KUALITAS FISIK DAGING SAPI DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG

(1)

Alda Nasrul Haqa, Dian Septinovab, Purnama Edy Santosab a)

Mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung b)

Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145

ABSTRAK

Meningkatnya jumlah penduduk membuat permintaan daging mengingkat. Hal tersebut harus diikuti dengan kualitas daging yang dijual. Daging berkualitas yang dijual dipasar tradisional dapat diketahui dengan melakukan pengujian fisik daging, yaitu dengan mengetahui pH, daya ikat air, dan susut masak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas daging secara uji fisik (pH, daya ikat air, susut masak) di pasar tradisional Kota Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Cara pengambilan data menggunakan metodepurposive samplingdan kuisioner sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan yaitu : jumlah penjualan daging > 25 kg/hari, milik sendiri/pekerjaan tetap, lama berjualan minimal 2 tahun. Banyaknya sampel daging yang diambil sebanyak ± 300 gram. Metode kuisioner digunakan untuk mengetahui asal daging sapi, waktu pemotongan, kondisi pasar, tempat penjualan dan alat-alat yang digunakan. Hasil penelitian kualitas fisik dari pasar tradisional di Bandar Lampung menunjukan kisaran nilai pH adalah 5,47-6,99, daya ikat air daging 44,31-77,67%, serta susut masak 4,64-27,91%. Secara keseluruhan berdasarkan daging sapi yang dijual di pasar tradisional Kota Bandar Lampung termasuk normal.


(2)

The Physical of Beef from Traditional Market in Bandar Lampung Alda Nasrul Haqa, Dian Septinovab, Purnama Edy Santosab a)

Student of Departement of Animal Husbandry, Agriculture Faculty, University of Lampung

b)

Lecturer of Departement of Animal Husbandry, Agriculture Faculty, University of Lampung

Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145 ABSTRACT

The increasing amount of populations makes the beef demand increased. This case should be followed by the quality of beef sold. The beef quality sold in traditional market can be identified by conducting the physical test of beef, that is finding out the pH, water holding capacity, and cooking losses. This research was aimed to find out the beef quality through physical testing (pH, water holding capacity, and cooking losses) at traditional markets in Bandar Lampung city. The method used in this research was survey. Data collecting techniques were purposive sampling and questionnaire based on the requirements specified such as: the number of beef sales >25 kg/day, one’s own/ permanent work, and at least 2 years selling, The beef samples taken were about 300 grams. Questionnaire was used to find out the origin of beef, cutting time, market condition, sales area, and equipments used. The result of beef’s physical quality from traditional market in Bandar Lampung city showed normal value. The estimation value of pH was 5,47-6,99, water holding capacity was 44,31-77,6, and cooking losses was 4,64-27,91. Overall, the quality of beef sold at traditional market in Bandar Lampung city was normal.


(3)

Oleh

Alda Nasrul Haq

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... v

DAFTAR ISI... xi

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian... 4

C. Manfaat Penelitian... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

A. Definisi Pasar ... 8

B. Definisi Pasar Tradisional ... 10

C. Definisi Daging ... 12

D. Sifat Fisik Daging... 14

1. Derajat keasaman (pH)... 15

2. Daya ikat air (DIA) ... 18

3. Susut masak... 20

III. BAHAN DAN METODE... 23

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 23


(7)

D. Metode Penelitian... 24

E. Pelaksanaan Penelitian... 24

F. Prosedur Penelitian ... 25

G. Analisis Data ... 27

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN... 28

A. Gambaran Umum ... 28

B. Derajat Keasaman (pH) ... 33

C. Daya Ikat Air (DIA) ... 38

D. Susut Masak ... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 46

A. Simpulan. ... 46

B. Saran ... ... 47

DAFTAR PUSTAKA... 48


(8)

1. Daftar pasar tradisional di Kota Bandar Lampung………….... 12 2. Data pasar dan pedagang daging sapi.………... 28 3. Kualitas fisik daging sapi di pasar tradisional Bandar Lampung. 33 4. Data kuisioner pedagang daging di pasar-pasar tradisional

Bandar Lampung……… 58

5. Data kuisioner pedagang daging di pasar-pasar tradisional


(9)

Gambar Halaman

1. Hubungan daya ikat air dengan nilai pH daging……….. 40

2. Pengukuran pH daging sapi………. 52

3. Pengukuran daya ikat air daging……….. 52

4. Pengukuran susut masak daging……….. 52

5. Displaydaging yang digantung……… 53

6. Talenan daging………. 53

7. Pisau pemotong daging………. 53

8. Saluran pembuangan limbah cair……….. 54

9. Penimbangan sampel daya ikat air………. 54

10. Penimbangan sampel pengukuran pH……… 54


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk

meningkatkan konsumsi protein hewani sangatlah penting, karena protein hewani mudah dicerna dan nilai gizinya lebih baik dibandingkan dengan protein nabati.

Daging sapi dianggap pilihan yang paling populer dari semua daging merah. Daging sapi memiliki banyak kelebihan. Daging sapi merupakan sumber vitamin B12 dan sumber vitamin B6. Vitamin B12 hanya ditemukan dalam produk hewani dan sangat penting untuk metabolisme sel, menjaga sistem saraf yang sehat, dan produksi sel darah merah dalam tubuh. Selain itu, daging sapi merupakan sumber zat besi yang baik serta mengandung selenium dan fosfor. Asam amino yang terdapat pada daging sapi adalah leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba.

Pada dasarnya kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, termasuk bahan aditif (hormon, anti biotik, dan mineral) dan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara


(11)

lain meliputi pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon, dan anti biotik, lemak intramuskular, dan metode penyimpanan. Jika salah satunya tidak diperhatikan seperti pemberian pakan contohnya, maka ini akan dapat

menurunkan kualitas dari pada daging tersebut (Asghar danYeates, 1979).

Kebutuhan daging sapi untuk konsumsi penduduk terutama di Indonesia dirasa semakin meningkat setiap tahun sesuai dengan kenaikan jumlah penduduk sehubungan dengan kebutuhan protein hewani ini, LIPI tahun 1983 yang dikutip oleh sugeng (2000), mengemukakan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata

memerlukan 50 gram protein, 20 % diantaranya berasal dari ternak dan ikan yakni protein dari ternak 4 gram/hari dan ikan 6 gram/hari sedangkan 80 % atau 40gram lainnya berupa protein nabati. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa, kebutuhan akan protein hewani khususnya daging sapi sangatlah penting dalam meningkatkan nilai gizi masyarakat.

