PEMBERIAN SENYAWA OSMOLIT ORGANIK TAURIN PADA PAKAN BUATAN TERHADAP RESPON PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GONAD IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PRA-DEWASA

(1)

ABSTRAK

PEMBERIAN SENYAWA OSMOLIT ORGANIK TAURIN PADA PAKAN BUATAN TERHADAP RESPON PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN GONAD IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PRA-DEWASA

Oleh Selvi Marcellia

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies yang berasal dari Afrika yang berada di kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Untuk memenuhi kebutuhan pakan diperlukan pakan buatan berupa pelet yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan ikan nila. Senyawa osmolit organik taurin merupakan salah satu turunan asam amino yang dibutuhkan tubuh dalam proses metabolisme.Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan perkembangan gonad serta tingkat kematangan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan penambahan taurin pada pakan buatan berupa pelet. Penambahan taurin pada pakan buatan berfungsi mengatasi kekurangan energi yang telah digunakan untuk proses metabolisme sehingga distribusi yang tergantikan oleh taurin dapat digunakan untuk pertumbuhan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2013 di Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan Biologi FMIPA Unila. Parameter yang diamati yaitu Laju Pertumbuhan Spesifik (Spesific Growth Rate/SGR),berat tubuh, panjang tubuh, lingkar perut, Indeks Gonad Somatik (IGS) dan tingkat kematangan gonad ikan nila. Analisis data menggunakan uji T-Student (α=5%). Dari pengamatan yang telah dilakukan selama 30 hari menunjukkan bahwa nila yang diberi pakan pelet dengan penambahan taurin memiliki rerata pertambahan berat tubuh, panjang tubuh, dan lingkar tubuh lebih besar dibandingkan kontrol. Pada perlakuan penambahan taurin nilai rerata SGR lebih tinggi dibandingkan kontrol, hal ini menunjukkan taurin berperan dalam mempercepat pertumbuhan. Pada perkembangan gonad penambahan taurin tidak berpengaruh. Ikan nila yang diberi pakan pelet dengan penambahan taurin dan kontrol mencapai tingkat kematangan gonad (TKG) V pada hari ke-30. Pengukuran kualitas air di akuarium menunjukkan hasil yang masih layak untuk menunjang pertumbuhan ikan nila.

Kata kunci : Ikan nila, pertumbuhan, taurin, pakan buatan (pelet), indeks gonad somatik (IGS), tingkat kematangan gonad


(2)

PEMBERIAN SENYAWA OSMOLIT ORGANIK TAURIN PADA PAKAN BUATAN TERHADAP RESPON PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN GONAD IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PRA-DEWASA

Oleh Selvi Marcellia

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(3)

PEMBERIAN SENYAWA OSMOLIT ORGANIK TAURIN PADA PAKAN BUATAN TERHADAP RESPON PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN GONAD IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PRA-DEWASA

(Skripsi)

Oleh Selvi Marcellia

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Ikan nila jantan dan ikan nila betina... 8 Gambar 2. Struktur taurin ... 19 Gambar 3. Rerata Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) Ikan Nila (Oreochromis

niloticus) per 10 hari pengukuran pada dua perlakuan berbeda ... 38 Gambar 4. A dan B. Morfologi gonad ikan nila (Oreochromis niloticus)

betina hari ke-0 perlakuan kontrol, C. Morfologi gonad ikan nila (Oreochromis niloticus) jantan pada hari ke-0 perlakuan

kontrol ... 43 Gambar 5. A Dan C. Morfologi gonad nila (Oreochromis niloticus) betina

pada hari ke-0 perlakuan taurin, B. Morfologi gonad nila

(Oreochromis niloticus) jantan pada hari ke-0 perlakuan taurin... 44 Gambar 6. A dan B. Morfologi gonad ikan nila (Oreochromis niloticus)

betina hari ke-10 perlakuan kontrol, C. Morfologi gonad ikan nila (Oreochromis niloticus) jantan pada hari ke-10 perlakuan

kontrol ... 45 Gambar 7. A dan C. Morfologi gonad nila (Oreochromis niloticus) betina

pada hari ke-10 perlakuan taurin, B. Morfologi gonad nila (Oreochromis niloticus) jantan pada hari ke-10 perlakuan

taurin... 46 Gambar 8. A dan B. Morfologi gonad ikan nila (Oreochromis niloticus)

betina hari ke-20 perlakuan kontrol, C. Morfologi gonad ikan nila (Oreochromis niloticus) jantan pada hari ke-20 perlakuan

kontrol ...47 Gambar 9. A dan C. Morfologi gonad nila (Oreochromis niloticus) betina

pada hari ke-20 perlakuan taurin, B. Morfologi gonad nila (Oreochromis niloticus) jantan pada hari ke-20 perlakuan


(5)

Gambar 10. A dan C. Morfologi gonad ikan nila (Oreochromis niloticus) jantan hari ke-30 perlakuan kontrol, C. Morfologi gonad ikan nila (Oreochromis niloticus) betina pada hari ke-30 perlakuan

kontrol ... 49 Gambar 11. Morfologi gonad nila(Oreochromis niloticus) betina yang telah


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 4

D. Kerangka Pikir ... 4

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 7

1. Morfologi ... 7

2. Taksonomi ... 9

3. Pertumbuhan... 9

4. Habitat ... 12

5. Reproduksi ... 13

6. Pakan Ikan ... 15

B. Osmolit Organik ... 16

C. Tingkat Kematangan Gonad ... 19

D. Laju Pertumbuhan Spesifik/ Spesifik Growth Rate (SGR) ... 23

III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 25

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 25

C. Hewan Uji ... 26

D. Rancangan Percobaan ... 26

E. Prosedur Kerja ... 27

1. Pemeliharaan Ikan Nila ... 27

2. Persiapan Pakan... 27


(7)

a. Tekhnik Pemberian Taurin ... 28

b. Pemberian Pakan ... 28

4. Pengambilan Data ... 28

F. Parameter Penelitian ... 29

1. Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) ... 29

2. Panjang Tubuh, Berat Tubuh, dan Lingkar Tubuh... 30

3. Indeks Gonad Somatik (IGS) ... 30

4. Tingkat Kematangan Gonad... 30

5. Analisis Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penambahan Senyawa Taurin Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 32

1. Pertambahan Berat Tubuh Ikan Nila ... 32

2. Pertambahan Panjang Tubuh Ikan Nila ... 34

3. Pertambahan Lingkar Tubuh Ikan Nila ... 36

B. Penambahan Senyawa Taurin Pada Pakan Buatan Terhadap Perkembangan Gonad Dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 40

C. Kualitas Air ... 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Padat Penebaran, Pertumbuhan dan Hasil Produksi Tilapia ... 11

Tabel 2. Jumlah dan Frekuensi Pemberian Pakan Berdasarkan Umur Benih Ikan ... 16

Tabel 3. Kebutuhan Protein Pakan Dari Beberapa Spesies Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 16

Tabel 4. Komposisi Nutrisi Pada Pakan Buatan (Pelet) ... 17

Tabel 5. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 22

Tabel 6. Pertambahan Berat Tubuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 32

Tabel 7. Pertambahan Panjang Tubuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 34

Tabel 8. Pertambahan Lingkar Tubuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 37

Tabel 9. Nilai Rata-rata Indeks Gonad Somatik (IGS) Jantan atau betina Selama 30 hari ... 40

Tabel 10. Pengukuran Kualitas Air Pada Akuarium ... 52

Tabel 11. Perhitungan Rerata Berat Tubuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 60

Tabel 12. Perhitungan Rerata Berat Tubuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Secara Statistik ... 60

Tabel 13. Perhitungan Rerata Panjang Tubuh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 61

Tabel 14. Perhitungan rerata panjang tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus) secara statistik ... 61


(9)

Tabel 15. Perhitungan rerata lingkar tubuh ikan nila (Oreochromis

niloticus) ... 62 Tabel 16. Perhitungan rerata lingkar tubuh ikan nila (Oreochromis niloticus)

secara statistik ... 63 Tabel 17. Perhitungan rerata Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) ikan nila

(Oreochromis niloticus) ... 64 Tabel 18. Perhitungan rerata Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) ikan nila

(Oreochromis niloticus) secara statistik ... 64 Tabel 19. Perhitungan rerata Indeks Gonad Somatik (IGS) ikan nila

(Oreochromis niloticus) secara statistik ... 65 Tabel 20. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 66


(10)

(11)

(12)

(13)

Aku bukanlah orang yang hebat, tapi aku mau belajar dari

orang-orang yang hebat

Aku adalah orang biasa, tapi aku ingin menjadi orang yang luar

biasa

Dan aku bukanlah orang yang istimewa, tapi aku ingin membuat

seseorang menjadi istimewa...

