PERANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMUKIMAN ILEGAL ISRAEL DI WILAYAH PALESTINA

(1)

THE ROLE OF THE UNITED NATIONS IN RESOLVING

THE PROBLEM OF THE ISRAEL’S ILLEGAL SETTLEMENTS

IN THE PALESTINIAN TERRITORIES

ABSTRACT By

Aldis Pristi Widari

United Nations is international organization that has the authority to resolving international disputes, in accordance with the aim stated in Article 1 clause (1) of UN Charter. International disputes between Israel and the Palestinians is one of the disputes currently handled by the United Nations. The dispute which nearly a century has widespread impact on security and peace in the Middle East, especially Lebanon, Jordan, Egypt, and Iraq which are the countries that’s directly adjacent to the parties to the dispute. Therefore the United Nations interfering in the dispute resolution of illegal settlement in the Middle East today. residential developments which undertaken by Israel is illegal because it has violated the Treaty agreed between the two countries. In addition, Israel did not comply with the resolutions issued by the UN, just as in the division of territorial at 1948 which sets of West Bank and East Jerussalem’s territories are Palestinian sovereignty, but israel is built around 500.000 (five hundred thousand) settlements in the region. In this research, first, the author examines the UN's role in solving the dispute between the Israel-Palestinian, and second, how is the breach of the international law which conducted by Israel.

Research conducted for this thesis is the juridical normative legal research by examining the role of the United Nations in resolving the problem of Israel’s illegal settlements in the Palestinian territories. The Data acquired and processed in normative legal research materials in the form of primary law, namely the UN Charter, the Oslo Agreement of 1993, the UN General Assembly resolution No. 181 in 1946, UN Security Council Resolutions 242, 338, Number 446, 484, 478, 681, 1559, 1701, 1860, and secondary or tertiary legal materials emanating from the source of t librarianship, such as, literature-literature, articles, library of Lampung University, Lampung regional’s library and the official internet sites related to the writing of this thesis.

The results showed that the United Nations as an international organization that has the purpose to maintaining world peace and security has been doing to its role on Israel and Palestine’s dispute by issuing a number of UN General Assembly Resolution No. 181 concerning the separation of the territories and UN Security


(2)

Council Resolution No. 242, 338, 446, 478, 484 which concluded that the Division of the Palestinian territories into three parts. Second, that during the occupation of Israel in Palestinian territory since 1967 until now, Israel has been committing violations of international law in general or in the sides of the Human Rights and Humanity, such as illegally military occupation in an unlimited amount of time, the takeover of the Palestinian territory by force, as well as action against inhumane society of Palestine (which is considered a rebel) by giving collective punishment to the Palestinians.


(3)

PERANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMUKIMAN ILEGAL ISRAEL DI WILAYAH PALESTINA

ABSTRAK Oleh

Aldis Pristi Widari

PBB merupakan organisasi internasional yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa-sengketa internasional, sesuai dengan tujuan nya yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Piagam PBB. Sengketa internasional antara Israel dan Palestina merupakan salah satu sengketa yang sampai saat ini ditangani oleh PBB. Sengketa yang hampir satu abad ini telah berdampak meluas pada keamanan dan perdamaian wilayah Timur Tengah, khususnya Libanon, Yordania, Mesir, dan Irak yang merupakan Negara yang berbatasan langsung dengan pihak-pihak yang bersengketa. Karenanya PBB turut campur dalam penyelesaian sengketa pemukiman ilegal di wilayah Timur Tengah ini. Pembangunan pemukiman yang dilakukan oleh Israel dianggap ilegal karena telah melanggar perjanjian yang disepakati antara kedua negara. Selain itu juga Israel tidak mematuhi resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh PBB, seperti halnya dalam pembagian wilayah pada tahun 1948 yang menetapkan wilayah Tepi Barat dan Yerussalem Timur merupakan kedaulatan Palestina, namun Israel membangun sekitar 500.000 (lima ratus ribu) pemukiman di wilayah tersebut. Dalam penelitian ini, pertama penulis meneliti mengenai peran PBB dalam menyelesaikan masalah sengketa wilayah antara Israel – Palestina, dan kedua bagaimana pelanggaran hukum internasional yang dilakukan oleh Israel.

Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian hukum yuridis normatif (normative legal research) dengan mengkaji peranan PBB dalam menyelesaikan masalah pemukiman illegal Israel di wilayah Palestina. Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif berupa bahan hukum primer yaitu Piagam PBB, Perjanjian Oslo 1993, dan Resolusi-resolusi Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB, dan bahan hukum sekunder maupun tersier yang berasal dari sumber kepustakan yaitu, literatur- literatur, artikel-artikel, perpustakaan Universitas Lampung, perpustakaan Daerah Lampung dan situs-situs internet resmi yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBB sebagai organisasi internasional yang mempunyai tujuan menjaga keamanan dan perdamaian dunia telah melakukan peranannya pada sengketa Israel dan Palestina dengan mengeluarkan beberapa resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tentang Pemisahan Wilayah dan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyimpulkan bahwa pembagian wilayah Palestina menjadi tiga bagian. Kedua, jalas bahwa selama pendudukan Israel di Palestina


(4)

sejak tahun 1967 hingga saat ini, Israel telah melakukan pelanggaran hukum internasioanl secara umum ataupun dalam sisi HAM dan Humaniter, seperti pendudukan militer secara illegal dalam waktu yang tidak terbatas, pengambil alihann wilayah Palestina dengan kekerasan, serta tindakan tidak berperikemanusiaan terhadap masyarakat Palestina (yang dianggap sebagai pemberontak) dengan cara memberikan hukuman kolektif terhadap warga Palestina.


(5)

PERANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PEMUKIMAN ILEGAL ISRAEL DI WILAYAH PALESTINA

Oleh

ALDIS PRISTI WIDARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

pada

Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG


(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Juli 1991 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, yang merupakan anak perempuan kedua dari pasangan Bapak Wibowo Syair dan Arini Dramawati. Penulis beragama Islam dan berkebangsaan Indonesia. Kini penulis beralamat di Perumahan Mitra Residence Nomor B2 Antapani, Bandung.

Adapun riwayat pendidikan penulis, yaitu: Penulis menyelesaikan Studi di TK Islam Az-zahrah Palembang pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan di SD Islam Az-Zahrah Palembang dan lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan di SMP Negeri 4 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2009 lulus dari SMA Negeri 2 Bandar Lampung.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Mandiri pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi internal kampus sebagai Anggota Muda FOSSI FH 2009-2010. Serta, penulis tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional (HIMA HI) pada periode 2012-2013.

Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Marga Jaya Kecamatan Gunung Agung Kabupaten Tulang Bawang Barat pada tahun 2012.


(10)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Karya Indah ini . . .

Untuk Papa yang selalu menyemangati dan mendukung anak-anaknya dan tidak pernah lupa untuk mendoakan anak-anaknya agar mendapat yang terbaik;

Untuk Mama yang tiada henti-hentinya memberikan cinta di setiap detik dalam hidupnya untuk anak-anaknya;

Untuk kakak dan adikku yang selalu memberikan senyuman dan tawanya setiap saat walau apapun yang terjadi;


(11)

Motto

“In the Halls of Justice, the only justice is in the halls”

Lenny Bruce

“The only real elegance is in the mind; if you’ve got that, the rest really comes from it”

Diana Vreeland

“Capailah semuanya saat masih mampu, dan nikmatilah semuanya kemudian

hari”


(12)

SANWACANA

Puji syukur saya panjatkan kehadira Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah – Nya saya dapat menyelesaikan skripsi mengenai “Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Menyelesaikan Masalah Pemukiman Ilegal Israel Di Wilayah Palestina” ini.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Utama atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

2. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum., selaku Ketua bagian Hukum Internasional dan Pembahas Utama atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;;

3. Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.H. sebagai Pembimbing Utama atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini

4. Ibu Rehulina Tarigan, S.H., M.H, selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(13)

5. Ibu Melly Aida, S.H., M.H. sebagai Pembahas Kedua atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum, khususnya bagian Hukum Internasional (Bapak Rudi Natamiharja, S.H., L.LM., Bu Ria Wierma, S.H., M.H., Bapak Bayu Sujadmiko, S.H., M.H., Bapak Naek Siregar, S.H., M.H., Bu Widya Krulina Sari, S.H., M.H., Bapak Ahmad Syofyan, S.H., M.H., Bu Desi Churul Aini, S.H., M.H. dan lain-lain), atas bimbingan dan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini;

7. Bapak Marjiyono, Bapak Sujarwo dan Bapak Supendi selaku Staf Administrasi Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung, atas bantuan, saran dan masukannya serta motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini;

8. Teman-teman SMA Negeri 2 Bandar Lampung (Nanda, Desi, Sinta, Marichel, Panji, Hanisa, dan Abrori)

9. Keluarga KKN Desa Marga Jaya Kec. Gunung Agung, Kab. Tulang Bawang Barat (Ande, Tian, Gegek, Arti, Rizky, Yasir, Gilang, Ginting, dan Keluarga Bapak Agus di Induk Semang)

10.Squad of International Law 2008-2010 (Bang Acung, Kak Wisnu, Kak Dandi, Bang Hendra, Kak Wahbi, Bang Afandi, Bang Revan, Christine, Nevi, Mozes, Rendi, Fadil, Syukri, Insan, Havez, Jaya, Jefry, Ade A.Y Marbun., Adji, Aryo, Ozi, Reza, Emi, Asha, dan Siska) atas rasa kekeluargaan, kebersamaan, dukungan dan pengalaman yang luar biasa yang kalian berikan. Akan selalu mengingat hari dimana kita bersama; 11.Buat kawan-kawan seperjuangan (Vina, Alan, Resky, Mitta, Ade), untuk

kebersamaannya, dukungan dan kekeluargaan yang sangat luar biasa. 12.Kepada semua pihak yang terlibat namun tidak dapat disebutkan satu

persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.


