PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER MATA PELAJARAN FISIKA KELAS XII SMA SUB RAYON 8 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR

(1)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF LEARNING MODEL BASED ON VARIETY RESOURCES OF PHYSICS LESSON AT THE XII GRADE OF SMA SUB

REGION 8 SEKAMPUNG EAST LAMPUNG By

Suparwan

The objectives of this research are: (1) To describe the condition and potential of school on sub region 8 at SMA N 1 sekampung in teaching learning proces. (2) To develop learning model based on competence and implication of concept principles of wave indication. (3) To Analyze the improvement of students’ result by using learning model based on variety resources (4) To Analyze the the improvement of students’ physics skill process through learning model based on variety resources

The method of this research use research and development method. The poulation of this research is the twelve grade students sub region 8 east lampung. The sampling technique in this step 1 and step 2 research is random sampling.

The results of the research are: (1) The school condition and potential sub rayon 08 SMA N 1 sekampung is enable to be conducted the learning model based on variety resources as additional of teaching learning process. (2) The result of product of learning model such as the steps of teaching and learning (sintaks), sylabus, lesson plan and work sheet as the guide in teaching learning proces. (3) The implication of learning model increase the students’ science skill proces, it reaches 23,03 %. (4) The average of the students’ result test in sma sub rayon 08 east lampung by using learning model based on variety resource reaches 7,54, mean while classical learning model is about 6,64

Key words: Learning Model, Resource Based Learning, Learning Result, Proces Skill.


(2)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER MATA PELAJARAN FISIKA KELAS XII SMA SUB RAYON 8

SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR

Oleh Suparwan

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendiskripsikan kondisi dan potensi sekolah di Sub Rayon 08 SMA N 1 Sekampung dalam proses pembelajaran, (2) mengembangkan model pembelajaran berbasis aneka sumber pada kompetensi penerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang, (3) menganalisis peningkatan hasil belajar fisika siswa melalui penggunaan model pembelajaran berbasis aneka sumber, (4) menganalisis peningkatan keterampilan proses sains fisika siswa melalui pengunaan model berbasis aneka sumber.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA Sub Rayon 8 Lampung Timur. Teknik pengambilan sampel pada penelitian tahap I dan tahap II adalah random samplig. Data dikumpulkan menggunakan angket, tes dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian adalah: (1) kondisi dan potensi sekolah di Sub Rayon 08 SMA Sekampung sangat memungkinkan untuk dilaksanakan model pembelajaran berbasis aneka sumber sebagai suplemen dalam proses pembelajaran, (2) dihasilkan produk model pembelajaran berbasis aneka sumber dengan (sintaks) pembelajaran berupa langkah kegiatan guru, kegiatan siswa, dan sumber belajarnya, (3) penerapan model pembelajaran berbasis aneka sumber mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa sebesar 23.03%, (4) Rata-rata hasil belajar fisika dengan pembelajaran model berbasis aneka sumber sebesar 7.54, sedangkan dengan model pembelajaran klasikal sebesar 6.64.

Kata kunci: Model Pembelajaran, Berbasis Aneka Sumber, Hasil Belajar, Keterampilan Proses.


(3)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS ANEKA SUMBER MATA PELAJARAN FISIKA KELAS XII SMA SUB RAYON 8

SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR

Oleh SUPARWAN

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan sebenarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Aneka Sumber Mata Pelajaran Fisika Kelas XII SMA Sub Rayon 08

Sekampung Lampung Timur” adalah karya saya sendiri dan tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiatisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sangsi yang diberikan kepada saya, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Maret 2013 Pembuat Pernyataan

SUPARWAN 1123011037


(5)

RIWAYAT HIDUP

SUPARWAN dilahirkan di Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 20 April 1970, merupakan anak pertama dari dua saudara pasangan Bapak Jamus dan Ibu Parti. Pendidikan SD diselesaikan pada tahun 1983 di SD N 1 Negeri Jemanten Lampung Timur. Pendidikan SMP diselesaikan pada tahun 1986 di Catur Sakti Jayaguna Lampung Timur. Pendidikan SMA diselesaikan pada tahun 1992 di Catur Sakti Jayaguna Lampung Timur. Pendidikan S-1 diselesaikan pada tahun 1997 di UNILA Jurusan PMIPA Program Studi Fisika, dan pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan S-2 di FKIP UNILA Program Studi Teknologi Pendidikan lulus pada tahun 2013.

Dari tahun 1999 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di SMP N 4 Sukadana Lampung timur sampai dengan tahun 2004. Pada tahun 2004 sampai dengan sekarang sebagai guru di SMA N 1 Sekampung Lampung Timur.

Pada tahun 2002 menikah dengan Fitriyani D, S.Pd dan dikaruniai 2 anak yaitu M. Surya Oka Tanjung dan Nabila Suci Carlen.


(6)

Tesis ini kupersembahkan kepada:

1. Ibu dan ayahku yang selalu mendo’akan ku 2. Kedua mertua yang selalu menyayangiku

3. Istriku tercinta Fitriyani D, S.Pd yang selalu memberi semangat dalam kerjaku

4. Anakku tersayang M. Surya Oka Tanjung dan Nabila Suci Carlen yang selalu memberi keceriaan dalam hidupku

5. Teman-temanku TP 2011 yang selalu memberi motivasi padaku


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 3.1 Langkah Penelitian Borg and Gall ………. 57 3.2 Desain Kelas Kontrol Variabel Bebas Kelas Coba ………. 67 4.1 Produk Awal Bagan Alur Tahapan dalam Model Pembelajaran Bebas … 78 4.2 Produk Utama Bagan Alur Tahapan dalam Model Pembelajaran Bebas .. 88 4.3 Produk Operasional Bagan Alur Tahapan dalam Model Pembelajaran

Bebas……….. 92


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1.1 Nilai Murni Ulangan Harian (Uji Blok) Kompetensi Menerapkan Konsep

dan Prinsip Gejala Gelombang Pada 2011/2012 ………... 7

1.2 Permasalahan Guru Fisika dan Siswa SMA Sekampung 2011 ………… 8

2.1 KPS dan Indikatornya ……… 37

3.1 Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Pembelajaran BEBAS …………..…….. 62

3.2 Kisi-kisi Keterampilan Proses Sain Siswa……… 63

3.3 Tafsiran persentase angket ………. 66

3.4 Subjek kelas Coba dan Kelas Kontrol. ……… 69

4.1 Kondisi dan Potensi Sekolah Sub Rayon 08 Lampung Timur ………….. 76 4.2 Tim ahli Evaluasi Model Pembelajaran Bebas ………. 79

4.3 Rata-rata Penilaian Ahli Desain …… . ………... 80

4.4 Rata-rata Penilaian Ahli Materi ……….. 81

4.5 Rata-rata Penilaian Ahli Evaluasi ……… 83

4.6 Revisi Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Penilaian, Koreksi, Saran, dan Masukan Validator ………. 84

4.7 Revisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Penilaian, Koreksi, Saran dan Masukan Validator ……… 85

4.8 Revisi Lembar Kegiatan Siswa Berdasarkan Penilaian, Koreksi, Saran, dan Masukan Validator ……… 86 4.9 Revisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Penilaian,


(9)

4.10 Rata-rata Hasil Uji Terbatas Siswa …..……….. 89

4.11 Rata-rata hasil reviu perorangan untuk guru ……….. 90

4.12 Rata-rata Hasil Uji Lapangan ………...………... 91

4.13 Persentase dan kriteria KPS siswa ……… 97

4.14 Perbedaan rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen pada Sub Rayon 08 SMA Lampung Tim ………. 98 4.15 Hasil Uji Normalitas ………..………. 99

4.16 Hasil uji t sampel berpasangan hasil belajar siswa……… 101


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

4.1 Analisis Kebutuhan ……….. 119

4.2 Flow cart Model Pembelajaran BEBAS ……...……… 123

4.3 Sintak Model Pembelajaran BEBAS ……… 124

4.4 Silabus ……….. 127

4.5 RPP ………. 131

4.6 LKS .……… 140

4.7 Kartu Soal Uji Kompetensi ….……… 150

4.8 Soal Uji Kompetensi ……… 151

4.9 Hasil Belajar Siswa ……….. 156

4.10 Validitas Soal ………... 163

4.11 Reliabilitas Soal ……… 165

4.12 KPS Siswa ……… 170

4.13 Hasil Validasi Ahli …………...……… 184

4.14 Rekapitulasi Hasil Uji Kelompok Terbatas ………. 215

4.15 Rekapitulasi Hasil Uji Lapangan ……… 220

4.16 Rekapitulasi Hasil Uji Kelompok Besar ………. 222

4.17 Surat ijin Penelitian ……….. 229


(11)