Di Indonesia terdapat dua jenis pasar yaitu pasar tradisional dan pasar modern (supermarket). Sebagian besar konsumen lebih banyak membeli daging di pasar tradisional. Tambunan (2009) menyatakan bahwa 70% konsumen daging dipenuhi dari pasar tradisional, dan hanya 30% di supermarket.

Pada pasar tradisional di Kota Bandar Lampung, pedagang membeli daging yang baru di potong di tempat pemotongan hewan (TPH) yang kemudian di bawa untuk dijual ke pasar. Jarak dari tiap-tiap TPH sampai ke pasar berbeda-beda, para pedagang biasanya mengambil dari TPH sekitar pukul 02.00 WIB dini hari.


(12)

Daging sapi tersebut biasanya telah habis terjual sekitar pukul 11.00 WIB. Hal ini ikut mempengaruhi kualitas fisik daging tersebut. Sebagian besar pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung menjual daging sapi dalam kondisi segar dalam bentuk potongan besar. Daging ini kemudian di gantung agar darah ternak setelah disembelih dapat keluar dengan cepat, sehingga daging yang dihasilkan tidak berwarna gelap.

Hampir tidak ada pedagang daging di pasar tradisional yang memberi

label/keterangan tertulis tentang daging sapi yang dijualnya. Belum lagi kondisi tempat yang relatif kurang bersih dan banyak lalat. Kondisi tersebut tidak menyurutkan konsumen untuk tetap membeli daging sapi di pasar tradisional. Ada dua alasan yang mendasari perilaku tersebut yaitu harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan pasar modern dan daging lebih segar karena langsung dibawa dari rumah pemotongan hewan.

Konsumen memperhatikan berbagai macam atribut yang melekat pada daging sapi yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan membeli. Menurut Sumarwan (2004), perilaku konsumen akan sangat terkait dengan atribut produk. Atribut produk adalah karakteristik dari suatu produk yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk. Atribut yang

mempengaruhi keputusan dalam pembelian adalah kualitas fisik daging sapi tersebut yang meliputi seperti warna daging, bau, dan tekstur daging.

Daging sapi diharapkan mempunyai kualitas yang layak untuk dikonsumsi. Daging yang memiliki kualitas bagus tentunya akan memberikan produk olahan yang bagus dan akan mempermudah selama proses pengolahan. Daging mudah


(13)

sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi. Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau dan

timbulnya lendir yang terjadi pada daging tersebut. Oleh sebab itu diperlukan uji fisik sebelum daging dikonsumsi.

Pengujian secara fisik dapat dilakukan dengan cara melihat nilai pH, susut masak, daya ikat air. Pengujian secara fisik ini dilakukan untuk melihat kualitas daging secara keseluruhan. Dengan mengetahui pH, susut masak, daya ikat air kita dapat memastikan bahwa daging itu berkualitas baik ataupun tidak. Oleh karena itu, pengujian sifat fisik daging di pasar tradisional Bandar Lampung sangat

diperlukan karena belum adanya penelitian sebelumnya mengenai kualitas fisik daging sapi di pasar tradisional Kota Bandar Lampung.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian tentang kualitas fisik daging sapi dari beberapa pasar tradisional di Kota Bandar Lampung.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas daging secara uji fisik (pH, daya ikat air, dan susut masak) daging sapi yang berasal dari pasar tradisional di Kota Bandar Lampung.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kualitas fisik daging sapi yang ada di pasar tradisional Kota Bandar Lampung.


(14)

D. Kerangka Pemikiran

Kesadaran akan kebutuhan terhadap pemenuhan protein terutama protein hewani mendorong masyarakat untuk membeli daging, dalam hal ini daging sapi yang bermutu tinggi. Daging ini merupakan salah satu daging yang banyak digemari masyarakat karena mengandung protein tinggi dan sangat mudah dalam

pengolahannya.

Keberadaan pasar tradisional masih menjadi tumpuan bagi masyarakat Bandar Lampung, terutama pelaku usaha yang terlibat langsung (penjual dan pembeli) ataupun masyarakat yang terlibat tidak langsung dengan adanya aktivitas pasar tradisional. Daging segar pada khususnya di pasar tradisional merupakan daya tarik yang paling tinggi karena untuk komoditas ini tidak biasa ditemukan di pasar modern/supermarket.

Kualitas daging salah satunya dapat dilihat dari sifat fisik daging tersebut. Pengujian sifat fisik daging diantaranya dilakukan dengan pengujian pH daging, daya ikat air, dan susut masak. Sifat fisik daging mempengaruhi kualitas

pengolahan daging. Daging yang memiliki kualitas sifat fisik yang bagus tentunya akan memberikan produk pengolahan yang bagus dan akan mempermudah selama proses pengolahannya.

Menurut Buckleet al. (1987), pH daging pada ternak hidup berkisar antara 7,2--7,4. Pada beberapa ternak, penurunan pH terjadi satu jam setelah ternak dipotong dan pada saat tercapainya rigormortis. Pada saat itu nilai pH daging ada yang tetap tinggi yaitu sekitar 6,5 -- 6,8, namun ada juga yang mengalami penurunan dengan sangat cepat yaitu mencapai 5,4-- 5,6.


(15)

Penurunan pH dapat terjadi akibat penumpukan asam laktat pada proses glikolisis. Proses glikolisis adalah perubahan glikogen menjadi asam laktat pada keadaan anaerob. Setelah itu pH daging akan mengalami peningkatan akibat adanya mikroorganisme. Nilai pH daging perlu diketahui karena pH daging akan

mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme pada daging. Daya ikat air dan susut masak daging akan dipengaruhi oleh pH daging.

Menurut Buckleet al. (1987), daya ikat air oleh protein daging atau disebut denganWater Holding Capacity(WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption). Menurut Lawrie (1995), nilai daya ikat air suatu produk daging sapi yang baik adalah 30 %.

Menurut Astawan (2007), susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara otot. Daya ikat air (DIA) yang rendah akan mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi.

Menurut Soeparno (2005), pada umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%. Daging bersusut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif baik dibandingkan dengan daging bersusut masak besar, karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit.