(14)

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

Cover Abstract Abstrak

Surat Pernyataan Riwayat Hidup Persembahan Motto

Sanwacana Daftar Isi

Daftar Singkatan Daftar Gambar I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 9

D. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian-Pengertian ... 13

1. Pengertian Konflik ... 13

2. Pengertian Sengketa ... 14

B. Sejarah Sengketa Wilayah Antara Palestina dan Israel ... 15

C. Status Kepemilikan atau Perolehan Wilayah Menurut Hukum Internasional ... 19

D. Prinsip Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Wilayah Menurut Hukum Internasional ... 23


(16)

1. Majelis Umum Dalam Proses Penyelesaian Sengketa

Internasional ... 29

2. Dewan Keamanan Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Internasional ... 32

3. Sekretaris Jenderal PBB Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Internasional ... 35

F. Hukum Pendudukan 1. Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I dan II tahun 1977 ... 36

2. Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Statuta Roma ... 38

3. Perlindungan Dalam Kerangka PBB ... 39

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 44

B. Pendekatan Masalah ... 45

C. Sumber Data ... 47

D. Metode Pengumpulan dan Pengelolaan Data ... 48

E. Analisis Data ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peranan PBB Dalam Menyelesaikan Masalah Sengketa Wilayah Antara Palestina dan Israel ... 50

1. Resolusi PBB No. 181 (II) Tahun 1947 Tentang Pemisahan Wilayah ... 52

2. Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 242 Tahun 1967 Tentang Penetapan Status Jarusalem ... 52

3. Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 338 Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 338 Tahun 1973 Tentang Land for Peace ... 54

4. Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 446 Tahun 1979 Tenang Ilegalitas Pendirian Pemukiman Oleh Israel di OPT (Occupied Palestinian Territories)... 54


(17)

5. Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 478 Tahun 1980 Tentang Kewajiban Seluruh Negara Untuk Menolak Dan Memerangi Tindakan Israel Yang Melanjutkan Penjajahan Dan Pelanggaran di OPT ... 55 6. Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 484 Tahun 1980

Tentang Kewajiban Memperioritaskan Perlindungan

Penduduk Sipil ... 56 7. Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1860 Tahun 2009

Tentang Situasi di Jalur Gaza ... 56 B. Tindakan Pemerintah Israel Membangun Pemukiman di Wilayah

Palestina Merupakan Pelanggaran Hukum Internasional ... 59 1. Pelanggaran Negara Israel Terhadap Teori Perolehan

Wilayah ... 63 2. Pelanggaran Negara Israel Terhadap Hak Asasi Manusia

dan Hukum Humaniter ... 66

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 77 B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA


(18)

DAFTAR SINGKATAN

DK : Dewan Keamanan

HAM : Hak asasi manusia

NGO : Non Governmental Organization

OPT : Occupied Palestinian Territories

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PLO : Palestine Liberation Organization


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

A.1 Perkembangan Wilayah Pendudukan Israel ... 5

A.2 Wilayah Palestina Isreal ... 6


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya adalah wilayah. Pembagian wilayah pada setiap negara bertujuan untuk mempermudah administrasi, pemerintahan, dan hal-hal yang berhubungan dengan negara. Namun hingga saat ini, konflik antar negara merupakan salah satu isu yang masih hangat, hal ini salah satunya dikarenakan perebutan wilayah diantar negara. Salah satu konflik internasional mengenai perbatasan wilayah yang pernah terjadi dan belum terselesaikan hingga saat ini yaitu konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel.

Konflik antara Palestina dan Israel terjadi setelah Deklarasi Balfour, dimana bangsa Yahudi pun berupaya untuk mendirikan suatu negara dengan melakukan diplomasi pada 2 November 1917 melalui Deklarasi Balfour.1 Deklarasi Balfour berisikan persetujuan atas gagasan pendirian negara baru oleh bangsa Yahudi di

1

Deklarasi Balfour adalah surat yang ditulis oleh Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, kepada pemimpin komunitas Yahudi Inggris, Lord Rothschild, untuk dikirimkan kepada Federasi Zionis pada tanggal 2 November 1917.


(21)

2

Palestina. Deklarasi ini berlangsung pada rapat Kabinet Inggris tanggal 31 Oktober 1917, yang menyatakan bahwa pemerintah Inggris mendukung rencana Israel untuk mendirikan tanah air bagi kaum Yahudi di Palestina, dengan syarat tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan hak-hak dari komunitas-komunitas Palestina.

Pada Perang Dunia Kedua, terjadi kasus Holocaust2 yang mengakibatkan bangsa Yahudi akhirnya terpencar dan tidak memiliki tempat tinggal. Upaya bangsa Yahudi untuk mendirikan suatu negara baru pun didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 1948 PBB merumuskan sebuah proposal perdamaian untuk Arab dan Yahudi di Palestina,dengan membuat pembagian wilayah Palestina yang bertujuan untuk memisahkan negara Arab dan Yahudi. Proposal yang dikenal dengan United Nations Partition Plan (UN Partition Plan) ini berisi pembagian wilayah Palestina sebesar 55% untuk bangsa Yahudi, dan 45% sisanya untuk negara Arab.3 Berdasarkan demografis4, komunitas Yahudi hanya ada sekitar 7% dari seluruh penduduk Palestina, dan 93% sisanya merupakan bangsa Arab.5 Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan wilayah yang diberikan oleh PBB dan menyebabkan bangsa Arab melakukan protes.

2

Kasus Holocaust adalah peristiwa genosida atau pembantaian terhadap bangsa Yahudi selama Perang Dunia II yang dipimpin oleh Adolf Hitler dan terjadi di seluruh wilayah yang dkuasai oleh Nazi.

3

Putri Yuanita, Skripsi “Pandangan Kompas Dan Media Indonesia atas Konflik Israel

-Palestina”, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 2. 4

Demografis adalah bentuk sifat dari demografi yang berarti ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia.

5


(22)

3

Israel memproklamirkan kemerdekaan negaranya pada tanggal 14 Mei 1948. Tetapi proses kemerdekaan ini tidak berlangsung secara damai karena sehari setelah negara Israel berdiri, terjadi penyerangan atas Israel yang dilakukan oleh Libanon, Yordania, Mesir, Irak, dan negara Arab lainnya yang kemudian dimenangkan oleh Israel yang berhasil merebut 70% dari total luas wilayah yang diberikan oleh PBB.6

Konflik yang terjadi berlanjut hingga tahun 1967, dimana Mesir, Suriah, dan Yordania menutup perbatasannya dengan Israel dan mengusir pasukan perdamaian PBB keluar dari wilayah tersebut serta memblokade akses Israel terhadap Laut Merah7. Kemudian Israel melakukan serangan terhadap pangkalan angkatan udara Mesir guna mencegah terjadinya invasi8 oleh Mesir. Tindakan ini berujung pada Perang Enam Hari yang dimenangkan oleh Israel. Konflik berkepanjangan ini menyebabkan Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 242 Tahun 19679. Pada perang Enam Hari, Israel berhasil merebut beberapa wilayah seperti Tepi Barat, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai, dan Dataran Tinggi Golan. Sebagai ganti ditariknya pasukan Israel dari wilayah Mesir, Yordania, dan Suriah, Israel diberi janji perdamaian oleh negara-negara Arab dengan memperluas batas wilayah Yerusalem dengan memasukkan wilayah Yerusalem Timur.

6 Eko Marhaendy, Makalah “Analisis Konflik Israel

-Palestina : Sebuah Penjelajahan Dimensi Politik dan Teologis”, hlm. 11.

7

Laut Merah adalah sebuah teluk di Lautan Hindi yang terletak di antara Benua Afrika dan Benua Asia. Laut Merah berbatasan dengan Semenanjung Sinai, Teluk Aqaba, dan Terusan Suez di sebelah utara. Di sebelah timur berbatasan dengan Arab Saudi dan Yaman, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Mesir, Sudan, dan Eritrea.

8

Invasi adalah aksi militer dimana angkatan bersenjata suatu negara memasuki daerah yang dikuasai oleh negara lain, dengan tujuan untuk menguasai daerah tersebut.

9Resolusi 242 menekankan “tidak dapat diterimanya perebutan wilayah melalui perang” dan memuat rumusan yang sejak itu mendasari semua inisiatif perdamaian tanah bagi perdamaian.


(23)

4

Upaya perdamaian antara Palestina dengan Israel juga dilakukan oleh Amerika Serikat melalui Kesepakatan Camp David. Kesepakatan ini ditandatangi pada tanggal 17 September 1978 di Gedung Putih setelah diadakan perundingan selama 12 hari yang bertujuan untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah.10

Palestina dideklarasikan sebagai sebuah negara di tahun 1988, meskipun pada tahun-tahun berikutnya Palestina diwakilkan oleh Palestine Liberation Organization (PLO)11 untuk mendapatkan pengakuan di forum internasional. Hal ini disebabkan status Palestina sebagai negara yang berdaulat belum diakui secara internasional.

Pada tahun-tahun berikutnya kembali diadakan perundingan antara Israel dan Palestina tetapi tidak mencapai kesepakatan diantara kedua belah pihak. Hal ini membuat Amerika Serikat kembali berupaya melakukan mediasi bagi perdamaian Israel dan Palestina dengan mengadakan pertemuan Camp David pada tahun 2000. Namun pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan atau solusi perdamaian apa pun. Tahun 2007 diadakan kembali konferensi untuk membicarakan perdamaian Israel dan Palestina di Annapolis. Namun kesepakatan perdamaian hasil dari Annapolis Conference juga masih belum diimplementasikan oleh kedua negara. Kesepakatan yang dilakukan oleh pihak Palestina dan Israel masih sering dilanggar oleh pemerintah Israel.