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………... i

DAFTAR TABEL………. v

DAFTAR GAMBAR ……… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……….. 8

1.3Batasan Masalah ……… 9

1.4 Rumusan Masalah ……….. 10

1.5 Tujuan Penelitian ……….. 11

1.6Manfaat Penelitian ……… 11

1.7 Produk Yang Dihasilkan ……… 13

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ……… 14

2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran ……….. 14

2.1.1 Teori Vygotsky ……….... 15

2.1.2 Teori Piaget ……….. 17

2.1.3 Teori Belajar Bermakna David Ausubel ……….. 19

2.1.4 Teori Penemuan Jerome Bruner ……….. 20

2.1.5 Teori Belajar Robert Gagne ………. 21

2.1.6 Teori Pembelajaran Reigeluth ………. 22

2.2 Teori Desain Pembelajaran ……….. 24

2.2.1 Pengertian Desain Pembelajaran.... ……… 24


(13)

2.3 Mata Pelajaran Fisika...……….. 26

2.3.1 Karakteristik Mata Pelajaran Fisika ………. 27

2.3.2 Tujuan mata Pelajaran Fisika ……… 28

2.3.3 Ruang Lingkup Pelajaran Fisika ……….. 30

2.3.4 Hasil Belajar Fisika ……….. 31

2.3.5 Keterampilan Proses…….………. 32

2.3.6 Keterampilan Proses Sain ………. 34

2.4 Model Pembelajaran Bebas ……… 39

2.5 Kajian Penelitian yang Relevan ………. 48

2.6 Kerangka Berfikir Penelitian...……….. 49

2.7 Hipotesis ………... 52

BAB III. METODE PENELITIAN ……… 53

3.1 Jenis Penelitian ……… 53

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ……… 55

3.3 Langkah-langkah Penelitian ……… 55

3.4 Metode Penelitian Tahap I ……….. 57

3.4.1 Analisis Kebutuhan ……… 58

3.4.2 Perencanaan……….………... 58

3.4.3 Uji Ahli ……….………. 58

3.4.4 Uji Terbatas ……… 59 3.4.5 Uji Lapangan ……….. 59

3.4.6 Revisi Produk ………. 59 3.4.7 Populasi dan Sampel ………... 59 3.4.8 Teknik Pengumpulan Data ………. 60

3.4.9 Definisi Konseptual dan Operasional ………. 60

3.4.9.1 Definisi Konseptual Hasil Belajar Fisika ………... 60

3.4.9.2 Definisi Konseptual Keterampilan Proses Sains ………… 61

3.4.9.3 Definisi Operasional Hasil Belajar Fisika ……….. 61

3.4.9.4 Definisi Operasional Keterampilan Proses Sains ……….. 61


(14)

3.4.11 Tehnik Analisis Data ………..….. 63

3.5 Metode Penelitian Tahap II ………... 67

3.5.1 Model Rancangan Eksperimen untuk Menguji Produk ………... 67

3.5.2 Populasi dan Sampel ……… 68

3.5.3 Tehnik Analisis Data ……….. 69

3.5.3.1 Analisis Data Secara Kuantitatif ………... 69

3.5.3.2 Analisis Data Secara Kualitatif ……….. 70

3.5.3.3 Uji Normalitas………. 72

3.5.3.4 Uji-t ……… 73

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 75

4.1 Hasil Penelitian ……….... 75

4.1.1 Kondisi dan Potensi Sekolah Terhadap Produk yang Dikem- bangkan ………...…... 75 4.1.2 Proses Pengembangan Model BEBAS.………... 78

4.1.3 Produk Utama ………. 88

4.1.3.1 Hasil Uji Terbatas ……….. 89

4.1.3.2 Hasil Uji Lapangan ………..………... 91

4.1.4 Produk Operasional………... 91

4.1.5 Produk Akhir ………... 93

4.1.6 Uji Instrumen ……….. 95

4.2 Hasil Penelitian Tahap II ………... 96

4.2.1 Pelaksanaan Pembelajaran ……….. 96

4.2.2 Data Hasil Belajar ……….. 98

4.2.3 Uji Normalitas ……….... 99

4.2.4 Uji t Hasil Belajar ………...…….. 100

4.3 Pembahasan ………. 102

4.4 Keterbatasan Penelitian…………...……….... 109


(15)

5.1 Simpulan ……….. 110

5.2 Implikasi ………. 111

5.3 Saran ………... 112

DAFTAR PUSTAKA ……… 114


(16)

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan pada hakekatnya adalah sebuah upaya peningkatan kualitas manusia. Oleh sebab itu setiap proses pendidikan akan selalu berusaha mengembangkan seluas-luasnya potensi individu sebagai elemen penting untuk mengubah masyarakat. Hal ini bermakna bahwa pendidikan pada dasarnya juga merupakan suatu usaha pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Sampai saat ini, pendidikan masih dipandang sebagai sarana dan wahana utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan sistematis, programatis, dan berjenjang.

Dalam konteks inilah pendidikan terasa semakin dituntut perannya, khususnya untuk dapat menghasilkan manusia Indonesia berkualitas, sesuai dengan parameter yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional sesuai Undang Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan dituangkan setiap tahunnnya melalui Rencana Kerja Pemerintah dalam program pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan dan kebijakan di bidang pendidikan. Pendidikan juga merupakan modal pokok yang sangat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan bagi diri


(17)

pribadi, tetapi juga perkembangan pembangunan suatu bangsa dan Negara. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No: 20 Tahun 2003 BAB 2 Pasal 3, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No: 20 Tahun 2003 telah banyak membawa perubahan pada sistem pendidikan, termasuk adanya fungsi dan peran pendidikan. Beberapa contoh pada perubahan itu adalah: 1) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diatur pada permendiknas No: 22, 23, 24 tahun 2007. 2) Perubahan paradigma Teacher Centered Learning (TCL) menjadi Student Centered Learning (SCL). 3) Sertifikasi profesi guru. 4) Kebijakan bottom top. Paradigma SCL didasari pada pemikiran bahwa konsep Teacher Centered dianggap tidak cukup memberikan ruang dan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensinya.

Pesatnya perkembangan dan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era informasi, pendidik perlu menyadari bahwa tugas pokok dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah “upaya membelajarkan pebelajar bagaimana belajar”. Dalam belajar pebelajar tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar tetapi mencakup


(18)

interaksi dengan semua sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai hasil yang diinginkan. Belajar dapat terjadi pada diri seseorang dari apa yang ia lakukan dan dari apa yang dia alami sebagai akibat dari apa yang dilakukannya. Di samping itu, seseorang juga dapat belajar dari pengalaman orang lain yang diekspresikannya melalui simbol-simbol. Jadi dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang erat antara belajar dan kegiatan yang dilakukan siswa dalam memberi makna terhadap apa yang ia lakukan.

Pencapaian tujuan pendidikan diperlukan konsekuensi bersama-sama seluruh pendidik dan siswa. Tugas guru yang utama adalah merencanakan, menciptakan dan menemukan kegiatan-kegiatan yang bersifat menantang yang akan dapat membangkitkan prakarsa belajar siswa, memberikan alasan-alasan secara logis dan menggunakan pemikiran secara baik. Hal ini sangat penting sebagai landasan terciptanya masyarakat belajar sepanjang hayat dimana orang akan belajar terus secara bebas dan mandiri.

Dalam upaya mewujudkan masyarakat belajar sepanjang hayat dan untuk menghadapi era informasi guru harus berupaya menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memiliki pengalaman belajar dari berbagai sumber, baik sumber belajar yang dirancang maupun yang dimanfaatkan. Oleh karena itu, guru sebagai perancang pembelajaran dalam merancang pembelajaran salah satu komponen yang perlu diperhatikan adalah menganalisis sumber-sumber belajar yang tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran.


(19)

Belajar tidak terlepas dari masalah, beberapa faktor penyebab masalah belajar yang sering timbul pada diri siswa diantaranya kurangnya minat terhadap mata pelajaran, sulitnya mata pelajaran untuk dipahami siswa sehingga kurang termotivasi untuk mempelajarinya, siswa belum dapat memanfaatkan waktu belajar dengan baik, guru kurang bervariasi dalam menyampaikan materi pembelajaran sehingga membuat siswa jenuh untuk mengikutinya.

