Perancangan Informasi Berkebun Dengan Hidroponik Vertikultur Melalui Buku

(1)

(2)

(3)

(4)

71 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Andre Nafilata

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat Tanggal Lahir : Lebak ,06 Mei 1995

Usia : 21 Tahun (2016)

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Btn. Pepabri Blok K No 5 Bojong Leles, Kec.Cibadak, Rangkasbitung, Banten

No. HP : 08989892144

Alamat Email : andrenafilata@gmail.com

Pendidikan Formal

1999 - 1999 : TK Bhayangkara Cikampek

2000 - 2004 : SDN Pucung (Kota Baru) VI Cikampek

2004 - 2006 : SDN Muara Ciujung Timur XI Rangkasbitung 2006 - 2009 : SMP 1 Rangkasbitung

2009 - 2012 : SMK Kopri Rangkasbitung (TKJ) 2012 – 2016 : Universitas Komputer Indonesia (DKV)


(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN INFORMASI BERKEBUN DENGAN METODE HIDROPONIK VERTIKULTUR MELALUI BUKU

DK 38315 / Tugas Akhir Semester II 2015-2016

oleh:

Andre Nafilata NIM. 51912132

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(6)

iii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya, Laporan Pengantar Tugas Akhir yang berjudul “Perancangan Informasi Berkebun Dengan Metode Hidroponik Vertikultur Melalui Buku” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulisan Laporan Pengantar Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Tugas Akhir untuk jenjang pendidikan Strata Satu (S1) Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia.

Dalam proses penyusunan Laporan Tugas Akhir ini tidak terlepas atas bantuan beberapa pihak terkait, baik berupa dukungan moral maupun finansial. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu, mengarahkan, serta dukungan kepada penulis dalam menyusun Laporan Pengantar Tugas Akhir ini.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Pengantar Tugas Akhir ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penyajian isi materi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan pada masa yang akan datang.

Bandung, 09/Agustus/2016 Penulis,


(7)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... ii

KATA PENGANTAR... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 4

I.3 Rumusan Permasalahan ... 4

I.4 Batasan Masalah ... 4

I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan ... 5

BAB II. BERKEBUN DENGAN METODE HIDROPONIK VERTIKULTUR & PERMASALAHAN YANG ADA PADA MASYARAKAT ... 6

II.1 Pengertian Berkebun ... 6

II.1.1 Manfaat Berkebun ... 7

II.2 Pertanian Kota (Urban Farming) ... 8

II.2.1 Manfaat Urban Farming ... 9

II.3 Hidroponik ... 9

II.3.1 Sejarah Hidroponik ... 11

II.4 Menanam Dengan Cara Vertikultur ... 12

II.4.1 Sejarah Vertikultur ... 13

II.5 Pengertian Buku ... 14

II.6 Kondisi Masyarakat Saat Ini ... 14

II.7 Pemahaman Masyarakat Terhadap Hidroponik Vertikultur ... 16


(8)

vii

II.9 Solusi ... ... 18

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL ... 19

III.1 Khalayak Sasaran ... 19

III.2 Strategi Perancangan ... 20

III.2.1 Pendekatan Komunikasi ... 20

III.2.2 Materi Pesan ... 22

III.2.3 Strategi Kreatif ... 23

III.2.4 Strategi Media ... 23

III.2.5 Strategi Distribusi ... 26

III.3 Konsep Visual ... 27

III.3.1 Format Desain ... 28

III.3.2 Tata Letak (Layout) ... 28

III.3.3 Tipografi ... 31

III.3.4 Ilustrasi ... 32

III.2.5 Warna ... ... 35

BAB IV. TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA ... 36

IV.1 Media Utama ... 36

IV.2 Media Pendukung ... 43

A. Poster ... 43

B. X-Banner ... 45

C Mini X-Banner ... 46

D. Sosial Media ... 47

E. Pembatas Buku ... 50

F. Stiker ... ... 51

G Buku Catatan & Pulpen ... 52

H. Tote Bag ... ... 53

I. Kalender ... ... 54

J. Kaos ... ... 55


(9)

viii DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN ... ... 59


(10)

57 DAFTAR PUSTAKA

 Buku

Herwibowo, Kunto dan N.S. Budiana. 2015. Hidroponik Portabel. Jakarta: Penebar Swadaya

Herwibowo, Kunto dan N.S. Budiana. 2015. Hidroponik Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya

Indonesia Berkebun. (2015). Urban Farming ala Indonesia Berkebun. Jakarta: PT. ArgoMedia Pustaka.

Lingga, Pinus. (1984). Hidroponik: Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta: Niaga Swadaya.

Nugroho, Bayu Widhi. 2016. Step by Step Bikin Sendiri Instalasi Hidroponik. Yogyakarta: Cakrawala.

Nurlaeny, N. (2014). Teknologi media Tanam dan Sistem Hidroponik. Bandung: UNPAD Press.

Rustan, Surianto. (2009). Huruf, Font dan Tipografi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rustan, Surianto. (2010). Layout Dasar dan Penerapannya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suryani, Reno. (2015). Hidroponik: Budi Daya Tanaman Tanpa Tanah. Yogyakarta: ARCITRA.

Sutarminingsih Lilies, Ch. (2002). Vertikultur Pola Bertanam Secara Vertikal.

Jakarta: Agropustaka Mandiri.

Triwanto, dkk. 2016. Hidroponik: Ptaktis & Hemat di Halaman Rumah. Yogyakarta: Cakrawala.

Wignjonopranoto, Janti. (2015). Rumah Organik. Jakarta: PT. ArgoMedia Pustaka.

Lingga, Pinus. 2009. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah (edisi revisi).


(11)

58

 Jurnal

K. P. Emeraldi (2012). Analisis Sarana Kegiatan Dalam Sistem Pemasyarakatan Pertanian Kota Skala Rumah Tangga Berbasis Gaya Hidup Studi Kasus Bandung: Komunitas Halaman Organik. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain - Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Bandung.