(16)

Pada tiap pasar tradisional memiliki kondisi dan lingkungan yang berbeda, sehingga diduga berpengaruh pada kualitas fisik daging sapi pada tiap pasar tradisional di Kota Bandar Lampung. Oleh sebab itu dengan diketahuinya kualitas fisik daging sapi di pasar tradisional Kota Bandar Lampung maka konsumen diharapkan lebih teliti dalam membeli daging sapi di pasar tradisional tersebut, dan harus memperhatikan hal-hal seperti warna daging, bau, dan tekstur daging. Sedangkan untuk para penjual daging sapi tersebut diharapkan lebih memperhatikan kualitas daging sapi yang dijual agar tidak merugikan konsumen, serta pemerintah daerah harus memberikan informasi atau pembinaan terhadap para penjual mengenai kualitas daging sapi yang baik di pasar tradisional untuk menjaga keamanan para konsumen.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pasar

Menurut para ahli dibidang pemasaran, seperti yang dikemukakan oleh Kotler (1997),mengenai definisi pasar adalah “ Pasaryaitu terdiri dari semua pelanggan potensial yang memliki kebutuhan atau keingingan tertentu yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginanitu”.

Pasar (dalam arti luas) adalah tempat perjumpaan antara pembeli dan penjual, di mana barang/jasa atau produk dipertukarkan antara pembeli dan penjual. Ukuran kerelaan dalam pertukaran tersebut biasanya akan muncul suatu tingkat harga atas barang dan jasa yang dipertukarkan tersebut (Ehrenberg dan Smith 2003). Pasar terbentuk dari proses pertemuan sampai terjadinya kesepakatan. Pasar tersebut tidak memperdulikan tempat dan jenis barang. Jadi pasar tidak terbatas pada suatu lokasi saja (Rasyaf, 1996).

Pasar mempunyai lima fungsi utama. Kelima fungsi utama tersebut menurut Sudarman (1989) adalah:

a. pasar menetapkan nilai (sets value). Dalam ekonomi pasar, harga merupakan ukuran nilai;


(18)

pasar, maka akan mendorong produsen (entrepreneur) memilih metode produksi yang efisien;

c. pasar mendistribusikan barang. Kemampuan seseorang untuk membeli barang tergantung pada penghasilannya;

d. pasar berfungsi menyelenggarakan penjatahan (rationing). Penjatahan adalah inti dari adanya harga;

e. pasar mempertahankan dan mempersiapkan keperluan di masa yang akan datang.

Istilah pasar banyak mendapatkan perhatian selama bertahun–tahun. Pada dasarnya pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan pertukaran atas barang dan jasa. Selain itu, pasar dapat pula diartikan sebagai himpunan para pembeli aktual dan potensial dari suatu produk. Dalam hal demikian pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan dan keinginan tertentu yang sama. Dimana setiap konsumen bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka (Rismayani, 1999).

Pasar secara fisik adalah tempat pemusatan beberapa pedagang tetap dan tidak tetap yang terdapat pada suatu ruangan terbuka atau tertutup atau sebagian badan jalan. Selanjutnya pengelompokkan para pedagang eceran tersebut menempati bangunan-bangunan dengan kondisi bangunan temporer, semi permanen ataupun permanen (Sujarto dalam Sulistyowati, 1999).

Berdasarkan pengertian pasar sebagaimana telah dikemukakan di awal,


(19)

instrumen pasar terdiri dari perspektif pengelola, maka pasar di satu sisi dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan dapat juga dilaksakan oleh pihak swasta. Dilihat dari instrument pengelolaan ini, yang digolongkan dengan pasar modern adalah seperti Mall, Plaza, Supermarket maupun Mega Market. Baik pemerintah maupun swasta sebagai pengelola pasar, menawarkan tempat berjualan dimaksud kepada pedagang dan melaksanakan perawatan pasar (Bustaman, 1999).

B. Definisi Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi, dalam hal mana organisasi pasar yang ada masih sangat sederhana, tingkat efisiensi dan spesialisasi yang rendah, lingkungan fisik yang kotor dan pola bangunan yang sempit (Agustiar dalam Fitri, 1999).

Kekuatan pasar tradisional dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut di antaranya harganya yang lebih murah dan bisa ditawar, dekat dengan permukiman, dan memberikan banyak pilihan produk yang segar. Kelebihan lainnya adalah pengalaman berbelanja yang luar biasa, dimana kita bisa melihat dan memegang secara langsung produk yang umumnya masih sangat segar.

Akan tetapi dengan adanya hal tersebut bukan berarti pasar tradisional bukan tanpa kelemahan. Selama ini justru pasar tradisional lebih dikenal kelemahannya. Kelemahan itu antara lain adalah kesan bahwa pasar terlihat becek, kotor, bau, terlalu padat lalu lintas pembelinya dan ditambah lagi ancaman bahwa keadaan sosial masyarakat yang berubah, di mana wanita di perkotaan umumnya berkarir sehingga hampir tidak memiliki waktu untuk berbelanja ke pasar tradisional (Esther dan Didik, 2003).


(20)

Selain kelemahan-kelemahan di atas, faktor desain dan tampilan pasar, atmosfir, tata ruang, tata letak, keragaman dan kualitas barang, promosi

pengeluaran, jam operasional pasar yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern (Ekapribadi W, 2007).

Dalam hal mata rantai pasokan, 40% pedagang menggunakan pemasok profesional, sementara 60% lainnya mendapatkan barangnya dari pusat-pusat perkulakan. Hampir 90% pedagang membayar tunai kepada pemasok. Keadaan ini berarti bahwa pedagang di pasar tradisional sepenuhnya menanggung resiko kerugian dari usaha dagangnya. Ini berbeda dengan supermarket yang umumnya menggunakan metode konsinyasi atau kredit. Terkait dengan modal usaha, 88% pedagang menggunakan modal sendiri yang berarti minimnya akses atau

keinginan untuk memanfaatkan pinjaman komersial untuk mendanai bisnisnya. Hal ini bisa menjadi hambatan terbesar dalam memperluas kegiatan bisnis mereka (Suryadarmaet al., 2007).

Pasar tradisional dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.

Pemerintah daerah di Indonesia umumnya memiliki Dinas Pasar yang menangani dan mengelola pasar tradisional. Dinas ini mengelola pasar miliknya sendiri atau bekerja sama dengan swasta. Metode kerja sama umumnya melibatkan pemberian izin kepada pihak swasta untuk membangun dan mengoperasikan pasar tradisional di bawah skema Bangun, Operasi, dan Transfer (BOT), dengan pembayaran oleh


(21)

pihak swasta kepada Dinas Pasar setiap tahun (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, 1997)

Menurut Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan, di Kota Bandar Lampung terdapat 13 pasar tradisional.

