68, 21.37, 42.71, 85.42, 170.84, 341.68, 683.36 g/mL
diinjeksikan ke dalam KCKT. Linearitas ditentukan menggunakan metode regresi
kuadrat. Persamaan linearitas yang digunakan ialah y = a + bx. Peubah a
menyatakan intersep dan b adalah kemiringan garis dari deret standar yang diukur.
Linearitas kurva kalibrasi dilihat dari nilai koefisien korelasi (r).
Limit Deteksi dan Limit Kuantisasi
Limit deteksi dan limit kuantisasi dihitung berdasarkan nisbah S/N (signal
to noise) yang dihasilkan dari alat.
Keterulangan
Larutan sampel sebanyak 6 ulangan dibuat pada konsentrasi 25 g/mL
kemudian masing-masing larutan tersebut diinjeksikan ke dalam KCKT. Luas
puncak yang diperoleh kemudian ditentukan simpangan baku (SB) dan simpangan
baku relatifnya (SBR).
Ketepatan
Ketepatan metode ini diuji dengan menggunakan metode penambahan
standar. Larutan ekstrak temu lawak ditambahkan 1 mL larutan standar campuran
bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin dengan konsentrasi
0.5, 5, dan 50 g/mL dan larutan standar xantorizol dengan konsentrasi 10.68,
21.37, dan 42.75 g/mL. Masing-masing larutan dibuat tiga kali ulangan. Nilai %
perolehan kembali (PK) dihitung menggunakan rumus:
% Perolehan kembali =

u

a

100%

Cf
merupakan
konsentrasi
xantorizol,
bisdemetoksikurkumin,
demetoksikurkumin, dan kurkumin total setelah penambahan standar, Cu
merupakan konsentrasi xantorizol, bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin,
dan kurkumin dalam larutan contoh, dan Ca merupakan konsentrasi standar
xantorizol, bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin.

6

Stabilitas
Stabilitas ditentukan dengan cara menganalisis larutan sampel dengan
konsentrasi 25 g/mL pada 0, 4, 8, 12, 24, dan 48 jam setelah preparasi sampel
pada suhu ruang. Kadar yang diperoleh kemudian ditentukan simpangan baku
(SB) dan simpangan baku relatifnya (SBR).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Xantorizol
Ketersediaan senyawa murni xantorizol yang terbatas menyebabkan perlu
dilakukannya isolasi xantorizol sebelum melakukan pengembangan metode
analisis simultan kurkuminoid dan xantorizol. Isolasi xantorizol yang dilakukan
mengacu pada kondisi optimum pemisahan yang telah didapatkan oleh Herdiyanto
(2014) dengan modifikasi teknik ekstraksi. Teknik ekstraksi yang digunakan pada
penelitian ini adalah distilasi uap. Teknik tersebut dipilih untuk meminimalkan
interferens. Minyak atsiri yang telah didapatkan dari proses ekstraksi kemudian
difraksionasi lebih lanjut menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif
(KLTP). Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan senyawa tunggal xantorizol.
Fraksi KLTP yang telah diperoleh selanjutnya dikarakterisasi menggunakan KGSM dan KCKT.
Teknik KG-SM digunakan untuk mengetahui dugaan bobot molekul dari
senyawa isolat. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan KG-SM didapatkan
5 buah senyawa dalam fraksi, yang diidentifikasi berdasarkan pustaka. Xantorizol
sebagai senyawa utama karena puncak xantorizol yang dihasilkan memiliki %
area tertinggi. (Lampiran 2). Xantorizol teridentifikasi pada waktu retensi 13.59
menit dengan bobot molekul sebesar 218.2 g/mol (Lampiran 3) dan persen
kemiripan struktur dengan pustaka sebesar 91%. Spektrum massa yang dihasilkan
memiliki pola fragmentasi yang identik jika dibandingkan dengan spektrum
xantorizol yang terdapat pada National Institute Standards and Technology
(NIST) (2011) sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi adalah
xantorizol. Selain dengan KG-SM, karakterisasi juga dilakukan dengan
menggunakan KCKT untuk mengetahui persen kemurnian dari sampel.
Berdasarkan karakterisasi menggunakan KCKT (Lampiran 4), persen kemurnian
sampel diperoleh sebesar 85.42%.
Penyiapan Larutan Sampel Temu Lawak
Temu lawak diekstraksi menggunakan metode sonikasi untuk mengambil
kurkuminoid dan xantorizol. Metode sonikasi dipilih karena waktu ekstraksi yang
cepat dan dapat meminimalisir jumlah pelarut yang digunakan. Selama ekstraksi
menggunakan metode sonikasi terjadi proses kavitasi yang dapat menyebabkan
pecahnya dinding sel, akibatnya akan meningkatkan kontak pelarut dengan bahan
yang diekstrak sehingga dapat meningkatkan rendemen. Pelarut metanol
digunakan karena kurkuminoid dan xantorizol merupakan senyawa yang dapat
larut dengan baik pada pelarut metanol. Sehingga penggunaan metanol diharapkan