 Laman

Ajie, Bayu. (2012). Peninjauan Urban Farming Di Perkotaan Surabaya. Diakses pada 22 Desember 2015. https://pwksip.wordpress.com/2012/01/07/ peninjauan-urban-farming-di-perkotaan-surabaya/

Kumar, Praveen. (2015). Health Benefits Of Gardening. Diakses pada 17 April 2016. http://www.boldsky.com/health/wellness/2015/health-benefits-of-gardening-086071.html/

Swastantika, Dyah. (2013). Berkebun Bukan Hanya Menyehatkan, Tapi Juga Menguntungkan. Diakses pada 17 April 2016. https://id.theasianparent .com/berkebun-bukan-hanya-menyehatkan-tapi-juga-menguntungkan/


(12)

1 BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini kehidupan bergerak lebih cepat, khususnya berada di perkotaan, tidak heran jika seseorang mencari cara untuk beristirahat dan bersantai agar dapat menenangkan diri. Banyaknya orang yang ingin sejenak lepas dari segala masalah hidup walaupun untuk sementara waktu, memilih berbagai macam cara agar masalahnya dapat terlupakan. Memiliki hobi adalah salah satu yang dapat dipilih untuk dapat mengibur diri seseorang. Dengan adanya hobi, seseorang dapat meluangkan waktunya melakukan aktivitas yang disenangi tanpa adanya perintah ataupun tekanan.

Berkebun adalah hobi yang dapat dinikmati oleh orang-orang dari semua kelompok umur. Kegiatan tersebut memberi orang-orang kesempatan untuk mengalihkan pikirannya dari segala masalah sehari-hari dan bisa berfokus pada kegiatan berkebun tersebut. Dengan dorongan untuk menjaga dan merawat tanaman agar bisa tetap hidup pun adalah sesuatu yangbisa membuat kegiatan berkebun menjadi sesuatu yang menyenangkan.

Berkebun merupakan salah satu kegiatan atau aktivitas yang menyehatkan yang dilakukan disela-sela pekerjaan rutin. Waktu terbaik untuk berkebun atau mengurus taman yaitu pada pagi hari atau saat libur kerja. Berkebun sama seperti sedang melakukan olahraga membakar kalori sehingga baik untuk kesehatan tubuh. Kegiatan berkebun juga dapat berfungsi sebagai penghilang rasa stres, sakit dan frustasi. Sebuah penelitian di Belanda menunjukkan bahwa berkebun dapat melawan stres cukup baik dari kegiatan rekreasi santai lainnya. Dilakukanlah sebuah percobaan dengan dua orang yang seusai pulang kerja dengan tugas untuk membaca di dalam ruangan dengan berkebun selama 30 menit. Setelah itu, orang yang berkebun dilaporkan berada dalam suasana hati yang lebih baik daripada orang yang membaca (Harding, 2011).


(13)

2 Dengan banyaknya manfaat berkebun, keinginan masyarakat muncul untuk melakukan kegiatan tersebut. Didorong dengan hobi yang tidak terealisasi membuat berkebun menjadi sesuatu kegiatan yang dirasa bisa menjadi kegiatan alternatif diwaktu senggang agar lebih produktif. Untuk itu, masyarakat dengan hobi berkebun bisa dapat menjalani hidup yang seimbang tanpa harus terus melulu dengan pekerjaannya.

Namun dengan tingginya tingkat populasi kota bantung yang mencapai 3 juta penduduk menjadikan pemukiman semakin padat, membuat sebagian masyarakat menjadi malas untuk melakukan kegiatan tersebut dengan alasan tidak ada atau sempitnya pekarangan untuk bisa dijadikan lahan berkebun. Dikarenakan metode berkebun dengan cara konvensional memiliki kekurangan seperti, harus memiliki lahan yang cukup untuk menanam tanaman dan media tanam yang digunakan adalah tanah, sedangkan di lingkungan perkotaan tanah sudah banyak yang ditutupi beton dan tingkat kesuburan yang menurun.

Keterbatasan lahan menjadi sebuah tantangan yang dihadapi masyarakat untuk bisa berkebun di lahan terbatas. Berkebun juga merupakan sebuah upaya pemanfaatan ruang minimalis yang terdapat di perkotaan agar dapat menghasilkan tanaman yang bermanfaat. Tanaman yang dihasilkan ini pun bisa menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan pangan, kenyamanan hidup ditengah polusi udara perkotaan dan dapat menghadirkan nuansa sejuk pada rumah.

Hidroponik vertikultur merupakan sebuah alternatif yang sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat kota yang ingin menjalani hobi berkebun dengan pola hidup sehat. Dengan itu, setiap penduduk kota dapat memaksimalkan lahan yang sempit untuk kegiatan berkebun yang dialakukan secara intensif dengan teknologi yang memungkinkan hasil yang maksimal pada lahan terbatas dan bisa sekaligus menghasilkan panganan yang sehat. Hidroponik vertikultur juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dengan keuangan yang dapat dijangkau, lalu juga dapat mengurangi pencemaran udara terutama gas CO2 yang akan diserap oleh tanaman.


(14)

3 Hidroponik vertikultur termasuk dalam kegiatan urban farming atau aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar perkotaan yang melibatkan keterampilan, keahlian dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan tanaman dan pangan. Hal utama yang menyebabkan munculnya aktivitas ini adalah upaya memberikan kontribusi pada ketahanan pangan, menambah penghasilan masyarakat sekitar juga sebagai sarana rekreasi dan hobi (Wiraraja, 2011).

Walaupun metode hidroponik vertikultur ini sangat sesuai untuk kegiatan berkebun diperkotaan, akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengetahui informasi tentang metode berkebun. Adapun sebuah komunitas di kota Bandung dengan nama Bandung Berkebun pun sedang menggalakan kegiatan urban farming, namun pada aktivitasnya lebih banyak mengajak masyarakat untuk menanam dengan cara konvensional, dan tentunya itu merupakan sebuah masalah bagi masyarakat yang memiliki lahan terbatas. Ditambah dengan istilah yang terdengar asing dan kurangnya informasi tentang hidroponik vertikultur membuat metode ini tidak begitu diminati.

Perlunya sebuah informasi yang mudah dicerna oleh masyarakat agar dapat membuat berkebun dengan metode hidroponik vertikultur ini bisa menjadi sebuah alternatif baru untuk masyarakat yang memiliki keinginan untuk berkebun. Diharapkan dengan adanya penyebaran informasi yang merata akan berdampak pada masyarakat yang akan semakin produktif, dapat menghasilkan sayuran sehat tanpa pestisida, kualitas hidup yang semakin baik, memperindah halamannya dengan banyaknya tanaman, dan diharapkan dapat menjadi sebuah gaya hidup baru di kawasan perkotaan.


