PENGGUNAAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI AGEN IMUNOSTIMULAN PADA SISTEM PERTAHANAN NO SPESIFIK IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus)

(1)

PENGGUNAAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI AGEN

IMUNOSTIMULAN PADA SISTEM PERTAHANAN NON SPESIFIK IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus)

(Skripsi)

Oleh

MELINDA OKTAFIANI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI AGEN

IMUNOSTIMULAN PADA SISTEM PERTAHANAN NON SPESIFIK IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus)

Oleh

Melinda Oktafiani

Lele sangkuriang (C. gariepinus) merupakan salah satu komoditas yang digemari masyarakat Indonesia dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Namun, permasalahan dalam budidaya lele salah satunya adalah penyakit. Cara yang aman untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan pemberian imunostimulan yang dibuat dari bahan alami. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas penggunaan tepung bioflok sebagai agen imunostimulan dan mengetahui perlakuan terbaik penggunaan tepung bioflok dalam menstimulasi sistem pertahanan non spesifik dan survival rate (SR) ikan lele sangkuriang. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 di Laboratorium Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan (0% tepung bioflok + 100% pakan, 5% tepung bioflok + 95% pakan, 10% tepung bioflok + 90% pakan, dan 15% tepung bioflok + 85% pakan) dan 3 kali ulangan. Penelitian berlangsung selama 35 hari dan diamati pada awal (H0), tengah (H18) dan akhir (H35) penelitian. Data hematologi (persentase hematokrit, total leukosit, diferensial leukosit, aktivitas fagositosis), SR, dan relative percent survival (RPS) dianalis dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung bioflok berpengaruh terhadap peningkatan sistem pertahanan non spesifik ikan lele sangkuriang, namun tidak berpengaruh terhadap SR. Perlakuan terbaik imunostimulan tepung bioflok yang mampu menstimulasi sistem pertahanan non spesifik (total leukosit, diferensial leukosit, dan aktivitas fagositosis) ikan lele sangkuriang adalah 15% tepung bioflok + 85% pakan. Kata kunci : lele sangkuriang, sistem pertahanan non spesifik, bioflok,


(3)

ABSTRACT

THE USE OF BIOFLOC MEAL AS IMMUNOSTIMULATORY AGENT IN NON SPECIFIC DEFENSE SYSTEM OF SANGKURIANG CATFISH (Clarias gariepinus)

By

Melinda Oktafiani

Sangkuriang catfish (C. gariepinus) is one of commodities that is favored by the Indonesian people and has a great potency to be developed. However, a problem in catfish farming is a disease. A safe way to overcome this problem is to give immunostimulant made from natural ingredients. This research was aimed to analyse the effectiveness of biofloc meal as immunostimulatory agent and to determine the best treatment proportion of biofloc meal in stimulating non-specific defense system and SR of sangkuriang catfish. The research was conducted from February to April 2015 at the Fisheries Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Lampung. The research used completely randomized design (CRD) with 4 treatments (0% biofloc meal + 100% feed, 5% biofloc meal + 95% feed, 10% biofloc meal + 90% feed, and 15% biofloc f meal + 85% feed) and 3 replicates. The study lasted for 35 days and observed at the beginning (H0), middle (H18) and the end (H35) of research. Data of hematology (hematocrit percentage, total leukocytes, differential leukocytes, phagocytic activity), SR and relative percent survival (RPS) were analysed by analysis of variance (Anova). The results showed that administration of biofloc meal increase non-specific defense system of sangkuriang catfish, but not increase SR. The best treatment of biofloc meal as immunostimulant to stimulate non-specific defense system (leukocytes, differential leukocytes and phagocytic activity) of sangkuriang catfish was 15% bioflok meal + 85% feed.

Keywords : sangkuriang catfish, non-specific defense system, biofloc, hematology, survival rate


(4)

PENGGGUNAAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI AGEN

IMUNOSTIMULAN PADA SISTEM PERTAHANAN NON SPESIFIK IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus)

Oleh

MELINDA OKTAFIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 21 Oktober 1993 sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Suldin Misrah dan Ibu Susi Supriatini.

Penulis memulai pendidikan formal dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 132 Palembang diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 16 Palembang diselesaikan pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 8 Palembang diselesaikan pada tahun 2011. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian (FP) Universitas Lampung pada tahun 2011 dan telah menyelesaikan studinya pada tahun 2015.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan UNILA (HIDRILA) sebagai anggota bidang Penelitian dan Pengembangan pada tahun 2012/2013 dan 2013/2014. Penulis melaksanakan Praktik Umum di Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan di Serang, Banten dengan judul “Kajian Keamanan Obat Herbal Komersial secara Histopatologi pada Aplikasi Lapang Pembesaran Ikan Lele (Clarias sp.) di Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang” pada tahun 2014. Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40


(9)

hari di Pekon Bandungbaru, Kecamatan Adi Luwih, Kabupaten Pringsewu pada tahun 2014.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Mikrobiologi Akuatik tahun 2013/2014 dan 2014/2015, asisten praktikum Biologi Perikanan pada tahun 2013/2014, asisten praktikum Limnologi pada tahun 2013/2014, asisten praktikum Genetika dan Pemuliaan Ikan pata tahun 2013/2014, asisten praktikum Parasit dan Penyakit Organisme Akuatik pada tahun 2013/2014 dan 2014/2015, asisten praktikum Manajemen Kesehatan Ikan pada tahun 2014/2015, dan asisten praktikum Bioteknologi Akuakultur pada tahun 2014/2015. Penulis melasanakan penelitian akhir di Laboratorium Perikanan Universitas Lampung dengan judul

“Penggunaan Tepung Bioflok Sebagai Agen Imunostimulan pada Sistem Pertahanan Non Spesifik Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)” pada tahun 2015.


(10)

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah

SWT. Kupersembahkan karya sederhana ini

kepada Orangtua dan Keluargaku yang selalu

mendoakan dan memberi semangat di setiap

hariku


(11)

Jangan andalkan orang lain terlalu banyak

dalam hidup, karena bahkan bayanganmu

sendiri meninggalkanmu saat gelap – Ibnu

Taimiyah

“Sukses terdiri dari 1% bakat dan 99%

keringat” - Thomas Alva Edison

"...Jika engkau tidak sanggup menahan

lelahnya belajar, maka engkau harus

menanggung pahitnya kebodohan...." –

Phytagoras

Keberhasilan adalah kemampuan untuk

melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke

kegagalan berikutnya tanpa kehilangan

semangat. - Winston Chuchill

Tidak menjadi masalah merayakan kesuksesan,

tetapi lebih penting untuk mengambil pelajaran


(12)

“Oh Allah, when I lose my hopes and plans,

help me remember that Your love for me is

greater than my disappointments, and Your

plans for me are better than my dreams”

Ali r.a


(13)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, seingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Tepung Bioflok Sebagai Agen Imunostimulan pada Sistem Pertahanan Non Spesifik Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)”

yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Perikanan (S.Pi) pada Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Shalawat teriring salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu, nenek dan seluruh keluargaku atas semua do’a, kasih sayang, perhatian, dukungan dan motivasi yang tiada henti kepada penulis demi kelancaran, keselamatan dan kesuksesan penulis.

2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Prmbimbing Akademik dan Ketua Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Supono, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing utama atas kesediaan meluangkan waktu dan kesabarannya memberikan bimbingan, dukungan, masukan berupa kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(14)

4. Ibu Esti Harpeni, S.T., MApp.Sc. selaku pembimbing kedua atas kesediaan meluangkan waktu dan kesabarannya memberikan bimbingan, dukungan, masukan berupa kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Berta Putri, S.Si., M.Si. selaku penguji yang telah memberikan masukan berupa kritik dan saran dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Seluruh dosen dan staf jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. 8. Teman-teman satu bimbingan dan penelitian bareng (Cindy dan hafsha) yang

saling menyemangati dan mengingatkan baik selama penelitian maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Sahabat-sahabatku Utami, Nurhasanah, Indah, Rizky, Novi, Benedikta, Tiwi dan Restu yang selalu membantu, menemani, dan menyemangati sehingga penelitian dan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Terima kasih untuk bantuannya selama penelitian dan sudah mau jadi tempat curhat dari awal sampai akhir penelitian.

10.Rahmadi, Lukman, dan Mustawa yang telah membantu dalam penelitian ini 11.Keluarga besar Budidaya Perairan Unila terkhusus angkatan 2011 yang telah

memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Kakak tingkat angkatan 2009 dan 2010, khususnya Mb Nana, Mb Euis, Bang Panca, Mb Jelita, Mb Sera, Mb Asry, Mb Winda, Mb Friska, Mb Mauli, Mb Ncim, dan Mb Nyi yang telah memberikan wejangan, saran, dan tips-tips selama penelitian hingga skripsi ini terselesaikan. Adik tingkat angkatan 2012 yang


(15)

telah membantu selama penelitian ini, khusunya Ayu Novi, Edo, Tomas, Khanif, Auliyan.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua. Amin..

Bandar Lampung, 1 Juli 2015 Penulis


(16)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pikir penelitian ... 6

2. Ikan lele sangkuriang ... 9

3. Morfologi kepala lele sangkuriang ... 10

4. Penampang Hematokrit ... 23

5. Persentase hematokrit ikan lele sangkuriang pada berbagai perlakuan ... 29

6. Gambaran mikroskopis leukosit ikan lele sangkuriang ... 30

7. Total leukosit ikan lele sangkuriang pada berbagai perlakuan ... 31

8. Sel monosit ikan lele sangkuriang ... 32

9. Persentase monosit ikan lele sangkuriang pada berbagai perlakuan ... 33

10.Sel limfosit ikan lele sangkuriang ... 34

11.Persentase limfosit ikan lele sangkuriang pada berbagai perlakuan ... 35

12.Sel neutrofil ikan lele sangkuriang ... 36

13.Persentase neutrofil ikan lele sangkuriang pada berbagai perlakuan ... 37

14.Sel fagosit ... 38

15.Persentase fagositosis ikan lele sangkuriang pada berbagai perlakuan ... 39

16.Persentase survival rate (SR) ikan lele sangkuriang pada berbagai perlakuan ... 41


(17)

v 17.Persentase Relative Percent Survival (RPS) ikan lele sangkuriang pada


(18)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai Kematian dan Rerata Kematian Ikan Lele Sangkuriang ... 40 2. Kualitas Air Pemeliharaan Ikan Lele Sangkuriang ... 43


(19)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Road-Map Penelitian ... 61