Tabel : 1. Daftar pasar tradisional di Kota Bandar Lampung.

No Nama Pasar Alamat Jenis Pasar Jumlah Penjual

Daging Sapi 1 Gudang Lelang Jl. Laks. Malahayati Tradisional 2

2 Kangkung/Mambo Jl. Hasanudin Tradisional 4

3 Pasir Gintung Jl. Pasir Gintung Tradisional 10 4 Pasar Cimeng Jl. RE. Martadinata Tradisional 2

5 Way Kandis Jl. Ratu Dibalau Tradisional 1

6 Pasar Panjang Jl. Laks. Yos Sudarso Tradisional 5

7 Pasar Tamin Jl. Tamin Tradisional 1

8 Pasar Tugu Jl. Hayam Wuruk Tradisional 11

9 Way Halim Jl. Raja Basa Raya Tradisional 6

10 Pasar Bawah Jl. Radin Intan Tradisional 3

11 Kemiliing Jl. Teuku Cik Ditiro Tradisional 1

12 Smep Jl. Imam Bonjol Tradisional 5

13 Koga Jl. Teuku Umar Tradisional 1

Sumber :Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan-Bandar Lampung tahun 2012.

C. Definisi Daging

Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005). Namun demikian sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata


(22)

jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging (Suharyanto, 2009).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia ( SNI 3932-2008), daging sapi adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku. Penilaian mutu fisik daging dilakukan pada karkas setelah setelah mengalami prosesChillingselama 24 jam - 48 jam. Penilaian dilakukan dengan pengamatan secara seksama pada permukaan irisan melintang otot mata rusuk ke-12

(longissimus dorsi) dari setiap karkas bagian kanan. Karkas yang dievaluasi tidak boleh menunjukan adanya penyimpangan kualitas daging. Pengujian mutu fisik daging dilakukan secara organoleptik dengan menggunakan indra penglihatan terhadap penampilan fisik otot dan lemak. Nilai penampilan fisik daging dan lemak selanjutnya ditentukan dengan menggunakan alat bantu standar mutu. Penampilan fisik daging yang dievaluasi meliputi warna daging dan lemak, intensitas marbling dan tekstur otot.

Daging yang dijual di pasar berupa daging segar, daging segar dingin, dan daging beku. Sedangkan karkas sapi itu sendiri merupakan bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembeli secara halal sesuai denganCodex Alimentarius Commission (CAC/GL 24-1997), telah dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus/karpus kebawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih (SNI 3932-2008).

Daging digunakan sebagai penganekaragaman sumber pangan karena daging dapat menimbulkan kepuasan dan kenikmatan bagi yang memakannya.


(23)

Kandungan gizi dari daging sangat lengkap sehingga keseimbangan gizi dapat terpenuhi. Daging yang biasa dikonsumsi oleh manusia adalah daging yang berasal dari sapi, kerbau, kambing atau domba, babi, kuda, unggas, dan ikan serta organisme lain yang hidup di darat dan di laut (Soeparno, 2005).

Komposisi kimia daging terdiri dari air 75%, protein 19%, lemak 2.5%, dan substansi bukan protein terlarut 3.5% yang meliputi karbohidrat, garam organik, substansi nitrogen terlarut, mineral dan vitamin (Lawrie, 1995).

Menurut Lukman (2010), secara umum daging terdiri dari 75% air, 19% protein, 2.5% lemak, dan komposisi lain sebesar 3.30% yang terdiri dari nitrogen non protein, karbohidrat, mineral.

Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging, serta sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang tinggi pada daging disebabkan oleh asam amino esensialnya yang lengkap (Lukman, 2010).

Daging mengandung energi yang ditentukan oleh kandungan lemak intraseluler di dalam serabut-serabut otot. Daging juga mengandung kolesterol meskipun dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan jeroan dan otak. Secara umum, daging merupakan sumber mineral seperti kalsium, fosfor, zat besi, serta vitamin B kompleks, tetapi rendah vitamin C (Lawrie, 1995).

D. Sifat Fisik Daging

Sifat fisik daging biasanya berkaitan erat dengan kualitas daging. Sebab kualitas daging dapat diartikan sebagai ukuran sifat-sifat daging yang dikehendaki dan


(24)

dinilai oleh konsumen. Selain dipengaruhi tujuan penggunaannya, kualitas daging juga dipengaruhi oleh faktorantemortemdanpostmortem. Faktorantemortem antara lain lokasi anatomis dan fungsi, kedewasaan fisiologis, tekstur dan ukuran serabut, kebasahan danfirmness, warna, marbling, dan stress. Sedangkan faktor postmortemmeliputi laju pendinginan,suspensekarkas, stimulant elektris, pelayuan, pembekuan, dan perlakuan fisik atau kimiawi. Adapun sifat-sifat daging yang berpengaruh terhadap kualitas tersebut di atas yaitu daya ikat air (DIA), warna (colour), kesan jus (juiciness), keempukan (tenderness), susuk masak (cooking loss), cita rasa (flavor), struktur,firmnessdan tekstur

(Nurwantoroet al., 2003)

1. Derajat keasaman (pH)

Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam penentuan kualitas daging,

khususnya di Pasar Tradisional. Setelah pemotongan hewan (hewan telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung.

Salah satu proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam

jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah proses glikolisis anaerob atau glikolisis postmortem. Dalam glikolisis anaerob ini, selain dihasilkan energi maka dihasilkan juga asam laktat. Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot (Nurwantoroet al., 2003).


(25)

Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam laktat. Penurunan nilai pH pada otot hewan yang sehat dan ditangani dengan baik sebelum pemotongan akan berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar 7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6–5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5-5,6. Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif berkerja. (Lukman, 2010).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pH daging seperti yang dikemukakan oleh Smithet al. (1978) dan Judgeet al. (1989) yaitu stres sebelum pemotongan, iklim, tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang berlebihan mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar dari 5,9).

Nilai pH daging ini perlu diketahui karena pH daging akan menentukan tumbuh dan berkembangnya bakteri. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri (Lawrie, 1995).


