HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) + SUSU FORMULA BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) TERHADAP PERTAMBAHAN PANJANG BADAN BBLR DI RSUD ABDUL MOELOEK

(1)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN FREQUENCY OF GIVING BREASTFEEDING + FORMULA LOW WEIGHT BABY (LBW) AND

THE GROWTH LENGTH LBW IN RSUD ABDUL MOELOEK

By KARINA

Nutrition in low birth weight is important in achieving optimal growth and development. LBW need breastfeeding and formula LBW to be able to supply enough essential nutrients in order to achieve normal growth. This study aims to determine the correlation between the frequency of breastfeeding + formula LBW and the growth length for LBW babies in RSUD Abdul Moeloek.

This research was conducted in September – December 2015 in room care

perinatology RSUD Abdul Moeloek and respondents’ house. This is a cohort

study design with 15 samples who is taken with consecutive sampling. This study used pearson correlation analysis test.

The results show a significant correlation (p=0.878) between the frequency of breastfeeding + formula LBW and the growth length of the body LBW infants. Therefore, the parents need to provide optimum nutrition to their babies to support the growth of the baby.


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) + SUSU FORMULA BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) TERHADAP

PERTAMBAHAN PANJANG BADAN BBLR DI RSUD ABDUL MOELOEK

Oleh KARINA

Pemberian nutrisi pada BBLR merupakan hal yang penting dalam tercapainya tumbuh kembang yang optimal. BBLR membutuhkan ASI dan susu formula BBLR untuk dapat memasok nutrien esensial yang cukup sehingga dapat mencapai pertumbuhan normal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR terhadap pertambahan panjang badan bayi BBLR di RSUD Abdul Moeloek.

Penelitian ini dilakukan pada bulan September – Desember 2015 di ruang perawatan perinatologi RSUD Abdul Moeloek dan rumah responden. Desain penelitian ini adalah cohort dengan 15 sampel yang diambil dengan consecutive sampling. Penelitian ini menggunakan uji analisis korelasipearson.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p=0,878) antara frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR terhadap pertambahan panjang badan bayi BBLR. Oleh karena itu, orang tua perlu memberikan nutrisi yang seoptimal mungkin kepada bayinya untuk menunjang pertumbuhan bayi. Kata kunci:BBLR, nutrisi, ASI, susu formula BBLR


(3)

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) + SUSU FORMULA BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) TERHADAP

PERTAMBAHAN PANJANG BADAN BBLR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

Oleh KARINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) + SUSU FORMULA BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) TERHADAP

PERTAMBAHAN PANJANG BADAN BBLR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

(Skripsi)

Oleh KARINA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ... 6

2.2 Nutrisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ... 11

2.2.1 Air Susu Ibu (ASI) ... 15

2.2.2 Susu Formula BBLR... 20

2.3 Penilaian Petumbuhan ... ... 21

2.3.1 Berat Badan (BB) ... 21

2.3.2 Panjang Badan (PB) ... 21

2.3.3 Lingkar Kepala ... 22

2.4 Kerangka Teori ... 23

2.5 Kerangka Konsep ... 24

2.6 Hipotesis ... 24

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Desain Penelitian ... 25

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

3.4 Variabel Penelitian ... 27

3.5 Definisi Operasional ... 28

3.6 Instrumen Penelitian ... 29

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 29


(6)

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 32

3.10 Etika Penelitian... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 34

4.2 Hasil Penelitian ... 35

4.2.1 Analisis Univariat ... 35

4.2.2 Analisis Bivariat ... 38

4.3 Pembahasan ... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 3. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Lampiran 4. Lembar Penjelasan Informasi

Lampiran 5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Lampiran 6. Lembar Identitas Diri

Lampiran 7. Data Hasil Penelitian Lampiran 8. Analisis Data


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rekomendasi WHO untukOptimal Feedingpada BBLR ... 14

2. Definisi Operasional Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 28

3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

4. Rerata Panjang Badan ... 36

5. Rerata Frekuensi Pemberian Minum ... 37

6. Hasil Uji Normalitas Data Shapiro-Wilk ... 38


(9)

(10)

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 9 Mei 1995, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari Bapak Ardhy Putra dan Ibu Nelwaty. Penulis memiliki 3 adik laki-laki, yaitu Dwi Rangga, Rama Eldhy, dan Ryanov Akbar.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Pertiwi Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 1 Bandar Lampung pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA YP Unila Bandar Lampung pada tahun 2012. Selama SD penulis pernah mengikuti perlombaan catur dan meraih juara 3 se-SD. Selama SMA penulis sering mengikuti perlombaan scrabble. Penulis mendapatkan juara 2 pada perlombaan scrabble di Polinela English Club tahun 2010 dan juara 2 juga di Perguruan Tinggi Teknorat pada tahun 2011.

Tahun 2012, penulis mengikuti jalur tertulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai organisasi, diantaranya PMPATD PAKIS Rescue Team, FSI Ibnu Sina, Paduan Suara FK Unila, dan Eso Unila. Selain itu, penulis juga tergabung dalam Asisten Dosen Anatomi FK Unila.


(12)

ُدْﻣ َﺣ ْﻟا ﱢب َر

نْﯾِﻣَﻟﺎ َﻌْﻟا

Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam

Persembahan untuk Papa dan

Mama (alm.) Tercinta..

Terima kasih atas segala kebaikan dan ketulusan hati yang telah

kalian berikan. Kalian adalah penyemangat hidupku, aku sangat


(13)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Hubungan antara Frekuensi Pemberian Air Susu Ibu (ASI) + Susu Formula Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) terhadap Pertambahan Panjang Badan BBLR di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek” adalah

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

3. Dr. dr. Prambudi Rukmono, Sp.A(K), selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran yang cerdas, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. Beliau adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian pada skripsi ini;

4. dr. Putu Ristyaning Ayu, Sp.PK, selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran yang cerdas, dan kritik dalam proses


(14)

penyelesaian skripsi ini. Beliau adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian pada skripsi ini;

5. dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp.PK, selaku Penguji Utama pada ujian skripsi atas masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan. Beliau juga adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian pada skripsi ini;

6. dr. Susianti, M.Sc, selaku Pembimbing Akademik saya, terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini;

7. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita; 8. Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang

turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

9. Seluruh Staf dan Perawat di Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek, yang telah membantu dan mendukung saya dalam melakukan penelitian ini;

10. Papa Ardhy Putra dan Mama Nelwaty (alm) tercinta yang selalu menyebut nama saya dalam doanya, membimbing, menasehati, mendukung, dan memberikan yang terbaik untuk saya;

11. Adik-adik tercinta, Dwi Rangga, Rama Eldhy, Ryanov Akbar yang selalu mendoakan, memberi dukungan dan semangat, sekaligus menjadi teman saya; 12. Keluarga saya yang berada di Bandar Lampung dan Jakarta. Terima kasih

atas dukungan, doa, nasihat, dan semangatnya selama ini;

13. Christopher Alexander Manukiley, selaku partner skripsi saya, yang sudah banyak membantu, berbagi suka duka serta berjuang bersama sehingga dalam menyelesaikan skripsi ini;


(15)

Setya Rini, Zygawindi Nurhidayati, Ria Rizki Jayanti, dan Siti Alvina Octavia yang sudah setia menemani, menyemangati, dukungan, dan bantuan, sehingga semuanya dapat berjalan dengan baik;

15. Sahabat-sahabat saya, SCREAM, GP, Kelompok Cewetngets, Asisten Dosen Anatomi FK Unila, dan No Brain yang telah memberikan semangat, keceriaan, berbagi canda tawa dan kebersamaanya selama ini;

16. Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaan yang terjalin dan memberi motivasi belajar; 17. Teman-teman alumni SMA YP Unila Bandar Lampung khususnya Sainthree

atas semangat dan doanya;

18. Semua yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis


(16)

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (Damanik, 2008). BBLR merupakan salah satu faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak di masa depan (Kliegman, 1999). BBLR memiliki peluang meninggal 35 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan berat badan lahir diatas 2500 gram (Khoiriahet al., 2015).