7

dapat mengekstrak lebih banyak kurkuminoid dan xantorizol yang terdapat pada
rimpang temu lawak.
Pengoptimuman Kondisi KCKT
Pengoptimuman kondisi untuk pemisahan kurkuminoid dan xantorizol pada
KCKT dilakukan untuk menghasilkan kromatogram dengan pemisahan yang baik.
Faktor terpenting yang dievaluasi dalam pengoptimuman kondisi pemisahan dan
pengukuran analit target yaitu komposisi fase gerak yang digunakan. Panjang
gelombang deteksi yang digunakan dipilih dari literatur yang ada yaitu 425 nm
untuk kurkuminoid (Jangle & Thorat 2013; Rafi et al. 2015) dan 224 nm untuk
xantorizol (Nurcholis et al. 2007). Kedua panjang gelombang dipilih karena
senyawa yang dianalisis memiliki serapan yang kuat pada daerah panjang
gelombang tersebut. Parameter lainnya yang dapat memengaruhi hasil suatu
kromatogram adalah kecepatan alir. Kecepatan alir yang digunakan adalah 1
mL/menit. Kondisi tersebut dipilih karena dapat menghasilkan keterpisahan yang
baik dalam pemisahan senyawa kurkuminoid (Rafi et al. 2015). Selanjutnya
dilakukan pengoptimuman komposisi fase gerak dan konsentrasi fase gerak yang
digunakan agar pemisahan analit target memiliki nilai resolusi ≥ 1.50.
Kondisi pemisahan dilakukan menggunakan kolom Phenomenex C18 dengan
sistem elusi gradien. Fase diam C18 dipilih karena banyak digunakan pada
pemisahan senyawa fenolik dalam beragam jenis matriks, dengan daya pemisahan
yang sangat baik untuk senyawa yang berbeda dalam suatu bahan uji (Valls et al.
2009). Fase gerak yang digunakan pada sistem elusi gradien adalah asetonitril dan
asam asetat. Pelarut asetonitril merupakan pelarut dengan UV-cut off yang rendah
dan memiliki tekanan balik yang rendah terhadap kolom sehingga dapat
menghasilkan keterpisahan yang baik dalam kromatogram. Penggunaan larutan
asam asetat sebagai fase gerak juga akan meningkatkan pemisahan pada
kurkuminoid sehingga resolusi dan bentuk puncak yang dihasilkan semakin baik
(Cheng 2010).
Pengoptimuman awal dilakukan secara terpisah antara standar kurkuminoid
dan xantorizol untuk memudahkan identifikasi waktu retensi pada masing-masing
senyawa (Lampiran 5). Komposisi fase gerak yang digunakan pada optimasi awal
adalah asetonitril (A) dan asam asetat 0.005% (B) dengan perbandingan 45−80%
(A) selama 30 menit. Pada kondisi tersebut (Gambar 2), resolusi puncak
bisdemetoksikurkumin terhadap demetoksikurkumin sebesar 1.77 dan resolusi
puncak demetoksikurkumin terhadap kurkumin sebesar 1.63.
Selanjutnya dilakukan perubahan kondisi total waktu analisis menjadi 35
menit dengan komposisi 45−85% (A) untuk meningkatkan keterpisahan antar
puncak. Pada kondisi tersebut didapatkan resolusi antar puncak meningkat 25%
dari kondisi pemisahan awal. Resolusi puncak bisdemetoksikurkumin terhadap
demetoksikurkumin menjadi 2.249 dan resolusi puncak demetoksikurkumin
terhadap kurkumin menjadi 1.996. Kemudian dilakukan perubahan total waktu
analisis dengan komposisi fase gerak yang sama menjadi 45−85% (A) selama 40
menit. Pada kondisi ini (Gambar 2) didapatkan resolusi antar puncak meningkat
15% dari kondisi pemisahan awal. Resolusi antar puncak bisdemetoksikurkumin
terhadap demetoksikurkumin menjadi 2.024 dan puncak demetoksikurkumin
terhadap kurkumin menjadi 1.855. Berdasarkan nilai resolusi yang dihasilkan

8

pada masing-masing kondisi, maka kondisi 45−85% (A) selama 35 menit
digunakan sebagai kondisi optimum dalam analisis kurkuminoid.
[× 105]

1

Intensitas puncak (mAU)

2

3

c

b

a

Waktu (menit)
Gambar

2

Profil kromatogram standar bisdemetoksikurkumin (1),
demetoksikurkumin (2), dan kurkumin (3) dengan konsentrasi
masing-masing standar 5 g/mL. Fase gerak yang digunakan
asetonitril dan asam asetat 0.005% pada kondisi 45−80% (A)
pada menit 0−30 menit (a), 45−85% (A) pada menit 0−35 menit
(b), 45−85% (A) pada menit 0−40 menit (c) dengan kecepatan
alir sebesar 1 mL/menit dan dideteksi pada panjang gelombang
425 nm.