(26)

Pada beberapa ternak, penurunan pH terjadi satu jam setelah ternak dipotong dan pada saat tercapainya rigormortis. Pada saat itu nilai pH daging ada yang tetap tinggi yaitu sekitar 6,5 --6,8, namun ada juga yang mengalami penurunan dengan sangat cepat yaitu mencapai 5,4 --5,6. Peningkatan pH dapat terjadi akibat partumbuhan mikroorganisme. Nilai pH daging sapi setelah perubahan glikolisis menjadi asam laktat berhenti berkisar antara 5,1-6,2 (Buckleet al., 1987).

Menurut Lukman (2010), penurunan pH daging terdiri dari 3 pola, yaitu;

1. Penurunan pH secara normal (penurunan pH yang lambat), yaitu dari nilai pH sekitar 7,0 -- 7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6 -- 5,7 dalam waktu 6 -- 8 jampostmortemdan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5 -- 5,6. Nilai pH akhirultimatepH valueadalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah pemotongan atau kematian;

2. Sedangkan pola nilai pHPale Soft and Exudative(PSE) adalah penurunan pH yang cepat, nilai pH menurun relatif cepat sampai sekitar 5,4 --5,5 pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan mencapai nilai pH akhir 5,3–5,6;

3. Pola nilai pH Dark Firm and Dry(DFD) adalah penurunan pH yang lambat dan tidak lengkap, nilai pH menurun sedikit sekali pada jam- jam pertama setelah pemotongan dan tetap relatif tinggi; mencapai akhir sekitar 6,5 -- 6,8 atau nilai pH akhir dicapai di atas 6,2.


(27)

2. Daya ikat air (DIA)

Daya ikat air (DIA) didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan air yang terdapat dalam jaringan. Sedangkan DIA adalah kemampuan daging untuk mengikat air yang ditambahkan pada daging. DIA, didefinisikan sebagai

kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan (Nurwantoroet al., 2003).

Salah satu istilah yang terkait dengan DIA adalahdrip, yaitu kehilangan cairan dari daging. Dripbiasanya terjadi selama pengangkutan, pameran (display) dan penyimpanan. Dripmenyebabkan kerugian seperti penurunan berat daging, berkurangnya kelezatan dan berkurangnya nilai gizi (Nurwantoroet al., 2003).

Menurut Lawrie (1995), daya ikat air dapat dilihat pada saatthawingatau

penyegaran kembali. Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging pada saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi karena kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku. Besar kecilnya DIA berpengaruh terhadap warna,

keempukan, kekenyalan, kesan jus dan tekstur daging.

Menurut Bratzleret al. (1977) dan Lawrie (1995) proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air menurun.

Bhattacharya (1988), menyatakan bahwa hal ini juga akan terlihat pada banyaknya cairan yang keluar (drip) pada saat daging beku tersebut dithawing. Semakin


(28)

tinggi cairan yang keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut semakin rendah(Soeparno, 2005). Sedangkan menurut Jamhari (2000), penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut masak.

Pengujian daya ikat air merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar daging tersebut mampu mengikat air bebas. DIA diukur dengan menggunakan metode penekanan Hamm (Suryati, 2006).

Selain itu menurut Pearson dan Young (1971), parameter yang dapat digunakan untuk melihat daya mengikat air pada daging dapat dilakukan dengan melihat tingkat kelembaban daging, daging yang lembab mengindikasikan bahwa dayaikat daging tersebut terhadap air cukup tinggi, sedangkan daging yang agak kering mengindikasikan daya mengikat daging tersebut telah berkurang, hal ini biasanya ditandai dengan penampakan warna daging yang agak kehitaman.

Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption). Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4 -- 5% sebagai lapisan monomolekuler pertama, kedua air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4%, dimana lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Ketiga adalah adalah lapisan molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, besarnya kira-kira 10% (WismerPedersen,1971).

Denaturasi protein tidak mempengaruhi perubahan molekul pada air terikat (lapisan pertama dan kedua), sedang air bebas yang berada diantara molekul akan


(29)

menurun pada saat protein daging mengalami denaturasi (Wismer-Pedersen,1971).

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya variasi pada daya ikat air oleh daging diantaranya: faktor pH, faktor perlakuan maturasi, pemasakan atau pemanasan, faktor biologik seperti jenis otot, jenis ternak, jenis kelamin dan umur ternak. Demikian pula faktor pakan, transportasi, suhu, kelembaban,

penyimpanan dan preservasi, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan, dan lemak intramuskuler (Jamhari, 2000).

Menurut Soerparno (2005), penurunan daya ikat air dapat diketahui dengan adanya eksudasi cairan yang disebutweeppada daging mentah yang belum dibekukan ataudrippada daging mentah beku yang disegarkan kembali

Atau kerut pada daging masak dimana eksudasi tersebut berasal dari cairan dan lemak daging.

3. Susut masak

Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin besar kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus daging merupakan komponen dari daging yang ikut menetukan keempukan daging (Soeparno, 2005).


(30)

Nilai susut masak merupakan nilai massa daging yang berkurang setelah proses pemanasan atau pengolahan masak. Nilai susut masak ini erat kaitannya dengan daya mengikat air. Semakin tinggi daya mengikat air maka ketika proses

pemanasan air dan, cairan nutrisi akan sedikit yang keluar atau yang terbuang sehingga massa daging yang berkurangpun sedikit (Tambunan, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain nilai pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat sampel, penampang melintang daging, pemanasan, bangsa terkait dengan lemak daging, umur, dan konsumsi energi dalam pakan. Susut masak berkisar antara 1,5-- 54,5% (Nurwantoroet al., 2003).

Menurut Yantiet al. (2008), daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah. Daging beku atau disimpan dalam suhu dingin

cenderung akan mengalami perubahan protein otot, yang menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air protein otot dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip) dari daging (Anon dan Calvelo, 1980).

Menurut Soeparno (2005), pada umumnya nilai susut masak daging sapi

bervariasi antara 1,5 -- 54,5% dengan kisaran 15 -- 40%. DIA yang rendah akan mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi. DIA sangat dipengaruhi oleh nilai pH daging. Apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging (5,0 -- 5,1) maka nilai susut masak daging tersebut akan rendah.


(31)

Daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah (Yantiet al., 2008).