Target Millenium Development Goals (MDG’s) pada tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian bayi dari 90 per 1000 kelahiran di tahun 1990 menjadi 23 per 1000 kelahiran di tahun 2015. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian bayi sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup dan 60% terjadi pada umur 1 bulan, menghasilkan angka kematian neonatum sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2012). Penyebab utama kematian tersebut antara lain BBLR. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 10,2% menurun tipis


(18)

2

dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 11,1%. Di Provinsi Lampung, kejadian BBLR tahun 2013 sebesar 8% dan sedikit lebih baik dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 9% (Kemenkes, 2013). Sedangkan di Kota Bandar Lampung didapatkan bayi BBLR untuk laki laki sebanyak 122 bayi (1,44%) dari 8.454 bayi laki laki dan untuk perempuan sebanyak 73 bayi (0,81%) dari 8.976 bayi perempuan sehingga mempunyai persentase total 1,119% dari seluruh bayi yang lahir (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2012).

Pemberian nutrisi pada BBLR merupakan hal yang penting dalam tercapainya tumbuh kembang yang optimal dengan pembanding tumbuh kembang janin sesuai masa gestasinya. Bayi yang dilahirkan secara prematur dengan berat badan 2000 gram atau lebih biasanya tumbuh subur dengan air susu ibu (ASI). Namun bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, dapat mempunyai angka pertumbuhan demikian cepat sehingga ASI saja tidak dapat memasok nutrien esensial yang cukup untuk pertumbuhan normal. Oleh karena itu, diperlukan nutrisi tambahan berupa susu formula BBLR dengan kandungan kalori lebih banyak dan volume lebih kecil (Barness & Curran, 1999; Nasar, 2004).

Air susu ibu (ASI) telah diketahui merupakan asupan yang sangat bermanfaat bagi bayi, terutama dalam mengurangi kejadian infeksi karena ASI memiliki faktor kekebalan non-spesifik. Sedangkan, susu formula merupakan susu buatan pabrik yang telah diformulasikan menyerupai ASI. Dalam berbagai kasus, susu formula BBLR selalu dijadikan alternatif jika ibu memilih untuk tidak mau ataupun tidak mampu memberikan ASI. Cara pemberian nutrisi, cara, jumlah, dan frekuensi serta peningkatan jumlah


(19)

3

asupan merupakan hal yang penting dalam keberhasilan tatalaksana nutrisi pada BBLR (Purwanti, 2004; Nasar, 2004).

Pertumbuhan BBLR yang diberikan nutrisi dapat dinilai dengan pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri juga biasa digunakan untuk menilai status gizi. Parameter yang sering digunakan yaitu berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala (Soetjiningsih, 1995).

Beberapa penelitian melaporkan terdapatnya pertumbuhan yang lebih lambat, baik pertumbuhan berat badan maupun panjang badan, pada bayi prematur dan BBLR yang mendapat ASI tanpa suplementasi selama perawatan di rumah sakit. Bayi yang diberikan susu formula BBLR memiliki peningkatan panjang badan secara signifikan lebih besar sekitar 1,06 – 1,8 mm/hari (Schanler, Shulman, & Lau, 1999; O’Connor, Jacobs,

Hall,et al., 2003).

Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek Bandar Lampung, penatalaksanaan BBLR diberikan ASI kombinasi dengan susu formula BBLR. Hal tersebut membuat peneliti ingin meneliti hubungan antara frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR dengan pertambahan panjang bayi BBLR di RSUD Abdul Moeloek.


(20)

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah penelitian ini adalah“Apakah terdapat hubungan antara frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR terhadap pertambahan panjang bayi BBLR di RSUD Abdul Moeloek?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR terhadap pertambahan panjang bayi BBLR di RSUD Abdul Moeloek.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR pada BBLR.


(21)

5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menerapkan ilmu kedokteran, khususnya di bidang Ilmu Kesehatan Anak dan Ilmu Gizi mengenai BBLR terutama pemberian nutrisi pada BBLR.

1.4.2 Manfaat Aplikatif 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat melatih keterampilan peneliti dalam melaksanakan penelitian dan meningkatkan pengetahuan tentang pemberian nutrisi pada bayi BBLR

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai pemberian nutrisi pada bayi BBLR, khususnya orang tua yang mempunyai bayi BBLR. 3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber bacaan di institusi pendidikan terutama mengenai pemberian nutrisi pada BBLR.

4. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan penelitian tentang bayi BBLR.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat saat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir (Manuabaet al., 2007; Damanik, 2008). Acuan lain dalam pengukuran BBLR juga terdapat pada Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) gizi. Dalam pedoman tersebut bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram diukur pada saat lahir atau sampai hari ke tujuh setelah lahir (Putra, 2012).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan istilah lain untuk bayi prematur hingga tahun 1961. Istilah ini mulai diubah dikarenakan tidak seluruh bayi dengan berat badan lahir rendah lahir secara prematur (Manuaba et al., 2007). World Health Organization (WHO) mengubah istilah bayi prematur (premature baby) menjadi berat bayi lahir rendah (low birth weight) dan sekaligus mengubah kriteria BBLR yang sebelumnya ≤ 2500 gram menjadi < 2500 gram (Putra, 2012).


(23)

7

Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya dan masa gestasinya. Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, antara lain :

1. Berat bayi lahir rendah (BBLR) ataulow birth weight(LBW) dengan berat lahir 1500–2499 gram.

2. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight (VLBW) dengan berat badan lahir 1000–1499 gram.

3. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth weight (ELBW) dengan berat badan lahir < 1000 gram (Meadow & Newell, 2005).

Berdasarkan masa gestasinya, BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Prematuritas murni/Sesuai Masa Kehamilan (SMK)

Bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan. Kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lemak subkutan kurang, tangisnya lemah dan jarang,.

2. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)

Bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan, hal tersebut menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin (Surasmi et al., 2003; Syafrudin & Hamidah, 2009; Rukmono, 2013).

Penyebab dari BBLR dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ibu dan faktor janin. Faktor dari ibu meliputi berat badan sebelum


(24)

8

hamil rendah, penambahan berat badan yang tidak adekuat selama kehamilan, malnutrisi, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir rendah, remaja, tubuh pendek, sudah sering hamil, dan anemia (Hanumet al., 2014). Infeksi pada ibu selama kehamilan, sosial ekonomi rendah, dan stres maternal, juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran BBLR (Santoso et al., 2009). Faktor janin dan plasenta yang dapat menyebabkan BBLR antara lain kehamilan ganda, hidroamnion, dan cacat bawaan (Surasmi, Handayani, Kusuma, 2003). Status pelayanan antenatal (frekuensi dan kualitas pelayanan antenatal, tenaga kesehatan tempat periksa hamil, umur kandungan saat pertama kali pemeriksaan kehamilan) juga dapat beresiko untuk melahirkan BBLR (Sistiarani, 2008).