Temukan kebahagian hari ini dengan bersyukur dari hal-hal kecil

yang akan menuntun kamu esok meraik hal-hal besar (Mario

Teguh)

Apa yang kuberikan untuk mamah, untuk mamah tersayang

Tak kumiliki sesuatu berharga, untuk mamah tercinta

Hanya ini kunyanyikan senandung dari hatiku untuk mamah

Hanya sebuah lagu sederhana, lagu cintaku untuk mamah

Walau tak dapat selalu ku ungkapkan kata cintaku tuk mamah

Namun dengarlah hatiku berkata sungguh ku sayang padamu

mamah....(Kenny: Lagu Cinta Untuk Mamah)

Tidak ada rahasia untuk memperoleh keberhasilan

Keberhasilan mampu berlangsung karena adanya persiapan, kerja

keras serta pembelajaran dari kegagalan

Berhenti bercita-cita merupakan tragedi terbesar di dalam hidup

manusia


(14)

Aku persembahkan hasil karya ini sebagai bentuk terima kasih

serta baktiku kepada yang terkasih :

Mamah ku tersayang yang telah menjadi motivator dan

contoh dalam kehidupanku selam engakau hidup hingga

sekarangmeski engkau telah tiada..kuharapkan senyuman

bangga terindahmu dari surga untuk karya yang telah anak

mu buat ini..

Papah ku tersayang yang menjadi satu-satunya orang yang

aku miliki saat ini untuk penyemangatku dalam segala hal

dalam meraih kesuksesan dan keberhasilanku..

Mungkin karya ini tidak dapat membalas semua pengorbanan

yang telah papah dan mamah lakukan untukku selama ini..

Tapi kuharapakan mamah dan papah bisa tersenyum bangga

meski hanya karya ini yang baru bisa anakmu berikan untuk

mengelap keringat-keringat kalian selama ini..

Serta Keluarga besarku yang selalu memberi semangat padaku,

Almamater Tercinta, Pendidikku dan Tanah kelahiranku

Lampung “Sang Bumi Ruwai Jurai”


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada tanggal 16 Agustus 1991, yang merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. Yulizar Effendi M. N. dan Ibu Sumaryam (Alm). Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) pada tahun 1997, di TK Dharma Wanita Korpri. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 5 Sukarame yang diselesaikan pada tahun 2003. Penulis selanjutnya meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 12 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006. Selanjutnya Penulis menempuh pendidikannya di Sekolah Menengah Atas (SMA) YP unila yang diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai Mahasiswa Baru Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur penerimaan mahasiswa Ujian Mandiri (UM). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Umum untuk Mahasiswa Jurusan Matematika dan Kimia FMIPA (2011), Parasitologi untuk Mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA (2012), Biologi Reproduksi untuk Mahasiswa Akademik Kebidanan (AKBID) Baiduri Kalianda (2012 dan 2013), Pengenalan Sel untuk


(16)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Unila (2012), Struktur Perkembangan Hewan untuk Mahasiswa Biologi FMIPA (2013).

Selama menjadi Mahasiswa Biologi penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA UNILA menjabat sebagai Anggota Bidang Kaderisari dan Kepemimpinan (2010 – 2011), dan Sekretaris Bidang Kaderisasi dan Kepemimpinan (2011-2012). Di angkatan 2009 penulis menjabat sebagai Sekretaris Angkatan. Penulis pernah mengikuti Karya Wisata Ilmiah (KWI) pada tahun 2010 di Desa Kemukus, Kecamatan Ketapang, Kalianda Lampung Selatan.

Pada tahun 2012, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Banjar Sari, Kecamatan Baradatu, Waykanan. Di tahun yang sama penulis melaksanakan Kerja Praktik di Laboratorium Pathologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdoel Muluk Bandar Lampung.

Penulis,


(17)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Pemberian Senyawa Osmolit Organik Taurin Pada Pakan Buatan Terhadap Respon Pertumbuhan Dan Perkembangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Pra-Dewasayang telah dilaksanakan penelitian selama 3 bulan pada Bulan Januari – Maret 2013. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Jurusan Biologi di Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa banyak sekali kendala yang dihadapi selama melaksanakan penelitian, sehingga penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian Skripsi mendapat bantuan dari banyak pihak. Dengan selesainya Skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada: 1. Papah dan Mamah ku tersayang atas segala doa, air mata, keringat, senyuman,

belaian mesra, dukungan moril dan materi, semangat, serta nasehat-nasehat kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan

2. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D., selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, nasehat, dan semangat kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan menjadi mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA


(18)

3. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Pembimbing II dan Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.yang telah memeberikan arahan,

bimbingan, perhatian, saran dan kritik motivasi selama pembuatan skripsi. 4. Ibu Prof. Dr. Ida Farida Rivai., selaku Pembahas yang bersedia memberi

saran dan kritik selama penulisan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan FMIPA Unila.

6. Bapak dan ibu dosen serta staff di jurusan Biologi FMIPA Unila atas bimbingan dan saran-saran yang diberikan kepada penulis

7. Pak Badri, Pak Gani, serta seluruh staf dekanat FMIPA Unila

8. Keluarga besar Mamah dan Papah yang selalu memberi doa dan semangat pada penulis.

9. Sepupuku Kak Ryan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan Skripsi.

10.Sahabat-sahabatku “Heti, Serli, Wida, Tia, Mela, Lia, Monik” yang selalu memberikan semangat serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi

11. Kakak ku “Novriadi” yang selalu membantu, mendampingi, memberikan perhatian, nasehat dan semangat kepada penulis

12.Pak Amran, Pak Surya dan Staff BBBPBL yang telah membantu penulis saat melakukan penelitian

13.Mas Dodo yang telah banyak membantu dan memberi saran kepada penulis saat pelaksanaan penelitian.

14.Kak Ali, Mbak Nunung, Kak Pius, Pak Hambali dan Mas Yanto terima kasih atas bantuannya selama melaksanakan penelitian.


(19)

15.Aris, Arji, Timor, Febri, dita, serta teman-teman angkatan 2009 lainnya atas kebersamaannya selama penulis menjadi mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA. 16.Adik-adik ku Diah, Adi, Claudia, Amal, Armal, Sayu, Luna serta teman-teman

Anemon lainnya yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

17.Serta teman – teman 2008, 2010, 2011, 2012 atas kebersamaan, dukungan dan bantuan yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian.

18.Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyeselesaikan Skripsi ini

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam

penyusunan Skripsi ini dan jauh dari kesempuranaan, akan tetapi sedikit harapan semoga Skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 24 April 2013 Penulis,


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor perikanan di Indonesia berpotensi bagi perkembangan dunia usaha khususnya sebagai komoditas perdagangan dan sumber pangan. Permintaan pasar akan produksi perikanan saat ini semakin meningkat, hal ini disebabkan mulai berkembangnya pengetahuan masyarakat mengenai kandungan asam lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies yang berasal dari Afrika disekitar kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Ikan nila

(Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang banyak dibudidayakan di lebih dari 85 negara. Bentuk tubuh nila memanjang, pipih ke samping, dan mempunyai warna putih kehitaman (Direktorat usaha, 2010).

Ikan nila banyak disukai oleh banyak kalangan karena mudah dipelihara, dapat dikonsumsi oleh segala lapisan di masyarakat, karena harga dari ikan nila yang relatif lebih murah dibandingkan jenis ikan air tawar lainnya, serta rasa daging yang enak dan tebal. Ikan ini apabila dipelihara di tambak akan memiliki rasa daging lebih kenyal, lebih gurih, dan tidak berbau lumpur. Nila


(21)

banyak digunakan sebagai bahan baku industri fillet dan olahan-olahan lainnya (Direktorat usaha, 2010).

Bibit nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Peneliti Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan (Direktorat Usaha, 2010). Taurin sendiri merupakan senyawa osmolit organik yang merupakan osmoprotektif. Osmoprotektif yaitu senyawa yang berperan sebagai penambah energi untuk menghadapi osmoregulasi. Seperti halnya ikan lainnya, dalam pertumbuhan ikan nila akan membutuhkan berbagai asupan yang menjaga pertumbuhan. Salah satu asupan yang diwajibkan akan ada untuk pertumbuhan adalah asam amino. Asam amino ini harus mampu melakukan fungsinya diantaranya adalah sebagai pembangun jaringan dan sebagai stimulan untuk fisiologis tubuh. Salah satu asam amino ini yang juga merupakan senyawa turunan adalah taurin (Strange dan Jackson, 1997).

Taurin adalah turunan asam amino yang membantu sistem syaraf bekerja lebih mudah dalam mengantarkan air dan mineral ke dalam darah, sehingga membuat metabolisme dalam tubuh berjalan dengan baik. Jika jumlah asam amino lebih banyak daripada karbohidrat dan protein, maka tubuh akan menggunakannya sebagai sumber energi (Preventionindonesia, 2009).

Dalam usaha budidaya untuk dapat memenuhi kebutuhan pakan setiap

harinya diperlukan jenis pakan buatan (pelet). Pelet banyak digunakan dalam usaha budidaya karena diperlukan oleh ikan seperti protein, lemak, dan


(22)

karbohidrat yang telah disesuaikan dengan kebutuhan ikan (Yuwono, et al., 1996). Pelet yang digunakan hendaknya mempunyai kandungan nutrisi sesuai dengan kebutuhan ikan serta dalam kondisi yang baik (Isnansetyso dan Kurniastuti, 1995).