2. Bahan-bahan Pembuatan Larutan ... 62

3. Alat yang digunakan dalam Penelitian ... 63

4. Bahan yang digunakan dalam Penelitian ... 65

5. Tahapan Pembuatan Imunostimulan Tepung Bioflok ... 66

6. Hasil Uji Amoniak ... 67

7. Hasil Perhitungan Menggunakan SPSS ... 71

8. Perhitungan Rasio C:N ... 91


(20)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

1.4. Kerangka Pemikiran ... 3

1.5. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) ... 8

2.1.1. Klasifikasi Ikan lele Sangkuriang ... 8

2.1.2. Morfologi Ikan lele Sangkuriang ... 9

2.1.3. Habitat dan Kebiasaan Makan ... 10

2.2. Teknologi Bioflok ... 11

2.3. Polyhydroxybutyrate (PHB) ... 12

2.4. Lipopolisakarida dan Peptidoglikan ... 13

2.5. Sistem Imun dan Imunostimulan ... 14

2.6. Darah Ikan ... 15

III. METODE PENELITIAN ... 18


(21)

ii

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 18

3.3.Rancangan Penelitian ... 19

3.4.Prosedur Penelitian ... 20

3.4.1. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 20

3.4.2. Pembuatan Pakan Bioflok ... 20

3.4.3. Persiapan Wadah ... 21

3.4.4. Persiapan Ikan Uji ... 21

3.4.5. Pemeliharaan Ikan Uji ... 21

3.4.6. Parameter Penelitian ... 22

3.4.6.1. Parameter Hematologi Ikan ... 22

3.4.6.2. Aktivitas Fagositosis ... 25

3.4.6.3. Parameter Kelangsungan Hidup Ikan ... 26

3.4.6.4. Relative Percent Survival (RPS) ... 26

3.4.6.5. Pengukuran Kualitas Air ... 27

3.4.7. Analisis Data ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1. Hasil Penelitian ... 28

4.1.1. Pengamatan Hematologi ... 28

4.1.1.1. Pengukuran Kadar Hematokrit ... 28

4.1.1.2. Total Leukosit ... 29

4.1.1.3. Diferensial Leukositt ... 31

4.1.2. Aktivitas fagositosis ... 37

4.1.3. Survival Rate (SR) dan Relative Percent Survival (RPS) ... 40

4.1.4. Kualitas Air Penelitian ... 42

4.2. Pembahasan ... 43

4.2.1. Pengamatan Hematologi ... 43

4.2.2. Survival Rate (SR) dan Relatives Percent Survival (RPS) ………..49

4.2.3. Kualitas Air Penelitian ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1.Kesimpulan ... 52


(22)

iii

DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN


(23)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang digemari masyarakat Indonesia dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Hal inilah yang menarik minat pengusaha untuk membudidayakannya. Selain mudah dibudidayakan, ikan lele juga memiliki kisaran adaptasi yang tinggi pada berbagai kondisi lingkungan. Keberhasilan budidaya ditunjukkan dengan menghasilkan produk berkualitas baik, maka ikan lele harus tumbuh sehat, cepat, ukuran sesuai ukuran konsumsi, berkualitas tinggi, dan yang terpenting bebas dari berbagai penyakit.

Permasalahan yang sering timbul dalam budidaya lele adalah penyakit, terutama pada ukuran benih. Penyakit merupakan salah satu faktor penghambat keberhasilan budidaya, karena selain dapat menurunkan kualitas produk, juga dapat menyebabkan kematian massal. Salah satu cara yang sering digunakan pembudidaya ikan untuk menanggulangi penyakit ikan adalah dengan penggunaan bahan kimia. Namun, penggunaan bahan kimia dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu resistensi patogen dan berdampak buruk bagi lingkungan, contohnya degradasi lingkungan, bahkan berdampak pada kesehatan konsumen (Alifuddin, 2002).


(24)

2 Salah satu alternatif penanggulangan penyakit ikan yang aman adalah dengan pemberian imunostimulan untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh (imunitas) non spesifik ikan. Imunostimulasi biasa dilakukan dengan pemberian komponen

mikroba seperti β-glukan dan lipopolosakarida (LPS) atau sel bakteri yang telah dimatikan (Smith et al., 2003). Kelemahan dari imunostimulan ini adalah harganya yang mahal dan sulit didapat. Untuk itu diperlukan usaha pencarian sumber alternatif imunostimulan yang murah, mudah didapat dan mudah untuk diaplikasikan, salah satunya yaitu bioflok.

Bioflok tersusun atas bakteri, mikroalga, zooplankton, dan senyawa mikroorganisme lainnya (Crab et al., 2009). Bakteri sebagai penyusun utama bioflok mampu menghasilkan senyawa polyhydroxybutyrate (PHB) yang berfungsi sebagai pembentuk ikatan, serta berperan sebagai imunostimulan (De Schryver et al., 2010). Dinding sel bakteri juga mengandung peptidoglikan dan lipopolisakarida (LPS) dimana kedua senyawa tersebut digunakan sebagai imunostimulan.

Berdasarkan uraian tersebut, bioflok mempunyai potensi sebagai suplemen pakan untuk meningkatkan sistem pertahanan non spesifik ikan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan tepung bioflok sebagai suplemen pakan untuk meningkatkan sistem pertahanan non spesifik ikan lele sangkuriang.


(25)

3

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. menganalisis efektifitas penggunaan tepung bioflok sebagai agen imunostimulan pada sistem pertahanan non spesifik dan kelangsungan hidup atau survival rate (SR) ikan lele sangkuriang (C. gariepinus).

2. mengetahui perlakuan terbaik dalam penggunaan tepung bioflok sebagai agen imunostimulan untuk menstimulasi sistem pertahanan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang (C. gariepinus).

1.3Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang efektifitas penggunaan tepung bioflok sebagai agen imunostimulan pada sistem pertahanan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang (C. gariepinus).

1.4Kerangka Pemikiran

Penyakit merupakan salah satu masalah krusial yang dapat menyebabkan kegagalan budidaya ikan, tidak terlepas pula pada budidaya lele sangkuriang (C. gariepinus). Penyakit dapat menyebabkan penurunan kualitas produk bahkan kematian pada ikan budidaya sehingga menimbulkan kerugian bagi pembudidaya ikan. Penaggulangan penyakit ikan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pencegahan dan pengobatan. Pencegahan dilakukan sebelum ikan terserang penyakit, sementara pengobatan dilakukan setelah ikan terserang penyakit. Pemberian obat pada ikan


(26)

4 yang terserang penyakit tidak dapat dihindari meskipun pemakaiannya harus dikontrol, oleh sebab itu pencegahan timbulnya penyakit ikan perlu dilakukan. Salah satu cara pencegahan penyakit ikan yang dilakukan oleh pembudidaya yaitu dengan pemberian bahan kimia. Namun, penggunaan bahan kimia yang tidak terkontrol sering menimbulkan dampak buruk, baik bagi ikan maupun lingkungannya. Penggunaan bahan kimia secara berlebihan, tidak terkontrol ataupun terus-menerus dapat menimbulkan resistensi patogen dan menyisakan residu dalam tubuh ikan, serta pencemaran lingkungan. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah penggunaan imunostimulan untuk meningkatkan sistem pertahanan non spesifik ikan.

Permasalahannya, imunostimulan yang sering digunakan seperti β-glukan dan lipopolosakarida harganya relatif mahal dan sulit didapat, sehingga perlu dicari alternatif imunostimulan yang murah, mudah didapat dan mudah cara pengaplikasiannya, salah satunya adalah dengan pemberian tepung bioflok (Gambar 1). Avnimelech (2009) menyatakan bahwa bioflok mampu meningkatkan sistem imun pada tilapia, nila dan udang vanamei. Prinsip dasar yang diterapkan dalam teknologi ini adalah merangsang pertumbuhan bakteri heterotrof dengan penambahan sumber karbon organik untuk memanfaatkan nitrogen (N) organik dan anorganik yang terdapat di dalam air dan menjadikannya N organik. Teknologi bioflok atau Biofloc Technology (BFT) merupakan penerapan teknologi dalam

kegiatan budidaya dimana dalam penerapannya akan terbentuk ikatan atau “flok”

antara mikroalga, nitrogen, karbon dan bakteri untuk kemudian dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan.


(27)

5 Pakan yang mengandung bioflok tersebut akan mampu meningkatkan sistem pertahanan non spesifik ikan karena mengandung bakteri yang mampu menghasilkan polyhydoxybutyrate (PHB). Berdasarkan penelitian Boon et al., (2010) pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa PHB mampu menghambat patogen di usus dan berperan sebagai antimikroba bagi Vibrio, E coli, dan

Salmonella. Bakteri sebagai penyusun utama bioflok mangandung peptidoglikan dan lipopolisakarida pada dinding selnya (Supono et al., 2014). Kedua senyawa tersebut merupakan imunostimulan yang mampu meningkatkan sistem pertahanan non spesifik ikan.

Penelitian selama ini hanya mengarah kepada aplikasi bioflok pada sistem budidaya, namun belum secara langsung menjadikannya sebagai imunostimulan dalam bentuk tepung. Untuk itu diharapkan tepung bioflok ini dapat digunakan sebagai agen imunostimulan yang mampu meningkatkan sistem pertahanan tubuh non spesifik ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) sehingga akan meningkatkan kelangsungan hidup ikan lele sangkuriang.


(28)

6 Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

Permasalahan budidaya lele

Penyakit ikan lele

Berdampak buruk bagi ikan dan lingkungan

Bioflok

Tepung bioflok sebagai imunostimulan Alternatif Pencegahan

Imunostimulan

Peningkatan sistem pertahanan non spesifik ikan lele

Peningkatan survival rate

- Polyhydroxybutyrate

- Lipopolisakarida - Peptidoglikan

- Hematokrit - Total Leukosit - Diferensial leukosit - Aktivitas fagositosis

Pengobatan Pencegahan


(29)

7

1.5Hipotesis

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Hipotesis untuk pengamatan pertahanan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang

H0 ; µ0 = 0 : Tidak ada pengaruh penggunaan tepung bioflok sebagai agen

imunostimulan pada sistem pertahanan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) pada selang kepercayaan 95%. H1 ; µ0≠ 0 : Ada pengaruh penggunaan tepung bioflok sebagai agen

imunostimulan pada sistem pertahanan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) pada selang kepercayaan 95%. b. Hipotesis untuk pengamatan perlakuan terbaik dalam meningkatkan sistem

pertahanan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang (C. gariepinus)

H0 ; µ0 = 0 : Tidak ada pengaruh penggunaan tepung bioflok sebagai agen

imunostimulan dalam meningkatkan sistem pertahanan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) pada selang kepercayaan 95%.

H1 ; µ0≠ 0 : Ada setidaknya satu perlakuan penggunaan tepung bioflok

sebagai agen imunostimulan yang memberikan pengaruh dalam meningkatkan sistem pertahanan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang (C. gariepinus) pada selang kepercayaan 95%.