Masalah yang sering dijumpai pada BBLR antara lain keadaan umum bayi yang tidak stabil, henti nafas, inkoordinasi reflek menghisap dan menelan, serta kurang baiknya kontrol fungsi motorik oral, sehingga beresiko mengalami kekurangan gizi dan keterlambatan tumbuh kembang. Keterlambatan tersebut dapat dilihat pada fisik BBLR, seperti berat badan rendah (< 2500 gram), panjang badan pendek (≤ 45 cm), dan lingkar kepala kecil (< 33 cm). Kekurangan gizi ini diantaranya disebabkan oleh meningkatnya kecepatan pertumbuhan, serta semakin tingginya kebutuhan metabolisme, cadangan energi yang tidak mencukupi, sistem fisiologi tubuh yang belum sempurna, atau karena bayi dalam keadaan sakit (IDAI, 2010; WHO, 2011; Silangit, 2013).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) memiliki resiko tinggi dalam mortalitas dan morbiditas pada neonatus (Kliegman, 1999). BBLR sangat


(25)

9

rentan terhadap infeksi, karena daya tahan tubuh BBLR yang masih rendah. Selain itu, keadaan organ-organ BBLR yang belum matang merupakan faktor resiko terjadinya necrotizing enterocolitis (NEC) pada BBLR. Kejadian NEC tertinggi pada bayi berat lahir < 1500 gram (Girsang, 2009). Bayi yang lahir dengan kisaran berat badan antara 2000 – 2500 gram memiliki resiko kematian neonatal 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan kisaran berat badan 2500 – 3000 gram dan 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan kisaran berat badan 3000–3500 gram (Yusrin, 2012).

Kematangan fungsi organ khususnya saluran cerna, sangat menentukan jenis dan cara pemberian nutrisi pada BBLR. Kondisi klinis seringkali merupakan faktor penentu, apakah nutrisi enteral atau parenteral yang akan diberikan. Ketersediaan enzim pencernaan baik untuk karbohidrat, protein, maupun lemak sangat berkaitan dengan masa gestasi. Kemampuan pengosongan lambung (gastric emptying time) lebih lambat pada bayi BBLR daripada bayi cukup bulan. Demikian pula fungsi mengisap dan menelan (suck and swallow) masih belum sempurna, terlebih bila bayi dengan masa gestasi kurang dari 34 minggu (Nasar, 2004).

Penyebab terjadinya BBLR secara umum bersifat multifaktorial. Namun, penyebab terbanyak yang mempengaruhi adalah kelahiran prematur. Bayi prematur harus dipersiapkan agar dapat mencapai tahapan tumbuh kembang yang optimal seperti bayi yang lahir cukup bulan sehingga akan diperoleh kualitas hidup bayi yang lahir prematur secara optimal pula. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan asupan


(26)

10

nutrisi yang mencukupi untuk proses tumbuh kejar pada bayi prematur yang lebih cepat dari bayi cukup bulan (Ellard & Anderson, 2008).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) memerlukan penanganan yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Penanganan BBLR meliputi hal-hal berikut :

1. Mempertahankan suhu dengan ketat. BBLR mudah mengalami hipotermia. Oleh karena itu, suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.

2. Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penanganan BBLR harus memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena sangat rentan. Salah satu cara pencegahan infeksi, yaitu dengan mencuci tangan sebelum memegang bayi.

3. Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada BBLR belum sempurna. Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus dilakukan dengan hati-hati.

4. Penimbangan ketat. Penimbangan berat badan harus dilakukan secara ketat karena peningkatan berat badan merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh (Syafrudin & Hamidah, 2009).


(27)

11

2.2 Nutrisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Masa neonatus, nutrisi BBLR merupakan kebutuhan paling besar dibandingkan kebutuhan pada masa manapun dalam kehidupan untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Pertumbuhan BBLR yang direfleksikan per kilogram berat badan hampir dua kali lipat bayi cukup bulan, sehingga BBLR membutuhkan dukungan nutrisi khusus dan optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Nasar, 2004).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) memerlukan tata laksana nutrisi khusus dikarenakan keterbatasan cadangan nutrisi tubuh, termoregulasi yang belum stabil, imaturitas fungsi organ, potensi pertumbuhan cepat, serta risiko tinggi terhadap terjadinya morbiditas (Rukmini et al., 2008). Bayi yang dilahirkan secara prematur dengan berat badan 2000 gram (4 ½ lb) atau lebih biasanya tumbuh subur dengan ASI. Namun bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, dapat mempunyai angka pertumbuhan demikian cepat sehingga ASI saja tidak dapat memasok nutrien esensial yang cukup untuk pertumbuhan normal (Barness & Curran, 1999).

Densitas kalori ASI baik ASI untuk bayi aterm maupun ASI untuk bayi prematur adalah 67 kkal/100 ml pada 21 hari pertama laktasi. Formula dengan densitas sama dapat digunakan untuk BBLR, tetapi formula dengan konsentrasi lebih tinggi yaitu 81 kkal/100 ml seringkali lebih disukai. Formula ini memungkinkan pemberian kalori lebih banyak dengan volume lebih kecil, menguntungkan bila kapasitas lambung terbatas atau bayi


(28)

12

memerlukan restriksi cairan. Juga mensuplai cukup air untuk ekskresi metabolit dan elektrolit dari formula (Nasar, 2004).

Bayi dapat mencapai full enteral feeding (~150 – 180 mL/kg/hari), kira-kira 2 minggu untuk bayi 1000 gram pada waktu lahir dan kira-kira 1 minggu untuk bayi 1000 – 1500 gram dengan menerapkan protokol evidence-based feeding. Dapat dicatat bahwa beberapa bayi, terutama yang kurang dari 1000 gram, tidak akan mentolerir volume yang lebih besar dari pemberian makan (seperti 180 mL/kg/hari atau lebih). Pencapaian yang cepat darifull enteral feedingakan menyebabkan pelepasan yang lebih awal dari kateter pembuluh darah dan berkurangnya kejadian sepsis serta komplikasi yang berkaitan dengan kateter (Duttaet al., 2015).

Frekuensi dari pemberian makan diakukan pemberian makan setiap 3 jam sekali untuk bayi > 1250 gram. Angka kejadian dari intoleransi makanan, apnea, hipoglikemik, dan necrotizing enterocolitis (NEC) tidak terlalu berbeda, tetapi waktu rawat dalam pemberian makan setiap 3 jam sekali, menjadi berkurang (Duttaet al., 2015).

Waktu untuk memulai, volume, serta durasi disarankan volume minimal dari pemberian susu (10 – 15 mL/kg/day). Hal ini dilakukan pada 24 jam pertama kehidupan. Jika pada 24 – 48 jam, tidak ada ASI maupun susu donor, pertimbangkan susu formula. Pengenalan lebih dini pada pemberian makan awal dibandingkan dengan bayi yang dipuasakan, tidak menunjukkan hasil yang signifikan pada kejadian NEC (Duttaet al., 2015).

