PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X SMA DI BANDAR LAMPUNG

(1)

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X SMA DI BANDAR LAMPUNG

(Tesis)

Oleh

BETHA NATALIA ARITONANG

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X SMA DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

BETHA NATALIA ARITONANG Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(3)

i

ABSTRACT

DEVELOPING STUDENTS WORKSHEET FOR PHYSICS IN GRADE X SENIOR HIGH SCHOOL IN BANDAR LAMPUNG

By

Betha Natalia Aritonang

The purposes of this research are (1) analizing the school’s potential and condition for developing worksheet as a guidance for students in doing experiment for rectilinear motion subject matter, (2) developing worksheet as a guidance for students in doing experiment for rectilinear motion subject matter, (3) analizing the effectiveness of using worksheet as a guidance for students in doing

experiment for rectilinear motion subject matter, (4) analizing the efficiency of using worksheet as a guidance for students in doing experiment for rectilinear motion subject matter, and (5) analizing the attractiveness of using worksheet as a guidance for students in doing experiment for rectilinear motion subject matter. This research used research and development approach. It was conducted in SMA Yadika Bandar Lampung, SMA Negeri 5 Bandar Lampung, and SMA Negeri 15 Bandar Lampung. Data collecting technique used are test and questionnaire. The research data was analized descriptively and by using T-Test.

The conclusions of this research are: (1) Senior high schools in Bandar Lampung are potential for developing students worksheet. It was identified that there had not been worksheet as a guidance for students in doing experiment for rectilinear motion subject matter before, the learning result which tended to be low in the subject matter, and the presentation of the guidance used before did not support for achieving the goal of physics. (2) The worksheet development processes are (a) analysing the curriculum i.e. analysing Standar of Competence, Basic Competene, and materials which needed the worksheet, (b) formulating the learning indicators and goals, (c) mapping the worksheet needs to identify the number of worksheet needed, (d) determining the worksheet elements,

(e) collecting the materials, and (f) composing the worksheet. (3) The worksheet is effective in use as a guidance for students in doing experiment for rectilinear motion subject matter as it can be seen from the increase of students’ learning result and the average gain was 0.82. (4) The worksheet is efficient in use as a guidance for students in doing experiment for rectilinear motion subject matter as it can be seen from the time spent in the learning process was less than the time needed, with the efficiency presentage was 1.62. (5) The worksheet is attractive in use as a guidance for students in doing experiment for rectilinear motion subject matter as it can be seen from the result of the worksheet attractiveness testing with the average percentage was 78%, and from the increase of students’ learning time because they were interested in using the worksheet during the learning process.


(4)

ii ABSTRAK

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X SMA DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

Betha Natalia Aritonang

Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis potensi dan kondisi sekolah untuk mengembangkan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus, (2) mengembangkan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus, (3) menganalisis efektifitas penggunaan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus, (4) menganalisis efisiensi penggunaan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus, dan (5) menganalisis kemenarikan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus.

Penelitian menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan. Penelitian dilakukan di SMA Yadika Bandar Lampung, SMA Negeri 5 Bandar Lampung, dan SMA Negeri 15 Bandar Lampung. Pengumpulan data menggunakan tes dan angket. Data penelitian dianalisis secara deskriptif dan uji T-Test.

Kesimpulan penelitian adalah: (1) SMA di Bandar Lampung berpotensi untuk pengembangan LKS. Hal ini ditandai dengan kondisi belum adanya LKS sebagai panduan praktikum siswa materi gerak lurus, hasil belajar yang cenderung rendah pada materi gerak lurus, dan penyajian panduan yang digunakan selama ini tidak mendukung tercapainya tujuan mata pelajaran fisika. (2) Proses pengembangan LKS adalah (a) analisis kurikulum yaitu menganalisis SK, KD, dan materi mana yang memerlukan LKS; (b) merumuskan indikator dan tujuan pembelajaran; (c) menyusun peta kebutuhan LKS untuk mengetahui jumlah LKS yang diperlukan; (d) menentukan unsur-unsur LKS; (e) mengumpulkan materi; dan (f) menulis LKS. (3) LKS efektif digunakan sebagai panduan praktikum materi gerak lurus dilihat dari peningkatan hasil belajar siswa, dengan rata-rata gain 0,82. (4) LKS efisien digunakan sebagai panduan praktikum materi gerak lurus dilihat dari lebih sedikit waktu yang digunakan dalam pembelajaran jika dibandingkan dengan waktu yang diperlukan, dengan nilai efisiensi 1,62. (5) LKS menarik digunakan sebagai panduan praktikum materi gerak lurus dilihat dari hasil uji kemenarikan LKS dengan rata-rata persentase 78%, dan bertambahnya jumlah jam belajar siswa karena tertarik menggunakan LKS dalam pembelajaran.


(5)

Judul Tesis : PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X SMA DI BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Betha Natalia Aritonang No. Pokok Mahasiswa : 1123011044

Program Studi : Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Herpratiwi, M.Pd. Drs. I Dewa Putu Nyeneng, M.Sc.

NIP 19640914 198712 2 001 NIP 19580603 198303 1 022

2. Ketua Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan

Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. NIP 19531018 198112 2 001


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Herpratiwi, M.Pd. ...

Sekretaris : Drs. I Dewa Putu Nyeneng, M.Sc. ...

Penguji Anggota : I. Dr. Dwi Yulianti, M.Pd. ...

II. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. ... 2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

3. Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. NIP 19530528 198103 1 002


(7)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul “PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA MATA

PELAJARAN FISIKA KELAS X SMA DI BANDAR LAMPUNG” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas

karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang

berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiatisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sangsi yang diberikan

kepada saya serta sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Januari 2013 Pembuat pernyataan

BETHA NATALIA ARITONANG NPM 1123011044


(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Lembar Kerja Siswa Mata Pelajaran Fisika Kelas X SMA di Bandar Lampung”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Pendidikan pada Program Pascasarjan Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Tesis ini terselesaikan dengan bimbingan, dukungan, bantuan, dan doa dari

orangtua, kekasih, para sahabat, dan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis

mengucapkan terima kasih dengan tulus dan penuh hormat kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas

Lampung.

3. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

4. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku Ketua Program Pascasarjana Teknologi

Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Dr. Herpratiwi, M.Pd., selaku Sekretaris Program Pascasarjana Teknologi

Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung


(9)

vii

6. Drs. I Dewa Putu Nyeneng, M.Sc., selaku Pembimbing II dalam penyusunan

tesis ini.

7. Bapak/Ibu dosen dan staf administrasi Program Pascasarjana Teknologi

Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

8. Dr. Undang Rosidin,M.Pd., Dr. Abdurrahman,M.Si., dan Dr. Riswandi,M.Pd,

selaku penguji ahli produk yang dikembangkan dalam tesis ini.

9. Kepala SMA Yadika Bandar Lampung, Kepala SMA Negeri 5 Bandar

Lampung, dan Kepala SMA Negeri 15 Bandar Lampung.

10. Rekan sejawat, staf, dan seluruh karyawan SMA Yadika Bandar Lampung.

11. Dra. Herita Dewi, dan Nelma, S.Pd., selaku guru mitra dalam penelitian.

12. Siswa kelas X SMA Yadika Bandar Lampung, SMA Negeri 5 Bandar

Lampung, dan SMA Negeri 15 Bandar Lampung.

13. Rekan seperjuangan angkatan 2011 (khususnya Linda, Tina, Elis, Agung,

Selvi, Julia, Alvi, Ari, Emi, Herlina, Nurbaiti, Rina, Sri, Ela, Septi, Iis, Ida,

Junaina, Saffudin, Suparwan, Susilo, Mualimin, Rio, Galih, Ria, Dwi, Lilis,

Helmi, Herna, Ningrum, dan Yulia) pada Program Pascasarjana Teknologi

Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

14. Semua pihak yang telah mendukung, membantu,dan mendoakan.

Penulis mendoakan semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik semua

pihak di atas, dan semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Januari 2013 Pembuat pernyataan


(10)

viii

PERSEMBAHAN

Puji syukur pada Tuhan Yesus Kristus, karya ini kupersembahkan untuk : Papa dan mama tersayang yang selalu mendoakan, mengasihi, memotivasi,

menyemangati, dan mendukung dalam segala hal untuk keberhasilanku. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.


(11)

ix MOTTO

“Karena hikmat akan masuk ke dalam hatimu dan pengetahuan akan menyenangkan jiwamu;

kebijaksanaan akan memelihara engkau, kepandaian akan menjaga engkau”

(Amsal 2 : 10-11)

“Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu,

maka engkau akan mendapat kasih dan pengharapan dalam pandangan Allah serta manusia”

(Amsal 3 : 3-4)


(12)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 Pola komunikasi dalam belajar kelompok yang dikontrol oleh anggota

kelompok ... 28 2.2 Pola komunikasi dalam belajar kelompok yang dikontrol oleh guru... 28 2.3 Diagram kerangka berpikir ... 55 3.1 Diagram langkah-langkah pengembangan LKS sebagai panduan praktikum

fisika siswa materi gerak lurus ... 58 3.2 Desain eksperimen one-group pretest-posttest design... 63