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemilkiran bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah, belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Slameto, 2010: 24), dan itulah yang terjadi di sekolah kita sekarang.

Proses pembelajaran alamiah terjadi pada saat siswa bekerja dan mengalami sendiri, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa, artinya strategi pembelajaran lebih penting daripada hasil. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, serta bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupan nanti, dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya, mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya.


(20)

Dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.

Berdasarkan wawancara pada MGMP fisika Sub Rayon 8 diperoleh data bahwa pembelajaran berjalan sebagaimana konsep teacher centered. Sebagian besar guru masih mengimplementasikan pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran bersiklus menjelaskan, memberi contoh, memberikan pertanyaan dan memberikan tugas secara klasik sehingga keterampilan proses sains siswa seperti melakukan pengamatan, berhipotesis, serta menerapkan konsep kurang terbangun. Aktivitas dominan siswa dalam pembelajaran adalah mendengarkan, mencatat penjelasan konsep yang bersumber dari guru, dan mengerjakan latihan soal. Aktivitas seperti menemukan dan memecahkan masalah sendiri serta membangun konsep-konsep belum tampak.

Selain pembelajaran yang masih teacher centered sebagian besar di Sub Rayon 8 SMA 1 Sekampung sumber belajar yang digunakan dalam proses pembelajaran juga masih terbatas pada buku cetak dan catatan yang diberikan oleh guru, dengan kata lain masih kurang memanfaatkan sumber-sumber belajar yang lain seperti internet, laboraturium, serta lingkungan lainnya. Dengan demikian sangatlah dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat memanfaatkan semua fasilitas yang ada dan yang mampu menggali potensi guru serta siswa untuk mencapai fungsi dan tujuan pembelajaran itu sendiri.


(21)

Fungsi dan tujuan pembelajaran tidak secara serempak dapat dicapai, tetapi satu per satu tergantung dari fungsi dan tujuan yang diprioritaskan. Dalam hal ini penulis ingin memfokuskan perhatian pada kompetensi:

Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dalam menyelesaikan masalah. Materi pada SK ini tergolong sulit untuk dipahami dengan menggunakan model pembelajaran sebelumnya yang hanya menggunakan buku sebagai sumber belajar.

Untuk mencapai fungsi tersebut salah satu model pembelajaran yang ditawarkan disini adalah model Belajar Berbasis Aneka Sumber (BEBAS) yang dipandang tepat untuk meningkat hasil belajar serta keterampilan proses sains pada SK tersebut.

Menurut centralischool Resource-Based Learning is the instructional model where students construct meaning through interaction with a wide range of print, non-print and human resources. (Chaeruman, 2008: 1)”.

Secara jelas dikatakan bahwa Belajar Berbasis Aneka Sumber (BEBAS) adalah model pembelajaran dimana siswa membangun pemahamannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar baik cetak, non-cetak, maupun orang. Jadi, BEBAS sangat terkait erat dengan pendekatan konstruktif, metode belajar pemecahan masalah (problem-based learning, inquiry learning), atau pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). BEBAS mendorong siswa meningkatkan literasi informasi, meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam era informasi/global saat ini. Disamping itu BEBAS lebih berpusat pada siswa (student-centered learning) yang memungkinkan siswa


(22)

dapat menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri, dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator dan manajer pembelajaran.

Berdasarkan dokumentasi diperoleh data hasil belajar Fisika siswa kelas XII SMA N 1 Sekampung semester ganjil 2011/2012 sebagai berikut:

Tabel 1.1.Nilai Murni Ulangan Harian (Uji Blok) Fisika pada SK Menerapkan Konsep dan Prinsip Gejala Gelombang dalam Menyelesaika Masalah di SMAN 1 Sekampung Tahun 2011/2012.

No Nilai Kategori Jumlah Prosentasi

1 2

≥70 < 70

Tuntas

Belum Tuntas

18 45

28.57% 71.43%

Jumlah Responden 63 100%

Sumber: Arsip nilai guru mata pelajaran Fisika.

Berdasarkan hasil nilai pada tabel di atas terlihat masih banyak siswa yang belum tuntas KKM dengan nilai di bawah 70 sehingga banyak siswa yang harus mengikuti pembelajaran ulang atau remedial agar mengalami tuntas pembelajarannya. Berdasarkan kenyataan ini maka ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan secara serius, salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan. Karena model pembelajaran merupakan hal yang sangat mempengaruhi hasil pembelajaran yang diperoleh siswa.

Berdasarkan hasil survey yang peneliti lakukan terhadap 14 guru Fisika dan beberapa guru lainnya di Sub Rayon 8 SMA Sekampung, ternyata penerapan model Resource-Based Learning atau yang dikenal dengan Belajar Berbasis Aneka Sumber (BEBAS) masih sangat minim diterapkan di Sub Rayon 8 SMA N 1 Sekampung.


(23)

Berdasarkan hasil wawancara dan pengalaman dari beberapa guru dipreroleh permasalahan yang dialami oleh guru dan siswa dalam mempelajari Fisika di Sub Rayon 8 SMA N 1 Sekampung, sebagai berikut:

Tabel 1.2. Permasalahan guru bidang studi Fisika dan siswa SMA Sub Rayon 8 SMAN 1 Sekampung Tahun 2011

Permasalahan Guru Permasalahan Siswa

Keterbatasan dalam penguasaan model-model Pembelajaran

Guru lebih mengutamakan hasil pembelajaran bukan proses pembelajaranya Minimnya forum-forum ilmiah guru sebagai penunjang kegiatan profesionalisme guru Kurangnya pemanfaatan sapras dalam kegiatan pembelajaran

Mengapa hasil belajar fisika rendah

Rendahnya aktivitas siswa dalam mengikuti

pembelajaran di kelas Mengapa Keterampilan Proses Sains yang masih rendah

Mengapa kreativitas siswa belum optimal

Minimnya konstruksi pengetahuan siswa Sumber: wawancara langsung pada saat MGMP Fisika, Mei 2012.

Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran tersebut peneliti mengembangkan model pembelajaran Resourse Based Learning (RBL) atau yang dikenal dengan istilah model BEBAS dengan perangkatnya yang sesuai dengan Kurikulum Tngkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Sub Rayon 8 SMA N 1 Sekampung, Lampung Timur tahun 2012.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:


(24)

1.2.1 Masih rendahnya hasil belajar fisika siswa kelas XII khususnya pada kompetensi “Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang.

1.2.2 Keterampilan Proses Sains siswa belum terbangun.

1.2.3 Kreatifitas siswa belum optimal.

1.2.4 Kontruksi pengetahuan siswa masih minim.

1.2.5 Masih terbatasnya sumber-sumber yang membahas tentang pengembang an model pembelajaran di SMA N 1 Sekampung.

1.2.6 Penerapan konsep Resource-Based Learning atau yang dikenal dengan Belajar Berbasis Aneka Sumber (BEBAS) masih sangat minim diterapkan di SMA N 1 Sekampung, dimana kegiatan pembelajaran yang terjadi masih saja berjalan sebagaimana konsep Teacher Centered.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti membatasi masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1.3.1 Kondisi dan potensi sekolah di Sub Rayon 08 SMA N 1 Sekampung dalam pembelajaran Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang.

1.3.2 Pengembangan model pembelajaran Berbasis Aneka Sumber pada kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang di Sub Rayon 8 SMA N 1 Sekampung.


(25)

1.3.3 Peningkatan hasil belajar fisika siswa pada kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang di Sub Rayon 8 SMAN 1 Sekampung yang menggunakan model pembelajaran BEBAS.

1.3.4 Peningkatan keterampilan proses sains fisika siswa pada kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang di Sub Rayon 8 SMAN 1 Sekampung yang menggunakan model pembelajaran BEBAS.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian pengembangan ini adalah:

1.4.1 Bagaimanakah kondisi dan potensi sekolah di Sub Rayon 08 SMA N 1 Sekampung dalam pembelajaran Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang?

1.4.2 Bagaimanakah proses pengembangan model pembelajaran Berbasis Aneka Sumber pada kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang di Sub Rayon 8 SMA N 1 Sekampung?

1.4.3 Apakah model pembelajaran BEBAS dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang di Sub Rayon 8 SMAN 1 Sekampung?

1.4.4 Apakah model pembelajaran BEBAS dapat meningkatkan keterampilan proses sains fisika siswa pada kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang di Sub Rayon 8 SMAN 1 Sekampung?