Namun minggu-minggu awal kehidupan, dukungan nutrisi lengkap sulit pada Very Low Birth Weight (VLBW), karena toleransi makan yang


(29)

13

buruk terkait dengan ketidakdewasaan sistem gastrointestinal. Dengan demikian, adanya defisit relevan pada energi dan nutrisi yang diberikan selama dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan banyak bayi prematur yang tumbuh terbatas (Gibertoniet al., 2015)


(30)

14

Tabel 1. Rekomendasi WHO untukoptimal feedingpada BBLR (WHO, 2011)

No. Rekomendasi Tipe dari Rekomendasi

Kualitas Bukti (sedikitnya keluaran kritis) Diberi Apa ?

a. Pilihan Susu

1 ASI Ibu Sendiri Kuat Sedang

2 ASI Donor (ASI ibu sendiri tidak tersedia ) Kuat Situasional Tinggi 3 Susu Formula (ASI dan ASI Donor tidak

tersedia) Lemah Situasional Rendah

4 Susu Formula diberikan daridischarge

sampai 6 bulan Lemah Situasional Rendah

5 Jika diberi ASI atau ASI Donor, sebaiknya tidak rutin diberikanbovine milk-based + Human Milk Fortifier.

Lemah Situasional Rendah

6 Jika berat gagal dicapai setelah pemberian ASI, diberikanHuman Milk Fortifier.

Sebaiknya dicampurkan dengan ASI bukan denganbovine based.

Lemah Situasional Rendah

b. Suplemen 1 Vitamin D (400 i.u.–1000 i.u. per hari)

untuk BBLSR sampai 6 bulan. Lemah Sangat Rendah 2 Kalsium (120-140 mg/kg per hari) dan

Fosfor (60-90 mg/kg per hari) untuk BBLSR yang diberi ASI atau ASI donor selama 1 bulan pertama kehidupan

Lemah Rendah

3 Besi (2-4 mg/kg per hari) untuk BBLSR yang diberi ASI atau ASI donor dari 2 minggu sampai 6 bulan.

Lemah Rendah

4 Vitamin A oral tidak direkomendasikan

untuk BBLR Lemah Rendah

5 Zinc oral tidak direkomendasikan untuk

BBLR Lemah Sedang

Kapan dan bagaimana memulai pemberian makan ? 1 BBLR yang mampu menyusu ASI diletakkan

di dada secepatnya ketika klinis stabil Kuat Rendah 2 BBLSR diberikanenteral feed10 ml/kg,

sebaiknya dari ASI dari hari pertama Lemah Situasional Rendah Durasi yang optimal untuk menyusui eksklusif

1 BBLR seharusnya menyusu eksklusif sampai

6 bulan Kuat Rendah

Bagaimana pemberian nutrisi ? 1 BBLR yang butuh nutrisi oral alternatif

diberikan dengan cup atau sendok Kuat Sedang 2 BBLSR membutuhkanintragastric tube

feedingsecara bolus intermitten Lemah Rendah 3 BBLSR membutuhkanintragastric tube

feedingdiletakkan di oral atau nasal Lemah Sangat Rendah Berapa sering untuk memberi dan bagaimana menaikkandaily feed volumes?

1 Jika BBLR mendapatkan nutrisi alternatif, diberikan sesuai dengan tanda lapar bayi kecuali bayi tetap tidur selama 3 jam setelah makan terakhir

Lemah Situasional Sedang

2 BBLSR membutuhkanintragastric tube


(31)

15

2.2.1 Air Susu Ibu (ASI)

Air susu ibu (ASI) merupakan sumber nutrisi yang paling baik untuk BBLR. Beberapa bayi yang karena beberapa hal tidak mendapatkan ASI, memperoleh susu formula sebagai sumber utama nutrisi pada beberapa bulan pertama setelah keluar dari rumah sakit (Hendersonet al., 2005).

Telah lama diketahui, ASI mempunyai manfaat bagi bayi termasuk pada bayi prematur untuk mengurangi kejadian infeksi dibandingkan susu formula (O’Connor et al., 2003). American Academy of Pediatrics (AAP) pada tahun 1997 mengeluarkan rekomendasi tentang ASI yang direvisi pada tahun 2005 yang merekomendasikan agar dokter anak dan tenaga kesehatan lain membantu ibu untuk memulai menyusui bayinya baik untuk bayi yang sehat maupun untuk bayi yang resiko tinggi, termasuk bayi prematur dan BBLR. Pemberian ASI pada BBLR dilakukan on demand (sesering mungkin setiap bayi mau disusui) atau paling lambat setiap 2 jam (Putra, 2012).

Air susu ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan bagi bayi usia 6 bulan pertama yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual. ASI sangat bermanfaat bagi bayi, terutama dalam mengurangi kejadian infeksi, karena ASI 24 jam pertama mengandung kolostrum yang


(32)

16

berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (Susanti et al., 2014).

Keuntungan pemberian ASI untuk jangka pendek diantaranya pencernaan yang lebih mudah, residu lambung dan muntah lebih sedikit, menurunnya kejadian infeksi, sedangkan jangka panjang diantaranya: penurunan prevalensi intelligence quotient(IQ) yang rendah pada BBLR yang mendapat ASI (Susanti et al., 2014).

Air susu ibu (ASI) mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan faktor pertumbuhan, antialergi, serta anti inflamasi. ASI mengandung berbagai zat protektif seperti imunoglobulin, makrofag, lisozim, dan sebagainya. Kandungan hormon ASI jumlahnya sedikit, tetapi sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan dan sistem metabolisme, antara lain insulin, tyhroid stimulating hormone (TSH), thyrotropine releasing hormone (TRH), tiroksin, dan lain-lain (Purwanti, 2004).

Air susu ibu (ASI) adalah makanan pertama yang paling baik bagi awal kehidupan bayi. Hal tersebut dikarenakan ASI mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan dengan menyediakan antibodi atau zat kekebalan untuk melawan infeksi dan juga mengandung hormon untuk memacu pertumbuhan. Sehingga demikian, ASI merupakan peranan penting dalam pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup bayi. ASI mengandung kalori 735 kkal/L, protein 10,6 g/L, lemak 45,4 g/L, kalsium 35


(33)

17

mg/100 ml, natrium 15 mg/100 ml, dan fosfor 15 mg/100 ml (Suradi, 2001; Barness & Curran, 1999).

Faktor kekebalan non-spesifik yang terdapat dalam ASI antara lain faktor bifidus, laktoferin, dan lisozim. Faktor bifidus adalah tempat yang subur bagi bakteri usus yang baik, yaitu Lactobacilus bifidus, tetapi menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya. Hal tersebut dikarenakan asam laktat dari laktosa yang difermentasi di dalam usus. Laktoferin adalah gugus asam amino dalam ASI yang mampu menghambat bakteri yang merugikan. Misalnya, Candida albicans yang menghambat pertumbuhan E. Coli patogen. Kadar laktoferin ASI 6 mg/ml, kadar dalam air susu sapi 5 mg/ml, tetapi kadarnya cepat turun. Kerja laktoferin mengikat Fe, B12, dan asam folat. Lisozim adalah suatu substrat anti-infeksi yang berguna untuk mata dan kadarnya 2 mg/100 ml. Kadar ini 5.000 kali lebih banyak dari air susu sapi. Lisozim dan IgA memecah dinding sel bakteri kuman enterobakteri dan kuman gram positif. Lisozim melindungi tubuh bayi terhadap virus herpes (Purwanti, 2004).