(13)

x DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah ...9

1.3 Batasan Masalah ...9

1.4 Rumusan Masalah ...10

1.5 Tujuan Penelitian ...11

1.6 Manfaat Penelitian ...11

1.6.1 Secara Teoritis ...11

1.6.2 Secara Praktis ...12

1.7 Produk yang Dihasilkan ...12

1.7.1 Produk Utama ...12

1.7.2 Produk Pendukung ...13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar ...15

2.2 Pembelajaran ...20

2.3 Belajar Mandiri ...24

2.4 Teori Komunikasi dalam Pembelajaran ...27

2.5 Desain Sistem Pembelajaran ...29

2.6 Karakteristik Pembelajaran Fisika ...37

2.7 Bahan Ajar ...40


(14)

xi

2.10 Kerangka Berpikir ...53

2.11 Hipotesis ...56

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ...57

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...57

3.3 Langkah-langkah Penelitian ...57

3.3.1 Studi Pendahuluan...59

3.3.2 Perencanaan ...60

3.3.3 Pengembangan Produk Awal ...60

3.3.4 Uji Coba Terbatas ...61

3.3.5 Revisi ...62

3.3.6 Uji Lapangan ...63

3.3.7 Penyempurnaan Produk Utama ...63

3.4 Instrumen Penelitian...64

3.5 Teknik Pengumpulan Data ...64

3.6 Teknik Analisis Data ...65

3.6.1 Analisis Data Kuantitatif ...65

3.6.2 Analisis Data Kualitatif ...66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...68

4.1.1 Potensi untuk Pengembangan LKS ...68

4.1.2 Proses Pengembangan LKS ...70

4.1.3 Hasil Pengembangan Produk Awal ...75

4.1.3 Hasil Uji Coba Terbatas ...76

4.1.4 Hasil Revisi ...87

4.1.5 Hasil Uji Lapangan ...88

4.1.6 Penyempurnaan Produk ...91

4.2 Pembahasan ...91


(15)

xii

4.2.3 Kemenarikan LKS ...96

4.2.4 Kelebihan Produk Hasil Pengembangan ...97

4.2.5 Kekurangan Produk Hasil Pengembangan ...98

4.2.6 Keterbatasan Penelitian ...98

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan ...99

5.2 Implikasi ...100

5.3 Saran ...101 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 SK dan KD mata pelajaran fisika SMA kelas X semester 1 ... 6

2.1 Cara pandang belajar menurut Piaget dan Vygotsky ... 18

3.1 Nilai rata-rata gain ternormalisasi dan klasifikasinya ... 66

3.2 Nilai efisiensi pembelajaran dan klasifikasinya ... 66

4.1 Hasil anallisis SK dan KD ... 72

4.2 Draft produk awal pengembangan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus ... 75

4.3 Rata-rata nilai pretest dan posttest pada uji perorangan ... 78

4.4 Tingkat efektifitas penggunaan LKS pada uji perorangan... 80

4.5 Perbandingan waktu yang diperlukan dengan waktu yang digunakan dalam pembelajaran pada uji perorangan ... 81

4.6 Hasil analisis angket kemenarikan LKS pada uji perorangan... 82

4.7 Rata-rata nilai pretest dan posttest pada uji kelompok kecil ... 83

4.8 Tingkat efektifitas penggunaan LKS pada uji kelompok kecil ... 84

4.9 Perbandingan waktu yang diperlukan dengan waktu yang digunakan dalam pembelajaran pada uji kelompok kecil... 85

4.10Hasil analisis angket kemenarikan LKS pada uji kelompok kecil ... 86

4.11Perbandingan waktu yang diperlukan dengan waktu yang digunakan dalam pembelajaran pada uji lapangan ... 90


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas, 2003: 12).

Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan guru agar terjadi proses

belajar pada diri siswa. Pembelajaran mencakup bagaimana cara-cara guru

dalam mengorganisasikan isi pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran,

dan mengelola pembelajaran. Dalam Depdiknas (2005: 12) dijelaskan bahwa

ada empat hal yang terkait dengan proses pembelajaran, yaitu perencanaan,

pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan. Perencanaan pembelajaran

merupakan acuan dalam membuat target pencapaian keberhasilan

pembelajaran. Dalam perencanaan dituangkan kompetensi yang ingin dicapai

kemudian dirancang metode, strategi, bahan ajar, dan instrumen penilaian


(18)

Tujuan pembelajaran dapat tercapai jika terjadi interaksi yang tepat antara

guru, siswa, dan sumber belajar. Salah satu hal yang dapat dilakukan agar

tujuan pembelajaran dapat tercapai yaitu dengan pemilihan sumber belajar

yang tepat. Dalam memilih sumber belajar, guru tentu harus menyesuaikan

dengan materi yang akan diajarkan dan metode pembelajaran yang akan

digunakan.

Permendiknas No. 22 Thn. 2006 tentang standar isi menjelaskan bahwa

pembelajaran fisika pada tingkat SMA/MA dilaksanakan secara inkuiri ilmiah

untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah, serta

berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Lebih

lanjut dijelaskan bahwa salah satu tujuan pembelajaran fisika yaitu agar siswa

memiliki kemampuan mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan

masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang

dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan

menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan

tertulis. Metode pembelajaran yang sering digunakan guru untuk mencapai

tujuan tersebut adalah praktikum.

Metode praktikum adalah suatu cara membelajarkan, dimana siswa

melakukan suatu percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya serta

menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan disampaikan ke

kelas dan dievaluasi oleh guru. Metode praktikum yang digunakan dalam


(19)

tentang standar proses yang menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan

pembelajaran, guru memfasilitasi siswa melakukan percobaan di

laboratorium, memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi , dan

lain-lain, untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.

Pada pembelajaran dengan metode praktikum, siswa memperoleh

pengalaman belajar secara nyata, siswa dapat terlibat sebagai subjek dalam

proses pembelajaran, siswa dapat memahami konsep-konsep fisika yang

abstrak, siswa juga dapat menampilkan hakekat fisika sebagai proses, sikap,

dan produk ilmiah. Selain itu, berdasarkan kerucut pengalaman Dale,

Sanjaya (2009: 166) menjelaskan bahwa dengan memberikan pengalaman

secara langsung misalnya melalui praktikum, proses belajar yang terjadi akan

memberikan pengalaman belajar yang lebih banyak dan hasil yang lebih

bermakna bila dibandingkan hanya memberikan pengalaman yang abstrak,

misalnya hanya melalui bahasa verbal dan tidak melibatkan siswa secara

langsung.

Berkaitan dengan praktikum, Tabatabai (2009: 1) mengemukakan bahwa

untuk mengerjakan suatu kegiatan belajar dalam bentuk praktik diperlukan

lembar kerja siswa (LKS). LKS merupakan salah satu bahan ajar yang dapat

dijadikan sebagai suatu panduan yang dapat membantu siswa dalam beberapa

hal diantaranya penggunaan alat dan bahan praktikum, pengumpulan data,

analisis hasil praktikum, dan mengaitkan kegiatan praktikum yang telah


(20)

Pada pelaksanaan praktikum fisika kelas X di SMA Yadika Bandar Lampung,

guru selama ini menggunakan buku pedoman, tidak ada LKS yang digunakan

sebagai panduan praktikum siswa. Buku pedoman yang digunakan tersebut

hanya berisi tujuan, alat dan bahan, cara kerja, tabel pengamatan, beberapa

pertanyaan, dan teori yang sangat singkat berkaitan dengan materi praktikum.

Selain di SMA Yadika Bandar Lampung, juga dilakukan observasi dan

wawancara terhadap pelaksanaan praktikum fisika di beberapa kelas X SMA

di Bandar Lampung, diantaranya adalah SMA Negeri 5 Bandar Lampung dan

SMA Negeri 15 Bandar Lampung. Berdasarkan wawancara terhadap guru

mata pelajaran fisika kelas X di SMA tersebut, diketahui bahwa tidak ada

LKS yang digunakan sebagai panduan praktikum fisika siswa. LKS yang ada

hanyalah berisi materi-materi fisika, tugas-tugas, dan evaluasi yang berkaitan

dengan materi-materi pada semester itu.

Pada pelaksanaan praktikum fisika di beberapa SMA lain di Bandar

Lampung, juga tidak ada LKS yang digunakan sebagai panduan praktikum,

yang digunakan sebagai panduan adalah lembar kegiatan atau aktivitas

praktikum dalam buku paket fisika pada semester itu. Setelah dilakukan

kajian, kegiatan atau aktivitas praktikum yang terdapat dalam beberapa buku

paket hanya terbatas pada penyajian alat dan bahan percobaan, prosedur

percobaan, dan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi


(21)

Permendiknas No. 22 Thn. 2006 tentang standar isi, memuat salah satu tujuan

mata pelajaran fisika yaitu mengembangkan pengalaman untuk dapat

merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,

merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan

menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan

tertulis. Penyajian panduan praktikum yang biasa digunakan selama ini dapat

mengakibatkan tidak tercapainya tujuan tersebut karena panduan yang ada

tidak menuntun siswa pada perumusan masalah, penentuan hipotesis,

pengolahan data, penarikan kesimpulan, sampai pada pengkomunikasian hasil

percobaan. Panduan yang biasa digunakan selama ini hanya mengarahkan

pada penggunaan alat dan bahan serta prosedur percobaan saja.

Berkaitan dengan panduan praktikum yang digunakan tersebut, dilakukan

wawancara terhadap siswa SMA Yadika Bandar Lampung, SMAN 5 Bandar

Lampung, dan SMAN 15 Bandar Lampung. Hasil wawancara menunjukkan

bahwa keterbatasan penyajian panduan praktikum membuat siswa sulit

mengaitkan antara teori dengan percobaan karena pemahaman awal tidak

dikonstruksi terlebih dahulu dan setelah praktikum tidak ada

pertanyaan-pertanyaan atau tugas lanjutan yang dapat lebih memperdalam pemahaman

dan ingatan siswa terhadap materi yang telah dipraktikkan.

Panduan praktikum yang digunakan selama ini juga menimbulkan masalah

lain ketika praktikum terkadang tidak dapat dilakukan karena kegiatan atau

aktivitas praktikum yang terdapat di dalam buku paket membutuhkan alat dan


(22)

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa

diperlukan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa yang tidak terbatas

pada penyajian alat dan bahan serta prosedur percobaan, tetapi juga dalam

membantu pengkonstruksian pengetahuan awal siswa untuk merumuskan

masalah dan mengajukan hipotesis. Selain itu, LKS juga menyajikan

pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang dapat membantu siswa untuk lebih

memahami dan mengingat materi yang dipraktikkan serta membantu siswa

dalam mengambil kesimpulan dari apa yang telah dipraktikkannya.