Menurut Rauchman, Nigaus, Delpiere, dan Gullans (1993), ikan air tawar cenderung untuk menyerap air dari lingkungannya dengan cara osmosis. Insang ikan air tawar secara aktif memasukkan garam dari lingkungan ke dalam tubuh. Ginjal akan memompa keluar kelebihan air sebagai air seni. Ginjal mempunyai glomeruli dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya. Ketika cairan dari badan malpighi memasuki tubuli ginjal, glukosa akan diserap kembali pada tubuli proximallis dan garam-garam diserap kembali pada tubuli distal. Dinding tubuli ginjal bersifat impermiabel (kedap air, tidak dapat ditembus) terhadap air.

Senyawa osmolit organik merupakan senyawa osmoprotektif dan sumber energi, sehingga dengan adanya pemberian senyawa osmolit organik

diharapkan dapat meningkatkan proses fisiologis tubuh yang akhirnya dapat memacu laju pertumbuhan ikan nila.

B. Tujuan Penelitian


(23)

1. Untuk mengetahui respon pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan penambahan taurin pada pakan buatan berupa pelet.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan taurin pada pakan buatan berupa pelet terhadap perkembangan dan tingkat kematangan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus).

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai manfaat senyawa osmolit organik taurin yang ditambahkan pada pakan buatan berupa pelet dapat mempercepat pertumbuhan dan tingkat kematangan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus).

D. Kerangka Pikir

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan omnivora. Ikan nila mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya terutama pada ikan nila yang berukuran kecil lebih mudah menyesuaikan diri dengan perubahan habitatnya daripada ikan nila yang sudah dewasa. Resistensi ikan nila terhadap penyakit sangat tinggi, sehingga ikan ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat.

Pada umur 2 bulan ikan nila sudah dapat dijadikan indukan. Biasanya pemijahan pada ikan ini dapat terjadi 6- 7 kali dalam setahun. Pemijahan membutuhkan waktu 20 – 60 menit yang terjadi berulang kali dengan

pasangan yang sama ataupun yang berbeda. Dalam waktu 50 - 60 detik dapat menghasilkan 20 – 40 butir telur yang dibuahi. Telur-telur yang telah dibuahi


(24)

akan dierami oleh induk betinanya di dalam mulut sampai menetas dalam waktu 4 – 5 hari.

Tingkat kematangan gonad dapat dilihat dari diameter telurnya. Pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10% -25% persen dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5% -10%.

Perkembangan gonad dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor lingkungan dan fisiologis.

Pelet merupakan pakan buatan yang dibuat dari pabrik yang mudah didapat, tahan lama, tersedia dalam berbagai ukuran, dan penggunaannya dapat disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Dengan kelebihan yang dimiliki pelet lebih banyak dipilih oleh para pembudidaya dibandingkan pakan alami. Akan tetapi pelet mempunyai kelemahan pada kandungan gizi terutama kandungan protein yang lebih sedikit dibanding dengan pakan alami, sehingga pertumbuhan ikan akan sedikit terhambat. Untuk mengatasi kekurangan protein akan dilakukan penambahan osmolit organik taurin pada pakan buatan berupa pelet. Osmolit organik taurin diduga dapat mengatasi kekurangan energi.

Taurin merupakan salah satu senyawa turunan asam amino bebas yang penting di dalam tubuh. Taurin merupakan senyawa non essensial, tidak tergolong ke dalam protein, namun sangat penting dalam proses metabolisme tubuh.


(25)

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah penambahan senyawa osmolit organik taurin pada pakan buatan berupa pelet dapat meningkatkan laju


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 1. Morfologi

Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepala relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al., 1993).

Bentuk badan ikan nila (Oreochromis niloticus) ialah pipih ke samping memanjang. Mempunyai garis vertikal pada badan sebanyak 9–11 buah, sedangkan garis-garis pada sirip berwarna merah berjumlah 6–12 buah. Pada sirip punggung terdapat juga garis-garis miring. Mata kelihatan menonjol dan


(27)

relatif besar dengan bagian tepi mata berwarna putih. Badan relatif lebih tebal dan kekar dibandingkan ikan mujair. Garis lateralis (gurat sisi di tengah tubuh) terputus dan dilanjutkan dengan garis yang terletak lebih bawah (Susanto, 2007).

Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan, di samping lubang anus terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap, dengan tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, sedangkan yang betina biasanya pada bagian perutnya besar (Suyanto, 2003).

Perbedaan ciri morfologis antara ikan nila jantan dengan ikan nila betina dapat dilihat pada Gambar 1.


(28)

Ikan nila ukuran kecil relatif lebih cepat menyesuaikan diri, terhadap kenaikan salinitas dibandingkan dengan nila ukuran besar. Operasional pembesaran ikan nila harus memperhatikan faktor waktu, persiapan lahan dan sarana produksi, metode pembesaran (Popma, 2005).

Secara umum ikan nila sangat tahan terhadap serangan penyakit, yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan kelebihan ikan nila dengan sistem intensif sangat menjamin ikan nila tidak terserang penyakit, mengingat penggantian air kontinyu dilakukan setiap hari minimal 20 % (Pullin et al., 1992).

2. Taksonomi

Ikan nila berasal dari Afrika bagian Timur. Ikan nila memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah vertikal (compress). Posisi mulutnya terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat disembulkan (Suyanto 2003).

Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Osteichthyes Sub-class : Actinopterygii Order : Percomorphi Sub-order : Percoidea Family : Cichlidae


(29)

Genus : Oreochromis

Species : Oreochromis niloticus

3. Pertumbuhan

Menurut Effendi (1997), pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satuan waktu, sedangkan pertumbuhan pada suatu populasi merupakan pertumbuhan jumlah. Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Menurut Dwijoseputro (1986), pertumbuhan merupakan penambahan masa ukuran maupun jumlah sel jasad.

Sepanjang masa hidupnya ikan mengalami pertumbuhan isometric dan allometrik. Pertumbuhan isometrik adalah perubahan secara proporsionil dalam tubuhnya yaitu pertambahan panjang tubuh yang diiringi dengan pertambahan berat badan, sedangkan pertumbuhan allometrik adalah pertumbuhan sementara seperti halnya penambahan berat badan karena pematangan gonad (Effendi, 1997).

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh,

beberapa yang termasuk faktor internal diantaranya keturunan, umur, ketahan tubuh, serta kemampuan mencerna makanan. Yang dimaksud dengan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar tubuh ikan. Beberapa yang termasuk faktor eksternal antara lain jumlah makanan, jumlah populasi,


(30)

kandungan gizi makanan, serta parameter lingkungan (Lagler, Bardach, dan Miller, 1962).

Pertumbuhan yang cepat pada ikan nila diperoleh dari ikan yang berkelamin jantan, ikan nila jantan tumbuh lebih cepat dengan pertumbuhan rata-rata 2,1 gr/hari dibanding dengan, ikan nila betina yang hanya rata-rata tumbuh 1,8 gr/hari, maka lebih ekonomis, jika di dalam tambak hanya ditebar benih ikan nila berkelamin jantan (Thomas, 2005).

Tabel 1. Padat Penebaran, Pertumbuhan dan Hasil Produksi Ikan Nila No Umur/ Ukuran

Benih

Ukuran/ Padat Tebar

Hasil Produksi Kondisi Tambak 1 2-3 g/ekor

(3 minggu)

100.000/Ha 20-40 g (70.000)

Nursery Pond 2 20-40 g/ekor

(5-8 minggu)

6.000 – 8000/ha (ekor)

6.000 – 8.000/ha (ekor)

400 g (5 – 6 bulan)

700 g (8 – 9 bulan)

Pakan alamiah tambak tradisional Pakan alamiah tambak tradisional 3 20-40 g

(5 – 8 minggu)

20.000 – 28.000/ha ekor/ha

20.000 – 28.000/ha ekor/ha

20.000 – 28.000/ha ekor/ha

200 g/ekor (3 – 4 bulan)

400 g/ekor (5 – 6 bulan)

700 g/ekor (8 – 9 bulan)

Intensif Pakan tambahan. Pergantian air 20% Intensif Pakan tambahan. Pergantian air 20% Intensif Pakan tambahan. Pergantian air 20%


(31)

Pertumbuhan yang pesat, selain ditentukan oleh kerja osmotik ikan yang rendah juga bergantung kepada efisiensi pemanfaatan pakan. Pada saat curah hujan yang tinggi misalnya pertumbuhan berbagai tanaman air akan

berkurang sehingga mengganggu pertumbuhan air dan secara tidak langsung mengganggu pertumbuhan ikan nila. Ikan nila juga akan lebih cepat

tumbuhnya jika dipelihara di kolam yang dangkal airnya, karena di kolam dangkal pertumbuhan tanaman dan ganggang lebih cepat dibandingkan di kolam yang dalam. Ada yang lain yaitu kolam yang pada saat pembuatannya menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang juga akan membuat

pertumbuhan tanaman air lebih baik dan ikan nila juga akan lebih pesat pertumbuhannya (Ferraris et al., 1986).