(15)

4 I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang ada dari metode hidroponik vertikulur di perkotaan, antara lain:

 Semakin terbatasnya lahan berkebun/bercocok tanam di perkotaan.

 Masyarakat yang memiliki hobi berkebun di perkotaan, masih banyak yang belum mengetahui tentang penerapan cara berkebun yang baik dan benar untuk lahan sempit.

 Banyaknya masyarakat perkotaan yang belum mengenal Hidroponik Vertikultur.

 Masyarakat terhadap informasi yang lebih mudah dicerna agar hidroponik vertikultur dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari.

I.3 Rumusan Masalah

Bagaimana menginformasikan kepada masayarakat yang memiliki hobi berkebun dengan lahan terbatas, khususnya di kota Bandung untuk dapat menggunakan metode hidroponik vertikultur dalam berkebun untuk dapat diterapkan dan sekaligus menjadikannya sebagai gaya hidup yang sehat.

I.4 Batasan Masalah

Berikut ini adalah batasan masalah yang dapat disimpulkan bedasarkan latar belakang masalah, identifikasi malasah dan rumusan masalah

 Masalah akan difokuskan pada kegiatan berkebun dengan menggunakan sistem hidroponik agar masyarakat memahami bahwa hidroponik adalah alternatif mudah untuk bisa berkebun di lahan sempit.

 Ditunjukan kepada masyarakat yang memiliki minat ataupun potensi suka terhadap kegiatan bercocok tanam hidroponik.

 Lokasi yang menjadi target segmentasi berada di kota Bandung, karena di kota Bandung kekurangan lahan

 Usia yang dibatasi adalah 15 tahun ke atas, karena dirasa cukup untuk bisa produktif dalam kegiatan berkebun.


(16)

5 I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan

Dengan dibuatnya perancangan ini diharapkan dapat :

 Dapat dijadikan referensi terhadap masyarakat tentang manfaat dan kelebihan yang didapat dari menggunakan metode berkebun hidroponik vertikultur.

 Bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat perkotaan. Bagi pemerintah, perancangan ini dapat dijadikan bahan ide gagasan tambahan untuk dapat pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pengembangan lebih lanjut untuk Bandung Berkebun.

 Manfaat perancangan bagi masyarakat perkotaan dapat menerapkan sistem hidroponik vertikulur ini dengan penyampaian informasi yang mudah dicerna oleh masyarakat kota Bandung.


(17)

6 BAB II. BERKEBUN DENGAN METODE HIDROPONIK

VERTIKULTUR & PERMASALAHAN YANG ADA PADA MASYARAKAT

II.1 Pengertian Berkebun

Berkebun adalah kegiatan memanfaatkan sebidang tanah atau lahan sebagai tempat menanam tumbuhan menurut . Kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Perbedaannya terletak pada bagaimana seseorang memanfaatkan lahannya, ada yang menggunakannya sebagai lahan untuk menanam dengan sengaja agar menghasilkan panen dari tumbukan untuk kebutuhan bisnis ataupun hobi, dan sebaliknya pada kegiatan berkebun tidak disengaja adalah dari tanaman yang sudah ada atau liar lalu dimanfaatkan hasil panennya untuk kebutuhan bisnis ataupun pribadi.

Sedangkan pada masyarakat perkotaan, berkebun merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan pada pekarangan rumah untuk dijadikan sebagai tempat menanam tumbuhan yang digunakan untuk keperluan konsumsi ataupun sekedar hiasan. Selain untuk keperluan pribadi, ada juga yang memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk dijadikan kegiatan berkebun untuk keperluan bisnis pada lahan yang cukup besar.

Kebun dalam pengertian di Indonesia adalah sebidang lahan, biasanya di tempat terbuka, yang mendapat perlakuan tertentu oleh manusia, khususnya sebagai tempat tumbuhnya tanaman. Pengertian kebun bersifat umum karena lahan yang ditumbuhi tanaman secara liar juga disebut kebun, asalkan berada di wilayah pemukiman. Dalam keadaan demikian, kebun dibedakan dari hutan dilihat dari jenis dan kepadatan tumbuhannya. Kata kebun juga digunakan untuk menyebut pekarangan dan taman. Kebun dalam pengertian di Indonesia biasanya tidak memiliki sistem budidaya yang intensif dan sekadar menjadi tempat untuk menumbuhkan tanaman serta pengumpulan hasil panen tidak ada fasilitas penyortiran atau pengemasan yang tersedia di lahan tersebut. (Pusat Kepustakaan Berbahasa Indonesia, 2013)


(18)

7 II.1.1 Manfaat Berkebun

Kegiatan berkebun dapat membakar lebih banyak kalori dan hal ini jauh lebih baik dari pada duduk di belakang meja kantor sepanjang hari. Selain itu, juga akan memperoleh udara segar, menikmati pemandangan hijau, mengatasi tingkat stres dan memperbaiki suasana hati agar lebih tenang. Sudah banyak orang yang menikmati kepuasan tersendiri melalui aktivitas berkebun. Dapat disimpulkan, kegiatan berkebun akan lebih memuaskan jika hasil dari berkebun dapat dikonsumsi sendiri, itu berarti masyarakat juga dapat memulai diet sehat tanpa harus membeli makanan dari super market. (Kumar, 2015)

Gambar II.1 Berkebun

Sumber: https://sebandung.com/wp-content/uploads/2014/05/Komunitas-Bandung-Berkebun.jpg

(Diakses pada 10/04/2016)

Beberapa adalah manfaat berkebun terhadap kesehatan menurut Kumar (2015):  Meningkatkan kebugaran - orang dapat menjalani gaya hidup aktif secara

fisik ketika orang tersebut memiliki hobi berkebun. Ketika melakukan banyak gerakan, tingkat kebugaran cenderung meningkatkan. Selan itu, dengan membawa dan menggunakan alat-alat berkebun seperti cangkul dan pemotong rumput akan memberikan beberapa latihan yang baik untuk kesehatan.


(19)

8  Meningkatkan kreativitas - pikiran akan jauh lebih bersemangat, berkebun juga bisa meningkatkan kreativitas. Ketika banyak melihat tanaman hijau, pikiran akan lebih positif dan jauh lebih produktif.