(32)

III. BAHAN DAN METODE KERJA

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada September 2014 di beberapa pasar tradisional di Bandar Lampung dan analisis sampel di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah daging sapi yang berasal dari beberapa pasar tradisional di Kota Bandar Lampung. Daging sapi yang digunakan adalah daging paling luar yang kandungan lemaknya sedikit dan tanpa

memperhatikan bangsa dan umur sapi serta aquadest.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wadah, plastik, pH meter, timbangan digital, blender, kaca 2 lapis, oven,hardnes tester, kamera dan alat tulis.


(33)

C. Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kualitas fisik daging sapi ( pH, susut masak, daya ikat air ) dari pasar tradisional yang ada di Kota Bandar Lampung.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodesurveydan pengambilan sampel menggunakan metodepurposive sampling. Sebagai data pelengkap maka dilakukan wawancara dengan peternak dan kuisioner (terlampir).

Kriteriapurposive sampling pedagang daging sapi dipasar tradisional Kota Bandar Lampung sebagai berikut :

a. lama berjualan minimal 2 tahun;

b. merupakan pekerjaan pokok, bukan pekerjaan tambahan/sampingan; c. jumlah minimal daging yang dijual 25 kg.

E. Pelaksanaan Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari atas data primer dan data sekunder. Data primer mencakup segala informasi tentang daging sapi yang menjadi obyek penelitian, misalnya pH, susut masak, dan daya ikat air. Data primer diperoleh dari responden di lapangan, penjual di pasar tradisional tersebut. Data sekunder merupakan data yang tidak diambil dari lapangan, data tersebut sudah tersedia sebelumnya baik dari literatur buku ilmiah atau pun dari Standar Nasional Indonesia mengenai kualitas fisik daging.


(34)

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penentuan dan pengambilan sampel daging sapi adalah :

1. menentukan pasar tradisional sebagai tempat pengambilansampeldaging dengan menggunakan metodesampling, yaitu menetapkan berat sesuai dengan tujuan dan pertimbangan tertentu dari peneliti. Beratsampeldaging yang diambil dari pasar tradisional adalah 0,3 kg;

2. menyiapkan peralatan pengambilan sampel seperti pisau,plastik, sarung tangan, wadah, alat tulis, dan kamera;

3. memotong motong menjadi beberapa bagiansampel; 4. menimbang bobot segar dari sampel tersebut;

5. memasukansampeltersebut ke dalam wadah dan kantong plastik;

6. melakukan analisis terhadap sampel setelah 3 jam dari pengambilan untuk mengetahui daya ikat air dan susut masak sampel tersebut;

7. mencatat hasil data yang diperoleh dan melakukan analisis dari tiap sampel.

1. Pengukuran pH daging a. menyiapkan bahan dan alat;

b. menyiapkansampelyang akan dianalisa seberat ± 10 gram (daging yang di cincang);

c. memasukkan kedalam wadahbreaker glass;

d. mencampur daging dengan aquades sebanyak 50 ml sampai sampel tertutup; e. memblender daging tersebut sampai tercampur rata selama ± 10 detik; f. mengukur pH dengan menggunakan pH meter yang sudah dinetralkan buffer


(35)

g. mengulang pengukuran pH sampai 2 kali, setelah itu hasilnya di rata-rata. (Buckleet al., 1987).

2. Pengukuran susut masak daging

a. memotong daging dengan potongansteakseberat ±100 gram; b. mengiris sampel setebal 3 cm sesuai dengan garis serat daging; c. menimbang berat awal daging;

d. memanaskan oven selama 5 menit dengan suhu 1700C sebelum daging dimasukkan;

e. memasukkan ke dalam oven yang bersuhu 1700C selama 5 menit; f. mengangkat sampel tersebut kemudian di lap menggunakan tisu; g. menimbang berat daging setelah dioven;

h. mengulang analisis sebanyak 2 kali, setelah itu hasilnya di rata-rata; i. menghitung susut masak dengan rumus:

Susut Masak (%)=Berat awal - Berat akhir x 100 % Berat awal

(Omojola, 2007).

3. Pengukuran daya ikat air

a. menimbang sampel seberat ± 0.5 gram menggunakan timbangan elektrik; b. meletakan sampel di atas kertas saringwhatman, lalu diapit kedua belah kaca

kemudian lakukan pengepresan denganhardnes testerdengan beban 10 kg selama 5 menit;


(36)

d. mengulang analisis sebanyak 2 kali, setelah itu hasilnya di rata-rata; e. menghitung kadar DIA daging tersebut dengan rumus :

DIA (%) = 100 % - ( Berat awal - Berat akhir x 100 % ) Berat awal

(Pelicanoet al., 2003)

G. Analisa Data

Data kualitas fisik daging dari masing masing sampel disajikan dalam bentuk tabel dan diolah dengan menggunakan analisis deskriptif.


(37)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian kualitas fisik daging sapi di pasar tradisional Kota Bandar Lampung, diperoleh beberapa simpulan yaitu :

1. kualitas fisik daging di pasar Bandar Lampung berdasarkan pH masih termasuk normal dengan kisaran rata-rata 5,47-6,99;

2. kualitas fisik daging di pasar Bandar Lampung berdasarkan daya ikat air kisaran rata-rata 44,31-77,67% dan termasuk tinggi;

3. kualitas fisik daging di pasar Bandar Lampung berdasarkan susut masak kisaran rata-rata 4,64-27,91% dan masih termasuk rendah dan normal.


(38)

B. Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa saran yang perlu diutarakan antara lain :

1. perlu adanya kewaspadaan dari konsumen yaitu dengan memilih daging sapi yang masih segar dan harus memperhatikan warna daging, bau dan tekstur daging serta melakukan proses pemasakan yang benar;

2. kepada para penjual daging sapi terutama diharapkan lebih memperhatikan kualitas daging yang dijual agar tidak merugikan konsumen;

3. kepada pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan secara rutin terhadap seluruh pedagang daging di Bandar Lampung.