(26)

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitan ini adalah:

1.5.1 Mendiskripsikan kondisi dan potensi sekolah di Sub Rayon 08 SMA N 1 Sekampung dalam pembelajaran menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang.

1.5.2 Mengembangkan model pembelajaran Berbasis Aneka Sumber pada kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang di Sub Rayon 8 SMA N 1 Sekampung.

1.5.3 Menganalisis peningkatan hasil belajar fisika siswa melalui penggunaan model pembelajaran BEBAS.

1.5.4 Menganalisis peningkatan keterampilan proses sains fisika siswa melalui pengunaan model BEBAS.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat sebagai pengembangan keilmuan dalam bidang teknologi pendidikan pada kawasan pengembangan khususnya pengembangan model pembelajaran di sekolah pada pelajaran fisika.


(27)

1.6.2 Manfaat Praktis

A. Bagi Guru

Adanya model pembelajaran BEBAS yang dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika pada:

1) Kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dalam meneyelsaikan masalah.

2) Memberikan informasi tentang model pembelajaran yang dapat diterapkan pada kompetensi-kompetensi yang lain.

3) Memberikan motivasi untuk mengembangkan desain pembelajaran yang berorientasi pada siswa pada kompetensi-kopetensi yang lainya.

B. Bagi Siswa

1) Adanya kesempatan mengembangkan kemampuan ketrampilan berfikir kritis dan kreatif.

2) Adanya kesempatan untuk berperan lebih banyak sebagai subyek dalam kegiatan pembelajaran.

3) Melatih kejujuran, kreatifitas, kepekaan terhadap realitas, ekspresi diri, disiplin diri, serta kemandirian siswa.


(28)

C. Bagi Institusi

1) Memberikan upaya peningkatan pelayanan pendidikan.

2) Memperhatikan pengembangan potensi individu.

1.7 Produk yang Dihasilkan

Produk yang dihasilkan berupa model pembelajaran BEBAS beserta perangkat pembelajaran yaitu: 1) silabus, 2) rencana pelaksanaan pembelajaran, 3) intrumen evaluasi, 4) bahan ajar/LKS yang berkaitan dengan SK dan KD yang dikembangkan pada pembelajaran BEBAS.


(29)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran

Teori belajar kognitif implementasi paham konstruktifikal dalam psikologi pendidikan, dimana guru tidak boleh memberikan pengetahuannya begitu saja kepada siswa yang dalam arti siswa harus aktif menemukan ide-ide pokok dalam pembelajaran serta memecahkan permasalahan baik secara individu maupun kelompok.

Secara garis besar menurut Zaini (2008:73), prinsip-prinsip kontruktivisme yang digunakan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun sosial, 2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar, 3)siswa aktif mengkontruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah, 4) guru sekedar membantu menyediakan sarana dan menciptakan situasi agar proses kontruksi siswa berjalan dengan mulus.

Menurut prinsip kontruktivisme yang perlu diperhatikan adalah bahwa guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu siswa agar proses


(30)

pembelajaran berjalan dengan baik. Zaini (2008:66) menyatakan bahwa

fungsi mediator dan fasilitator tersebut antara lain sebagai berikut: 1) menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung

jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian, 2) menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan yang mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berfikir secara produktif, menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses pembelajaran, 3) memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan, membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.

Bedasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa dalam pembelajaran fisika memandang bahwa fisika merupakan pelajaran yang dinamis dan selalu berkembang secara terus-menerus. Pada dasarnya kontruktivisme berlandaskan pada teori belajar kognitif, yang menyatakan bahwa tingkah laku dari hasil belajar itu merupakan penstrukturan kembali pengalaman yang lampau. Adapun teori yang berkaitan dengan teori belajar kognitif adalah sebagai berikut:

2.1.1 Teori Vygotsky

Vygotsky (dalam Triyanto, 2011:39) mengemukakan ada empat prinsip kunci dalam pembelajaran, yaitu: 1) penekanan pada hakikat


(31)

sosiokultural pada pembelajaran (the sosiocultural of learning), 2) zona perkembangan terdekat (zona of proximal development), 3) pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship), dan perancahan (scaffolding). Keempat prinsip tersebut secara singkat dijelaskan berikut ini.

Prinsip pertama, menurut Vygotsky siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu, Vygotsky menekankan pentingya interaksi sosial dengan orang lain dalam proses pembelajaran.

Prinsip kedua, menurut Vygotsky dalam proses perkembangan kemampuan kognitif setiap anak memiliki apa yang disebut zona perkembangan proximal (zona of proximal development) yang didefinisikan sebagai jarak atau selisih antara tingkat perkembangan anak yang actual dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi yang bias dicapai sang anak jika ia mendapat bimbingan atau bantuan dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten.

Prinsip ketiga, menurut Vigotsky adalah pemagangan kognitif, yaitu suatu proses dimana seorang siswa belajar setahap demi setahap akan memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan seorang ahli, seorang ahli bias seorang yang lebih dewasa atau orang yang lebih tua atau teman sebaya yang menguasai permasalahannya.


(32)

Prinsip keempat, menurut Vigotsky adalah perancahan atau scaffolding, merupakan suatu ide kunci yang Vygotsky. Perancahan berarti pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian secara berlahan bantuan tersebut dikurangi dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggungjawab setelah ia mampu mengerjakan sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka implikasi utama dari teori Vygotsky terhadap pembelajaran adalah kemampuan untuk mewujudkan tatanan pembelajaran berbasis masalah dengan dibentuk kelompok-kelompok belajar supaya siswa mempunyai tanggungjawab terhadap belajarnya.

2.1.2 Teori Piaget

Jean Peaget adalah ahli psikologi yang pertama menggunakan filsafat kontruktifis dalam proses pembelajaran. Ia menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan intelektual yaitu berfikir dari kongkrit ke abstrak. Menurut Piaget, tahapan-tahapan berfikir itu adalah pasti dan spontan namun umur kronologis yang diberikan adalah fleksibel, terutama masa transisi dari periode yang satu ke periode yang berikutnya. Umur kronologis itu dapat saling tindih tergantung kepada individu.

Menurut Piaget (dalam Triyanto, 2011:29) menyatakan bahwa skema adalah suatu struktur mental atau kognitif yang dengan seseorang secara intelektual beradaptasi dengan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya,


(33)

adaptasi adalah proses penyesuaian skema dalam merespon lingkungan melalui asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses koknitif yang dengannya seseorang yang mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada didalam pikirannya.

Akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru kedalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung, selanjutnya dalam proses perkembangan kognitif seseorang diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.

Pada bagian lain Slavin menegaskan bahwa teori perkembangan Piaget mewakili kontruktifisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun system makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Hal ini berarti bahwa anak-anak mengkontruksi pengetahuan secara terus menerus dengan mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru.

Sumbangan penting dari teori belajar Piaget dalam pembelajaran bebas adalah pada saat siswa mengkontruk dalam penyelesaian tugas secara individu dan secara kelompok saat siswa bekerja dalam kelompok. Salah satu syarat keanggotaan kelompok belajar adalah mempertimbangkan kemajuan perkembangan anak. Dalam kelompoknya siswa saling berdiskusi tentang masalah-masalah yang


(34)

menjadi tugas kelompok masing-masing, dan guru hanya memberikan bimbingan ketika siswa menemui kesulitan.

2.1.3 Teori Belajar Bermakna David Ausubel

Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang ( Dahar, dalam Triyanto, 2011:37). Ternyata faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui, dialami, dan dikerjakan oleh siswa melalui berbagai sumber dan pengalaman. Yakinilah ini dan ajarkanlah ia demikian (Dahar, dalam Triyanto, 2011:37). Pernyataan inilah yang menjadi inti dari teori belajar Ausubel.

Demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.

Berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman yang dimiliki dan berada di lingkuan disekitar dengan konsep yang akan dipelajari. Sehingga jika dikaitkan dengan model pembelajaran Berbasis Aneka Sumber (Bebas), dimana siswa mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep


(35)

awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.

2.1.4 Teori Penemuan Jerome Bruner

Salah satu model intruksional kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (Diskovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuanyang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, dalam Triyanto, 2011:38)

Begitu juga dengan model pembelajaran Bebas siswa bebas menemukan jawaban dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi, bebas mengkontruksi dan membangun pertanyaan-pertanyaan sekitar persoalan yang akan mereka pecahkan.

Bruner menyatakan agar para siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri secara bebas, hal ini sesuai dengan model pembelajaran berbasis aneka sumber.