 Menjadikan pikiran rileks - menghirup udara segar atau menyentuh tanah akan memberikan pengalaman baru, pikiran akan jauh lebih santai. Bahkan tanpa disadari sebelumnya, aktivitas ini membuat pikiran rileks dan membuat penggiatnya semakin sehat.

 Mengurangi stres - orang dapat meminimalkan tingkat stres dengan cara berkebun di halaman belakang rumah. Sebuah studi mengungkapkan bahwa orang-orang yang menghabiskan waktu berkebun cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah.

 Meningkatkan sirkulasi darah - ada banyak sekali gerakan yang dapat lakukan ketika berkebun seperti mencangkul tanah, mengisi polibag atau memotong rumput. Hal ini tentu saja dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah sehinga peredaran dara menjadi lancar. Jadi, aktivitas berkebun sangat baik sebagai alternatif latihan.

II.2 Pertanian Kota (Urban Farming)

Pertanian kota adalah praktek budidaya, pemrosesan, dan distribusi bahan pangan atau di sekitar kota. Pertanian kota juga bisa melibatkan peternakan, budidaya perairan, wanatani, dan hortikultura. Dalam arti luas, pertanian kota mendeskripsikan seluruh sistem produksi pangan yang terjadi di perkotaan. Lahan yang digunakan bisa tanah tempat tinggal (pekarangan, balkon, atau atap- atap bangunan), pinggiran jalan umum, atau tepi sungai. Definisi urban farming yang diberikan FAO (Food and Agriculture Organization / Organisasi Pangan dan Pertanian), Sebuah industri yang memproduksi, memproses, dan memasarkan produk dan bahan bakar nabati, terutama dalam menanggapi permintaan harian konsumen di dalam perkotaan, yang menerapkan metode produksi intensif, memanfaatkan dan mendaur ulang sumber daya dan limbah perkotaan untuk menghasilkan beragam tanaman dan hewan ternak (Ratta, 1996).


(20)

9 Defenisi urban farming adalah praktik budidaya, pemrosesan, dan disribusi bahan pangan di atau sekitar kota. Pertanian kota juga bisa melibatkan peternakan, budidaya perairan, wanatani, dan hortikultura. Dalam arti luas, pertanian kota mendeskripsikan seluruh sistem produksi pangan yang terjadi di perkotaan. (Bailkey, 2000).

II.2.1 Manfaat Urban Farming

Urban farming memiliki banyak manfaat terhadap penghijauan di perkotaan antara lain :

Urban farming memberikan konstribusi penyelamatan lingkungan dengan pengelolaan sampah Reuse dan Recyle.

 Membantu menciptakan kota yang bersih dengan pelaksanaan 3R (reuse,reduse,recycle) untuk pengelolaan sampah kota.

 Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota.  Meningkatkan estetika kota.

 Mengurangi biaya dengan penghematan biaya transportasi dan pengemasan.  Bahan pangan lebih segar pada saat sampai ke konsumen yang merupakan

orang kota.

 Menjadi penghasilan tambahan penduduk kota. (Setiobudi, 2010)

II.3 Hidroponik

Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya dengan tanah. Hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, jadi cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas. Prinsipnya, sistem hidroponik tidak melibatkan media tumbuh, tetapi merendam akar dalam larutan nutrisi yang diangin-anginkan. Sebagian besar nutrisi tanaman dipasok oleh nutrisi pupuk, bukan oleh media tempat tanaman tumbuh. (Herwibowo, 2014)


(21)

10 Gambar II.2 Model kerangka hidroponik

Sumber : Dokumentasi Pribadi (Juni 2016)

Hidroponik (hydroponic) berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan

ponos yang artinya daya. Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidaya tanaman tanpa tanah. Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam (Lingga, 1984).

Dalam hidroponik tidak lagi digunakan tanah, hanya dibutuhkan air yang ditambah nutrien sebagai sumber hara bagi tanaman. Bahan dasar yang dibutuhkan tanaman adalah air, mineral, cahaya, dan CO2. Cahaya telah terpenuhi oleh cahaya matahari. Demikian pula CO2 sudah cukup melimpah di udara. Sementara itu kebutuhan air dan mineral dapat diberikan dengan sistem hidroponik, artinya keberadaan tanah sebenarnya bukanlah hal yang utama. (Sutarminingsih. 2015)


(22)

11 Beberapa kelebihan tanaman dengan sistem hidroponik menurut Pinus Lingga (1984) antara lain :

 Ramah lingkungan karena tidak menggunakan pestisida atau obat hama yang dapat merusak tanah, menggunakan air hanya 1/20 dari tanaman biasa, dan mengurangi CO2 karena tidak perlu menggunakan kendaraan atau mesin.

 Bisa memeriksa akar tanaman secara periodik untuk memastikan pertumbuhannya.

 Pemakaian air lebih efisien karena penyiraman air tidak perlu dilakukan setiap hari sebab media larutan mineral yang dipergunakan selalu tertampung di dalam wadah yang dipakai.

 Lebih hemat karena tidak perlu menyiramkan air setiap hari, tidak membutuhkan lahan yang banyak, media tanam dapat dibuat secara bertingkat (vertikultur).

 Bisa menghemat pemakaian pupuk tanaman.

 Dapat ditanam kapan saja karena tidak mengenal musim (rumah kaca/

greenhouse).