(30)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang

Lele sangkuriang termasuk dalam kerabat lele dumbo (Khairuman dan Amri, 2008). Lele sangkuriang merupakan salah satu varietas atau strain unggul hasil perbaikan genetik lele yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dengan menyilangkan induk lele dumbo betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) (Kordi, 2010). Klasifikasi ikan lele sangkuriang menurut Kordi (2010) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidea Famili : Clariidae

Genus : Clarias


(31)

9 Budidaya lele sangkuriang berkembang pesat karena 1) produksi tinggi; 2) panen lebih cepat; 3) kemampuan bertelur dan daya tetas telur tinggi; 4) lebih tahan terhadap penyakit; (5) kualitas daging lebih unggul dibanding lele dumbo; (6) lebih tahan banting; (7) teknik pemeliharaan lebih mudah; (8) bisa dibudidayakan di lahan sempit (Nasrudin, 2010). Keunggulan lele sangkuriang dibanding lele dumbo adalah fekunditas telur yang lebih banyak dan nilai konversi pakan atau FCR lele sangkuriang lebih kecil daripada lele dumbo (Khairuman dan Amri, 2008).

2.1.2 Morfologi Ikan Lele Sangkuriang

Tubuh lele sangkuriang (Gambar 2) tidak bersisik dengan warna dasar hitam, coklat, dan kadang agak kehijauan. Tubuh lele sangkuriang dibagi menjadi tiga yaitu kepala, badan, dan ekor. Kepalanya pipih dengan batok kepala yang keras (Gambar 3) dengan mata dan hidung yang kecil, mulutnya lebar disertai kumis, serta terdapat tutup insang di bagian kepala (Basahudin, 2009).


(32)

10 Gambar 3. Morfologi kepala lele sangkuriang. (A) mata; (B) sungut maxilar;

(C) sungut nasal; (D) sungut mandibular luar; (E) sungut mandibular dalam; (F) hidung; (G) mulut (Sumber : Mahyudin, 2008)

Badan bagian depan terdapat penampang melintang yang membulat, sedangkan bagian tengah dan belakang berbentuk pipih (Astuti, 2003). Lele sangkuriang memiliki lima buah sirip, yang terdiri atas dua buah sirip berpasangan dan tiga buah sirip tunggal. Sirip berpasangan terdiri atas sirip dada (pectoralfin) yang dilengkapi dengan patil dan sirip perut (Ventralfin). Sirip tunggal terdiri atas sirip punggung (dorsalfin), sirip ekor (caudalfin), dan sirip dubur (analfin) (Basahudin, 2009).

2.1.3 Habitat dan Kebiasaan Makan

Habitat ikan lele sangkuriang sama dengan jenis lele lainnya yaitu semua perairan tawar dan relatif tahan terhadap kondisi air yang kurang baik. Di alam, ikan lele hidup di sungai-sungai yang arusnnya mengalir lambat, danau, waduk, telaga, rawa, serta genangan air, seperti kolam (Mahyuddin, 2008). Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele sangkuriang adalah suhu yang berkisar antara 24 – 30oC,

pH 6,6 – 7,5, kandungan oksigen terlarut 5 – 6 mg/l (Djoko, 2006) dan NH3 sebesar

0,05 ppm (Khairuman dan Amri, 2002).

B

B

D D

C A

F

E


(33)

11 Ikan lele bersifat nokturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap, tetapi dalam usaha budidaya ikan lele dibuat beradaptasi menjadi diurnal (Suyanto, 1992). Lele sangkuriang tergolong ikan omnivora (pemakan segala). Pakan alami lele sangkuriang berupa cacing, plankton, jenis serangga kecil, keong dan lainnya, tetapi dalam budidaya perlu diberikan pakan tambahan yaitu pakan yang banyak mengandung protein hewani. Jika pakan yang diberikan banyak mengandung protein nabati, pertumbuhannya lambat. Lele bersifat kanibalisme, yaitu sifat suka memangsa jenisnya sendiri, jika kekurangan pakan (Mahyuddin, 2008).

2.2Teknologi Bioflok

Teknologi bioflok (BFT) merupakan salah satu teknologi dalam akuakultur yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrien (Ekasari, 2009). Crab et al. (2007), menyatakan bahwa BFT dalam akuakultur berupaya memadukan teknik pembentukan bioflok sebagai sumber pakan. Bioflok merupakan kumpulan berbagai bakteri, fitoplankton, mikroalga dan organisme lain yang tersuspensi dengan detritus dalam air media budidaya (Crab et al., 2009). Teknologi bioflok ini merupakan hal baru dalam budidaya perairan karena perubahan sistem autotrofik menjadi heterotrofik (McIntosh, 2000). Sistem heterotrofik merupakan sistem pemanfaatan limbah nitrogen pada budidaya air tawar oleh bakteri secara heterotrofik dengan penambahan karbon organik tertentu (Gunadi et al., 2009).

Konsep dasar bioflok adalah mengubah senyawa karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N) dan sedikit fosfor (P) menjadi massa lumpur berupa bioflok


(34)

12 dengan menggunakan bakteri pembentuk flok yang mensintesis biopolimer polihidroksi alkanoat sebagai ikatan bioflok (McIntosh, 2000). Dominasi bakteri dalam sistem heterotrofik dipengaruhi oleh rasio C:N media dan bioflok akan terbentuk jika rasio C:N dalam sistem lebih dari 15 (Avnimelech, 2009). Pertumbuhan bakteri heterotrof dapat dirangsang dengan penambahan sumber karbon organik pada media. Jika karbon dan nitrogen seimbang, N anorganik akan dikonversi menjadi biomassa protein bakteri (Avnimelech, 1999; Schneider et al., 2005). Penambahan sumber karbon organik selain dapat meningkatkan kualitas air budidaya, bioflok yang dihasilkan juga dapat dikonsumsi organisme akuatik sebagai sumber pakan (Burford et al., 2003; Hari et al., 2004; Avnimelech, 2005; Supono et al., 2013). Beberapa sumber karbon yang dapat digunakan untuk pembentukan bioflok antara lain tepung tapioka, molase, tepung singkong, dan gula pasir (Purnomo, 2012; Septiani, 2014).

2.3Polyhydroxybutyrate (PHB)

Bakteri pembentuk flok dipilih dari genera bakteri non patogen, mampu mensintesis PHA, mampu memproduksi enzim ekstraseluler, mampu memproduksi bakteriosin yang dapat mencegah bakteri patogen, mengeluarkan metabolit sekunder yang menekan pertumbuhan dan menetralkan toksin dari plankton merugikan dan mudah dibiakkan di lapangan (Suryaningrum, 2012).

Polyhydroxyalkanoate (PHA) adalah poliester yang disintesis secara intraseluler oleh mikroorganisme sebagai bahan makanan cadangan (Solaiman dan Ashby, 2005). Salah satu PHA yang umum diproduksi oleh bakteri adalah


(35)

13 Supono et al. (2013) diketahui bahwa rasio C:N dan rasio C:P terbaik untuk produksi optimal PHB secara berturut-turut adalah 20,9 dan 125.

Polyhydroxybutyrate (PHB) merupakan produk polimer intraselular yang dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme sebagai bentuk simpanan energi dan karbon (Defoirdt et al., 2007). Penelitian de Schryver (2010) menyebutkan manfaat PHB antara lain sebagai cadangan energi bagi ikan, dapat terurai dalam pencernaan, meningkatkan asam lemak, dan mampu meningkatkan pertumbuhan ikan. PHB diduga memiliki efek pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi Vibrio serta manfaat probiotik dalam akuakultur (Defoirdt, et al., 2007; de Schryver et al., 2008). Bioflok mengandung PHB berkisar 0,9 – 16% yang cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan ikan akan PHB yang tidak lebih dari 1% (de Schryver dan Verstraete, 2009).

Beberapa bakteri yang mampu mensintesis PHB antara lain Alcaligenes eutrophus

(Shimizu et al., 1993; Kim et al., 1994; Shang et al., 2003), Alcaligenes latus (Wang dan Lee 1997; Grothe dan Christi, 2000), Bacillus megaterium (Otari dan Ghosh, 2009) dan Bacillus cereus (Nair et al., 2008; Margono, 2011).

2.4Lipopolisakarida dan Peptidoglikan

Dinding sel bakteri mengandung lipopolisakarida dan peptidoglikan. Senyawa tersebut berfungsi membantu proses aktivasi prophenoloxidase menjadi

phenoloxidase melalui reaksi prop activating system yang mempengaruhi melanisasi dan merangsang fagositosis sel hyaline (Smith et al., 2003). Lipopolisakarida terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif, sedangkan


(36)

14 peptidoglikan terdapat pada dinding sel bakteri gram positif (Irianto, 2007). Sel gram positif memiliki dinding sel dengan lapisan peptidoglikan yang tebal (Sunatmo, 2007). Bakteri gram negatif mengandung lipid dan lemak yang presentasenya lebih tinggi dibanding bakteri gram positif (Sudarsono, 2008). Lipoplisakarida (LPS) merupakan salah satu imunostimulan yang digunakan untuk menstimulasi sel B (Alifuddin, 2002). Lipopolisakarida merupakan endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif misalnya Eschericia coli (Marianingsih, 2012). Penelitian Roza et al. (2006) membuktikan bahwa penggunaan peptidoglikan sebagai imunostimulan mampu meningkatkan respon imun non spesifik benih kerapu bebek terhadap infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN).

2.5Sistem Imun dan Imunostimulan

Sistem imun merupakan sistem koordinasi respons biologik yang bertujuan melindungi integritas dan identitas individu serta mencegah invasi organisme dan zat yang berbahaya yang dapat merusak dirinya (Munasir, 2001). Respon imun dibagi menjadi 2 yaitu respon imun spesifik atau humoral dan respon imun non spesifik atau seluler. Respon humoral merupakan respon yang bersifat spesifik dilakukan oleh suatu substansi yang dikenal sebagai antibodi atau imunoglobulin, sedangkan respon seluler ikan bersifat non spesifik dilakukan oleh cell mediated imunity (Anderson 1974; Walczak 1985).

Peningkatan sistem imunitas/kekebalan tubuh ikan sangat diperlukan agar mampu melawan serangan semua jenis organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ (Fujaya, 2004). Peningkatan kekebalan ikan dapat dilakukan


(37)

15 dengan pemberian imunostimulan. Imunostimulan merupakan sekelompok senyawa biologi dan sintetis yang dapat meningkatkan respon imun non spesifik (Johnny dan Roza, 2002; Johnny et al., 2004). Imunostimulan merupakan zat kimia, obat-obatan, stresor, atau aksi untuk meningkatkan respon imun ikan yang berinteraksi secara langsung dengan sel sistem imun (Sakai, 1999).

