Penerapan Hukum Internasional dalam Menyelesaikan Konflik Internasional Israel dan Palestina.

(1)

PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNASIONAL ISRAEL DAN PALESTINA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

O L E H

RENTHA NATALLIA PARDEDE 060200246

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

JURUSAN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNASIONAL ISRAEL DAN PALESTINA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

O L E H

RENTHA NATALLIA PARDEDE 060200246

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

(Sutiarnoto. MS, SH, M.Hum) NIP. 195610101986031003

PEMBIMBING I : PEMBIMBING II :

(Sutiarnoto. MS, SH, M.Hum) (Prof. Dr. Ningrum N Sirait, SH, L.LM)

NIP. 195610101986031003 NIP.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gerakan sebagai Tuhan yang hidup yang telah mencurahkan barkat dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan masa studinya dan memperoleh gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Sesuai dengan yang tercantum pada halaman depan skripsi ini, maka judul yang dipiih adalah: “Penerapan Hukum Internasional dalam Menyelesaikan Konflik Internasional Israel dan Palestina”.

Adapun yang menjadi latar belakang penulis dalam memilih judul tersebut di atas tidaklah semata-mata hanya karena ingin membuat skripsi guna kelulusan kegiatan akademik saja. Tetapi didasari oleh penulis karena melihat dan mengamati bahwa lemahnya hukum internasional yang dapat diterapkan dalam masalah konflik internasional antara Israel dan Palestina yang sudah terjadi sejak lama. Konflik internasional kedua negara tersebut banyak melanggar ketentuan hukum internasional, sebagai instrumen hukum yang mengatur negara-negara dalam rangka perdamaian dan keamanan dunia internasional.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dalam penyusunan, pemilihan maupun merangkai kata demi kata, serta kelalaian dalam proses pengeditan. Hal ini karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis bersedia menerima kritik dan saran


(4)

yang membangun agar dapat menjadi acuan bagi penulis dalam karya penulisan berikutnya.

Sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan perhatian yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum USU.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I.

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.Hum, DFM, selaku Pembantu Dekan II. 5. Bapak M. Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III.

6. Bapak Sutiarnoto, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional, sekaligus Dosen Pembimbing I penulis. Terima kasih banyak ya, Pak.

7. Ibu Prof. Ningrum Natasya Sirait, SH, M.LI, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis. Terima kasih buat semuanya ya, Buk.

8. Bapak Arif, SH, M.H, selaku Sekretaris Departemen Hukum Internasional. 9. Bapak Dr. Faisal Akbar, SH, M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik

penulis.

10.Bapak H. Edi Zulham, SH, M.Hum dan seluruh staf dosen di Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah mendidik


(5)

penulis selama tujuh semester hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S-1 dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan ini.

11.Keluargaku yang tercinta: Bapak dan Mamaku yang sangat luar biasa, yang sangat kubanggakan. Thank you Lord for having them! Kakakku Intan, dan abang iparku Sulaeman, juga ponakanku Sebastian. Buat kakakku Nita dan Sondang, terima kasih! Adekku Ganda dan Christian. We are siblings and I love us very much. Juni sepupuku yang menyemangatiku di Medan ini.

12.My all soul sisters, Leanny, Esther, Lya, Sari di UI, Ria di UGM, Julianna dan Ayu di Tarakanita, Sherly di Trisakti.

13.Kakak dan teman Kelompok Kecil : Ka Evlyn and Lely, dan yang lainnya di KMK.

14.Seluruh teman-teman penulis selama duduk di bangku perkuliahan khususnya buat Maria (so motivating!), Debora and Melly (Thank God I’ve found you!), Ingrid, Witra, Slamet, Siska (koridor sumber inspirasi), Agneselga I miss you, Imelda, Helen, Iryanti (newcomer gahulisme), Jaswin yang berperan besar bagiku melewati tiap semester lewat catatan kuliahnya, Chandra, Tondi, Imanuel, Egi, Bambang, Budi, Ivan kapan kita karaoke lagi? Dan teman-teman stambuk 2006 yang tidak bisa ditulis semua.

15.Senior dan junior, Bang Pel, Ka Debora DolokSaribu, Ka Indah, Murdani, Helena, Bang Yunus, Derma, Nino, Jeremia, Oude, Bang Dedi, Yuthi, Grace, Rahmi, Obe dan lainnya yang karena banyaknya tidak dapat ditulis semuanya.


(6)

16.Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ka Tella, Ka Sandes, Bang Vian, Rossie, Ravlin dan teman-teman kos lainnya yang telah memberikan doa, semangat dan informasi kepada penulis.

17.Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia dan seluruh civitasnya yang telah memberikan pembelajaran yang tak bernilai bagi penulis.

Akhirnya Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak terkhusus pembaca.

Medan, Desember 2009 Hormat Penulis,

RENTHA NATALLIA PARDEDE NIM 060200246


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR GAMBAR ……… vi

ABSTRAKSI ………... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Perumusan Masalah ………. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………. 7

D. Keaslian Penulisan ………... 8

E. Tinjauan Pustaka ……….. 8

F. Metode Penulisan ………. 16

G. Sistematika Penulisan ………... 18

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NEGARA A. Pengertian dan Syarat-Syarat Terbentuknya Suatu Negara ……… 20

1. Pengertian Negara menurut beberapa Sarjana ……… 21

2. Syarat-Syarat Terbentuknya Negara ……….. 23

B. Eksistensi Israel dan Palestina Sebagai Suatu Negara ……… 29

dalam Hukum Internasional 1. Eksistensi Israel dalam Hukum Internasional ……… 32


(8)

BAB III KONSEP KONFLIK INTERNASIONAL

A. Pengertian dan Perbedaan Konflik dengan Sengketa Internasional ….. 42 1. Pengertian Konflik Internasional ……….. 42 2. Pengertian Sengketa Internasional ………... 57 B. Pengaruh Konflik Internasional Terhadap Keamanan dan Perdamaian

Dunia ……… ………….. 63 C. Penyelesaian Konflik Internasional ………. 68 BAB IV PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNASIONAL ISRAEL DAN PALESTINA

A. Konflik Internasional Israel dan Palestina ……… 74 B. Penerapan Hukum Internasional dalam Menyelesaikan Konflik Israel dan

Palestina ………. 81 C. Tanggapan Israel dan Palestina Terhadap Upaya Hukum Internasional

Atas Konflik Internasional ………. 97 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 102 B. Saran ……….. 104 DAFTAR PUSTAKA ……… 106


(9)

PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNASIONAL ISRAEL DAN PALESTINA

ABSTRAKSI

Masalah dalam pemberlakuan hukum internasional berbenturan dengan kedaulatan negara. Suatu negara memiliki kedaulatan penuh untuk menjalankan hukum nasionalnya, serta melakukan setiap kebijakan dalam rangka mencapai tujuan negara tersebut. Negara yang merdeka dan berdaulat berhak mengatur dirinya tanpa ada gangguan dari pihak lain. Hukum internasional juga lemah dalam hal pemberian sangsi bagi negara yang melanggar ketentuan hukum internasional. Selain itu juga hukum internasional lemah dalam hal suatu negara yang tidak meratifikasi perjanjian internasional yang telah dijadikan ketetapan hukum internasional oleh negara-negara dalam rangka pergaulan internasional, maka tidak ada kewajiban bagi negara tersebut untuk tunduk pada ketentuan hukum internasional.

Dalam masalah konflik internasional, pada dasarnya hukum internasional melarang penggunaan kekerasan oleh negara-negara dalam rangka menjaga dan memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Hukum internasional menganjurkan negara yang berkonflik untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan cara-cara damai. Hingga detik ini konflik internasional antara Israel dan Palestina belum dapat terselesaikan secara keseluruhan. Akibat yang ditimbulkan tentu saja sangat besar. Dalam konflik negara tersebut telah banyak melanggar ketentuan hukum internasional yang bertujuan memelihara perdamaian dan keamanan dunia, serta perlindungan terhadap hak-hak sipil warga.

Sebagai negara yang berdaulat dan juga merupakan negara anggota PBB, Israel wajib untuk tunduk pada ketentuan Piagam PBB yang pada dasarnya bertujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Palestina juga wajib tunduk pada ketentuan piagam untuk menjaga dan memelihara perdamaian dan keamanan dunia, walaupun negara tersebut bukann negara anggota PBB. Jika kedua negara tersebut “bandel”, maka hukum internasional seharusnya dapat memberikan sangsi tegas dan adil agar negara yang berkonflik menghentikan konflik mereka.

Dewan Keamanan PBB merupakan badan resmi berdasarkan ketentuan hukum internasional yang bertugas menjaga dan memelihara perdamaian dunia. Dewan dapat memberikan sangsi kepada negara yang “membandel”. Apabila negara yang berkonflik tetap saja tidak tunduk pada ketentuan hukum internasional, maka Dewan Keamanan dapat menggunaan kekuatan militer atau yang biasa disebut dengan pasukan perdamaian di wilayah negara yang berkonflik.


(10)

PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNASIONAL ISRAEL DAN PALESTINA

ABSTRAKSI

Masalah dalam pemberlakuan hukum internasional berbenturan dengan kedaulatan negara. Suatu negara memiliki kedaulatan penuh untuk menjalankan hukum nasionalnya, serta melakukan setiap kebijakan dalam rangka mencapai tujuan negara tersebut. Negara yang merdeka dan berdaulat berhak mengatur dirinya tanpa ada gangguan dari pihak lain. Hukum internasional juga lemah dalam hal pemberian sangsi bagi negara yang melanggar ketentuan hukum internasional. Selain itu juga hukum internasional lemah dalam hal suatu negara yang tidak meratifikasi perjanjian internasional yang telah dijadikan ketetapan hukum internasional oleh negara-negara dalam rangka pergaulan internasional, maka tidak ada kewajiban bagi negara tersebut untuk tunduk pada ketentuan hukum internasional.

Dalam masalah konflik internasional, pada dasarnya hukum internasional melarang penggunaan kekerasan oleh negara-negara dalam rangka menjaga dan memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Hukum internasional menganjurkan negara yang berkonflik untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan cara-cara damai. Hingga detik ini konflik internasional antara Israel dan Palestina belum dapat terselesaikan secara keseluruhan. Akibat yang ditimbulkan tentu saja sangat besar. Dalam konflik negara tersebut telah banyak melanggar ketentuan hukum internasional yang bertujuan memelihara perdamaian dan keamanan dunia, serta perlindungan terhadap hak-hak sipil warga.

Sebagai negara yang berdaulat dan juga merupakan negara anggota PBB, Israel wajib untuk tunduk pada ketentuan Piagam PBB yang pada dasarnya bertujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Palestina juga wajib tunduk pada ketentuan piagam untuk menjaga dan memelihara perdamaian dan keamanan dunia, walaupun negara tersebut bukann negara anggota PBB. Jika kedua negara tersebut “bandel”, maka hukum internasional seharusnya dapat memberikan sangsi tegas dan adil agar negara yang berkonflik menghentikan konflik mereka.