II.3.1 Sejarah Hidroponik

Bertanam secara hidroponik telah dimulai ribuan tahun yang lalu. Diceritakan, ada taman gantung di Babilonia dan taman terapung di Cina yang bisa disebut sebagai contoh Hidroponik. Lebih lanjut diceritakan pula, di Mesir, India dan Cina, manusia purba sudah kerap menggunakan larutan pupuk organik untuk memupuk semangka, mentimun dan sayuran lainnya dalam bedengan pasir di tepi sungai. Cara bertanam seperti ini kemudian disebut river bed cuultivation. (h.2)

Ketika ahli patologis tanaman menggunakan nutrien khusus untuk media tanam muncullah istilah nutri culture. Setelah itu, bermunculan istilah water culture, solution culture dan gravel bed culture untuk menyebutkan hasil percobaan mereka yang menanam sesuatu tanpa menggunakan tanah sebagai medianya. Terakhir pada tahun 1936 istilah hidroponik hadir, istilah ini diberikan untuk hasil dari Dr. WF. Gericke, seorang agronomis dari Universitas California, Amerika,


(23)

12 berupa tanaman tomat setinggi 3 meter yang penuh buah dan ditanam dalam bak berisi mineral hasil uji cobanya. (h.3)

Sejak itu, hidroponik tidak lagi sebatas skala laboratorium, tetapi dengan teknik yang sederhana dapat diterapkan oleh siapa saja termasuk ibu rumah tangga. Jepang yang kalah dari sekutu dan tanahnya tandus akibat bom atom, pada tahun 1950 secara gencar menerapkan hidroponik. Kemudian negara lain seperti Irak, Bahrain dan negara-negara penghasil minyak yang tanahnya berupa gurun pasir dan tandus pun ikut menerapkan hidroponik. (Lingga, 1984, h.3)

II.4 Menanam Dengan Cara Vertikultur

Vertikultur bisa diartikan sebagai budi daya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat. Tujuan vertikultur adalah untuk memanfaatkan lahan yang sempit secara optimal. Secara sederhana vertikultur dapat diterapkan dengan cara membuat rak tanaman secara bertingkat dan diatur sedemikian rupa sehingga setiap tanaman tidak saling menutupi. Sistem pengelolaan air pun secara sederhana dapat diterapkan dengan menggunakan sistem penyiraman antar pot. Namun, untuk tujuan komersial, sistem tersebut dikembangkan dengan menggunakan sistem pengelolaan air yang saling berhubungan dan lebih efisien. (h.2)

Gambar II.3 Sistem tanam hidroponik Sumber : Dokumentasi Pribadi (Maret 2016)


(24)

13 Penanaman dengan sistem vertikultur dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat yang tinggal di kota, yang memiliki lahan sempit atau bahkan tidak ada lahan yang tersisa untuk budi daya tanaman. Dalam sistem ini, lahan sempit tetap dapat dipergunakan untuk bercocok tanam. Tujuan masyarakat kota menanam tanaman tertentu adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga akan sayuran segar dan mendapatkan keindahan dari tanaman hias. (h.2)

II.4.1 Sejarah Vertikultur

Vertikultur berasal dari bahasa inggris, yaitu vertical dan culture. Secara lengkap, di bidang budidaya tanaman, arti vertikultur adalah suatu teknik bercocok tanam di ruang sempit dengan memanfaatkan bisang vertikal sebagai tempat bercocok tanam yang dilakukan secara bertingkat. Teknik ini berawal dari ide vertical garden yang dilontarkan oleh sebuah perusahaan benih di Swiss pada tahun 1944. Popularitas bertanam dengan dimensi vertikal ini selanjutnya berkembang pesat di negara Eropa yang beriklim subtropis. Awalnya, sistem vertikultur digunakan untuk memamerkan tanaman ditaman umum, kebun, atau didalam rumah kaca (greenhouse). (h.4)

Gambar II.4 Sistem Tanam Vertikultur Sumber : Dokumentasi pribadi (Maret 2016)


(25)

14 Selain dibudidayakan dengan media tanam umum, teknik ini juga berkembang dengan mengadopsi cara pemberian hara bersamaan dengan air siraman melalui irigasi tetes (drip irigation) atau pengaliran secara kontinu (hidroponik). Selain itu, dapat juga digunakan beberapa teknik penanaman terbaru seperti sistem aeroponik atau sistem vertigo. Sistem aeroponik adalah pengabutan unsur hara ke arah sistem perakaran. Sistem vertigo adalah pertanian vertikal dengan menempatkan sumber unsur hara kearah sistem perakaran. Sistem vertigo adalah pertanian vertikal dengan menempatkan sumber unsur hara di atas dan mengalirkannya dengan sistem irigasi tetes melalui wadah tanam yang terintegrasi secara vertikal. (h.5)

Pada prinsipnya, cara vertikultur ini tidak berbeda dengan cara bercocok tanam di kebun atau di lahan datar. Perbedaan mendasar adalah dalam hal penggunaan lahan produksi tanaman. Teknik vertikultur memungkinkan dilakukan dalam luasan satu meter persegi untuk dapat ditanami dengan jumlah yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan penanaman di lahan mendatar. (Desiliyarni, dkk., 2003, h.5)

II.5 Pengertian Buku

Buku merupakan sebuah media yang terbuat dari kertas yang dijilid menjadi satu dengan berisi tulisan maupun gambar. Buku memiliki fungsi agar informasi yang dikumpulkan tersusun dan tidak terpisah-pisah. Buku terdiri dari dua jenis, konvensional adalah jenis buku yang secara umum dijumpai dengan bentuk fisik yang dapat disentuh dan jenis digital adalah buku tanpa menggunakan bahan kertas yang berupa file data tersimpan dengan menggunakan media elektronik sebagai medianya.

II.6 Kondisi Masyarakat Saat Ini

Penulis melakukan penyebaran kuisioner pada tanggal 24 Desember 2015 sampai dengan 2 Januari 2016 yang dilakukan langsung kesejumlah rumah-rumah warga yang berada di daerah Tubagus Ismail, Sekeloa, Dago dan Dipati Ukur, dan beberapa lagi disebarkan melalui angket online. Berikut adalah Pertanyaan


(26)

15 kuisioner dilengkapi dengan pilihan jawaban “Iya” dan “Tidak” yang berjumlah 147 orang responden. Dari hasil angket yang disebar, kesimpulan yang didapat adalah bahwa, banyaknya warga bandung yang berminat untuk bisa berkebun dirumahnya untuk dapat bisa menghasilkan sayuran dari hasil tanam sendiri. Walaupun ada beberapa responden yang tidak setuju dengan perlunya keberadaan sebuah kebun dirumahnya, tetapi ketika responden melihat gambaran bagaimana bentuk sebuah sistem tanam hidroponik vertikultur, ternyata cukup banyak yang berubah pikiran dan tertarik untuk bisa menerapkannya.