Fungsi imunostimulan dalam tubuh adalah untuk mengaktivasi sel darah putih sehingga daya tahan tubuh terhadap serangan patogen meningkat (Mudjiutami et al., 2007; Suprayudi et al., 2006). Penelitian Johnny et al. (2001) menunjukkan bahwa imunostimulan mampu meningkatkan respon imun non spesifik ikan dengan cara meningkatkan aktifitas fagositas. Galindo dan Hosokawa (2004) dalam

Suhermanto et al. (2013) mengatakan ada 10 kelompok immunostimulan yaitu produk bakteri, jamur, ragi/khamir, ikatan partikel terlarut dengan âglukan, glikan-polisakarida, kitin dan kitosan, peptida, ekstrak tumbuhan dan hewan, bahan sintetis dan sitokinin. Pemberian imunostimulan dapat dilakukan dengan cara perendaman, penyuntikan (injeksi) dan melalui pakan (oral) (Anderson, 1992; Nuryati et al., 2006; Suprayudi et al., 2006;Mudjiutami et al., 2007).

2.6Darah Ikan

Darah merupakan cairan yang dialirkan melalui sel vasikular, berfungsi membawa zat-zat penting ke seluruh sel dalam tubuh dan menampung hasil metabolisme untuk kembali dibawa ke organ ekskresi (Jain, 1993). Komponen darah terdiri atas plasma darah dan sel darah. Sel-sel darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit) (Wedemeyer dan Yasutake, 1977).


(38)

16 Svobodova (1991) menyatakan bahwa pemeriksaan komponen darah (hematologi) dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan, mengevaluasi pertahanan non spesifik ikan, dan pengaruh stress terhadap kesehatan ikan. Yoanita (2010), pengamatan hematologi dilakukan dengan menghitung total leukosit dan diferensial leukosit untuk mengetahui peningkatan sistem imun. Hal ini dikarenakan leukosit berperan dalam sistem imun, yaitu jika terdapat benda asing di dalam tubuh maka leukosit akan membentuk antibodi yang berfungsi merangsang, mengidentifikasi dan mentralisasikan benda asing (antigen).

Leukosit terdiri dari dua golongan, yaitu granular dan agranular. Leukosit granular mempunyai bentuk inti yang bervariasi, sedangkan leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen dan intinya berbentuk bulat atau seperti ginjal. Leukosit granular dibedakan menjadi neutrofil, basofil dan eosinofil, sedangkan leukosit agranular dibedakan menjadi monosit dan limfosit (Chinabut et al., 1991). Johnny et al. (2003), leukosit yang biasa ditemukan pada ikan adalah limfosit, monosit, neutrofil, dan trombosit.

Limfosit merupakan sistem kekebalan tubuh non spesifik yang mampu melindungi tubuh dari serangan mikroba (Rustikawati, 2012). Limfosit yang terbentuk oleh imunostimulan membantu dalam mensintesa antibodi dan memfagosit bakteri (Moyle dan Cech, 2004). Monosit bersama dengan neutrofil bertugas melakukan proses fagositosis (Madigan dan Martinko, 2006). Pada saat terjadi infeksi oleh benda asing, maka monosit akan bergerak keluar dari pembuluh darah dan melakukan fagositosis. Monosit mampu menembus dinding pembuluh darah kapiler dan masuk ke jaringan, kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag (Tang dan Affandi, 2002). Neutrofil memiliki fungsi utama sebagai makrofag. Neutrofil


(39)

17 dikatakan sebagai sistem pertahanan utama karena karena mampu bergerak lebih cepat menuju benda asing yang masuk ke dalam tubuh ikan untuk menghancurkannya. Ketika neutrofil bergerak keluar, monosit akan menggantikan kerja netrofil dalam proses fagositosis (Nuryati et al, 2006). Sebagai salah satu jenis sel leukosit yang bersifat fagositosis, neutrofil hanya mampu memfagosit sekali saja kemudian mati, berbeda dengan monosit yang mampu memfagosit berulang kali (Tizard, 1988). Trombosit berfungsi melokalisasi serangan patogen agara tidak meluas, menutup luka dan pembekuan darah (Nuryati et al., 2006). Trombosit yang diproduksi digunakan dalam proses pembekuan dan dan untuk mencegah terjadinya pendarahan (Suprayudi, 2006).

Johnny et al. (2007) menyebutkan parameter pengamatan respon imun non spesifik antara lain aktivitas fagositosis atau phagocytic activity (PA), indeks fagositosis atau phagocytic index (PI), dan aktivitas lisosim atau lysozyme activity (LA). Aktivitas fagositik merupakan suatu kegiatan untuk melakukan fagositosis dalam sistem pertahanan non spesifik yang melibatkan sel monoklier (monosit dan makrofag), granulosit (neutrofil), dan limfosit (Johnny et al., 2007). Peningkatan indeks fagositik menunjukkan peningkatan kekebalan tubuh, sesuai dengan penelitian Brown (2000) bahwa peningkatan kekebalan tubuh dapat dilihat dari peningkatan aktivitas sel fagosit. Peningkatan indeks fagositik merupakan fungsi dari peningkatan total leukosit maupun persentase differensial leukosit masing-masing pada limfosit, monosit, dan neutrofil (Amrullah, 2005). Lisosim merupakan enzim hidrolitik yang ada pada lendir, serum dan sel-sel fagositik berbagai jenis ikan. Lisozim diperkirakan mampu memberikan kekebalan terhadap patogen mikrobik (Johnny et al., 2007).


(40)

18

III. METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di Laboratorium Perikanan Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain wadah pemeliharaan kapasitas 100 liter sebanyak 12 buah, blower, bak kapasitas 1000 liter, DO meter, termometer, pH meter, scoop net, ember plastik, timbangan digital, blender, autoklaf, erlenmeyer,jarum ose, cawan petri, shaker, speader, bunsen, spuit dengan

needle 26 G ukuran 1 ml, microtube (1,5 ml), haemocytometer, cool box, pipet tetes, kaca preparat, kaca penutup, tabung hematokrit dengan heparin, microplate well, yellow tip, mikropipet, ice pack, sentrifuse, vortex, mikroskop, alat tulis, penggaris, dan kertas label.

Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain isolat bakteri Bacillus sp., benih ikan lele ukuran 5 – 6 cm dengan berat 2 – 2,5 gram sebanyak 120 ekor, media TSA (Triptone Soy Agar), media NB (Nutrient Broth), Vibrio alginolyticus, akuades, alkohol 70%, air tawar, pakan komersial, molase, crytoceal,larutan EDTA 10%,


(41)

19

giemsa 10%, etanol 95%, methanol, safranin 0,15%, larutan Turk’s, minyak imersi,

darah ikan lele.

3.3Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan desain rancangan acak lengkap (RAL) yang dibagi ke dalam empat kelompok perlakuan dan masing-masing terdiri dari tiga kali ulangan. Adapun kelompok perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:

A : pakan terdiri dari 0% tepung bioflok + 100 % pakan B : pakan terdiri dari 5% tepung bioflok + 95% pakan C : pakan terdiri dari 10% tepung bioflok + 90% pakan D : pakan terdiri dari 15 % tepung bioflok + 85% pakan

Model linear yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji Annova yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + ∑ij

Keterangan :

i : Perlakuan A, B, C, D j : Ulangan 1, 2, dan 3

Yij : Nilai pengamatan dari penggunaan tepung bioflok dengan dosis yang berbeda ke-i terhadap sistem pertahanan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang pada ulangan ke-j

µ : Nilai tengah umum

τi : Pengaruh penggunaan tepung bioflok dengan dosis yang berbeda ke-i terhadap sistem pertahan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang

∑ij : Pengaruh galat percobaan pada penggunaan tepung bioflok dengan dosis yang berbeda ke-i terhadap sistem pertahan non spesifik dan SR ikan lele sangkuriang pada ulangan ke-j


(42)

20

3.4Prosedur Penelitian

Metode ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : 3.4.1 Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi bertujuan untuk membebaskan alat dan bahan dari mikroorganisme kontaminan. Sterilisasi wadah pemeliharaan dilakukan dengan menyapukan alkohol 70% pada dinding bagian dalam, sedangkan untuk sterilisasi alat dan media kultur bakteri digunakan autoklaf. erlenmeyer, tabung reaksi, media TSA dan NB yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam autoklaf dengan tekanan 1 atm pada suhu 121oC selama 15 menit.

3.4.2 Pembuatan Pakan Bioflok

Pada tahap pembuatan bioflok digunakan tiga wadah, masing-masing wadah diisi air sebanyak 500 liter. Sebanyak 250 gram pakan (pakan protein 28% yang telah direndam selama 2 hari pada suhu ruang, bertujuan agar unsur yang terdapat dalam pakan terurai sehingga lebih mudah dimanfaatkan oleh bakteri) ditambah dengan 236 gram molase dimasukkan ke dalam masing-masing wadah dan diaerasi menggunakan blower. Biakan bakteri Bacillus sp. sebanyak 50 ml kepadatan 106 CFU/ml dimasukkan ke dalam bak fiber tersebut. Proses pembentukan bioflok berlangsung selama 15 hari. Setelah bioflok terbentuk, bioflok diendapkan selama 1-2 jam dan air dibuang. Bioflok dikeringanginkan selama kurang lebih 24 jam. Bioflok yang telah kering kemudian dijadikan tepung dengan cara diblender. Pembuatan bioflok menggunakan 250 gram pakan dan 236 gram molase menghasilkan 50 gram bioflok kering. Tepung bioflok dicampurkan dengan pakan sesuai dengan perlakuan yang digunakan, kemudian dicetak dan dikeringanginkan.


(43)

21 3.4.3 Persiapan Wadah

Wadah pemeliharan ikan uji berupa kolam terpal berukuran 50x50x50cm dengan ketinggian air 12 cm. Kolam pemeliharaan yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan kemudian dikeringkan. Masing-masing kolam pemeliharaan diisi air tawar sebanyak 30 liter dan dilengkapi dengan aerasi untuk menjaga ketersediaan oksigen. Masing-masing kolam disusun dan dilakukan pengacakan dan diberi label sesuai perlakuan yang digunakan.

3.4.4 Persiapan Ikan Uji

Benih ikan lele yang digunakan berukuran 5 – 6 cm dengan berat 2 – 2,5 gram sebanyak 120 ekor. Benih ikan lele diambil dari lokasi dan indukan yang sama. Kondisi benih lele yang digunakan harus dalam keadaan sehat dan tidak terdapat cacat pada tubuhnya, serta mampu berenang aktif. Sebelum dimasukkan ke kolam pemeliharaan, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi dengan cara meletakkan kantong-kantong plastik yang berisi benih lele di atas air bak pemeliharaan dan ditunggu hingga plastik berembun. Setelah itu benih lele dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan. Ikan uji diadaptasikan terlebih dahulu selama 7 hari sebelum diberi perlakuan dan dilakukan pemeriksaan hematologi.

