KONDISI FISIK DAN KIMIA AIR DI PEMANDIAN WAY PANAS DESA MERAK BATIN KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2013

(1)

AT WAY PANAS HOT SPRING IN MERAK BATIN VILLAGE SUBDISTRICT NATAR SOUTH LAMPUNG REGENCY

IN 2013

By

MUHAMMAD RIYANTO

Natural hot spring that is located in the Merak Batin Village can be used to maintain, improve, and recover the health of human body. Therefore, the Way Panas hot spring can be a natural alternative to be used by the people around it. This study is aimed at finding out: 1) the physical condition of the water, 2) the chemical condition of the water, 3) the quality of the water.

This study used descriptive method by using laboratory testing, observation, and documentation as data collecting technique. Meanwhile, data analysis technique uses scoring technique.

The results of the show that: 1) the physical condition of the water in the hot spring is in a relatively good condition by using the odor, the amount of dissolved substances (TDS), turbidity, taste, temperature, and color of water as parameters measured, 2) water chemical condition in Way Panas not in good enough result based on the score of the pH parameters, hardness, and chloride, 3) all samples show relatively the same result, that is water quality is clean enough, so that it is viable to be used for bathing purpose.


(2)

DI PEMANDIAN WAY PANAS DESA MERAK BATIN KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

TAHUN 2013

Oleh

MUHAMMAD RIYANTO

Mata air panas alami yang berlokasi di Desa Merak Batin dapat dimanfaatkan sebagai media dalam menjaga, meningkatkan, serta memulihkan kesehatan tubuh manusia. Oleh sebab itu, Pemandian Way Panas dapat menjadi alternatif alami yang dapat dipergunakan oleh masyarakat di sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) kondisi fisik air, 2) kondisi kimia air, dan 2) kualitas air bersih di Pemandian Way Panas, Desa Merak Batin, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2013.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskritif dengan teknik pengumpulan data meliputi uji laboratorium, observasi, dan dokumentasi. Sementara, analisa data yang diterapkan menggunakan teknik skoring.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) kondisi fisik air di Pemandian Way Panas alam kondisi yang cukup baik dengan parameter air yang diukur meliputi bau, jumlah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, suhu, dan warna air, 2) kondisi kimia air di Pemandian Way Panas memperlihatkan hasil yang kurang baik berdasarkan perhitungan parameter pH, kesadahan, dan klorida, 3) seluruh sampel penelitian menunjukkan hasil yang relatif seragam, bahwa air di pemandian memiliki kualitas air bersih yang cukup baik, sehingga layak dipergunakan sebagai air untuk keperluan mandi berendam.


(3)

KONDISI FISIK DAN KIMIA AIR

DI PEMANDIAN WAY PANAS DESA MERAK BATIN

KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

TAHUN 2013

Oleh

MUHAMMAD RIYANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2014


(4)

KONDISI FISIK DAN KIMIA AIR

DI PEMANDIAN WAY PANAS DESA MERAK BATIN

KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

TAHUN 2013

(Skripsi)

Oleh

MUHAMMAD RIYANTO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2014


(5)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar: Halaman

1. Diagram Skematik Hidrothermal ... 15

2. Bagan Kerangka Pikir ... 45

3. Peta Lokasi Desa Merak Batin dan Pemandian Way Panas ... 78

4. Daerah Iklim Menurut F. Junghun. ... 83

5. Peta Sebaran Daerah Vulkanik di Kepulauan Indonesia ... 84

6. Peta Geologi Regional Sumatera Selatan ... 87

7. Tektogram Distrik Lampung ... 89

8. Peta Patahan-patahan Utama di Sekiar Selat Sunda ... 91

9. Termometer ... 110

10. Warna Tampak dan Kekeruhan Sampel Air di Pemandian Way Panas 114

11. Bak I dan Satu Bak Lain yang Terletak Saling Berdekatan . ... 128

12. Bak Pemandian I ... 128

13. Bak Pemandian II ... 132

14. Bak Pemandian III ... 135


(6)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Air ... 11

2. Terjadinya Sumber Mata Air Panas ... 13

3. Kondisi Fisik dan Kimia Air ... 17

4. Kualitas Air Bersih ... 18

5. Parameter Air ... 22

a. Bau Air ... 23

b. Jumlah Zat Padat Terlarut (Total Dissolved Solid) Air ... 24

c. Kekeruhan Air ... 28

d. Rasa Air ... 30

e. Suhu Air ... 32

f. Warna Air ... 34

g. PH Air ... 36

h. Kesadahan Total (CaCO3)Air ... 39

i. Klorida Air ... 42


(7)

iii

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

C. Definisi Operasional Variabel ... 47

1. Kondisi Fisik Air ... 48

a. Bau Air ... 48

b. Jumlah Zat Padat Terlarut/ TDSAir ... 50

c. Kekeruhan Air ... 52

d. Rasa Air ... 54

e. Suhu Air ... 56

f. Warna Air ... 58

2. Kondisi Kimia Air ... 61

a. PH Air ... 61

b. Kesadahan Total (CaCO3)Air ... 63

c. Klorida Air ... 65

3. Kualitas Air Bersih ... 69

D. Teknik Pengumpulan Data ... 73

1. Uji Laboratorium ... 73

2. Observasi ... 73

3. Dokumentasi ... 74

E. Teknik Analisa Data ... 74

IV. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 76

1. Kondisi Fisiografis ... 76

a. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Desa Merak Batin ... 76

b. Bentang Alam Desa Merak Batin ... 80

c. Iklim Desa Merak Batin ... 80

1) Klasifikasi Iklim Menurut Daerah Penerimaan Radiasi Matahari ... 80

2) Klasifikasi Iklim Menurut F. Junghun ... 81

d. Tinjauan Geologi Regional Daerah Penelitian ... 83

2. Kondisi Sosiologis ... 93

a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Desa Merak Batin ... 94

b. Tingkat Kependidikan Desa Merak Batin ... 97

B. Deskripsi Data Primer Hasil Penelitian ... 98

1. Kondisi Fisik Air ... 100

a. Bau Air ... 100

b. Jumlah Zat Padat Terlarut/ TDSAir ... 102

c. Kekeruhan Air ... 105


(8)

iiii

a. PH Air ... 116

b. Kesadahan Total (CaCO3)Air ... 120

c. Klorida Air ... 123

3. Kualitas Air Bersih ... 126

a. Kualitas Air Bersih Bak Pemandian I ... 128

b. Kualitas Air Bersih Bak Pemandian II ... 132

c. Kualitas Air Bersih Bak Pemandian III ... 135

d. Kualitas Air Bersih Bak Pemandian IV ... 138

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 141

B. Saran ... 142 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ivi

DAFTAR TABEL

Tabel: Halaman

1. Perkiraan Kuantitas Air di Bumi ... 12

2. Persyaratan Air Bersih Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 ... 19

3. Daftar Parameter Fisika dan Kimia yang Dipergunakan dalam Menentukan Tingkat Kualitas Air Bersih di Pemanian Way Panas ... 21

4. Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter ... 26

5. Hubungan Antara Nilai TDS dan Salinitas Air ... 27

6. Kriteria Indikator Pedoman Suhu Air ... 34

7. Kriteria Nilai pH Pada Air ... 37

8. Kadar CaCO3, dan Derajat Kekerasan Air ... 41

9. Instrumen Penilaian Parameter Bau Air di Pemandian Way Panas Natar ... 49

10. Instrumen Penilaian Parameter Jumlah Zat Padat Terlarut/TDS Air di Pemandian Way Panas Natar ... 51

11. Instrumen Penilaian Parameter Kekeruhan Air di Pemandian Way Panas Natar ... 53

12. Instrumen Penilaian Parameter Rasa Air di Pemandian Way Panas Natar ... 55

13. Instrumen Penilaian Parameter Suhu Air di Pemandian Way Panas Natar ... 57

14. Instrumen Penilaian Parameter Warna Air di Pemandian Way Panas Natar ... 59


(10)

vi 16. Instrumen Penilaian Parameter PH Air di Pemandian Way Panas

Natar ... 62 17. Instrumen Penilaian Parameter Kesadahan Total Air di Pemandian

Way Panas Natar ... 64 18. Instrumen Penilaian Parameter Klorida Air di Pemandian Way Panas

Natar ... 66 19. Rekapitulasi Jumlah Nilai Tertinggi dan Terendah Parameter Kimia

Air ... 68 20. Instrumen Penilaian Kualitas Air Bersih di Pemandian Way Panas

Natar ... 70 21. Rekapitulasi Jumlah Tertinggi dan Terendah Kualitas Air Bersih ... 72 22. Luas Wilayah Desa Merak Batin dan Penggunaanya ... 79 23. Jumlah Penduduk Desa Merak Batin Menurut Golongan Usia dan

Jenis Kelamin ... 94 24. Latar Belakang Kependidikan Penduduk Desa Merak Batin

Tahun 2009 ... 97 25. Hasil Uji Laboratorium dan Observasi Sampel/Bak Air... 99 26. Hasil Uji Bau Air Pada Sampel/Bak Air I-IV di Pemandian Way

Panas Natar ... 101 27. Hasil Skor Penilaian Pada Parameter Bau Air ... 102 28. Hasil Uji TDS Air Pada Sampel/Bak I-IV di Pemandian Way Panas

Natar ... 103 29. Hasil Skor Penilaian Pada Parameter Jumlah Zat Padat Terlarut/

TDS Air ... 105 30. Hasil Skor Penilaian Pada Parameter Kekeruhan Air ... 107 31. Hasil Skor Penilaian Pada Parameter Rasa Air ... 108 32. Hasil Pengukuran Suhu Air Pada Sampel/Bak Air di Pemandian Way


(11)

vii

35. Rekapitulasi Jumlah Perolehan Skor Parameter Kondisi Fisik Air ... 115

36. Nilai PH Air Pada Sampel/bak Air I-IVdi Pemandian Way Panas Natar ... 117

37. Hasil Skor Penilaian Pada Parameter PH Air ... 119

38. Nilai Kesadahan Air Pada Sampel/Bak Air I-IV di Pemandian Way Panas Natar ... 121

39. Hasil Skor Penilaian Pada Parameter Kesadahan Air ... 122

40. Nilai Klorida Air Pada Sampel/Bak Air I-IV di Pemandian Way Panas Natar ... 124

41. Hasil Skor Penilaian Pada Parameter Klorida Air ... 125

42. Rekapitulasi Jumlah Perolehan Skor Parameter Kondisi Kimia Air ... 126

43. Hasil Skor Penilaian Kualitas Air Bersih untuk Bak Pemandian I ... 131

44. Hasil Skor Penilaian Kualitas Air Bersih untuk Bak Pemandian II ... 134

45. Hasil Skor Penilaian Kualitas Air Bersih untuk Bak Pemandian III ... 136


(12)

(13)

(14)

(15)

Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus-menerus,

kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan bahkan sampai kesusahan

yang menyusahkan, melainkan akan dihapuskan dengan

dosa-dosanya

(H.R Muslim, No:2573)

“ … Maka sesungguhnya bersama k

esulitan itu ada kemudahan,

sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan …”

(Q.S. Al-Insyirah, 94:5-6)

Air yang jatuh walaupun hanya berupa tetesan kecil, namun apabila

senantiasa tetap konsisten dan terus konsisten, maka kelak dapat

melubangi sebuah batu bahkan yang paling keras sekalipun

(Muhammad Riyanto)


(16)

Segala Puji hanya milik Allah SWT, Kau telah memberikan yang kubutuhkan.