Kondisi optimum yang telah didapatkan pada analisis kurkuminoid
selanjutnya digunakan untuk pemisahan xantorizol. Kromatogram standar
xantorizol disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3, xantorizol teretensi
hingga waktu 25.60 menit dengan resolusi > 1.50. Perbedaan waktu retensi yang
besar antara senyawa kurkuminoid dan xantorizol memungkinkan dilakukannya
analisis simultan menggunakan komposisi tersebut karena tidak terjadi tumpang
tindih puncak kromatogram masing-masing senyawa.

9

Intensitas puncak
(mAU)

[× 104] 8

4

6
4
2
0
0

10

20
Waktu (menit)

Gambar 3 Profil kromatogram standar xantorizol (4) dengan konsentrasi 170.84
g/mL. Fase gerak yang digunakan asetonitril dan asam asetat
0.005% pada kondisi 45−85% (A) pada menit 0−35 menit dengan
kecepatan alir sebesar 1 mL/menit dan dideteksi pada panjang
gelombang 224 nm.
Selain komposisi fase gerak juga dilakukan pengoptimuman konsentrasi
asam asetat yang digunakan untuk meningkatkan sensitivitas dan keterpisahan
masing-masing senyawa. Menurut Cheng (2010) penggunaan asam asetat 0.5%
dapat meningkatkan keterpisahan antar puncak senyawa kurkuminoid. Sehingga
pada optimasi ini dilakukan variasi konsentrasi asam asetat pada konsentrasi
sebesar 0.005%, 0.05%, dan 0.5%. Gambar 4 menunjukkan bahwa resolusi antar
puncak senyawa kurkuminoid meningkat 10% dengan bertambahnya konsentrasi
asam asetat.
[× 105]
Intensitas puncak (mAU)

1

23

c

b

a
Waktu (menit)
Gambar

4

Profil kromatogram standar bisdemetoksikurkumin (1),
demetoksikurkumin (2), dan kurkumin (3) dengan konsentrasi
masing-masing standar 5 g/mL. Fase gerak yang digunakan
asetonitril dan asam asetat 0.5% (a), asetonitril dan asam
asetat 0.05% (b), asetonitril dan asam asetat 0.005% (c).

10

Semakin tinggi konsentrasi asam asetat yang digunakan menyebabkan
terjadinya penurunan yang signifikan terhadap garis dasar dari senyawa xantorizol
(Gambar 5). Penurunan garis dasar ini menyebabkan luas puncak xantorizol tidak
terkuantifikasi dengan tepat. Hal ini disebabkan pada konsentrasi > 0.005% asam
asetat memiliki nilai UV-cut off sebesar 260 nm yang dapat memberi serapan saat
deteksi xantorizol pada panjang gelombang 224 nm. Sehingga konsentrasi asam
asetat yang digunakan sebagai fase gerak dalam analisis simultan ditetapkan
sebesar 0.005% agar garis dasar kromatogram tetap berada pada posisi 0 mAU
dan resolusi dari senyawa kurkuminoid tetap berada pada nilai ˃ 1.50.

Intensitas puncak (mAU)

[× 105]
4

c

b

a

Waktu (menit)
Gambar 5 Profil kromatogram standar xantorizol (4) dengan konsentrasi 85.42
g/mL. Fase gerak yang digunakan asetonitril dan asam asetat 0.5%
(a), asetonitril dan asam asetat 0.05% (b), asetonitril dan asam asetat
0.005% (c).

Komposisi dan konsentrasi fase gerak yang telah optimum kemudian
digunakan pada analisis kurkuminoid dan xantorizol dalam sampel temu lawak.
Senyawa target dalam sampel diidentifikasi dengan membandingkan waktu
retensi yang disajikan dalam kromatogram campuran larutan standar (Gambar 2
dan Gambar 3). Kromatogram sampel temu lawak disajikan pada Gambar 6.
Berdasarkan Gambar 6, nilai resolusi yang dihasilkan antara puncak kurkuminoid
dan xantorizol dalam sampel > 1.50. Nilai resolusi > 1.50 menunjukkan bahwa
metode yang dikembangkan dapat digunakan untuk analisis simultan kadar
kurkuminoid dan xantorizol, karena puncak kromatogram yang dihasilkan
memiliki pemisahan yang baik.

11

[× 105]

Intensitas puncak (mAU)

3

2
425 nm
1
4
3
2
1

224 nm

Waktu (menit)
Gambar 6 Profil kromatogram sampel temulawak dengan konsentrasi 10 g/mL.
Puncak bisdemetoksikurkumin (1), demetoksikurkumin (2), kurkumin
(3), dan xantorizol (4). Fase gerak yang digunakan asetonitril dan
asam asetat 0.005% pada kondisi 45−85% (A) pada menit 0−35 menit
dengan kecepatan alir sebesar 1 mL/menit dan dideteksi pada panjang
gelombang 425 nm dan 224 nm.