3.4.5 Pemeliharaan Ikan Uji

Ikan uji yang dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan dengan kepadatan 10 ekor/kolam atau 1 ekor/3 liter. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 35 hari.

Pemberian pakan diberikan 3 kali sehari yaitu pagi hari pukul 08.00 WIB, sore hari pukul 17.00 WIB dan malam hari pukul 20.00 WIB dengan feeding rate (FR) 5% dari biomassa ikan. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap 7 hari sekali.


(44)

22 3.4.6 Parameter Penelitian

Parameter yang diamati meliputi hematologi, tingkat kelangsungan hidup ikan,

Relative Percent Survival (RPS), dan kualitas air.

3.4.6.1Parameter Hematologi Ikan

Pengamatan hematologi dilakukan untuk mengetahui tingkat imunitas ikan uji. Pengamatan dilakukan dengan mengamati darah dari ikan uji. Pengamatan gambaran darah ikan selama penelitian dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada awal (H0), tengah (H18) dan akhir penelitian (H35) sebanyak 3 ekor atau 30% dari total ikan per wadah pemeliharaan. Parameter hematologi yang diamati meliputi kadar hematokrit, jumlah sel darah putih (leukosit), diferensial leukosit, dan aktivitas fagositosis (PA).

3.4.6.1.1 Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan darah dilakukan melalui vena caudalis yang berada di bawah tulang belakang. Spuit dan tabung microtube dibilas dengan larutan EDTA 10% terlebih dahulu untuk mencegah pembekuan darah. Darah disimpan dalam mirotube ukuran 1,5 ml. Pengambilan dan penyimpanan darah ke dalam tabung dilakukan secara perlahan-lahan untuk mengurangi resiko kerusakan sel darah (Svobodova et al., 1991).

3.4.6.1.2 Pengukuran Kadar Hematokrit

Pengukuran kadar hematokrit dilakukan untuk mengetahui persentase eritrosit dalam darah dengan cara membandingkan volume total eritrosit dengan volume total darah dalam tubuh (Ganong, 1995; Dosim et al, 2013). Pengukuran kadar


(45)

23 hematokrit dilakukan menggunakan cara Anderson dan Siwicki (1993) dengan cara ujung tabung hematokrit dicelupkan ke dalam tabung yang berisi darah. Darah diambil sebanyak 4/5 bagian tabung. Ujung tabung (yang bertanda merah) yang telah berisi darah ditutup dengan crytoceal dengan cara menancapkannya ke dalam

crytoceal sehingga terbentuk sumbat crytoceal. Tabung hematokrit tersebut disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm dengan posisi tabung yang bervolume sama berhadapan agar putaran sentrifuse seimbang.

Panjang bagian darah yang mengendap dan panjang total volume darah yang terdapat di dalam tabung diukur dengan menggunakan penggaris (Gambar 4). Kadar hematokrit merupakan banyaknya sel darah (digambarkan dengan padatan atau endapan) dalam cairan darah. Rumus penghitungan kadar hematokrit yaitu :

Kadar hematokrit = ℎ

ℎ x 100%

Gambar 4. Penampang Hematokrit Plasma darah

Leukosit Eritrosit


(46)

24

3.4.6.1.3 Penghitungan Sel Darah Putih (Leukosit)

Penghitungan dilakukan dengan cara Blaxhall dan Daisley (1973) dengan sedikit modifikasi, yaitu darah sampel dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk sampai skala 0,5 kemudian ditambahkan Larutan Turk‟s sampai skala 11 (pengenceran 1:20). Darah dalam pipet diaduk dengan cara menggoyangkan pipet membentuk angka delapan selama 3-5 menit hingga homogen. Empat tetes pertama larutan darah dalam pipet tersebut dibuang, selanjutnya larutan darah tersebut diteteskan di atas haemocytometer yang telah diletakkan gelas penutup di atasnya dan dibiarkan selama 3 menit agar leukosit mengendap. Kemudian diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran lemah (perbesaran 400x). Kemudian sel-sel leukosit pada empat kotak besar dihitung. Masing-masing kotak besar memiliki 16 kotak kecil. Perhitungan total leukosit dihitung dengan rumus

Total leukosit/mm = ∑sel leukosit terhitung x pengenceran x 1

3.4.6.1.4 Perhitungan Diferensial leukosit (Monosit, Limfosit, dan Neutrofil)

Perhitungan diferensial leukosit (monosit, limfosit, dan neutrofil) dilakukan dengan cara Amlacher (1970) dengan sedikit modifikasi adalah sebagai berikut:

Pembuatan preparat ulas

Kaca preparat dibersihkan dengan etanol kemudian diletakkan setetes darah ikan uji kira-kira 1 cm dari ujung sebelah kiri kaca preparat. Kaca pemulas disentuhkan pada tetesan darah kemudidan digeser ke arah kanan sehingga darah menyebar sepanjang kaca pemulas. Sudut antara kaca objek kira-kira 30o kemudian kaca


(47)

25 pemulas didorong dengan mantap dan cepat sepanjang kaca objek, lalu dikeringanginkan.

Cara pewarnaan giemsa

Setelah kering, preparat ulas darah diwarnai dengan giemsa. Caranya preparat ulas digenangi dengan metanol selama 5 – 10 menit, kemudian kelebihan metanol dibuang, selanjutnya digenangi dengan giemsa selama 25 menit. Lalu dibilas dengan akuades dan dikeringanginkan.

Cara pemeriksaan

Minyak imersi diteteskan pada sediaan yang leukositnya tidak saling menumpuk kemudian diamati dengan perbesaran 1000x. Macam-macam leukosit dihitung sepanjang sediaan apus darah. Perhitungan dihentikan bila jumlah leukosit telah mencapai 100 sel leukosit. Hasilnya dihitung dalam persen (%).

3.4.6.2Aktivitas Fagositosis

Penghitungan aktivitas fagositosis merujuk pada Amlacher (1970) dengan sedikit modifikasi. V. alginolyticus dikultur pada TSA dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kultur V. alginolyticus dipanen dengan menggunakan PBS dan dilemahkan dengan formalin 2% selama 24 jam. V. alginolyticus dicuci menggunakan PBS sebanyak 3 kali dengan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit. Kepadatan V. alginolyticus diestimasi dengan spektrofotometer. Tabung kapiler hematokrit diisi dengan sampel darah + EDTA dan disentrifus dengan cara yang sama seperti uji hematokrit. Tabung kapiler hematokrit kemudian dipotong pada batas antara eritrosit dan leukossit, bagian leukosit ditampung pada mirotube.


(48)

26 Leukosit diambil sebanyak 20 μl untuk kemudian dimasukkan ke dalam microplate well dan dicampur secara merata dengan 20 μl bakteri Vibrio alginolyticus dan diinkubasi selama 20 menit. Campuran leukosit dan bakteri tersebut diambil

sebanyak 5 μl, diteteskan pada obyek gelas dan dibuat preparat ulas lalu dikeringkan. Preparat ulas darah difiksasi dengan etanol 95% selama 5 menit dan diwarnai dengan safranin 0,15% selama 10 menit. Kemudian preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. Aktivitas fagositosis atau phagocytic activity (PA) diukur berdasarkan persentase sel-sel fagosit yang melakukan fagositik. Aktivitas fagositosis dihitung dengan rumus :

PA = ℎ �

ℎ � x 100%

3.4.6.3Parameter Kelangsungan Hidup Ikan

Kelangsungan hidup (survival rate)adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup dari awal hingga akhir penelitian. Kelangsungan hidup dapat dihitung dengan rumus (Purnomo, 2012). Ketahanan tubuh ikan uji diukur dengan perhitungan ikan mati yang dilakukan mulai dari awal hingga akhir penelitian. Kelangsungan hidup ikan dihitung dengan rumus :

SR = ℎ � ℎ ℎ

ℎ x 100%

3.4.6.4Relative Percent Survival (RPS)

Relative Percent Survival (RPS) merupakan pengamatan persentase kematian ikan pada setiap perlakuan. RPS dihitung dengan rumus :


(49)

27 RPS = (1 - % �

% �

)

x 100%

3.4.6.5Pengukuran kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi suhu, pH dan DO yang dilakukan setiap 7 hari sekali dan uji amoniak pada awal (H0) dan akhir pemeliharaan (H35).

3.4.7 Analisis Data

Parameter kadar hematokrit, sel darah putih, diferensial leukosit, aktivitas fagositosis, SR, dan RPS dianalisis dengan uji analisis ragam (Anova) dengan selang kepercayaan 95%. Apabila hasil uji antar perlakuan berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut BNT untuk melihat perlakuan terbaik. Jika data tidak homogen dan tidak normal maka data dianalisis secara non parametrik. Kualitas air dianalisis secara deskriptif.


(50)

52

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penggunaan tepung bioflok sebagai agen imunostimulan memiliki pengaruh terhadap peningkatan sistem pertahanan non spesifik ikan lele sangkuriang, namun tidak berpengaruh terhadap survival rate (SR). Perlakuan terbaik imunostimulan tepung bioflok yang mampu menstimulasi sistem pertahanan non spesifik (total leukosit, diferensial leukosit, dan aktivitas fagositosis) ikan lele sangkuriang adalah 15% tepung bioflok + 85% pakan komersial.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka penulis menyarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung bioflok terhadap sistem pertahanan spesifik ikan lele sangkuriang. Selain itu perlu dilakukan penelitian tentang kandungan tepung bioflok terutama PHB dan pengaruhnya terhadap perubahan jaringan (histopatologi) ikan uji untuk mengetahui dampak pemberian tepung bioflok dalam jangka panjang.


(51)

53

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Y. 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Paci-Paci (Leucas lavandulaefolia) untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Penyakit Mas (Motile Aeromonas septicaemia) Ditinjau dari Patologi Makro dan Hematologi Lele Dumbo Clarias sp.Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Affandi, R. dan U.M. Tang. 2002. Fisiologi hewan Air. Uni Press. Riau.

Alifuddin, M. 2002. Imunostimulan pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur Indonesia. 1 (2) : 87 – 92.

Amlacher, E. 1970. Text Book of Fish Disease. DATFH. Publication. New York. 302 hal.

Amrullah. 2004. Penggunaan Immunostimulan Spirulina platensis untuk Meningkatkan Ketahanan Tubuh Ikan Koi (Cyprinus carpio) terhadap Virus Herpes. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Anderson, D.P. 1974. Fish immunology. TFH Publication. Ltd. Hongkong.