Salah satu kandungan didalam ASI adalah protein utama, yang merupakan bahan baku untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Protein ASI sangat cocok karena unsur protein di dalamnya hampir seluruhnya terserap oleh sistem pencernaan bayi. Hal ini disebabkan oleh protein ASI merupakan kelompok proteinwhey(protein yang bentuknya lebih halus). Kelompokwhey


(34)

18

merupakan protein yang sangat halus, lembut, dan mudah cerna, sedangkan komposisi protein yang ada dalam air susu sapi adalah kelompok kasein yang kasar, bergumpal, dan sangat sukar dicerna oleh usus bayi. Perbandingan protein unsur wheydan kasein dalam ASI adalah 60:40 sehingga menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap tubuh (Purwanti, 2004).

Adanya kandungan kunci dari ASI, seperti laktoferin dan sitokin yang berperan utama dalam penyakit intestinal. Laktoferin adalah salah satu dari protein utama pada ASI, yang mempunyai antimikroba, pengurang besi, dan sudah menunjukkan hasil dalam pengurangan insidensi dari sepsis onset lama pada neonatus yang mempunyai berat kurang dari 1000 gram. Efek utama dari laktoferin yang berkaitan dengan pengikatan besi melibatkan proses pada reseptor-mediated pada iron-bound di sel epitel intestinal (Reeveset al., 2013; Purwanti, 2004).

Pemberian ASI yang adekuat merupakan dasar tercapainya peningkatan pertumbuhan bayi. Tanda-tanda keadekuatan pemberian ASI meliputi: buang air kecil minimal 6 kali dalam 24 jam, bayi tidur lelap setelah pemberian ASI, peningkatan berat badan setelah 7 hari pertama minimal 20 gram setiap hari, ASI akan menetes dari payudara yang lain apabila pada satu payudara dihisap (Putra, 2012).


(35)

19

Kemampuan bayi untuk menyusu bergantung pada kematangan fungsi refleks hisap dan menelan. Bayi dengan usia kehamilan ibu di atas 34 minggu (berat di atas 1800 gram) dapat disusukan langsung kepada ibu karena refleks hisap dan menelannya biasanya sudah cukup baik. Bayi yang usia kehamilan ibu 32 minggu hingga 34 minggu (berat badan 1500 – 1800 gram) seringkali refleks menelan cukup baik, namun refleks menghisap masih kurang baik, oleh karena itu, ibu dapat memerah ASI dan ASI dapat diberikan dengan menggunakan sendok, cangkir, atau pipet. Jika bayi lahir dengan usia kehamilan ibu kurang dari 32 minggu (berat badan 1250 – 1500 gram), bayi belum memiliki refleks hisap dan menelan yang baik, maka ASI perah diberikan dengan menggunakan pipa lambung/orogastrik (sonde) (IDAI, 2010).

Berdasarkan penelitian Schanler RJ, bayi preterm ataupun BBLR yang menerima ASI ibu sendiri mempunyai toleransi pemberian makanan yang lebih baik dan insidensi NEC yang lebih rendah daripada pemberian susu formula BBLR. Selain itu, bayi kurang bulan yang diberikan ASI saja mempunyai pertumbuhan yang kurang baik dibandingkan dengan yang diberikan susu formula prematur. Hal ini dapat dimengerti karena rendahnya kadar protein dan mineral dalam ASI. Oleh karena itu bayi kurang bulan harus diberikan ASI yang difortifikasi, susu formula prematur atau kombinasi keduanya (Schanleret al., 1999).


(36)

20

2.2.2 Susu Formula Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Susu formula merupakan susu buatan pabrik yang telah diformulasikan menyerupai ASI, walaupun ASI tetap yang terbaik. Bayi yang tidak mendapatkan ASI harus diberikan susu formula bayi yang sesuai dengan kebutuhan dan umurnya (Mahardika, 2014).

Susu formula tidak dianjurkan untuk bayi karena susu formula mudah terkontaminasi, pemberian susu formula yang terlalu encer membuat bayi kurang gizi, yang terlalu kental akan membuat bayi kegemukan, tetapi apabila disebabkan oleh alasan tertentu bayi harus mendapatkan atau menggunakan susu formula maka untuk mencegah resiko harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: hanya boleh memberi susu formula bila pemberian ASI tidak memungkinkan, membaca label susu formula harus dengan petunjuk yang jelas tentang cara penyajian dan diberikan harus atas persetujuan kepala dinas kesehatan setempat (Proverawati & Rahmawati, 2010).

Susu formula BBLR adalah susu formula yang lebih bernutrisi daripada susu biasa yang diberikan untuk bayi BBLR atau prematur tergantung seberapa matur dan kondisi medis (BabyCentre Medical Advisory Board, 2012). Dalam berbagai kasus, susu formula BBLR selalu dijadikan alternatif jika ibu memilih untuk tidak mau maupun tidak mampu memberikan ASI.


(37)

21

Susu Formula BBLR mempunyai kandungan antara lain energi 81 kkal/100 ml, protein 2,3 g/100 ml, lemak 4,1 g/100 ml, kalsium 105 mg/100 ml, sodium 34 mg/100 ml, dan fosfor 58 mg/100 ml (Casperet al., 2014).

2.3 Penilaian Pertumbuhan

Penilaian pertumbuhan bayi dapat dilakukan pengukuran antropometri, diantaranya sebagai berikut.

2.3.1 Berat Badan (BB)

Berat badan (BB) adalah ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. BB merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lainnya. Pengukuran BB digunakan untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 2012).

2.3.2 Panjang Badan (PB)

Panjang badan (PB) adalah parameter pertumbuhan yang lebih akurat dan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi. PB


(38)

22

menggambarkan pertumbuhan linier bayi yang biasanya menunjukkan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita di waktu lampau. Pengukuran PB bersifat obyektif dan dapat diulang, murah dan mudah dibawa. Ketepatan pembacaan panjang badan dilakukan sampai pada 0,1 cm. PB merupakan indikator yang baik untuk pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) dan untuk perbandingan terhadap perubahan relatif, seperti berat badan (Najahah, 2014).

2.3.3 Lingkar Kepala

Pertumbuhan lingkar kepala merupakan salah satu proses pertumbuhan yang rumit. Lingkar kepala menggambarkan pertumbuhan otak dari estimasi volume dalam kepala. Tingkat kesalahan pada pengukuran lingkar kepala sekitar 0,4 – 1%. Walaupun perubahan lingkar kepala sejalan dengan pertambahan berat badan, lingkar kepala memiliki sensivitas yang rendah terhadap kondisi kurang gizi oleh karena pertumbuhan otak tetap dipertahankan pada kondisi kurang gizi (Soetjiningsih, 1995; Yusrin, 2012).


(39)

23

2.4 Kerangka Teori

(Hanumet al., 2014; Soetjiningsih, 1995; Surasmiet al., 2003; WHO, 2011). ASI + Susu

formula BBLR BBLR

Keterlambatan tumbuh kembang Faktor ibu :

- BB rendah - Malnutrisi - Riwayat

kehamilan dengan BBLR - Anemia - Usia ibu

Faktor janin : - Kehamilan

ganda

- Hidroamnion - Cacat bawaan

- Berat badan rendah - Panjang badan pendek - Ukuran kepala kecil


(40)

24

2.5 Kerangka Konsep

(Variabel Independen)

(Variabel Dependen)

2.6 Hipotesis

Terdapat hubungan antara frekuensi pemberian ASI + susu formula bayi berat lahir rendah (BBLR) terhadap pertambahan panjang bayi.