Dewan Keamanan PBB merupakan badan resmi berdasarkan ketentuan hukum internasional yang bertugas menjaga dan memelihara perdamaian dunia. Dewan dapat memberikan sangsi kepada negara yang “membandel”. Apabila negara yang berkonflik tetap saja tidak tunduk pada ketentuan hukum internasional, maka Dewan Keamanan dapat menggunaan kekuatan militer atau yang biasa disebut dengan pasukan perdamaian di wilayah negara yang berkonflik.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hubungan-hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses perkembangan hubungan antar negara yang diadakan oleh negara-negara baik yang bertetangga ataupun antar benua yang kemudian dengan banyak negara melalui utusan masing-masing negara, negara dengan individu, atau negara dengan organisasi-organisasi internasional lainnya dan juga antar sesama subjek hukum lainnya yang diakui oleh hukum internasional tidak selamanya terjalin dengan baik. Sering terjadi bahwa hubungan tersebut menimbulkan konflik yang dapat bermula dari berbagai potensi konflik, yang salah satunya adalah mengenai batas wilayah. Suatu negara berbatasan dengan wilayah negara lain. Kadang antar negara terjadi ketidak sepakatan tentang batas wilayah masing – masing1.

Tidak satu masyarakat pun dalam suatu negara ini yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya. Terdapat suatu pandangan yang ekstrim, manusia adalah makhluk sosial, beragama, memiliki intelejensi, tidaklah keliru apabila dikatakan bahwa konflik internasional merupakan suatu atribut yang tidak lepas dari masyarakat dunia. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri2. Demikian halnya juga dalam pergaulan antar negara di dunia, dimana tiap-tiap       

1

http://www.wikipedia.com/sengketa/internasional/civic/hukum.html., tanggal 9 Mei 2009.

2


(12)

negara memiliki kepentingan berbeda dalam mencapai tujuannya masing-masing yang dapat menjadi pemicu terjadinya konflik internasional. Tidak tanggung-tanggung konflik internasional tersebut diwujudkan dengan perang (use of force). Sudah terbukti bahwa akibat daripada perang tersebut dapat menimbulkan penderitaan bagi penduduk sipil. Sebagai salah satu contoh dapat kita ambil dari yang terjadi di Timur Tengah, yaitu konflik internasional antara Israel dan Palestina yang merupakan konflik tidak terkontrol yang menimbulkan kekerasan bahkan hilangnya nyawa penduduk sipil dalam jumlah yang besar.

Konflik persenjataan antar negara sering terjadi bukan saja pada zaman sekarang ini, tapi sejak zaman dahulupun itu sudah terjadi bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Konflik Palestina dan Israel adalah konflik yang paling lama berlangsung di wilayah Timur Tengah (dengan mengenyampingkan Perang Salib), yang menyebabkannya menjadi perhatian masyarakat internasional. Sebagai contoh, konflik antara Israel dan Palestina menjadi agenda pertama dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ketika PBB baru terbentuk sampai sekarang ini hal tersebut belum dapat diselesaikan meski telah banyak resolusi Dewan Keamanan PBB yang telah dikeluarkan3. Konflik Israel dan Palestina mendapat perhatian khusus dari masyarakat internasional mengingat pengaruh konflik tersebut terhadap hak-hak asasi manusia di wilayah Negara tersebut, serta keamanan dan perdamaian internasional.

       3

Ma Naparin H. Husin, Bunga Rampai Dari Timur Tengah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2000), hlm. 47.


(13)

Isu mengenai hak-hak asasi manusia serta keamanan dan perdamaian internasional merupakan isu hangat yang tak henti-hentinya dibicarakan dalam kalangan masyarakat internasional. Pasca perang dunia I dan Perang dunia II banyak sarana, prasarana dan infrastruktur di banyak Negara rusak dan hancur akibat perang tersebut. Korban-korban jiwa berjatuhan serta keadaan perekonomian dunia mengalami krisis dan semakin memburuk. Perang dunia I dan II merupakan malapetaka terburuk sepanjang peradaban manusia yang paling menyita perhatian masyarakat internasional. Pada Perang Dunia I menelan korban jiwa sebanyak 38 juta jiwa dan Perang dunia II menelan korban hampir dua kali lipatnya yaitu 61 juta jiwa4. Yang baru-baru ini terjadi yaitu agresi Israel ke Palestina tahun 2008. Menurut data dari para pejabat Palestina dan PBB, serangan udara tiga hari berturut-turut dari Israel yaitu pada tanggal 27, 28, dan 29 Desember 2008 telah menyebabkan 345 orang meninggal dan 1600 luka, kebanyakan dari mereka adalah anggota Hamas dan paling sedikitnya 50 warga sipil5.

Fakta bahwa suatu negara dan masyarakat internasional menghadapi era globalisasi sebagai era kemajuan hukum intenasional dalam menyelesaikan perselisihan antar negara, namun masih saja ada negara yang menggunakan kekerasan (use of force) dan konflik bersenjata bahkan sampai perang besar demi

       4

Penghormatan Terhadap Hukum Humaniter Internasional, International Committee of

the Red Cross Inter-Paliamentary Union, September 1968 (sebagaimana dikutip dari buku Boer

Mauna, Hukum Internasional-Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global: Bandung, PT Alumni, 2005), hlm 289.

5

http://www.google.co.id, mengenai


(14)

sebuah kepentingan yang tidak mengindahkan lagi akibat yang paling fatal, yaitu korban jiwa.

Dengan adanya kontak atau hubungan antar negara pada prinsipnya, sebagaimana suatu bentuk organisasi yang merupakan hasil dari perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat untuk membentuk suatu negara tadi (Teori Perjanjian Masyarakat)6, adalah untuk menjamin pencapaian kepentingan masing-masing negara ataupun antar warga negara dari negara-negara yang tergabung dalam suatu pergaulan internasional demi tercapainya tujuan bersama dari semua negara yang ada yaitu perdamaian dan ketertiban dunia. Sejarah mencatat pada generasi berikutnya bahwa perang merupakan suatu hal yang tak dapat dipisahkan dari masyarakat manusia yang beraneka ragam.

Jika melihat pada sejarah yang ada bahwasannya konflik internasional antara Israel dan Palestina ini telah berlangsung lama yaitu sejak tahun 1917 yaitu terjadinya peristiwa Deklarasi Pembentukkan Negara Israel secara sepihak, yang menyebabkan Negara-negara Arab disekitarnya menyatakan genderang perang untuk melawan Israel7. Kedua negara tersebut “bertarung” di kawasan Timur Tengah semenjak berdirinya Israel pada tahun 1948. Dalam beberapa waktu belakangan ini, telah terjadi serangkaian peristiwa penting yang menandai proses perdamaian antara kedua negara tersebut. Perkembangan terakhir yang didapat adalah dari perjalanan Jimmy Carter yang sedang melakukan safari di wilayah Palestina. Dari perjalanan tersebut, Hamas akhirnya bersedia mengakui eksistensi       

6

Samidjo, Ilmu Negara, (Bandung: Armico, 2002), hlm. 59.

7


(15)

Israel sebagai suatu negara di wilayah Palestina yang sekaligus menandai platform politik yang cukup fundamental dari kelompok Hamas mengingat mereka merupakan partai politik yang mengecam kehadiran Israel di wilayah Palestina8.

Baru-baru ini terjadi lagi konflik internasional antara Israel dan Palestina yaitu di penghujung tahun 2008 hingga awal tahun 2009, yaitu melalui agresi yang dilakukan Israel ke Palestina serta serangan balasan oleh Palestina (dapat disebut sebagai suatu kondisi perang) yang menyebabkan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Perlu diketahui disini bahwa konflik antar kedua negara tersebut tidak hanya berdampak bagi kedua negara saja, akan tetapi juga bahwa konflik tersebut berpengaruh bagi perdamaian dan ketertiban internasional. Ini bisa dilihat dari tanggapan dunia internasional yang mengecam konflik kedua negara tersebut. Serta akan terulang kembali peristiwa yang sama di kemudian hari oleh negara-negara lain. Untuk itu ketika sudah menyangkut hilangnya nyawa penduduk sipil secara kolektif dalam jumlah besar serta mengganggu perdamaian dan ketertiban internasional, maka disinilah hukum internasional diperlukan untuk menyelesaikan suatu konflik internasional. Permasalahannya adalah apakah Israel dan Palestina memang merupakan suatu negara berdasarkan hukum internasional sehingga mewajibkan kedua negara tersebut untuk tunduk pada ketentuan hukum internasional dan bagaimanakah peranan hukum internasional dalam menyelesaikan konflik negara mereka.

       8


(16)

Mengenai penerapan hukum internasional, Piagam PBB Pasal 1 ayat (1) yang merupakan salah satu pedoman hukum internasional dan bersumber dari perjanjian internasional menyebutkan bahwa pembentukkan PBB bertujuan untuk memelihara perdamaian dan ketertiban internasional. Ketentuan ini juga berlaku untuk negara bukan anggota PBB, yang dapat kita lihat dalam Pasal 1 ayat (6) Piagam PBB. Dengan demikian, semua negara yang ada di dunia tanpa terkecuali wajib memelihara perdamaian dan ketertiban internasional. dan tercatat bahwa Israel dan Palestina termasuk dalam daftar anggota PBB, sehingga merupakan suatu kewajiban bagi kedua negara tersebut untuk memelihara perdamaian dan ketertiban internasional. Dengan konflik yang terjadi antara kedua Negara tersebut berdampak pada terganggunya perdamaian dan ketertiban internasional, maka dapat dikatakan bahwa Israel dan Palestina telah melanggar ketentuan hukum internasional. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah apakah ketentuan hukum internasional dapat dipaksakan untuk diberlakukan terhadap suatu negara dengan adanya prinsip dalam hukum internasional Par in Paren Non Habet in Imperium9 yang berarti bahwa suatu negara berdaulat dapat menjalankan hukum nasional negaranya dalam rangka mencapai tujuan negara tersebut tadi yang berarti hukum internasional yang tidak dapat dipaksakan pemberlakuannya di suatu negara tadi. Suatu negara memiliki hak penuh dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan, baik didalam negara maupun di luar negaranya demi mencapai kepentingan dasar negara tersebut.

       9

J. G. Starke, Pengantar hukum Internasional I-edisi kesepuluh (Jakarta: Sinar Grafika Indonesia, 2008), hlm. 192.


(17)

Ketentuan hukum internasional juga mengatur apabila suatu konflik internasional antar Negara yang berakibat pada terjadinya perang, yaitu perlindungan terhadap penduduk sipil. Fakta mencatat bahwa konflik internasional antara Israel dan Palestina telah memakan banyak korban jiwa, yaitu penduduk sipil. Ini sudah tentu melanggar ketentuan dalam hukum internasional.

Untuk itu perlu bagi negara yang ada di dunia untuk dapat menyelesaikan konflik internasional dengan cara-cara damai sesuai dengan yang diakui Hukum Internasional, dalam rangka menghindari akibat-akibat dari terjadinya perang terutama perlindungan terhadap penduduk sipil.