Shalawat dan Salam kepada Rasululloh Muhammad SAW

Karya kecilku ini kupersembahkan kepada

Ayah dan Ibu tercinta serta Ayuk, dari kalian aku belajar keikhlasan kesabaran

serta ketegaran dalam menggapai cita-citaku. Terimah kasih atas kasih sayang

dan doa yang tak henti kalian ucapkan yang takan mampu jika aku harus

membalas semua kebaikan dan ketulusan mu.

Seluruh keluarga besar, yang terus memberikan do’anya, te

rima kasih

Para Guru dan Dosen yang kuhormati, dari kalian aku terinspirasi untuk

menjadi pendidik.

Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku.

Terima kasih atas semuanya, dari kalian aku belajar memahami arti

persahabatan, kekompakan, dan kebersamaan.

Almamater yang tercinta


(17)

Penulis dilahirkan di Desa Natar, pada tanggal 09 September 1989. Penulis merupakan Putra ke dua dari dua bersaudara, buah hati pasangan Bapak Suyatno dan Ibu Rosiyah.

Penulis memulai pendidikannya di TK Dharma Wanita PTP X P PKR PEWA pada tahun 1995 sampai 1996. Selanjutnya ke SDN 4 Natar pada tahun 1996 dan selesai pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Natar dan selesai pada tahun 2005. Selanjutnya, pada tahun 2006 Penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Natar dan selesai pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, pada tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan 1 Geografi di Tanggamus dan Lampung Selatan. Pada tahun 2012 melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan 2 Geografi di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Bali. Pada tahun yang sama penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Harapan Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan yang bersinergi dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP 12-2 di lokasi tempat yang sama pada bulan Juli sampai September 2012.


(18)

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya telah memudahkan dan menerangi jalan pikiran penulis dalam menyusun skripsi yang berjudul “Kondisi Fisik dan Kimia Air Di Pemandian Way Panas Desa Merak Batin Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2013”. Adapun penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan.

Penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, semangat, bimbingan dan do’a dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, terima kasih atas izin yang telah diberikan sehingga penulis dapat

melaksanakan penelitian dan memberikan kemudahan dalam pelayanan administrasi selama menempuh perkuliahan.

2. Bapak. Dr. M. Toha B. S. Jaya, M.S., selaku Pembantu Dekan I, Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si., selaku Pembantu Dekan II , dan Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, terima kasih atas izin dan pelayanan administrasi yang telah diberikan.

3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Lampung.


(19)

Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Lampung. 5. Bapak Drs. I Gede sugiyanta, M.Si., selaku Pembimbing Mahasiswa 1 dan

Bapak Drs. Rosana, M.Si., selaku Pembimbing Mahasiswa 2 sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. Semoga amal dan ilmu yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan selalu diberikan kebahagiaan lahir dan batin, serta kesehatan, aamiin.

6. Bapak Dedy Miswar, S.Si. M.Pd , selaku Dosen Pembahas Mahasiswa, terima kasih atas saran yang telah diberikan kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. Semoga amal dan ilmu yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan selalu diberikan kebahagiaan lahir dan batin, serta kesehatan, aamiin.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Geografi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Bapak Agus Indra, selaku Kepala Desa Merak Batin serta aparatur

pemerintahan Desa Merak Batin yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas segala izin dan bantuanya.

9. Bapak Muttaqien Djaja Taruna, selaku pemilik sekaligus pengelola Objek Wisata Pemandian Way Panas Natar, terima kasih atas segala izin dan bantuan yang diberikan kepada peneliti.


(20)

selalu mendoakan dan memotivasiku serta menantikan keberhasilanku juga kepada Ayunda Sri Soleha.

11. Sahabat-sahabatku di Program Studi S1 Pendidikan Geografi angkatan 2009, Segenap Adik Tingkat juga Kakak Tingkat, Universitas Lampung terima kasih atas kebersaman, kekompakan dan kekeluargaan kita “One Dream One

Purpose”.

12. Rekan-rekan di Fajar.Com, terima kasih atas kerahtamahan dan pelayanan yang telah diberikan kepada penulis.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu, Terima kasih.

Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, Septenber 2014 Penulis,


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bumi merupakan sebuah planet dengan ukuran yang tergolong cukup kecil. Walaupun demikian bumi memiliki keunikannya sendiri. Planet bumi hanyalah satu-satunya planet dalam sistem tatasurya yang memiliki sebuah kehidupan, mengandung air, serta permukaan yang terus-menerus berubah. Lebih dari ¾ permukaan bumi tertutup oleh air (Olivia N. Harahap, 2000:14). Oleh sebab itu, planet bumi dapat dijuluki sebagai “Planet Berair”.

Air (hidrosfer) merupakan bagian daripada objek kajian dalam ilmu geografi, bersama dengan komponen geosfer lainnya yang terdiri dari lithosfer (batuan), atmosfer (udara), dan biosfer (makhluk hidup). Jadi begitu jelas, bahwa air dan beserta fenomena yang berada di dalamnya merupakan bagian dalam telaah ilmu geografi.

Air merupakan kebutuhan pokok yang penting bagi manusia sebagai penunjang keberlangsungan hidupnya. Bagi manusia air tidak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti air untuk diminum, mencuci, mandi, dan lain sebagainya. Lebih dari itu, air juga dapat dimanfaatkan sebagai media dalam menjaga, meningkatkan, dan serta memulihkan kesehatan manusia seperti dalam hal kesegaran, kecantikan, bahkan media untuk relaksasi. Air yang digunakan


(22)

dapat tersedia dan berasal dari alam, misalnya air mineral dan air panas (hidro termal).

Mata air panas atau sumber mata air panas adalah mata air yang dihasilkan akibat keluarnya air tanah dari kerak bumi setelah dipanaskan secara geothermal

(http//:wikipedia/mataairpanas, diakses pada tahun 2013). David K. Todd (1980:50-51) menyatakan bahwa mata air panas memiliki suhu yang lebih tinggi dari suhu air tanah di sekitarnya. Mata air panas dapat juga diakibatkan oleh adanya kontak antara magma dari gunung berapi dengan sumber air tanah di sekitarnya. Hal demikian sesuai dengan pendapat Katili dan Marks (1963:205) yang menyatakan jika pada gunung berapi yang tidak terlalu aktif terdapat semacam aktivitas yang disebut aktivitas post-vulkanik, seperti fumarola, solfatara, sumber air panas, dan sumber air mendidih. Oleh sebab itu, mata air panas yang keluar ke permukaan bumi memiliki suhu yang bervariasi, ada yang mengeluarkan suhu berkisar 37°C, namun sebagian mata air panas bahkan memiliki temperatur air hingga mencapai titik didih.

Pulau Sumatera merupakan satu dari lima pulau terbesar yang ada di Indonesia. Di Pulau Sumatera diketahui terdapat salah satu gejala gradien geotermal yang tertinggi di dunia. Gradien geotermal dengan angka mencapai 8°C per 100 m ini diukur dari cekungan sedimen masa Tertiary. Selain itu, Pulau Sumatera merupakan pulau vulkanik terbesar di bumi. Pulau vulkanik adalah pulau (daratan) yang terbentuk di tengah lautan dari aktivitas gunung berapi dasar laut. Selain dikenal sebagai pulau vulkanik, Pulau Sumatera juga dapat digolongkan sebagai pulau tektonik. Peristiwa tektonik seperti pergerakan lempeng juga dapat


(23)

menekan dasar laut hingga mencapai permukaan, daratan yang terbentuk di tengah laut akibat peristiwa tektonik disebut juga pulau tektonik (Ari W. Wibowo, 2011:80). Dengan tatanan geologi Pulau Sumatera yang cukup kompleks tersebut menyebabkan kemungkinan timbulnya sumber mata air panas akibat peristiwa vulkanisme dan tektonisme dapat muncul di pulau tersebut.

Salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang kaya dengan sumber daya alam berupa mata air panas adalah Provinsi Lampung. Kondisi alam Propinsi Lampung di sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai merupakan daerah yang berbukit sebagai sambungan dari jalur Bukit Barisan. Beberapa gunung berapi aktif dapat dijumpai di Lampung dan diantaranya dapat ditemukan sumber mata air panas alami, seperti mata air panas Way Belerang yang berada dekat dengan Gunung Berapi Rajabasa (1.240 mdpl), di Desa Bumi Agung, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan.

Kabupaten Lampung Selatan memiliki luas wilayah 2.007,01 km2 dan terdiri dari 17 kecamatan. Secara astronomis, Lampung Selatan terletak di antara 105°14’- 105°45’ BT dan 5°15’- 6°15’ LS. Mengingat letaknya yang demikian, wilayah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah beriklim tropis. Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan proyeksi tahun 2011 sebanyak 922.397 jiwa, terdiri dari 476.053 jiwa laki-laki dan 446.344 jiwa perempuan.

Beberapa sumber mata air panas dijumpai di Kabupaten Lampung Selatan, seperti mata air panas Way Belerang di kaki Gunung Rajabasa. Selain itu, sumber mata air panas lainnya juga ditemukan pada wilayah yang letaknya jauh dari gunung


(24)

berapi. Seperti mata air panas di Desa Muara Putih dan Desa Merak Batin. Kedua desa tersebut secara administratif berada dalam Kecamatan Natar yang luasnya mencapai 213,77 km2. Sumber mata air panas di Desa Merak Batin saat ini sudah dimanfaatkan sebagai tempat pemandian umum yang dikenal sebagai Pemandian Way Panas Natar.