Anderson, A.J. dan E.A. Dawes. 1990. Occurrence, Metabolism, Metabolic Role, and Industrial Uses of Bacterial Polyhydroxyalkanoates. Microbiol. 54 (4) : 450 – 472.

Anderson, D.P. 1992. Immunostimulant, Adjuvant and Vaccine Carrier in Fish:

Applications to Aquaculture. Annual Review of Fish Diseases. 21: 281 – 307.

Anderson, D.P. dan A.K. Siwicki. 1993. Basic Hematology and Serology for Fish Health Programs. Asian Fisheries Society. 17 hal.

Angka, S.L., G.T. Wongkar, and Karwani. 1985. Blood Picture and Bacteria Isolated from Ulcered and Crooked Black (Clarias batrachus). Symposium On Pract. Measure for Preventing and Controlling Fish Disease. BIOTROP. 17 hal.

Astuti, A.B. 2003. Interaksi Pestisida dan Infeksi bakteri Aeromonas hydrophila

pada Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Avnimelech, Y. 1999. Carbon / Nitrogen Ratio as A Control Element in


(52)

54 Avnimelech, Y. 2005. Tilapia Harvest Microbial Flocs in Active Suspension

Research Pond. Global Aquaculture Advocate.

Avnimelech, Y. 2009. Bioflock Technology – A Practical Guide book. The World Aquaculture Society. Baton Rouge, Lousiana, United States. 182 hal. Basahudin, M.S. 2009. Panen Lele 2,5 Bulan. Penebar Swadaya. Jakarta. 75 hal. Blaxhall dan K.W. Dasley. 1973. Routine Haemotological Methods for Use with

Fish Blood. Jurnal Fish Biology. 5 : 577 – 581.

Boon, N., T. Defoirdt, W. de Windt, T. Van De Wiele, dan W. Verstraete. 2010. Hydroxybutyrate and PolyHydroxybutyrate as Components of Animal Feed or Feed Additives. Patent Application Publication. April : 1-4. Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Fish Culture. Auburn

University. 4th Printing. International Centre for Aquaculture Experiment Station. Auburn.

Brown, K.M.T. 2000. Applied Fish Pharmacology. Kluwer Academic Publisher. Netherland. 309 hal.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) Kelas Benih Sebar. SNI : 01- 6484.4 – 2000

Badan Standarisasi Nasional. 2002. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Kelas Pembesaran di Kolam. SNI 01- 6484.5-2002

Burford, M.A., P.J. Thompson, R.P. McIntosh, R.H. Bauman, dan D.C. Pearson. 2003. Nutrient and Microbial Dynamics in HighiIntensity, Zero-Exchangr Shrimp Ponds in Belize. Aquaculture.219 : 393 – 411.

Chinabut, S., C. Limsuwan, dan P. Kiswatat. 1991. Histology of The Walking Catfish, Clarias bathracus. IDRC. Canada.

Crab, R., Y. Avnimelech, T. Defoirdt, P. Bossier, dan W. Verstraete. 2007. Nitrogen Removal Techniques in Aquaculture for A Sustainable Production. Aquaculture. 270 : 1 – 14.

Crab, R., M. Kochva, W. Verstraete, dan Y. Avnimelech. 2009. Bio-flocs Technology Application in Over-wintering of Tilapia. Aquaculture Engineering. 40 : 105 – 112.

Defoirdt, T., D. Halet, H. Vervaeren, N. Boon, T. Van de Wiele, P. Sorgeloos, P.Bossier, dan W. Verstraete. 2007. The Bacterial Storage Compound of Poly-β-Hydrobutyrate Protects Artemia fransiseana from Pathogenic

Vibrio campbellii. Environ Microbiol. 9 (2) : 445 – 452.

De Schryver, P., R. Crab, T. Defoirdt, N. Boon, dan W. Verstraete. 2008. The Basics of Bioflocs Technology: The Added Value for Aquaculture.


(53)

55 De Schryver, P. dan W. Verstraete. 2009. Nitrogen Removal from Aquaculture Pond Water by Heterotrophic Nitrogen Assimilation in Lab-scale Sequencing Batch Reaktors. Bioresource Technology. 100 : 1162 – 1167. De Schryver, P., A.K. Sinha, P.S. Kunwar, K. Baruah, dan W. Verstraete. 2010.

Poly-Beta-Hydroxybutyrate (PHB) Increases Growth Performance and Intestinal Bacterial Range-Weighted Richness in Juvenile European Sea Bass, Dicentrarchus labrax. Applied Microbiology and Biotechnology. 86 : 1535 – 1541.

Djoko. 2006. Lele Sangkuriang Alternatif Kualitas di Tanah Priangan. Trobos. Jakarta. Agustus : 80 – 81.

Dosim, E.H. Hardi, dan Agustina. 2006. Efek Penginjeksian Produk Intraseluler (ICP) dan Ekstraseluler (ECP) Bakteri Pseudomomas sp. terhadap Gambaran Darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 19 (1) : 24 – 30.

Ekasari, J. 2009. Teknologi Bioflok : Teori dan Aplikasi dalam Perikanan Budidaya Sistem Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia. 8 (2) : 117 – 126. Esteban, M.A., A. Cuesta, J. Oetuna, dan J. Meseguer. 2001. Immunomodulatory

Effects of Dietary Intake of Chitin on Gilthead Seabream (Sparus auratus

L) Innate Immun System. J. Fish and Shellfish Immunology. 11 : 303 – 313.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan: Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. 95-109.

Ganong, W.F. 1995. Buku Ajar fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiologi). Edisi ke-4. Terjemahan P Adianto. EGC. Jakarta.

Grothe, E. dan Y. Chisti. 2000. Poly(β-hydroxybutyric acid) Thermoplastic Production by Alcaligenes latus: Behaviour of Fed-batch Cultures.

Bioprocess Engineering. 22 : 441 – 449.

Gunadi, B., H. Krettiawan, R. Febrianti, dan Lamanto. 2009. Rasio C/N dan Akumulasi Limbah N pada Budidaya Ikan Lele Secara Intensip. Laporan Riset. Loka Riset Pemuliaan Teknologi dan Budidaya Perikanan Air Tawar. Departemen Kelautan dan Perikanan. Subang.

Guyton, A.C. dan E.J. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Setiawan I, K.A Tengadi, A. Santoso, penerjemah; Setiawan I, editor. EGC. Jakarta. Terjemahan dari Textbook of Medical Physiology.

Hari, B., B.M. Kurup, J.T. Varghese, J.W. Schrama, dan M.C.J. Verdegem. 2006. The Effect of Carbohydrate Addition on Water Quality and The Nitrogen Budget in Extensive Shrimp Culture Systems. Aquaculture. 252 (2 – 4) : 248 – 263.

Harikrishnan, R., M.N. Rani dan C. Balasundaram. 2003. Haematological and Biochemical Parameters Incommon Carp, Cyprinus carpio, Following


(54)

56

Herbal Treatment for Aeromonas hydrophilla Infection. Aquaculture. 221 : 41 – 50.

Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. CV Yarma Widya. Bandung.

Iwana, G. dan T. Nakanishi. 1996. The Fish immune System, Organism, Pathogen, and Environment. Academic Press. San Diago, California, USA.

Jain, N.C. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Lea and Fibeger. Philadelphia. 417 hal.

Johnny F, I. Kuesharyani, D. Roza, Tridjoko, N.A. Giri, dan K. Suwirya. 2001. Respon Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis terhadap Imunostimulan Peptidoglikan Melalui Pakan Pelet. Jurnal penelitian Perikanan Indonesia. 7 (4): 52-56.

Johnny, F. dan D. Roza. 2002. Pengaruh Penyuntikan Imunostimulan Peptidoglikan terhadap Peningkatan Tanggap Kebal Non-Spesifik Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus. Laporan Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya laut. Gondol. 12 hal.

Johnny, F., Zafran, D. Roza, dan K. Mahardika. 2003. Hematologi Beberapa

Spesies Ikan Laut Budidaya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 9 (4) : 63 – 71.

Johnny, F. dan D. Roza. 2004. Pengaruh Penyuntikan Imunostimulan Peptidoglikan terhadap Peningkatan Tanggap Kebal Non-Spesifik Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus. Jurnal Aquaculture Indonesia. 5 (2) : 109 – 115.

Johnny, F., A. Priyono, dan D. Roza. 2007. Pengaruh Hormon LHRH-a dan 17α -MT terhadap Respon Imun Non-specific Induk Ikan Kerapu Lumpur,

Epinephelus coloides. Jurnal Perikanan. 9 (1) : 32 – 41.

Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Lokal Secara Intensif. Agro Media Pustaka. Jakarta. 67 hal.

Khairuman dan K. Amri. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta. 358 hal.

Kim, B.S., S.C. Lee, S.Y. Lee, H.N. Chang, Y.K. Chang, dan S.I. Woo. (1994). Production of Poly (3-hydroxy-butyric-co-3-hydroxyvaleric acid) by Fed-batch Culture of Alcaligenes eutrophus with Substrate Control Using

on-Line Glucose Analyzer. Enzyme and Microbial Technology. 16 : 556 – 561.

Kordi, M.G.H.K. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Lily Publisher. Yogyakarta. 114 hal.

Kwang, L.C. 1996. Immune Enhancer in The Control of Diseae in Aquaculture.


(55)

57 Laranja, J.L.Q., G.L. Ludevese-Pascual, E.C. Amar, P. Sorgeloos, P. Bossier, dan P. De Schryver. 2014. Poly-b-hydroxybutyrate (PHB) Accumulating

Bacillus spp. Improve The Survival, Growth and Robustness of Penaeus

monodon (Fabricius, 1798) Postlarvae. Veterinary Microbiology. 173 : 310 – 317.

Lestari, E.P., Feliatra, dan D. Yoswati. 2012. Uji Efektivitas Bakteri Asam Laktat dalam Mengatasi Vibrio alginolyticus pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Fakultas Pertanian dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.

Madigan, M.T. dan J.M. Martinko. 2006. Brock Biology of Microorganisms. Eleventh Edition. Pearson Prentice Hall. USA.

Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.

Manning, M.J. dan T. Nakanishi. 1996. The Specifik Immune System : Cellular Defenses. California Academy Press. 45 hal.

Margono. 2011. Proses dan Optimalisasi Matematik Produksi Polyhydroxybutyrate oleh Bakteri Amilolitik Bacillus cereus IFO 13690.

Disertasi. Universitas Gajah mada.

Marianingsih, P. 2012. Induksi Respon Pertahanan Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum) oleh Lipopolisakarida Bakteri Pseudomonas syringae pv. Tabaci dan Pseudomonas syringae pv. Glycinea. Tesis. Universitas Indonesia.