Kesesuaian Sistem (System Suitability)
Kesesuaian sistem dievaluasi untuk mengetahui bahwa kinerja sistem telah
memenuhi standar yang dibutuhkan. Uji kesesuaian sistem dilakukan
menggunakan standar campuran kurkumin (CUR), demetoksikurkumin (DMC),
bisdemetoksikurkumin (BDMC), dengan konsentrasi sebesar 5 g/mL dan 85.42
g/mL untuk xantorizol (XNT). Simpangan baku relatif (SBR) dari waktu retensi,
luas puncak, faktor kapasitas, faktor ikutan, dan jumlah pelat teoretis dievaluasi
untuk menentukan kesesuaian sistem. Berdasarkan Tabel 1, %SBR untuk semua
parameter yang diuji pada kesesuaian sistem diketahui kurang dari 2.70%, kecuali
untuk faktor kapasitas xantorizol didapatkan %SBR sebesar 3.42%. Hal ini
mengindikasikan variasi yang rendah terhadap pemisahan kurkuminoid dan
xantorizol.
Tabel 1 Uji kesesuaian sistem untuk penentuan kurkuminoid dan xantorizol
Analita
Waktu
Retensi
(menit)
Rerata
SBR (%)

CUR

DMC

BDMC

XNT

10.44
1.07

9.77
1.30

9.12
1.58

25.63
0.37

12

lanjutan Tabel 1
Analita
Luas Puncak
Rerata
SBR (%)
Faktor
Kapasitas
Rerata
SBR (%)
Faktor Ikutan
Rerata
SBR (%)
Jumlah Pelat
Teoretis
Rerata
SBR (%)
a

CUR

DMC

BDMC

XNT

1510494
2.39

1445361
2.37

1941694
2.55

520564.80
1.11

6.86
1.98

6.35
1.97

5.86
2.05

18.07
3.42

1.34
1.15

1.27
0.55

1.19
1.10

1.01
0.99

15251
2.13

14872
2.57

14982
2.68

74050
0.51

Analit; BDMC: bisdemetoksikurkumin, DMC: demetoksikurkumin, CUR: kurkumin, XNT:
xantorizol.

Validasi Metode untuk Analisis Kuantitatif Kurkuminoid dan Xantorizol
Validasi metode untuk analisis kuantitatif kurkuminoid dan xantorizol
dilakukan untuk mengonfirmasi bahwa metode yang telah dikembangkan dapat
digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Parameter yang dievaluasi
dalam validasi metode meliputi linearitas, limit deteksi, limit kuantisasi,
ketelitian, ketepatan, dan stabilitas. Penentuan linearitas diuji dengan cara
membuat kurva hubungan antara konsentrasi standar pada sumbu x dan luas
puncak pada sumbu y. Rentang konsentrasi yang digunakan adalah 0.5−50 g/mL
untuk kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin dan 10.68−683.9
g/mL untuk standar xantorizol. Tabel 2 menyajikan persamaan regresi linear dari
masing-masing kurva standar. Linearitas kurva kalibrasi dinyatakan dalam
koefisien korelasi (r). Berdasarkan Tabel 2, linearitas kurva yang dihasilkan lebih
dari 0.9900. Hal ini menunjukkan bahwa nilai r yang dihasilkan telah memenuhi
standar yang telah ditetapkan oleh AOAC (2013), yakni sebesar 0.9900. Hal ini
menunjukkan bahwa metode yang digunakan dapat mengukur respon yang
sebanding dengan kadar analit dalam larutan uji.
Limit deteksi (LD) dan kuantisasi (LK) ditentukan berdasarkan nisbah S/N
(signal to noise). Limit deteksi ditentukan untuk mengetahui konsentrasi analit
terendah yang dapat diukur. Nilai limit deteksi yang dihasilkan bergantung pada
metode yang digunakan. Nilai yang dihasilkan (Tabel 2) menunjukkan bahwa
sinyal antara kurkuminoid dan xantorizol dengan derau dapat dibedakan pada
rentang konsentrasi 0.0090−0.2892 g/mL. Limit kuantisasi ditentukan untuk
mengetahui konsentrasi terendah yang terdapat dalam sampel yang dapat diukur
secara tepat dan teliti. Nilai limit kuantisasi yang dihasilkan berada pada rentang
0.0302−0.9640 g/mL. Konsentrasi analit yang terukur di bawah nilai tersebut
memberikan ketelitian dan ketepatan yang kurang baik. Nilai LD dan LK yang

13

rendah menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki sensitivitas yang
baik. Perhitungan limit deteksi dan limit kuantisasi disajikan pada Lampiran 8.
Tabel 2 Linearitas, LD, dan LK untuk analisis kuantitatif kurkuminoid dan
xantorizol
Analita

Persamaan regresi
(y = a + bx)
y = 272760x - 187424
y = 197688x - 59747
y = 204434x - 54376
y = 5338.6x + 31255

BDMC
DMC
CUR
XNT

Koefisien
korelasi (r)
0.9995
0.9999
0.9999
0.9989

LDb
(g/mL)
0.0090
0.0110
0.0126
0.2892

LKb
(g/mL)
0.0302
0.0369
0.0420
0.9640

a

Analit; BDMC: bisdemetoksikurkumin, DMC: demetoksikurkumin, CUR: kurkumin, XNT:
xantorizol. bLD: limit deteksi, LK: limit kuantisasi.