Berbeda dengan pemandian air panas alami lain yang tersebar dibeberapa tempat di Provinsi Lampung, Pemandian Way Panas Natar memiliki keistimewaan tersendiri. Padahal, air panas yang keluar di pemandian tersebut pada hakikatnya sama dengan air panas yang muncul di tempat-tempat lain, yaitu sama-sama air bawah tanah yang telah dipanaskan secara alami dari dalam bumi. Pemandian Way Panas Natar memang hampir tidak pernah sepi pengunjung. Bahkan, jika pada hari libur akan semakin ramai oleh wisatawan dari berbagai daerah maupun oleh masyarakat dari desa sekitar, baik pada waktu pagi atau sore hari.

Secara geografis, lokasi Pemandian Way Panas Natar sangat starategis, karena berada dekat dengan area pemukiman dan aktivitas warga yang padat. Selain juga ditunjang dengan akses menuju objek pemandian yang mudah, serta fasilitas yang disediakan cukup memadai. Lokasi pemandian berada dalam administrasi ibu kota Kecamatan Natar, yaitu Merak Batin, sehingga pemukiman di wilayah tersebut menjadi sangat padat dan ramai. Kemudian, dengan adanya sarana atau fasilitas yang dibangun seperti area perkantoran kecamatan, pasar tradisional dan mall, rumah sakit, sekolahan-sekolahan cukup dekat jaraknya dengan tempat pemandian. Hal tersebut tentunya menjadi kemudahan tersendiri bagi masyarakat


(25)

yang ingin meluangkan waktu sejenak untuk berkunjung ke Pemandian Way Panas Natar.

Transportasi menuju lokasi Pemandian Way Panas Natar mudah dicapai. Aksesibilitas menuju pemandian air panas alami itu terbilang tidak sulit untuk ditempuh, karena letaknya yang berada tidak jauh dari pinggir Jalan Raya Lintas Sumatera dan dapat dijangkau dengan berbagai jenis angkutan darat, baik dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beragam fasilitas seperti, rumah makan, pondok peristirahatan dan penginapan, sarana tempat bermain anak, serta sarana tempat ibadah bagi umat muslim telah dibangun oleh pemilik sekaligus pengelola Objek Pemandian Way Panas, yaitu Bapak Muttaqien Jaya Taruna.

Daya tarik utama pemandian ini adalah keberadaan air panas alami yang ditampung kedalam 5 buah bak pemandian umum. Air panas tersebut dipercayai oleh sebagian pengunjung memiliki khasiat dalam menyembuhkan beberapa penyakit tertentu atau sekadar dapat mengembalikan stamina yang berkurang akibat rutinitas sehari-hari yang padat. Berbeda dengan air tanah pada umumnya, sumber mata air panas dapat mengencerkan beragam padatan mineral yang terlarut di dalamnya seperti kalsium, litium, dan radium (http//:wikipedia/mataairpanas, diakses pada tahun 2013). Proses yang terjadi secara alami tersebut menyebabkan mata air panas mempunyai beberapa manfaat yang tidak mungkin dimiliki air tanah biasa. Oleh sebab itu, sebagian dari beberapa pengunjung memang sengaja datang dan berendam dengan tujuan untuk berobat secara alami.


(26)

Berdasarkan prasurvei yang telah dilaksanakan oleh peneliti, serta keterangan atau informasi yang diperoleh dari para pengunjung Pemandian Way Panas, didapati beberapa keluhan atau permasalahan yang terkait dengan kondisi air tersebut diantaranya adalah mengenai suhu air.

Suhu air merupakan bagian dari kondisi fisik air yang paling mudah untuk dirasakan oleh para pengunjung. Hasil prasurvei menunjukkan bahwa terdapat perbedaan suhu air yang signifikan dari beberapa bak pemandian. Padahal, tinggi atau rendahnya suhu air dalam bak akan berpengaruh terhadap durasi rendam bagi pengunjung. Durasi rendam air yang hangat akan lebih lama jika dibandingkan dengan durasi rendam suhu air yang panas.

Selain suhu air, warna dan kekeruhan air juga menjadi pengamatan peneliti. Seperti halnya suhu air, warna dan kekeruhan air adalah parameter fisik air yang dapat diamati cukup jelas. Walaupun keduanya merupakan indikator yang berbeda namun dapat saling berkaitan satu sama lainnya. Warna dan kekeruhan dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik di dalam air.

Air yang keruh mengandung sejumlah partikel-partikel bahan yang terlarut, sehingga memberikan kesan warna tertentu. Hasil prasurvei menujukkan bahwa air panas pada kolam-kolam pemandian memiliki kesan dengan warna tampak

(apparent color) sedikit keruh. Bahkan ditemukan sedikit organisme, seperti alga pada bagian dasar dan dinding dalam bak pemandian. Air yang memiliki kesan berwarna merupakan suatu permasalahan yang perlu dipertimbangkan, mengingat warna air pada bak pemandian dapat mengurangi nilai estetika. Sebab, kekeruhan


(27)

dan warna air dapat dikaitkan dengan kemungkinan-kemungkinan adanya bahan pencemar yang ikut larut di dalam air tersebut.

Informasi yang peneliti peroleh dari pemilik sekaligus pengelola pemandian air panas, mengungkapkan bahwa lokasi tempat dimana pemandian itu sekarang didirikan pada dahulunya merupakan area rawa-rawa. Rawa merupakan kawasan lahan rendah yang senantiasa memiliki kepekaan tergenang air pada kurun waktu tertentu maupun sepanjang tahun. Sumber air rawa itu sendiri dapat berasal dari air hujan, luapan air sungai saat musim banjir, ataupun berasal dari luapan air laut ketika saat pasang terjadi.

Berdasarkan sumber airnya, rawa dibedakan menjadi rawa pasang surut dan nonpasang surut. Rawa pasang surut berkaitan dengan gerak pasang surut air laut dan terhubung langsung dengan muara-muara sungai, sehingga keasaman air pada rawa jenis ini relatif berkurang. Sedangkan rawa nonpasang surut, seperti yang dijelaskan oleh M. Ghufran H. Khordi K(2011:61), memiliki badan air yang stabil dan tingkat keasaman airnya masih tinggi sehingga hanya organisme yang tahan dengan keasaman yang tinggi saja yang dapat hidup. Mengutip pendapat dari Robert dan Roestam Syarif (2010:198), menegaskan jika derajat keasaman pH air di daerah rawa-rawa kurang dari 4,5. Apabila ditinjau dari sumber airnya, maka lahan berawa yang dahulunya pernah ada di lokasi pemandian air panas merupakan rawa nonpasang surut karena letaknya yang jauh dari laut.

Dari sedikit uraian di atas, peneliti tertarik untuk memperoleh deskripsi mengenai kondisi dan kualitas air panas (baik dengan menggunakan uji laboratorium maupun melalui observasi) di Pemandian Way Panas atau Air Panas di Desa


(28)

Merak Batin, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Kondisi fisik dan kimia air yang dimaksud adalah baik atau buruknya kadar dari masing-masing parameter air yang diuji. Sedangkan kualitas air bersih merupakan analisa yang berkaitan dengan kelayakan air yang dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Hasil dari penelitian akan sangat penting untuk diketahui, karena akan memberikan sebuah informasi atau gambaran secara umum mengenai kondisi dan kualitas air tersebut, terlebih ketika air yang tersedia dipergunakan sebagai salah satu media dalam pengobatan. Kendatipun sebagian pengunjung misalnya, ada yang tidak meyakini tentang khasiat sumber air panas sebagai salah satu pengobatan alternatif, tetap diperlukan informasi mengenai kondisi dan kualitas air tersebut, karena apa yang terkandung di dalamnya akan berdampak kepada kenyamanan dan kesehatan pengunjung yang akan berendam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah kondisi fisik air dengan meliputi parameter bau, jumlah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, suhu, dan warna air di Pemandian Way Panas Natar?

b. Bagaimanakah kondisi kimia air dengan meliputi parameter pH, kesadahan, dan klorida air di Pemandian Way Panas Natar?

c. Bagaimanakah kualitas air bersih dengan meliputi parameter bau, jumlah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, suhu, warna, pH, kesadahan, dan klorida air di Pemandian Way Panas Natar?


(29)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penilitian adalah “untuk mengetahui kondisi fisik air, kondisi kimia air, dan kualitas air bersih di Pemandian Way Panas Desa Merak Batin Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2013”.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian antara lain sebagai berikut:

a. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. b. Sebagai suplemen bahan ajar geografi pada materi:

Mata kuliah Hidrologi.

c. Sebagai bahan pertimbangan dan informasi yang berkaitan dengan pengembangan potensi di Pemandian Way Panas Natar.

d. Sebagai bahan pertimbangan dan referensi bagi peneliti lain yang akan meneliti dengan masalah yang berkaitan dengan penelitian ini.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian sebagai berikut: a. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah air panas di Pemandian Way Panas Natar. b. Objek penelitian

Objek Penelitian meliputi kondisi fisik air, kondisi kimia air, dan kualitas air bersih di Pemandian Way Panas Natar.


(30)

c. Wilayah Penelitian

Wilayah penelitian berlokasi di Desa Merak Batin, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

d. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2013. e. Ruang lingkup ilmu

Ruang lingkup ilmu yang digunakan adalah geografi fisik.

Geografi fisik yaitu cabang geografi yang mempelajari gejala fisik dari permukaan bumi yang meliputi tanah, air, udara dengan segala prosesnya kerangka kerja geografi fisik ditunjang oleh geologi, geomorfologi, ilmu tanah, meteorologi, klimatologi, dan oseanografi.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan ruang lingkup ilmu geografi fisik, karena salah satu aspek yang dikaji berkaitan dengan air yang merupakan bagian dalam komponen geografi fisik.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Air

Air adalah cairan yang terus-menerus bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Air adalah cairan yang unik karena cara molekulnya terikat menjadi satu (Olivia N. Harahap, 1997:16). Air terdiri atas dua unsur, yaitu unsur Oksigen dan unsur Hidrogen. Molekul-molekulnya bergabung dan membentuk molekul air, dengan ikatan khusus disebut sebagai Ikatan Hidrogen. Ikatan ini menyebabkan molekul-molekulnya bergabung bersama sehingga pada suhu kamar air akan berbentuk tetesan, tidak tergabung sebagai gas.

Air adalah substansi yang paling melimpah di permukaan bumi, merupakan komponen utama bagi semua makhluk hidup, dan merupakan kekuatan utama yang secara konstan membentuk permukaan bumi. Air juga merupakan faktor penentu dalam pengaturan iklim`di permukaan bumi untuk kebutuhan hidup manusia (Indarto, 2010:3).

Perairan bumi dipenuhi dengan kehidupan. Di lautan, semua ikan hidup di air. Beberapa jenis mamalia seperti lumba-lumba dan ikan paus juga hidup di air. Hewan-hewan amfibi menghabiskan sebagian hidupnya di dalam air. Kehidupan


(32)

di daratan yang sebagian besar bukan makhluk yang hidup di dalam air juga memerlukan air untuk kelangsungan hidup mereka. Tanpa air, makhluk hidup di daratan tidak mampu bertahan lama. Karena itu, kehidupan di daratan juga tidak lepas dari air (Firman Sujadi, 2008:6).