Frekuensi pemberian ASI + Susu formula

BBLR

BBLR

Keterlambatan tumbuh kembang


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang variabel independen dan variabel dependen diukur dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan September – Desember 2015 di ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek dan Rumah Responden.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi BBLR di ruang perawatan Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Tahun 2015.


(42)

26 3.3.2. Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dianggap dapat mewakili populasinya. Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel analisis korelatif yaitu:

= +

0,5 1 +1

+ 3

Keterangan :

Kesalahan tipe I (Z ) = 10% dengan hipotesis 1 arah = 1,28 Kesalahan tipe II (Zβ) = 20% = 0,84

Koefisien korelasi (r) = 0,6

Dengan hasil perhitungan sebagai berikut :

= 1,28 + 0,84 0,5 1 + 0,61 0,6

+ 3

=13 bayi

Dengan estimasiDrop Out, sebesar : =

(1 10%)

=15 bayi


(43)

27

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan Consecutive Sampling.

3.3.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

1. Kriteria Inklusi

a. Seluruh bayi BBLR dengan berat 1500–2499 gram. b. Tidak terkait usia gestasi.

2. Kriteria Eksklusi

a. Memiliki penyakit kongenital.

b. Lokasi rumahnya sulit dijangkau secara geografis.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1. Variabel bebas (Independent variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR.

3.4.2. Variabel terikat (Dependent variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertambahan panjang badan.


(44)

28

3.5 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Bebas dan Variabel Terikat No Variabel Definisi

operasional

Cara ukur Alat ukur Satuan ukur

Jenis Data

1 Frekuensi pemberian ASI + Susu Formula BBLR

Rerata frekuensi pemberian minuman

alamiah untuk semua bayi (Behrman, Kleigman & Arvin, 1999) dan dikombinasikan dengan susu formula yang lebih bernutrisi (BabyCentre Medical

Advisory Board, 2012) dalam 1 hari selama 4 minggu setelah bayifull feed.

Menghitung frekuensi pemberian minum dalam 3 hari sekali Kali pemberian Kali Ratio 2 Pertambahan panjang badan BBLR Bertambahnya ukuran panjang badan bayi (Hidayat, 2008) yang diukur setelah lahir dan 4 minggu setelah bayifull feed

Pengukuran dilakukan dalam posisi berbaring lurus, mulai dari vertex sampai dengan tumit. Meteran panjang badan bayi Centimeter (cm) dan milimeter (mm)

Ratio

3 Bayi berat lahir rendah (BBLR)

Bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram


(45)

29

3.6 Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Alat tulis

Alat yang digunakan untuk mencatat, melaporkan hasil penelitian. Alat tersebut adalah pulpen, kertas, dan pensil.

2. Pengukur panjang badan

Alat tersebut digunakan untuk mengukur panjang badan bayi. 3. Lembarinformed consent

Lembar persetujuan untuk menjadi responden penelitian

3.7 Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

3.7.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber pertamanya. Data primer diperoleh dengan melakukan pemeriksaan antropometri secara langsung dengan menggunakan pengukur panjang badan kepada responden yaitu bayi BBLR yang terpilih menjadi responden. Kemudian dilakukan observasi secara langsung.


(46)

30

3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder biasanya telah tersusun dalam dokumen-dokumen. Data sekunder diperoleh dari pihak rumah sakit berupa keterangan mengenai rekam medik dari bayi BBLR dan jumlah bayi BBLR yang dirawat di ruang perawatan Neonatologi rumah sakit tersebut.


(47)

31

3.8 Alur Penelitian

Prosedur penelitian ini dapat dijabarkan dalam alur berikut :

Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan

Pembuatan proposal, perizinan etik

Pengumpulan bayi BBLR

Mengukur panjang badan bayi baru lahir

Hitung frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR setiap hari Tidak memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi

Memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi Memilah kriteria inklusi dan eksklusi

Penjelasan maksud dan tujuan penelitian, serta pengisianinformed

consent

Mengukur panjang badan bayi 4 minggu setelah bayifull feed

Tahap Pengolahan Data

Pengolahan dan analisis data


(48)

32

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel, kemudian data diolah menggunakan program statistik. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah :

a. Editing, untuk melakukan pengecekan hasil pemeriksaan antropometri apakah nilai pengukuran sudah tepat dan didapatkan pada alat yang dipastikan telah dikalibrasi.

b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

c. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.

d. Tabulasi, melakukan pengelompokkan data dalam tabel sebagai bahan informasi.

3.9.2 Analisis Data

Analisis data terdiri dari : 1. Analisis Univariat

Analisa ini digunakan dengan menggunakan secara deskriptif untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terikat.


(49)

33

2. Analisis Bivariat 1. Uji normalitas

Data dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk (sampel < 50) untuk melihat sebaran data, jika normal dilakukan pengecekan asumsi linearitas. Jika data diasumsikan linear maka dilakukan analisa bivariat yaitu analisa yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. 2. Uji korelasi

Analisa Bivariat yang digunakan adalah uji Pearson. Jika sebaran data tidak normal dapat dilakukan transformasi data atau menggunakan alternatif uji Spearman dengan syarat asumsi data linear.

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini telah diajukan dan disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk keperluan penelitian.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Rerata frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR pada BBLR adalah 7 kali, dengan frekuensi pemberian ASI sebanyak 3 kali dan susu formula sebanyak 4 kali.

2. Rerata pertambahan panjang badan pada BBLR adalah 2,5 cm selama 4 minggu.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR terhadap pertambahan panjang bayi BBLR.

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang diharapkan sebagai berikut:

1. Kepada institusi pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan dukungan dan pelayanan maksimal, terutama pada penanganan masalah BBLR.


(51)

2. Kepada orang tua bayi BBLR diharapkan lebih termotivasi untuk memberikan asupan nutrisi yang cukup untuk bayinya, dengan memberikan ASI yang optimal ataupun susu formula BBLR.

3. Kepada penelitian lain diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai data dasar dan dapat dikembangkan lebih lanjut dalam desain dan variabel yang berbeda.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics. 2005. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 115(2): 496-506.

Atabik A. 2013. Faktor ibu yang berhubungan dengan praktik pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Pamotan. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

BabyCentre Medical Advisory Board. 2012. Nutrition for premature babies. Diakses dari http://www.babycentre.co.uk/a555457/nutrition-for-premature-babies pada 27 agustus 2015.

Badan Kependudukan & Keluarga Berencana Nasional Kemenkes RI. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012.

Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2007. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan.

Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.

Barness L, Curran J. 1999. Nutrisi. Dalam: Behrman RE, Kliegman, RM, Arvin AM, penyunting. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15 Vol. 1. Editor edisi bahasa indonesia: A. Samik Wahab. Jakarta: EGC. 178-232.

Casper C, Carnielli VP, Hascoet JM, Lapillonne A, Maggio L, et al. 2014. rhBSSL improves growth and LCPUFA absorption in preterm infants fed formula or pasteurized breast milk. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. 59(1): 61–9.