Tabel 3 menyajikan data untuk parameter ketelitian, ketepatan dan stabilitas
sampel. Penentuan ketelitian dilakukan sebanyak enam kali ulangan dan diukur
pada hari yang sama. Ketelitian yang dilakukan merupakan kedapatulangan
karena dilakukan oleh operator, instrumen, peralatan, dan laboratorium yang
sama. Kedapatulangan dapat digunakan untuk mengetahui adanya galat acak yang
berasal dari preparasi contoh, seperti penimbangan, ekstraksi contoh dan
pembuatan larutan. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa rerata %SBR
yang didapatkan kurang dari nilai yang telah ditetapkan oleh AOAC, yakni
3.70%. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan memiliki
ketelitian yang baik. Perhitungan ketelitian disajikan pada Lampiran 9.
Tabel 3 Penentuan ketelitian, ketepatan, dan stabilitas metode
Analita

Ketelitian
SBR (%)

BDMC
DMC
CUR
XNT

0.50
1.03
0.81
1.67

Ketepatan
Rerata perolehan
SBR (%)
kembali (%)b

106.12
99.04
101.10
104.11

2.60
1.70
2.10
0.70

Stabilitasc

1.56
0.37
1.32
2.56

a

Analit; BDMC: bisdemetoksikurkumin, DMC: demetoksikurkumin, CUR:
kurkumin, XNT: xantorizol.bTiga variasi konsentrasi standar kurkuminoid (0.5; 1; 2
g/mL) dan xantorizol (10.68; 21.36; 42.71 g/mL) yang ditambahkan ke dalam
larutan sampel dan masing-masing pengukuran dilakukan tiga kali ulangan. cUntuk 6
kali ulangan pada waktu 0, 4, 8, 12, 24, dan 48 jam setelah ekstraksi sampel.

Ketepatan metode ditentukan dengan metode penambahan standar dan
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (PK). Perolehan kembali merupakan
jumlah standar yang dapat diperoleh kembali setelah ditambahkan ke dalam
contoh dan dapat menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar
analit yang sebenarnya. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai PK yang diperoleh dari
masing-masing analit sebesar 99−106.12% dan telah memenuhi batas penerimaan
PK yang telah ditetapkan oleh AOAC (2013), yakni sebesar 80−120%. Nilai PK
yang telah memenuhi standar dan %SBR yang rendah, menunjukkan bahwa

14

metode yang digunakan dalam analisis memiliki ketepatan yang baik. Perhitungan
nilai PK disajikan pada lampiran 10.
Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui kestabilan analit yang terdapat
dalam larutan sampel. Uji stabilitas juga dapat menunjukkan keandalan suatu
metode analisis dengan mempertimbangkan variasi dalam parameter metode.
Stabilitas ditentukan dengan menganalisis larutan sampel pada interval waktu
tertentu setelah ekstraksi. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa analit stabil
dalam larutan sampel dengan nilai SBR berkisar antara 0.37−2.56% untuk semua
senyawa. Nilai %SBR yang lebih tinggi pada xantorizol menunjukkan bahwa
analisis sampel yang mengandung xantorizol harus dilakukan sesaat setelah
preparasi.
Penentuan Kadar Kurkuminoid dan Xantorizol dalam Sampel Temu Lawak
Penentuan kadar kurkuminoid dan xantorizol dilakukan pada masingmasing sampel dengan tiga kali ulangan. Sampel temu lawak yang dianalisis
berasal dari kebun biofarmaka dengan umur tanam masing-masing 9 dan 12
bulan, serta sampel temu lawak yang berasal dari wonogiri. Berdasarkan Tabel 4
dapat diketahui bahwa kandungan kurkuminoid dan xantorizol tertinggi terdapat
pada sampel temu lawak yang berumur 12 bulan.
Tabel 4 Kadar kurkuminoid dan xantorizol dalam sampel temu lawak
Sampel temu lawak
Biofarmaka-9 bulan
Biofarmaka-12 bulan
Wonogiri

BDMC
0.57
0.63
0.32

Kadar analita (mg/g), n = 3
DMC
CUR
4.04
8.27
4.84
9.64
1.42
5.80

XNT
149.070
163.218
91.99

a

Analit; BDMC: bisdemetoksikurkumin, DMC: demetoksikurkumin, CUR: kurkumin, XNT:
xantorizol.

Perbedaan kandungan bioaktif dalam sampel dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti faktor genetik dan lingkungan tumbuh tanaman temu lawak
(Nurcholis et al. 2012). Menurut Ferry et al. (2009), kadar kurkuminoid dan
minyak atsiri optimum tercapai saat rimpang berumur 10−12 bulan.

SIMPULAN
Kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor larik diode dapat
digunakan untuk analisis kurkuminoid dan xantorizol secara simultan. Kondisi
optimum pengukuran analit dilakukan menggunakan fase gerak asetonitril dan
asam asetat 0.005% dengan sistem elusi gradien. Panjang gelombang optimum
yang digunakan adalah 425 nm untuk kurkuminoid dan 224 nm untuk xantorizol
dengan laju alir 1 mL/menit. Berdasarkan parameter-parameter validasi yang
diuji, metode yang dikembangkan telah memenuhi kriteria penerimaan yang
ditetapkan oleh AOAC.