(36)

2.1.5 Teori Belajar Robert Gagne

Gagne (dalam Syukur, 2010:1) membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu: (1) receiving the stimulus situation (apprehending), (2) stage of acquisition, (3) storage, (4) retrieval.

1. Fase Receiving the stimulus situation (apprehending), merupakan fase seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara.

2. Fase Stage of Acquition, pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.

3. Fase storage /retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.

4. Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih


(37)

daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.

Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu (5) fase motivasi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar, (6) fase generalisasi adalah fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut. (7) Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan (8) fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).

Teori ini sesuai dengan model BEBAS dimana siswa menafsirkan sendiri stimulus yang diterimanya, menghubungkan informasi yang diterimanya dengan pengalaman mereka, menyimpan serta mengingat kembanli apa yang mereka telah peroleh selama proses pembelajaran.

2.1.6 Teori Pembelajaran Reigeluth

Menurut Reigeluth (dalam Kizzmarosa, 2008: 1) teori-teori dan prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan model


(38)

pembelajaran sebagai givens dan mewujudkan hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati. Dengan kata lain kondisi dan model pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel terikat.

Sebaliknya dalam teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang preskriptif menempatkan kondisi dan hasil sebagai givens sedangkan model yang optimal ditetapkan sebagai variabel yang bisa diamati. Jadi model pembelajaran sebagai variabel terikat. Teori preskriptif adalah goal oriented, sedangkan teori deskriptif adalah goal free (Reigeluth, dalam Kizzmarosa 2008). Artinya teori pembelajaran preskriptif adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk mewujudkan hasil.

Dengan demikian melalui penggunaan model pembelajaran yang tepat diharapkan akan memberikan hasil yang memuaskan. Model pembelajaran yang tepat adalah model pembelajaran yang mampu untuk menggali segala potensi yang dipunyai siswa, yang melibatkan siswa secara aktif yang membuat siswa merasa senang untuk belajar dengan menggunakan model pembelajaran tersebut. Model pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif adalah model pembelajaran yang menggunakan berbagai aneka sumber belajar.


(39)

2.2 Teori Desain Pembelajaran

2.2.1 Pengertian Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang (dalam Dadang, 2009: 4) misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.

Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful Sagala (2012: 136) adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan.


(40)

praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.

2.2.2 Desain Model ASSURE

Untuk menciptakan sebuah aktivitas pembelajaran yang efektif diperlukan adanya sebuah proses perencanaan atau desain yang baik. Sharon E. Smaldino dkk, 2005 (dalam Benny 2009: 94) mengembangkan model desain pembelajaran ASSURE untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif dan efisien, khususnya pada kegiatan pembelajaran yang menggunakan media dan teknologi seperti model pembelajaran bebas.

Menurut Smaldino (dalam Benny 2009: 95) langkah-langkah penting yang perlu dilakukan dalam desain pembelajaran ASSURE adalah sebagai berikut:

1. Melakukan analisis karakteristik siswa (Analyze leamers)

2. Menetapkan tujuan pembelajaran (State objectives)

3. Memilih media, metode pembelajaran, dan bahan ajar (Select methods, media, and materials)


(41)

4. Memanfaatkan bahan ajar (Ultilize materials)

5. Melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran (Require leamers participation)

6. Mengevaluasi dan merevisi program pembelajaran (Evaluate and revise).

Model ASSURE merupakan model desain sistem pembelajaran yang bersifat praktis dan mudah diimplementasikan untuk mendesain aktivitas pembelajaran baik yang bersifat individual maupun kalsikal. Langkah analisis karakteristik siswa akan memudahkan untuk memilih metode, media dan model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam menciptakan pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Demikian juga dengan langkah evaluasi dan revisi yang dapat dimanfaatkan untuk menjamin kualitas proses pembelajaran yang diciptakan.

Dalam model pembelajaran bebas ini menggunakan desain intruksional ASSURE yang diharapkan dapat memicu dan memotovasi siswa untuk belajar lebih kreatif sehingga mampu meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sain siswa.

2.3 Mata Pelajaran Fisika

Mata pelajaran fisika merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (dalam Juknis KTSP, 2006:443) merupakan ilmu yang mempelajari hal yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis.


(42)

2.3.1 Karakteristik Mata Pelajaran Fisika

Mata Pelajaran Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga mata pelajaran fisika bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan fisika diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan fisika diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika material melalui penemuan piranti mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan


(43)

dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika.

Pada tingkat SMA, menurut KTSP fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan.

Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, mata pelajaran Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali siswa pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi”.

Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

2.3.2 Tujuan Mata Pelajaran Fisika

Menurut KTSP mata pelajaran Fisika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa


(44)

2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain

3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis

4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif 5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai

keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan tujuan mata pelajaran di atas terlihat jelas bahwa siswa bukan hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran saja, tetapi juga mengembangkan kemampuan dan pengalamannya serta mampu untuk menganalisis berbagai peristiwa dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika sehingga dengan kematangan berfikir akan menjadi manusia yang berilmu dan bertaqwa.


(45)

2.3.3 Ruang Lingkup Pelajaran Fisika

Mata pelajaran Fisika di SMA merupakan pengkhususan IPA di SMP yang menekankan pada fenomena alam dan pengukurannya dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar gelombang elektromagnetik

2. Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi, gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan momentum, momentum sudut dan rotasi benda tegar, fluida, termodinamika

3. Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial dan energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi elektromagnetik dan arus bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi benda hitam, teori atom, relativitas, radioaktivitas.

Dalam hal ini peneliti ingin memfokuskan pada kompetensi Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dalam menyelesaikan masalah.


(46)

2.3.4 Hasil Belajar Fisika

Pada tingkat SMA, fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali siswa pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

Dengan demikian pembelajaran fisika merupakan suatu hal yang dapat dikatakan sebagai suatu proses pembangunan pemahaman siswa yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan fisika. Perubahan tersebut disebabkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan fisika yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan individu atau individu dengan lingkungan.

Hasil belajar fisika yang dicapai oleh siswa tidak terlepas dari peranan guru dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran


(47)

yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan materi yang akan disampaikan. Hasil belajar fisika adalah perolehan atau ketercapaian kompetensi siswa setelah mempelajari fisika yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran berbasis aneka sumber.

2.3.5 Keterampilan Proses

Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Proses didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian (Kamriatiramli, 2011: 1). Dalam pembelajaran fisika sangat diperlukan pendekatan keterampilan proses untuk memudahkan penalaran dan pemahaman siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran pada KD tertentu.

Pendekatan keterampilan proses adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan keterampilan proses


(48)

tidak bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi ilmuwan menurut Devi (dalam Kamriatiramli, 2011: 1).

Keterampilan proses merupakan kemampuan siswa untuk mengelola (memperoleh) yang didapat dalam kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, mengkomunikasikan hasil perolehan tersebut. Azhar (dalam Hendrawati, 2012: 1)

Sedangkan menurut Conny (dalam Hendrawati, 2012: 1) pendekatan keterampilan proses adalah pengembangan sistem belajar yang mengefektifkan siswa dengan cara mengembangkan keterampilan memproses perolehan pengetahuan sehingga siswa akan menemukan, mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam sandar kompetensi tertentu.

Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif/ intelektual, manual dan sosial. Keterampilan intelektual dan kognitif terlibat karena dengan melibatkan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusun atau prakitan alat. Dengan keterampilan proses diharapkan siswa berinteraksi dengan


(49)

sesamanya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan pembelajaran yang mengarah pada pengembangan kemampuan dasar berupa mental fisik, dan sosial untuk menemukan fakta dan konsep maupun pengembangan sikap dan nilai melalui proses pembelajaran yang telah mengaktifkan siswa sehingga mampu menumbuhkan sejumlah keterampilan tertentu pada diri siswa itu sendiri.

2.3.6 Keterampilan Proses Sains

Menurut Indrawati (dalam Nuh, 2010: 1) keterampilan proses (prosess-skill ) sebagai proses kognitif termasuk di dalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Lebih lanjut Nuh (2010: 1) mengemukakan bahwa:

"Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".

Jadi Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode


(50)

ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki Dahar, (dalam Nuh 2010: 1).

Abruscato (dalam Hendrawati, 2012: 1), mengklasifikasikan keterampilan proses sains menjadi dua bagian, yaitu keterampilan proses dasar (Basic Processes) dan keterampilan proses terintegrasi (Integrated Processes).