B. PERUMUSAN MASALAH

Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka dalam penulisan dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah eksistensi Israel dan Palestina sebagai suatu negara dalam hukum internasional?

2. Bagaimanakah penerapan hukum internasional dalam menyelesaikan konflik internasional Israel dan Palestina yang telah berlangsung sejak lama?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN


(18)

1. Untuk mengetahui eksistensi Israel dan Palestina sebagai suatu negara dihadapan hukum internasional.

2. Untuk mengetahui sejauh mana penerapan hukum internasional menyelesaikan konflik internasional antara Israel dan Palestina yang telah berlangsung sejak lama.

Manfaat penulisan ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan untuk memperluas wacana mengenai peranan hukum internasional dalam menyelesaikan suatu konflik internasional yang berujung pada terjadinya perang.

2. Sebagai bahan referensi yang menjadi acuan untuk penulisan lebih lanjut pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara secara khusus dan pembaca pada umumnya.

D. KEASLIAN PENULISAN

Skripsi ini berjudul “Penerapan Hukum Internasional dalam Menyelesaikan Konflik Intenasional antara Israel dan Palestina”.

Topik utama dalam penulisan skripsi ini adalah tentang bagaimana penerapan hukum internasional sebagai suatu pranata hukum yang dapat mengikat suatu negara yang berdaulat terutama dalam penyelesaian suatu konflik secara damai. Disadari penulis ini merupakan tulisan awal/pertama di Fakultas Hukum


(19)

Universitas Sumatera Utara. Penulis meyakini bahwa belum pernah ada tulisan yang sama seperti topik ini sebagai bahan utama penulisan skripsi.

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Konflik internasional merupakan suatu pertikaian atau sengketa yang terjadi antara dua negara atau lebih yang diakibatkan oleh suatu permasalahan tertentu. Dalam hubungan internasional, konflik dan kekerasan merupakan isu atau topik menarik yang terus berkembang sebagai bentuk-bentuk interaksi antar “aktor” internasional. Mahkamah Internasional mengungkapkan pendapat hukumnya (advisory opinion) dalam kasus Interpretation of Peace Treaties (1950, ICJ Rep.65) bahwa untuk menyatakan ada tidaknya suatu konflik internasional harus ditentukan secara objektif. Menurut Mahkamah, konflik internasional merupakan suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian10. Upaya-upaya penyelesaian terhadap suatu konflik tadi telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke-20, yaitu dengan cara persuasif atau jalan damai (persahabatan). Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan antar negara yang lebih baik lagi berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional. Jika dilihat keamanan kolektif berarti bahwa setiap negara yang melakukan agresi atau

       10

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hlm. 2.


(20)

berusaha menyerang negara lain secara langsung akan berhadapan dengan sanksi-sanksi militer, ekonomi, serta diplomatik yang ditetapkan oleh banyak negara yang ada di dunia. Dengan begitu dari keamanan kolektif diharapkan mampu menciptakan dunia yang bebas dari perang.

Peran yang dimainkan hukum internasional dalam menyelesaikan suatu konflik internasional adalah memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara dalam menyelesaikannya11. Pada tahun 1945 didirikanlah sebuah organisasi internasional yang bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui suatu piagam yang memperoleh ratifikasi dari negara-negara yang tergabung didalamnya (Piagam PBB). Seperti yang termuat dalam Pasal 1 Piagam PBB, tujuan utama dari PBB adalah menciptakan perdamaian dan keamanan internasional, menghindarkan generasi yang akan dating dari peperangan, memajukan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan dasar serta mendorong negara-negara untuk menyelesaikan konflik-konflik melalui cara-cara penyelesaian dengan hubungan yang bersahabat12. Dalam perkembangan awalnya, hukum internasional mengenal 2 (dua) cara penyelesaian sengketa internasional, yaitu penyelesaian secara damai dan penyelesaian secara paksa atau dengan menggunakan kekuatan militer (perang)13. PBB juga dapat memaksa setiap negara baik yang merupakan anggota ataupun bukan negara anggota untuk tunduk pada ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama       

11

Ibid., hlm. 8.

12

Mizwar Djamili, Mengenal PBB dan 170 Negara di Dunia, (Jakarta : PT Kreasi Jaya Utama, 1995), hlm. 10.

13


(21)

dalam Piagam PBB. Dalam hal pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, berdasarkan Bab VII piagam organ dari PBB yang berwenang adalah Dewan Keamanan melalui keputusan-keputusan (Resolusi DK PBB) ataupun sangsi-sangsi.

Segala sesuatu masalah yang berkaitan dengan keamanan dan perdamaian dunia bukanlah menjadi sesuatu hal yang baru lagi, melainkan telah menjadi sesuatu wacana yang sering diperbincangkan oleh masyarakat internasional. Namun yang perlu dikaji lebih lanjut adalah bagaimanakah eksistensi Israel dan Palestina sebagai seuatu negara dihadapan hukum internasional sehingga mewajibkan kedua negara tersebut tunduk pada ketentuan hukum internasional dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional, yaitu dengan melihat pada syarat-syarat terbentuknya suatu negara secara hukum internasional serta sejauh mana penerapan hukum internasional menyelesaikan konflik kedua negara tersebut.

Untuk mengetahui apakah Israel dan Palestina masing-masing merupakan suatu negara yaitu dengan melihat syarat-syarat terbentuknya suatu negara, baik dari segi hukum maupun politik. Secara umum syarat-syarat terbentuknya suatu negara adalah adanya penduduk yang tetap, adanya wilayah, pemerintahan yang berdaulat, pengakuan dari negara lain serta kemampuan untuk mengadakan hubungan kerjasama dengan negara lain14. Kaitannya dengan syarat terbentuknya suatu negara yaitu pengakuan dari negara lain, banyak negara di dunia       

14


(22)

internasional tidak mengakui keberadaan Israel sebagai suatu negara dalam hal menetapkan perbatasan wilayah negaranya. Pengakuan juga diberikan untuk mengungkapkan suatu pemerintahan dalam negerinya, oleh karena tindakan-tindakan suatu negara hanya dapat dilakukan melalui pemerintahannya15. Negara Palestina mengalami krisis Pemerintahan dalam negaranya, dimana terjadi “Perang Saudara” antara kelompok Hamas dan Fatah yang dimulai sejak tahun 200616.

Perebutan kekuasaan antara Hamas dan Fatah berakibat buruk bagi Palestina. Sejak 1993, Hamas menjadi kekuatan kedua yang tidak dilibatkan dalam pemerintahan Yasser Arafat. Oleh karena itu untuk menunjukkan keberadaannya, Hamas memilih aksi-aksi bersenjata atau militer terhadap proses perdamaian konflik dengan Israel17.

Hukum Internasional menghendaki adanya suatu pemerintahan yang stabil dan efektif untuk memudahkan hubungannya atau penerapannya dengan negara yang bersangkutan18. Pada dasarnya ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara seprti yang dicantumkan dalam Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB.

Konflik internasional antara Israel dan Palestina merupakan salah satu dari banyaknya konflik internasional yang terjadi, dimana sudah pasti akibat dari       

15

Berdasarkan Pasal 7 Konvensi Montevidio Tahun 1933.

16

http:// www.wikipedia.com, tentang Konflik Fatah-Hamas, tanggal 9 Mei 2009.

17

Trias Kuncahyono, Jalur Gaza-Tanah Terjanji, Intifada dan Pembersihan Etnis, (Jakarta: Kompas, 2009), hlm. 289.

18


(23)

konflik tersebut melanggar ketentuan hukum internasional. Tercatat antara tahun 1945-1967 telah terjadi 82 konflik yaitu 26 kali dalam bentuk perang antar negara dan yang lainnya konflik tersebut berlangsung dalam bentuk perang saudara, pemberontakkan dan sejenisnya yang seluruhnya merupakan implikasi internasional penting. Sejak dekade tahun 1967 berbagai konflik internasional tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, seperti yang terjadi antara Israel dengan Palestina yang bahkan masih berlangsung hingga awal tahun 2009. Pelanggaran hukum internasional dari konflik internasional antara Israel dan Palestina adalah mengganggu pardamaian dan ketertiban internasional serta terhadap hak penduduk sipil yang dilindungi oleh hukum internasional.

Untuk mengetahui instrumen hukum internasional yang mengatur tentang konflik internasional Israel dan Palestina, maka sebelumnya kita dapat melihat pada sumber-sumber hukum internasional itu, yang terdiri dari19 :

a. Perjanjian Internasional (Treaty), baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus

b. Kebiasaan Internasional yang terbukti telah merupakan praktek-praktek umum yang diterima sebagai hukum

c. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa yang beradab d. Yurisprudensi

e. Doktrin para sarjana ahli hukum

       19


(24)

Hampir keseluruhan kaedah dalam hukum internasional bersumber dari perjanjian-perjanjian internasional (sumber hukum utama) yang disepakati oleh Negara-negara (Law making treaties)20, termasuk dalam menyelesaikan masalah konflik internasional dan menyebabkan terjadinya perang. Implementasinya terhadap konflik internasional antara Israel dan Palestina serta akibat-akibat yang ditimbulkan bahwa pertama sekali dapat mengacu pada ketentuan Piagam PBB yang menunjukkan pembentukkan organisasi internasional PBB bertujuan untuk memelihara perdamaian dan ketertiban internasional. PBB yang beranggotakan Negara merdeka dan berdaulat diwajibkan untuk tunduk pada ketentuan ini. Selain itu juga, bagi Negara yang bukan anggota juga wajib ikut serta dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan internasional, seperti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (6) Piagam PBB. Sebagai tindak lanjut terhadap konflik internasional antara Israel dan Palestina yang berlangsung sejak lama, PBB sebagai organisasi internasional yang bertugas menjaga perdamaian dan ketertiban dunia telah melakukan kebijakan-kebijakan yaitu antara lain mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan gencatan senjata diantara kedua negara yang sedang konflik.

Sering terjadi konflik-konflik dan kadang-kadang diselesaikan dengan kekerasan, misalnya negara yang lebih kuat secara militer, ekonomi dan politik menyerang atau mengagresi negara lawannya yang lebih lemah. Jika negara yang diserang atau diagresi tersebut mengadakan pembalasan dengan menggunakan kekerasan bersenjata, maka terjadilah konflik bersenjata internasional       

20


(25)

(international armed conflict). Jika sudah terjadi perang atau kontak senjata, maka selanjutnya hukum perang dan hukum humaniterlah yang berperan21, mengacu pada Konvensi Geneva 1949 yang mengatur mengenai perlindungan terhadap korban perang. Dengan ditambahkan lagi aturan Protokol Tambahan 1977 sebagai suatu penyesuaian terhadap perkembangan pengertian konflik bersenjata, pentingnya perlindungan yang lebih lengkap lagi bagi mereka yang luka, sakit dan korban karam dalam suatu peperangan, serta antisipasi terhadap perkembangan mengenai alat dan cara berperang22. Kedua aturan hukum internasional tersebut diatas merupakan instrumen hukum humaniter yang pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu, menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh, serta mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas23.