Analisis kebutuhan akan LKS kemudian ditindaklanjuti dengan memilih

standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) mata pelajaran fisika

SMA kelas X semester 1 yang dalam pembelajaran dilakukan praktikum dan

sangat perlu dikembangkan LKS sebagai panduan praktikumnya. SK dan KD

dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 SK dan KD Mata Pelajaran Fisika SMA Kelas X Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Menerapkan konsep besaran fisika dan pengukurannya

1.1 Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu)

1.2 Melakukan penjumlahan vektor 2. Menerapkan konsep

dan prinsip dasar kinematika dan dinamika benda titik

2.1.Menganalisis besaran fisika pada gerak dengan kecepatan dan percepatan konstan 2.2.Menganalisis besaran fisika pada gerak

melingkar dengan laju konstan

2.3.Menerapkan Hukum Newton sebagai

prinsip dasar dinamika untuk gerak lurus, gerak vertika, dan gerak melingkar beraturan

Berdasarkan SK, KD, dan hasil belajar siswa, maka KD 2.1 yaitu


(23)

konstan merupakan KD yang sangat perlu dikembangkan LKS sebagai

panduan praktikumnya. Hal tersebut juga didasarkan pada hasil belajar siswa

di SMA Yadika Bandar Lampung tahun pelajaran 2011-2012, di mana hanya

31,75% siswa yang hasil belajarnya mencapai KKM pada KD 2.1. Hal lain

yang mendasari sangat perlunya dikembangkan LKS praktikum untuk KD 2.1

adalah sangat berpengaruhnya materi pada KD tersebut (materi gerak lurus)

sebagai dasar dari materi-materi selanjutnya yang lebih kompleks. Jika siswa

tidak memahami materi-materi pada KD tersebut dengan baik maka akan sulit

untuk memahami materi-materi fisika di KD selanjutnya.

Cenderung rendahnya hasil belajar siswa sebagai akibat dari pengetahuan dan

pemahaman konsep siswa terhadap materi gerak lurus yang disajikan melalui

praktikum tidak dapat berkembang secara optimal. Keterbatasan penyajian

bahan ajar yang selama ini digunakan sebagai panduan praktikum siswa

menjadi salah satu penyebab masalah tersebut. Selain hasil belajar yang

cenderung rendah, keadaan tersebut juga berdampak pada pembelajaran

menjadi kurang efektif dan efisien.

Berkaitan dengan permasalahan yang ada, telah diberikan angket kepada

siswa di SMA Yadika Bandar Lampung dan dilakukan wawancara terhadap

guru mata pelajaran fisika di SMA Negeri 5 Bandar Lampung dan SMA

Negeri 15 Bandar Lampung untuk mengetahui tingkat kebutuhan akan LKS


(24)

angket dan hasil wawancara, diketahui bahwa siswa dan guru membutuhkan

LKS sebagai panduan praktikum fisika materi gerak lurus.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka diperlukan LKS sebagai panduan

praktikum materi gerak lurus yang tentunya tidak saja menyajikan alat dan

bahan serta prosedur percobaan, tetapi juga menyajikan

pertanyaan-pertanyaan atau fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-hari untuk

mengkonstruksi pemahaman awal siswa. Selain itu, LKS juga berisi

pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang membimbing siswa dalam merumuskan

masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang

dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan

menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan sehingga siswa

menjadi semakin paham dan ingatan dengan materi. Pemahaman dan ingatan

yang tinggi terhadap suatu materi dasar berdampak pada lebih mudahnya

siswa untuk memahami dan mengingat materi-materi selanjutnya.

Adanya LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus

membuat bahan ajar menjadi semakin kaya, menarik, dan efektif dalam

pembelajaran. Selain itu, keberadaan LKS ini juga menjadi sangat

bermanfaat dalam mengaitkan teori atau konsep materi gerak lurus dengan

percobaan langsung yang dilakukan oleh siswa. Dengan demikian,

pengetahuan siswa terhadap materi lebih mendalam dan tertanam lebih lama


(25)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka identifikasi masalah pada

penelitian pengembangan ini adalah

1. Tidak terdapat LKS yang digunakan sebagai panduan praktikum fisika

siswa.

2. Buku pedoman atau kegiatan/aktivitas praktikum yang terdapat dalam

buku paket digunakan sebagai panduan praktikum fisika siswa.

3. Penyajian panduan praktikum yang biasa digunakan dapat mengakibatkan

tidak tercapainya tujuan mata pelajaran fisika.

4. Keterbatasan penyajian panduan praktikum yang biasa digunakan

membuat siswa sulit mengaitkan antara teori dengan percobaan.

5. Alat dan bahan praktikum yang dimiliki sekolah terkadang tidak

mendukung aktivitas/kegiatan praktikum yang terdapat dalam buku paket.

6. Siswa yang hasil belajarnya mencapai KKM pada materi gerak lurus hanya

31,75% (data terlampir ).

7. Pembelajaran kurang efektif dan efisien.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka batasan masalah pada penelitian

pengembangan ini adalah

1. Adanya potensi untuk pengembangan LKS sebagai panduan praktikum


(26)

2. Pengembangan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa

materi gerak lurus.

3. Uji efektifitas penggunaan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa

materi gerak lurus.

4. Uji efisiensi penggunaan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa

materi gerak lurus.

5. Uji kemenarikan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi

gerak lurus.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian

pengembangan ini adalah

1. Bagaimana potensi untuk pengembangan LKS sebagai panduan praktikum

fisika siswa materi gerak lurus?

2. Bagaimana proses pengembangan LKS sebagai panduan praktikum fisika

siswa materi gerak lurus?

3. Bagaimana efektifitas penggunaan LKS sebagai panduan praktikum fisika

siswa materi gerak lurus?

4. Bagaimana efisiensi penggunaan LKS sebagai panduan praktikum fisika

siswa materi gerak lurus?

5. Bagaimana kemenarikan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa


(27)

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian pengembangan ini

adalah

1. Menganalisis potensi untuk pengembangan LKS sebagai panduan

praktikum fisika siswa materi gerak lurus.

2. Mengembangkan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi

gerak lurus.

3. Menganalisis efektifitas penggunaan LKS sebagai panduan praktikum

fisika siswa materi gerak lurus.

4. Menganalisis efisiensi penggunaan LKS sebagai panduan praktikum fisika

siswa materi gerak lurus.

5. Menganalisis kemenarikan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa

materi gerak lurus.

1.6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian pengembangan ini

adalah

1.6.1 Secara Teoritis

1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya teknologi

pendidikan kawasan pengembangan teknologi cetak.


(28)

1.6.1 Secara Praktis

1. Produk hasil penelitian yang dikembangkan, yaitu LKS sebagai

panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus, dapat menjadi

salah satu bahan ajar yang menarik dan bermanfaat dalam

mengaitkan antara teori atau konsep dengan percobaan langsung

yang dilakukan siswa sehingga hasil belajar meningkat dan

pembelajaran menjadi semakin efektif dan efisien.

2. LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus

yang dikembangkan dapat menjadi salah satu bahan ajar yang

menjadi pilihan guru dalam menyajikan pembelajaran materi gerak

lurus melalui praktikum.

3. Menjadi dasar pertimbangan bagi guru untuk merancang dan

mengembangkan LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa pada

materi-materi yang lain.

4. Dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian

pengembangan selanjutnya.

1.7 Produk yang Dihasilkan

Produk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah

1.7.1 Produk Utama

Produk utama yang dihasilkan pada penelitian pengembangan ini adalah

LKS sebagai panduan praktikum fisika siswa materi gerak lurus. LKS


(29)

Thn. 2006, dan unsur-unsur LKS menurut pendapat Trianto (2010: 223)

dan Prastowo (2012: 207). Mengacu pada kedua hal tersebut, maka

LKS yang dihasilkan terdiri dari empat unsur, yaitu (1) judul; (2)

kompetensi dasar; (3) teori singkat tentang materi; dan (4) percobaan

yang dilakukan, meliputi tujuan percobaan, rumusan masalah, hipotesis,

alat dan bahan, rancangan percobaan, langkah-langkah percobaan, ,data

pengamatan, pertanyaan-pertanyaan, dan kesimpulan. LKS yang

dihasilkan juga didesain dengan tampilan yang menarik melalui

penggunaan gambar, warna, dan tulisan yang tepat.

1.7.2 Produk Pendukung

Produk pendukung yang dihasilkan pada penelitian pengembangan ini

adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) praktikum materi

gerak lurus yang dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran Problem Based Introduction (PBI) atau pembelajaran

berdasarkan masalah, dengan metode pembelajarannya adalah

praktikum dan diskusi. Tahapan-tahapan model pembelajaran PBI

adalah (1) guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai,

meyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan, dan

memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah;

(2) guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas

belajar yang berhubungan dengan masalah yang ada; (3) guru

mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan


(30)

(4) guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya

yang sesuai seperti laporan; dan (5) guru membantu siswa melakukan


(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar

Belajar merupakan proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan

berlangsung seumur hidup. Banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli

yang berusaha memberi penjelasan tentang belajar. Anderson (2001: 35)

mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif

menetap terjadi dalam tingkah laku potensial sebagai hasil dari pengalaman.