KPS adalah keterampilan yang dipelajari siswa pada saat mereka melakukan inquiri ilmiah. Pada saat mereka terlibat aktif dalam penyelidikan ilmiah, mereka menggunakan berbagai macam keterampilan proses, bukan hanya satu metode ilmiah tunggal. Keterampilan proses sains dikembangkan bersama-sama dengan fakta, konsep, dan prinsip sains.

Menurut Wahono Widodo (2012: 1) KPS adalah merupakan kemampuan siswa untuk mengamati, mengklasifikasikan, menafsirkan, memprediksi, berkomunikasi, mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis, merencanakan persobaan/penyelidikan, menggunakan alat/bahan/sumber, menerapkan konsep, melaksanakan penyelidikan/percobaan.

Menurut Rustaman (dalam Kamriantiramli, 2011:1) keterampilan proses sains harus melalui pembelajaran konsep dan menghasilkan pengalaman belajar siswa . Agar siswa memiliki


(51)

keterampilan-keterampilan tersebut maka harus dilatih secara kontinu yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang aktif serta inovatif.

Pendekatan keterampilan proses adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan keterampilan proses tidak bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi ilmuwan (Devi, 2011: 1).

Semiawan (dalam Nuh, 2010: 1) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses pembelajaran sehari-hari, yaitu :

“1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa,

2. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret,

3. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 % tapi bersifat relatif,

4. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri siswa”.

Dalam proses pembelajaran fungsi guru hanya berperan sebagai fasilitator (pemberi kemudahan belajar), siswa yang harus


(52)

membangun gagasan/pengetahuan. Untuk keperluan ini, mungkin saja mereka harus menafsirkan kembali informasi, menyusun kesimpulan baru, atau menguji beberapa gagasan alternatif. Dengan kata lain siswa harus senantiasa aktif menggunakan dan menerapkan keterampilan proses sepanjang hayatnya, terutama untuk dimanfaatkaan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengeksplorasi alam sekitar.

Hal-hal yang berpengaruh terhadap keterampilan proses sains, diantaranya yaitu perbedaan kemampuan siswa secara genetik, kualitas guru serta perbedaan strategi guru dalam pembelajaran. Adapun mengenai KPS dan indikatornya menurut Indrawati (dalam Nuh, 2010 :1) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 KPS dan Indikatornya.

KPS INDIKATOR

Melakukan pengamatan (observasi)

Mengidentifikasi ciri-ciri suatu benda Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan yang nyata pada objek atau peristiwa

Membaca alat ukur

Mencocokan gambar dengan uraian tulisan / benda

Menafsirkan pengamatan (interpretasi)

Mengidentifikasi fakta-fakta berdasarkan hasil pengamatan Menafsirkan fakta atau data menjadi suatu penjelasan yang logis

Mengelompok kan

(klasifikasi)

Mencari perbedaan atau persamaan, mengontraskan ciri-ciri,

membandingkan dan mencari dasar penggolongan.

Meramalkan (prediksi)

Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecendrungan/ pola yang sudah ada.


(53)

KPS INDIKATOR

Berkomunikasi

Mengutarakan suatu gagasan

Menjelaskan penggunaan data hasil penginderaan secara akurat suatu objek atau kejadian

Mengubah data dalam bentuk tabel kedalam bentuk lainnya misalnya grafik, peta secara akurat.

Berhipotesis

Hipotesis merupkan dugaan sementara tentang pengaruh variabel manipulasi terhadap vriabel respon. Hipotesis menyatakan penggambaran yang logis dari suatu hubungan yang dapat diuji melalui eksperimen.

Merencanakan percobaan/ penyelidikan

Menentukan alat dan bahan, menentukan variabel atau peubah yang terlibat dalam suatu percobaan, menentukan variabel terikat dan variabel bebas, menentukan apa yang diamati, di ukur/ ditulis, serta menentukan cara dan langkah kerja termasuk keterampilan merencanakan penelitian.

Menerapkan sub konsep/ prinsip

Menggunakan subkonsep yang telah dipelajari dalam situasi baru, menggunakan subkonsep pada pengalaman baru untuk menjalaskan apa yang sedang terjadi.

KPS siswa akan terbangun jika dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis aneka sumber yang merangsang siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran tersebut, siswa aktif untuk melakukan pengamatan, menafsirkan pengamatan, mengelompokkan, meramalkan, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan/penyelidikan, dan menerapkan konsep/prinsip.


(54)

2.4 Model Pembelajaran Berbasis Aneka Sumber (BEBAS)

Model pembelajaran BEBAS adalah suatu model pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai macam aneka sumber belajar yang mendukung dan yang terdapat di sekitar. Atau dengan istilah lain memanfaatkan segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi dan dapat digunakan sebagai wahana bagi siswa untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.

Menurut Degeng (dalam Dian Degeng, 2012: 6) Ada lima indikator desain pembelajaran antara lain: bebas, santai, takjub, menyenangkan dan menggairahkan. Merujuk dari pernyataan Degeng tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada satupun individu yang senang hidup dalam tekanan atau keterpaksaan; tidak terkecuali dalam proses pembelajaran, setiap individu pasti merindukan proses pembelajaran yang bebas. Oleh karena itulah kebebasan merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah pembelajaran. Lingkungan belajar yang memberi kebebasan akan memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan yang mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses pembelajaran yang nantinya akan memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. Kemampuan mental yang kreatif-produktif akan memungkinkan siswa untuk belajar dengan caranya sendiri tentang apa yang ingin ia pelajari. Kemampuan ini dapat terbentuk secara optimal hanya apabila anak mendapat kebebasan yang cukup untuk bertindak secara mandiri tanpa dikekang oleh aturan-aturan yang tidak ada kaitannya dengan belajar.


(55)

Menurut Degeng (dalam Wulan, 2012: 3) BEBAS adalah bentuk belajar yang langsung menghadapkan siswa dengan sesuatu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok, dengan segala kegiatan yang bertalian dengan itu. Jadi tidak dengan cara konvensional di mana guru menyampaikan materi kepada siswa. Jadi dalam BEBAS ini guru bukan merupakan sumber belajar satu-satunya dan utama. Pembelajaran juga dapat dilaksanakan di dalam kelas maupun di luar kelas dan dalam segala hal siswa di tuntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Siswa bebas belajar dengan kemampuan dan kecepatan sesuai dengan kemampuannya. Setiap siswa tidak dituntut untuk memperoleh informasi yang sama dengan temannya. Sehingga siswa dapat belajar dengan senang dan semangat.

Pembelajaran dengan hanya menggunakan satu sumber buku pelajaran sebagai pedoman dalam pembelajaran, tidak relevan lagi dengan revolusi yang terjadi pada saat ini. Meskipun sampai sekarang buku pelajaran memang masih menjadi pilihan utama guru agama sebagai pedoman dalam pembelajaran. Pendidikan model monologis ini tidak hanya menghalangi proses pendewasaan siswa secara wajar, tetapi justru menghilangkan potensi yang dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu model-model pendidikan monologis tidak relevan bila diterapkan di era globalisasi ini.


(56)

Dari berbagai pemaparan di atas maka dapat dirumuskan pula tujuan BEBAS menurut Degeng ( dalam Wulan, 2012: 3)sebagai berikut:

“1. Merangsang daya penalaran dan kreativitas siswa sesuai dengan

kemampuan dan kecepatannya masing-masing karena berhubungan langsung dengan berbagai sumber informasi dalam pembelajaran. 2. Meningkatkan motivasi, keaktifan dan mengembangkan rasa

percaya diri siswa dalam belajar.

3. Memberikan kesempatan proses bersosialisasi kepada siswa untuk

mendapatkan dan memperkaya pengetahuan dengan menggunakan alat, nara sumber atau tempat.

4. Meningkatkan perkembanagan siswa dalam berbahasa melalaui

komunikasi dengan mereka tentang hal-hal yang berhubungan dengan sumber belajar”.

Adapun ciri ciri pembelajaran BEBAS menurut Degeng (dalam Wulan, 2012: 3) adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran BEBAS memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran termasuk alat alat audio-visual dan memberi kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran ceramah atau cerita ditiadakan. Dalam pembelajaran BEBAS dapat digunakan segala macam metode yang dianggap paling serasi untuk tujuan tertentu. BEBAS memberi pengertian pada murid tentang luas dan aneka ragamnya sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar. Sumber itu berupa sumber dari masyarakat dan lingkungan berupa manusia, museum, organisasi, bahan cetakan, perpustakaan, alat audio-visual dan sebagainya.