4. Habitat

Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk, rawa, sawah dan saluran irigasi, tetapi toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak pada perairan payau dengan salinitas yang disukai antara 0-35 ‰. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air payau, dengan proses adaptasi yang bertahap ikan nila yang masih kecil 2-5 cm, lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dari pada ikan yang sudah besar. Pemindahan secara mendadak dapat

menyebabkan ikan tersebut stress bahkan mati (Kordi, 2000).

Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya, sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair


(32)

payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah (Trewavas, 1982).

Ikan nila mampu hidup pada suhu 14 - 38oC dengan suhu terbaik adalah 25-30oC dan dengan nilai pH air antara 6-8,5. Hal yang paling berpengaruh dengan pertumbuhannya adalah salinitas atau kadar garam jumlah 0 – 29 % sebagai kadar maksimal untuk tumbuh dengan baik. Meski nila bisa hidup dikadar garam sampai 35% namun ikan sudah tidak dapat tumbuh

berkembang dengan baik (Suyanto, 2003).

5. Reproduksi

Ikan nila bersifat beranak pinak dan cepat pertumbuhannya. Selain itu, ikan ini memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan kadar garam sampai 30 promil. Ikan nila dapat mencapai saat dewasa pada umur 4 – 5 bulan dan akan mencapai pertumbuhan maksimal untuk melahirkan sampai berumur 1,5 – 2 tahun. Pada saat ikan nila berumur lebih dari 1 tahun kira – kira beratnya mencapai 800 g dan saat ini ikan nila bisa mengeluarkan 1200 – 1500 larva setiap kali memijah, dan dapat berlangsung selama 6 – 7 kali dalam setahun. Sebelum memijah ikan nila jantan selalu membuat sarang di dasar perairan, daerahnya akan dijaga, dan merupakan daerah teritorialnya sendiri. Ikan nila jantan menjadi agresif saat musim kawin. lkan jantan tumbuh lebih cepat dan lebih besar dibanding betinanya. Proses pemijahan dimulai dengan

pembuatan sarang oleh ikan jantan berupa lekukan berbentuk bulat dengan diameter sebanding seukuran tubuhnya di dasar perairan dalam daerah teritorial (Suyanto, 1988).


(33)

Ikan betina yang siap memijah akan mengeluarkan telur di lubang yang telah dipersiapkan oleh jantan dan telur-telur tersebut akan dibuahi oleh ikan jantan. Setelah telur dibuahi, telur tersebut akan dikumpulkan oleh ikan betina dan dierami di dalam mulut sampai menetas. Lama pengeraman di dalam mulut berkisar antara 1 – 2 minggu tergantung suhu air tempat dilakukannya pemijahan. Setelah larva dilepas oleh induk betina, larva-larva tersebut akan kembali ke dalam mulut induk betina apabila ada bahaya yang mengancam. Kondisi air yang tenang akan menguntungkan bagi pertumbuhan dan

pemijahan ikan nila. Dalam upaya memperoleh tingkat pemijahan yang optimum, ikan nila bersifat poligami, maka nisbah kelamin dianjurkan 1 jantan untuk 2 betina pada luasan kolam 10 m2 (Djarijah, 1994).

Secara teoritis, ikan nila dapat dipijahkan secara alami, semi buatan dan buatan. Pemijahan secara alami adalah pemijahan secara alamiah dalam wadah/tempat pemijahan tanpa dilakukan pemberian rangsangan hormonal. Pemijahan semi buatan adalah pemijahan dengan proses rangsangan

hormonal akan tetapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah dalam wadah/tempat pemijahan. Pemijahan buatan terjadi dengan pemberian

rangsangan hormonal dan proses ovulasi dan pembuahannya dilakukan secara buatan. Pemijahan ikan nila untuk tujuan produksi sebaiknya dilakukan secara alami dan semi buatan, hal ini dikarenakan secara biologi pemijahan dan penetasan telur ikan nila lebih memungkinkan dilakukan secara alamiah (Djarijah, 1994).


(34)

Pada pemijahan secara alamiah, pemijahan dilakukan dengan cara memasangkan induk jantan dengan betina dengan perbandingan 1:3, kepadatan induk adalah 1-2 ekor induk betina per meter persegi dengan kedalam kolam sekitar 50 cm. Untuk merangsang terjadinya pemijahan sebaiknya dilakuakn manipulasi lingkungan yaitu dengan cara pengeringan kolam, pengaliran air baru ke dalam kolam dan pemberian lumpur berpasir pada dasar kolam yang digunakan agar induk mudah dalam membuat sarang. Ciri telah terjadi pemijahan adalah terbentuknya lekukan-lekukan berbentuk bulat didasar kolam dengan diameter 30-50 cm. Lamanya pemijahan sampai benih lepas dari perawatan induk adalah sekitar 14 hari (Djarijah, 1994).

6. Pakan ikan

Menurut Amri dan Khairuman (2003), ikan nila tergolong ikan pemakan segala (Omnivore), sehingga bisa mengkonsumsi makanan, berupa hewan dan tumbuhan. Larva ikan nila makanannya adalah, zooplankton seperti

Rotifera sp., Daphnia sp., serta alga atau lumut yang menempel pada benda-benda di habitat hidupnya. Apabila telah dewasa ikan nila diberi makanan tambahan dapat berupa, dedak halus, bungkil kelapa, pelet, ampas tahu dan lain–lain.

Zonnevald et al. (1991) mengatakan tingkat optimum protein dalam pakan yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan adalah 2-3 kali lebih tinggi, dari hewan berdarah panas. Ikan-ikan omnivora seperti ikan nila, membutuhkan kadar protein dalam pakan sebesar 35 % - 45 % dalam masa pertumbuhan.


(35)

Tabel 2. Jumlah dan Frekuensi Pemberian Pakan Berdasarkan Umur Benih Ikan

Bulan Persentase Pakan (%) Frekuensi Pemberian Pakan

I 15 – 25 3 kali

II 6 – 10 3 kali

III 2 – 5 4 – 5 kali

IV 2 – 5 4 – 5 kali

Sumber: Ditjen Perikanan, 1990.

Tabel 3. Kebutuhan Protein Pakan dari Beberapa Spesies Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Spesies Ikan Kebutuhan Protein (%)

Ukuran (gr)

Oreochromis niloticus 36 1,5 – 7,5

Oreochromis niloticus 25 Fingerling

Oreochromis aureus 34 2,5 – 7,5

Oreochromis aureus 30 Fingerling

Oreochromis zilli 35 Fingerling

Oreochromis mossambicus 40 0,5 – 1,0 Sumber : Lovell ( 1988 ), Tacon ( 1987 ), NRC ( 1983 )

Yuwono, Nganro, dan sahri (1996) menyatakan dalam usaha budidaya untuk dapat memenuhi kebutuhan pakan setiap harinya diperlukan jenis pakan buatan (pelet). Pelet banyak digunakan dalam usaha budidaya karena diperlukan oleh ikan seperti protein, lemak, dan karbohidrat yang telah disesuaikan dengan kebutuhan ikan. Pelet juga mengandung vitamin, mineral, serta zat tambahan lainnya. Selain itu pelet juga praktis untuk digunakan karena tersedia dalam berbagai ukuran serta dapat disimpan dalam waktu yang lama.

Pelet yang digunakan hendaknya mempunyai kandungan nutrisi sesuai dengan kebutuhan ikan serta dalam kondisi yang baik. Pakan harus tidak membahayakan bagi kehidupan juvenile yang dipelihara, tidak mengandung


(36)

bahan beracun, tidak mencemari lingkungan, dan tidak berperan sebagai inang suatu organisme dan pathogen (Isnansetyso dan Kurniastuti, 1995).

Tabel 4. Komposisi nutrisi pada pakan buatan (pelet)

No Parameter Persentase (%)

1 Protein 50.13

2 Lemak 9.15

3 Karbohidrat 17.81

4 Serat (Row) 1.06

5 Abu 15.36

6 Air 6.49

Sumber : Sahwan (2001).

B. Osmolit Organik

Osmolit organik merupakan salah satu jenis asam amino, jika osmolit organik ini terakumulasi di dalam sel maka akan berperan sebagai senyawa

osmoprotektif (Campbell et al., 2004).

Taurin mengandung gugus amino, tapi tidak memiliki gugus karboksil yang diperlukan untuk membentuk ikatan peptida. Hal ini menyebabkan molekul tersebut tidak berfungsi sebagai pembangun struktur protein. Taurin

merupakan senyawa turunan asam amino non esensial bagi nutrient manusia karena secara internal dapat disintesis dari asam amino metionin atau sistein dan piridoksin (vitamin B6). Pada kondisi tertentu, seperti pada saat

perkembangan, taurin memang diperlukan, sehingga taurin banyak ditemukan dalam susu murni, telur, daging, dan ikan. Dalam metabolisme manusia, taurin memiliki dua peran, yaitu sebagai neurotransmitter dan sebagai bagian dari pengemulsi asam empedu. Taurin berfungsi sebagai osmoprotektif


(37)

dalam proses osmoregulasi yaitu sebagai penyuplai energi dalam proses osmoregulasi (Strange and Jackson, 1997).