Kesimpulan lain pula menyatakan bahwa cukup banyaknya responden yang merasa bahwa perlu adanya informasi maupun sosialisai tentang penggunaan hidroponik agar bisa mendapatkan edukasi untuk bisa melakukan penerapan. Sementara wawancara dilakukan kepada Bapak Totok Hariyatmoko pada 2 Januari 2016, selaku ahli dibidang hidroponik dan permasalahan urban farming

yang telah berpengalaman selama 6 tahun, juga menggeluti bisnis dibidang yang sama dan sekaligus menjadi relawan di Dinas Pertanian. Wawancara dilakukan secara langsung, pertanyaan yang diberikan mengenai isu seputar pertanian perkotaan dan hidroponik vertikultur untuk masyarakat pemula.

Beliau mengatakan bahwa yang menjadi persoalan utama pada kegiatan urban farming ini adalah kurang terfokusnya dalam membuat sebuah kampung contoh yang di targetkan oleh pemerintah kota untuk menjadi sebuah budaya baru dalam meningkatkan kegiatan pertanian perkotaan ini. Pendapat yang dikemukakan adalah andai saja pemkot Bandung mau memfokuskan sebuah kampung untuk dijadikan sebuah contoh penerapan urban farming dengan sistem hidroponik vertikultur hingga sukses dan mandiri, maka diharapkan kampung-kampung yang lain akan termotivasi untuk bisa menerapkan sistem pertanian tersebut dan keinginan dari pemkot Bandung yang bertujuan untuk membuat Bandung menjadi mandiri sayur dapat terealisasikan. Pada halnya sosialisasi kepada masyarakat pemula untuk mengenalkan lebih jauh tentang hiroponik vertikultur ini, tidak bisa menggunakan bahasa teoritis untuk bisa menyampaikan pesan dari apa yang ingin disampaikan oleh penyampai, melainkan masyarakat akan lebih mudah jika


(27)

16 bahasa yang digunakan menggukan bahasa-bahasa yang mudah dipahami. Adapun contoh dan bimbingan yang dilakukan adalah menuntun masyarat agar tertarik menggunakan metode ini dan memberi edukasi sampai bisa sukses dan madiri dalam penerapannya sehingga akan menyebar ke masyarakat yang lain.

Totok Hariyatmoko mengungkapkan bahwa dari beberapa individu yang tertarik dan menggukan sistem hidroponik vertikultur ini beralasan bahwa selain karena untuk menyalurkan hobi dan memperindah halaman rumah karena bentuknya yang unik, juga beberapa masyarakat kini mulai menyadari betapa pentingnya panganan sehat, maka dari itu untuk menghindari sayuran yang banyak menggunakan pestisida, masyarakat kini lebih memilih untuk berkebun sendiri dengan cara hidroponik vertikultur yang bebas dari pestisida dengan kualitas semaksimal mungkin.

Selain dari permasalahan yang ada pada urban farming, Totok Hariyatmoko juga menyampaikan tentang diversitas dari hidroponik vertikultur ini. Ada beberapa macam bentuk dari model-model yang ada pada sistem ini, contohnya pengaplikasian media dengan memanfaatkan pagar, dinding tembok, dan juga berbentuk pohon sekaligus air mancur sebagai lahannya yang membuat sistem bertani seperti ini semakin digemari oleh masyarakat perkotaan yang sudah mengenalnya.

II.7 Pemahaman Masyarakat Terhadap Hidroponik Vertikultur

Melihat dari hasil penelitian melalui angket yang telah dilakukan penulis kepada responden di daerah Coblong, Sekeloa, Dago dan Dipati Ukur. Penulis dapat menarik garis besar, dari hasil jawaban yang dilihat dan juga dari alasan yang diberikan, bahwa responden banyak yang memiliki minat terhadap kegiatan berkebun, namun dari banyak responden yang memiliki kesenangan dalam berkebun niatnya diurungkan karena lahan berkebun yang tidak cukup luas. Lalu banyaknya juga responden yang belum mengetahui tentang hidroponik vertikultur beserta penerapannya.


(28)

17 Dari hasil yang didapat dari lapangan bahwa responden yang memiliki hobi berkebun rata-rata masih menggunakan sistem konvensional untuk kegiatan berkebunnya dan tidak menggunakan sistem vertikultur untuk dapat menghemat lahan menanam. Ada pula beberapa responden yang berpendapat bahwa kegiatan berkebunnya terhalang oleh pekerjaan dan tidak adanya kesempatan untuk merawat tanaman yang ditanamnya karena keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki.

Beberapa responden yang mengetahui tentang hidroponik vertikultur pun berpendapat bahwa sekedar mengetahui hanya dari nama, namun tidak tahu bagaimana cara penerapan dan pengembangannya. Tidak adanya contoh langsung hidroponik vertikultur dari tetangga terdekat ataupun kecamatan/ kelurahan setempat untuk bisa berkolaborasi bersama dalam mengembangkannya, kurangnya fasilitas atau sarana untuk mendapatkan informasi, bibit, serta alat-alat untuk bisa membuat dan menerapkan sistem hidroponik ini membuat masyarakat enggan melakukan kegiatan berkebun.

II.8 Analisa Masalah

Masyarakat perkotaan yang memiliki hobi berkebun dan terhalang karena terbatasnya lahan yang bisa digunakan, memerlukan sebuah solusi alternatif seperti hidroponik vertikultur untuk dapat menjalankan hobinya. Kesadaran akan kebutuhan konsumsi sehat pun mulai menjadi sebuah hal yang banyak ditemui. Banyaknya pula masyarakat yang sedang berkebun sayuran namun menggunakan cara konvensional, memerlukan sebuah alternatif agar jumlah tanaman yang bisa ditanam semakin banyak agar hasil panen bisa lebih memuaskan. Sebab masih banyaknya masyarakat yang minim pengetahuan tentang hidroponik vertikultur canggung unutuk menerapkannya dikarenakan istilah yang asing.


(29)

18 II.9 Solusi

Hidroponik vertikultur hadir sebagai solusi yang dirasa tepat untuk masalah kurangnya lahan berkebun di rumah-rumah kawasan perkotaan. Karena dengan adanya metode ini, masyarakat yang sebelumnya tidak dapat memanfaatkan lahan terbatas, menjadi sebuah tempat yang bisa menjadi tempat yang menghasilkan. Hal ini juga akan bertampak pada estetika kota jika rumah-rumah yang berada di perkotaan terlihat hijau dengan banyaknya tanaman.