Instrumen hukum internasional lainnya yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan konflik internasional Israel dan Palestina adalah dengan mengacu pada ketentuan Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court). Pembentukkan Mahkamah Pidana International yang terletak di Den Haag dalam rangka mengadili subjek hukum internasional secara individual yang diakui sebagai subjek hukuim internasional dalam melakukan tindak pidana internasional atau pelanggaran terhadap hak-hak asasi       

21

I Wayan Pathiana, Hukum Pidana Internasional (Bandung: Yrama Widya, 2006), hlm 79.

22

Abdul Rahman dkk, Diktat Hukum Humaniter, 2008, hlm. 33.

23

Frederic de Mullinen, Handbook on the law of the War for Armed Forces, ICRC,


(26)

manusia “berat” atau yang biasa disebut dengan kejahatan internasional. Dalam Statuta Roma 1998 disebutkan bahwa yang menjadi bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia “berat’ antara lain adalah kejahatan perang, genosida, agresi dan kejahatan terhadap kemanusiaan24. Berdasarkan Statuta Roma 1998 menyebutkan bahwa kejahatan perang adalah mencakup tindakan-tindakan yang berupa:25

1. Pelanggaran berat terhadap Konvensi-Konvensi Genewa 1949;

2. Pelanggaran serius terhadap hukum dan kebiasaan yang berlaku dalam situasi sengketa bersenjata internasional;

3. Pelanggaran serius terhadap artikel 3 yang merupakan common article dari keempat Konvensi Genewa 1949, dalam hal terjadi konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional;

4. Pelanggaran serius terhadap hukum dan kebiasaan yang berlaku dalam situasi sengketa bersenjata yang tidak bersifat internasional.

Konflik internasional antara Israel dan Palestina berakibat pada terjadinya perang antar kedua negara, yaitu dengan agresi yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Serta serangan balasan dari Palestina. Dengan melihat pada sumber-sumber yang ada bahwa konflik internasional antara kedua negara terjadi lagi pada akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009 kemarin, maka dapat diketahui telah terjadi pelanggaran ketentuan hukum internasional yang berpengaruh pada hilangnya suatu kelompok komunitas masyarakat Negara atau penduduk sipil       

24

Pasal 5 Statuta Roma 1998.

25

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Humaniter Internasional Dalam Pelaksanaan dan


(27)

yang menjadi korban perang dan dapat dikategorikan sebagai suatu pelanggaran hak asasi manusia “berat”. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pembentukkan Mahkamah Pidana Internasional ini merupakan suatu langkah besar untuk kemajuan hukum internasional bagi perlindungan hak-hak asasi manusia dan hukum humaniter terutama dalam menyelesaikan konflik yang antara Israel dan Palestina26.

F. METODE PENULISAN

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Penelitian Hukum Normatif (legal research), yaitu dengan mengacu pada berbagai norma hukum, dalam hal ini adalah perangkat hukum internasional yang terdapat di dalam berbagai sumber terkait dengan konflik internasional serta penyelesaiannya

2. Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan, diuraikan menjadi beberapa bagian, mulai dari yang terutama hingga yang bersifat sebagai penyokong. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konveni Genewa 1949 serta Prtokol Tambahan 1977, serta Statuta Roma 1998. Bahan hukum sekunder adalah buku-buku, artikel-artikel, jurnal-jurnal, keputusan-keputusan atau resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa serta dari media cetak dan media internet, dan bahan-bahan       

26


(28)

lainnya yang memuat penjelasan-penjelasan yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, dan yang menjadi bahan penunjang terhadap penulisan skripsi ini berupa kamus Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris ataupun kamus istilah-istilah hukum serta pedoman lainnya untuk penulisan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research), baik untuk memperoleh bahan hukum primer maupun sekunder dan tersier.

4. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan skripsi ini adalah analisis kualitatif, dimana data-data yang dikumpulkan kemudian dipisahkan menurut kategori masing-masing dan kemudian ditafsirkan untuk mencari jawaban dari permasalahan.

G. SISTEMATIKA PENULISAN - Kata Pengantar

- BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan D. Keaslian Penulisan


(29)

E. Tinjauan Kepustakaan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan

- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NEGARA

A. Pengertian dan Syarat-Syarat Terbentuknya Suatu Negara

B. Eksistensi Israel dan Palestina Sebagai Suatu Negara dalam Hukum Internasional

- BAB III KONSEP KONFLIK INTERNASIONAL

D. Pengertian dan Perbedaan Konflik dengan Sengketa Internasional

E. Pengaruh Konflik Internasional Terhadap Keamanan dan Perdamaian Dunia

F. Penyelesaian Konflik Internasional

- BAB IV PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNASIONAL ISRAEL DAN PALESTINA

A. Konflik Internasional Israel dan Palestina

B. Penerapan Hukum Internasional dalam Menyelesaikan Konflik Israel dan Palestina

C. Tanggapan Israel dan Palestina Terhadap Upaya Hukum Internasional Atas Konflik Internasional


(30)

- BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran


(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG NEGARA

A. Pengertian dan Syarat-Syarat Terbentuknya Negara

Sudah menjadi kodrat alam, bahwa manusia sejak dahulu kala selalu hidup bersama-sama dalam suatu kelompok (zoon politicon). Dalam kelompok manusia itulah mereka berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya mencari makan, melawan bahaya dan bencana serta melanjutkan keturunannya. Mereka berinteraksi, mengadakan hubungan sosial. Untuk mempertahankan hak mereka untuk dapat hidup di tempat tinggal tertentu yang mereka anggap baik untuk sumber penghidupan, diperlukan seseorang atau sekelompok kecil orang-orang yang ditugaskan mengatur dan memimpin kelompoknya. Kepada pemimpin kelompok inilah diberikan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan kelompok manusia tadi diharuskan menaati peraturan-peraturan perintah pemimpinnya27.

. Negara adalah lanjutan dari kehendak manusia bergaul antara seorang dengan orang lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya. Semakin luasnya pergaulan manusia tadi maka semakin banyak kebutuhannya, maka bertambah besar kebutuhannya kepada sesuatu organisasi negara yang akan melindungi dan memelihara hidupnya. Secara etimologi, negara dapat diterjemahkan dari kata-kata asing staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris)       

27

C.S.T. Kansil, Ilmu Negara Umum dan Indonesia (Jakarta :PT Pradnya Paramita, 2001), hlm. 133.


(32)

dan Etat (bahasa Prancis). Asalnya adalah bahasa latin yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri; membuat berdiri;menempatkan28.

Pada dasarnya tidak ada suatu definisi yang tepat terhadap pengertian suatu Negara. Namun kita dapat mengambil beberapa pengertian suatu negara berdasarkan pengertian-pengertian oleh para ahli yang dapat dijadikan sebagai suatu sumber hukum atau biasa disebut dengan doktrin para sarjana. Serta pengertian suatu negara berdasarkan hukum internasional yang dapat kita ambil dari Konvensi Montevidio tahun 1933.

1.Pengertian Negara Menurut beberapa Sarjana

Menurut Plato, negara adalah suatu tubuh yang senantiasa maju, berevolusi dan terdiri dari orang-orang (individu-individu) yang timbul atau ada karena masing-masing dari orang itu secara sendiri-sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang beraneka ragam, yang menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. Kesatuan inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara29. Dari pengerian yang disampaikan sarjana ini dapat diketahui bahwa suatu negara ada karena hungan manusia dengan sesamanya karena manusia menyadari tidak dapat hidup secara sendiri-sendiri dalam pemenuhan kebutuhannya, atau berdasarkan doktrin yang diajarkan oleh Aristoteles biasa kita kenal dengan istilah zoon political.

       28

Samidjo, Op.cit., hlm. 31.

29


(33)

Menurut Thomas Hobbes bahwa negara adalah suatu tubuh yang dibuat oleh orang banyak beramai-ramai, yang masing-masing berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan pelindungan mereka30. Berdasarkan pengertian yang disampaikan oleh sarjana ini adalah bahwa suatu negara terbentuk oleh sekumpulan manusia yang menyatukan dirinya dan kemudian mengadakan perjanjian antar sesama mereka untuk menjadikan negara yang mereka bentuk sendiri sebagai alat untuk keamanan dan perlindungan bagi mereka (Teori Perjanjian Masyarakat atau teori kontrak sosial). Dari sini juga dapat diketahui bahwa negara dibentuk dalam rangka memberikan rasa aman dan perlindungan bagi masing-masing mereka, yang berarti juga bahwa manusia menyadari mereka dapat menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus) dalam pencapaian kepentingan masing-masing mereka, yang kemudian dalam skala yang besar dapat menyebabkan terjadinya perlawanan atau perang (bellum omnium contra omnes). Menurut George Jellinek yang juga disebut sebagai Bapak Negara memberikan pengertian tentang Negara yang merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang

       30


(34)

yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut dengan kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada31.

2.Syarat-Syarat Terbentuknya Negara

Sesuai dengan pelaku utama hubungan internasional adalah negara, maka yang menjadi perhatian utama hukum internasional adalah hak dan kewajiban serta kepentingan negara. Negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, bahkan menjadi subjek hukum internasional yang pertama dan utama serta terpenting (par excellence). Negara menjadi subjek hukum internasional yang pertama-tama, sebab kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama-tama yang mengadakan hubungan internasional. Negara sebagai suatu kesatuan politik dalam hukum internasional yang juga sifatnya keterutamaannya maka suatu negara harus memiliki unsur-unsur tertentu berdasarkan hukum internasional. Aturan hukum internasional yang disediakan masyarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabila mereka saling mengadakan hubungan kerjasama32. Untuk lebih jelasnya lagi dalam merumuskan pengertian suatu negara berdasarkan hukum internasional dapat kita lihat pada ketentuan Konvensi Montevidio tahun 1993 mengenai hak-hak dan kewajiban-      

31

http://www.wikipedia.com,-tentang NEGARA.-html, tanggal 9 Mei 2009.

32

Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, 1990), hlm. 12.


(35)

kewajiban negara (Rights and Duties of States) yang menyebutkan bahwa suatu negara dapat dikatakan sebagai subjek hukum internasional apabila telah memiliki unsur-unsur, yaitu33:

a) Penduduk yang tetap,

Penduduk yang dimaksud disini yaitu sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat tertentu sehingga merupakan satu kesatuan masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional, tidak harus yang berasal dari rumpun, etnis, suku, latar belakang kebudayaan, agama ataupun bahasa yang sama. Akan tetapi penduduk tersebut haruslah menetap di suatu tempat, walaupun sudah ada penduduk asli yang mendiami tempat tersebut.

b) Wilayah tertentu

Untuk wilayah suatu negara tidak dipengaruhi batas ukurannya. Walaupun pernah terjadi negara yang wilayah negaranya kecil tidak dapat menjadi anggota PBB. Akan tetapi sejak tetapi sejak tahun 1990. Negara seperti Andorra, Liechtenstein, Monaco, Nauru, San Marino dan Tuvalu telah bergabung menjadi anggota PBB.

c) Pemerintah (penguasa yang berdaulat)

       33

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional (Jakarta, Penerbit : RajaGrafindo, 2003), hal. 3.