Damanik SM. 2008. Klasifikasi bayi menurut berat lahir rendah dan masa gestasi. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 11-30. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2012. Profil kesehatan provinsi lampung


(53)

✂ ✄

Dutta S, Singh B, Chessell L, Wilson J, Janes M, McDonald K, et al. 2015. Guidelines for feeding very low birth weight infants.Nutrients. 7: 423–42 Ellard DM, Anderson, DM. 2008. Nutrition. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,

Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Willkins. 115–36.

Gibertoni D, Corvaglia L, Vandini S, Rucci P, Savini S, et al. 2015. Positive effect of human milk feeding during NICU hospitalization on 24 month neurodevelopment of very low birth weight infants: an italian cohort study. plos one, 10, p.e0116552. Diakses dari http://dx.plos.org/10.1371/journal.pone.0116552 pada 24 agustus 2015. Girsang BM. 2009. Pola perawatan bayi berat lahir rendah (BBLR) oleh ibu di

rumah sakit dan di rumah dan hal-hal yang mempengaruhi: study grounded theory.Tesis. Universitas Indonesia.

Hanum S, Hasanah O, Elita V. 2014. Gambaran morbiditas bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di ruang Perinatologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.JOM PSIK. 1(2): 1-8.

Henderson G, Fahey T, McGuire W. 2005. Calorie and protein-enriched formula versus standard term formula for improving growth and development in preterm or low birth weight infants following hospital discharge. Tayside Institute of Child Health University.

Hidayat AA. 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

IDAI. 2010. Perawatan metode kanguru meningkatkan pemberian ASI. Diakses dari http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/perawatan-metode-kanguru-pmk-meningkatkan-pemberian-asi.html pada 27 agustus 2015.

IDAI. 2010. Pemberian ASI pada bayi lahir kurang bulan. Diakses dari http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/pemberian-asi-pada-bayi-lahir-kurang-bulan.html pada 27 agustus 2015.

Igo ML, Nadhiroh AM. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 - 6 bulan di Krembangan Jaya Surabaya.Jurnal Insan Kesehatan. 1(2): 1-10.

Khoiriah F, Angraini DI, Carolina N, Sukohar A. 2015. Hubungan pertambahan berat badan ibu selama hamil dengan berat bayi lahir rendah. Majority. 4(3): 52-7.

Kemenkes RI. 2010. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman Teknik Pelayanan Kesehatan Dasar.


(54)

☎8

Kliegman RM. 1999. Janin dan Bayi Neonatus. Dalam: Behrman RE, Kliegman, RM, Arvin AM, penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15 Vol. 1. Editor edisi bahasa indonesia: A. Samik Wahab. Jakarta: EGC. 558–76. Mahardika A. 2014. Tingkat kepatuhan pelaksanaan Pp No. 33 Tahun 2012

tentang pemberian air susu ibu eksklusif terhadap penggunaan susu formula bayi.Skripsi. Universitas Dipenogoro.

Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. 2007. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC.

Meadow SR, Newell SJ. 2005. Lecture notes: pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga.

Najahah I. 2014. Faktor risiko panjang lahir bayi pendek di ruang bersalin RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat.Media bina ilmiah. 8(1): 16-23. Nasar SS. 2004. Tata laksana nutrisi pada bayi berat lahir rendah. Sari pediatri.

5(4): 165–70.

Notoatmodjo S. 2012.Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

O’Connor D, Jacobs J, Hall R, Adamkin D, Auestad N, Castillo M, et al. 2003. Growth and development of premature infants fed predominantly human milk, predominantly premature infant formula, or a combination of human milk and premature formula. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. 37: 437 46.

Proverawati A, Rahmawati E. 2010. Kapita selekta ASI dan menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika.

Purwanti SP. 2004.Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: EGC.

Putra IWGAE. 2012. Pengaruh perawatan metode kanguru terhadap pencapaian berat normal pada bayi berat lahir rendah di kabupaten temanggung tahun 2011.Tesis. Universitas Indonesia.

Reeves A, Johnson MC, Vasquez MM, Maheshwari A, Blanco CL. 2013.

TGF-β2, a protective intestinal cytokine, is abundant in maternal human milk and human-derived fortifiers but not in donor human milk. Breastfeeding medicine: the official journal of the academy of breastfeeding medicine. 8(6): 496-502.

Rukmini NKP, Hendarto A, Rohsiswatmo R, Putra ST. 2008. Pertumbuhan bayi

berat lahir rendah yang memperoleh susu “post discharge formula” modifikasi dibandingkan dengan susu “post discharge formula” komersial.


(55)

✆ ✝

Rukmono P. 2013.Neonatologi praktis. Bandar Lampung: AURA.

Santoso O, Aditya W, Retnoningrum D. 2009. Hubungan kebersihan mulut dan gingivitis ibu hamil terhadap kejadian bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan jejaringnya. Media Medika Indonesia. 43(6): 288–94.

Schanler RJ, Shulman RJ, Lau C. 1999. Feeding strategies for premature infants: beneficial outcomes of feeding fortified human milk versus preterm formula. Pediatrics. 103(6): 1150 7.

Silangit AD. 2013. Pengaruh faktor demografi dan perawatan antenatal pada ibu terhadap kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan 2012.Tesis. Universitas Sumatera Utara. Sistiarani C. 2008. Faktor maternal dan kualitas pelayanan antenatal yang berisiko

terhadap kejadian BBLR (Studi pada ibu yang periksa hamil ke tenaga kesehatan dan melahirkan Di RSUD Banyumas Minat) tahun 2008. Tesis. Universitas Diponegoro.

Soetjiningsih. 1995.Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC.

Suradi R. 2001. Spesifitas biologis air susu ibu.Sari pediatri. 3(3): 125 9.

Surasmi A, Handayani S, Kusuma HN. 2003. Perawatan bayi risiko tinggi. Jakarta: EGC.

Susanti R, Hasanah O, Utami GT. 2014. Perbandingan kenaikan berat badan BBLR yang diberi asi dan susu formula pada dua minggu pertama perawatan.JOMPSIK. 1(1): 1-7.

Syafrudin, Hamidah. 2009.Kebidanan komunitas. Jakarta: EGC.

WHO. 2011.Guidelines on optimal feeding of low birth-weight infants in low-and middle-income countries. Switzerland: WHO Press.

Yusrin WK. 2012. Pengukuran antropometri pengganti untuk mendeteksi kasus BBLR di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya tahun 2011. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Rerata frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR pada BBLR adalah 7 kali, dengan frekuensi pemberian ASI sebanyak 3 kali dan susu formula sebanyak 4 kali.

2. Rerata pertambahan panjang badan pada BBLR adalah 2,5 cm selama 4 minggu.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi pemberian ASI + susu formula BBLR terhadap pertambahan panjang bayi BBLR.

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang diharapkan sebagai berikut:

1. Kepada institusi pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan dukungan dan pelayanan maksimal, terutama pada penanganan masalah BBLR.


(2)

2. Kepada orang tua bayi BBLR diharapkan lebih termotivasi untuk memberikan asupan nutrisi yang cukup untuk bayinya, dengan memberikan ASI yang optimal ataupun susu formula BBLR.

3. Kepada penelitian lain diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai data dasar dan dapat dikembangkan lebih lanjut dalam desain dan variabel yang berbeda.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics. 2005. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 115(2): 496-506.