10

Eko Marhaendy, Op.Cit., hlm. 12. 11

PLO (Palestine Liberation Organization) adalah lembaga politik resmi bangsa Palestina yang didirikan pada tahun 1964.


(24)

5

Terbukti dengan masih seringnya pemerintah Israel mengambil wilayah Palestina yang membuat wilayah Palestina semakin sempit. Karena mengalami kekalahan dalam perang dan menyempitnya wilayah teritorial negaranya, maka Palestina mengajak Israel untuk mengadakan perundingan. Tetapi oleh karena tidak adanya kesepakatan yang dicapai pada perundingan-perundingan itu, maka luas wilayah Palestina pun semakin berkurang, sedangkan wilayah Israel semakin luas. Wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel itu disebut sebagai wilayah pendudukan untuk Israel. Hal ini melanggar resolusi Majelis Umum 18112, namun Israel tetap saja melakukan invasi yang dapat terlihat pada gambar berikut:

Gambar A.1

12


(25)

6

Gambar di atas dapat memperlihatkan bahwa dari tahun ke tahun wilayah Israel semakin meluas, Bertambahnya wilayah Israel tidak sesuai dengan pembagian wilayah yang dilakukan oleh PBB ditahun 1948. Pada wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Israel tersebut dibangun pemukiman-pemukiman untuk warga Israel. Tidak hanya pada wilayah Palestina yang telah diambil oleh pemerintah Israel yang dibangun pemukiman tersebut, wilayah yang masih sepenuhnya milik Palestina pun dibangun pemukiman oleh pemerintah Israel. Misalnya pembangunan pemukiman di wilayah Tepi Barat dan Yerussalem Timur. Pembangunan pemukiman yang dilakukan oleh pemerintah Israel ini melanggar hukum perjanjian-perjanjian yang disepakati antara Palestina dan Israel serta resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh PBB. Akan tetapi Israel mengklaim ikatan sejarah dan alkitab untuk Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai penguat untuk membangun sekitar 500.000 (lima ratus ribu) pemukiman baru.

Berikut ini gambar wilayah Palestina yang dibangun oleh Israel:

Gambar A.2

Keterangan :

─ ─ : Gencatan senjata 1949

: Otoritas Palestina

: Kekuasaan Israel


(26)

7

Gambar di atas memperlihatkan bahwa Israel membangun pemukiman di wilayah Palestina, hal ini mendapat larangan keras dari berbagai pihak termasuk PBB. PBB sebagai organisasi internasional yang menjaga keamanan dan perdamaian internasional mengeluarkan resolusi-resolusi untuk Israel. Seperti Resolusi Dewan Keamanan No 446 tahun 197913, Resolusi Dewan Keamanan No 478 tahun 198014 dan resolusi-resolusi yang lain. Meski telah dikeluarkan resolusi oleh PBB, Israel tetap membangun pemukiman yang telah mencapai ribuan pemukiman tersebut dan menyerang warga sipil Palestina.

Palestina menginginkan kemerdekaan penuh atas wilayahnya maka Palestina melakukan negosiasi terhadap PBB. Akan tetapi PBB tidak memberikan kemerdekaan kepada Palestina karena keberadaan Hamas15 yang selalu terlibat perang dan membuat Palestina dianggap tidak menginginkan perdamaian.16 Akan tetapi pemerintah Palestina tetap berusaha mendapat pengakuan dari PBB dan berhasil mendapatkan pengakuan tersebut pada tanggal 29 November 2012 dimana Majelis Umum PBB mengakui peningkatan status Palestina sebagai negara pemantau non-anggota dari status sebelumnya sebagai entitas17 pemantau yang diwakili PLO18 yang menyatakan mendesak untuk melanjutkan kembali perundingan antara Israel dan Palestina yang mengarah ke permanen solusi dua-negara.

13

Resolusi 446 menyatakan bahwa pemukiman Israel adalah halangan serius bagi perdamaian dan menyerukan kepada Israel untuk memenuhi Konvensi Jenewa Keempat.

14

Resolusi 478 berisikan tentang status Jerussalem yang dikuasai oleh Israel. 15

Hamas adalah sebuah organisasi dan partai politik Palestina yang dibentuk pada tahun 1987 dan bertujuan untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan Israel di Palestina.

16

http://www.tempo.co/read/news/2012/11/30/115444995/PBB-Status-Palestina-Adalah-Negara-Peninjau Diakses pada tanggal 23 Januari 2014

17

Entitas adalah sesuatu yang wujudnya bersifat berbeda tetapi tidak harus dalam bentuk fisik.

18

http://internasional.kompas.com/read/2012/11/30/05140777/PBB.Mengakui.Status. Palestina.Menjadi.Negara Diakses pada tanggal 21 Juni 2013


(27)

8

Resolusi mengenai status Palestina di PBB diambil dari 138 suara yang mendukung, 9 suara yang menolak dan 41 suara abstain dari 193 anggota.19 Tetapi Israel menolak untuk mengakui status dari negara Palestina. Israel malah menuding upaya Palestina akan menghambat jalan damai kedua belah pihak. Penolakan Israel atas resolusi tersebut didukung oleh Amerika Serikat dan Kanada.20

Pembangunan pemukiman yang dilakukan oleh Israel dianggap melanggar Hukum Internasional karena dapat mengancam perdamaian dunia. Hal ini bertolak belakang dengan tujuan PBB yang tercantum dalam Piagam PBB ayat 1, yaitu menjaga dan memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Sehingga PBB perlu ikut serta dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara Palestina dan Israel agar konflik ini tidak meluas dan merugikan negara-negara lain.

Berdasarkan uraian diatas, penulis hendak meneliti tentang kasus pemukiman ilegal Israel dan peran PBB dalam menyelesaikan konflik internasional tersebut dengan judul “Peranan PBB Dalam Menyelesaikan Masalah Pemukiman Ilegal Israel Di Wilayah Pendudukan”.

19

http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=43640#.UcPLNqol2KI Diakses pada tanggal 21 Juni 2013

20

http://internasional.kompas.com/read/2012/11/30/05140777/PBB.Mengakui.Status. Palestina.Menjadi.Negara Diakses pada tanggal 21 Juni 2013


(28)

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan PBB dalam menyelesaikan masalah sengketa wilayah diantara Israel dan Palestina?

2. Apakah tindakan pemerintah Israel membangun pemukiman di wilayah Palestina merupakan pelanggaran Hukum Internasional?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menjelaskan dan menganalisis peranan PBB dalam menyelesaikan masalah pemukiman ilegal di bagian wilayah Palestina.

b. Untuk menjelaskan dan menganalisis tindakan pemerintah Israel membangun pemukiman di wilayah Palestina merupakan pelanggaran Hukum Internasional atau tidak.


(29)

10

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Berguna untuk pengembangan ilmu hukum pada umumnya, serta hukum penyelesaian sengketa khususnya pada organisasi internasional.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum untuk menambah pengetahuan mengenai peranan PBB dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di wilayah Palestina.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai tindakan yang melanggar hukum internasional yang dilakukan oleh Israel dalam membangun pemukiman di wilayah Palestina dan peran PBB dalam menyelesaikan masalah pemukiman ilegal yang dilakukan oleh Israel di wilayah pendudukan.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis pada penulisan penelitian ini maka diperlukan kerangka penulisan yang sistematis. Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai kasus wilayah pemukiman secara singkat dan mengapa PBB dapat berperan dalam kasus ini. Pada bab ini juga terdapat permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penulisan dalam skripsi ini.


(30)

11

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjabarkan teori-teori yang akan digunakan pada penulisan skripsi ini seperti sejarah sengketa wilayah antara Palestina dan Israel, prinsip dan cara memperoleh wilayah, status kepemilikan atau perolehan wilayah menurut Hukum Internasional, prinsip hukum yang relevan dengan penyelesaian sengketa wilayah menurut Hukum Internasional, dan penyelesaian sengketa internasional dalam PBB.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan pada penulisan skripsi ini yang berupa jenis penelitian, pendekatan masalah, sumber data, metode pengumpulan dan pengolahan data, dan analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN HASIL DATA

Bab ini memaparkan hasil penelitian dari pembahasan. Dimulai dengan membahas tindakan-tindakan pelanggaran hukum internasional yang dilakukan pemerintah Israel dalam membangun pemukiman di wilayah Palestina, dan peran PBB dalam menyelesaikan masalah pemukiman ilegal Israel di wilayah Palestina.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran. Pada bab ini dijelaskan bahwa kesimpulan merupakan inti dari keseluruhan uraian yang dibuat. Dan berdasarkan kesimpulan tersebut, maka diajukan saran-saran.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian-Pengertian 1. Pengertian Konflik

Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Menurut Antonius konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu pihak lain dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan antar pribadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Morton Deutsch yang menyatakan bahwa dalam konflik, interaksi sosial antar individu atau kelompok lebih dipengaruhi oleh perbedaan daripada oleh persamaan. Sedangkan menurut Scannell konflik adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu.21

Menurut Lewis A. Coser, konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya terbatas. Dan menurut Duane Ruth-hefelbower, konflik

21

Tri Yogi Fitri, Skripsi “Upaya Peningkatan Kemampuan Resolusi Konflik Melalui

Bimbingan Kelompok Bagi Siswa kelas X-Logam SMK Negeri 1 Kalasan”, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2012, hlm. 13.


(32)

14

adalah kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan salah satu pihak menghalangi atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang berhasil.22

Berdasarkan pengertian-pengertian konflik diatas, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu kondisi perselisihan atau perbedaan yang terjadi antara dua atau lebih individu atau kelompok yang memiliki tujuan untuk saling menjatuhkan satu sama lain.

2. Pengertian Sengketa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat atau perselisian. Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian.23

Sengketa merupakan perselisihan yang dilakukan dua pihak yang memiliki perbedaan kepentingan satu sama lain. Sengketa bisa terjadi dimana saja, kapan saja serta oleh siapa saja.Sengketa yang melewati batas negara serta telah barakibat pada perdamaian dunia maupun keamanan internasional.Hal tersebut bisa disebut sebagai sengketa internasional.