McIntosh, R.P. 2000. Changing Paradigms in Shrimp Culture, 5 : Estabelishment of Heterotophic bacterial communities. Global Aquaulture Alliance Advocate. 3 (6) : 52 – 54.

Moyle, P.B. dan J.J. Cech. 2004. Fishes, An Introduction to Ichthyology. Pearson Prentice Hall. New Jersey, USA. 726 hal.

Mudjiutami, E., Ciptoroso, Z. Zainun, Sumarjo, dan Rahmat. 2007. Pemanfaatan Imunostimulan untuk Pengendalian Penyakit pada Ikan Mas. Jurnal Budidaya Air Tawar. 4 (1) : 1 – 9.

Munasir, K. 2001. Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri. Sari Pediatri. 2 (4) : 193 – 197.

Nair, S.S., H. Reddy, dan D. Ganjewala. 2008. Screening and Characterization of

Biopolymers Polyhydroxybutyrate Producing Bacteria. Adv. Biotech. 7 (4) : 13 – 16.

Nasrudin. 2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Agromedia Pustaka. Jakarta. 150 hal.

Noercholis, A., M.A. Muslim, dan Maftuch. 2013. Ekstraksi Fitur Roundness

untuk Menghitung Jumlah Leukosit dalam Citra Sel Darah Ikan. Jurnal EECCIS. 7 : 35 – 40.


(56)

58 Nuryati, S., Y. Kuswardani, dan Y. Hadiroseyani. 2006. Pengaruh Pemberian Resin Lebah terhadap Gambaran Darah Ikan Koki Carassius auratus yang

Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5 (2) : 191 – 199.

Otari, S.V. dan J.S. Ghosh. 2009. Production and Characterization of The Polymer Polyhydroxybutyrate-co-polyhydroxyvalerat by Bacillus megaterium

NCIM 2475. Curr. Res. J. Biol. Sci. 1 (2) : 23-26.

Pratiwi, A.R. 2014. Efektivitas Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Peningkatan Sistem Imun Non Spesifik Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN). Skripsi. Universitas Lampung. Purnomo, P.D. 2012. Pengaruh Penambahan Karbohidrat pada Media

Pemeliharaan terhadap Produksi budidaya Intensif Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi. Universitas Diponegoro.

Roza, D., F. Johnny, dan Tridjoko. 2006. Peningkatan Respon Imun Nonspesifik Benih Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis dengan Imunostimulan dan Bakterin Terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosisi (VNN). Jurnal Perikanan. 8 (1) : 25 – 35.

Rustikawati, I. 2012. Efektivitas Ekstrak Sargasum sp. terhadap Differensiasi Leukosit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang diinfeksi Streptococcus iniae. Jurnal Akuatika. 3 (2) : 125 – 134.

Saglam, N dan M.E. Yonar. 2009. Effects of Sulfarerazine on selected haematological and immunological parameters in raibow trout

(Onchorhynchus mykiss, Walbaum, 1972). Aquaculture Research.

40 : 395 – 404.

Sakai, M. 1999. Current Research Status of Fish Immunostimulants. Aquaculture. 172 : 63-92.

Schneider, O., V. Sereti, E.H. Eding, dan J.A.J. Verreth. 2005. Analysis of

nutrient flows in integrated intensive aquaculture systems. Aquaculture. 32

(3 – 4) : 379 – 401.

Septiani, N. 2014. Pemanfaatan Bioflok dari Limbah budidaya Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pakan Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi. Universitas Lampung.

Shang, L.S., D.D. Fan, M.I. Kim, J. Choi, dan H.N. Chang. 2007. Modeling of Poly(3hydroxybutyrate) Production by High Cell Density Fed-batch Culture of Ralstonia eutropha. Biotechnol Bioprocess Eng. 12 : 417 – 423. Shimizu, H., S. Tamura, S. Shioya, dan K. Suga. 1993. Kinetic study of

Poly-D(−)3-Hydroxybutyric Acid (PHB) Production and Its Molecular Weight

Distribution Control in a Fed-batch Culture of Alcaligenes eutrophus.


(57)

59 Smith, V.J., J.H. Brown, dan C. Hauton. 2003. Immunostimulation in Crustaceans: Does it Really Protect Against Infection. Fish & Shellfish Immunology. 15 : 71 – 90.

Solaiman, D.K.Y. dan R.D. Ashby. 2005. Rapid Genetic Characterization of Poly (hydroxyalkanoate) Synthase and Its Aplications. Biomacromolecules. 6 : 532 – 537.

Sonida, A. 2014. Pengaruh Pemberian Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Respon Imun Spesifik Kakap Putih (Lates Calcarifer B) yang Diinfeksi

Viral Nervous Necrosis (VNN). Skripsi. Universitas Lampung

Sudarsono, A. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada Ikan Laut dalam Spesies Ikan Gindara (Lepidocibium flavobronneum). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Suguna, P., C. Binuramesh, P. Abirami, V. Saranya, K. Poornima, V. Rajeswari, dan R. Shenbagarathai. 2014. Immunostimulation by poly-β hydroxybutyrate–hydroxyvalerate (PHB–HV) from Bacillus thuringiensis in Oreochromis mossambicus. Fish and Shellfish Immunology. 36 (1) : 90 – 97.

Suhermanto, A., S. Andayani, dan Maftuch. 2013. Pengaruh Total Fenol Teripang Pasir (Holothuria scabra) terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal bumi Lestari. 13 (2) : 225 – 233.

Sunatmo, T. I. 2007. Eksperimen mikrobiologi dalam laboratorium. Penerbit Ardy Agency. Bogor.

Supono, J. Hutabarat, S.B. Prayitno, dan Y.S. Darmanto. 2013. The Effect of Different C:N And C:P Ratio Of Media on The Content Of Polyhydroxybutyrate In Biofloc Inoculated with Bacterium Bacillus cereus. Journal of Coastal Development. 6 (2) : 114 – 120.

Supono, J. Hutabarat, S.B. Prayitno, dan Y.S. Darmanto. 2014. White Shrimp (Litopenaeus vannamei) Culture using heterotrophic Aquaculture System on Nursery Phase. International Journal of Waste Resources. 4 (2) : 1 – 4. Suprayudi, M.A., L. Indriastuti, dan M. Setiawati. 2006. Pengaruh Penambahan

Bahan-Bahan Imunostimulan dalam Formulasi Pakan Buatan terhadap Respon Imunitas dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5 (1) : 77 – 86.

Suryaningrum, F.M. 2012. Aplikasi Bioflok pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Tesis. Universitas Terbuka. Jakarta.

Suyanto, S.R. 1992. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.

Svobodova, Z. and B. Vyukusova. 1991. Diagnostik, Prevention and Therapy of Fish Disease and Intoxication. Research Institute of fish Culture and Hydrobiology Vodnany Czechoslovakia.


(1)

55 De Schryver, P. dan W. Verstraete. 2009. Nitrogen Removal from Aquaculture Pond Water by Heterotrophic Nitrogen Assimilation in Lab-scale Sequencing Batch Reaktors. Bioresource Technology. 100 : 1162 – 1167. De Schryver, P., A.K. Sinha, P.S. Kunwar, K. Baruah, dan W. Verstraete. 2010.

Poly-Beta-Hydroxybutyrate (PHB) Increases Growth Performance and Intestinal Bacterial Range-Weighted Richness in Juvenile European Sea Bass, Dicentrarchus labrax. Applied Microbiology and Biotechnology. 86 : 1535 – 1541.

Djoko. 2006. Lele Sangkuriang Alternatif Kualitas di Tanah Priangan. Trobos. Jakarta. Agustus : 80 – 81.

Dosim, E.H. Hardi, dan Agustina. 2006. Efek Penginjeksian Produk Intraseluler (ICP) dan Ekstraseluler (ECP) Bakteri Pseudomomas sp. terhadap Gambaran Darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 19 (1) : 24 – 30.

Ekasari, J. 2009. Teknologi Bioflok : Teori dan Aplikasi dalam Perikanan Budidaya Sistem Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia. 8 (2) : 117 – 126. Esteban, M.A., A. Cuesta, J. Oetuna, dan J. Meseguer. 2001. Immunomodulatory

Effects of Dietary Intake of Chitin on Gilthead Seabream (Sparus auratus L) Innate Immun System. J. Fish and Shellfish Immunology. 11 : 303 – 313.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan: Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. 95-109.

Ganong, W.F. 1995. Buku Ajar fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiologi). Edisi ke-4. Terjemahan P Adianto. EGC. Jakarta.

Grothe, E. dan Y. Chisti. 2000. Poly(β-hydroxybutyric acid) Thermoplastic Production by Alcaligenes latus: Behaviour of Fed-batch Cultures. Bioprocess Engineering. 22 : 441 – 449.

Gunadi, B., H. Krettiawan, R. Febrianti, dan Lamanto. 2009. Rasio C/N dan Akumulasi Limbah N pada Budidaya Ikan Lele Secara Intensip. Laporan Riset. Loka Riset Pemuliaan Teknologi dan Budidaya Perikanan Air Tawar. Departemen Kelautan dan Perikanan. Subang.

Guyton, A.C. dan E.J. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Setiawan I, K.A Tengadi, A. Santoso, penerjemah; Setiawan I, editor. EGC. Jakarta. Terjemahan dari Textbook of Medical Physiology.

Hari, B., B.M. Kurup, J.T. Varghese, J.W. Schrama, dan M.C.J. Verdegem. 2006. The Effect of Carbohydrate Addition on Water Quality and The Nitrogen Budget in Extensive Shrimp Culture Systems. Aquaculture. 252 (2 – 4) : 248 – 263.

Harikrishnan, R., M.N. Rani dan C. Balasundaram. 2003. Haematological and Biochemical Parameters Incommon Carp, Cyprinus carpio, Following


(2)

56

Herbal Treatment for Aeromonas hydrophilla Infection. Aquaculture. 221 : 41 – 50.

Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. CV Yarma Widya. Bandung.

Iwana, G. dan T. Nakanishi. 1996. The Fish immune System, Organism, Pathogen, and Environment. Academic Press. San Diago, California, USA.

Jain, N.C. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Lea and Fibeger. Philadelphia. 417 hal.

Johnny F, I. Kuesharyani, D. Roza, Tridjoko, N.A. Giri, dan K. Suwirya. 2001. Respon Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis terhadap Imunostimulan Peptidoglikan Melalui Pakan Pelet. Jurnal penelitian Perikanan Indonesia. 7 (4): 52-56.

Johnny, F. dan D. Roza. 2002. Pengaruh Penyuntikan Imunostimulan Peptidoglikan terhadap Peningkatan Tanggap Kebal Non-Spesifik Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus. Laporan Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya laut. Gondol. 12 hal.