15

SARAN
Fraksionasi lanjutan perlu dilakukan untuk memperoleh kemurnian senyawa
yang lebih tinggi pada isolasi xantorizol. Selain itu optimasi ekstraksi juga perlu
dilakukan untuk meningkatkan rendemen kurkuminoid dan xantorizol yang
diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA
Aguilar MI, Nadia O, Israel B, Andres N, Robert B. 2007. Development
validation of a liquid chromatography method for quantification of
xanthorrhizol in roots of Iostephane heterophylla (Cav.) Benth ex Hemsl. J
AOAC Int. 90(4): 892-896.
Angelika, Gratzfeld-Hüsgen, Rainer Schuster. 2001. HPLC for Food Analysis.
Jerman (DE): Agilent Technologies Company.
Anubala S, R Sekar, Nagaiah K. 2014. Development and validation of an
analytical method for the separation and determination of major bioactive
curcuminoids in Curcuma longa rhizomes and herbal products using non
aqueous
capillary
electrophoresis.
Talanta.
123:
10-17.
doi:10.1016/j.talanta.2014.01.017.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2013. Guidelines for
Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary
Supplements and Botanicals [Internet]. [diunduh 2015 Jan 16]. Tersedia
pada: http://www.eoma.aoac.org/app_k.pdf.
Bahmani M, Kourosh S, Mahmoud RK, Seyed AK, Zohre E, Mahyar J. 2014. The
most common herbal medicines affecting Sarcomastigophora branches: a
review study. APJTM. 7 (1): S14-S21. doi: 10.1016/S19957645(14)60198X.
Cheah YH, Fariza JN, Rozie S, Thiam TT, Hawariah LPA, Hasnah MS, Badrul
AAR, Noor RA, Zakiah I. 2009. Combined xanthorrhizol-curcumin exhibits
synergistic growth inhibitory activity via apoptosis induction in human
breast cancer cell MDA-MB-231. Cancer Cell Int. 9(1): 1-12. doi:
10.1186/1475-2867-9-1.
Cheng J, Kong W, Luo Y, Wang J, Wang H, Li Q, Xiao X. 2010. Development
and validation of UPLC method for quality control of Curcuma linn.: Fast
simultaneous quantitation of curcuminoids. J Pharm Biomed Anal. 53(1):
43-49. doi: 10.1016/j.jpba.2010.03.021.
Cho JY. Jae-Kwan H. Hyang SC. 2011. Xanthorrhizol attenuates dextran sulfate
sodium-induced colitis via the modulation of the expression of
inflammatory genes in mice. Life Sci. 88(19-20): 864-870.
doi:10.1016/j.lfs.2011.03.007.
Devaraj S, Sabariah I, Surash R, Santhini M, Yam MF. 2010. Evaluation of the
hepatoprotective activity of standardized ethanolic extract of Curcuma
xanthorrhiza Roxb. J Med Plants Res. 4(23): 2512-2517. doi:
10.5897/JMPR10.453.

16

Ferry Y, Bambang ET, Enny R. 2009. Pengaruh intensitas cahaya dan umur panen
terhadap pertumbuhan, produksi, dan kualitas hasil temu lawak di antara
tanaman kelapa. Bul Littro. 20(2): 131-140.
Helen MPA, Susheela GK, Jayasree S, Nizzy AM, Rajagopal B, Jeeva S.
Phytochemical characterization and antimicrobial activity of Curcuma
xanthorrhiza Roxb. Asian Pac J Trop Biomed. 2(2): 637-640.doi:
10.1016/S2221-1691(12)60288-3.
Herdiyanto. 2014. Pengoptimuman metode ekstraksi dan isolasi xantorizol dari
temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Hwang JK, JS Shim, YR Pyun. 2000. Antibacterial activity of xanthorrhizol from
Curcuma xanthorrhiza against oral pathogens. Fitoterapia. 71(3): 321-323.
doi:10.1016/S0367-326X(99)00170-7.
Itokawa H, Qian S, Toshiyuki A, Susan L Morris-Natschke, Kuo-Hsiung Lee.
2008. Recent advances in the investigation of curcuminoids. Chin Med.
3(11). doi: 10.1186/1749-8546-3-11.
Jangle RD & BN Thorat. 2013. Reversed-phase high-performance liquid
chromatography method for analysis of curcuminoids and curcuminoidloaded liposome formulation. Indian J Pharm Sci. 75(1): 60-66.
doi:0.4103/0250-474X.113555.
Karioti A, Elisa F, Franco FV, Anna RB. 2011. Analysis and stability of the
constituents of Curcuma longa and Harpagophytum procumbens tinctures
by HPLC-DAD and HPLC- ESI-MS. J Pharm Biomed Anal. 55(3) : 479486. doi:10.1016/j.jpba.2011.02.029.
Li R, Cheng X, Min Y, Hui-Fang Li, Xing Z, De-An Guo. 2011. Qualitative and
quantitative analysis of curcuminoids in herbal medicines derived from
Curcuma
species.
Food
Chem.
126(4):
1890-1895.
doi:
10.1016/j.foodchem.2010.12.014.
Lim CS, DQ Jin, H Mok, SJ Oh, JU Lee, JK Hwang, I Ha, JS Han. 2005.
Antioxidant and antiinflammatory activities of xanthorrizol in hippocampal
neurons and primary cultured microglia. J Neurosci Res.
82: 831-838.
doi: 10.1002/jnr.20692.
Long Y, Wenpeng Z, Fang W, Zilin C. 2013. Simultaneous determination of three
curcuminoids in Curcuma longa L. by high performance liquid
chromatography coupled with electrochemical detection. J Pharm Anal.
4(5): 325-330. doi: 10.1016/j.jpha.2013.10.002.
Mishra S, Kalpana P. 2008. The effect of curcumin (turmeric) on Alzheimer’s
disease: An overview. Ann Indian Acad Neurol. 11(1): 13-19. doi:
10.4103/0972-2327.40220.
[NIST] National Institute Standard Technology. 2011. Material Measurement
Laboratory: Phenol, 5-(1,5 dimethyl-4-hexenyl)-2-methyl-, (R)-. [Internet]
[diunduh
2015
September
10].
Tersedia
pada:
http://webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C30199269&Mask=200.
Nurcholis W, Edy DP, Mono R, Latifah KD. 2012. Variasi bahan bioaktif dan
bioaktivitas tiga nomor harapan temu lawak pada lokasi budidaya berbeda. J
Agron Indones. 40(2): 153-159.
Rafi M, Laela W, Rudi H, Latifah KD, Lee WL, Toyohide T. 2015.
urcuminoid’s content and ingerprint analysis or authentication and