(39)

Anon, M. C., dan A. Calvelo. 1980. Freezing rate effects of drip loss of frozen beef. J. Meat Sci. 4(1): 1-14

Asghar, A. dan Yeates, N. T. M. 1979. Agric, Biol. Dalam Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Astawan, 2007. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

Badan Standar Nasional. 2008. (Standar Nasional Indonesia) 3932:2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi. Jakarta

Bhattacharya. 1988. The Science of Animal Husbandry. Penterjemah: B. Srigandono. Cet. ke-2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Bratzler, L. J., A. M. Gaddis dan W. L. Sulbacher. 1977. Freezing Meat. Pada: Fundamental of Food Freezing. N. W. Desrosier and D. K. Tressler, Eds. The AVI Publ., Co., Inc., Wesport, Connecticut.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Hari Purnomo Adiono. UI Press. Jakarta

Bustaman. 1999. Tata Ruang (Exterior dan Interior Perpasaran), Makalah (tidak diterbitkan), pada acara Diklat Manajemen Pusat Pertokoan dan Pembelanjaan di Medan, 15s.d. 28 September 1999.

Ehrenberg, R. G. and R. S. Smith. 2003. Modern Labor Economics: Theoryand Public Policy, Eight Edition. Pearson Education, Inc. New York City Ekapribadi, Wildan. 2007. Pasar Modern: Ancaman Bagi Pasar Tradisional.

Jakarta

Ester dan Didik. 2003. Membuat Pasar Tradisional Tetap Eksis. Copyright: Sinar Harapan 2003. Jakarta.http://sinarharapan.co.id/berita/0704/28eko0.html Fitri, Novrita Andriana.1999. Analisis Sikap Konsumen Terhadap Atribut-Atribut

Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol I, No 3 (Desember), hal 237-254

Forrest, J. C., E. B. Aberle, H. B. Hedrick, M. D. Judge, dan R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San

Fransisco

Jamhari. 2000. Perubahan Sifat Fisik dan Organoleptik Daging Sapi Selama Penyimpanan Beku. Buletin Peternakan Vol. 24 (1): 43-50


(40)

Kadarsih, S. 2004. Performans Sapi Bali berdasarkan ketinggian tempat di daerah transmigrasi Bengkulu: I Performans pertumbuhan. J. Ilmu-Ilmu Pertanian 6(1): 5056.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

519/MENKES/SK/VI/2008. Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 420/MPP/Kep/10/1997

Tentang pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan.

Knipe, C. L., R. E. Rust & D. G. Olson. 1992. Some physical parameters involved in the addition of inorganic phosphates to reduced-sodium meat emulsions. J.Food Sci. 55(1): 23-25

Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran. Prenhallindo. Jakarta

Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press. Jakarta

Lukman D. W., 2010. Nilai pH Daging. Bagian Kesehatan Masyarakat Vateriner. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Nurwanto, Septianingrum, Surhatayi. 2003.Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang

Omojola,AB. 2007. Careeass and Organoleptic Eukariotik of Duck Meat on Influenza by Breed and Sex. Internasional Journal of Poultry Science (6) 329-334

Pearson, A. M dan R. B. Young. 1971. Muscle and Meat Biochemistry. Academic Press, Inc. San Diego, New York, Berkeley, Boston, London, Sidney, Yokyo, and Toronto.

Pelicano, E. R. L., P. D. Souza, H. D. Souza, A. Oba, E. A. Norkus, L. M. Kodarwa, and T. D. Lima. 2003. Effect of different probiotics on broiler carcass and meat quality. Revista Brasileira de ciencia avicola. 5(3): 207-214 Purbowati, E., C. I. Sutrisno, E. Baliarti, S. P. S. Budhi dan W. Lestariana. 2006.

Karakteristik fisik otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba local jantan yang dipelihara dipedesaan pada bobot potong yang berbeda. J. Protein. 33(2):147-153

Rasyaf, M. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta Rismayani. 1999. Aplikasi Segmen Pasar dan Pemasaran, Makalah (

tidak diterbitkan), pada acara Diklat Manajemen Pusat Pertokoan dan Pembelanjaan di Medan, 15 s.d. 18 September 1999.

Riyanto, J. 2004. Tampilan Kualitas fisik daging sapi peranakan ongole (PO). J. Pengembangan Tropis. Edisi Spesial Vol (2) : 28-32

Sudarman, Ari. 1989. Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, Jilid 1, BPFE. Yogyakarta


(41)

Sulistyowati, Dwi Yulita. 1999. Kajian Persaingan Pasar Tradisional dan Pasar Swalayan Berdasarkan Pengamatan Perilaku Berbelanja di Kota Bandung. Tugas Akhir (tidak diterbitkan). ITB Bandung

Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta

Suryadarma, D. Poesoro, A. Budiyati, S. Akhmadi. Rosfadhalia, M. 2007. Laporan Penelitian: Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. Lembaga Penelitian SMERU. Jakarta

Smith, G. C., G. T. King dan Z. L. Carpenter, 1978. Laboratory Manual for Meat Science. 2nd ed. American Press, Boston, Massachusetts.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Penerbit Gajah Mada University, Press. Yogyakarta

Sugeng, Y. B., 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta

Suryati, T. Astawan, M. & Wresdiyati, T. 2006. Karakteristik Organoleptik Daging Domba yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Peternakan. 29(1):1-6

Tambunan, R. D. 2009. Keempukan Daging dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung

Wismer-Pedersen, J. 1971. PadaThe Science of Meat and Meat Products. 2nd Ed. J.F. Price and B.S. Schweigert, W.H. Frreeman and Co., San Fransisco.

Yanti, H., Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE (polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) Di pasar Arengka Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (2227).


(1)

27

d. mengulang analisis sebanyak 2 kali, setelah itu hasilnya di rata-rata; e. menghitung kadar DIA daging tersebut dengan rumus :

DIA (%) = 100 % - ( Berat awal - Berat akhir x 100 % ) Berat awal

(Pelicanoet al., 2003)

G. Analisa Data

Data kualitas fisik daging dari masing masing sampel disajikan dalam bentuk tabel dan diolah dengan menggunakan analisis deskriptif.


(2)

47

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian kualitas fisik daging sapi di pasar tradisional Kota Bandar Lampung, diperoleh beberapa simpulan yaitu :

1. kualitas fisik daging di pasar Bandar Lampung berdasarkan pH masih termasuk normal dengan kisaran rata-rata 5,47-6,99;

2. kualitas fisik daging di pasar Bandar Lampung berdasarkan daya ikat air kisaran rata-rata 44,31-77,67% dan termasuk tinggi;

3. kualitas fisik daging di pasar Bandar Lampung berdasarkan susut masak kisaran rata-rata 4,64-27,91% dan masih termasuk rendah dan normal.