22

Elli Malihah, Konflik Dan Integrasi SKL, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2007, hlm. 24.

23

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Bandung, 2004, hlm. 2.


(33)

15

B. Sejarah Sengketa Wilayah Antara Palestina Dan Israel

Fase Zionisme24 dimulai pada tahun 1897 yang bertujuan untuk menciptakan sebuah kediaman bagi bangsa Yahudi di Palestina yang dijamin oleh hukum publik. Bangsa Yahudi membangun pemukiman pertamanya pada tahun 1903 yang ditawarkan oleh pemerintah Inggris, akan tetapi ada penolakan dari warga Palestina.25

Pemukiman-pemukiman Israel pertama kali dibangun di Kinnereth dan Dagania, di bagian selatan Danau Tiberiaspada tahun 1908-1909. Pada tahun 1914 dibangun sekitar 12.000 (dua belas ribu) pemukiman Yahudi di wilayahseluas 100.000 (seratus ribu) hektar, sehinggaseluruh populasi Yahudi meningkat sampai 90.000 (Sembilan puluh ribu) dan 100.000 (seratus ribu) jiwa.Dimana populasi Yahudi tersebut tersebar sekitar 50.000 (lima puluh ribu) sampai 60.000 (enam puluh ribu) orang di Yerussalem, 12.500 (dua belas ribu lima ratus) orang tinggal di Safad dan 12.000 (dua belas ribu) di Jaffa Tel-Aviv.26 Berikutnya dibangun tiga pemukiman baru di daerah yang sama pada tahun 1918.Pada tahun itu juga terjadi Perang Dunia I yang mengakibatkan kekalahan pada Turki danmembuat Palestina berada dalam kekuasaan Inggris.Jumlah penduduk saat itu adalah 40.000 (empat puluh ribu) orang Arab Palestina dan 12.000 (dua belas ribu) orang Israel di Yerussalem.27

24

Zionisme adalah sebuah gerakan politik kaum Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk kembali lagi ke Zion, bukit dimana kota Yerussalem berdiri.

25

James Parker, Sejarah Palestina, Sketsa, 2007, hlm. 337. 26

James Parker, Op.Cit., hlm. 342. 27

Ibrahim Latief, Zionis Israel Dan Kebangkitan Nasionalisme Arab, Metro Pos, Jakarta, 1991, hlm. 38.


(34)

16

Pada tahun 1948 terjadi penarikan administrasi Inggris oleh pemerintah Inggris di London yang mengakibatkan bangsa Yahudi maupun Arab sendirian tanpa dukungan, sedangkan rekomendasi dari Komite PBB bukanlah mandat yang legal untuk membentuk dua negara baru28, tetapi pada tahun 1948 PBB membuat sebuah proposal perdamaian untuk Palestina dan Israel. Proposal perdamaian yang dikenal dengan UN Partition Plan ini berisi pembagian wilayah keduanya dengan hasil 55% untuk Israel dan 45% untuk Palestina.29 Apabila ditinjau dari segi jumlah penduduk yang ada antara Israel dan Palestina, presentase masyarakat Israel lebih sedikit dibandingkan masyarakat Palestina dari populasi yang ada.30

Tanah yang menjadi sengketa antara kedua bangsa merupakan koloni dari Inggris setelah Perang Dunia I, hal inilah yang menimbulkan reaksi balik dari rakyat Palestina yang memperjuangkan kemerdekaan di tanah mereka sendiri. Sementara Israel menganggap pembagian yang telah dilakukan tidaklah cukup sehingga Israel menginginkan wilayah yang lebih luas.31 Tanggal 14 Mei 1948 bangsa Yahudi mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai negara Israel. Sehari setelahnya Amerika Serikat mengakui negara Israel secara de facto dan diikuti oleh Uni Soviet yang mengakui kedaulatan negara Israel secara

de jure.32Di hari yang sama pula PBB secara resmi mencabut mandat Inggris atas Palestina.33 Peperangan pun pecah antara bangsa Arab di Palestina dan Israel pada tahun 1948 yang kemudian dimenangkan oleh Israel. Peperangan ini pun

28

Ibid.,hlm. 429. 29

Putri Yuanita, Op.Cit,.hlm. 2. 30

James Parker, Op.Cit., hlm. 358. 31

Monang Padmi Nasution, Makalah “Sengketa Hukum Internasional Palestina dan Israel”, 2012, hlm. 1.

32

Selvy Violita, Tesis “Kehadiran Back Channel Negotiation Pada Proses Negosiasi O8slo Agreement Antara Israel Dan Palestina”, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hlm. 7.

33


(35)

17

dikenal dengan nama Al-Nakba.34 Berakhirnya perang Al Nakba ini ditandai dengan dibuatnya perjanjian perdamaian antara Israel dengan negara-negara Arab disekitarnya pada bulan Juli 1949.

Israel melancarkan serangan terhadap pangkalan angkatan udara Mesir karena mengantisipasi adanya invasi yang dilakukan oleh Mesir. Hal ini kemudian berujung pada Perang Enam Hari yang kemudian dimenangkan oleh Israel.35 Batas wilayah Yerusalem juga diperluas dengan memasukkan wilayah Yerusalem Timur. Sebuah undang-undang yang mengesahkan pemasukan wilayah ini kemudian ditetapkan. Hal ini kemudian berujung pada Resolusi Dewan Keamanan PBB 478.36 Dewan Keamanan PBB menyatakan bahwa inkorporasi.37 Dataran Tinggi Golan dan Yerusalem Timur adalah tidak sah dan melanggar hukum internasional. PBB terus memandang wilayah-wilayah ini sebagai daerah pendudukan. Sedangkan Tepi Barat dan Jalur Gaza dipandang oleh bangsa Palestina dan komunitas internasional sebagai masa depan Palestina.Perjuangan rakyat Palestina untuk merebut kembali wilayahnya tergabung dalam suatu organisasi yang bernama PLO.

Pada tahun 1981 Israel memperluas pembangunan pemukiman di wilayah Palestina dan pada September tahun 1982 terjadi pembantaian besar-besaran atas pengungsi Palestina di kamp pengungsian Sabra dan Shatila yang menewaskan 2700 (dua ribu tujuh ratus) pengungsi hanya dalam waktu 1 jam. Palestina sendiri

34

Puri Yuanita, Op.Cit.,hlm.3. 35

James Parker, Op.Cit.,hlm. 437. 36

Resolusi Dewan Keamanan PBB 478 menyatakan bahwa pengklaiman terhadap Yerusalem adalah tidak sah dan melanggar hukum internasional

37

Inkorporasi adalah pembentukan suatu persatuan baru yang merupakan badan hukum yang sebenarnya diakui sebagai orang dibawah hukum.


(36)

18

akhirnya membentuk misi yang dikenal dengan Intifada38. Perlawanan dari rakyat Palestina bergulir sejak tahun 1987. Ditahun 1991 diadakan Konferensi perdamaian Timur Tengah yang fokus pada permasalahan yang terjadi antara Israel dan Palestina yang berlangsung di Madrid. Israel sendiri berusaha untuk meredam dengan upaya memberikan konsensi pada perjanjian Oslo di tahun 1993 mengenai kesepakatan antara Israel dan Palestina yang akan memberikan kesempatan kemerdekan bagi bangsa Palestina telah dilanggar pada tahun 1998. Harapan rakyat Palestina atas kemerdekaannya dengan berdirinya Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerussalem Timur ternyata mengalami kegagalan karena perjanjian tersebut dilanggar oleh Israel, sebaliknya dengan perjanjian tersebut semakin memperjelas kuatnya kontrol Israel atas daerah Tepi Barat dan Jalur Gaza.39

Pada bulan November 2013 Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu sempat memerintahkan pemerintah Israel untuk menghentikan pembangunan di Tepi Barat dan Yerussalem Timur, akan tetapi pada bulan Desember tahun 2013 pemerintah Israel kembali membangun konstruksi pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerussalem, kedua wilayah yang akan dijadikan wilayah Palestina sepenuhnya.40 Sampai saat ini konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel terus berlanjut sementara telah dilakukan perjanjian-perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak tetapi terus menerus mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

38

Intifada adalah suatu gerakan penentangan yang dilakukan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel atas wilayah Palestina.

39

Monang Padmi Nasution, Op.Cit,.hlm. 1. 40

http://www.republika.co.id/indeks/hot_topic/pemukiman%20israel/45 Diakses pada tanggal 24 Januari 2014


(37)

19

C. Status Kepemilikan atau Perolehan Wilayah Menurut Hukum Internasional

Hukum Internasional didasarkan atas konsep negara. Negara pada gilirannya didasarkan atas landasan kedaulatan, yang secara internal menunjukkan supremasi lembaga pemerintah dan secara eksternal supremasi negara sebagai pribadi hukum (legal person).41 Konvensi Montevideo 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban negara menyatakan bahwa syarat sahnya berdirinya suatu negara adalah terpenuhinya unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya penduduk yang bertempat tinggal atau berdomisili di negara tersebut dalam jangka waktu yang lama.

2. Adanya wilayah tertentu.Suatu wilayah tidak perlu luas bagi didirikannya suatu negara.42

3. Adanya pemerintahan yang berdaulat yang bertujuan untuk melaksanakan tugas-tugas esensial dan fakultatif negara.

4. Kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lain.

Unsur wilayah merupakan salah satu unsur yang penting dalam membangun suatu negara. Dengan adanya wilayah, sebuah badan hukum dapat menjadi sebuah negara.43 Masalah bagaimana suatu negara mendapatkan wilayahnya

41

Malcolm N. Shaw QC, Hukum Internasional, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 479. 42

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global Edisi Kedua, P.T. Alumni Bandung, Bandung, 2010, hlm. 20.