(36)

Yang dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi yang merdeka dari pengaruh kekuasaan lain di muka bumi. Akan tetapi kekuasaan yang dimiliki oleh suatu negara terbatas pada wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu. Maksudnya adalah bahwa dalam kedaulatan suatu negara terbatas pada kedaulatan negara lain. Suatu negara harus memiliki pemerintah, baik seorang atau beberapa orang yang mewakili warganya sebagai badan politik serta hukum di negaranya, dan pertahanan wilayah negaranya. Pemerintah dengan kedaulatan yang dimiliknya merupakan penjamin stabilitas internal dalam negaranya, disamping merupakan penjamin kemampuan memenuhi kewajibannya dalam pergaulan internasional. Pemerintah inilah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam rangka mencapai kepentingan nasional negaranya, baik itu di dalam negaranya dalam rangka mempertahankan integritas negaranya, maupun di luar negaranya melaksanakan politik luar negeri untuk suatu tujuan tertentu.

d) Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara lainnya.

Unsur keempat ini secara mandiri merujuk pada kedaulatan dan kemerdekaan. Kemerdekaan dan kedaulatan merupakan 2 (dua) posisi yang tak terpisahkan sebagai subjek hukum internasional. Suatu negara dinyatakan mempunyai kedaulatan apabila memiliki kemerdekaan atau negara dianggap mempunyai kemerdekaan, apabila memiliki


(37)

kedaulatan. Pemerintahan suatu negara haruslah merdeka dan berdaulat, sehingga wilayah negaranya tidak tunduk pada kekuasaan negara lain dan berarti juga bahwa negara tersebut bebas melakukan hubungan kerjasama internasional dengan negara manapun Sewajarnya adalah kalau suatu negara memiliki kapasitas untuk mengadakan hubungan kerjasama internasional dengan negara lain untuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh negara tersebut.

Akan tetapi untuk menjadi suatu negara yang berdaulat dalam prakteknya memerlukan pengakuan bagi negara lain34. Kalau 4 (empat) unsur diatas tadi merupakan persyaratan secara hukum internasional terbentuknya suatu negara, maka ada juga yang menjadi unsur politik terbentuknya suatu negara yang juga dapat berakibat hukum. Unsur yang dimaksud adalah pengakuan (recognition). Pengakuan dalam hukum internasional termasuk persoalan yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan maslah hukum dan politik. Unsur-unsur hukum dan politik sulit untuk dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan suatu pengakuan oleh suatu negara dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan akibatny mempunyai ikatan hukum. Kesulitan juga berasal dari fakta bahwa hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara untuk mengakui negara lain atau pemerintahan lain seperti halnya juga bahwa suatu negara atau pemerintahan tidak mempunyai hak untuk diakui oleh negara lain. Tidak ada keharusan untuk mengakui seperti juga ada kewajiban untuk tidak mengakui.       

34

Anthony Aust, Handbook of International Law (United Kingdom: Cambridge University Press, 2005), hlm. 17.


(38)

Pengakuan ada dua jenis, yaitu pengakuan terhadap negara baru serta pengakuan terhadap pemerintahan baru. Institut Hukum Internasional (the Institute of International Law) mendefinisikan pengakuan terhadap suatu negara baru sebagai suatu tindakan satu atau lebih negara untuk mengakui suatu kesatuan masyarakat yang terorganisir yang mendiami wilayah tertentu, bebas dari negara lain serta mampu menaati kewajiban-kewajiban hukum internaisonal dan menganggapnya sebagai anggota masyarakat internasional.

Dalam masalah pengakuan terhadap suatu negara terdapat dua teori, yaitu teori konstitutif dan deklaratif. Teori konstitutif berpendapat bahwa suatu negara dapat diterima sebagai anggota masyarakat internasional dan memperoleh statusnya sebagai subjek hukum internasional hanya melalui pengakuan. Sedangkan teori deklaratif lahir sebagai reaksi dari teori konstitutif yang menyebutkan bahwa pengakuan hanyalah merupakan penerimaan suatu negara oleh negara-negara lainnya. Jika mengacu pada instrument hukum internasional mengenai hak-hak dan kewajiban negara yang terdapat dalam Konvensi Montevidio 1933, maka pengakuan terhadap suatu negara bersifat deklaratif yang menyebutkan “The political existance of the state is independent of recognition by other states. Even before recognition of a state has the right to defend its integrity and independence to provide for it conservation and prosperity, and consequently, to organize itself as it sees fit, to legislate upon its interest, administer its services, and to define the jurisdiction and competence of its courts”35. Pada intinya bahwa

       35


(39)

hukum internasional menganggap bahwa kedaulatan suatu negara baru tidak dipengaruhi oleh pengakuan negara lain.

Keberadaan negara-negara baru tersebut tidak harus diikuti oleh pengakuan negara-negara di dunia. Tanpa pengakuan dari negara lain, suatu negara tetap memiliki hak untuk mempertahankan kesatuan dan kemerdekaan negaranya demi mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bagi negaranya. Serta untuk menegakkan kekuasaan dan kewenangan pengadilan di negaranya. Faktanya banyak negara yang lahir di dunia tanpa adanya pernyataan pengakuan, tetapi bukan berarti bahwa kelahiran negara baru itu ditolak oleh negara-negara lain. Contohnya Negara Israel yang lahir tanggal 14 Mei 1948 sampai sekarang masih tetap tidak diakui oleh negara-negara Arab kecuali Mesir dan Yordania, yang telah membuat perjanjian perdamaian dengan negara tersebut. Namun ada pengecualian bahwa kelahiran suatu negara ditentang oleh dunia internasional dan yang menjadi dasar pertimbangannya mengacu pada sikap PBB, yaitu melalui resolusi-resolusi yang dikeluarkan.

Sama dengan pengakuan terhadap suatu negara baru, pengakuan terhadap pemerintahan baru tidak terlepas dari kepentingan politik semata-mata. Pengakuan terhadap pemerintahan yang baru berkaitan dengan unsur negara yang ketiga yaitu pemerintah yang berdaulat, serta unsur kemampuan mengadakan hubungan kerjasama dengan negara lain. Dalam memberikan pengakuan biasanya ada beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan negara lain untuk mengakuinya, yaitu :


(40)

a. Pemerintahan yang permanent. Artinya adalah apakah pemerintahan yang baru tersebut dapat mempertahankan kekuasaannya dalam jangka waktu yang lama (reasonable prospect of permanence),

b. Pemerintah yang ditaati oleh rakyatnya. Artinya apakah dengan adanya pemerintah yang berkuasa tersebut, rakyat di negara tersebut mematuhinya (obedience of the people),

c. Penguasaan wilayah secara efektif. Artinya apakah pemerintah baru tersebut menguasai secara efektif sebagian besar wilayah negaranya, d. Pemerintah tersebut juga harus stabil,

e. Pemerintah tersebut harus mampu dan bersedia memenuhi kewajiban-kewajiban internasionalnya.

f. Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban internasional.

Pada dasarnya pengakuan terhadap negara baru dan pemerintahan baru berakibat hukum bagi negara yang diakui dan negara yang mengakui (diplomatik). Akan tetapi pengakuan juga berakibat hukum pada tindakan-tindakan negara yang diakui diberlakukan sah dan keabsahannya itu tidak dapat diuji36. Tindakan-tindakan negara yang dimaksud juga harus berdasarkan hukum internasional.

       36


(41)

B. Eksistensi Israel dan Palestina Sebagai Suatu Negara dihadapan Hukum Internasional

Sama halnya dengan kedudukan individu yang sama dihadapan hukum, negara-negara yang ada di dunia memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum internasional. Yang menjadi persoalan adalah apakah Israel dan Palestina dapat dikatakan sebagai suatu negara yang sah dengan melihat pada syarat-syarat terbentuknya negara baik secara konstitutif maupun politis, serta hak-hak dan kewajiban-kewajibannya berdasarkan hukum internasional. Negara sebagai subjek hukum internasional merupakan pendukung hak-hak dan kewajiban internasional. Hukum Internasional memberikan hak-hak yang sama kepada negara, yaitu37 :

a. Hak suatu negara melaksanakan kedaulatan dan jurisdiksi penuh atas wilayah dan rakyatnya;

b. Hak memberi izin masuk dan mengeluarkan orang asing dari wilayah negaranya;

c. Hak perolehan kekebalan diplomatik (immunitas) dan hak istimewa (privilege) bagi perwakilan diplomatiknya di negara asing;

d. Hak mengambil tindakan bela diri dalam situasi tertentu;

e. Setiap negara berhak secara bebas memilih dan mengembangkan system politik, ekonomi dan budaya negaranya.

       37


(42)

Disamping hak-haknya diatas, setiap negara secara global dibebani kewajiban yang pada dasarnya bertujuan untuk ikut serta menciptakan dan memelihara ketertiban dan perdamaian dunia. Dengan demikian kedaulatan suatu negara dibatasi oleh hukum internasional dalam rangka pemeliharaan perdamaian dan ketertiban internasional. Ini berarti bahwa prinsip par in paren non habet imperium dapat dikesampingkan. Secara umum kewajiban-kewajiban negara tersebut antara lain38:

a. Tidak melakukan tindakan kedaulatan di wilayah negara lain yang berdaulat

b. Tidak melakukan intevensi urusan dalam negeri negara lain, termasuk menjaga stabilita snegara lain dengan tidak mendukung atau memberi bantuan yang mengandung unsur subversive dengan maksud menggulingkan pemerintahan yang sudah ada dan sah suatu negara;

c. Tidak menggunakan perang sebagai instrumen kebijakan dalam negeri;

d. Menjaga agar keadaan negaranya tidak mengancam perdamaian dunia;

e. Tidak merangsang timbulnya perselisihan saudara di wilayah lain; f. Tidak melakukan tindakan yang mencemarkan wilayah negara lain; g. Menyelesaikan sengketa yang timbul antar negara secara damai;

       38


(43)

1.Eksistensi Israel sebagai Suatu Negara Dalam Hukum Internasional

Unsur pertama dari suatu negara adalah adanya penduduk yang tetap yang mendiami suatu wilayah. Mengenai penduduk dari wilayah negara Israel, maka dapat dilihat sejarah bangsa Yahudi. Awal bangsa Yahudi erat hubungannya dengan kisah Abraham (Nabi Ibrahim AS) yang diperkirakan terjadi kurang lebih 4000 tahun yang lalu atau 2000 tahun sebelum kelahiran Yesus (Isa Almasih).