17

discrimination of Curcuma xanthorrhiza from Curcuma longa by highperformance liquid chromatography-diode array detector. Food Anal.
Method. 8(9): 2185-2193. doi: 10.1007/s12161-015-0110-1.
Rohaimi AH, Marina SM, Sabariah I, Roziahanim M. 2012. Standardization and
phytochemical studies of Curcuma xanthorrhiza. Int J Pharm Pharm Sci.
4(3): 606-610.
Rukayadi Y, Dongeun Y, JK Hwang. 2006. In vitro anticandidal activity of
xanthorrhizol isolated from Curcuma xanthorrhiza Roxb. JAC. 1-4.
doi:10.1093/jac/dkl132.
Tistaert C, Bieke D, Yvan VH. 2011. Chromatographic separation techniques and
data handling methods for herbal fingerprints: a review. Anal Chim Acta.
690: 148-161. doi: 10.1016/j.aca.2011.02.023.
Valls J, Silvia M, M Pilar Marti, Eva B, Lluis A. 2009. Advanced separation
methods of food anthocyanins, isoflavones and flavonols. J Chromatogr A.
1216(43): 7143-7172. doi: 0.1016/j.chroma.2009.07.030.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Isolasi Xantorizol

Penyiapan Larutan Standar

Sonikasi

Deret standar dibuat dengan 6 konsentrasi berbeda
dalam rentang konsentrasi 0.5−50 g/mL
(kurkuminoid) dan 10.68−683.36 g/mL (xantorizol)

Pelarut: Metanol
Nisbah bahan:pelarut
1:200 selama 60 menit

Optimasi Kondisi Alat Kromatografi
Elusi gradien dengan pelarut:
Asetonitril:Asam Asetat 0.005%

Uji Kesesuaian Sistem
Penyiapan Larutan Sampel

Validasi Metode

Linearitas

Limit deteksi

Limit kuantisasi

Presisi

Penentuan kadar kurkuminoid
dan xantorizol pada ekstrak
temu lawak

Akurasi

Stabilitas

19

Lampiran 2 Kromatogram KG-SM senyawa isolat yang diduga xantorizol
Abundance
TIC: SAMPLE1.D\data.ms
13.587

9000000
8000000
7000000
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000

1
3
.3
35
.02
00
.6
1
153
121.5
8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00 30.00 32.00
Time-->

Lampiran 3 Spektrum massa KG-SM senyawa isolat yang diduga xantorizol
Abundance
Scan882(13.580min): SAMPLE1.D\data.ms
136.1
1800000
1600000
1400000
1200000
1000000
800000
218.2
600000
400000
200000

91.1
41.1
175.2

281.1

0
50
m/z-->

100

150

200

250

300

341.1
350

403.1

451.0

503.5

553.2

400

450

500

550

20

Intensitas puncak
(mAU)

Lampiran 4 Profil kromatogram standar xantorizol 170.84 g/mL

Xantorizol

Waktu (menit)

Puncak

Luas puncak

1
2
3
4
5
6
7
Total

18255
40076
28026
24442
21734
6309
813354
952195

Waktu retensi
(menit)
3.021
3.172
3.848
4.396
5.434
7.836
8.867

Area (%)
1.917
4.209
2.943
2.567
2.283
0.663
85.419
100.00

Lampiran 5 Pengoptimuman komposisi fase gerak

Intensitas puncak (uV)

a) Kromatogram standar kurkuminoid 5 g/mL dengan komposisi fase gerak
asetonitril:asam asetat 0.005% (45−80%) selama 30 menit
1
2