Atabik A. 2013. Faktor ibu yang berhubungan dengan praktik pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Pamotan. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

BabyCentre Medical Advisory Board. 2012. Nutrition for premature babies. Diakses dari http://www.babycentre.co.uk/a555457/nutrition-for-premature-babies pada 27 agustus 2015.

Badan Kependudukan & Keluarga Berencana Nasional Kemenkes RI. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012.

Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2007. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan.

Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.

Barness L, Curran J. 1999. Nutrisi. Dalam: Behrman RE, Kliegman, RM, Arvin AM, penyunting. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15 Vol. 1. Editor edisi bahasa indonesia: A. Samik Wahab. Jakarta: EGC. 178-232.

Casper C, Carnielli VP, Hascoet JM, Lapillonne A, Maggio L, et al. 2014. rhBSSL improves growth and LCPUFA absorption in preterm infants fed formula or pasteurized breast milk. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. 59(1): 61–9.

Damanik SM. 2008. Klasifikasi bayi menurut berat lahir rendah dan masa gestasi. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 11-30. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2012. Profil kesehatan provinsi lampung


(4)

✂ ✄

Dutta S, Singh B, Chessell L, Wilson J, Janes M, McDonald K, et al. 2015. Guidelines for feeding very low birth weight infants.Nutrients. 7: 423–42 Ellard DM, Anderson, DM. 2008. Nutrition. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,

Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Willkins. 115–36.

Gibertoni D, Corvaglia L, Vandini S, Rucci P, Savini S, et al. 2015. Positive effect of human milk feeding during NICU hospitalization on 24 month neurodevelopment of very low birth weight infants: an italian cohort study. plos one, 10, p.e0116552. Diakses dari http://dx.plos.org/10.1371/journal.pone.0116552 pada 24 agustus 2015. Girsang BM. 2009. Pola perawatan bayi berat lahir rendah (BBLR) oleh ibu di

rumah sakit dan di rumah dan hal-hal yang mempengaruhi: study grounded theory.Tesis. Universitas Indonesia.

Hanum S, Hasanah O, Elita V. 2014. Gambaran morbiditas bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di ruang Perinatologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.JOM PSIK. 1(2): 1-8.

Henderson G, Fahey T, McGuire W. 2005. Calorie and protein-enriched formula versus standard term formula for improving growth and development in preterm or low birth weight infants following hospital discharge. Tayside Institute of Child Health University.

Hidayat AA. 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

IDAI. 2010. Perawatan metode kanguru meningkatkan pemberian ASI. Diakses dari http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/perawatan-metode-kanguru-pmk-meningkatkan-pemberian-asi.html pada 27 agustus 2015.

IDAI. 2010. Pemberian ASI pada bayi lahir kurang bulan. Diakses dari http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/pemberian-asi-pada-bayi-lahir-kurang-bulan.html pada 27 agustus 2015.

Igo ML, Nadhiroh AM. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 - 6 bulan di Krembangan Jaya Surabaya.Jurnal Insan Kesehatan. 1(2): 1-10.

Khoiriah F, Angraini DI, Carolina N, Sukohar A. 2015. Hubungan pertambahan berat badan ibu selama hamil dengan berat bayi lahir rendah. Majority. 4(3): 52-7.

Kemenkes RI. 2010. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman Teknik Pelayanan Kesehatan Dasar.


(5)

☎8

Kliegman RM. 1999. Janin dan Bayi Neonatus. Dalam: Behrman RE, Kliegman, RM, Arvin AM, penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15 Vol. 1. Editor edisi bahasa indonesia: A. Samik Wahab. Jakarta: EGC. 558–76. Mahardika A. 2014. Tingkat kepatuhan pelaksanaan Pp No. 33 Tahun 2012

tentang pemberian air susu ibu eksklusif terhadap penggunaan susu formula bayi.Skripsi. Universitas Dipenogoro.

Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. 2007. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC.

Meadow SR, Newell SJ. 2005. Lecture notes: pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga.

Najahah I. 2014. Faktor risiko panjang lahir bayi pendek di ruang bersalin RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat.Media bina ilmiah. 8(1): 16-23. Nasar SS. 2004. Tata laksana nutrisi pada bayi berat lahir rendah. Sari pediatri.

5(4): 165–70.

Notoatmodjo S. 2012.Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. O’Connor D, Jacobs J, Hall R, Adamkin D, Auestad N, Castillo M, et al. 2003.

Growth and development of premature infants fed predominantly human milk, predominantly premature infant formula, or a combination of human milk and premature formula. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. 37: 437 46.

Proverawati A, Rahmawati E. 2010. Kapita selekta ASI dan menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika.

Purwanti SP. 2004.Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: EGC.

Putra IWGAE. 2012. Pengaruh perawatan metode kanguru terhadap pencapaian berat normal pada bayi berat lahir rendah di kabupaten temanggung tahun 2011.Tesis. Universitas Indonesia.

Reeves A, Johnson MC, Vasquez MM, Maheshwari A, Blanco CL. 2013. TGF-β2, a protective intestinal cytokine, is abundant in maternal human milk and human-derived fortifiers but not in donor human milk. Breastfeeding medicine: the official journal of the academy of breastfeeding medicine. 8(6): 496-502.

Rukmini NKP, Hendarto A, Rohsiswatmo R, Putra ST. 2008. Pertumbuhan bayi berat lahir rendah yang memperoleh susu “post discharge formula” modifikasi dibandingkan dengan susu “post discharge formula” komersial. Sari pediatri. 9(6): 89-93.


(6)

✆ ✝

Rukmono P. 2013.Neonatologi praktis. Bandar Lampung: AURA.

Santoso O, Aditya W, Retnoningrum D. 2009. Hubungan kebersihan mulut dan gingivitis ibu hamil terhadap kejadian bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan jejaringnya. Media Medika Indonesia. 43(6): 288–94.

Schanler RJ, Shulman RJ, Lau C. 1999. Feeding strategies for premature infants: beneficial outcomes of feeding fortified human milk versus preterm formula. Pediatrics. 103(6): 1150 7.

Silangit AD. 2013. Pengaruh faktor demografi dan perawatan antenatal pada ibu terhadap kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan 2012.Tesis. Universitas Sumatera Utara. Sistiarani C. 2008. Faktor maternal dan kualitas pelayanan antenatal yang berisiko

terhadap kejadian BBLR (Studi pada ibu yang periksa hamil ke tenaga kesehatan dan melahirkan Di RSUD Banyumas Minat) tahun 2008. Tesis. Universitas Diponegoro.

Soetjiningsih. 1995.Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC.

Suradi R. 2001. Spesifitas biologis air susu ibu.Sari pediatri. 3(3): 125 9.

Surasmi A, Handayani S, Kusuma HN. 2003. Perawatan bayi risiko tinggi. Jakarta: EGC.

Susanti R, Hasanah O, Utami GT. 2014. Perbandingan kenaikan berat badan BBLR yang diberi asi dan susu formula pada dua minggu pertama perawatan.JOMPSIK. 1(1): 1-7.

Syafrudin, Hamidah. 2009.Kebidanan komunitas. Jakarta: EGC.

WHO. 2011.Guidelines on optimal feeding of low birth-weight infants in low-and middle-income countries. Switzerland: WHO Press.

Yusrin WK. 2012. Pengukuran antropometri pengganti untuk mendeteksi kasus BBLR di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya tahun 2011. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.