Abraham diperkirakan tinggal di daerah Palestina yang dikenal saat ini sebagai Hebron (Al-Khalil). Putra Abraham adalah Ismail dari ibu Hagar (Siti Hajar) dan Ishak dari ibu Sarah. Kemudian Ishak berputra Jakub dengan 12 putranya yang menurunkan bangsa Israel dan kemudian dikenal sebagai 12 suku Israel. Putra kesayangan Yakub adalah Yusuf, setelah ditinggalkan di padang pasir dan dijual oleh kakak-kakaknya, berhasil menjadi kepala bendahara di Mesir. Yakub serta kakak-kakaknya menyusul Yusuf ke Mesir dan hidup damai di sana sampai suatu hari Firaun yang berkuasa memperbudak keturunan mereka yang dikenal dengan bani Israel. Karena kekejaman Firaun terhadap bani Israel, Allah mengirimkan Musa, dan memerintahkan untuk membawa bani Israel keluar dari tanah Mesir menuju Kanaan (tanah perjanjian). Musa bersama rombongannya meninggalkan Mesir dengan pertolongan mukjizat Allah, sekitar tahun 1200 SM. Mereka tinggal di semenanjung Sinai dan sebelah timur Kanaan. Setelah Musa, bangsa Israel tetap berdiam di Kanaan (Palestina). Daud menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan berpengaruh.


(44)

Selama pemerintahan putranya Salomo, didirikanlah Bait Allah (the First Temple) atas Perintah Allah kepada Salomo, serta batas-batas Israel diperluas dari sungai Nil di selatan hingga sungai Eufrat di negara Syria sekarang di utara. Setelah Salomo wafat, kerajaan Yahudi terbelah: di utara adalah Israel dengan ibukota Samaria, dan di selatan adalah Judah dengan ibukota Yerusalem. Dengan berlalunya waktu, Israel kalah perang dengan bangsa Asyria (the First Temple dihancurkan), dan orang-orang Israel diboyong ke sana sebagai budak. Sedangkan Judah (terdiri suku Yehuda dan Lewi) jatuh di bawah Babilon yang akhirnya ditaklukkan bangsa Persia. Ketika raja Persia Kyros 539 SM, mengizinkan orang Yahudi kembali ke tanah mereka di Judah dan Israel. Pada tahun ke-63 SM Judah dan Israel jatuh ke tangan orang Romawi, yang pada tahun ke-70 berhasil menghancurkan pemberontakan Yerusalem dan menghancurkan Bait Allah bangsa Israel (the Second Temple) yang dibangun Nehemia, dan diperluas oleh Raja Herodes untuk menarik simpatik rakyat Yahudi waktu itu). Seluruh rakyat Israel dikejar dan diusir keluar dari negeri Israel (Judah dan Israel), dan mereka semua berpencar tercerai berai (Diaspora) seantero dunia.

Kemudian awal terbentuknya Israel kembali setelah kehidupan orang Yahudi hanya ada dalam pelarian dan pengejaran. Baru di kekalifahan Usman, orang Yahudi dapat merasakan kehidupan yang damai dengan membayar pajak perlindungan. Akhir abad ke 19, ditunjang oleh Jewish Colonization Assocation, Baron Hirsch, Yahudi dari Eropa Timur beremigrasi ke Argentina dan membentuk kolonialisme pertanian, untuk kembali ke Palestina. Ini dimulai tahun 1881. Dengan demikian unsur penduduk dalam suatu negara telah dipenuhi oleh Israel,


(45)

yaitu umat Yahudi yang pada awalnya mengalami diaspora ke berbagai wilayah yang kebanyakan wilayah eropa39. Dari data yang diperoleh, jumlah penduduk Israel pada akhir tahun 2008 berjumlah sekitar 1.8 juta jiwa40.

Unsur negara yang berikutnya adalah adanya wilayah yang tetap, dimana penduduk suatu negara itu tinggal atau menetap. Israel merupakan suatu negara yang dalam pembentukkannya melalui proses occupatie atau pendudukan bagian wilayah Negara Palestina. Awalnya Israel bukanlah merupakan suatu negara karena tidak memiliki wilayah untuk tinggal. Hal inilah yang menjadi asal mula terjadinya konflik antara Israel dengan Palestina secara umum, yaitu perebutan wilayah untuk Negara Israel. Israel mengadakan serangan demi serangan untuk “mengusir” warga Palestina sampai akhirnya warga Israel menempati wilayah Negara Palestina. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1, yaitu bagaimana pertambahan wilayah Negara Israel sebagai hasil dari pendudukan di wilayah Palestina.Setelah melalui proses konflik bersenjata yang cukup panjang, maka Majelis Umum PBB turut campur tangan dengan mengeluarkan resolusi untuk wilayah Israel. Pada waktu lahirnya negara Israel yaitu 14 Mei 1948, oleh hukum internasional yaitu melalui Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 181 (II) tanggal 29 November 1947 ditetapkan bahwa yang menjadi wilayah darat bagi Negara Israel atau Yahudi adalah wilayah Saffad, Tiberias, aifa, tulkarm, Ramlet, Sahara, Negeb, dan Jaffa.

       39

http://www.wikipedia-Bahasa Indonesia, Israel. Html, 9 Mei 2009.

40

http://www.jewishvirtuallibrary. Org/jsource/society&culture/newpop/html., tanggal 24 September 2009.


(46)

Unsur negara berikutnya adalah Pemerintah yang berdaulat yang dimiliki oleh Israel. Negara Israel Israel merupakan negara demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer dan hak pilih universal41. Perdana Menteri Israel menjabat sebagai kepala pemerintahan dan Knesset bertugas sebagai badan legislatif Israel. Pada masa-masa awal kemerdekannya, gerakan Zionisme buruh yang dipimpin oleh Perdana Menteri David Ben-Gurion mendominasi politik Israel. Tahun-tahun ini ditandai dengan imigrasi massal para korban yang selamat dari Holocaust dan orang-orang Yahudi yang diusir dari tanah Arab. Kebanyakan pengungsi tersebut ditempatkan di perkemahan-perkemahan yang dikenal sebagai ma'abarot. Sampai tahun 1952, 200.000 imigran bertempat tingal di kota kemah ini. Adanya desakan untuk menyelesaikan krisis ini memaksa Ben-Gurion menandatangani perjanjian antara Jerman Barat dengan Israel. Perjanjian ini menimbulkan protes besar kaum Yahudi yang tidak setuju Israel berhubungan dengan Jerman42.

Suatu negara harus memiliki pemerintah, baik seorang atau beberapa orang yang mewakili warganya sebagai badan politik serta hukum di negaranya, dan pertahanan wilayah negaranya. Pemerintah dengan kedaulatan yang dimiliknya merupakan penjamin stabilitas internal dalam negaranya, disamping merupakan penjamin kemampuan memenuhi kewajibannya dalam pergaulan internasional. Pemerintah inilah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam rangka mencapai kepentingan nasional negaranya, baik itu di dalam negaranya       

41

Global Survey 2006: Middle East Progress Amid Global Gains in Freedom. Freedom House, tanggal 5 November 2009.

42


(47)

dalam rangka mempertahankan integritas negaranya, maupun di luar negaranya melaksanakan politik luar negeri untuk suatu tujuan tertentu. Yang perlu dicermati adalah bahwa Negara Israel sebagai negara yang berdaulat mengadakan perjanjian dengan negara lain, Jerman. Perjanjian antara kedua negara tersebut merupakan salah satu dari perjalanan proses pemerintahan di negara Israel sejak kemerdekaannya, dan menunjukkan bahwa Israel sebagai negara yang berdaulat memiliki pemerintahan, dimana wakil dari pemerintahannya atau perdana menteri yang pada waktu itu menjabat mengadakan Perjanjian Internasional dengan Jerman dalam rangka mencapai kepentingan nasional Negara Israel.

Unsur negara yang berikutnya adalah pengakuan (recognition) dari negara lain. Negara-negara Arab selama bertahun-tahun menolak hak Israel untuk berdiri. Sejarah mencatat bahwa sehari setelah proklamasi kemerdekaan negara, gabungan lima negara Arab yaitu Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon dan Irak menyerang Israel, menimbulkan Perang Arab-Israel 1948. Ini hanya salah satu dari sekian banyak konflik yang terjadi di kawasan tersebut sampai kepada konflik antara Israel dan Palestina yang masih terjadi hingga awal tahun 2009 kemarin. Masalah utamanya tidak berubah yaitu mengenai wilayah Negara Israel. Menurut hukum negara Israel, ibukota Israel adalah Yerusalem. Walaupun demikian badan PBB dan kebanyakan negara di dunia tidak mengakuinya. Hingga akhirnya terjadi Pemilihan Knesset 1977 menandai terjadinya titik balik dalam sejarah perpolitikan Israel. Pada pemilihan ini, Menachem Begin yang berasal dari partai Likud mengambil alih kontrol pemerintahan dari Partai Buruh Israel. Pada tahun itu pula, Presiden Mesir Anwar El Sadat melakukan kunjungan ke Israel dan


(48)

mengucapkan pidato di depan Knesset. Aksi ini dilihat sebagai pengakuan kedaulatan Israel yang pertama oleh negara Arab. Pada tahun 1994, Perjanjian Damai Israel-Yordania ditandatangani, membuat Yordania menjadi negara Arab kedua yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel atau dengan kata lain hal ini merupakan bentuk pengakuan lahirnya Negara Israel.

Dalam hukum internasional sendiri tidak ditentukan jumlah negara-negara yang ada di dunia dalam pengakuan terhadap lahirnya suatu negara. Israel kemudian diterima sebagai anggota PBB pada tanggal 11 Mei 194943. Ini menunjukkan bahwa hukum internasional telah mengakui keberadaan Negara Israel sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat.

2.Eksistensi Palestina sebagai Suatu Negara Dalam Hukum

Internasional

Berdirinya negara Palestina didorong oleh keinginan untuk menyatukan penduduk Palestina yang terdiri dari beraneka ragam etnis. Palestina mengumumkan eksistensinya bukan karena mendapat konsesi politik dari negara lain, melainkan untuk mengikat empat juta kelompok etnis dalam satu wadah, dan merupakan sebuah negara yang berbentuk Republik Parlementer yang diumumkan berdirinya pada tanggal 15 November 1988 di Aljiria, ibu kota Aljazair. Data

       43

http:// The United Nations. html "Two Hundred and Seventh Plenary Meeting", 5 November 2009.


(49)

terakhir yaitu pada tahun 2007 menyebutkan bahwa penduduk Palestina berjumlah 3,9 juta jiwa44.

Palestina mengklaim wilayah negaranya dengan perbatasan45 dimulai dari Lebanon di Ras El-Nakoura di wilayah Laut Tengah (Laut Mediterania) dan dengan garis lurus mengarah ke timur sampai ke daerah di dekat kota kecil Lebanon yaitu kota Bent Jubayel, di mana garis pemisah antara kedua negara ini miring ke Utara dengan sudut yang hampir lurus. Pada titik ini, perbatasan berada mengitari mata air Sungai Yordan yang menjadi bagian dari Palestina dalam jalan kecil yang membatasinya dari wilayah Timur dengan wilayah Suriah dan danau Al Hola, Lout dan Tabariyya.