Taurin memiliki peranan penting dalam metabolisme, terutama di otak. Selain aktif berfungsi dalam jaringan seperti otak dan jantung untuk membantu menstabilkan membran sel, taurin juga memiliki fungsi dalam kantong empedu, mata, dan pembuluh darah dan tampaknya memiliki beberapa aktivitas antioksidan dan detoksifikasi. Taurin dapat membantu pergerakan kalium, natrium, kalsium, dan magnesium dalam dan keluar dari sel dan dengan demikian membantu menghasilkan impuls syaraf. Taurin juga merupakan neurotransmitter inhibisi (Resep.web, 2009).

Konjugasi taurin dengan asam empedu memberikan efek signifikan untuk melarutkan kolesterol dan meningkatkan ekskresinya. Secara medis, taurin dipakai untuk menangani kasus gagal jantung, cystic fibrosis, diabetes, epilepsi, dan beberapa kondisi lain (Resep.web, 2009).

Menurut Strange dan Jackson (1997), osmolit organik merupakan molekul organik kecil yang bekerja sebagai efektor intraseluler. Larutan ini

mempunyai fungsi penting dalam osmoregulasi seluler dan juga proses osmoprotektif. Pada sel mamalia, osmolit organik dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu poliol (sorbitol, myo-inositol), asam amino dan turunannya (taurin, prolin, alanin), dan metilalamin (betain,


(38)

Taurin merupakan salah satu turunan asam amino bebas yang paling penting dalam tubuh. Taurin merupakan senyawa sulfur yang mengandung asam

amino β dengan rumus molekul H2NCH2CH2SO3H. Taurin bukan termasuk

golongan protein, akan tetapi taurin sangat penting untuk metabolisme tubuh dan terdapat dalam kadar tinggi pada otak, jantung, dan retina mata di mana memberikan beberapa fungsi penting (Gaull, 1986).

Gambar 2. Struktur taurin (3dchem, 2012)

Taurin merupakan senyawa osmolit organik mengandung gugus sulfihidril dan berfungsi membantu melindungi sel dari hipertonik. Taurin dapat sebagai sumber karbon, energi, dan nitrogen (Lie et al., 1999).

Para ilmuwan di Cina telah menemukan bahwa taurin memainkan peran penting dalam fungsi leucocytes, sel-sel darah putih yang merupakan tulang punggung dari sistem kekebalan tubuh. Dua penelitian baru lainnya

menyoroti kemampuan taurin sebagai antioksida (Naturalnews, 2009).

C. Tingkat Kematangan Gonad

Kematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Selama proses reproduksi, sebagian energi dipakai


(39)

untuk perkembangan gonad. Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Menurut Effendi (1997), umumnya pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10-25% dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10%. Lebih lanjut dikemukakan bahwa semakin rneningkat tingkat kematangan gonad, diameter telur yang ada dalam gonad akan menjadi semakin besar. Pendapat ini diperkuat oleh Kuo et al. (1974) bahwa kematangan

seksual pada ikan dicirikan oleh perkembangan diameter rata-rata telur dan melalui distribusi penyebaran ukuran telurnya.

Damandiri (2009) menyatakan secara garis besar, perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad ikan sampai ikan menjadi dewasa kelamin dan selanjutnya adalah pematangan gamet. Tahap pertama berlangsung mulai ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, dan tahap kedua dimulai setelah ikan mencapai dewasa, dan terus berkembang selama fungsi reproduksi masih tetap berjalan normal. Lebih lanjut dikatakan bahwa matang gonad pada ikan tertentu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan faktor internal. Faktor lingkungan antara lain dipengaruhi oleh suhu dan adanya lawan jenis, faktor internal antara lain perbedaan spesies, umur serta sifat-sifat fisiologi lainnya.

Ciri-ciri induk jantan dan induk betina yang telah matang gonad (Damandiri, 2009) adalah sebagai berikut :


(40)

1. Induk Jantan

a. Bila distripping mengeluarkan sperma berwarna putih b. Mempunyai warna badan yang hitam atau merah tua c. Pada bagian dagu putih

d. Pada alat kelamin meruncing dengan warna putih bersih

e. Pada ujung sirip ekor dan sirip punggung berwarna merah cerah. f.

2. Induk Betina

a. Genital pavila betina yang matang gonad berwarna merah, posisinya tegak terhadap bagian ventral.

b. Alat kelamin membulat dan berwarna kemerahan

c. Bila distripping mengeluarkan telur berwarna kuning tua. d. Bila distripping mengeluarkan telur berwarna kuning tua. e. Perut membuncit atau agak melebar.

f. Warna badan hitam atau merah tua. g. Pada bagian dagu berwarna agak putih h.

Menurut Dadzie dan Wangila (1980), tingkat kematangan gonad ikan nila diklasifikasikan menjadi 5 tingkat sebagai mana tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Tingkat Kematangan Gonad Jantan dan Betina Nila

No TKG Histologi

Betina Jantan

1 I

Ovarium masih kecil, transparan, dan oosit muda hanya terlihat dengan menggunakan mikroskop

Testis seperti benang, lebih pendek, ujungnya di rongga tubuh, warna jernih


(41)

Tabel 5. Tingkat Kematangan Gonad...(lanjutan)

2 II

Ovarium berwarna kuning terang, dan oosit dapat terlihat dengan mata

Ukuran testis lebih besar, pewarnaan putih susu, bentuk lebih jelas dari TKG 1

4 IV

Ovarium besar, berwarna coklat, banyak oosit berukuran maksimal dan mudah dipisahkan.

Seperti TKG III tampak lebih jelas, testis

semakin pejal dan rongga tubuh semakin penuh, warna putih susu

5 V

Ovarium berwarna kuning terang, ukuranya berkurang karena telur yang sudah matang telah dilepaskan.

Testis bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih kering

Pada ikan dewasa, ovarium secara umum berjumlah sepasang. Oosit yang berkembang terletak di tengah dalam lapisan folikel. Lapisan folikel terdiri dari lapisan dalam sel (granulosa) dan lapisan luar (sel theca). Oosit

berkembang akibat adanya akumulasi kuning telur (vitelogenesis) dalam sitoplasma. Vitelogenesis akan berkembang secara penuh dan kemudian mengalami maturasi dan ovulasi karena adanya pengaruh lingkungan dan hormon. Setelah terjadi ovulasi maka selanjutnya akan terjadi proses pembelahan dan oosit telah menjadi telur secara sempurna dan siap dibuahi (Murua dan Kraus, 2003).

Dalam satu tingkat kematangan gonad (TKG), komposisi telur yang dikandung tidak seragam, tetapi terdiri dari berbagai macam telur. Telur merupakan awal mula bagi suatu makhluk hidup, yang proses

pembentukannya sudah mulai pada fase diferensiasi dan oogenesis yaitu terjadinya akumulasi vitelogenin kedalam folikel (vitelogenesis).


(42)

Perkembangan diameter telur meningkat dengan semakin meningkatnya TKG (Murua dan Kraus, 2003).

D. Laju Pertumbuhan Spesifik / Spesific Growth Rate (SGR)

Menurut Wahyuningsih dan Barus (2006), pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan ukuran berupa panjang dan berat pada waktu tertentu atau perubahan kalori yang tersimpan menjadi jaringan somatik dan

reproduksi. Pada proses pertumbuhan laju anabolisme akan melebihi laju katabolisme. Menurut Effendi (2002), pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks yang akan dipengaruhi berbagai faktor dimana pertumbuhan akan menunjukkan adanya pertambahan panjang, berat dalam suatu satuan waktu.

Menurut Lagler, Bardac, dan Miller (1962), pertumbuhan dipengaruhi 2 faktor yaitu:

1) Faktor Internal

Adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh sukar dikontrol, diantaranya ialah keturunan, sex, dan umur.

2) Faktor Eksternal

Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan, jumlah populasi, parasit, penyakit, dan parameter kualitas lingkungan perairan.

Laju Pertumbuhan Spesifik / Spesific Growth Rate (SGR) dapat diketahui dengan perhitungan melalui rumus (Asmawi, 1983) :


(43)

SGR = T

LnWo)

-(LnWt

× 100% Keterangan:

SGR = Spesific Growth Rate (Laju Pertumbuhan Spesifik) Wo = Weight (Berat hari ke 0 (g) )

Wt = Berat hari ke t (g)


(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unila pada Bulan Januari sampai dengan Maret 2013.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium, timbangan analitik untuk menimbang senyawa taurin dan organ gonad , timbangan ohause digunakan untuk menimbang pakan dan ikan, 1 buah meteran untuk mengukur panjang dan lingkar perut ikan, jaring atau serok untuk menangkap ikan, kamera untuk pengambilan gambar, ember dan baskom plastik untuk tempat pakan ikan, alat tulis untuk mencatat data, sifon, spons busa,

cutter/pisau, water pump, pinset, botol semprotan.