43

Lihat Oppenheim’s International Law, hlm. 563. Sebagaimana dikutip dari Malcolm N. Shaw QC, Hukum Internasional, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 479.


(38)

20

dalam hukum internasional merupakan masalah yang cukup sulit.44 Dalam hukum internasional dikenal duaprinsip memperoleh wilayah yaitu:45

1. Prinsip Efektivitas

Dalam hukum internasional, yang masih menjadi acuan adalah prinsip yang diperkenalkan oleh Hans Kelsen, yaitu prinsip efektivitas atau keefektivitasan atas pemilikan suatu wilayah (the principle of effectiveness). Prinsip ini berarti bahwa kepemilikan negara atas suatu wilayah ditentukan oleh berlakunya secara efektif peraturan hukum nasional di wilayah tersebut.46

2. Prinsip Uti Possidetis

Dalam hukum internasional terdapat suatu doktrin atau prinsip yang dikenal dengan prinsip uti possidetis. Menurut prinsip ini, pada prinsipnya batas-batas wilayah suatu negara baru akan mengikuti batas-batas-batas-bataswilayah dari negara yang mendudukinya.47 Dinyatakan pada prinsipnya karena dalam kenyataannya batas-batas wilayah suatu negara dapat berubah. Perubahan dapat terjad karena adanya putusan pengadilan yang memutuskan sengketa

44

Lihat Ian Brownlie, Principles of Public International Law, Oxford Universit Press, 3rd.ed, 1979, hlm. 109. Sebagaimana dikutip dari Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 115.

45

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 115.

46

Lihat Hans Kelsen, Principles of International Law, New York: Rinehart & Co., 1956, hlm. 212. Sebagaimana dikutip dari Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 116.

47

Lihat Martin Dixon, Textbook on International Law, London: Blackstone,4th.ed., 2000, hlm. 153. Sebagaimana dikutip dari Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 117.


(39)

21

perbatasan atau adanya tindakan para pihak yang berpengaruh terhadap perbatasan negaranya.48

Sedangkan perolehan wilayah dapat melalui:49

1. Pendudukan (Occupation)

Okupasi (occupation) atau pendudukan adalah pendudukan terhadap terra nullius, yaitu wilayah yang bukan dan sebelumnya pun belum pernah dimiliki oleh suatu negara ketika terjadi pendudukan.50 Suatu wilayah yang telah diduduki, meskipun dihuni oleh penduduk asli, tidak dapat diokupasi. Wilayah-wilayah seperti ini hanya dapat dimiliki melalui penaklukan dan membangun pemukiman. Wilayah yang sebelumnya dimiliki oleh suatu negara, namun kemudian ditinggalkannya, maka negara lain dapat mengokupasi wilayah tersebut.51

2. Penaklukan atau Aneksasi (Annexation)

Penaklukan atau aneksasi (conquest) atau disebut juga sebagai subjugasi (subjugation) adalah suatu cara pemilikan suatu wilayah berdasarkan kekerasan (penaklukan).52 Tindakan penaklukan tersebut dapat menghasilkan hak tertentu untuk yang memenangkannya sesuai hukum internasional

48

Lihat D.J. Harris, Cases andMaterialson International Law, London: Sweet &Maxwell, 5th.ed., 1998, hlm. 238. Sebagaimana dikutip dari Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 117.

49

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 118. 50

Ibid.

51

Lihat Oppenheim-Lauterpacht, International Law, Vol. I: Peace, Long-mans: 8th.ed., 1967, hlm. 556. Sebagaimana dikutip dari Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 118-119.

52


(40)

22

mengenai wilayah tersebut, yakni hak pendudukan agresif,53 akan tetapi wilayahnya tetap tunduk pada hukum kedaulatan negara sebelumnya.54

3. Akresi atau Pertambahan (Accretion dan Avulsion)

Akresi adalah proses geografis dimana wilayah baru terbentuk melalui proses alam.55 Melalui proses ini suatu tanah (wilayah) baru terbentuk dan menjadi bagian dari wilayah yang ada.

4. Preskripsi (Prescription)

Dalam Hukum internasional yang dimaksud dengan preskripsi adalah pemilikan suatu wilayah oleh suatu negara yang telah didudukinya dalam jangka waktu yang lama dan dengan sepengetahuan dan tanpa keberatan dari pemiliknya.56 Preskripsi sebenarnya adalah tindakan yang melanggar hukum internasional.57 Namun sifat pelanggaran ini tampaknya hilang (dibenarkan) karena adanya sepengetahuan atau pengakuan dari pemilik wilayah yang seolah-olah menyetujui tindakan tersebut.58

53

Lihat mis. M. S. McDougal dan F. H. Feliciano, Law and Minimum Wold Public Order,

New Haven, 1961, hlm. 733-6 dan 739-44, dan J. Stone, Legal Controls of International Conict, London, 1959, hlm. 744-51. Lihat juga E. Benveniste, The International Law of Occupation, Princeton, 1993. Sebagaimana dikutip dari Malcolm N. Shaw QC, Hukum Internasional, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 488.

54

Lihat secara umum The Arab-Israeli Conict (ed. J. N. Moore), Princeton, 4 jil., 1974-89. Sebagaimana dikutip dari Malcolm N. Shaw QC, Hukum Internasional, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 488.

55

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 126. 56

Ibid.

57

Lihat Hans Kelsen, Principles of International Law, New York: Rinehart & Co., 1956, hlm. 214. Sebagaimana dikutip dari Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 127

58

Lihat Oppenheim-Lauterpacht, International Law, Vol. I: Peace, Long-mans: 8th.ed., 1967, hlm. 576. Sebagaimana dikutip dari Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 127.


(41)

23

5. Cessi (Cession)

Cessi (Cession) adalah pengalihan wilayah secara damai dari suatu negara ke negara lain dan seringkali berlangsung dalam rangka suatu perjanjian (treaty of cession) yang biasanya berlangsung setelah berakhirnya perang.59

6. Plebisit (Plebiscite)

Salah satu bentuk pengalihan wilayah lainnya adalah plebisit. Plebisit merupakan pengalihan suatu wilayah melalui pilihan penduduknya, menyusul dilaksanakannya pemilihan umum, referendum, atau cara-cara lainnya yang dipilih oleh penduduk.60

D. Prinsip Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Wilayah Menurut Hukum Internasional

Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB menyebutkan bahwa:

“Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, dengan mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan atau pengaturan-pengaturan regional, atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri.”

Jadi PBB menyelesaikan penyelesaian sengketa pertama melalui jalan damai seperti:61

59

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 128. 60

Ibid.,hlm. 130. 61

J.G. Merrills, International Dispute Settlement, 4th. Ed., Cambridge University Press, Cambridge, 2005, hlm. 1.


(42)

24

1. Negosiasi

Negosiasi adalah sarana utama dalam menangani semua sengketa internasional. Bahkan dalam prakteknya, negosiasi lebih sering digunakan daripada metode yang lainnya.62 Negosiasi pada dasarnya terdiri dari sejumlah diskusi di antara para pihak yang berkepentingan dengan maksud mencari titik temu bagi pendapat-pendapat yang berbeda, atau setidaknya untuk memahami pandangan-pandangan berbeda yang dikemukakan.63 2. Mediasi

Mediasi pada dasarnya merupakan tambahan dari negosiasi, namun dengan menyediakan mediator sebagai penengah yang aktif dan resmi diantara pihak-pihak yang bersengketa.64

3. Penyelidikan

Ketika suatu sengketa di antara para pihak didasari oleh perbedaan pendapat mengenai perkara-perkara faktual, hukum dan kebijakan yang cukup serius untuk menimbulkan suatu sengketa internasional, pandangan mereka tentang hal tersebut mungkin sulit atau tidak mungkin untuk berdamai.65 Secara logis solusinya sering kali berupa membentuk komisi penyelidikan resmi yang dilakukan oleh para pengamat untuk mengetahui dengan pasti fakta-fakta yang dipersengketakan.66 Penyelidikan sebagai istilah yang digunakan dalam dua pengertian yang berbeda, tetapi terkait

62

J.G. Merrills, Op.Cit.,hlm. 2. 63

Malcolm N. Shaw QC, Op.Cit.,hlm. 1020. 64

J.G. Merrills, Loc.Cit.,hlm. 28. 65

Ibid.,hlm. 45. 66

Penyelidikan resmi sebagai prosedur khusus yang dipertimbangkan di sini harus dibedakan dari proses penyelidikan resmi atau pencarian fakta umum sebagai bagian dari mekanisme lain untuk penyelesaian sengketa, misalnya melalui PBB atau organisasi lain. Lihat

Fact-Finding Before International Tribunals (peny. R. B. Lillich), Charlottesville, 1992. Sebagaimana dikutip dari Malcolm N. Shaw QC, Hukum Internasional, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 1023.


(43)

25

satu sama lain. Dalam arti yang lebih luas penyelidikan mengacu pada proses yang dilakukan setiap kali pengadilan atau organisasi lainnya berupaya untuk menyelesaikan masalah yang disengketakan secara fakta.67 4. Konsiliasi

Konsiliasi didefinisikan sebagai sebuah metode untuk penyelesaian sengketa internasional dalam bentuk apapun yang menurut Komisi dibentuk oleh para pihak yang bersengketa, baik secara permanen atau secara ad hoc

untuk menangani sengketa.68 Proses konsiliasi melibatkan pengusutan fakta-fakta sengketa oleh pihak ketiga dan penyerahan laporan yang menjelaskan saran-saran untuk penyelesaiannya.69

5. Arbitrase

Prosedur arbitrase berkembang dari proses-proses penyelesaian siplomatik dan menunjukkan kemajuan ke arah sistem hukum internasional modern.70 Arbitrase menuntut para pihak itu sendiri untuk mengatur cara untuk menangani sengketa atau serangkaian sengketa di antara mereka.71

Di lain pihak prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku secara universal yang dimuat dalam deklarasi mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antar Negara tanggal 24 Oktober 1970 (A/RES/2625/XXV) serta Deklarasi Manila

67

J.G. Merrills, Op.Cit.,hlm. 45. 68

Ibid.,hlm. 64. 69

Malcolm N. Shaw QC, Op.Cit.,hlm. 1024. 70

Ibid.,hlm. 1039. 71


(44)

26

tanggal 15 Nopember 1982 (A/RES/37/10) mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai,yaitu sebagai berikut:72

a. Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas territorial atau kebebasan politik suatu negara, atau menggunakan cara-cara lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan PBB. b. Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu

negara.

c. Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa. d. Prinsip persamaan kedaulatan negara.

e. Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan dan integritas teritorial suatu negara.

f. Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional. g. Prinsip keadilan dan hukum internasional.