Perbatasan dengan Yordania dimulai di wilayah selatan danau Tabariyya pada pembuangan sungai Al Yarmouk. Terus sepanjang Sungai Yordan. Dari mata air Sungai Yordan, perbatasan ini ke arah Selatan membelah pertengahan Laut Mati secara geometrikal dan lembah Araba, hingga sampai pada daerah Aqaba. Perbatasan dengan Mesir dapat digambarkan dengan garis yang hampir membentuk garis lurus yang membelah antara daerah semi-pulau Seena dan padang pasir Al Naqab. Perbatasan ini dimulai di Rafah di Laut Tengah hingga sampai ke daerah Taba di Teluk Aqaba. Di bagian Barat, Palestina terletak di sebelah perairan lepas internasional dari Laut Tengah dengan jarak sekitar 250 km       

44

http://muslimstory.wordpress.com/2009/27/dahsyat-jumlah-penduduk-Palestina-naik tujuh kali lipat, 15 September 2009.

45

http://www.wikipedia.com/Gerber, Haim/(1998)/"Palestine"/and other territorial

concepts in the 17th century/International Journal of Middle East Studies/Vol 30, pp.


(50)

dari Ras El-Nakoura disebelah selatan hingga Rafah di bagian selatan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa wilayah negara Palestina mengalami penyempitan akibat pendudukan oleh Israel.

Unsur negara selanjutnya adalah pemerintahan yang berdaulat. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa Palestina berbentuk Republik Parlementer dengan seorang presiden sebagai kepala negaranya. Dewan Nasional Palestina, yang identik dengan Parlemen Palestina, beranggotakan 500 orang. Kedalam, lembaga ini terdiri dari:

1. Komite Eksekutif.

2. Kesatuan Lembaga Penerangan.

3. Lembaga Kemiliteran Palestina.

4. Pusat Riset Palestina.

5. Pusat Tata Perencanaan Palestina.

Dalam hal ini, Komite Eksekutif membawahkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Penerangan, Pendanaan Nasional Palestina, Organisasi Massa, Tanah Air yang Diduduki, Perwakilan PLO, Masalah Politik, Masalah Administrasi dan Masalah Kemiliteran46.

Unsur negara berikutnya adalah pengakuan dari negara lain. Berdasarkan data yang diperoleh, sampai sekarang ada 93 negara anggota PBB yang mengakui keberadaan Palestina sebagai suatu negara, yaitu dengan mengakui kemerdekaan       

46


(51)

negara tersebut pada tahun 1988. Walaupun sampai sekarang Palestina bukan merupakan negara anggota PBB47.

Dalam negara itu sendiri terjadi konflik Hamas-Fatah juga disebut sebagai Perang Saudara Palestina dan Konflik sesama saudara, dimulai pada tahun 2006 dan terus berlanjut, dalam satu bentuk atau lain, ke tahun 2008. Konflik antara dua pihak fraksi utama Palestina yaitu Fatah dan Hamas. Mayoritas peperangan adalah terjadi di Jalur Gaza dimana dimulai pertikaian terjadi setelah Hamas memenangkan dalam pemilihan legislative atau berhasil memenangi 76 kursi dari 132 kursi parlemen yang dicanangkan saat itu. dan Hamas kemudian menguasai Jalur Gaza. Ketegangan antara Hamas dan Fatah mulai meningkat pada 2005 setelah kematian pemimpin lama PLO Yasser Arafat yang meninggal pada 11 November 2004 dan kembali intensif setelah Hamas memenangkan pemilihan umum 2006. PLO sebagai Organisasi Pembebasan Palestina dan yang memproklamasikan kemerdekaan Palestina sejak semula terdiri dari berbagai kelompok dengan kekuatan dan pandangan yang berbeda-beda terdiri dari Fatah, Front Rakyat untuk Pembebebasan Palestina (PELP), Front Perjuangan Rakyat (PSF) dan Al Sa’iqah. Fatah merupakan kelompok terbesar dan terbaik diantara kelompok perlawanan Palestina, dengan sendirinya banyak menentukan kebijakan PLO dalam Dewan nasional Palestina. Hingga akhirnya lahir kelompok Pembebasan Palestina pada tahun 1987, Hamas berbeda dari kelompok sebelumnya (Fatah dan yang lainnya) yang tidak ingin berdiplomasi dengan Israel       

47

http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar _Negara dengan_pengakuan_terbatas.html, tanggal 9 Mei 2009.


(52)

dalam menyelesaikan konflik. Hamas adalah sebuah gerakan jihad, dakwah dan politik yang mencakup semua aspek kehidupan.

Hal ini dibuktikan dengan masuknya Hamas ke medan politik dan ikut serta dalam pemilihan umum. Masuknya Hamas ke medan perpolitikan adalah prose salami yang bertujuan membenahi berbagai penyimpangan yang ada di dalam berbagai peraturan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip rakyat Palestina dan memberikan perlindungan terhadap berbagai kekayaan dan hak-hak mereka. Tujuan utama gerakan hamas adalah mendirikan Negara Palestina diatas seluruh tanah Palestina melalui jihad yang diikuti seluruh kaum muslimin48.

Hal inilah yang menyebabkan kelemahan Palestina dalam hukum internasional, yaitu karena masalah penetapan wilayah geografis negaranya, serta pengakuan negara asing terhadap kemerdekaan Palestina. Hal ini disebabkan karena tidak ada persatuan didalam negeri Palestina yaitu terjadinya konflik internal atau “perang saudara” di Negara Palestina.

       48

Nando Baskara, Gerilyawan-Gerilyawan Militan Islam, (Jakarta: PT Buku Kita, 2009), hlm. 108.


(53)

BAB III

KONSEP KONFLIK INTERNASIONAL

A. Pengertian dan Perbedaan Konflik dengan Sengketa Internasional

1. Pengertian Konflik Internasional

Konflik adalah gejala-gejala sosial yang selalu ada didalam setiap masyarakat. Konflik merupakan suatu gejala universal yang mempunyai dampak yang amat besar bagi masyarakat. Konflik sebagai salah satu produk hubungan sosial (social relations) dapat diartikan sebagai perbedaan pendapat paling tidak antar dua pihak atau lebih, contohnya seperti percekcokan, debat, polemic dan sebagainya. Ini disebut dengan konflik lisan atau non fisik. Bila konflik tersebut tidak dapat diselesaikan oleh pihak yang bersangkutan maka konflik lisan ini dapat meningkat menjadi konflik fisik, yang pada klimaksnya para pihak menggunakan senjata dalam mempertahankan pendapatnya atau mengalahkan pihak lain yang sudah berubah menjadi musuh. Akan tetapi banyak juga ahli yang beranggapan bahwa konflik hanya mencakup konflik fisik sehingga konflik lisan seperti yang dijelaskan diatas tidak dapat disebut konflik.49

Konflik berasal dari kata kerja Latin configure, yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak

       49

Maswadi Rauf, Konsensus dan Konflik Politik, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2001), hlm 2.


(54)

berdaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konflik adalah percekcokan, perselisihan dan juga pertentangan. Konflik terdiri dari tiga jenis yaitu konflik batin (konflik yang disebabkan adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku), konflik kebudayaan (yaitu persaingan antara dua masyarakat sosial yang mempunyai kebudayaan yang hampir sama) dan konflik sosial (yang merupakan pertetnatngan antar anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh di kehidupan)50.

Ada juga beberapa definisi konflik, yaitu51:

1. Suatu kondisi dimana kepentingan, tujuan, kebutuhan dan nilai-nilai kelompok manusia yang bersaing, bertabrakan dan akibatnya terjadilah agresi, walaupun belum tentu berbentuk kekerasan (schelling);

2. Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi, dapat juga dikatakan sebagai konflik lisan atau non-fisik;

3. Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok yaitu memiliki tujuan dan pandangan berbeda dalam upaya mencapai tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.

Konflik dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi yang diantaranya adalah menyangkut       

50

Depdiknas, KBBI Edisi ke-3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 587.

51

http://www.wikipedia.com, mengenai Makna konflik-Pengarang:Esta0905, tanggal 15 September 2009.


(55)

ciri fisik, pendirian dan perasaan, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Faktor selanjutnya adalah perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok serta perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Faktor selanjutnya yang menjadi penyebab timbulnya konflik adalah keinginan manusia untuk menguasai sumber-sumber dan posisi yang langka (resource and position scarcity). Kebutuhan manusia yang amat banyak dan tidak akan pernah terpenuhi semuanya (sebagai akibat dari karakteristik dasar manusia yang tidak pernah merasa puas). Hal ini menyebabkan adanya kelangkaan, akibatnya anggota-anggota masyarakat satu sama lain melakukan kegiatan dalam rangka memperebutkan barang-barang pemenuh kebutuhan terbatas tersebut dan terjadilah konflik. Kecenderungan manusia atau kelompok masyarakat untuk menguasai orang lain dapat juga merupakan penyebab terjadinya konflik. Mansuia selalu menginginkan orag lain untuk menganut apa yang dianutnya karena ia berpendapat bahwa apa yang dianutnya adalah yang terbaik bagi semua orang, disampping alasan untuk mendominasi. Ini merupakan salah satu sumber konflik yang terpenting.


(56)

Sebagai suatu bentuk hubungan sosial, konflik mempunyai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sebagai konflik. Ted Robert Gurr menyebut ada paling tidak empat ciri konflik, yaitu52 :

1. Adanya dua atau lebih kelompok manusia yang terlibat. Ini merupakan syarat dasar bagi terjadinya suatu konflik sebagai salah satu hasil hubungan sosial antar masyarakat, yakni melibatkan orang atau pihak lain, yang berjumlah minimal satu sehingga ada pihak lain yang menjadi saingan atau musuh.

2. Adanya keterlibatan dalam tindakan yang bermusuhan. Ini berarti bahwa pihak-pihak yang terlibat konflik secara terang-terangan menunjukkan sikap yang berlawanan dengan yang lain sehingga menimbulkan reaksi penentangan dan permusuhan dari pihak lain. Sikap yang dimaksud disini berarti bahwa keharusan adanya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat konflik, yang mana konflik merupakan produk dari hubungan sosial. Dua pihak yang berbeda pendapat tidak bisa terlibat dalam konflik bila tidak ada interaksi sehingga tidak ada kesadaran bahwa ada pertentangan dan permusuhan antara keduanya. Tindakan bermusuhan muncul karena adanya pendapat yang dipertentangkan dan tindakan-tindakan yang diambil sebagai akibat dari permusuhan tersbeut dianggap oleh semua pihak sebagai penolakan atau penyingkiran terhadap pendapatnya, yang dapat berbentuk usaha-usaha penyingkiran seperti pembunuhan satu pihak oleh pihak lain yang menjadi lawan atau musuhnya.

       52

Ted Robert Gurr, Introduction Handbook of Political Conflict. Theory and Research (New York: NY The Free Press, 1980), hlm 1-6.