Sardiman (2004: 21) mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian

kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi

manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa,

ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, siswa dikatakan belajar ketika

terjadi perubahan dalam dirinya mencakup aspek kognitif, psikomotor, dan

afektif sebagai hasil dari pengalaman belajarnya. Perubahan pada aspek

kognitif, psikomotor, dan afektif tersebut dapat terjadi melalui pengalaman

belajar yang diperoleh siswa dari praktikum, di mana siswa tidak hanya


(32)

percobaan. Pengalaman belajar tesebut akan semakin bermakna jika dalam

praktikum dilengkapi dengan LKS panduan praktikum.

Berkaitan dengan pengalaman belajar, Bruner dalam Sagala (2012: 36)

mengemukakan bahwa pengalaman belajar yang diperoleh dari partisipasi

aktif siswa dalam pembelajaran merupakan salah satu motivasi siswa untuk

belajar. Menurutnya, pengalaman belajar yang seperti itu dapat dicontohkan

oleh pengalaman belajar penemuan yang intuitif. Berdasarkan pendapat

Bruner tersebut, pengalaman belajar penemuan yang dapat memotivasi siswa

untuk belajar salah satunya melalui praktikum di mana siswa dapat

termotivasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi

pelajaran melalui serangkaian kegiatan percobaan, pengumpulan dan analisis

data percobaan, perumusan masalah, penentuan hipotesis, sampai pada

penarikan kesimpulan. Motivasi belajar juga akan semakin dimiliki siswa

dengan digunakannya LKS panduan praktikum yang memiliki daya tarik,

selain penggunaan buku paket.

Ausubel dalam Juma (2012: 1) mengklasifikasikan belajar dalam dua dimensi

sebagai berikut

1. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran

yang disajikan pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang

menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dalam bentuk

belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri


(33)

2. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat megaitkan

informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa dapat

menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang

telah dimilikinya maka belajar jadi bermakna. Tetapi jika siswa

menghapalkan infromasi guru itu, tanpa menghubungkan pada konsep

yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi hapalan.

Berdasarkan pengklasifikasian belajar menurut Ausebel tersebut, maka siswa

yang belajar melalui praktikum di laboratorium dan dilengkapi dengan LKS

sebagai panduan praktikumnya dapat diklasifikasikan ke dalam belajar

dimensi pertama dan kedua. Dalam hal ini, siswa menerima materi pelajaran

dalam bentuk belajar penemuan melalui percobaan yang mengharuskan siswa

untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan dikerjakan.

Selanjutnya siswa dapat mengaitkan materi itu pada struktur kognitif (teori

atau konsep) yang telah dimiliki sebelumnya lalu mengembangkannya

sehingga diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam melalui serangkaian

materi, kegiatan, dan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada LKS.

Piaget dalam Cahyo (2011: 1) menjelaskan tentang penerapan model belajar

konstruktivis di mana siswa yang aktif menciptakan struktur kognitif dalam

interaksinya dengan lingkungan belajar. Dengan bantuan struktur kognitif

ini, siswa menyusun pengertian mengenai realitasnya. Siswa berpikir aktif

serta mengambil tanggung jawab atas proses pembelajaran dirinya. Piaget


(34)

kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa aktif anak berinteraksi

dengan lingkungannya.

Berdasarkan penjelasan Piaget tersebut, pengetahuan diperoleh dari tindakan

dan ditentukan dari keaktifan siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan

belajarnya. Siswa dapat memperoleh pengetahuan dari tindakan dan

berinteraksi aktif dengan lingkungan belajarnya salah satunya dengan belajar

di laboratorium melalui praktikum. Melalui praktikum yang dilengkapi

dengan LKS, siswa dapat secara aktif membangun pengetahuan dan

pemahaman tentang materi pelajaran berdasarkan realitas atau kenyataan

yang diperoleh langsung dari serangkaian percobaan dan analisis yang

dilakukan. Pengetahuan dan pemahaman tersebut kemudian dapat disajikan

baik secara tulisan maupun lisan.

Berkaitan dengan aliran konstruktivis, Woolfolk (2003: 342) memaparkan

cara pandang belajar menurut Piaget dan Vygotsky, yang dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Cara Pandang Belajar Menurut Piaget dan Vygotsky Konstruktifitas

Psikologi/ Individu Sosial

Piaget Vygotsky

Belajar Membangun siswa aktif berdasarkan pengetahuan sebelumnya melalui

kesempatan-kesempatan dan proses untuk menghubungkan apa yang sudah diketahui.

Membangun pengetahuan kolaboratif berdasarkan lingkungan sosial dan nilai terbentuk melalui

kesempatan-kesempatan sosial.

Peran guru

Fasilitator, pembimbing, mendengarkan konsep, ide, dan pemikiran siswa.

Fasilitator, pembimbing, dan turut membantu membangun pengetahuan, mendengar


(35)

konsep-konsep siswa yang dibangun secara sosial. Peran

teman

Tidak perlu tetapi dapat menstimulasi pemikiran dan menimbulkan

pertanyaan-pertanyaan.

Bagian penting dalam proses pembentukan pengetahuan.

Peran siswa

Membangun secara aktif (dengan otak), pemikir aktif, pemberi keterangan,

penerjemah, penanya.

Aktif membangun dengan diri sendiri dan orang lain, pemikir aktif, pemberi keterangan, penerjemah, penanya, partisipasi aktif sosial.

Tabel 2.1 Cara Pandang Belajar Menurut Piaget dan Vygotsky

Berdasarkan Tabel 2.1, siswa sebagai si belajar adalah pihak yang aktif dalam

membangun pengetahuan, guru hanya sebagai fasilitator saja. Menurut Piaget

siswa membangun pengetahuan dengan otak dan pemikiran sendiri,

sedangkan menurut Vygotsky siswa membangun pengetahuan melalui

interaksi sosial. Siswa sebagai makhluk individu tentu memiliki pengetahuan

yang tersimpan di dalam otaknya. Melalui praktikum yang dilakukan

berkelompok, setiap individu aktif mengolah, mencerna, dan memberi makna

terhadap rangsangan dan pengalaman yang diperolehnya sehingga menjadi

suatu pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki masing-masing individu

tersebut kemudian dapat dikembangkan dan dibangun lagi bersama-sama

dengan siswa lain dalam kelompoknya melalui serangkaian kegiatan dan

pertanyaan yang disajikan dalam LKS sebagai panduan praktikum siswa.

Belajar akan diperkuat jika siswa diberikan penugasan-penugasan. Melalui

penugasan-penugasan tersebut pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat

dikembangkan sehingga siswa akan semakin paham dan mengingat


(36)

belajar akan diperkuat jika siswa ditugaskan untuk (1) menjelaskan sesuatu

dengan bahasa sendiri, (2) memberikan contoh mengenai sesuatu,

(3) mengenali sesuatu dalam berbagai keadaan dan kesempatan, (4) melihat

hubungan antara sesuatu dengan fakta atau informasi lain, (5) memanfaatkan

sesuatu dalam berbagai kesempatan, (6) memperkirakan konsekuensinya, dan

(7) menyatakan hal yang bertentangan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, tugas-tugas yang dapat memperkuat

belajar siswa dapat disajikan juga melalui LKS panduan praktikum siswa.

Pengetahuan yang sudah dibangun dan dimiliki siswa melalui praktikum

dapat dituangkan secara lisan melalui tugas-tugas berupa

pertanyaan-pertanyaan atau langkah kerja yang perlu dilakukan siswa.

Dengan demikian, siswa dapat semakin memahami materi pelajaran, dan

mengingat materi tersebut dalam jangka waktu yang lama.

2.2 Pembelajaran

Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa. Waterworct dalam

Suparno (2001: 3) mengemukakan bahwa pembelajaran sebagai suatu proses

transaksional akademis bertujuan bagaimana peserta didik mengerti dan

paham tentang apa yang mereka pelajari. Dalam Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 tertulis bahwa pembelajaran adalah

proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar. Berkaitan dengan dua definisi tersebut, pembelajaran


(37)

lingkungan belajar. Kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru harus

dikondisikan secara tepat dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar

sehingga tercipta lingkungan belajar yang mendukung untuk membantu siswa

mengeti dan memahami apa yang mereka pelajari. Praktikum yang

dilengkapi dengan LKS sebagai panduannya sangat memungkinkan guru

memfasilitasi siswa untuk mengerti dan memahami apa yang dipelajari.

Adanya interaksi antara guru, siswa, dan sumber belajar yang beragam di

laboratorium dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Sutikno (2007: 50) mengemukakan

Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasikan isi pembelajaran, menyampaikan isi

pembelajaran, dan mengelola pembelajaran.

Berkaitan dengan pendapat Sutikno tersebut, ada 3 variabel pembelajaran

yaitu (1) kondisi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, dan (3) hasil

pembelajaran. Suatu pembelajaran akan berjalan dengan baik jika guru

mampu mengidentifikasi kondisi pembelajaran, menentukan metode

pembelajaran yang sesuai, dan mengevaluasi hasil pembelajaran dengan

tepat. Kemampuan guru mengidentifikasi kondisi pembelajaran bergantung

pula dari kemampuan guru mengelompokkan kondisi pembelajaran. Metode

pembelajaran dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu (1) strategi

pengelolaan kegiatan pembelajaran, (2) strategi pengorganisasian pelajaran,

dan (3) strategi penyajian pembelajaran. Sedangkan hasil pembelajaran


(38)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, pembelajaran merupakan usaha yang

dilakukan guru dalam mengelola kegiatan belajar untuk menciptakan proses

belajar yang terarah dan terkendali yang akan berdampak pada hasil belajar

siswa. Proses pengelolaan kegiatan belajar salah satunya adalah proses

pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode pembelajaran. Metode

pembelajaran yang digunakan tentu disesuaikan dengan materi pelajaran.