Estimasi jumlah air yang ada di bumi terbagi dalam beberapa bentuk, wujud, serta terdistribusi tidak merata. Jumlah air di permukaan bumi ini pun secara keseluruhan relatif tetap. Air akan selalu ada karena air bersirkulasi dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer mengikuti siklus hidrologi, yaitu: melalui penguapan (evaporasi), hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah (meliputi mata air, sungai, muara) (Firman Sujadi, 2008:13). Perkiraan kuantitas dan distribusi air di bumi dapat disajikan pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Perkiraan Kuantitas Air di Bumi

Jenis Air Areal

(106km2) Volume (km 3

) Persentase Dari Total Air di Bumi

Persentase Dari Air

Tawar

Laut 361,3 1.338.000.000 96,5

Air bawah tanah Air tawar Air asin 134,8 134,8 10.530.000 12.870.000 0,76 0,93 30,1

Lengas tanah 82,0 16.500 0,0012 0,05

Es di kutub 16,0 24.023.500 1,7 68,6

Es lain dan salju 0,3 340.000 0,025 1,0

Danau Air tawar Air asin 1,2 0,8 91.000 85.400 0,007 0,006 0,26

Marshes 2,7 11.470 0,0008 0,03

Sungai 148,8 2.120 0,0002 0,006

Air biologis 510,0 1.120 0,0001 0,003

Air di atmosfer 510,0 12.900 0,001 0,04

Total air 510,0 1.385.984.610 100

Air tawar 148,0 35.029.210 2,5 100

Sumber: World Water Balance And Water Resources Of the Earth, Copyright: UNESCO (1978); dikutip dari Chow (1988), Maidment (1933), dalam Indarto (2010:7).


(33)

Berdasarkan pada Tabel 1 mengenai kuantitas air, dapat dijabarkan sebuah gambaran bahwa sekitar 97,0% pemukaan bumi ditutupi oleh air laut. Dari sisanya, sebesar 1,7% ada di kutub-kutub bumi dalam wujudnya berupa es. Sebesar 1,6% tersimpan sebagai air bawah tanah dimana 0,76% dari bagiannya adalah air tawar, dan air biologis mencakup 0,0001% dari presentase total air di bumi. Dari Tabel 1, hanya sebesar 134.800.000 km2 saja areal air tawar yang tersimpan di bawah tanah, sedangkan sekitar 30,1% dari total air tawar di bumi terkonsentrat pada air bawah tanah. Menurut Indarto (2003:8), menyatakan bahwa air tawar umumnya hanya mengandung padatan ≤ 1 gr/liter, dan air tawar juga mengisi sebagian besar sungai dan danau di permukaan bumi.

2. Terjadinya Sumber Mata Air Panas

Mata air panas (thermal) memiliki suhu yang lebih tinggi dari air tanah normal di sekitarnya. Istilah relatif yang umum adalah mata air hangat dan air panas (David Keith Todd, 1980:50). Definisi lain mengenai mata air panas atau sumber air panas adalah mata air yang dihasilkan akibat keluarnya air tanah dari kerak bumi setelah dipanaskan secara geotermal, (diakses dari http://id.wikipedia.org/ wiki/mata_air_panas).

Air yang keluar dari mata air panas dipanaskan oleh geotermal dan atau magma dari dalam bumi. Geotermal/panas bumi berasal dari distribusi suhu dan energi di bawah permukaan bumi (Suharno, 2013:3).

Pada kedalaman tertentu suhu bumi akan meningkat, kondisi demikian dinamakan gejala gradien geotermal. Ari W. Wibowo (2011:117) menegaskan, bahwa


(34)

gradien geotermal adalah kecepatan naiknya temperatur seiring dengan bertambah dalamnya permukaan bumi. Gejala naiknya temperatur tersebut tidak sama di dunia, beberapa faktor dapat mempengaruhi laju kenaikan temperatur, seperti aktivitas magma dalam lokasi tertentu. Katili dan Marks (1963:44) menyebutkan bahwa untuk wilayah Eropa, kenaikan temperatur gradien geotermal kira-kira 3°C per 100 m dan untuk wilayah Amerika sekitar 2,5°C per 100 m. Dengan demikian, setiap kedalaman 1 km suhu meningkat antara 25°C-30°C.

Selain diakibatkan oleh gejala gradien geotermal, sumber panas bumi lainnya adalah magma. Magma, seperti yang dijelaskan oleh Suharno (2013:4) adalah lelehan material yang tercampur mineral-mineral dan gas-gas tertentu yang terjadi ketika suhu naik cukup tinggi. Magma dapat dihasilkan dari peleburan kerak samudra dalam zona tumbukan (subduction zone). Mata air panas yang dihasilkan oleh adanya aktivitas magma dapat terjadi disekitar gunung berapi (vulkanik). Seperti dalam pendapat Katili dan Marks (1963:205) yang menyatakan bahwa pada gunung berapi yang tidak terlalu aktif terdapat semacam aktivitas yang disebut aktivitas post-vulkanik, seperti fumarola, solfatara, sumber air panas, dan sumber air mendidih.

Menurut David Keith Tood, proses terjadinya sumber mata air panas dapat digambarkan pada Gambar 1 sebagai berikut:


(35)

Sumber: David Keith Tood, 1980:51.

Gambar 1. Diagram Skematik Hidrothermal.

Berdasarkan pada Gambar 1, dapat dijelaskan mengenai proses terjadinya mata air panas. Terbentuknya mata air panas diawali dengan air permukaan yang turun serta meresap ke dalam tanah melalui saluran-saluran yang dibentuk oleh retakan-retakan atau patahan. Selanjutnya, air permukaan (air meteorik) turun hingga mencapai kedalaman 3.000 meter dari dalam tanah. Air akan terpanaskan sampai di atas titik didihnya sesuai dengan prinsip gradien geotermal dan kemudian dapat naik ke permukaan.

Pada tempat lain yang berbeda, air permukaan yang semula turun kemungkinan mengalir pada zona permeabel dan akan dipanaskan oleh sumber panas yang berasal dari batuan vulkanik di bawahnya. Hingga akhirnya, air yang telah dipanaskan membentuk arus konvektif besar dan membawa air panas tersebut keluar ke permukaan tanah. Air panas yang muncul ke permukaan dapat dalam bentuk sumber mata air panas atau geyser.


(36)

Sumber mata air panas dapat pula terbentuk akibat adanya kontak antara air tanah dengan magma pada kawasan gunung berapi. Fiona Watt (2005:24) menguraikan pendapatnya, bahwa pada wilayah di mana ditemukannya gunung berapi magma naik ke dalam kerak dan memanaskan batuan yang secara relatif berada di dekat permukaan. Di daerah ini, batuan mengandung air tanah, yaitu air hujan atau air laut yang telah meresap ke dalam tanah. Jika demikian, air tanah ini dipanaskan oleh batuan panas di sekitarnya.

Kemudian, di daerah vulkanis air panas muncul ke permukaan sebagai sumber air panas yang terbentuk ketika air tanah dipanaskan oleh batuan panas. Saat air dipanaskan, kepadatannya berkurang, sehingga air dapat naik melalui celah-celah ataupun retakan-retakan dan membentuk gelembung-gelembung yang keluar ke permukaan. Saat air mengalir melalui batuan panas, terjadilah reaksi-reaksi kimia yang mengubah komposisi kedua air tersebut serta beberapa mineral dalam batuan. Sebagian mineral dalam air dapat mengendap di sekeliling sumber air panas itu muncul.

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan, bahwa mata air panas merupakan bagian dari air tanah yang keluar ke permuakaan dengan temperatur air lebih tinggi dari air permukaan di sekitarnya. Air dari mata air panas biasanya mengandung mineral yang tinggi dan sebagian besar bersumber dari air meteorik atau air hujan. Berdasarkan uraian sebelumnya diketahui bahwa fenomena hidrotermal melibatkan pelepasan air dan uap yang hampir berasosiasi dengan batuan vulkanik dan cenderung terkonsentrasi pada daerah di mana gradien geotermal besar terjadi (David Keith Tood, 1980:51).


(37)

3. Kondisi Fisik dan Kimia Air

Air mempunyai karakteristik fisik dan kimia yang menggambarkan kondisi air tersebut. Karakter fisika adalah karakter pada air yang dapat terlihat secara langsung melalui penampilan fisis air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air tersebut. Seperti misalnya pada warna dan kekeruhan air yang dapat diamati dengan hanya melihat penampilan visualnya. Sedangkan karakter kimia air meliputi banyaknya senyawa kimia di dalam air. Untuk mengetahui hasilnya mutlak dipergunakan teknik uji laboratorium.

Air dengan kondisi yang baik memiliki potensi untuk dipergunakan dalam upaya memenuhi kebutuhan kehidupan manusia, seperti air untuk minum, mandi, perikanan, pertanian, dan lain sebagainya. Namun, air juga dapat dipergunakan sebagai salah satu media dalam menjaga, meningkatkan, serta memelihara kesehatan tubuh manusia. Sementara air dengan kondisi yang buruk memiliki potensi sebagai sumber dan pembawa bibit-bibit penyakit tertentu. Hal demikian ditimbulkan akibat adanya pencemaran atau unsur-unsur senyawa yang terlarut telah melebihi ambang batas yang dianggap aman.

Penilaian mengenai kondisi air dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kondisi fisik dan kimia air. Penentuan jumlah dan jenis parameter yang dipilih dapat disesuaikan dengan kebutuhan peneliti. Kondisi fisik air meliputi enam parameter (bau, jumlah zat padat terlarut/TDS, kekeruhan, rasa, suhu, dan warna). Sementara kondisi kimia hanya meliputi parameter pH, kesadahan, dan klorida.


(38)

Air secara fisik dapat dikatakan baik apabila tidak memiliki rasa, tidak berbau, penampilan air jernih (tidak keruh), nilai TDS rendah dan tidak memiliki warna. Sementara suhu air yang baik disesuaikan dengan suhu udara dimana lokasi pemandian air panas itu berada.

Sedangkan dalam aspek kimia cukup meliputi pH, kesadahan, dan klorida. PH air yang baik dan aman bagi tubuh tentu memiliki sifat air yang seimbang, nilai kesadahan yang lunak (kesadahan rendah) dan konsetrat klorida dibawah 250 mg/l. Sebagai lokasi yang pada dahulunya merupakan area rawa-rawa, parameter pH mutlak diujikan karena umum diketahui bahwa air rawa memiliki pH yang asam. Dua dari lima bak di pemandian dimanfatkan sebagai air bilas, sehingga parameter kesadahan perlu untuk diikut ujikan supaya dalam penggunaan sampo atau sabun sebagai detergen bilas dapat lebih efektif daya kerjanya.