Johnny, F., Zafran, D. Roza, dan K. Mahardika. 2003. Hematologi Beberapa

Spesies Ikan Laut Budidaya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 9 (4) : 63 – 71.

Johnny, F. dan D. Roza. 2004. Pengaruh Penyuntikan Imunostimulan Peptidoglikan terhadap Peningkatan Tanggap Kebal Non-Spesifik Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus. Jurnal Aquaculture Indonesia. 5 (2) : 109 – 115.

Johnny, F., A. Priyono, dan D. Roza. 2007. Pengaruh Hormon LHRH-a dan 17α -MT terhadap Respon Imun Non-specific Induk Ikan Kerapu Lumpur, Epinephelus coloides. Jurnal Perikanan. 9 (1) : 32 – 41.

Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Lokal Secara Intensif. Agro Media Pustaka. Jakarta. 67 hal.

Khairuman dan K. Amri. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta. 358 hal.

Kim, B.S., S.C. Lee, S.Y. Lee, H.N. Chang, Y.K. Chang, dan S.I. Woo. (1994). Production of Poly (3-hydroxy-butyric-co-3-hydroxyvaleric acid) by Fed-batch Culture of Alcaligenes eutrophus with Substrate Control Using

on-Line Glucose Analyzer. Enzyme and Microbial Technology. 16 : 556 – 561.

Kordi, M.G.H.K. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Lily Publisher. Yogyakarta. 114 hal.

Kwang, L.C. 1996. Immune Enhancer in The Control of Diseae in Aquaculture. Encap Technology Pte Ltd, Singapore. 99-128.


(3)

57 Laranja, J.L.Q., G.L. Ludevese-Pascual, E.C. Amar, P. Sorgeloos, P. Bossier, dan P. De Schryver. 2014. Poly-b-hydroxybutyrate (PHB) Accumulating Bacillus spp. Improve The Survival, Growth and Robustness of Penaeus

monodon (Fabricius, 1798) Postlarvae. Veterinary Microbiology. 173 : 310 – 317.

Lestari, E.P., Feliatra, dan D. Yoswati. 2012. Uji Efektivitas Bakteri Asam Laktat dalam Mengatasi Vibrio alginolyticus pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Fakultas Pertanian dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.

Madigan, M.T. dan J.M. Martinko. 2006. Brock Biology of Microorganisms. Eleventh Edition. Pearson Prentice Hall. USA.

Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.

Manning, M.J. dan T. Nakanishi. 1996. The Specifik Immune System : Cellular Defenses. California Academy Press. 45 hal.

Margono. 2011. Proses dan Optimalisasi Matematik Produksi Polyhydroxybutyrate oleh Bakteri Amilolitik Bacillus cereus IFO 13690. Disertasi. Universitas Gajah mada.

Marianingsih, P. 2012. Induksi Respon Pertahanan Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum) oleh Lipopolisakarida Bakteri Pseudomonas syringae pv. Tabaci dan Pseudomonas syringae pv. Glycinea. Tesis. Universitas Indonesia.

McIntosh, R.P. 2000. Changing Paradigms in Shrimp Culture, 5 : Estabelishment of Heterotophic bacterial communities. Global Aquaulture Alliance Advocate. 3 (6) : 52 – 54.

Moyle, P.B. dan J.J. Cech. 2004. Fishes, An Introduction to Ichthyology. Pearson Prentice Hall. New Jersey, USA. 726 hal.

Mudjiutami, E., Ciptoroso, Z. Zainun, Sumarjo, dan Rahmat. 2007. Pemanfaatan Imunostimulan untuk Pengendalian Penyakit pada Ikan Mas. Jurnal Budidaya Air Tawar. 4 (1) : 1 – 9.

Munasir, K. 2001. Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri. Sari Pediatri. 2 (4) : 193 – 197.

Nair, S.S., H. Reddy, dan D. Ganjewala. 2008. Screening and Characterization of

Biopolymers Polyhydroxybutyrate Producing Bacteria. Adv. Biotech. 7 (4) : 13 – 16.

Nasrudin. 2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Agromedia Pustaka. Jakarta. 150 hal.

Noercholis, A., M.A. Muslim, dan Maftuch. 2013. Ekstraksi Fitur Roundness untuk Menghitung Jumlah Leukosit dalam Citra Sel Darah Ikan. Jurnal EECCIS. 7 : 35 – 40.


(4)

58 Nuryati, S., Y. Kuswardani, dan Y. Hadiroseyani. 2006. Pengaruh Pemberian Resin Lebah terhadap Gambaran Darah Ikan Koki Carassius auratus yang

Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5 (2) : 191 – 199.

Otari, S.V. dan J.S. Ghosh. 2009. Production and Characterization of The Polymer Polyhydroxybutyrate-co-polyhydroxyvalerat by Bacillus megaterium NCIM 2475. Curr. Res. J. Biol. Sci. 1 (2) : 23-26.

Pratiwi, A.R. 2014. Efektivitas Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Peningkatan Sistem Imun Non Spesifik Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN). Skripsi. Universitas Lampung. Purnomo, P.D. 2012. Pengaruh Penambahan Karbohidrat pada Media

Pemeliharaan terhadap Produksi budidaya Intensif Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi. Universitas Diponegoro.

Roza, D., F. Johnny, dan Tridjoko. 2006. Peningkatan Respon Imun Nonspesifik Benih Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis dengan Imunostimulan dan Bakterin Terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosisi (VNN). Jurnal Perikanan. 8 (1) : 25 – 35.

Rustikawati, I. 2012. Efektivitas Ekstrak Sargasum sp. terhadap Differensiasi Leukosit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang diinfeksi Streptococcus iniae. Jurnal Akuatika. 3 (2) : 125 – 134.

Saglam, N dan M.E. Yonar. 2009. Effects of Sulfarerazine on selected haematological and immunological parameters in raibow trout

(Onchorhynchus mykiss, Walbaum, 1972). Aquaculture Research. 40 : 395 – 404.

Sakai, M. 1999. Current Research Status of Fish Immunostimulants. Aquaculture. 172 : 63-92.

Schneider, O., V. Sereti, E.H. Eding, dan J.A.J. Verreth. 2005. Analysis of

nutrient flows in integrated intensive aquaculture systems. Aquaculture. 32

(3 – 4) : 379 – 401.

Septiani, N. 2014. Pemanfaatan Bioflok dari Limbah budidaya Lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai Pakan Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi. Universitas Lampung.

Shang, L.S., D.D. Fan, M.I. Kim, J. Choi, dan H.N. Chang. 2007. Modeling of Poly(3hydroxybutyrate) Production by High Cell Density Fed-batch Culture of Ralstonia eutropha. Biotechnol Bioprocess Eng. 12 : 417 – 423. Shimizu, H., S. Tamura, S. Shioya, dan K. Suga. 1993. Kinetic study of

Poly-D(−)3-Hydroxybutyric Acid (PHB) Production and Its Molecular Weight

Distribution Control in a Fed-batch Culture of Alcaligenes eutrophus. Journal Ferment. Bioengineer. 7 (6) : 465 – 469.


(5)

59 Smith, V.J., J.H. Brown, dan C. Hauton. 2003. Immunostimulation in Crustaceans: Does it Really Protect Against Infection. Fish & Shellfish Immunology. 15 : 71 – 90.

Solaiman, D.K.Y. dan R.D. Ashby. 2005. Rapid Genetic Characterization of Poly (hydroxyalkanoate) Synthase and Its Aplications. Biomacromolecules. 6 : 532 – 537.

Sonida, A. 2014. Pengaruh Pemberian Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Respon Imun Spesifik Kakap Putih (Lates Calcarifer B) yang Diinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN). Skripsi. Universitas Lampung

Sudarsono, A. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada Ikan Laut dalam Spesies Ikan Gindara (Lepidocibium flavobronneum). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Suguna, P., C. Binuramesh, P. Abirami, V. Saranya, K. Poornima, V. Rajeswari, dan R. Shenbagarathai. 2014. Immunostimulation by poly-β hydroxybutyrate–hydroxyvalerate (PHB–HV) from Bacillus thuringiensis in Oreochromis mossambicus. Fish and Shellfish Immunology. 36 (1) : 90 – 97.

Suhermanto, A., S. Andayani, dan Maftuch. 2013. Pengaruh Total Fenol Teripang Pasir (Holothuria scabra) terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal bumi Lestari. 13 (2) : 225 – 233.

Sunatmo, T. I. 2007. Eksperimen mikrobiologi dalam laboratorium. Penerbit Ardy Agency. Bogor.

Supono, J. Hutabarat, S.B. Prayitno, dan Y.S. Darmanto. 2013. The Effect of Different C:N And C:P Ratio Of Media on The Content Of Polyhydroxybutyrate In Biofloc Inoculated with Bacterium Bacillus cereus. Journal of Coastal Development. 6 (2) : 114 – 120.

Supono, J. Hutabarat, S.B. Prayitno, dan Y.S. Darmanto. 2014. White Shrimp (Litopenaeus vannamei) Culture using heterotrophic Aquaculture System on Nursery Phase. International Journal of Waste Resources. 4 (2) : 1 – 4. Suprayudi, M.A., L. Indriastuti, dan M. Setiawati. 2006. Pengaruh Penambahan

Bahan-Bahan Imunostimulan dalam Formulasi Pakan Buatan terhadap Respon Imunitas dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5 (1) : 77 – 86.

Suryaningrum, F.M. 2012. Aplikasi Bioflok pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Tesis. Universitas Terbuka. Jakarta.

Suyanto, S.R. 1992. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.

Svobodova, Z. and B. Vyukusova. 1991. Diagnostik, Prevention and Therapy of Fish Disease and Intoxication. Research Institute of fish Culture and Hydrobiology Vodnany Czechoslovakia.


(6)

60 Tizard, I. R. 1988. Pengantar imunologi veteriner. Airlangga. University Press.

Surabaya.

Walczak, B.Z. 1985. Immune Capability of Fish. A Literatur Review. Canadian Technical Report of Fisheries and Aquatic Science. 1334 : 1 – 33.

Wang, F. dan S.Y. Lee. 1997. Poly(3Hydroxybutyrate) Production with High Productivity and High Polymer Content by a Fed-Batch Culture of Alcaligenes latus under Nitrogen Limitation. Appl. Environ. Microbiol. 63 (9) : 3703 – 3706.

Wedemeyer, G.A. dan Yasutake. 1977. Clinical Methods for The Assessment on The Effect of Enviromental Stress on Fish Health. Technical Paper of The US Departement of The Interior Fish and The Wildlife Service. 89 : 1 – 17. Yoanita. 2010. Peningkatan Imunitas Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Melalui Penyuntikan Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber Officinale rosc.) yang Diuji Tantang dengan Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi. Universitas Lampung.