Dalam pembelajaran fisika, ada materi-materi yang perlu untuk disajikan

dengan metode praktikum. Penyajian pembelajaran melalui praktikum tentu

harus dikelola dengan baik agar efektif dan efisien serta berdampak pada hasil

belajar siswa yang baik juga. Salah satunya dengan menggunakan LKS

sebagai panduan praktikum sehingga siswa dapat terarah dan terkendali

dalam proses pembelajaran.

Pendapat lain tentang teori pembelajaran dikemukakan oleh Anita Woolfolk

yang mengemukakan definisi pembelajaran menurut aliran konstruktivistik.

Woolfolk (2003: 323) mengemukakan bahwa pembelajaran menurut aliran

konstruktivistik menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun

pemahaman, mengelola, dan memberi makna terhadap informasi dan

peristiwa yang dialaminya. Pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan

hasil konstruksi diri siswa itu sendiri. Implementasi aliran konstruktivistik

dalam pembelajaran perlu memperhatikan beberapa komponen penting.

Pribadi, (2009: 132) menjelaskan tujuh komponen penting yang perlu

diperhatikan dalam implementasi konstruktivisme dalam kegiatan


(39)

pembelajaran yang bersifat otentik dan situasional, (3) aktivitas belajar harus

menarik dan menantang, (4) siswa harus dapat mengaitkan informasi baru

dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya dalam sebuah proses yang disebut “bridging”, (5) siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari, (6) guru harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator

yang dapat membantu siswa dalam melakukan konstruksi pengetahuan,

(7) guru harus dapat memberi bantuan berupa scaffolding yang diperlukan

oleh siswa dalam menempuh proses belajar.

Berdasarkan pemaparan di atas, pembelajaran aliran konstruktivistik

menghendaki peran guru yang berbeda dengan peran guru yang selama ini.

Guru tidak lagi berperan sebagai seorang yang melakukan presentasi

pengetahuan di depan kelas, tetapi sebagai perancang dan pencipta

pengalaman-pengalaman belajar yang dapat membantu siswa memberi makna

terhadap konsep-konsep dan ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari.

Pengalaman-pengalaman belajar dapat diciptakan guru melalui metode

praktikum, dan dilengkapi dengan LKS sebagai panduan praktikumnya

sehingga dapat membantu siswa memahami dan memberi makna terhadap

praktikum yang dilakukan.

Ada beberapa pendekatan dalam pembelajaran. Sagala (2012: 74)

menjelaskan tentang pendekatan proses dalam pembelajaran. Menurutnya,

pendekatan proses adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberi


(40)

penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses. Berdasarkan

pendekatan ini, praktikum merupakan salah satu metode yang cocok

digunakan oleh guru dalam pembelajaran yang bersifat penemuan. Melalui

praktikum siswa dapat melakukan penemuan-penemuan yang berkaitan

dengan materi pelajaran yang kemudian dihayati dan diolah sehingga

menghasilkan suatu konsep yang matang terhadap materi tersebut. Proses

penghayatan dan pemahaman yang matang terhadap materi pelajaran dapat

didukung dengan penggunaan LKS sebagai panduan praktikum.

Rusyan dalam Sagala (2012: 80) juga menjelaskan tentang pendekatan

pembelajaran, yaitu pendekatan heuristik. Menurutnya pendekatan ini

merancang pembelajaran dari berbagai aspek yang mengarah pada

pengaktifan peserta didik mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan

konsep yang mereka butuhkan. Melalui praktikum siswa menjadi aktif

mencari dan menemukan fakta yang berkaitan dengan materi pelajaran.

Selanjutnya, dengan penggunaan LKS sebagai panduan praktikum, siswa

dapat lebih terarah mengembangkan dan memantapkan konsep-konsep yang

berkaitan dengan materi pelajaran.

2.3 Belajar Mandiri

Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Belajar mandiri adalah kegiatan

atas prakarsa sendiri dalam menginternalisasi pengetahuan, sikap, dan


(41)

orang lain (Permendiknas No. 22 Thn. 2006). Pendapat lain dikemukakan

oleh Miarso (2007: 267) yang mengemukakan bahwa belajar mandiri erat

hubungannya dengan belajar menyelidik, yaitu berupa pengarahan dan

pengontrolan diri dalam memperoleh dan menggunakan pengetahuan.

Berkaitan dengan pembelajaran, Mashudi (2008: 1) mengemukakan bahwa

belajar mandiri adalah belajar secara berinisiatif, menyadari bahwa hubungan

antara pengajar dengan siswa tetap ada, namun hubungan tersebut diwakili

oleh bahan ajar atau media belajar. Lebih lanjut, Dodds dalam Sari (2008: 1)

menjelaskan bahwa belajar mandiri adalah sitem yang memungkinkan siswa

belajar secara mandiri dari bahan cetak, siaran, ataupun bahan pra-rekam

yang telah terlebih dahulu disiapkan.

Berdasarkan pemaparan di atas, pembelajaran dengan metode praktikum yang

dilengkapi dengan LKS sebagai panduannya merupakan salah satu contoh

belajar mandiri. Melalui praktikum siswa dapat belajar secara mandiri untuk

memperoleh pengetahuan melalui serangkaian percobaan yang dilakukan dan

dari materi serta pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada LKS. Guru hanya

sebagai fasilitator yang membimbing siswa menginternalisasi pengetahuan,

sikap, dan keterampilannya.

Miarso (2007: 267) mengemukakan paling sedikit ada dua kemungkinan

untuk melaksanakan belajar mandiri, yaitu (1) digunakan program belajar


(42)

bantuan guru yang minimal, dan (2) melibatkan siswa dalam merencanakan

dan melaksanakan kegiatan. Di sisi lain, Sari (2008: 1) mengemukakan

karakteristik belajar mandiri yaitu siswa sebagai penanggung jawab,

pemegang kendali, pengambil keputusan, atau pengambil inisiatif dalam

memenuhi dan mencapai keberhasilan belajarnya sendiri dengan atau tanpa

bantuan orang lain. Guru hanya sebagai fasilitator.

Berdasarkan pendapat Miarso dan Sari, belajar mandiri bersifat student

center. Aplikasi belajar mandiri pada pembelajarn dengan metode praktikum adalah siswa bertanggung jawab penuh atas keberhasilan praktikum yang

dilakukan yang dibuktikan dengan hasil belajar siswa. Dengan dilengkapinya

praktikum menggunakan LKS, siswa benar-benar dapat secara mandiri

menghubungkan antara teori atau konsep-konsep mata pelajaran dengan

percobaan langsung. Guru hanya sebagai fasilitator dalam praktikum yang

mengarahkan siswa melakukan percobaan, menganalisis hasil percobaan,

menjawab pertanyaan-pertanyaan, dan menarik kesimpulan dengan benar.

Belajar mandiri dapat diwujudkan secara optimal. Race dalam

Khafida (2008: 1) mengidentifikasi bahwa belajar mandiri yang optimal

terjadi apabila (1) siswa merasa menginginkan untuk belajar, (2) belajar

dengan menemukan melaui praktik, trial and error, dan lain-lain, (3) belajar

dengan umpan balik baik dari orang lain atau diri sendiri, dan (4) mendalami

sendiri atau membuat apa yang telah siswa pelajari masuk akal dan dapat

dirasakan sendiri aplikasinya bagi kehidupannya. Berdasarkan pendapat


(43)

sumber belajar yang dapat membantu optimalisasi proses belajar mandiri.

LKS yang menarik dapat memotivasi siswa untuk belajar mandiri. Selain itu,

isi LKS yang terarah dapat memandu siswa untuk belajar melalui serangkaian

percobaan. Dengan demikian siswa dapat mendalami sendiri apa yang telah

mereka pelajari.

2.4 Teori Komunikasi dalam Pembelajaran

Everett M. Rogers dan D. Lawrence dalam Cangara (2007: 20) menyatakan

bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih

membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya,

yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Fajri (2010: 1) menjelaskan tentang

teori komunikasi Berlo yang mengembangkan wawasan proses pembelajaran

pada kelas sebagai suatu komunikasi, pendidik/guru merupakan pengirim

pesan materi/pembelajaran (sender). Pada proses pengiriman dibutuhkan

suatu bentuk berupa saluran (potensi pendidik/guru, media, indera

penerima/peserta didik), diteruskan dengan proses peneriman pesan/materi

pembelajaran oleh peserta didik sebagai penerima pesan (receiver).

Nasution (2008: 194) menjelaskan bahwa, dalam situasi belajar komunikasi

diperlukan untuk (1) membangkitkan dan memelihara perhatian murid,

(2) memberitahukan dan memperlihatkan hasil belajar yang diharapkan,

(3) menyajikan stimulus untuk mempelajari suatu konsep, prinsip dan


(44)

bertalian dengan topik tertentu, (5) memberi bimbingan kepada murid dalam

belajar, dan (6) menilai hasil belajar murid.

Berdasarkan pemaparan di atas, komunikasi menjadi bagian penting dalam

pembelajaran di kelas. Melalui komunikasi, materi pelajaran yang akan

disampaikan oleh guru dapat sampai kepada siswa baik secara langsung

maupun dengan bantuan bahan ajar atau media pembelajaran. Potensi guru

dan kepekaan indera siswa dalam menerima materi pelajaran merupakan

salah satu hal penting dalam ketercapaian komunikasi dalam pembelajaran.

Dengan adanya komunikasi yang baik antara guru sebagai pengirim pesan

dan siswa sebagai penerima pesan, maka pesan yang berupa pengetahuan

akan materi pelajaran dapat dipahami secara mendalam.