4. Kualitas Air Bersih

Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk pengunaan tertentu, misalnya air untuk diminum, air bersih, perikanan, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, kualitas air yang dimaksud adalah kualitas air bersih. Air bersih adalah air yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan hidup sehari-hari, seperti kebutuhan untuk air minum dengan proses pematangan, air untuk mandi, dan air dalam kegiatan mencuci pakaian. Dan, kualitas air bersih di Pemandian Way Panas yang menjadi fokus penelitian adalah air bersih yang dipergunakan sebagai media mandi/rendam.


(39)

Berbeda dengan standar persyaratan kualitas air minum tanpa proses pemasakan, syarat atau standar kualitas air bersih dalam penelitian ini masih mengacu kepada peraturan pemerintah yang lama. Adapun standar kualitas air bersih yang digunakan mengacu kepada Standar Persyaratan Air Bersih Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990. Belum adanya revisi atau peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai jumlah dan batasan parameter dalam standar kualitas air bersih, menjadikan alasan bagi peneliti untuk tetap mengacu kepada peraturan lama atau yang lebih lebih dikenal sebagai “Permenkes 90” dalam menentukan tingkat kualitas air bersih di Pemandian Way Panas.

Berikut disajikan daftar lengkap parameter air dalam pengawasan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990.

Tabel 2. Persyaratan Air Bersih Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990.

No. Parameter Satuan

Batas Maksimum yang Diperbolehkan Keterangan A. Fisika

1. Bau - - Tidak berbau

2. Jumlah zat padat terlarut (TDS)

mg/l 1.500

3. Kekeruhan Skala NTU 25

4. Rasa - - Tidak berasa

5. Suhu

°C Suhu udara ± 3°C

6. Warna Skala TCU 50

B. Kimia

a. Kimia Anorganik

1. Air Raksa mg/l 0,001

2. Arsen mg/l 0,05

3. Besi mg/l 1,0


(40)

No. Parameter Satuan Batas Maksimum yang Diperbolehkan Keterangan

5. Cadmium mg/l 0,005

6. Kesadahan CaCO3 mg/l 500

7. Klorida mg/l 600

8. Klonium, Valensi 6 mg/l 0,05

9. Mangan mg/l 0,5

10. Nitrat sebagai N mg/l 10

11. Nitrit sebagai N mg/l 1,0

12. pH - 6,5-9 Merupakan batas maksimum dan minimum, khusus

air hujan pH minimum 5,5

13. Selenium mg/l 0,01

14. Seng mg/l 15

15. Sianida mg/l 0,1

16. Sulfat mg/l 400

17. Timbal mg/l 0,05

b. Kimia organik

1. Aldrin dan dieldrin mg/l 0,0007

2. Benzene mg/l 0,01

3. Benzo (a) pyrene mg/l 0,00001 4. Chlordane (total isomer) mg/l 0,007

5. Cholorofom mg/l 0,003

6. 2,4-D mg/l 0,10

7. DDT mg/l 0,03

8. Detergen mg/l 0,5

9. 1,2 Dichloroethane mg/l 0,01

10. 1,1 Dichloroethane mg/l 0,0003 11. Heptachlor dan heptachlor

epoxide mg/l 0,003

12. Hexachlorbenzene mg/l 0,00001 13. Gamma-HCH (Lindane) mg/l 0,004

14. Methoxychlor mg/l 0,10

15. Pentachorophenol mg/l 0.01

16. Pestisida total mg/l 0,10

17. 2,4,6- trichlorophenol mg/l 0,01

18 Zat Organik (Kmn04) mg/l 10

C. Mikrobiologik 19.

Total Koliform (MPN)

Jumlah/100

ml 50

Bukan air perpipaan Jumlah/ 100

ml 10 Air perpipaan

D. Radioaktivitas

1. Aktivitas Alpha (Gross Alpha Activity)

Bq/l

0,1 2. Aktivitas Beta (Gross Beta

Activity)

Bq/l

1,0


(41)

Pada Tabel 2, setidaknya terdapat empat kelompok parameter air yang menjadi perhatian khusus dalam Permenkes 90. Kelompok tersebut meliputi fisika, kimia, mikrobiologi, dan radioaktivitas. Akan tetapi, jumlah parameter air yang digunakan dalam penelitan terbatas hanya mencakup sembilan parameter air saja yang kemudian terbagi kedalam dua komponen fisik dan kimia. Adapaun daftar mengenai parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Daftar Parameter Fisika dan Kimia Air yang Dipergunakan dalam Menentukan Tingkat Kualitas Air Bersih di Pemandian Way Panas.

No. Parameter Satuan

Batas Maksimum yang Diperbolehkan Keterangan A. Fisika

1. Bau - - Tidak berbau

2. Jumlah zat padat terlarut (TDS)

mg/l 1.500

3. Kekeruhan NTU 25 -

4. Rasa - - Tidak berasa

5. Suhu °C 36,60-43,29 -

6. Warna TCU 50 -

B. Kimia

1. pH - 6,5-9 -

2. Kesadahan mg/l 500 -

3. Klorida mg/l 600 -

Sumber: Diadaptasi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990

Berdasarkan pada Tabel 3, setiap parameter yang diuji memiliki batasan maksimum yang diperbolehkan. Sementara pada parameter suhu dan pH air memiliki tambahan khusus berupa batasan minimum. Adanya batas minimum dari kedua parameter tersebut, karena unsur dari masing-masing parameter apabila melebihi atau kurang dari standar yang ditetapkan dapat memiliki dampak yang tidak baik bagi kesehatan manusia. Khusus untuk paraneter suhu air, nilai derajat panas air disesuaikan untuk kebutuhan mandi rendam.


(42)

Sama halnya seperti pada variabel kondisi fisik dan kimia air, hasil perhitungan variabel kualitas air bersih tidak begitu final hasilnya, sebab kuantitas dari parameter yang diuji hanya sebagian kecil dari seluruh jumlah parameter yang tertera dalam Permenkes 90. Penetapan kesembilan parameter air pada Tabel 3 lebih didasari atas kebutuhan peneliti dan adanya keterkaitan antara beberapa parameter terhadap lokasi dimana pemandian itu didirikan serta fungsi dari air itu sendiri.

Parameter-parameter air yang termasuk ke dalam kelompok fisika air cukup mudah untuk diamati oleh pengunjung. Dengan mengetahui kualitas air dari segi fisiknya, maka secara praktis dapat menjadi sebuah pertimbangan mengenai sesuai atau tidaknya air yang tersedia untuk dipergunakan sebagai media mandi/rendam oleh pengunjung. Meskipun hasil pengamatan tersebut hanya akan menghasilkan data secara kualitatif semata.

5. Parameter Air

Terdapat sembilan parameter air yang diuji dalam penelitian ini. Enam parameter diantaranya tergolong kedalam kelompok fisik air yang terdiri dari: bau, jumlah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, suhu, dan warna. Tiga parameter berikutnya tercakup dalam kelompok. Adapun pada parameter kimia air hanya meliputi tiga parameter, yaitu pH, kesadahan, dan klorida. Berikut uraian dari masing-masing parameter air yang telah disebutkan di atas.


(43)

a. Bau Air

Bau merupakan salah satu parameter fisis pada air yang keberadaannya cukup mudah untuk diamati. Bau pada air dapat disebabkan oleh adanya zat-zat atau material organik yang terkandung di dalam air. Bau air dapat juga ditimbulkan akibat adanya interaksi air dengan suhu. M. Gufron H. khordi (2011:59) berpendapat bila semakin tinggi suhu air, maka semakin rendah daya larut oksigen di dalam air dan sebaliknya. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat adanya degradasi anaerobik yang mungkin terjadi.

Alat penguji bau yang paling pokok adalah dengan menggunakan hidung manusia. Uji terhadap bau air dilakukan untuk memperoleh suatu gambaran secara kualitatif dan mendekati pengukuran kuantitatif dari intensitas bau (Syarifuddin Djalil, 1993:1). Selain dengan menggunakan indera penciuman (hidung), untuk menentukan derajat bau air juga dapat dilakukan dengan cara pengenceran. Misalnya, air bau diencerkan dua kali hingga menjadi tidak bau, berarti derajat bau itu rendah. Sebaliknya, jika diencerkan berkali-kali tetap masih bau berarti derajat bau tinggi (Kusnaedi, 2010:19).

Secara kualitatif kondisi air pada parameter bau air dibedakan menjadi air yang tidak memiliki bau dan air yang berbau. Apabila dikaitkan dengan kualitas air bersih, maka kondisi air yang tidak berbau adalah air dengan kualitas yang baik. Karena air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dekat (Kusnaedi, 2010:9). Air yang berbau menunjukan adanya zat-zat tertentu yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


(44)

416/MENKES/PER/IX/1990 menyatakan bahwa air yang tidak berbau adalah air yang baik, dan sebaliknya. Dalam pengukuran kondisi fisik, air yang berbau diklasifikasikan kedalam kondisi air yang tidak baik atas pertimbangan di atas.

b. Jumlah Zat Padat Terlarut (Total Dissolved Solid) Air

Bahan padat (solids) adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada saat penguapan dan pengeringan pada suhu 103°C-105°C. Air yang terpolusi mengandung padatan yang dapat dibedakan berdasarkan besaran partikelnya dan sifat-sifat lainnya. Nilai TDS sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh dari antropogenik (berupa limbah domestik dan industri) (Hefni Effendi, 2003:66).

Klasifikasi padatan di perairan dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan ukuran diametar padatan, yaitu, padatan terlarut, padatan koloid, dan padatan tersuspensi. Dari ketiga padatan tersebut, padatan terlarut adalah padatan dengan ukuran diameter paling kecil.

Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, tidak mengendap langsung (Srikandi Fardiaz, 1992:26). Padatan tersuspensi memiliki ukuran diameter lebih dari 1 µm atau 10-2 mm. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel yang ukuranya kecil, misalnya lumpur dan pasir halus, bahan-nahan organik tertentu, sel-sel mikro organisme (jasad-jasad renik), dan sebagainya. Pada campuran antara pasir/lumpur dengan air, pasir/lumpur tidak dapat terlarut melainkan akan tersedimentasi pada kondisi dan jangka waktu tertentu.