Alat-alat lainnya yang diperlukan untuk pengukuran kualitas fisika-kimia air yaitu pH meter dan termometer untuk mengukur suhu.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan nila (Oreochromis niloticus) pra-dewasa dengan berat 40 g - 60 g, pakan buatan


(45)

berupa pelet, osmolit organik taurin yang digunakan sebagai perlakuan, aquades, garam untuk menaikkan pH air dan mencegah timbulnya jamur, pil dumex untuk mengobati ikan yang terkena jamur, akriflavin yang digunakan untuk mengobati luka luar pada ikan, multivitamin, vitamin E sebagai suplemen pendukung .

C. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah ikan nila yang berumur 3-4 bulan dengan berat tubuh 40 g - 60 g. Ikan yang digunakan dalam penelitian berjumlah 40 ekor yang dipelihara dalam 8 akuarium. 20 ekor dipelihara dalam 4 akuarium sebagai kontrol dengan pakan pelet, dan 20 ekor dipelihara dalam 4 akuarium dengan pakan pelet yang ditambah taurin. Pada masing-masing perlakuan satu akuarium berisi 5 ekor ikan.

D. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian taurin (dosis 1 mg/hari/ikan) pada pakan buatan (pelet) ikan nila (Oreochromis niloticus) dan pakan buatan (pelet) tanpa taurin (kontrol). Pada satu perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 20 individu yang dipelihara dalam 4 akuarium yang masing-masing akuarium berisi 5 ekor ikan nila.


(46)

E. Prosedur Kerja

1. Pemeliharaan Ikan Nila

Ikan nila (Oreochromis niloticus) yang berumur 3-4 bulan dengan ukuran berat tubuh rata-rata 40-60 g dipelihara di akuarium. Sebelum diberi

perlakuan, ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 hari. Hewan uji yang diaklimatisasi dan saat perlakuan selama 30 hari diberi aerasi untuk

mempertahankan kadar oksigen terlarut. Sehari sebelum diberi perlakuan ikan nila disampling terlebih dahulu, sampling meliputi menimbang bobot ikan, pengukuran panjang tubuh dan lingkar badan. Untuk mempermudah

dilakukan marking pada ikan. Pembedahan dilakukan setiap sampling 10 hari untuk mengambil gonad ikan nila.

Sifonisasi (pembersihan kotoran), pergantian air sebanyak 25%, dilakukan setiap 5 hari sekali. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 10 hari sekali selama 30 hari. Pengukuran kualitas air dengan parameter kualitas air yang diukur adalah pH dan suhu dilakukan setiap hari.

2. Persiapan Pakan

Pakan pelet komersil ditimbang sebanyak berat pakan untuk 10 hari. Pelet komersil yang sudah ditimbang diletakkan dalam baskom dan diratakan kemudian diberi tambahan senyawa taurin yang sudah dilarutkan dengan akuades. Pelet yang sudah diberi taurin kemudian dijemur hingga kering kembali.


(47)

3. Pemberian perlakuan

Perlakuan diberikan setelah dilakukan aklimatisasi selama 2 hari. Ikan dibagi menjadi dua kelompok untuk dua perlakuan, pada perlakuan A berisi 20 ekor nila yang di pelihara dalam 4 akuarium (satu akuarium berisi 5 ekor ikan nila). Pada perlakuan B berisi 20 ekor nila yang dipelihara dalam 4 akuarium (satu akuarium berisi 5 ekor ikan nila). Perlakuan yang diberikan yaitu : Kelompok A = Perlakuan pakan buatan (pelet) yang tidak diberi taurin

(kontrol)

Kelompok B = Perlakuan pakan buatan (pelet) yang diberi taurin dengan dosis taurin menyesuaikan berat massa ikan nila.

a. Teknik pemberian taurin

Taurin ditimbang dengan dosis 1 mg/hari/ekor kemudian dilarutkan dengan akuades lalu disemprotkan secara merata ke pelet komersil.

b. Pemberian pakan

Ikan nila diberi pakan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Pakan yang

digunakan adalah pakan buatan berupa pelet komersil sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan nila dengan masing-masing pakan ada yang diberi taurin sesuai dengan dosis berat massa ikan nila dan pakan pellet yang tidak diberi taurin.


(48)

4. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan pada awal penelitian (D0) kemudian dilakukan setiap 10 hari sekali untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan gonad ikan nila. Data yang diambil berupa panjang tubuh, berat tubuh, lingkar badan ikan, berat gonad, panjang gonad, dan ciri-ciri morfologi gonad.

Gonad diambil dengan cara pembedahan pada 3 ekor nila yang sudah dibius terlebih dahulu menggunakan minyak cengkeh.

F. Parameter Penelitian

Parameter yang diamati dan dianalisis mengacu pada Heinsbroek (1989) adalah sebagai berikut :

1. Laju Pertumbuhan Spesifik/ Spesific Growth Rate (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik ditentukan dengan rumus (Asmawi, 1983) sebagai berikut:

SGR = (  )100% t

LnWo LnWt

Keterangan:

SGR = Spesific Growth Rate (Laju Pertumbuhan Spesifik) Wo = Weight (Berat hari ke 0 (g) )

Wt = Berat hari ke t (g)

t = Time/Lama pemeliharaan (hari)


(49)

Pertumbuhan ikan nila dapat dilihat dengan mengukur pertambahan panjang tubuh ikan nila dengan menggunakan meteran dari ujung mulut hingga ujung ekor. Pertambahan berat ditentukan dengan melakukan penimbangan tubuh ikan nila, sedangkan lingkar badan diukur dari sirip dorsal sampai bagian sirip perut nila. Pengukuran dan penimbangan dilakukan setiap 10 hari sekali selama 30 hari.

3. Indeks Gonad Somatik

Menurut Bulkley (1972), Indeks Gonad Somatik (IGS) ikan nila diperoleh dengan cara menimbang berat tubuh masing-masing sampel ikan, kemudian dibedah dan diambil gonadnya, selanjutnya gonad tersebut ditimbang. Indeks Gonad Somatik ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Indeks Gonad Somatik (IGS) = 100%

(g) h Berat tubu

(g) Gonad

Berat

4. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Kematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Untuk data TKG akan disajikan secara deskriptif dengan membandingkan berat gonad ikan nila.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data pertambahan berat tubuh, lingkaran tubuh, panjang ikan dan indeks gonad somatik. Data yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis menggunakan uji T-student dengan α=5%. Data


(50)

lain berupa tingkat kematangan gonad (TKG) pada jantan atau betina disajikan secara deskriptif.


(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Senyawa osmolit organik taurin berpengaruh pada pertambahan berat tubuh, panjang tubuh, dan lingkar perut ikan nila (Oreochromis niloticus). 2. Penambahan taurin pada pakan pelet berpengaruh dalam mempercepat

Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) pada ikan nila.

3. Senyawa osmolit organik taurin tidak berpengaruh terhadap perkembangan dan kematangan gonad ikan nila

B. Saran

Pada pengaruh taurin terhadap perkembangan dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan nila (Oreochromis niloticus) diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan senyawa yang dapat lebih mengoptimalkan perkembangan dan TKG ikan nila.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Adelina. 1997. Pengaruh Pakan Dengan Kadar Protein Dan Rasio Protein Energi Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Juwana Ikan Kakap Putih.

IPB. Bogor.

Ainun, N. R. 2008. Seleksi Dan Mutu Kematangan Gonad Ikan. Gramedia. Jakata.

Amri dan Khairuman.2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka . Jakarta.

Askaryunusumi.blogspot. 2009. Osmoregulasi.

http://askaryunusumi.blogspot.com/2009/05/osmoregulasi.html. Diakses pada 3 November 2012 Pukul 19.30 WIB.

Asmawi, A. 1983. Aspek Biologi Pertumbuhan Dan Kebiasaan Makan Ikan Selar Kuning (Caranx leptolepis). Erlangga. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan (INFIS). 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Bekerja sama dengan IDRC (International Development Resarch Centre). Canada Bulkley, J. dan Dennison. 1972. Gonad Somatic Indeks. Prentice Hall. New

Jersey

Cassie, S. 2009. Replacement Of Fish Meal In Cobia Diets Using An Organically Certified Protein. Aquaculture. 257hal.

Campbell, N. A., B. R. Jane, G. M. Lawrence. 2004. Biologi Edisi 5 Jilid 3.

Erlangga. Jakarta.

Dadzie dan Wangila. 1980. Perkembangan Gonad Ikan Balashark

(Balantiochelius melanopterus Blkr.). Agromedia Pustaka. Jakarta. Damandiri, H. 2009. Perkembangan Gonad Pada Ikan Jantan Dan Betina.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Direktorat Usaha, 2010. Budidaya Ikan Nila. Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan danPerikanan RI.