Derek Rowntree dalam Daryanto menyebutkan ada dua pola komunikasi yang

umum diterapkan dalam belajar kelompok yaitu pola yang dikontrol oleh

guru dan pola yang dikontrol oleh anggota kelompok. Adapun gambaran

pola-pola tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

Sumber: Derek Rowntree dalam Daryanto (2009: 96)

Keterangan: G = guru S = siswa

= arah komunikasi

Gambar 2.2 Pola komunikasi dalam

belajar kelompok yang dikontrol oleh guru

G

S

S S S

S

Gambar 2.1 Pola komunikasi dalam belajar kelompok yang dikontrol oleh anggota kelompok G S S S S S


(45)

Lebih lanjut, Daryanto (2009: 97) menjelaskan bahwa Gambar 2.1 dapat

disebutkan sebagai pola multi komunikasi karena komunikasi dapat dilakukan

dari dan berbagai arah. Pengendalian diri dan kontrol dilakukan oleh anggota

masing-masing dengan cara menahan diri dan memberi kesempatan kepada

orang lain, sedangkan Gambar 2.2 menunjukkan bahwa gurulah yang

mengontrol kegiatan diskusi siswa. Pola dasarnya adalah serangkaian dialog

antara guru dengan setiap individu dengan cara seperti ini maka interaksi

antara siswa dan siswa relatif kecil dibandingkan dengan pola Gambar 2.1.

Berdasarkan pola interaksi tersebut, praktikum yang dilengkapi dengan LKS

sebagai panduannya termasuk ke dalam pola komunikasi pada Gambar 2.1, di

mana terjalin komunikasi dalam berbagai arah. Ketika siswa melakukan

percobaan dan mengisi LKS, tentunya terjadi komunikasi antara guru dan

siswa, serta siswa dan siswa dalam anggota kelompok praktikum.

Komunikasi antara siswa dengan siswa akan lebih besar ketika mereka

mengisi LKS berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dibandingkan

dengan komunikasi antara guru dengan siswa karena guru dalam hal ini

bertindak sebagai fasilitator.

2.5 Desain Sistem Pembelajaran

Seels dan Richey dalam Pribadi (2009: 54) mengemukakan bahwa teknologi

pendidikan memiliki lima domain atau bidang garapan, yaitu


(46)

(5) evaluasi. Bidang garapan desain meliputi beberapa bidang kerja yaitu

desain pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteristik

siswa. Hal ini memperlihatkan bahwa desain merupakan salah satu domain

atau bidang garapan yang penting dalam teknologi pendidikan. Selanjutnya,

Pribadi (2009: 54) mengemukakan bahwa upaya untuk mendesain proses

pembelajaran agar menjadi sebuah kegiatan yang efektif, efisien, dan menarik

disebut dengan istilah desain sistem pembelajaran atau instructional system

design (ISD).

Smith dan Ragan dalam Pribadi (2009: 55) mengemukakan bahwa desain

sistem pembelajaran adalah proses sistematik yang dilakukan dengan

menerjemahkan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran menjadi rancangan

yang dapat diimplementasikan dalam bahan dan aktivitas pembelajaran.

Lebih lanjut Pribadi (2009: 56) menjelaskan bahwa pada umumnya desain

sistem pembelajaran berisi lima langkah yang penting, yaitu (1) analisis

lingkungan dan kebutuhan belajar siswa, (2) merancang spesifikasi proses

pembelajaran yang efektif dan efisien serta sesuai dengan lingkungan dan

kebutuhan belajar siswa, (3) mengembangkan bahan-bahan untuk digunakan

dalam kegiatan pembelajaran, (4) implementasi desain sistem pembelajaran,

dan (5) implementasi evaluasi formatif dan sumatif terhadap program

pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa desain


(47)

menciptakan proses belajar yang efektif, efisien, dan menarik. Lazimnya,

desain sistem pembelajaran dimulai dari kegiatan analisis yang digunakan

untuk menggambarkan masalah pembelajaran yang akan dicari solusinya.

Setelah masalah pembelajaran diketahui, langkah selanjutnya adalah

menentukan solusi yang akan digunakan untuk mengatasi tersebut. Hasil dari

proses desain sistem pembelajaran berisi rancangan sistematik dan

menyeluruh dari sebuah aktivitas atau proses pembelajaran yang

diaplikasikan untuk mengatasi masalah pembelajaran.

Terdapat beberapa pendapat ahli yang menjelaskan langkah-langkah dalam

mendesain sistemn pembelajaran. Dick and Carey (2001: 6) mengemukakan

Components of the systems approach model : (1) identify instructional goals, (2) conduct instructional analysis, (3) analyze learners and contexts, (4) write performance objectives, (5) develop assessment instruments, (6) develop instructional strategy, (7) develop and select instructional materials, (8) design and conduct the formative evaluation of instruction, (9) revise instruction, (10) design and conduct summative evaluation.

Sepuluh komponen yang dikemukakan oleh Dick and Carey dalam mendesain

atau merancang model sistem pembelajaran, dapat dijabarkan sebagai berikut

1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran

Tahap ini merupakan tahap mengidentifikasi kebutuhan dan

pengalaman-pengalaman tentang kesulitan belajar yang dihadapi siswa

yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran.

2. Melakukan analisis pembelajaran

Tahap ini merupakan tahap menentukan langkah-langkah yang akan


(48)

yang relevan dan diperlukan oleh siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

3. Menganalisis karakteristik siswa dan materi pembelajaran

Tahap analisis karakteristik siswa meliputi analisis kemampuan aktual

yang dimiliki siswa, gaya atau cara belajar siswa, dan sikap siswa terhadap

aktivitas belajar. Sedangkan analisis konteks meliputi analisis

kondisi-kondisi yang terkait dengan keterampilan yang dipelajari oleh siswa dan

situasi yang terkait dengan tugas yang dihadapi oleh siswa untuk

menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang akan dipelajari.

4. Merumuskan tujuan performansi

Tahap ini merupakan tahap merumuskan tujuan pembelajaran khusus yang

perlu dikuasai siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat

umum.

5. Mengembangkan instrumen penilaian

Tahapan ini merupakan tahap pengembangan instrumen penilaian yang

didasarkan pada tujuan yang telah dirumuskan. Instrumen penilaian

yang dikembangkan harus dapat mengukur performa siswa dalam

mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

6. Mengembangkan strategi pembelajaran

Tahapan ini merupakan tahap yang berkaitan dengan pengembangan

strategi pembelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran yang

telah dirumuskan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tahap ini adalah

urutan kegiatan pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran,


(49)

7. Mengembangkan dan memilih bahan ajar

Tahapan ini merupakan tahap yang bertujuan untuk menerapkan strategi

pembelajaran ke dalam bahan ajar yang akan digunakan.

8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif

Tahap mengumpulkan data yang terkait dengan kelebihan dan kekurangan

pembelajaran yang selanjutnya digunakan untuk perbaikan sistem

pembelajaran. Ada tiga jenis evaluas fromatif yang dapat digunakan, yaitu

evaluasi perorangan, evaluasi kelompok, dan evaluasi lapangan.

9. Merevisi sistem pembelajaran

Tahap revisi pada semua aspek sistem pembelajaran berdasarkan data yang

diperoleh dari evaluasi formatif dengan tujuan untuk memperbaiki dan

meningkatkan kualitas sistem pembelajaran.

10.Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif

Tahap akhir setelah evalusi formatif dan revisi yang dilakukan pada sistem

pembelajaran.

Suparman (2001: 11) juga mengemukakan pendapat yang hampir sama

dengan Dick and Carey dalam mendesain dan mengembangkan sistem

pembelajaran, namun Suparman mengelompokkan langkah-langkahnya

menjadi tiga tahap, yaitu (1) tahap mengidentifikasi meliputi mengidentifikasi

kebutuhan pembelajaran dan menulis tujuan pembelajaran umum, melakukan

analisis instruksional, dan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal;

(2) tahap mengembangkan meliputi menulis tujuan pembelajaran khusus,

menulis tes acuan patokan, menyusun strategi pembelajaran, dan


(50)

Smaldino (2011: 110) menjelaskan model ASSURE. Model ASSURE adalah

jembatan antara peserta didik, materi, dan semua bentuk media. Model ini

memastikan pengembangan pembelajaran dimaksudkan untuk membantu

pendidik dalam pengembangan instruksi yang sistematis dan efektif.

Ada enam tahap dalam pengembangan model ASSURE, yaitu

1. Analyze learner (menganalisis pembelajar)

Tahap ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik siswa

yang disesuaikan dengan hasil belajar. Hal yang penting dalam

menganalisis karakteristik siswa meliputi karakteristik umum dari siswa,

kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa (pengetahuan, kemampuan

dan sikap), dan gaya belajar siswa.

2. State objectives (menyatakan standar dan tujuan)

Tahap ini adalah menyatakan standar dan tujuan pembelajaran yang

spesifik mungkin. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari kurikulum

atau silabus, keterangan dari buku teks, atau dirumuskan sendiri oleh

perancang pembelajaran.

3. Select instructional methods, media and materials (memilih strategi,

teknologi, media dan materi)

Tahap ini adalah memilih metode, media dan bahan ajar yang akan

digunakan. Dalam memilih metode, media dan bahan ajar yang akan

digunakan, terdapat beberapa pilihan, yaitu memilih media dan bahan ajar

yang telah ada, memodifikasi bahan ajar, atau membuat bahan ajar baru.

4. Utilize media and materials (menggunakan media dan material)


(51)

ketiga komponen tersebut dapat berfungsi efektif untuk digunakan dalam

situasi sebenarnya. Untuk melakukannya melalau proses 5P, yaitu:

preview (mengulas) metode, media dan bahan ajar; prepare (menyiapkan) metode, media dan bahan ajar; prepare (menyiapkan) lingkungan; prepare

(menyiapkan) para pemelajar; dan provide (memberikan) pengalaman

belajar.