(45)

Koloid dapat diartikan sebagai salah satu bentuk padatan dengan ukuran diameter diantara ukuran padatan terlarut dan tersuspensi. Padatan-padatan yang tergolong kedalam jenis koloid ini memiliki diameter antara 10-3 - 1µm. Fety Kumala Sari dan Yogi Satoto (2011:15) menyatakan jika koloid merupakan campuran antara dua zat atau lebih dimana salah satu diantara zat penyusun tersebar kedalam zat penyusun yang lain. Berbeda dengan padatan tersuspensi yang secara tegas masih dapat memperlihatkan gejala pemisahan antar zat yang berbeda. Apabila didiamkan, padatan koloid tidak mudah terpisahkan dan tampak menyatu dengan zat lainnya. Namun apabila diamati dengan menggunakan alat bantu berupa mikroskop ultra, padatan-padatan koloid masih dapat dibedakan dengan partikel-partikel lainnya yang tercampur kedalam air.

Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi (Srikandi Fardiaz, 1992:27). Diameter ukuran dari padatan ini kurang dari 10-3 µm atau setara dengan 10-6 mm. Padatan terlarut ini terdiri dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang larut di dalam air, mineral, dan garam-garaman. Contoh padatan jenis ini yang paling mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah gula.

Gula yang terlarut ke dalam air dapat tercampur secara merata, sehingga setiap bagian campuran air memiliki sifat yang sama. Namun, campuran dari keduanya (gula dan air) tidak berubah menjadi zat yang baru. Walaupun bentuk gula sudah tidak tampak, rasa manis gula yang terlarut dalam campuran air dapat dirasakan secara merata.


(46)

Padatan terlarut total (tottal dissolved solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10-6mm) dan koloid (diameter 10-6 - 10-3mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahah-bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45µm ( Rao, 1992, dalam Hefni Effendi, 2003:64). Untuk memudahkan dalam membedakan dari ketiga jenis padatan, berikut disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter

No. Klasifikasi Padatan Ukuran Diameter (µm) Kuran Diameter (mm)

1. Padatan Terlarut <10-3 <10-6

2. Koloid 10-3 - 1 10-6 - 10-3

3. Padatan Tersuspensi >1 >10-2

Sumber: Hefni Effendi, 2003:64.

Terdapat korelasi yang nyata antara nilai TDS terhadap kadar salinitas air. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Air laut memiliki nilai TDS yang tinggi karena banyak mengandung senyawa kimia, yang juga mengakibatkan tingginya nilai salinitas dan daya hantar listrik (Hefni Effendi, 2003:65). Hubungan korelasi antara nilai TDS dan salinitas dapat disajikan pada Tabel 5 berikut.


(47)

Tabel 5. Hubungan Antara Nilai TDS dan Salinitas Air

No Nilai TDS (dalam satuan mg/l) Tingkat Salinitas

1 0 – 1.000 Air Tawar

2 1.001 – 3.000 Agak Asin/Payau (sligly saline) 3 3.001 – 10.000 Keasinan Sedang/Payau (moderately saline)

4 10.001 – 100.000 Asin (Saline)

5 >100.000 Sangat Asin (Brine)

Sumber: Diadaptasi dari Mc Neely et al, 1979, dalam Hefni Effendi, 2003:65.

Dengan mengetahui nilai TDS air, tingkat salinitas dapat diperkirakan. Air dengan tingkat salinitas sedikit payau/asin menunjukkan konsentrat padatan terlarut antara 1000-3000 mg/l. Air yang sangat asin (brine) memiliki nilai TDS lebih dari 100.000 mg/l. Sedangkan air dengan tingkat salinitas yang tawar memiliki nilai TDS kurang dari 1.000 mg/l.

TDS biasanya disebabkan oleh bahan-bahan organik berupa ion-ion yang umumnya mudah ditemukan di air. Ion-ion tersebut dapat dibedakan kedalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah ion primer yang terdiri dari ion sodium, kalsium, magnesium, bikarbonat, sulfat, dan klorida. Sementara ion sekunder meliputi besi, stonsium, kalium, karbonat, nitrat, fluorida, boron, dan silika.

Jumlah zat padat terlarut (Total Dissloved Solid) merupakan salah satu komponen penting dari parameter fisik air. Di dalam kualitas air bersih yang mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990, menegaskan bahwa batas maksimum jumlah zat padat terlarut yang diperbolehkan dalam air dan dapat dikatakan cukup baik adalah tidak lebih dari 1.500 mg/l. Apabila diketahui nilai TDS kurang dari batas maksimum maka dinyatakan baik, dan sebaliknya, apabila melebihi ambang batas yang dianjurkan maka nilai TDS berada dalam kategori yang berbahaya.


(48)

c. Kekeruhan Air

Air yang banyak mengandung partikel bahan tersuspensi dapat menimbulkan kesan warna yang berlumpur dan kotor. Dalam kondisi yang demikian, air dikatakan keruh. Kekeruhan pada air dapat mempengaruhi tingkat kecerahan suatu perairan. Kekeruhan dapat dipengaruhi oleh: (a) benda-benda halus yang disuspensikan, seperti lumpur dan sebagainya, (b) adanya jasad-jasad renik (plankton), dan (c) warna air (M. Ghufran H. Khordi K, 2011:82).

Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan mg/l SiO2. Peralatan yang pertama kali digunakan untuk mengukur turbiditas atau kekeruhan adalah Jackson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silica. Kemudian Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau standar bagi pengukuran kekeruhan. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan 1 JTU. Pengukuran kekeruhann dengan menggunakan Jackson Candler Turbidimeter bersifat visual, yaitu perbandingan air sampel dengan air standar (Hefni Effendi, 2003:30).

Selain dengan menggunakan Jackson Candler Turbidimeter, kekeruhan dapat juga diukur dengan metode Nephelometric. Metode ini didasarkan atas perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh contoh pada kondisi tertentu dengan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh suspensi standar pembanding pada kondisi yang sama. Makin tinggi intensitas yang dihamburkan, makin tinggi tingkat kekeruhannya (Syarifuddin Djalil, 1993:5). Satuan kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit) (Sawyer and McCarty,1978, dalam M. Ghufran H. Khordi K, 2011:83).


(49)

Melalui pangamatan secara visual, tingkat kekeruhan air dapat ditentukan secara sederhana. Klasifikasi yang ditentukan sudah barang tentu akan bersifat kualitatif. Apabila air diketahui memiliki panampilan yang keruh dan tidak tembus pandang berarti air memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi. Air yang terlalu pekat dapat menghalangi penglihatan oleh mata akibat banyaknya benda-benda halus yang ikut tercampur dan larut di dalam air. Namun ada kalanya, air yang terlihat keruh masih memiliki penampilan yang tembus pandang meskipun terbatas. Dalam kondisi tersebut, maka tingkat kekeruhan air diklasifikasikan menengah atau cukup keruh. Sementara air yang jernih menunjukkan kekeruhan air yang rendah.

Kekeruhan merupakan bagian dari parameter fisik air yang tidak terlalu membahayakan. Hanya saja akan menjadi kurang disenangi karena rupanya yang memberikan kesan tersendiri. Meskipun demikian, menurut Clair N. Sawyer, dkk, dalam Totok Sutrisno (2010:31) menegaskan bahwa kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi aesthetika, menyulitkan usaha penyaringan dan akan mengurangi efekivitas usaha desinfeksi. Dengan demikian, pengujian terhadap kekeruhan tetap perlu dilaksanakan atas pertimbangan di atas.

Di dalam kualitas air bersih yang mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990, dikatakan bahwa batas maksimum dari tingkat kekeruhan yang diperbolehkan adalah 25 NTU. Apabila nilai kekeruhan kurang dari 25 NTU, kekeruhan dikategorikan baik. Namun sebaliknya, nilai kekeruhan di atas 25 NTU dikategorikan tidak baik.


(50)

d. Rasa Air

Rasa merupakan salah satu rangsangan kimia selain bau. Hanya ada empat sensasi rangsangan asli yaitu: asam, manis, asin, dan pahit. Garam anorganik terlarut dari tembaga, besi, mangan, kalium, natrium, dan seng dapat diketahui dengan pengecap. Rasa asin disebabkan oleh adanya garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik (Kusnaedi, 2010:9). Adanya unsur Zink (Zn) dengan konsentrasi yang tinggi dapat juga menjadi penyebab timbulnya rasa yang pahit pada air.

Pada umumnya, parameter rasa dan bau saling berkaitan satu sama lainnya. Totok Sutrisno (2010:30) menjelaskan, bahwa bau dan rasa biasanya terjadi secara bersama-sama dan biasnya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti fenol. Air dengan cita rasa tertentu dapat ditentukan hanya dengan cukup mengenal baunya. Misalnya, air yang mengandung belerang (sulfur) dapat diketahui secara bersamaan baik melalui rasa atau hanya dengan melalui baunya saja. Namun, pengukuran rasa dengan hanya mengandalkan bau tidaklah mutlak hasilnya, karena setiap individu (penguji) memiliki reaksi atau kemampuan yang tidak sama.

Pengukuran rasa pada air dapat dilakukan dengan menggunakan metode oganoleptik, artinya bahwa air dapat dirasakan langsung oleh indera perasa yaitu lidah. Dalam tahapan kerja metode ini, langkah awal yang harus diperhatikan adalah air yang ditetapkan sebagai sampel dipastikan aman dan tidak mengandung zat-zat yang berbahaya. Selanjutnya, air dimasukkan ke dalam mulut, ditahan


(51)

sampai beberapa detik dan dikeluarkan tanpa menelan airnya. Kemudian dicatat, apakah rasa dapat dikecap dalam sampel yang diperiksa.

Klasifikasi/tingkatan rasa pada air dengan menggunakan metode ini lebih bersifat kualitatif, namun hasil pengukuran yang diperoleh lebih cepat diketahui. Adapun klasifikasi parameter rasa air dengan menggunakan metode organoleptik dalam penelitian ini, yaitu air berasa dan tidak memiliki rasa.

Kelemahan dari metode organoleptik adalah setiap individu yang menggunakan metode tersebut memiliki kamampuan serta reaksi yang terbatas dalam upaya menentukan rasa dan tingkatan rasa air. Sehingga untuk memperkuat hasil uji rasa dengan menggunakan lidah dibutuhkan keterangan/sumber lain yang lebih bersifat kuantitatif yang memperkuat hasil metode organoleptik.

Sebagai contoh yang dapat dijelaskan adalah keterkaitan antara rasa air yang asin dengan konsetrat klorida yang terlarut dalam air tersebut. Totok Sutrisno (2010:39) menyatakan bahwa kandungan klorida dalam air diatas 250 mg/l merupakan batas maksimal konsentrat yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin. Selain itu, hadirnya kandungan logam berupa seng (Zn) di dalam air dengan konsentrasi yang tinggi (>40 mg/l) dapat menjadi penyebab timbulnya rasa yang pahit pada air tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990, air yang tidak berasa adalah air yang baik, dan sebaliknya apabila air tersebut memiliki rasa maka air tersebut tidaklah baik.