Sebanding dengan prinsip hukum umum, prinsip hukum yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa wilayah internasional adalah prinsip-prinsip penyelesaian sengketa internasional yang diatur dalam hukum internasional dan Deklarasi Manila. Prinsip-prinsip tersebut ialah:73

1. Prinsip Itikad Baik

Prinsip itikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa antarnegara. Prinsip ini mensyaratkan

72

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 194. 73

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Bandung, 2004, hlm. 15.


(45)

27

dan mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya.

2. Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan dalam Penyelesaian Sengketa Prinsip ini terdapat dalam Pasal 13 Bali Concord dan preambule ke-4 Deklarasi Manila yang menyatakan melarang para pihak yang bersengketa untuk menggunakan senjata (kekerasan).

3. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-Cara Penyelesaian Sengketa

Prinsip ini terdapat dalam Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB yang menyatakan bahwa para pihak yang bersengketa memiliki kebebasan penuh untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan (principle of free choice of means).

4. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum yang akan Diterapkan terhadap Pokok Sengketa

Prinsip fundamental selanjutnya adalah prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan jika sengketanya diselesaikan oleh badan peradilan. Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termask kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono).

5. Prinsip Kesepakatan Para Pihak yang Bersengketa

Prinsip ini merupakan prinsip dasar dari pelaksanaan prinsip ke-3 dan 4 di atas. Prinsip-prinsip kebebasan 3 dan 4 hanya akan bisa dilakukan atau direalisasikan apabila ada kesepakatan dari para pihak.


(46)

28

6. Prinsip Exhaustion of Local Remedies

Menurut prinsip ini, sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional maka langkah-langkah penyelesaian sengketa yang diberikan oleh hukum nasional negara harus terlebih dahulu dtempuh (exhausted).

7. Prinsip-Prinsip Hukum Internasional tentang Kedaulatan Kemerdekaan, dan Integritas Wilayah Negara-Negara

Prinsip ini mensyaratkan negara-negara yang bersengketa untuk terus menaati dan melaksanakan kewajiban internasionalnya dalam berhubungan satu sama lainnya berdasarkan prinsip-prinsip fundamental integritas wilayah negara-negara.

E. Penyelesaian Sengketa Internasional dalam PBB

PBB merupakan organisasi internasional yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa-sengketa internasional dan memiliki tujuan menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. PBB mendorong agar sengketa-sengketa diselesaikan melalui cara-cara penyelesaian secara damai. Bab VI Piagam PBB (Pacific Settlement of Disputes atau Penyelesaian Sengketa Secara Damai, Pasal 33-38) menguraikan lebih lanjut langkah-langkah damai yang harus dilakukan oleh negara-negara anggotanya guna penyelesaian secara damai ini.74

Penyelesaian sengketa internasional melalui PBB diatur dalam Bab VI Piagam PBB, penyelesaian sengketa ini dilakukan oleh organ-organ PBB yaitu; Majelis Umum, Dewan Keamanan, dan Sekretaris Jenderal PBB.

74


(47)

29

1. Majelis Umum dalam Proses Penyelesaian Sengketa

Majelis Umum merupakan salah satu organ utama PBB yang terdiri dari seluruh anggota dan setiap negara memiliki satu suara meski memiliki hak untuk menempatkan lima wakilnya.75 Majelis Umum memiliki wewenang luas dalam memberikan saran dan rekomendasi berdasarkan Bab IV Piagam PBB.76 Peranan Majelis Umum menurut Pasal 10 Piagam PBB:

“Majelis Umum dapat membahas semua persoalan atau hal-hal yang termasuk dalam kerangka Piagam atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi salah satu organ yang tercantum dalam Piagam ini, dan dengan perkecualian ketentuan dalam Pasal 12, dapat mengemukakan rekomendasi-rekomendasi kepada anggota-anggota PBB atau kepada Dewan Keamanan atau kepada kedua badan tersebut mengenai segala masalah dan hal yang demikian itu.”

Majelis Umum terdiri dari seluruh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Beberapa Negara bukan anggota yang mempunyai wakil yang mereka tunjuk di PBB menghadiri sidang-sidang Majelis Umum sebagai tamu saja.77 Setiap Negara anggota dapat mengirimkan wakilnya di Majelis Umum tidak boleh melebihi lima orang.78 Walaupun boleh mengirimkan wakilnya lima orang, namun setiap anggota hanya mempunyai satu suara.79 Majelis Umum bersidang setahun sekali pada hari selasa ketiga bulan September (Pasal 1 Rules Procedure Majelis Umum PBB disingkat RP.MU). Sidang Majelis Umum diadakan di Markas Besar PBB (headquarters) atau di tempat lain atas kehendak dari mayoritas anggota (Rule 3 RP.MU). Sidang khusus MU dapat diadakan atas

75

D.W. Bowett Q.C.LL.D, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 51.

76

Huala Adolf, Op.Cit.,hlm. 107. 77

Ibid, hlm. 65. 78

Pasal 9 (2) Piagam PBB. 79


(48)

30

permintaan Dewan Keamanan atau atas permintaan Mayoritas Negara anggota (Rule 7, 8, 9, RP.MU).80

Meski tanggung jawab utama mengenai pemeliharaan kedamaian dan keamanan internasional terletak pada Dewan Keamanan, Majelis Umum dapat mendiskusikan segala persoalan atau perkara yang ada di dalam lingkup Piagam PBB, termasuk pemeliharaan kedamaian dan keamanan internasional, serta membuat rekomendasi bagi anggota PBB atau Dewan Keamanan, asalkan Dewan Keamanan sendiri tidak sedang menangani masalah yang sama. Pada Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB dijelaskan bahwa yang termasuk dalam wewenang Majelis Umum tersebut adalah menyelesaikan sengketa, kecuali sengketa yang secara esensial menjadi urusan dalam negeri suatu negara.Berdasarkan Pasal 14 Piagam PBB, kewenangan Majelis Umum dilakukan terhadap setiap tindakan yang membawa penyesuaian secara damai bagi situasi tanpa memperhatikan asal mulanya, yang tampaknya akan dapat merusak kesejahteraan umum atau hubungan bersahabat antarnegara. Walaupun Majelis Umum mempunyai wewenang untuk membicarakan masalah-masalah yang menyangkut pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.81 Terdapat batasan-batasan terhadap kekuasaan Majelis Umum.82 Misalnya pembatasan umum sesuai dengan Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB yang melarang semua organ PBB untuk membahas dan membuat rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah-masalah yang berada dalam wewenang nasional (national jurisdiction) negara-negara

80

Sri Setianigsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UI-Press, 2004, hlm. 280-281

81

Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Internasional, PT Tatanusa, Jakarta, hlm. 273.

82


(49)

31

anggota, kecuali dalam melaksanakan tindakan kekerasan yang diambil oleh Dewan Keamanan.83

Dari penjelasan di atas, kewenangan Majelis Umum dalam penyelesaian sengketa mencakup hal-hal berikut:84

1. Membahas setiap masalah atau urusan yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam PBB atau yang berkaitan dengan kekuasaan atau fungsi dari organ-organ yang terdapat dalam Piagam PBB, termasuk masalah-masalah yang terkait dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional yang dibawa ke hadapannya oleh negara anggota atau Dewan Keamanan dan dapat membuat rekomendasi mengenai masalah atau urusan tersebut.

2. Mengangkat suatu situasi yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional ke hadapan Dewan Keamanan.

3. Mempertimbangkan prinsip-prinsip umum mengenai kerja sama dalam pemeliharaan perdamaian dan keamana internasional dan membuat rekomendasi guna mendorong perkembangan progresif hukum internasional dan pengkodifikasiannya.

4. Memberikan rekomendasi mengenai upaya-upaya untuk penyelesaian sengketa setiap situasi, yang tampaknya dapat membahayakan kesejahteraan umum atau hubungan-hubungan bersahabat antarnegara.

83

Ibid.