(57)

2. BEBAS mengganti passivitas siswa dalam belajar tradisional dengan belajar aktif didorong oleh minat dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Untuk itu apa yang dipelajari hendaknya mengandung makna bagi siswa, penuh variasi. Siswa sendiri turut menentukan dan memilih apa yang akan dipelajari.

3. BEBAS berusaha meningkatkan motivasi belajar dengan menyajikan berbagai kemungkinan tentang bahan pelajaran, metode kerja, dan medium komunikasi, yang berbeda sekali dengan kelas konvensional yang mengharuskan murid murid belajar yang sama dengan cara yang sama. Siswa akan timbul motivasinya jika pembelajaran itu menarik, yang masih berada dalam batas kesanggupannya yang diutamakan dalam BEBAS ini bukanlah materi yang harus dikuasai, melainkan penguasaan ketrampilan tentang belajar. BEBAS memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja menurut kecepatan dan kesanggupan masing masing dan tidak dipaksa bekerja menurut kecepatan yang sama dalam hubungan kelas.

4. BEBAS lebih fleksibel dalam penggunaan waktu dan ruang belajar. Jadi dengan belajar cara ini siswa tidak diharuskan belajar bersama dalam ruang yang sama pada waktu yang sama. Ini tidak berarti bahwa jadwal pelajaran dibuang sama sekali. Karena belajar bukan hanya dalam ruang tertutup.


(58)

5. BEBAS berusaha mengembangkan kepercayaan akan diri sendiri dalam belajar yang memungkinkannya belajar sepanjang hayat. Siswa dibiasakan untuk mencari dan menemukan sendiri sehingga tidak bergantung kepada orang lain.

Ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran BEBAS menurut Minie Wulan (2012: 6)

1. BEBAS mengakomodasi perbedaan individu baik dalam hal gaya belajar, kemampuan, kebutuhan, minat, dan pengetahuan awal mereka. Dengan demikian, siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing. Sumber belajar dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa.

2. BEBAS mendorong pengembangan kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan keterampilan mengevaluasi. Jadi, BEBAS memungkinkan siswa menjadi kreatif dan memiliki ide-ide orisinal. 3. Proses pembelajaran dengan model BEBAS mendorong siswa untuk bisa

bertanggung jawab teradap belajarnya sendiri. Jadi, dapat melatih kemandirian belajar sehingga pembelajaran dapat menjadi lebih bermakna, lebih tertanam dalam pada dirinya karena ia sendiri secara pribadi yang menemukan dan membangun pemahaman.

4. BEBAS menyediakan peluang kepada siswa untuk menjadi pengguna teknologi informasi dan komunikasi yang efektif. Dengan demikian dapat membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Ia akan mampu bagaimana menemukan, dan memilih informas yang


(59)

tepat, menggunakan informasi tersebut, mengolah dan menciptakan pengetahuan baru berdasarkan informasi tersebut serta menyebarluaskan atau menyajikan kembali informasi tersebut kepada orang lain.

5. Dengan BEBAS, siswa akan belajar bagaimana belajar. Sekali ia melek informasi, ia akan mengembangkan sikap positif dan keterampilan yang sangat berguna bagi dirinya dalam era informasi yang sedang dan akan dihadapinya kelak. Jadi, pada akhirnya BEBAS dapat membekali keterampilan hidup bagi siswa.

Selain kelebihan BEBAS juga mempunyai beberapa kelemahan menurut Wulan (2012: 6) diantaranya:

1. Menuntut kreatifitas

2. Menuntut kemauan yang keras

3. Menuntut persiapan yang matang dari guru

Nuraini berpendapat (2009: 2) “Pembelajaran berbasis aneka sumber adalah suatu pandangan yang memberikan keutamaan pada peran bahan (sumber) pembelajaran dan proses pembelajaran.”

Bebas ini diterapkan atas dasar tuntutan kurikulum. Dimana dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menginginkan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan kompetensi siswa yang lebih kompleks, Belajar mandiri, belajar terbuka, sampai pada belajar jarak jauh. Sehingga mendorong dimanfaatkannya sumber belajar secara luas.


(60)

Menurut AECT (Assocation for Education Kommunication and Technology) (dalam Hermi, 2011: 4) membuat klasifikasi sumber belajar sebagai berikut: 1. Pesan (messages), yaitu informasi yang ditransmisikan oleh komponen

lain dalam bentuk ide, fakta, seni, dan data. Termasuk dalam kelompok pesan adalah semua bidang studi yang harus diajarkan kepada siswa. 2. Orang (peoples), bertindak sebagai penyimpan, pengolah, dan penyaji

pesan. Dalam kelompok ini misalnya guru, tutor, siswa, tokoh masyarakat (yang mungkin berinteraksi dengan masyarakat)

3. Bahan (materials), yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat ataupun dirinya sendiri. Misalnya transparasi, slide, audio, video, buku, majalah, dan lainnya.

4. Alat (devices), yaitu perangkat keras yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya slide proyektor, video tape, pesawat radio, televisi.

5. Teknik (tecniques), yaitu prosedur atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang, dan lingkungan untuk menyampaikan pesan. Seperti belajar sendiri, simulasi, demonstrasi, tanya jawab.

6. Lingkungan (setting), yaitu situasi di sekitar dimana pesan disampaikan, lingkungan bisa bersifat fisik (gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, museum, taman, lingkungan non fisik/ suasana belajar).


(61)

Berbagai jenis sumber belajar tersebut, pada dasarnya tidak boleh dilihat secara parsial. Aneka sumber belajar harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dalam sebuah proses pembelajaran. Semua jenis sumber belajar yang memang sesuai, perlu dipertimbangkan demi tercapainya pembelajaran yang lebih baik.

Ada sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan, ketika akan memilih sumber belajar menurut Nuraini (2009: 2), yaitu :

1) Bersifat ekonomis dan praktis (kesesuaian antara hasil dan biaya) 2) Praktis dan sederhana artinya mudah dalam pengaturannya

3) Fleksibel dan luwes, maksudnya tidak kaku dalam perencanaan sekaligus pelaksanaannya

4) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan waktu yang tersedia 5) Sesuai dengan taraf berfikir dan kemampuan siswa

Guru harus berkemampuan dan terampil dalam pengelolaannya.

Dalam penerapan BEBAS, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan. Menurut Nuraini (2009: 2) Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran bebas adalah sebagai berikut:

“1)Mengidentifikasi pertanyaan atau permasalahan 2)Merencanakan cara mencari informasi

3)Mengumpulkan informasi 4)Menggunakan informasi 5)Mensintesa informasi 6)Evaluasi”.

Belajar Berbasis Aneka Sumber ini juga memiliki beberapa kelebihan.

Menurut Chaeruman (2008: 1), kelebihan dari BEBAS adalah:

“1)Mengakomodasi perbedaan individu

2)Mendorong kemampuan siswa dalam pemecahan masalah 3)Siswa bertanggungjawab terhadap pembelajaran


(62)

4)Memberikan peluang kebebasan kepada siswa 5)Siswa akan belajar bagaimana belajar”.

Selain kelebihan BEBAS juga memiliki kekurangan atau kelemahan, diantaranya sebagai berikut:

1) Menuntut guru dan siswa untuk lebih kreatif dalam menentukan sumber belajar yang sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai.

2) Lebih menuntut guru untuk dapat memberikan persiapan yang lebih matang.

Sedangkan menurut Tahmid (2011: 1) BEBAS merupakan proses belajar alternatif bagi mereka yang tak mampu masuk ke dalam lembaga pendidikan konvensional. Dengan bebas seorang anak didik dapat belajar dengan bantuan sumber belajar apa saja, belajar dari siapa saja, belajar kepada siapa saja, belajar entang apa saja, dan belajar untuk tujuan apa saja. Terlebih dalam pendidikan konvensional bebas akan mudah diterapkan karena arah dan tujuan belajar sudah jelas, materi dan kompetensi yang akan dicapai sudah ditentukan.

Sedangkan menurut Regina (2012: 1) BEBAS memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih keterampilan melek informasi, berpikir kritis, pembelajaran berpusat pada siswa, guru hanya sebagai fasilitator dan pemandu serta mengarah pada pembelajaran inquiry.

Menurut Mr Hartman (2012:1) pembelajaran BEBAS dapat membuat siswa aktif kerena secara langsung siswa berinteraksi dengan sumber belajar baik cetak, non cetak maupun orang. Siswa dapat memilih sumber belajar


(1)

5.3.3 Bagi Sekolah

Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam menerapkan model pembelajaran BEBAS maka perlu dukungan berupa fisik, moral, dan finansial dari pihak sekolah dan pihak-pihak terkait.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2010. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru. Bandung. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Rineka Cipta. Jakarta.