(52)

e. Suhu Air

Suhu merupakan faktor fisik lingkungan yang cukup jelas dan mudah diukur. Suhu merupakan derajat panas yang dinyatakan dalam satuan panas derajat Celcius (C°) atau derajat Fahrenheit (F°). Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran, serta kedalaman badan air (Hefni Effendi, 2003:56).

Air yang dipergunakan untuk keperluan tertentu, seperti dalam memenuhi kebutuhan pokok manusia, perikanan, dan hidroterapi memiliki kisaran suhu yang tidak sama. Air yang dimanfaatkan sebagai air minum harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (20°C-26°C). Sedangkan suhu air untuk kehidupan ikan, M. Ghufran H. Khordi K. (2011:71) berpendapat bahwa kisaran suhu yang optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28-32°C.

Apabila suhu udara turut mempengaruhi nilai suhu suatu badan air di permukaan. Jung Hun membagi temperatur udara kedalam beberapa bagian yang disesuaikan dengan ketinggian lokasi. Pada lokasi dimana ketinggian ≤600 mdpl, suhu udara ditaksir 22-26°C. Sedangkan pada ketinggian lebih dari 2.500 mdpl suhu udara turun menjadi sekitar 6-11°C. Semakin tinggi lokasi wilayah tersebut akan berbanding lurus terhadap penurunan suhu udara. Dengan demikian, suhu air yang normal untuk daerah penelitian, dimana ketinggian lokasi Pemandian Way Panas Natar adalah 108 mdpl adalah dalam kisaran 22-26°C.


(53)

Dalam terapi air (hidro terapi), suhu air sangat diperhatikan dan harus mengikuti pedoman suhu yang telah ditetapkan. Air yang terlalu panas dapat mengakibatkan tubuh mengalami efek luka dan melepuh. Sehingga suhu air merupakan suatu kebutuhan yang perlu dipertimbangkan, karena suhu air akan berbanding lurus terhadap durasi rendam yang aman bagi setiap pengunjung. Misalnya, air dengan suhu yang hangat (37,69°C – 36,60°C) merupakan suhu air yang ideal untuk

absorpsi rendam dengan campuran herbal dan durasi rendam yang dianjurkan cukup lama antara 15-30 menit.

Derajat air yang panas (37,70°C – 40,49°C) pada umumnya masih dapat ditolerir oleh tubuh untuk kebanyakan rendam air yang telah dianjurkan. Sedangkan durasi rendam yang diperbolehkan antara 15-25 menit, sedikit lebih singkat dari suhu air yang dianggap ideal dalam hidro terapi. Sementara air dengan suhu diatas 40,50°C (sangat panas) masih dapat dipergunakan sebagai media rendam air dengan beberapa catatan penting yang harus dipatuhi dalam pelaksanaannya oleh pengunjung, seperti durasi rendam yang direkomendasikan relatif singkat, yaitu antara 5-15 menit saja. Selain itu, riwayat kesehatan pengunjung yang ingin berendam juga perlu diketahui. Suhu air yang sangat panas sangat tidak dianjurkan bagi pengunjung yang diketahui memiliki masalah kesehatan seperti kardiovaskuler dan hipertermia.

Pada Tabel 6, akan disajikan tingkatan suhu air sebagai pedoman yang dianjurkan dalam hidro terapi.


(54)

Tabel 6. Kriteria Indikator Pedoman Suhu Air

No Suhu

(Satuan °Celcius) Keterangan

Durasi Rendam (Satuan Menit)

1 ≥43,30 Terlalu Panas -

2 43,29 – 40,50 Sangat Panas 5-15

3 40,49 – 37,70 Panas 15-25

4 37,69 – 36,60 Hangat 15-30

5 36,59 – 32,20 Netral 5-10

6 32,19 – 26,60 Rendah -

7 26,59 – 18,30 Rendah Dingin -

8 ≤18,29 Sangat Dingin -

Sumber: Diapatasi dari PERMENKES No. 1205/MENKES/Per/X/2004 tentang Pedoman Persyaratan Sehat Pakai Air (SPA).

Pada umumnya, pengukuran suhu dapat dilakukan dengan menggunakan setiap termometer air raksa yang baik kualitasnya. Paling sedikit termometer harus mempunyai tanda setiap 0,1°C (Syarifuddin Djalil, 1993:9). Ketelitian alat yang digunakan diperlukan agar hasil/data yang diperoleh lebih akurat dan tepat. Dalam penelitian ini, pengukuran suhu air dilakukan secara langsung di dalam bak pemandian air panas yang telah ditetapkan sebagai sampel. Hal ini dilakukan agar hasil yang diperoleh dapat mewakili suhu air yang sebenarnya.

f. Warna Air

Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna yang sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi (Hefni Effendi, 2003:61). Dalam analisa air, keduanya penting untuk dibedakan.


(55)

Warna perairan dapat ditimbulkan karena adanya bahan-bahan organik (keberadaan plankton atau humus) maupun anorganik (seperti ion-ion logam besi, dan mangan). Adanya kandungan bahan-bahan anorganik seperti oksida pada besi menyebabkan air bewarna kemerahan, sedangkan oksida pada mangan menyebabkan air menjadi berwarna kecoklatan/kehitaman. Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur juga dapat menimbulkan warna kehijauan pada air.

Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan (Hefni Effendi, 2003:61-62). Selain itu, tingkat kekeruhan meskipun sangat sedikit dapat menyebabkan air memiliki warna yang terlihat dari warna sesungguhnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pemilik sekaligus sebagai pengelola Pemandian Way Panas, diketahui bahwa lokasi pemandian sebelum dalam perkembangan saat sekarang merupakan area rawa. Dalam kaitannya terhadap warna pada air, Totok Sutrisno (2010:28) berpendapat, bahwa air yang berasal dari rawa atau hutan dapat mengandung bahan-bahan pewarna alamiah, dan dianggap tidak mempunyai sifat-sifat yang membahayakan/toksis.

Pewarna alamiah pada air dalam kondisi air yang berawa-rawa dapat disebabkan oleh karena adanya aktivitas pembusukkan (de compotition) dari sejumlah bagian bahan-bahan organis seperti daun, batang pohon, ranting-ranting pohon, dan lain sebagainya yang mengalami kontak langsung terhadap sumber-sumber air. Adanya kelarutan bahan-bahan tersebut dalam air dapat memberikan wana kuning-kecokelatan pada air tersebut.


(56)

Warna air dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur dengan menggunakan skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo), dengan membandingkan warna air sempel dan warna standar (Hefni Effendi, 2003:62). Nilai satu skala PtCo sebanding dengan satuan skala TCU (True Color Unit).

Merujuk kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES /PER/IX/1990 menyatakan bahwa batas maksimum warna air dalam persyaratan kualitas air bersih adalah 50 skala TCU. Sedangkan air dikatakan baik apabila warna air <50 skala TCU. Apabila hasil uji menunjukkan lebih dari 50 TCU, maka dapat dikatakan bahwa warna air dalam keadaan yang tidak baik. True Color Unit (TCU) merupakan satuan yang digunakan dalam nenentukan tingkatan warna air yang sesungguhnya.

g. PH Air

Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. PH (puissance negative de H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai kosentrasi ion hidrogen (dalam mol perliter) pada suhu tertentu (M. Ghufran H. Khordi K, 2011:73). Dengan kata lain, pH air dapat diartikan sebagai suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan air dalam keadaan yang asam atau basa.

Metode yang digunakan dalam mengukur pH air dapat menggunakan metode elektrometrik. Pada prinsipnya aktivitas ion hidrogen di dalam air diukur secara potensiometri dengan menggunakan kombinasi elektroda gelas dan elektroda


(57)

kalomel. Penggunaan elektroda ini menghasilkan perubahan tegangan sebesar 29,1 mv/pH unit pada suhu 25°C (Syarifuddin Djalil, 1993:64). Ada pula cara lain dengan menggunakan kertas lakmus dan kalorimeter. Kedua cara tersebut walaupun kurang teliti namun masih dapat digunakan dengan hasil yang memadai.

Kriteria nilai pH air dalam penelitian ini dapat peneliti sajikan dalam bentuk Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Kriteria Nilai pH Pada Air

No. pH Keterangan

1 7 < pH < 14 Alkalis (Basa)

2 7 Netral

3 0 < pH < 7 Asam

Sumber: Diadaptasi dari Hefni Effendi, 2003:72.

Berdasarkan Tabel 7, dapat diuraikan bahwa air memiliki sifat yang asam (pH rendah) apabila kadar pH kurang dari 7 atau lebih dari 0. Sebaliknya, air dikatakan bersifat basa (alkalis) apabila derajat pH di dalam air kurang dari 14 dan lebih dari 7. Sedangkan air bersifat netral apabila derajat keasaman sama dengan 7.

Nilai pH suatu perairan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perubahan cuaca. Fenomena cuaca yang terkait adalah curah hujan. M Gufran H. Kordi dan Andi Baso Tancung (2007:120) menyatakan, jika air hujan merupakan air yang sadah dan terkandung beberapa unsur dan molekul, di antaranya CO2, H2S, Fe, dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut akan mempengaruhi air, terutama pH. Selain itu, sumber air yang dekat dengan rawa dapat menyebabkan pH air menjadi cukup asam, mengingat pembusukkan kadar zat organik yang berasal dari akar-akar


(58)

tanaman cukup tinggi. Dalam dunia kesehatan, air pH yang asam dapat mengakibatkan rasa iritasi pada mata.

Keseimbangan nilai pH air secara alami dapat dipengaruhi oleh nilai alkalinitas dan kesadahan air. Alkalinitas atau yang dikenal dengan total alkalinitas adalah konsentrasi total unsur basa-basa yang terkandung di dalam air dan biasanya dinyatakan dalam satuan mg/l yang setara dengan total CaCO3 atau total kesadahan air. Dalam kondisi air yang basa (pH>7), ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga keadaan pH air kembali atau relatif menjadi netral. Sebaliknya, bila keadaan air terlalu asam (pH<7), ion karbonat akan mengalami hidrolis menjadi ion bikaronat dan melepaskan hidrogen oksida yang bersifat asam, sehingga pH air kembali dalam keseimbangannya.