84


(50)

32

2. Dewan Keamanan dalam Proses Penyelesaian Sengketa

Dewan Keamanan adalah salah satu dari enam organ utama PBB. Negara-negara anggota PBB telah memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB.85 Agar perdamaian dan keamanan internasional dapat terpelihara tentu sengketa-sengketa antara negara anggota harus diselesaikan secara damai. Penyelesaian sengketa-sengketa internasional secara damai diatur oleh Bab VI Piagam PBB. Untuk mengajukan suatu sengketa ke Dewan Keamanan tidak diperlukan persetujuan pihak lain. Sehingga suatu negara dapat langsung meminta perhatian Dewan dan dalam hal ini persoalan kedaulatan sudah dilewatkan.86

Dewan Keamanan mempunyai kekuasaan yang luar biasa, kecuali tanggung jawab utamanya di bidang pemeliharaan dan perdamaian internasional, juga fungsi untuk mengadakan investigasi serta memberikan rekomendasi.87 Dan menyelesaikan konflik. Lebih dari itu badan tersebut juga dapat memberikan sanksi yang efektif dan bersifat wajib terhadap suatu negara.88 Anggota PBB manapun dapat menarik perhatian Dewan Keamanan atau Majelis Umum mengenai suatu perselisihan yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional atau suatu keadaan yang dapat menimbulkan sengketa seperti tercantum dalam Pasal 35 ayat 1 Piagam PBB atau Sekretaris Jenderal dapat mengambil inisiatif untuk meminta perhatian Dewan Keamanan seperti yang tercantum dalam Pasal 99 Piagam PBB. Pada Pasal 35 ayat 2 Piagam PBB

85

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 95. 86

Boer Mauna, Op.Cit., hlm. 217. 87

Lihat Pasal 36-40 Piagam PBB 88


(51)

33

dijelaskan bahwa negara-negara bukan anggota PBB pun yang terlibat dalam suatu sengketa dapat meminta perhatian Dewan Keamanan dengan syarat negara-negara tersebut menerima kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam Piagam mengenal penyelesaian sengketa secara damai.Dalam Pasal 38 Piagam PBB dijelaskan bahwa negara-negara yang bersengketa, atas persetujuan bersama, dapat meminta rekomendasi Dewan Keamanan untuk penyelesaian secara damai.89

Menurut Piagam PBB, setiap anggota PBB, Majelis Umum atau Sekretaris Jenderal90 dapat meminta perhatian Dewan Keamanan terhadap setiap masalah yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Negara yang bukan anggota PBB dapat pula membawa suatu sengketa kepada Dewan Keamanan, asalkan negara tersebut menerima terlebih dahulu kewajiban-kewajiban dalam Piagam untuk penyelesaian sengketa secara damai (Pasal 32).91

Dalam melaksanakan fungsi penyelesaian sengketa secara damai, upaya-upaya Dewan memiliki beberapa ciri berikut:92

1. Dewan Keamanan memiliki wewenang untuk menentukan apakah suatu sengketa akan dibahas dalam agenda Dewan Keamanan.

2. Penyerahan suatu sengketa kepada Dewan tidak bergantung kepada kesepakatan para pihak. Hal ini berbeda dengan badan arbitrase atau Mahkamah Internasional yang mensyaratkan secara tegas adanya persetujuan atau kata sepakat dari para pihak yang bersengketa.

89

Boer Mauna, Op.Cit,.hlm. 217. 90

Lihat Pasal 11 ayat (3), Pasal 35 ayat (1), dan Pasal 99 Piagam PBB. 91

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 99. 92


(52)

34

3. Dewan Keamanan tidak saja berwenang menangani sengketa, namun berdasarkan Pasal 34, juga berwenang menangani setiap situasi yang dapat menimbulkan friksi internasional.

4. Apabila Bab VII dikaitkan dengan Bab VI Piagam, dalam hal suatu sengketa atau situasi dapat mengancam perdamaian, melanggar perdamaian, atau menimbulkan tindakan agresi maka Piagam membolehkan dalam keadaan atau tahap tertentu, memberlakukan sanksi militer atau sanksi politik.

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan fungsi Dewan Keamanan dalam penyelesaian sengketa internasional adalah sebagai berikut:93

1. Fungsi berdasarkan Bab VI, yaitu mengadakan penyelidikan atas sengketa dan menentukan apakah suatu situasi tampaknya akan membahayakan perdamaian dan keamanan internasional.

2. Fungsi Dewan Keamanan memberikan rekomendasi kepada para pihak dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa secara damai (Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 38). Rekomendasi terbagi atas:

1. Rekomendasi yang berisi syarat-syarat penyelesaian sengketa tertentu seperti yang tercantum dalam Pasal 36

2. Rekomendasi kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketanya secara damai; dan

3. Rekomendasi terhadap penyelesaian sengketa berdasarkan atau menurut ketentuan yang berlaku di organisasi internasional.

93


(53)

35

Upaya-upaya Dewan Keamanan dalam menyarankan para pihak untuk menggunakan cara-cara yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (1) antara lain sebagai berikut:94

1. Dewan Kemanan menyarankan penyelesaian secara negosiasi 2. Dewan Keamanan menyarankan penyelesaian melalui mediasi 3. Pengusulan penyelesaian melalui jasa-jasa baik

4. Dewan Keamanan mengusulkan pencarian fakta atau penyidikan

5. Dewan Keamanan menyarankan penyelesaian sengketa melalui mahkamah internasional

6. Dewan Keamanan membentuk pasukan perdamaian PBB 7. Dewan Keamanan mengusulkan upaya atau prosedur damai 8. Dewan Keamanan menjatuhkan sanksi

3. Sekretaris Jenderal PBB dalam Proses Penyelesaian Sengketa

Jika menurut Pasal 11 ayat (3) Piagam PBB, Majelis Umum dapat meminta perhatian kepada Dewan Keamanan tentang keadaan-keadaan yang mungkin membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, Sekretaris Jenderal (sekjen) PBB dapat pula menarik perhatian Dewan Keamanan untuk menyelesaikan sengketa, hal ini sesuai dengan Pasal 99 Piagam PBB yaitu:

“Sekretaris Jenderal dapat menarik perhatian Dewan Keamanan atas semua masalah, yang menurut pendapatnya, dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia.”

94


(54)

36

Sekjen PBB dapat melancarkan tanda bahaya dan memainkan peranan penting dalam masalah-masalah yang tidak hanya menyangkut perdamaian dan keamanan dunia tetapi juga yang dapat menyangkut kepentingan masyarakat dunia pada umumnya.95

Sekjen PBB sering melaksanakan fungsi diplomatiknya bukan atas prakarsa sendiri namun atas dasar mandat yang diberikan oleh Majelis Umum atau Dewan Keamanan96, sesuai pasal 98 Piagam PBB yang menjelaskan bahwa Sekretaris Jenderal akan bertindak dalam jabatan itu pada semua pertemuan-pertemuan Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, dan Dewan Perwalian dan akan melakukan fungsi-fungsi lainnya yang dipercayakan kepadanya oleh badan-badan tersebut. Dalam Pasal 100 Piagam PBB dijelaskan bahwa dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya Sekjen dan stafnya tidak akan meminta atau menerima petunjuk-petunjuk dari pemerintah maupun kekuasaan manapun diluar PBB.

F. Hukum Pendudukan

1. Perlindungan Penduduk Sipil dalam Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I dan II tahun 1977

Salah satu jenis konflik bersenjata internasional yang merupakan jenis konflik baru, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (4) Protokol Tambahan I tahun 1977 adalah konflik bersenjata yang dikenal dengan nama pendudukan asing.97

95

Boer Mauna, Op.Cit., hlm. 222. 96

Ibid.

97

Inggit Fernandes, Perlindungan Hukum Internasional Terhadap Penduduk Sipil Palestina Di Wilayah Pendudukan Israel Di Palestina, Universitas Andalas, Padang, 2011, hlm. 3.


(55)

37

Sejak dimulainya konflik bersenjata antara Israel dan Palestina dari tahun 1947 hingga saat ini, banyak sekali pelanggaran Hukum Humaniter yang dilakukan oleh Israel. Sebenarnya pelanggaran yangdilakukan oleh Israel tidak saja bertentangan dengan Hukum Humaniter, akan tetapi sekaligus juga bertentangan dengan Hukum Internasional pada umumnya dan bertentangan pula dengan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional.98

Perlindungan terhadap penduduk sipil dalam Hukum Humaniner Internasional terdapat dalam KonvensiJenewa ke IV tahun 1949 dan dalam Protokol Tambahan tahun 1977. Istilah orang yang dilindungi pertama-tama merujuk pada orang-orang yang tergabung dalam peperangan atau pertikaian bersenjata yang telah menjadi korban perang.99 Dalam pasal 4 dan 13 Konvensi Jenewa Ke IV dijelaskan sebagai berikut:

“Persons protected by the Convention are those who, at a given moment and in anymanner whatsoever, findthemselves, in case of a conflict or occupation, in the hands of a Party to the conflict orOccupying Power ofwhich they are not nationals. Nationals of a State which is not bound by the Convention are not protected byit. Nationals of a neutral State who find themselves in the territory of a belligerent State,and nationals of aco-belligerent State, shall not be regarded as protected persons while the State of whichthey are nationalshas normal diplomatic representation in the State in whose hands they are.

(Orang-orang yang dilindungi oleh konvensi adalah mereka yang, pada saat tertentu dan dengan cara apapun, menemukan diri mereka, dalam kasus konflik atau pekerjaan, di tangan pihak yang berkonflik atau penguasa pendudukan yang mana mereka bukanlah negara. Warga negara dari suatu negara yang tidak terikat oleh konvensi tersebut tidak dilindungi oleh konvensi. Warga negara dari negara netral yang menemukan diri mereka berada di wilayah negara yang berperang, dan warga negara dari negara yang berperang, tidak akan dianggap sebagai orang yang dilindungi sementara negara dimana merekaadalah warga negaranya memiliki perwakilan diplomatik yang normal di negara bagian yang berada di tangan mereka).

98

Ibid.

99


(56)

38

2. Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Dalam Statuta Roma

Sejarah dunia mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial yang disebabkan oleh perilaku tidak adil atau diskriminatif atas dasar etnis ras, warna kulit, budaya, bahasa,agama, golongan, jenis kelamin dan perbedaan status sosial lainnya. Pasal 6 Statuta Roma, memberikan pengertian tentang perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk sebagian kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, atau disebut juga dengan Genosida. Berikut ini diantara bentuk –bentuk perbuatan yang tergolong dalam genosida yang diberikan Pasal 6 Statuta Roma:100

1. Membunuh anggota kelompok;

2. Menimbulkan luka atau mental yang serius terhadap anggota kelompok;

3. Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian;

4. Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut;

5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu kepada kelompok lain.