(53)

Djarijah. A. S. 1994. Budidaya Nila Gift Secara Intensif. Kanisius. Yogyakarta. Dwijoseputro, D., 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

232 hal.

Effendi, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Effendi, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nustama.

Yogyakarta.

El-Sayed, M. and R. Verpoorte. 2003. Effect Of Phytohormones On Growth And Alkaloid Accumulation By A C. Roseus Cell Suspension Cultures Fed With Alkaloid Prekursors Triptamine And Loganin: Plant Cell Tissue Org Culture. Massachusetts. USA. 68:3. 265-270.

Ferraris, R. P., F. D. P. Estepa, J. M. Ladja and E. G. De Jesus. 1986. Effect Of Salinity On The Osmotic, Chloride, Total Protein And Calcium

Concentration In The Hemolymph Of The Prawn Penaeus monodon Fabricius. Comp. Biochem.Physiology. 83A (4) : 701 – 708. Dalam Anggoro S, 1992. Efek Osmotic Berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas Telur Dan Vitalitas Larva Udang Windu Penaeus monodon. (Disertasi). Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan “Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Rineka Cipta. Jakarta.

Gaull, E. 1986. Taurine As A Conditially Essential Nutrient In Man. J. A. Coll Nutr. 5: 121-125.

Heinsbroek, M. 1989. Rancangan Percobaan. Erlangga. Jakarta.

Hertrampf, J. W. dan F. P. Pascual. 2000. Handbook on Ingredients for Aquaculture Feeds. Kluwer Academic Publishers. London. 573 pp. Houlihan, D., T. Boujard, and M. Jobling. 2002. Food Intake in Fish.

University of Tromso. Norway.

http://www.3dchem.com/molecules-taurin.asp. Diakses pada 06 November 2012 pukul 20.50 WIB.

Isnansetyo, A., Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton Dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.


(54)

Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, dan Wiroatmodjo. 1993.

Freshwater Fishes Of Western Indonesia and Sulawesi : Edisi Dwi Bahasa Inggris-Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Kuo, C. M., C. E. Nash, and W. D. Watanabe. 1979. Induce breeding experiment with milkfish, Chanos chanos (Forskal), in Hawaii.

Aquaculture. 195:331-352.

Lagler, K. F., J. E. Bardach., dan R. R. Miller. 1962. Ichtyology. John Willey and Sons, Inc. New York. 545pp.

Lie, T. J., W. Clawsen. Godchaux and Leadbetter. 1999. Sulphidogenesis From Taurin Fermentation Of Morphologically Unusual Sulfate-Reducing (Bacterium Desuphoropalus Singapotensis sp.). Rov. Dept. Of Molecular and Cell Biology. University Of Conecticut. P. 290-2131. Lunger, A. N., S. R. Craig, E. Mclean. 2006. Replacement Of Fish Meal In

Cobia Diets Using An Organically Certified Protein. Aquaculture. 257 Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish.An AVI Book. Published by Van

Nostrand Reinhold. New York. 260 halaman.

Martinez JB, Chatzfotis S, Divanach P and Takeuchi T. 2004. Effect of Dietary Taurine Supplementation on Growth Performance and Feed Selection of Sea Bass Dicentrarchus labrax Fry Feed Selection With Demand-Feeder. Fish Sci. 70:74-79

Murua, Z. dan Kraus. 2003. Produksi Benih Ikan Nila Jantan dengan Rangsangan Hormon Metiltestosteron Dalam Tepung Pelet. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian: Kampus Peratnian Kalasey, Sulawesi Utara.

Naturalnews. 2009. Taurine Keeps Immune Systems Strong and Protects Organs.

http://www.naturalnews.com/026544_taurine_chemotherapy_blood.html. Diakses pada 3 November 2012 Pukul 20.45 WIB.

Nicolsky, G. V. 1969. Theory Of Fish Population Dynamic, As the Biological Background Of Rational Exploitation And The Management Of fishery Resource. Translated by Brandley. Oliver and Boyd, 323 pp.

NRC (National Research Council). 1983. Nutrient Requirement of Warmwater Fishes and Shellfishes. Revised Edition. National Academy of Sciences, Washington D. C. 102 p.

O-Fish. 2007. Kebutuhan Nutrisi Ikan. http://www.O-fish.com. Diakses pada 2 Desember 2012, 21.14 WIB.


(55)

Park, G. S., T. Takeuchi, M. Yokohama, T. Seikai. 2002. Optimal Dietary Taurine Level for Growth of Juvenil. Japanese Flounder Paralichthys Olivaceaus. Fish Sci. 68:824-829.

Popma, T. 2005. Life History and Biology. Texas. Auburn University Southern Regional Agricultural Centre (Pond Culture Of Tilapia).

Preventionindonesia. 2009. Mencuri Energi Dengan Taurin.

http://www.preventionindonesia.com/article/mencuri-energi-dengan-taurin&channtel.html. Diakses pada 3 November 2012 pukul 20.50 WIB. Pullin,R. S. V. and J. Maclean. 1992. Analysis of Research for the Dvelopment

of Tilapia Farming An Interdisciplinary is Lacking. Netherlands Journal Of Zoology (512-522).

Rauchman, M. I., S. K. Nigaus, E. Delpire and S. R. Gullans. 1993. An Osmotically Tolerant Inner Medullary Collecting Duct Cell Line From An SV Transgenic Mouse. Am. J. Physiol. 265:F. 416-424.

Resep.web. 2009. Fungsi Taurin.

http://www.resep.web.com/fungsi_taurin.html. Diakses Pada 3 November 2012 pukul 21.15 WIB.

Rustidja, 2005. Penggunaan Sinar Laser Untuk Mempercepat Kematangan Gonad Ikan Nila. Universitas Brawijaya. Malang.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta. Bandung. Sahwan, M. F. 2001. Fungsi Vitamin Pada Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Santoso, B., Sutrisno, Antoro. 2000. Budidya Ikan Nila. Kanisius. Yogakarta. Strange, K. dan P. S. Jackson. 1997. Swelling Activated Organic Osmolyte

Effucks : A New Role For Annion Chanel. Kidney International Vol. 48. The International Society Of Nephrology. Massachusetts, USA.

Stickney, R. R. 1993. Advance in Fisheries Science: Culture of Nonsalmonid Freshwater Fishes. 2th edition. Florida: CRC Press.

Susanto, H. 2007. Aturan Pembuatan Kolam Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Suyanto, R. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. Suyanto, R. 1988. Pembenihan Nila. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tester dan Takata. 1953. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall, New Jersey.


(56)

Thomas, A. 2005. Aspek Biologi Pertumbuhan, Reproduksi, Dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). IPB. Bogor.

Trewavas, F. 1982. Tilapias: Taxonomi and Speciation . In R. S. V. Dullin and R. H. Low Mc. Connell ( Eds ). The Biology and Culture of Tilapias . ICLARM Converence, Mamalia.

Wahyuningsih, H dan I. T. A. Barus. 2006. Pertumbuhan : Buku Ajar Ichtyology. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wardoyo, S. T. H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Evaluasi Pertanian dan Perikanan. Training Analisa Dampak Lingkungan PPLH-UND-PSL. IPB. Bogor. PPLH-UND-PSL. IPB.

Widiastuti, E. L. 2001. Osmoregulasi dan Sekresi : Buku Ajar Fisiologi Hewan II. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wulangi, K. S. 1996. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Yufera, M., Kolkovsky, Fernades, dan Dabrwosky. 2002. Free Amino Acid leaching From protein Wallet Microandcapsulate Diet for fish larva. Aquaculture. 214. 273-287.

Yuwono, T., Nganro, dan F. Sahri. 1996. Penggunaan Pakan Buatan Dalam Budidaya. Rineka Cipta. Jakarta.

Zonneveld, N., E. A. Huisman and J. H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 318 hal.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Senyawa osmolit organik taurin berpengaruh pada pertambahan berat tubuh, panjang tubuh, dan lingkar perut ikan nila (Oreochromis niloticus). 2. Penambahan taurin pada pakan pelet berpengaruh dalam mempercepat

Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) pada ikan nila.

3. Senyawa osmolit organik taurin tidak berpengaruh terhadap perkembangan dan kematangan gonad ikan nila

B. Saran

Pada pengaruh taurin terhadap perkembangan dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan nila (Oreochromis niloticus) diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan senyawa yang dapat lebih mengoptimalkan perkembangan dan TKG ikan nila.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adelina. 1997. Pengaruh Pakan Dengan Kadar Protein Dan Rasio Protein Energi Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Juwana Ikan Kakap Putih. IPB. Bogor.

Ainun, N. R. 2008. Seleksi Dan Mutu Kematangan Gonad Ikan. Gramedia. Jakata.

Amri dan Khairuman.2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka . Jakarta.