Informasi yang jelas dan menarik pun di perlukan masyarakat agar dapat merealisasikan kegiatan urban farming ini. Solusi akan ditekankan kepada masyarakat yang kekurangan informasi dengan menghadirkan buku sebagai penyampai informasi yang dirasa tepat untuk masyarakat yang ingin memulai berkebun dengan lahan minim hasil maksimal. Dengan adanya buku ini, diharapkan juga dapat menyampaikan informasi secara jelas dan mudah dipahami untuk bisa diterapkan oleh pembacanya.


(30)

19 BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Khalayak Sasaran

A. Khalayak Sasaran Primer

Khalayak sasaran primer merupakan target utama strategi perancangan informasi, dan terbagi menjadi demografis, geografis, psikografis.

a. Demografis

 Jenis kelamin : Laki-laki dan perempuan.

 Usia : Di atas umur 25 tahun s/d 65 tahun  Ekonomi sosial : Kalangan menengah atas.

 Pendidikan : Semua kalangan.  Pekerjaan : Wiraswasta - Pegawai

b. Geografis

Secara geografis target audiens dikhususkan pada masyarakat yang berdomisili di wilayah perkotaan, khususnya kota Bandung Jawa Barat. Hal ini dikarenakan Bandung sudah menjadi salah satu kota di Indonesia dengan penduduk terpadat, maka dari itu untuk membantu penghijauan kota, diharapkan hidroponik bisa berkontribusi dalam hal penghijauan.

c. Psikografis

Psikografis diartikan secara umum sebagai segmentasi berdasarkan psikologis. Kebanyakan dari target adalah segmentasi masyarakat yang tertarik dengan kegiatan berkebun dan memiliki potensi suka terhadap berkebun menggunakan hidroponik. Baik tua maupun muda yang ingin bisa mengisi waktunya dengan sesuatu yang mereka gemari seperti kegiatan berkebun dengan bersih.


(31)

20 B. Khalayak Sasaran Sekunder

Khalayak sasaran sekunder merupakan target tambahan diluar khalayak sasaran utama atau primer, Sasaran sekunder buku infrormasi hidroponik ini juga ditujukan pada audiens yang sudah mengenal hidroponik pada sebelumnya dan membutuhkan referensi tambahan dari buku ini.

III.2 Strategi Perancangan

Strategi perancangan yang dilakukan adalah dengan berfokus pada kebutuhan para pemula dalam hal berkebun hidroponik. Media informasi ini membahas mengenai pengetahuan akan hidroponik terhadap para auidens yang awam dibidang tersebut. Dikarenakan pada pasaran buku tentang hidroponik ini minim yang membahas hidroponik dari segi hobi, jadilah perancangan dibuat untuk memenuhi kebutuhan para audiens yang memiliki hobi dibidang tersebut. Namun pada fokus target dari audiens ini bukan ditujukan pada hobiis yang sudah ahli dibidang ini, melainkan pada audiens yang memiliki potensi suka pada berkebun hidroponik. Sangat menarik bila audiens bisa menerapkan hidroponik yang biasanya ada di kebun-kebun sayuran yang sudah besar, kini sudah bisa ada di tiap-tiap rumah. Untuk mencapai pemahaman tersebut dibutuhkan suatu solusi perancangan yang mengacu pada target audiens.

III.2.1 Pendekatan Komunikasi

Dalam penyampaian informasi dibutuhkan suatu komunikasi yang mampu menyampaikan informasi dengan tepat kepada target sasaran. Penyampaian komunikasi tersebut dapat secara bahasa visual maupun bahasa verbal, yang dapat membuat audiens tertarik dan membuka rasa ingin tahu terhadap hidroponik vertikultur

Pendekatan komunikasi yang digunakan adalah media buku informasi yang berisikan informasi mengenai segala informasi tentang hidroponik yang dikemas dalam buku informasi bergambar. Buku merupakan sebuah media yang terbuat dari kertas yang dijilid menjadi satu dengan berisi tulisan maupun gambar. Buku memiliki fungsi agar informasi yang dikumpulkan tersusun dan tidak


(32)

terpisah-21 pisah. Buku terdiri dari dua jenis, konvensional adalah jenis buku yang secara umum dijumpai dengan bentuk fisik yang dapat disentuh dan jenis digital adalah buku tanpa menggunakan bahan kertas yang berupa file data tersimpan dengan menggunakan media elektronik sebagai medianya.

1. Pendekatan Komunikasi Visual

Pendekatan visual yang akan dibuat adalah dengan menampilkan foto, agar memunculkan sebuah gairah terhadap audiens untuk tertarik pada hidroponik itu sendiri. Dengan banyaknya warna yang digunakan diharapkan dapat memunculkan kesan seru pada audiens terhadap hidroponik yang selalu identik dengan warna hijau. Dengan posisi layout yang dibuat tidak konsisten namun tetap mengacu pada bentuk dasarnya untuk membuat audiens yang membaca buku tiap halamannya tidak menjadi bosan. Dari bentuk dasar pada layout yang diambil berupa bentuk Heksagonal atau biasa disebut segi enam. Bentuk heksagonal banyak dipakai untuk mengintrepretasikan teknologi, bentuk heksagonal terinspirasi dari bentuk sarang lebah yang diciptakan oleh Tuhan dengan teknologi yang sangat tinggi, pada sarang lebah juga dapat ditemui penerapan dari berbagai prinsip estetika atau keindahan. Simetrisitas yang terdapat dalam pengaturan komposisi geometris pada bentuk heksagonal memberikan kesan keseimbangan yang sangat kuat secara keseluruhan. Penggunaan bentuk-bentuk heksagonal yang berapit secara sempurna menghasilkan kesatuan desain yang diperoleh melalui perulangan-perulangan yang teratur.

Gambar III.1 Bentuk heksagonal Sumber : Dokumentasi Pribadi


(33)

22 2. Pendekatan Komunikasi Verbal

Dari segi komunikasi verbal, audiens akan dimudahkan dengan penyampaian bahasa Indonesia yang mudah dipahami dengan bahasa sehari-hari tanpa menimbulkan kesan kaku, agar audiens lebih fleksibel dalam menerima informasi. Komunikasi yang disampaikan pun akan dibuat layaknaya interaksi antara buku dengan audiens.