100


(57)

39

Statuta Roma mengizinkan Dewan Keamanan PBB merujuk atau meneruskan sebuah keadaan yang tampak kepada Mahkamah Internasional. Namun Pasal 12 ayat 2S tatuta Roma menyatakan suatu negara dinyatakan menerima yurisdiksi Mahkamah jika negara tersebut telah meratifikasi Statuta Roma. Hal ini tentu tidak menguntungkan karena negara yang tidak meratifikasi tidak dapat di adili, hal ini menunjukan bahwa sangat lemahnya ketentuan internasional dalam mengadili masalah HAM yang selama ini telah di proklamirkannya.

3. Perlindungan dalam Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa

Pasal 24 ayat 1 Piagam PBB menyatakan agar PBB dapat mengambil tindakan secara tegas dan efektif, negara-negara anggota memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan setuju bahwa Dewan Keamanan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negara-negara anggota.

Israel merupakan negara yang paling sering mendapatkan kecaman dari Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB, hal ini disebabkan karena Israel sering melanggar Piagam PBB. Pada awal bergabungnya Israel di PBB, Israel berjanji akan bertindak sesuai dengan piagam PBB dan berusaha menjalankan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB. Namun Israel tidak pernah memenuhi komitmen yaitu, hal ini disebabkan karena adanya dukungan dari Amerika Serikat, bahkan Amerika Serikat pernah mengancam PBB pada tahun 1983 untuk menarik diri dari Majelis Umum PBB, jika PBB menghukum Israel karena penolakan Israel dalam mematuhi resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh Majelis Umum dan juga Dewan Keamanan


(58)

40

PBB.101 PBB sering menegur Israel melalui resolusi yang mengecam Israel yang disetujui Dewan Keamanan PBB, namun Amerika Serikat memveto resolusi-resolusi tersebut karena ia adalah satu dari lima negara yang menjadi anggota tatap Dewan Keamanan PBB, sehingga setiap resolusi harus mendapatkan persetujuan terbuka dari AmerikaSerikat.102

PBB banyak mengeluarkan resolusi-resolusinya kepada Israel, baik berupa teguran lunak maupun mendesak agar Israel mengambil atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu, hingga pesan-pesan lebih tajam menuntut tindakan Israel dan mengecam tindakannya. Majelis Umum PBB sangat sering mengecam pendudukan Israel atastanah Arab, pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak asasi bangsa Palestina dalam pendudukan, pelanggaran-pelanggarannya terhadap Konvensi Jenewa Keempat, klaimyaatas Jerusalem sebagai ibu kotanya, namun Israel tidak mengacuhkannya dan tetap menjalankan prinsipnya.

Majelis Umum PBB telah sering menjelaskan tentang hak-hak asasi bangsa Palestina, Majelis Umum mengakui bangsa Palestina sebagai suatu bangsa tersendiri dengan hak-hak yang tidak dapat dicabut, yang mencakup hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk memiliki tanah air, hak untuk kembali kerumah-rumah mereka atau mendapatkan kompensasi dan hak mendasar untuk berjuang dengan segala cara yang mereka punya.103

101

http://www.eramuslim.com, Senat Amerika Serikat dan dewan perwakilan Rakyat AS, legislation of foreignrelation through 1986. Sebagaimana dikutip dari Inggit Fernandes,

Perlindungan Hukum Internasional Terhadap Penduduk Sipil Palestina Di Wilayah Pendudukan Israel Di Palestina, Universitas Andalas, Padang, 2011, hlm. 21

102

Ibid.

103

Lihat, Pustaka onlinemedia, Resolusi 2649. dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and Arab-Israel Conflict 1: 78-79, Sebagaimana dikutip dari Inggit Fernandes,


(1)

79

kekuatan, atau hal-hal yang serupa dengan demikian.” Namun, Negara Israel merebut wilayah Palestina dengan menggunakan ancaman, teror dan mengedepankan peperangan dengan kekuatan militernya yang mengakibatkan banyak korban. Selain itu pelanggaran HAM dan Humaniter juga dilakukan secara besar-besaran dalam perebutan wilayah tersebut oleh Israel, seperti; pendudukan militer secara illegal dalam waktu yang tidak terbatas, pengambilan dan pemilikan tanah Palestina dengan kekerasan, serta tindakan tidak berperikemanusiaan seperti penganiayaan, dan pembunuhan di wilayah yang mereka diduduki.

B. Saran

Penulis dalam hal ini dapat membuat beberapa saran sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan di atas, adapun sarannya sebagai berikut:

1. Selama ini PBB mengeluarkan resolusi yang hanya bersifat rekomendatif (sebatas saran) dalam upaya penyelesaian sengketa Israel dan Palestina. Akan lebih baik dalam tiap resolusinya itu di cantumkan sanksi yang tegas bagi pihak pelanggar agar memberikan kepastian dan efek jera hukum.

2. PBB sebagai organisasi tertinggi dunia seharusnya dapat mengambil langkah konkrit dalam menyelesaikan sengketa masalah palanggaran kemanusiaan yang dilakukan Israel di wilayah Palestina. Masyarakat internasional percaya PBB sekiranya dapat memberikan solusi yang lebih sloutif seperti mengidentifikasi pokok permasalahan kedua negara sehingga tercapai perdamaian sejati.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adolf, Huala, 2002, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

___________, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Bandung, Sinar Grafika.

Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, 2009, Hukum Humaniter

Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta, PT Raja

Grafindo Persada.

Bowett, D.W Q.C, 1991, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, Sinar Grafika.

Carter, Jimmy, 2010, Palestine Peace Not Apartheid (Palestina Perdamaian

Bukan Perpecahan), Jakarta, Dian Rakyat.

Djamily, Mizwar, Mulyadi Abdullah, Badril Saleh, 1998 Mengenal PBB dan

170 negara di Dunia, Jakarta, Kreasi Jaya Utama.

Latief, Ibrahim, 1991, Zionisme Israel Dan Kebangkitan Nasionalisme Arab,

Jakarta, Metro Pos.

Mauna, Boer, 2008, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi


(3)

Merrills, J.G, 2005, International Dispute Settlement, 4th. Ed., Cambridge, Cambridge University Press.

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti.

Naim, Ahmad Baharuddin, 2010, Hukum Humaniter Internasional, Bandar Lampung,Universitas Lampung.

Nasution, Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Mandar Maju.

Pappe, Ilan, 2009, Pembersihan Etnis Palestina Holocaust Kedua, Jakarta, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Parker, James, 2007, Sejarah Palestina, Sketsa.

Shaw, Malcolm N., 2013, Hukum Internasional, Bandung, Nusa Media.

Soejono dan H.Abdurrahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta.

Soekamto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press).

Starke, J.G, 2003, Pengantar Hukum Internasional, edisi kesepuluh, Jakarta, Sinar Grafika.

Suryokusumo, Sumaryo, Studi Kasus Hukum Internasional, Jakarta, PT Tatanusa.

Thontowi, Jawahir, Pranoto Iskandar, 2006 Hukum Internasional Kontemporer,


(4)

Dokumen

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Statuta Roma

Konvensi Jenewa

Protokol Tambahan I dan II tahun 1977 Konvensi Montevideo 1933

Perjanjian Camp David 1978 Perjanjian Oslo 1993

Perjanjian Wye River 1998 Perjanjian Camp David 2000

Resolusi

Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 181 tahun 1947 Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 242 tahun 1967 Rosulusi Dewan Keamanan PBB Nomor 338 tahun 1973 Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 446 tahun 1979 Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 478 tahun 1980 Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 484 tahun 1980 Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 681 tahun 1990 Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1559 tahun 2004 Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1701 tahun 2006 Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1860 tahun 2009


(5)

Skripsi, Jurnal, Artikel, Makalah, Majalah, Koran

Asri, Sri Hayati Asri, 2003, Skripsi “Dibalik Kegagalan Camp David 2000 Dan

Dampaknya Bagi Masa Depan Perdamaian Palestina-Israel”, Depok,

Universitas Indonesia.

Badri, Putri Nuril Komari, Dini Atka, Melisa Aprianti Arif, 2012, Perjanjian

Perdamaian Camp David, Bandung, Universitas Padjadjaran.

Calvin, 2011, Makalah “Sengketa Regional Tiongkok-Jepang: Kepulauan

Diaoyu/Senkaku”, Jakarta, Universitas Indonesia.

Fernandes, Inggit, 2011, Perlindungan Hukum Internasional Terhadap

Penduduk Sipil Palestina Di Wilayah Pendudukan Israel Di Palestina,

Padang, Universitas Andalas.

Fitri, Tri Yogi, 2012, Skripsi “Upaya Peningkatan Kemampuan Resolusi

Konflik Melalui Bimbingan Kelompok Bagi Siswa kelas X-Logam SMK

Negeri 1 Kalasan”, Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta.

Hariatni, 2011, Konflik Palestina-Israel Dari Tahun 1920 Sampai Tahun 2000,

STKIP Hamzanwadi Selong.

Malihah, Elli, 2007 Konflik Dan Integrasi SKL, Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia.

Marhaendy, Eko, Makalah “Analisis Konflik Israel-Palestina : Sebuah

Penjelajahan Dimensi Politik dan Teologis”.

Nasution, Monang Padmi, 2012, Makalah “Sengketa Hukum Internasional Palestina dan Israel”.

Puteri, Siska, 2009, Perjanjian Oslo Sebagai Upaya Perdamaian Israel-Palestina


(6)

Violita, Selvy, 2009, Tesis “Kehadiran Back Channel Negotiation Pada Proses Negosiasi O8slo Agreement Antara Israel Dan Palestina”, Jakarta, Universitas Indonesia.

Yuanita, Putri, 2009, Skripsi “Pandangan Kompas Dan Media Indonesia atas

Konflik Israel-Palestina”, Jakarta, Universitas Indonesia.

Situs Internet http://www.un.org

http://internasional.kompas.com http://republika.co.id