Askaryunusumi.blogspot. 2009. Osmoregulasi.

http://askaryunusumi.blogspot.com/2009/05/osmoregulasi.html. Diakses pada 3 November 2012 Pukul 19.30 WIB.

Asmawi, A. 1983. Aspek Biologi Pertumbuhan Dan Kebiasaan Makan Ikan Selar Kuning (Caranx leptolepis). Erlangga. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan (INFIS). 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Bekerja sama dengan IDRC (International Development Resarch Centre). Canada Bulkley, J. dan Dennison. 1972. Gonad Somatic Indeks. Prentice Hall. New

Jersey

Cassie, S. 2009. Replacement Of Fish Meal In Cobia Diets Using An Organically Certified Protein. Aquaculture. 257hal.

Campbell, N. A., B. R. Jane, G. M. Lawrence. 2004. Biologi Edisi 5 Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Dadzie dan Wangila. 1980. Perkembangan Gonad Ikan Balashark

(Balantiochelius melanopterus Blkr.). Agromedia Pustaka. Jakarta. Damandiri, H. 2009. Perkembangan Gonad Pada Ikan Jantan Dan Betina.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Direktorat Usaha, 2010. Budidaya Ikan Nila. Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan danPerikanan RI.


(3)

Djarijah. A. S. 1994. Budidaya Nila Gift Secara Intensif. Kanisius. Yogyakarta. Dwijoseputro, D., 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

232 hal.

Effendi, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Effendi, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nustama.

Yogyakarta.

El-Sayed, M. and R. Verpoorte. 2003. Effect Of Phytohormones On Growth And Alkaloid Accumulation By A C. Roseus Cell Suspension Cultures Fed With Alkaloid Prekursors Triptamine And Loganin: Plant Cell Tissue Org Culture. Massachusetts. USA. 68:3. 265-270.

Ferraris, R. P., F. D. P. Estepa, J. M. Ladja and E. G. De Jesus. 1986. Effect Of Salinity On The Osmotic, Chloride, Total Protein And Calcium

Concentration In The Hemolymph Of The Prawn Penaeus monodon Fabricius. Comp. Biochem.Physiology. 83A (4) : 701 – 708. Dalam Anggoro S, 1992. Efek Osmotic Berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas Telur Dan Vitalitas Larva Udang Windu Penaeus monodon. (Disertasi). Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan “Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Rineka Cipta. Jakarta.

Gaull, E. 1986. Taurine As A Conditially Essential Nutrient In Man. J. A. Coll Nutr. 5: 121-125.

Heinsbroek, M. 1989. Rancangan Percobaan. Erlangga. Jakarta.

Hertrampf, J. W. dan F. P. Pascual. 2000. Handbook on Ingredients for Aquaculture Feeds. Kluwer Academic Publishers. London. 573 pp. Houlihan, D., T. Boujard, and M. Jobling. 2002. Food Intake in Fish.

University of Tromso. Norway.

http://www.3dchem.com/molecules-taurin.asp. Diakses pada 06 November 2012 pukul 20.50 WIB.

Isnansetyo, A., Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton Dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.


(4)

Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, dan Wiroatmodjo. 1993.

Freshwater Fishes Of Western Indonesia and Sulawesi : Edisi Dwi Bahasa Inggris-Indonesia. Jakarta. Indonesia.

Kuo, C. M., C. E. Nash, and W. D. Watanabe. 1979. Induce breeding experiment with milkfish, Chanos chanos (Forskal), in Hawaii. Aquaculture. 195:331-352.

Lagler, K. F., J. E. Bardach., dan R. R. Miller. 1962. Ichtyology. John Willey and Sons, Inc. New York. 545pp.

Lie, T. J., W. Clawsen. Godchaux and Leadbetter. 1999. Sulphidogenesis From Taurin Fermentation Of Morphologically Unusual Sulfate-Reducing (Bacterium Desuphoropalus Singapotensis sp.). Rov. Dept. Of Molecular and Cell Biology. University Of Conecticut. P. 290-2131. Lunger, A. N., S. R. Craig, E. Mclean. 2006. Replacement Of Fish Meal In

Cobia Diets Using An Organically Certified Protein. Aquaculture. 257 Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish.An AVI Book. Published by Van

Nostrand Reinhold. New York. 260 halaman.

Martinez JB, Chatzfotis S, Divanach P and Takeuchi T. 2004. Effect of Dietary Taurine Supplementation on Growth Performance and Feed Selection of Sea Bass Dicentrarchus labrax Fry Feed Selection With Demand-Feeder. Fish Sci. 70:74-79

Murua, Z. dan Kraus. 2003. Produksi Benih Ikan Nila Jantan dengan Rangsangan Hormon Metiltestosteron Dalam Tepung Pelet. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian: Kampus Peratnian Kalasey, Sulawesi Utara.

Naturalnews. 2009. Taurine Keeps Immune Systems Strong and Protects Organs. http://www.naturalnews.com/026544_taurine_chemotherapy_blood.html. Diakses pada 3 November 2012 Pukul 20.45 WIB.

Nicolsky, G. V. 1969. Theory Of Fish Population Dynamic, As the Biological Background Of Rational Exploitation And The Management Of fishery Resource. Translated by Brandley. Oliver and Boyd, 323 pp.

NRC (National Research Council). 1983. Nutrient Requirement of Warmwater Fishes and Shellfishes. Revised Edition. National Academy of Sciences, Washington D. C. 102 p.

O-Fish. 2007. Kebutuhan Nutrisi Ikan. http://www.O-fish.com. Diakses pada 2 Desember 2012, 21.14 WIB.


(5)

Park, G. S., T. Takeuchi, M. Yokohama, T. Seikai. 2002. Optimal Dietary Taurine Level for Growth of Juvenil. Japanese Flounder Paralichthys Olivaceaus. Fish Sci. 68:824-829.

Popma, T. 2005. Life History and Biology. Texas. Auburn University Southern Regional Agricultural Centre (Pond Culture Of Tilapia).

Preventionindonesia. 2009. Mencuri Energi Dengan Taurin.

http://www.preventionindonesia.com/article/mencuri-energi-dengan-taurin&channtel.html. Diakses pada 3 November 2012 pukul 20.50 WIB. Pullin,R. S. V. and J. Maclean. 1992. Analysis of Research for the Dvelopment

of Tilapia Farming An Interdisciplinary is Lacking. Netherlands Journal Of Zoology (512-522).

Rauchman, M. I., S. K. Nigaus, E. Delpire and S. R. Gullans. 1993. An Osmotically Tolerant Inner Medullary Collecting Duct Cell Line From An SV Transgenic Mouse. Am. J. Physiol. 265:F. 416-424.

Resep.web. 2009. Fungsi Taurin.

http://www.resep.web.com/fungsi_taurin.html. Diakses Pada 3 November 2012 pukul 21.15 WIB.

Rustidja, 2005. Penggunaan Sinar Laser Untuk Mempercepat Kematangan Gonad Ikan Nila. Universitas Brawijaya. Malang.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta. Bandung. Sahwan, M. F. 2001. Fungsi Vitamin Pada Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Santoso, B., Sutrisno, Antoro. 2000. Budidya Ikan Nila. Kanisius. Yogakarta. Strange, K. dan P. S. Jackson. 1997. Swelling Activated Organic Osmolyte

Effucks : A New Role For Annion Chanel. Kidney International Vol. 48. The International Society Of Nephrology. Massachusetts, USA.

Stickney, R. R. 1993. Advance in Fisheries Science: Culture of Nonsalmonid Freshwater Fishes. 2th edition. Florida: CRC Press.

Susanto, H. 2007. Aturan Pembuatan Kolam Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Suyanto, R. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. Suyanto, R. 1988. Pembenihan Nila. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tester dan Takata. 1953. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall, New Jersey.


(6)

Thomas, A. 2005. Aspek Biologi Pertumbuhan, Reproduksi, Dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). IPB. Bogor.

Trewavas, F. 1982. Tilapias: Taxonomi and Speciation . In R. S. V. Dullin and R. H. Low Mc. Connell ( Eds ). The Biology and Culture of Tilapias . ICLARM Converence, Mamalia.

Wahyuningsih, H dan I. T. A. Barus. 2006. Pertumbuhan : Buku Ajar Ichtyology. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wardoyo, S. T. H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Evaluasi Pertanian dan Perikanan. Training Analisa Dampak Lingkungan PPLH-UND-PSL. IPB. Bogor. PPLH-UND-PSL. IPB.

Widiastuti, E. L. 2001. Osmoregulasi dan Sekresi : Buku Ajar Fisiologi Hewan II. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wulangi, K. S. 1996. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Yufera, M., Kolkovsky, Fernades, dan Dabrwosky. 2002. Free Amino Acid leaching From protein Wallet Microandcapsulate Diet for fish larva. Aquaculture. 214. 273-287.

Yuwono, T., Nganro, dan F. Sahri. 1996. Penggunaan Pakan Buatan Dalam Budidaya. Rineka Cipta. Jakarta.

Zonneveld, N., E. A. Huisman and J. H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 318 hal.