(3)

47

B. Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa saran yang perlu diutarakan antara lain :

1. perlu adanya kewaspadaan dari konsumen yaitu dengan memilih daging sapi yang masih segar dan harus memperhatikan warna daging, bau dan tekstur daging serta melakukan proses pemasakan yang benar;

2. kepada para penjual daging sapi terutama diharapkan lebih memperhatikan kualitas daging yang dijual agar tidak merugikan konsumen;

3. kepada pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan secara rutin terhadap seluruh pedagang daging di Bandar Lampung.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anon, M. C., dan A. Calvelo. 1980. Freezing rate effects of drip loss of frozen beef. J. Meat Sci. 4(1): 1-14

Asghar, A. dan Yeates, N. T. M. 1979. Agric, Biol. Dalam Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Astawan, 2007. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

Badan Standar Nasional. 2008. (Standar Nasional Indonesia) 3932:2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi. Jakarta

Bhattacharya. 1988. The Science of Animal Husbandry. Penterjemah: B. Srigandono. Cet. ke-2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Bratzler, L. J., A. M. Gaddis dan W. L. Sulbacher. 1977. Freezing Meat. Pada: Fundamental of Food Freezing. N. W. Desrosier and D. K. Tressler, Eds. The AVI Publ., Co., Inc., Wesport, Connecticut.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Hari Purnomo Adiono. UI Press. Jakarta

Bustaman. 1999. Tata Ruang (Exterior dan Interior Perpasaran), Makalah (tidak diterbitkan), pada acara Diklat Manajemen Pusat Pertokoan dan Pembelanjaan di Medan, 15s.d. 28 September 1999.

Ehrenberg, R. G. and R. S. Smith. 2003. Modern Labor Economics: Theoryand Public Policy, Eight Edition. Pearson Education, Inc. New York City Ekapribadi, Wildan. 2007. Pasar Modern: Ancaman Bagi Pasar Tradisional.

Jakarta

Ester dan Didik. 2003. Membuat Pasar Tradisional Tetap Eksis. Copyright: Sinar Harapan 2003. Jakarta.http://sinarharapan.co.id/berita/0704/28eko0.html Fitri, Novrita Andriana.1999. Analisis Sikap Konsumen Terhadap Atribut-Atribut

Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol I, No 3 (Desember), hal 237-254

Forrest, J. C., E. B. Aberle, H. B. Hedrick, M. D. Judge, dan R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San

Fransisco

Jamhari. 2000. Perubahan Sifat Fisik dan Organoleptik Daging Sapi Selama Penyimpanan Beku. Buletin Peternakan Vol. 24 (1): 43-50


(5)

Judge, M. D., Arberle, E. D. Forrest, J. C. Hendrick, H. B. and Merkel, R. A. 1989. Priciples Meat Science 2nd. Kendall/Hunt Publishing Co, lowa.

Kadarsih, S. 2004. Performans Sapi Bali berdasarkan ketinggian tempat di daerah transmigrasi Bengkulu: I Performans pertumbuhan. J. Ilmu-Ilmu Pertanian 6(1): 5056.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

519/MENKES/SK/VI/2008. Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 420/MPP/Kep/10/1997

Tentang pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan.

Knipe, C. L., R. E. Rust & D. G. Olson. 1992. Some physical parameters involved in the addition of inorganic phosphates to reduced-sodium meat emulsions. J.Food Sci. 55(1): 23-25

Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran. Prenhallindo. Jakarta

Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press. Jakarta

Lukman D. W., 2010. Nilai pH Daging. Bagian Kesehatan Masyarakat Vateriner. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Nurwanto, Septianingrum, Surhatayi. 2003.Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang

Omojola,AB. 2007. Careeass and Organoleptic Eukariotik of Duck Meat on Influenza by Breed and Sex. Internasional Journal of Poultry Science (6) 329-334

Pearson, A. M dan R. B. Young. 1971. Muscle and Meat Biochemistry. Academic Press, Inc. San Diego, New York, Berkeley, Boston, London, Sidney, Yokyo, and Toronto.

Pelicano, E. R. L., P. D. Souza, H. D. Souza, A. Oba, E. A. Norkus, L. M. Kodarwa, and T. D. Lima. 2003. Effect of different probiotics on broiler carcass and meat quality. Revista Brasileira de ciencia avicola. 5(3): 207-214 Purbowati, E., C. I. Sutrisno, E. Baliarti, S. P. S. Budhi dan W. Lestariana. 2006.

Karakteristik fisik otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba local jantan yang dipelihara dipedesaan pada bobot potong yang berbeda. J. Protein. 33(2):147-153

Rasyaf, M. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta Rismayani. 1999. Aplikasi Segmen Pasar dan Pemasaran, Makalah (

tidak diterbitkan), pada acara Diklat Manajemen Pusat Pertokoan dan Pembelanjaan di Medan, 15 s.d. 18 September 1999.

Riyanto, J. 2004. Tampilan Kualitas fisik daging sapi peranakan ongole (PO). J. Pengembangan Tropis. Edisi Spesial Vol (2) : 28-32

Sudarman, Ari. 1989. Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, Jilid 1, BPFE. Yogyakarta


(6)

Suharyanto. 2009. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Buku ajar mata kuliah. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu

Sulistyowati, Dwi Yulita. 1999. Kajian Persaingan Pasar Tradisional dan Pasar Swalayan Berdasarkan Pengamatan Perilaku Berbelanja di Kota Bandung. Tugas Akhir (tidak diterbitkan). ITB Bandung

Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta

Suryadarma, D. Poesoro, A. Budiyati, S. Akhmadi. Rosfadhalia, M. 2007. Laporan Penelitian: Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. Lembaga Penelitian SMERU. Jakarta

Smith, G. C., G. T. King dan Z. L. Carpenter, 1978. Laboratory Manual for Meat Science. 2nd ed. American Press, Boston, Massachusetts.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Penerbit Gajah Mada University, Press. Yogyakarta

Sugeng, Y. B., 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta

Suryati, T. Astawan, M. & Wresdiyati, T. 2006. Karakteristik Organoleptik Daging Domba yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Peternakan. 29(1):1-6

Tambunan, R. D. 2009. Keempukan Daging dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung

Wismer-Pedersen, J. 1971. PadaThe Science of Meat and Meat Products. 2nd Ed. J.F. Price and B.S. Schweigert, W.H. Frreeman and Co., San Fransisco.

Yanti, H., Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE (polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) Di pasar Arengka Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (2227).