3

Waktu (menit)

Intensitas puncak (uV)

b) Kromatogram standar kurkuminoid 5 g/mL dengan komposisi fase gerak
asetonitril:asam asetat 0.005% (45−85%) selama 35 menit
1
2
3

Waktu (menit)

21

Intensitas puncak (uV)

lanjutan Lampiran 5
c) Kromatogram standar kurkuminoid 5 g/mL dengan komposisi fase gerak
asetonitril:asam asetat 0.005% (45−85%) selama 40 menit
1
2

3

Waktu (menit)

d) Kromatogram standar xantorizol 170.84 g/mL dengan komposisi fase
gerak asetonitril:asam asetat 0.005% (45−85%) selama 35 menit
Intensitas puncak (uV)

4

Waktu (menit)

Intensitas puncak (uV)

e) Kromatogram standar kurkuminoid 5 g/mL dengan komposisi
asetonitril:asam asetat 0.005%
1
2

3

Waktu (menit)

Intensitas puncak (uV)

f) Kromatogram standar kurkuminoid 5 g/mL dengan komposisi fase gerak
asetonitril:asam asetat 0.05%
1
23

Waktu (menit)

22

Intensitas puncak (uV)

lanjutan Lampiran 5
g) Kromatogram standar kurkuminoid 5 g/mL dengan komposisi fase gerak
asetonitril:asam asetat 0.5%
1

23

Waktu (menit)

h) Kromatogram standar xantorizol 85.42 g/mL dengan komposisi fase
gerak asetonitril:asam asetat 0.005%
Intensitas puncak (uV)

4

Intensitas puncak (uV)

i) Kromatogram standar xantorizol 85.42 g/mL dengan komposisi fase
gerak asetonitril:asam asetat 0.05%
4

Waktu (menit)

Intensitas puncak (uV)

j) Kromatogram standar xantorizol 85.42 g/mL dengan komposisi fase
gerak asetonitril:asam asetat 0.5%

4

Waktu (menit)

23

lanjutan Lampiran 5

Intensitas puncak (mAU)

k) Kromatogram sampel temu lawak dengan komposisi fase gerak
asetonitril:asam asetat 0.005% (45−85%) selama 35 menit
3

2

PDA multi 1/ 425 nm

1

Intensitas puncak (mAU)

Waktu (menit)
4

3

PDA multi 2/ 224 nm

2
1

Waktu (menit)

Keterangan
1: Puncak bisdemetoksikurkumin
2: Puncak demetoksikurkumin
3: Puncak kurkumin
4: Puncak xantorizol
Lampiran 6 Uji kesesuaian sistem menggunakan standar kurkuminoid (5 g/mL)
dan standar xantorizol (85.42 g/mL)
Analita

BDMC

DMC

CUR

Ulangan

Luas
puncak

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3

1911258
1898797
1905024
1982811
2000410
1423857
1418302
1416223
1466942
1489571
1488345
1476215
1468424

Waktu
retensi
(menit)
9.278
9.156
9.071
8.895
9.185
9.921
9.811
9.732
9.575
9.800
10.582
10.484
10.413

Faktor
kapasitas

Faktor
ikutan

5.347
5.754
5.714
5.950
5.958
6.428
6.237
6.203
6.480
6.424
6.923
6.733
6.707

1.206
1.212
1.196
1.180
1.188
1.280
1.280
1.282
1.270
1.270
1.346
1.347
1.352

Jumlah
pelat
teoretis
15276
14307
15063
14342
15352
15205
14845
14923
14267
15179
15542
15236
15326

24

Lanjutan Lampiran 6
Analita

Ulangan

Luas
puncak

4
5
1
2
3
4
5

1502101
1557829
511735
527108
522705
522676
518600

XNT
a

Waktu
retensi
(menit)
10.276
10.433
25.770
24.672
24.610
24.567
24.527

Faktor
kapasitas

Faktor
ikutan

7.028
6.903
17.495
18.247
17.560
19.020
18.040

1.332
1.315
1.024
1.009
1.004
1.003
0.998

Jumlah
pelat
teoretis
14747
15498
74549
74114
74214
73571
73801

Analit; BDMC: bisdemetoksikurkumin, DMC: demetoksikurkumin, CUR: kurkumin, XNT:
xantorizol.

Contoh perhitungan standar bisdemetoksikurkumin (BDMC) ulangan 1:
0. 4

Simpangan Baku (SB) =

SBR (%) =

SB

00

.58%

Keterangan
xi : Waktu retensi ulangan ke-i
x : Rerata waktu retensi
n : Banyaknya ulangan (n = 5)
Lampiran 7 Linearitas standar kurkuminoid dan xantorizol
Analita

BDMC

DMC

CUR

Konsentrasi standar
(g/mL)
0.5
1
5
10
25
50
0.5
1
5
10
25
50
0.5
1
5
10

Luas puncak
102474
223297
114972
2328000
6445132
13584651
84755
183929
933042