5. Require learner participation (mengharuskan pastisipasi pembelajar)

Keterlibatan siswa secara aktif menunjukkan apakah media yang

digunakan efektif atau tidak. Pembelajaran harus didesain agar membuat

aktivitas yang memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan atau

kemampuan baru dan menerima umpan balik mengenai kesesuaian usaha

mereka sebelum dan sesudah pembelajaran.

6. Evaluate and revise (mengevaluasi dan merevisi)

Tahap evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan juga

hasil belajar siswa. Proses evaluasi dilakukan untuk memperoleh

gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah pembelajaran.

Menyampaikan pembelajaran sesuai dengan konsep teknologi pendidikan dan

pembelajaran pada hakekatnya merupakan kegiatan menyampaikan pesan

kepada siswa. Agar pesan tersebut efektif, perlu diperhatikan prinsip desain

pesan pembelajaran. Prawiradilaga dan Siregar (2008: 18) mengemukakan

prinsip desain pesan pembelajaran meliputi prinsip (1) kesiapan dan motivasi,

(2) penggunaan alat pemusat perhatian, (3) partisipasi aktif siswa, (4)


(52)

Kelima prinsip desain pesan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli

tersebut, dapat dijabarkan sebagai berikut

1. Prinsip kesiapan dan motivasi

Prinsip ini menjelaskan jika dalam menyampaikan pesan pembelajaran

siswa siap (siap pengetahuan prasayarat, siap mental, siap fisik) dan

memiliki motivasi tinggi maka hasil belajar akan tinggi juga. Namun, jika

siswa belum siap maka perlu dilakukan pembekalan dan jika siswa belum

termotivasi maka perlu dimotivasi dengan menunjukkan pentingnya materi

yang akan dipelajari, manfaat dan relevansi untuk kegiatan belajar yang

akan datang dan untuk bekerja di masyarakat, serta dapat juga melalui

pemberian hadiah dan hukuman.

2. Prinsip penggunaan alat pemusat perhatian

Prinsip ini menjelaskan bahwa perhatian yaitu terpusatnya mental terhadap

suatu objek memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar

siswa, semakin memperhatikan maka siswa akan semakin berhasil. Alat

pengendali perhatian yang paling utama adalah media dan teknik

pembelajaran.

3. Prinsip partisipasi aktif siswa

Prinsip ini menjelaskan jika siswa aktif berpartisipasi dan interaktif dalam

pembelajaran maka hasil belajar siswa akan meningkat.

4. Prinsip perulangan

Prinsip ini menjelaskan jika penyampaian pesan pembelajaran


(53)

dengan memberikan tinjauan singkat pada awal pembelajaran dan

ringkasan atau kesimpulan pada akhir pembelajaran.

5. Prinsip umpan balik

Prinsip ini menjelaskan jika dalam penyampaian pesan siswa diberi umpan

balik, hasil belajar akan meningkat. Jika salah diberikan pembetulan, dan

jika benar diberikan konfirmasi atau penguatan. Dengan demikian, siswa

akan tahu di mana letak kesalahannya dan semakin mantap dengan

pengetahuan yang diperolehnya.

2.6 Karakteristik Pembelajaran Fisika

Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Menurut

Anwar (2009: 1), hakekat IPA atau sains terdiri atas tiga komponen, yaitu

produk, proses, dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan

pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau

proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam.

Selanjutnya dijelaskan bahwa hakekat IPA sebagai proses, merupakan suatu

proses yang diperoleh melalui metode ilmiah. IPA tidak hanya

kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang alam tetapi juga menekankan pada

cara kerja dan cara berpikir. Misalnya dalam melakukan penelitian,

memahami IPA lebih dari hanya mengetahui fakta-fakta tetapi juga

memahami, mengumpulkan, dan menghubungkan fakta-fakta untuk


(54)

Berkaitan dengan fisika sebagai salah satu cabang IPA, dalam Permendiknas

No. 22 Thn. 2006 tentang standar isi, dijelaskan bahwa pembelajaran fisika

dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,

bekerja dan bersikap ilmiah, serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek

penting kecakapan hidup. Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting

untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan alasan (1) selain

memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika

dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir

yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari,

dan (2) mata pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus

yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah

kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang

lebih tinggi serta untuk mengembangkan ilmu dan teknologi.

Pembelajaran fisika di tingkat SMA/MA memiliki tujuan-tujuan yang

diharapkan dapat dimiliki oleh siswa. Dalam standar isi dijelaskan bahwa

mata pelajaran fisika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

sebagai berikut

1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan

dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha

Esa.

2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat

bekerjasama dengan orang lain.


(55)

mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan

merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan

data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan

deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk

menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik

secara kualitatif maupun kuantitatif.

5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan

mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk

melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ruang lingkup mata pelajaran Fisika di SMA/MA merupakan pengkhususan

IPA di SMP/MTs yang menekankan pada fenomena alam dan pengukurannya

dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-aspek sebagai

berikut

1. Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum

Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep

dasar gelombang elektromagnetik.

2. Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi,

gerak getaran, energi, usaha, daya, impuls dan momentum, momentum

sudut dan rotasi benda tegar, fluida, dan termodinamika.

3. Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial


(56)

elektromagnetik dan arus bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi

benda hitam, teori atom, relativitas, dan radioaktivitas.

Berdasarkan pemaparan di atas, pembelajaran fisika tidak hanya menekankan

pada aspek kognitif, tetapi juga menekankan pada aspek psikomotor. Salah

satu bentuk perwujudan pembelajaran yang menekankan pada aspek kognitif

dan psikomotor adalah pembelajaran melalui praktikum. Dengan praktikum

siswa memiliki kemampuan untuk memupuk sikap ilmiah dan

mengembangkan pengalaman belajar melalui serangakain percobaan

sehingga siswa juga memiliki kemampuan dari aspek psikomotor.

Selanjutnya, jika praktikum dilengkapi dengan LKS sebagai panduannya

maka tentu saja siswa dapat lebih meningkat kemampuan dalam aspek

kognitifnya. Siswa akan mampu mengembangkan kemampuan bernalar

dalam berpikir analisis dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam praktikum untuk kemudian

menjelaskannya. Di samping aspek kognitif dan psikomotor, dalam

pembelajaran fisika juga sangat memperhatikan aspek afektif yang harus

dimiliki siswa sebagai salah satu perwujudan pendidikan berkarakter bangsa.

2.7 Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran.

Menurut National Center for Competency Based Training dalam Prastowo


(57)

membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di

kelas. Bahan ajar yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tidak

tertulis. Selanjutnya, Panen dalam Prastowo (2012: 17) mengemukakan

bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan yang disusun secara sistematis, yang

digunakan guru dan siswa dalam pembelajaran. Melengkapi pendapat para

ahli tersebut, Prastowo (2012: 17) menjelaskan

Bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari

kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Misalnya, buku pelajaran, LKS, modul, bahan ajar audio, bahan ajar interktif.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar

adalah segala bahan yang berisi materi pelajaran baik tertulis maupun tidak

tertulis yang tersusun secara sistematis. Bahan ajar tersebut digunakan guru

dan siswa dalam pembelajaran sebagai salah satu sarana penyampaian pesan

atau informasi pengetahuan.

Dick and Carey (2001: 238) mengedepankan pendekatan sistem sebagai dasar

atau alasan bagi kedudukan vital bahan ajar dalam pembelajaran dengan

alasan: (1) Fokus pembelajaran diartikan sebagai apa yang diketahui oleh

pembelajar dan apa yang harus dilakukannya. Tanpa pernyataan yang jelas

dalam bahan ajar dan langkah pelaksanaannya, kemungkinan fokus

pembelajaran tidak akan jelas dan efektif. (2) Ketepatan kaitan antara

komponen dalam pembelajaran, khususnya strategi dan hasil yang


(58)

hanya untuk sekali waktu, tetapi sejauh mungkin dapat dilaksanakan. Oleh

karena itu harus jelas dapat diulangi dengan dasar proses empirik menurut

rancangan yang terdapat dalam bahan ajar.

Bahan ajar memang memiliki kedudukan penting dalam pembelajaran yang

dapat mempengaruhi proses penyampaian pesan kepada siswa dan juga dapat

memudahkan siswa dalam memahami isi pesan tersebut sehingga dapat

tercipta pembelajaran yang efektif dan efisien. Dengan adanya bahan ajar,

siswa juga dapat belajar secara berulang-ulang, tidak hanya pada saat

pembelajaran di kelas tetapi juga di luar kelas.

Belawati, dkk. dalam Prastowo (2012: 40) menjelaskan bahwa

Bahan ajar diklasifikasikan menurut bentuk, cara kerja, dan sifatnya. Menurut bentuknya bahan ajar dibedakan menjadi (1) bahan ajar cetak seperti buku, modul, dan lembar kerja siswa; (2) bahan ajar audio seperti kaset, CD, dan radio; (3) bahan ajar audiovisual seperti VCD dan film; dan (4) bahan ajar interaktif seperti CD interaktif. Sedangkan menurut cara kerjanya bahan ajar dibedakan menjadi (1) bahan ajar yang tidak

diproyeksikan seperti model atau carta; (2) bahan ajar yang diproyeksikan seperti slide; (3) bahan ajar audio seperti kaset, CD, dan radio; (4) bahan ajar video seperti video dan film; dan (5) bahan ajar komputer seperti computer mediated instruction dan computer based multimedia atau hypermedia.

Berbagai jenis bahan ajar yang dipaparkan tersebut menunjukkan beragamnya

bahan ajar yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pembelajaran sehingga

proses penyampaian pesan (materi pelajaran) kepada siswa dapat berjalan

dengan efektif dan efisien. Namun demikian, perlu dipilih bahan ajar yang

benar-benar layak untuk digunakan dalam pembelajaran dengan cara


(59)

(2008: 43) mengemukakan bahwa jika ditinjau dari pengertian bahan ajar

yang secara garis besar adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang telah ditentukan, maka isi bahan ajar substansinya

meliputi pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan

sikap (nilai).