Benny A. 2009. Model-model Desain Sistem Pembelajaran. Teknologi Pendidikan PPS UNJ.

Borg and Gall. 2003. Educational Research An Introduction. Boston. A and B. Caeruman Uwes A. 2008. Belajar Berbasis Aneka Sumber. http://www.

teknologipendidikan.net/2008/02/11/pengembangan-belajar-berbasis-aneka-sumber-resources-based-learning. ( Selasa 20 September 2011, pukul 22.17)

---. 2008. Tips Melaksanakan Resources-Based Learning. http://www. teknologipendidikan.net/2008/09/30/tips-melaksanakan-resources-based-learning. (Senin 24 September 2012, pukul 21.02)

Cristianto Nastiti. 2012. Angket Aktivitas Belajar. http://www.slideshare.net /NastitiChristianto/angket-aktivitas-belajar (Minggu 22 Juli 2012, 11.30) Dadang Supriyatna. 2009. Teori-teori Belajar dalam Desain Pembelajaran.

www.tkplb.org/.../3.Konsep_Dasar_Desain_Pembelajaran.pdf. (Sabtu 2 Maret 2013, pukul 09.30)

Depdiknas. 2003. Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sekretaris Negara RI. Jakarta.

--- . 2003. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Jakarta.

---. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Biro Hukum BPK RI. Jakarta.


(3)

---. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas RI. Jakarta.

Devi, K. P., Renny, S., & Yayan, R. 2011. Pendekatan Keterampilan Proses Pada Pembelajaran IPA. http://www.bpptkpu jabar.com/materi /0109_SMA 05.pdf, (Senin 14 Mai 2012, 20.38).

Dian Degeng. 2012. Revolusi pola pikir, dari behavioristik menuju

konstruktivistik. http://diandegeng.lecture.ub.ac.id/ (Rabu, 27 Maret 2013 pukul 11. 20)

Dwi Lestari. 2011. Peningkatan Kemampuan Merakit Komputer Dengan Penggunaan Aneka Sumber Belajar. http://www.slideshare.net/ danisa3/tugas-dwi-lestari. ( Selasa 20 September 2011, pukul 08.34) Evelin. 2008. Belajar Berbasis Aneka Sumber. Teknologi Pendidikan.

http://www.teknologipendidikan.net/wp-content/uploads/2008/02 /eveline belajar_berbasis_aneka_sumber.PDF. (Selasa 10 Juli 2012, pukul 21. 29) Hendrayana Aan. 2009. Metode Penelitian Pengembangan (Developmental

Research). http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/17/metode-penelitian-pengembangan-developmental-research. ( Jum’at 6 Juli 2012, pukul 15.33) Herdiansyah. 2010. Teori Belajar Robrt Gagne (1916-2002). http://www.vilila.

com/2010/10/teori-belajar-robert-gagne-1916-2002.html. ( Minggu 8 Juli 2012, pukul 14.10)

Hermi Yanzi. 2011. Belajar Berbasis Aneka Sumber. http://www.slideshare.net /mashuda/belajar-berbasis-aneka-sumber. (Selasa 20 September 2011, pukul 21.40)

Juhri. 2006. Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah Dasar. Desertasi tidak dipublikasikan

Juliantara Ketut. 2010. Aktivitas Belajar. Kompasiana. http://edukasi

.kompasiana.com/2010/04/11/aktivitas-belajar (Sabtu 21 Juli 2012, pukul 21.00)

Kamriatiramli. 2011. Keterampilan Proses Sains. http://kamriantiramli.wordpress. com/2011/03/21/keterampilan-proses-sains. (Minggu 22 Juli 2012, pukul 11.30)

Kizzmarosa. 2008. Teori Belajar. http://thinktep.wordpress.com/2008/11/10/teori-belajar/ (Minggu, 10 Februari 2013, pukul 17.29)


(4)

Margaret Butler. 2001. Resource-Based Learning and Course Design. http://www.llas.ac.uk/resources/gpg/409 (Senin 24 September 2012, pukul 22.10)

Meltzer, David E. 2002. The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scors. Departement of Physics and AstronomyState University Ames.

Michael J. Hannafin and Janette R. Hill. 2005. Resource-Based Learning. University of Georgia, Athens, Georgia

Minie Wulan. 2012. Resource Based Learning (RBL). http://minniewulan.

blogspot.com/2012/09/resource-based-learning-rbl.html (Rabu, 27 Maret 2013

pukul 11.31)

Mr. Hartman. 2012. Resources Based Learning. http://projects.coe.uga.edu/ epltt/index.php?title=Resource-Based_Learning (Senin 24 September 2012, pukul 21.38)

Murdiyanto. 2008. penerapan model resource-based learning dalam

pembelajaran matematika. http://etd.eprints.ums.ac.id/179/ (Senin 24 September 2012 pukul 21. 52)

Nashruloh. 2011. Pengertian Hasil Belajar Menurut Para Ahli. http://mbegedut .blogspot.com/2011/02/pengertian-hasil-belajar-menurut-para.html. (Sabtu 21 Juli 2012, pukul 21.10)

Nasution. 2008. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Nuh Usep. 2010. Keterampilan Proses Sains. http://fisikasma-online.blogspot. com/2010/03/keterampilan-proses-sains.html. (Minggu 22 Juli 2012, 11.30) Nur Aini Haas. 2009. Pembelajaran Berbasis Aneka Sumber.

http://www.slideshare.net /pembelajaran-berbasis-aneka-sumber. (Rabu 21 September 2011, pukul 20.36)

Orey, M. 2002. Definition of blended learning. http://www.arches.uga.edu/ ~mikeorey/blendedLearning/. ( Selasa 24 September 2012, pukul 09.12) Regina. 2012. Bestpractice Resource Based Learning. http://www.saskschools.ca

/curr content/bestpractice/resource/resources.html (Jumat 20 sept 2012, pukul 22.59)


(5)

Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Reniko Cipta. Jakarta.

Srihendrawati. 2012. Keterampilan Proses Sains. Menguntai Makna.

http://srihendrawati.blogspot.com/2012/02/keteampilan-proses-sains.html. (Minggu 22 Juli 2012, pukul 11.30)

Suef. 2010. strategi pembelajaran RESOURCE BASED LEARNING. http://syu3f.blogspot.com/2010/06/strategi-pembelajaran-resource-based.html. (Senin, 24 September 2012, pukul 20.52)

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Suparman, M Atwi. 2001. Desain Intruksional. Universitas Terbuka. PAU-PPAI. Syukur. 2010. Teori Pembelajaran Gagne. http://syufaal.blogspot.com /2010/08/

teori-pembelajaran-gagne_7014.html ( Minggu, 10 Februari 2013, pukul

16.42)

Tahmid Muhammad. 2011. Belajar Berbasis Aneka Sumber.

http://sahaka.multiply.com/journal/item/11/BELAJAR_BERBASIS_ANEK A_SUMBER. (Selasa 20 September 2011, pukul 21.01)

Triyanto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta.

Unlam. 2011. Keterampilan Proses Sains. FKIP UNLAM. http://fisikahappy. wordpress.com/2011/12/12/keterampilan-proses-sains. (Minggu 22 Juli 2012. Pukul 11.30)

Vahono. 2009. Keterampilan Proses Sains. http://vahonov.files.wordpress.com /2009/07/keterampilan-proses-sains.pdf. (Minggu 22 Juli 2012, pukul 11.30) Wahono Widido. 2011. Keterampilan Proses Sains. .

http://wawid.files.wordpress.com /2011/05/keterampilan-proses-sains.pdf. (Minggu 22 Juli 2012, pukul 12.14)

Walter Dick, Lou Carey, James Carey. 2001. The Systematic Design of Instruction. Sixth Edition. United States of America.


(6)

Woolfolk, Anita. 2003. Educational Psychologi. Ninth Edition. New York. Zaini Hisyam. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Insan Madani. Yogyakarta.

Zaib. 2010. Belajar dan Pembelajaran. http://zaifbio.wordpress.com/2010/04/29 /teori-teori- belajar- behaviorisme-gestalt-kognitivisme-konstruktivisme- cbsa-keterampilan-proses-sosial-ctl-pendekatan-komunikatif-pendekatan-tematik-integratif. (Minggu 8 Juli 2012, pukul 14.19)