(57)

3. Penggunaan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghancurkan, melukai dan menghalang-halangi lawannya. Syarat ini lebih mengacu bahwa konflik haruslah bersifat konflik fisik. Dalam konflik lisan tidak mungkin terjadinya tindakan koersif karena konflik seperti itu hanya terbatas pada kata-kata saja.

4. Adanya interaksi yang bertentangan yang bersifat terbuka sehingga bisa dideteksi dengan mudah oleh para pengamat yang independen. Syarat keempat ini menunjukkan bahwa konflik adalah sebuah tingkah laku yang nyata dan dapat diamati. Konflik haruslah berwujud tindakan (behavior) yang berbentuk tindakan-tindakan konkret. Oleh karena itu pertentangan yang ada dalam pikiran tidak dapat disebut sebagai konflik. Suatu konflik dapat dipelajari kapan terbentuknya (dengan juga mempelajari alasan-alasan terjadinya konflik tersebut), perkembangannya, dan akhir dari konflik tersebut (apakah ada penyelesaian konflik dan bagaimana penyelesaian konflik itu berlangsung atau apakah konflik tersebut menghasilkan dampak yang terburuk bagi masyarakat).

Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, konflik dapat dibagi menjadi dua. Pertama adalah konflik individual, yakni konflik yang terjadi antara dua orang yang tidak melibatkan kelompok masing-masing. Yang menjadi penyebabnya adalah masalah pribadi sehingga yang teribat adalah orang-orang yang bersangkutan saja. Contohnya adalah perkelahian antara dua orang oleh karena ketersinggungan salah satu pihak. Kedua adalah konflik kelompok yakni konflik yang terjadi antar dua kelompok atau lebih. Konflik ini dapat terjadi dari


(58)

konflik individual, karena adanya kecenderungan yang besar dari individu-individu yang berkonflik untuk melibatkan kelompoknya masing-masing. Disamping itu, anggota-anggota kelompok mempunyai solidaritas yang tinggi sehingga anggota kelompok tadi membantu seorang anggtotanya yang terlibat konflik tanpa perlu tahu sebab-sebab yang menimbulkan konflik tadi53.

Konflik dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu konflik domestik yang isu utamanya adalah suatu kondisi dimana terdapat masalah-masalah antara pemegang kekuasaan dengan penantangnya (oposisi) atau dengan pemberontak (belligerence) di negaranya, yang dapat diselesaikan dengan cara damai. Selanjutnya konflik regional, yang isu utamanya menekankan pada proses negosiasi dan hubungan antara negara tetangga yang berada dalam satu kawasan, misalnya konflik antara Israel dan Palestina yang berada di kawasan Timur Tengah.. Serta konflik internasional yang permasalahannya sama dengan konflik regional akan tetapi cakupannya lebih luas lagi yakni melibatkan negara-negara yang ada di dunia, contohnya adalah Perang Dunia I dan II.

Berdasarkan definisi diatas, konflik meliputi lima tahapan yaitu54:

1. Situasi stabil damai yang didefinisikan sebagai stailitas politik tingkat tinggi dan legitimasi rezim yang terarah;

       53

Maswadi Rauf, Op.cit., hlm. 6.

54

Hugh Miall, Oliver Rambsbotham, Tom Woodhouse, Contemporary Conflict


(59)

2. Situasi ketegangan politik yang didefinisikan sebagai meningkatnya tahapan ketegangan sistenik dan semakinn terbelahnya faksi-faksi social dan politik;

3. Tahap konflik politik dengan kekerasan yang mengarah pada krisis politik seiring merosotnya legitimasi politik dan semakin diterimanya politik faksional dengan kekerasan;

4. Konflik intensitas rendah, yaitu perseteruan terbuka dan konflik bersenjata, antara faksi, tekanan-tekanan rezim serta pemberontakan-pemberontakan yang terjadi internal;

5. High-intensity conflict, yaitu perang terbuka antar kelompok dan/atau

pengahancuran massal, serta pengungsian penduduk sipil yang berjumlah lebiih dari 1000 orang terbunuh.

Dalam pergaulan internasional antar negara, konflik dengan kekerasan merupakan isu atau topik menarik yang terus berkembang sebagai bentuk-bentuk interaksi antar “aktor” internasional. Perang merupakan tingkat tertinggi dari konflik antar dua pihak atau lebih. Tipe interaksi ini telah berlangsung sejak lama,, yaitu sejak munculnya peradaban manusia hingga sekarang. Interaksi dalam sistem internasional menunjukkan bahwa beberapa negara memiliki kecenderungan yang lebih besar dibandingkan dengan negara lain. Dan perang sebagai bentuk dari konflik yang merupakan salah satu wujud dari tindakan negara yang berdaulat telah pula digunakan negara-negara untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka mengenai aturan hukum internasional.


(1)

PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.

Djamili, Mizwar, Mengenal PBB dan 170 Negara di Dunia, PT Kreasi Jaya Utama, Jakarta, 1995.

Effendi, A Mashyur, Tempat Hak-Hak Asasi Manusia dalam Hukum

Internasional/Nasional, PT Alumni, Bandung, 1980.

Gurr, Ted Rober, Introduction Handbook of Political Conflict. Theory and

Research, NY The Free Press, New York, 1980,

Haryomataram, KGPH, Pengantar Hukum Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005.

Husin, Ma Naparin, Bunga Rampai Dari Timur Tengah, Kalam Mulia, Jakarta, 2000.

Kansil, C.S.T, Ilmu Negara Umum dan Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001.

Kansil, C.S.T, Modul Hukum Internasional, Djambatan, Jakarta, 2002.

Kuncahyono, Trias, Jalur Gaza-Tanah Terjanji, Intifada dan Pembersihan Etnis, Kompas, Jakarta, 2009.

Kusumaatmadja, Mochtar, Hukum Humaniter Internasional Dalam Pelaksanaan


(2)

Kusumatmadja, Mochar, Pengantar Hukum Internasional-Buku I, Putraabardin, Bandung, 1999.

Mullinen, Frederic de, Handbook on the law of the War for Armed Forces, ICRC, Geneve, 1987.

Miall, Hugh, dkk, Contemporary Conflict Resolution, Polity Press, Cambridge, 1999.

Parthiana, I Wayan, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung, 2006.

Parthiana, I Wayan, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2003.

Rauf, Maswadi, Konsensus dan Konflik Politik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2001.

Rsjid, Abdul, Upaya Penyelesaian Sengketa Antar Negara Melalui Mahkamah

Internasional, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1985.

Rudi, T May, Hukum Internaisonal I, Refika Aditama, Bandung, 2001.

Samidjo, Ilmu Negara, Armico, Bandung, 2002.


(3)

Bandung, 1993.

Starke, J. G., Pengantar hukum Internasional I-edisi kesepuluh, Sinar Grafika Indonesia, Jakarta, 2008.

Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.

Susan, Novri, Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009.

Suryokusumo, Sumaryo, Studi Kasus Hukum Internasional, PT Tatannusa, Jakarta, 2007.

Tanca, Antonio, Foreign Armed Intervention in Internasl Conflict, Martinus Nijhoff, Netherlands, 1993.

Tsani, Mohd. Burhan, Hukum dan Hubungan Internasional, Liberty, Yogyakarta, 1990.

Donald E. Nuechterlein, The Concept of national Interest, a Time for New

Approaches, (ORBIS: A Journal of World Affaiirs, Number 1, Spring 1979.

II. Jurnal/Artikel

Esta0905 “mengenai Makna konflik”, http://www.wikipedia.com.

Gerber, Haim “International Journal of Middle East Studies” http://www.wikipedia.com/ /(1998)/"Palestine"/and other territorial


(4)

“International Journal of Middle East

Studies”http://www.wikipedia.com/Gerber, Haim/(1998)/"Palestine"/and other territorial concepts in the 17th century/ /Vol 30, pp. 563-572/wikipedia.org

Jurnal ICRC Versi Bahasa Indonesia, Jakarta, 2004.

Penghormatan Terhadap Hukum Humaniter Internasional, International

Committee of the Red Cross Inter-Paliamentary Union, September 1968.

Risalah Israel-Palestina Words Version-artikel-Galaxiigasmada.html.

Tina Miller, “Introduction to Public International Law”. http://iei.liu.se/content/1/c4/36/46/spring%202008/kurs%201/guest%20lecturea/L ecture(2-1).pdf.

Drs. Aidil Chandra Salim, M.Com, dalam kuliah umum Solidaritas Indonesia

untuk Palestina Pasca Serangan Israel ke Jalur Gaza;Dimensi Politik dalam Lingkungan Strategis Kontemporer, Direktur Timur-Tengah, Direktorat Jenderal

Asia-Pasifik dan Afrika, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2009.

III. Instrumen Internasional

Konvesi Jenewa 1949 mengenai perlindungan korban perang

Konvensi Montevidio 1933 tentang syarat-syarat berdirinya suatu negara Piagam PBB


(5)

Resolusi Dewan Keamanan PBB Resolusi Majelis Umum PBB Statuta Mahkamah Internasional Statuta Roma

IV. Internet

Global Survey 2006: Middle East Progress Amid Global Gains in Freedom. Freedom House.

http://www.conflictanddevelopment.org/data/PCF%20material/CRT/leade r/Bab%204-%20Memahami%20Konflik%20dalam%20Masyarakat_BB.pdf.

http://www.google.co.id, mengenai Penghentian Pasokan Air Bersih

Israel ke Palestina.

http://www.google.co.id, mengenai

Serangan-menyeluruh-terhadap-hamas-membuat-gaza-bertambah-krisis.html.

http://international.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/05/28/18/113 252/setengah-juta-orang-eksodus-akibat-konflik.

http://www.jewishvirtuallibrary.Org/jsource/society&culture/newpop/html .

http://www.komisihukum.go.id/article, Hartikusti Harkrisno, Kejahatan

Berat Hukum Humaniter.

http://muslimstory.wordpress.com/2009/27/dahsyat-jumlah-penduduk-Palestina-naik tujuh kali lipat.

http://www.setneg.go.id/index.php-html-negara di dunia yang meratifikasi Statuta Mahkamah Pidana Internasional.

http:// The United Nations. html "Two Hundred and Seventh Plenary


(6)

http://www.wikipedia.com/sengketa/internasional/civic/hukum.html. http://www.wikipedia.com/pengertian/konflik/html.

http://www.wikipedia-Bahasa Indonesia, Israel-html.

http://www.wikipedia.com, mengenai Konflik Israel-Palestina-html. http://www.wikipedia.com, tentang Konflik Fatah-Hamas-html. http://www.wikipedia.com,-tentang NEGARA.-html.

http://www.wikipedia.com, tentang Sejarah Israel-html.

http://www.wikipedia.com-free Encyclopedia-Penggunaan Fosfor Putih

dalam Serangan Israel ke Palestina.

V. Kasus-kasus

Konflik disekitar zona Terusan Suez yang melibatkan Israel, Mesir, Prancis dan Inggris tahun 1956.

Krisis Korea Utara tahun 1950

Perang Arab dengan Israel tahun 1992. Permusuhan di Korea tahun 1950-1953.