Pribadi (2009: 90) mengemukakan bahwa pengadaan bahan ajar yang akan

digunakan dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu (1) membeli produk

komersial, (2) memodifikasi bahan ajar yang telah tersedia, dan

(3) memproduksi sendiri bahan ajar sesuai tujuan.

Berkaitan dengan pengadaan bahan ajar, banyak pendidik yang masih

menggunakan bahan ajar yang instan, hanya membeli kemudian memakai.

Hal ini memungkinkan bahan ajar yang dipakai tidak kontekstual, monoton,

dan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, penting

bagi guru untuk membuat bahan ajar lain selain bahan ajar yang sudah

tersedia atau komersil di pasaran. Zulkarnain (2009) menjelaskan bahwa ada

tiga prinsip yang diperlukan dalam penyusunan bahan ajar, yaitu

1. Relevansi

Prinsip relevansi artinya prinsip keterkaitan atau berhubungan erat. Materi

pembelajaran hendaknya berhubungan erat dengan pencapaian standar

kompetensi dan kompetensi dasar.

2. Konsistensi


(60)

penyusunan bahan ajar. Misalnya, kompetensi dasar meminta kemampuan

peserta didik untuk tiga macam konsep, materi yang disajikan juga tiga

macam.

3. Kecukupan

Prinsip kecukupan artinya secara kuantitatif materi tersebut memadai

untuk belajar. Materi yang disajikan hendaknya cukup memadai untuk

mencapai kompetensi dasar. Materi tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu

banyak.

Selanjutnya, Zulkarnain juga mengemukakan beberapa prosedur yang harus

diikuti dalam penyusunan bahan ajar, yaitu (1) memahami standar isi,

(2) mengidentifikasi jenis materi pembelajaran berdasarkan pemahaman

terhadap standar isi, (3) melakukan pemetaan materi, (4) menetapkan bentuk

penyajian, (5) menyusun struktur/kerangka penyajian, (6) membaca buku

sumber, (7) mendraf materi ajar, (8) merevisi/menyunting,

(9) mengujicobakan materi ajar, dan (10) merevisi dan finalisasi.

Dalam mengembangkan bahan ajar khususnya banah ajar cetak, perlu

diperhatikan prinsip-prinsip desain pesan. Prawiradilaga dan Siregar

(2008: 21) menjelaskan lima komponen yang harus diperhatikan, yaitu

(1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, (2) penyampaian materi

pembelajaran, (3) memancing kinerja siswa, (4) pemberian umpan balik, dan

(5) kegiatan tindak lanjut. Secara lebih khusus pada pengembangan bahan


(1)

101 praktikum materi gerak lurus, pembelajaran dapat menjadi lebih efektif, efisien, dan menarik.

5.3 Saran

Saran berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan adalah

1. LKS sebagai panduan praktikum materi gerak lurus dapat dijadikan salah satu bahan ajar untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik.

2. Guru hendaknya benar-benar mengarahkan dan membimbing siswa untuk aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran melalui serangkaian kegiatan percobaan, pengumpulan dan analisis data percobaan, perumusan masalah, penentuan hipotesis, sampai pada penarikan kesimpulan yang disajikan dalam LKS praktikum.

3. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan hasil percobaannya agar terjadi transfer pengetahuan antarsiswa maupun antara siswa dengan guru sehingga materi yang telah dipelajari dapat lebih dimengerti dan diingat oleh siswa.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alfad, Haritsah. 2010. Pengembangan Lembar Kerja Siswa.

http://haritsah.ifastnet.com/home/38/50-lks.html. (30 Juni 2012, pukul 16:49)

Anderson, Lorin W. Et al. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching and

Assessing, A Revison of Bloom’s Taxonomy of Education Objectives. New

York: Addison Wesley Logman. Inc.

Anwar, Holil. 2009. Hakikat Pembelajaran IPA. http://anwarholil.blogspot.com/ 2009/01/hakikat-pembelajaran-ipa.html. 25. (25 Januari 2009, pukul 11:30) Arsyad, Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Artanto, Widhiya. 2011. Pengembangan Bahan Belajar Matematika Berbasis

Audio Visual Di Kelas VII SMP Pada Materi Pokok Garis dan Sudut. Tesis.

FKIP Unila PPSJ Teknologi Pendidikan. Lampung.

Bloom, S.Benyamin. 1979. Taxonomy of Educational Objectives, The

Classification of Educational Godls : Handbook 1 Cognitive Domain. New

York: Longman inc.

Cahyo, Jea Mukti. 2011. Implementasi Teori Pembelajaran Piaget pada Fisika. http://studifisika.blogspot.com/2011/02/implementasi-teori-pembelajaran-piaget.html. (3 Juli 2012, pukul 16:48)

Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi 1. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Daryanto. 2009. Panduan Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV Publisher.

Degeng, I Nyoman Sudana. 2000. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderla Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Depdiknas. 2003. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang


(3)

Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Biro Hukum BPK RI.

Depdiknas. 2006. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

http://masdukiums.files.wordpress.com/2011/12/standar_isi.pdf. (3 Juli 2012, pukul 15:16)

Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar

dan Menengah. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas RI.

Dick, Walter., Lou Carey, James Carey. 2001. The Systematic Design of

Instruction: Sixth Edition.United States of America.

Diknas. 2004. Pedoman Umum Pemilihan dan Pemanfaatan Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikdasmenum.

Elice, Deti. 2012. Pengembangan Desain Bahan Ajar Keterampilan Aritmatika

Menggunakan Media Sempoa Untuk Guru Sekolah Dasar. Tesis. FKIP

Unila PPSJ Teknologi Pendidikan. Lampung.

Fajri, Muhammad. 2010. Teori Komunikasi, Belajar, dan Pembelajaran. http://vhajrie27.wordpress.com/2010/03/28/teori-komunikasi-belajar-dan-pembelajaran/. (3 Juli 2012, pukul 17:10)

Gall, Meredith D., Joyce P.Gall, Walter R.Borg. 2003. Educational Research an

Introduction, Seventh Editions. University of Oregon. United State of

America.

Hake, RR. 1998. Interactive-Engagement Versus Tradisional Methods: A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics

Courses. American Journal Physics. Departmen of Physics. Indiana

University. Indiana. http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf. (17 Juli 2012, pukul 02:11)

Juma. 2012. Teori Ausubel. http://jumajuma27.blogspot.com/2012/03/teori-ausubel.html. (Juni 2012, pukul 16:34)

Khafida, Sella. 2008. Sistem Belajar Mandiri.

http://sn2dg.blogspot.com/2008/06/sistem-belajar-mandiri.html. (3 Juli 2012, pukul 18:42)

Kusnandiono. 2009. Lembar Kerja Siswa (LKS).


(4)

Mashudi, Edi. 2008. Konsep Belajar Mandiri.

http://edingulik.wordpress.com/2008/01/10/untuk-teman-teman/. (3 Juli 2012, pukul 18:38)

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Miarso, Yusufhadi., dan Eko Suyanto. 2011. Kumpulan Materi Kuliah Mozaik

Teknologi Pendidikan. PPSJ Teknologi Pendidikan Unila. Lampung.

Nasution, S. 2008. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: DIVA Press.

Prawiradilaga, Dewi Salma., dan Eveline Siregar. 2008. Mozaik Teknologi

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pribadi, Benny A. 2009. Model-model Desain Sistem Pembelajaran. PPS Prodi Teknologi Pendidikan UNJ. Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Predana Media Group.

Sardiman, A.M. 2004. Interaksidan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sari, Surya Puspita. 2008. Karakteristik Belajar Mandiri.

http://pipit-surya.blogspot.com/2008/09/karakteristik-belajar-mandiri.html. (3 Juli 2012, pukul 18:41)

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Smaldino, Sharon E., Deborah L. Lowther, James D. Russell. 2011. Instructional

Technology & Media for Learning – Teknologi Pembelajaran dan Media

untuk Belajar: Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Predana Media Group.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suparman, M Atwi. 2001. Desain Instruksional. PAU-PPAI-Universitas Terbuka. Suparno, Pail. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi Pendidikan. Jakarta:


(5)

Sutikno, M. Sobry. 2007. Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna. Mataram: NTP Press.

Suyono. 2011. Pengembangan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah

Menengah Atas Kelas X Berbasis Teknologi Informasi. Tesis. FKIP Unila

PPSJ Teknologi Pendidikan. Lampung.

Tabatabai, Husein. 2009. Pengembangan Lembar Kerja Siswa.

http://tartocute.blogspot.com/2009/06/lembar-kerja-siswa.html. (30 Juni 2012, pukul 16:40)

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.

Woolfolk, Anita. 2003. Educational Psycholoy: Ninth Edition. New York. Zulkarnain. 2009. Teknik Penyusunan Bahan Ajar. http://zulkarnainidiran. (30


(6)

RIWAYAT HIDUP

Betha Natalia Aritonang, lahir di Tampo, 18 Maret 1989. Putri dari Bapak Jasmen Aritonang dan Ibu Basaria Simanjuntak.

Menyelesaikan pendidikan TK Pertiwi/Dharma Wanita di Sulawesi Tenggara tahun 1995, SD Negeri 2 Batulo di Sulawesi Tenggara tahun 2001, SMP Xaverius Kotabumi di Lampung tahun 2004, SMAN 9 Bandar Lampung di Lampung tahun 2007.

Pada tahun 2007, penulis melanjutkan studi di Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Penulis memperoleh gelar sarjana pada tahun 2011, dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di Progam Pascasarjana Teknologi Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Penulis bekerja di SMA Yadika Bandar Lampung pada tahun 2011.