Air yang baik adalah air yang seimbang (pH=7), tidak bersifat basa maupun asam. Contoh air dengan kondisi yang demikian adalah air murni. Namun, tidak semua air dalam pH yang netral, terutama air alami. Seperti yang dikemukakan oleh M. Ghufran H. Khordi K, (2011:73), bahwa nilai pH pada kebanyakan perairan alami berkisar antara 4-9. Sungguhpun demikian, air yang normal memiliki kisaran nilai pH antara 6,5-8,5. Dalam kisaran pH tersebut, air cocok dipergunakan sebagai air minum dan air pengisian akuarium. Bahkan, Totok Sutrisno (2010:74) menyatakan bahwa kontak antara badan dan perairan pada pH 6,5-8,5 dianggap aman.

Dalam kualitas air bersih yang mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 menyatakan, bahwa batas maksimum dan


(59)

minimum tingkat atau derajat pH yang diperbolehkan di dalam air dan dapat dikatakan baik dalam persyaratan kualitas air bersih adalah tidak lebih dan atau kurang dari 6,5 – 9,0.

h. Kesadahan Total (CaCO3) Air

Kesadahan atau kekerasan (hardness) air berbeda dengan keasaman air, sekalipun keduanya erat kaitannya. Keduanya dapat dibedakan dengan mudah. Air asam biasanya menunjukkan reaksi lunak, sedangkan air sadah biasanya keras. Oleh karena itu, kesadahan air sering disebut kekerasan air (hardness). Totok Sutrisno (2010:36), menyatakan bahwa kesadahan merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion (kation) logam valensi dua. Dapat pula oleh banyaknya material dalam air yang berasal dari batuan dalam tanah, baik dalam bentuk ion maupun ikatan molekul.

Elemen terbesar (major elemen) yang terkandung dalam air adalah kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), natrium (Na+), dan kalium (K+). Ion-ion tersebut dapat berikatan dengan CO3-, HCO3, SO4-, Cl-, NO3-, dan PO4-. Kadar mineral tersebut dalam tanah sangat bervariasi, tergantung jenis tanahnya. Kandungan mineral inilah yang menentukan parameter keasaman dan kekerasan air (M. Ghufran H. Khordi K, 2011:75).

Totok Sutrisno (2010:36) mendefinisikan bahwa kesadahn total (total hardness)

adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya ion Ca++ dan Mg++ secara bersama-sama. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan kesadahan dalam air diakibatkan oleh kedua ion tersebut.


(60)

Kesadahan pada umumnya disebabkan oleh Ca++ dan Mg++ dalam bentuk CaCO3 atau CaO dan MgO dengan satuan mg/l air. Dua kation ( Ca 2+ dan Mg 2+) paling banyak ditemukan di perairan alam. Dengan perbandingan antara Calsium dan Magnesium adalah 10:3. Sehingga untuk menentukan kesadahan air dapat ditentukan dengan cara menghitung kadar CaCO3 dalam air.

Tingginya perbandingan konsetrat Ca 2+ dan Mg 2+ dalam air diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang dan gigi pada manusia. Namun, kesadahan air yang tinggi juga bisa meningkatkan komsumsi sabun yang cenderung lebih boros. Molekul-molekul air bereaksi kimiawi terhadap ion Ca 2+ dan Mg 2+, sehingga mengakibatkan sifat detergen dan busa dapat berkurang dan efektivitas kerjanya menjadi rendah. Selain itu, kelebihan ion-ion tersebut dapat menimbulkan lapisan kerak pada alat-alat dapur yang terbuat dari bahan logam.

Di beberapa negara tertentu di dunia menggunakan satuan derajat kekerasan air yang berbeda-beda. Di negara adidaya, seperti Amerika memakai °Hardness (derajat hardness), sedangkan di Jerman lebih menggunakan satuan derajat tersendiri yang dikenal sebagai derajat dH (°dH). Namun persamaan dari keduanya bertumpu pada besarnya kadar CaCO3 dalam air.Dengan menghitumg kadar CaCO3 (mg/l) diperoleh 6 tingkatan kekerasan air.

Beberapa literatur memberikan batasan lain yang mungkin lebih sederhana dalam memberikan istilah tingkat kekerasan. M. Ghufran H. Khordi K (2011:76), menyatakan bahwa di Indonesia menggunakan cara Jerman yang populer disebut dGH (degress of Germany Total Hardness (°dH)).


(61)

Berikut Tabel 8 yang menampilkan istilah kesadahan suatu air berdasarkan kadar CaCO3 yang terkandung di dalamnya.

Tabel 8. Kadar CaCO3, dan Derajat Kekerasan Air

No. Istilah Kadar CaCO3

(mg/l) Kekerasan (°dH)

1. Soft (lunak) 0 - 50 0 - 3

2. Moderately soft (agak lunak) 50 - 100 3 - 6 3. Sightly hard ( sedang) 100 - 200 6 - 12 4. Moderately hard (agak keras) 200 - 300 12 - 16 5. Hard (keras) 300 - 450 16 - 25 6. Very hard (sangat keras) > 450 >25 Sumber: Andrews, et al, (1988), dalam M. Ghufran H. Khordi K, (2011:76).

Tabel 8 di atas menampilkan varian kesadahan air dengan menghitung banyaknya kadar CaCO3 dalam air dan kesetaraannya terhadap derajat kekerasan air dalam satuan Jerman. Kesetaraan antara kadar CaCO3 dengan menggunakan satuan °dH adalah sekitar 17,9 mg/l. Ini berarti bahwa setiap kadar CaCO3 sebesar 17,9 mg/l dalam air sebanding besarnya dalam 1°dH.

Konsetrat CaCO3 kurang dari 100 mg/l dalam air memiliki tingkat kesadahan yang rendah atau air memiliki sifat yang lunak. Sedangkan air dikatakan sadah (kesadahan sedang) bila kadar CaCO3 antara 100-200 mg/l, sementara kesadahan keras apabila kadar CaCO3 lebih dari 300 mg/l.

Kesadahan dalam air dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kesadahan sementara (temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Sri Fardiaz (2005:28) menyatakan jika kesadahan sementara disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO3-) dan bikarbonat (HCO3-) dari kalium (Ca) dan magnesium (Mg). Kesadahan sementara dalam air dapat dihilangkan dengan cara mendidihkan air, agar garam


(1)

141

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji laboratorium dan observasi sampel air di Pemandian Way Panas, maka dapat diperoleh simpulan mengenai “Kondisi Fisik dan Kimia Air di Pamandian Way Panas Desa Merak Batin Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2013” sebagai berikut:

1. Kondisi fisik air di Pemandian Way Panas Natar dalam kondisi yang cukup baik. Dari keenam parameter air, diketahui parameter rasa dan suhu air dalam kondisi yang jelek, sementara parameter jumlah zat padat terlarut (TDS) dalam kondisi cukup baik. Sedangkan parameter bau, warna, dan kekeruhan air menunjukkan kondisi yang baik.

2. Kondisi kimia air di Pemandian Way Panas Natar memperlihatkan kondisi yang kurang baik. Dari ketiga parameter air, diketahui hanya parameter pH air yang menunjukkan hasil yang baik. Sementara parameter kesadahan dan klorida dalam kondisi yang tidak baik.

3. Kualitas air bersih di Pemandian Way Panas Natar cukup baik, sehingga air layak dipergunakan oleh pengunjung sebagai media mandi berendam.


(2)

142

B. Saran

1. Bagi pengelola Pemandian Way Panas diharapkan supaya memberikan rambu-rambu atau peringatan tentang pedoman durasi waktu (lama berendam) pada setiap bak pemandian yang disediakan, karena setiap bak memiliki suhu yang berbeda-beda, sehingga durasi rendam yang dianjurkanpun juga tidak sama.

2. Bagi kalangan akedemisi dan atau kepada lembaga-lembaga yang terkait, diharapkan agar mengadakan penelitian sejenis dengan mempergunakan parameter air yang lebih lengkap supaya hasil yang diperoleh menjadi lebih akurat dan tepat.

3. Bagi masyarakat atau pengunjung, direkomendasikan untuk memanfaatkan sumber air panas yang telah tersedia sebagai salah satu alternatif alami dalam menjaga, meningkatkan, dan serta memulihkan kesehatan tubuh manusia seperti dalam hal kesegaran, kecantikan, bahkan media relaksasi.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2013. Mata Air Panas.http://id.wikipedia.org/wiki/mata_air_panas. Diakses pada 11 Maret 2013, pukul 09.00 WIB.

Anonimu. 2004. Pedoman Persyaratan kesehatan Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA). Jakarta.

Ari W. Wibowo. 2011. 200 Rekor Menakjubkan Bumi Nusantara. Ufuk press: Jakarta.

D. K. Tood. 1980. Ground Water Hydrology. Printed and Bound by Quinn-Woodbine: California.

Fety Kumalasari dan Yogi Satoto.2011. Teknik Praktis Pengolahan Air Kotor Menjadi Air Bersih Hinga Layak Diminum. Laskar Aksara: Jakarta.

Fiona Watt. Earthquackes and Volcanoes. Diterjemahkan oleh Evi Janu K. 2005.Gempa Bumi dan Gunung Berapi. Pakar Raya: Bandung.

FirmanS ujadi. 2008. Air Bersih Sumber KehidupanSehat. Shakti Adiluhung: Bandung.

Hefni Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kansius: Jogjakarta.

Indarto. 2010. Hidrologi. Bumi Aksara: Jember

Katilidan Marks. 1963. Geologi. Departemen Riset Nasional: Jakarta.

M. G. H. Khordi. K. 2011. Panduan Lengkap Bisnis dan Budi Daya Ikan Gabus. Lily Publisher: Yogyakarta.

M. G. H. Khordi K. Dan Ardi B. T. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta: Jakarta.

Kusnaedi. 2010. Mengelola Air KotorUntuk Air Minum. Penebar Swadaya: Bekasi.


(5)

R. W. Van Bemmelen. 1949. The Geologi Indonesia, Vol. 1A. the Hague.

Robert J. Kodoatie dan RoestamSjarief. 2010. Tata Ruang Kota. Penerbit Abadi: Yogyakarta.

Srikandi Fardiaz. 2005. Polusi Air danUdara.Kansius: Yogyakarta.

Sutardji dan Sriyono. 2008. Geologi Indonesia: Buku Ajar. Universias Negeri Semarang.

Suharno. 2013. Eksplorasi Geothermal. Lembaga Penelitian Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Sukendar Asikin. GeologiStruktur Indonesia.ITB.

Supeno.1982. IPS Terpadu geografi dan Kependudukan.Tiga Serangkai: Solo. Syarifudin Djalil. 1993. Petunjuk Pemeriksaan Air Minum/Air Bersih.

Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Totok Sutrisno, dkk. 2010. Teknologi Penyediaan air Bersih. Rineka Cipta: Jakarta.


(6)