Pada bagaian tagline di stiker maupun x-banner yang berisikan “Serunya berkebun di rumah kini sudah tidak perlu tanah lagi” menginterpretasikan bahwa berkebun pada saat ini tidak harus kotor yang dikarenakan oleh tanah. Dan jika diresapi lebih dalam lagi, kalimat “Tidak perlu tanah lagi” bisa mengartikan bahwa “tanah” disini mengandung arti “lahan”, dan lahan pada berkebun hidroponik ini bukanlah menjadi sebuah prioritas dalam penerapannya.

Gambar III.2 Tagline

Sumber : Dokumentasi Pribadi

III.2.2 Materi Pesan

Materi pesan yang disampaikan adalah memberikan informasi mengenai metode berkebun dengan metode hidroponik dalam hal manfaat, fungsi, tata cara merakit, menyemai dan macam-macam tanaman hidroponik yang bisa ditanam. Dari materi pesan yang disampaikan, audiens diajak untuk bisa mengerti tentang bangaimana hidroponik bekerja sehingga audiens bisa tahu lebih dalam dan memahami karakteristik metode berkebun ini.


(34)

23 III.2.3 Strategi Kreatif

Untuk judul yang digunakan, penulis akan menggunakan judul “Berkebun Seru Hidroponik” dikarenakan penulis menganggap judul tersebut memiliki kesan yang menyenangkan dan lebih bersahabat. Dari banyaknya judul buku hidroponik yang salah contohnya adalah “Hidroponik untuk Bisnis”, “Hidroponik Portable” dan “Berkebun Hidroponik Mudah dan Menguntungkan” terkesan kaku dan tidak menarik untuk para hobiis. Dengan adanya kata “Seru”, diharapkan para hobiis akan menangkap sebuah kesan yang menyenagkan ketika berkebun menggunakan metode tersebut. Dalam buku terdapat foto yang menggambarkan karakteristik dari hidroponik dan penambahan sedikit ilustrasi grafis agar lebih mudah dipahami. Dengan format buku berukuran sedang 18 cm x 23 cm, akan mudah dibawa, tidak memakanan banyak tempat, dan lebih terlihat eksklusif.

Storyline

Konten dalam buku berisikan tentang penjelasan hidroponik dari mulai pengenalan, manfaat berkebun hidroponik, perakitan, perawatan, sampai hasil panen hidroponik itu sendiri. Dalam perancangan buku, konten disederhanakan menjadi lima bagian yaitu;

1. Pengenalan hidroponik 2. Fakta seru tentang hidroponik 3. Macam-macam hidroponik 4. Proses perakitan hidroponik

5. Beberapa macam tanaman hidroponik

III.2.4 Strategi Media

Berdasarkan pada permasalahan yang dihadapi, maka dalam pemilihan suatu media diharapkan menjadi solusi dan menjawab permasalahan. Media yang digunakan terbagi dua jenis yaitu :

1. Media Utama

Media yang akan digunakan adalah buku informasi, berupa buku pengetahuan yang didalamnya berisi foto, Ilustrasi vector, dengan teks dan tata letak yang dikemas


(35)

24 dengan baik, agar menarik minat audiens dengan menggunakan dua format cover

yaitu menggunakan soft cover dan hard cover

2. Media Pendukung A. Tahap Informasi

 Poster

Poster adalah gambar pada selembar kertas berukuran besar yang ditempel di dinding atau media lain sejenisnya. Poster merupakan alat untuk mengiklankan sesuatu, sebagai alat propaganda atau maksud-maksud lain untuk menyampaikan berbagai pesan. poster berisikan undangan atau ajakan untuk mendatangi peluncuran buku, dengan ukuran A2 (42 x 59,4 cm). dan A3 (29,7 x 42 cm).

X-Banner

Dipasang pada lokasi letak buku-buku sebagai media utama yang sedang dipajang, agar pembeli mudah melihat dari kejauhan, dicetak dengan ukuran 60 x 160 cm.

Mini X-Banner

Diletakan di dekat buku yang sebagai media utama yang sedang dipajang, agar pembeli menerima informasi yang lebih mendetail dari promo yang sedang diberikan, dicetak dengan ukuran 25 x 39 cm.

 Sosial Media

Adalah sebuah media informasih yang bisa menyebar dengan cepat dan media yang sedang paling banyak digunakan oleh banyak orang. Sosial media yang akan digunakanpun adalah Facebook, Twitter dan Instagram. Sosial media itu dipilih karena ketiganya adalah media informasi tercepat dalam penyebaran informasi.

B. Tahap Pengingat

Media pendukung tahap pengingat adalah media yang dekat dengan target audiens dalam kesehariannya.


(36)

25  Pembatas Buku (Bookmark)

Sebagai seseorang yang sering membaca buku sangatlah berguna, yang selalu menjadi pengingat ketika hendak berhenti membaca. Pembaca didapat satu paket dengan media utama.

 Stiker

Stiker adalah salah satu media pengingat yang sangat berguna karena bisa diaplikasikan dimana saja.

 Buku Catatan

Buku catatan, bagus sebagai media pengingat karena fungsional, sering dibawa kemana-mana. Sebagai bonus dari pembelian, yang hanya diberikan pada pembelian dua minggu awal dari buku diterbitkan.  Pulpen

Pulpen menjadi merchandise untuk kelengkapan buku catatan, berfungsi untuk mencatat hal-hal yang perlu atau penting untuk dicatat.  Tote bag

Tote bag banyak digunakan oleh semua kalangan karena mudah dan sederhana. Media ini bagian dari souvenir yang akan dijual selain media utama.

 Kalender

Kalender bisa didapat target audiens dengan cara membeli paket premium. Kalender ditujukan sebagai media pendukung yang berisikan waktu dalam 12 bulan dengan foto-foto hidroponik ditiap bulannya.  Kaos

Kaos akan dibagikan secara percuma kepada target audiens yang dibuat sebanyak 50 buah untuk penarik kepada audiens yang lebih dulu membeli.

 Pin dan Gantungan

Pin dan gantungan merupakan bagian dari merchandise yang audiens dapatkan dari membeli buku ini selama persediaan masih ada.


(37)

26 III.2.5 Strategi Distribusi

Strategi distribusi adalah bagaimanan suatu barang atau jasa dapat menjangkau sasarannya. Pendistribusian awal akan dilakukan ketika peluncuran buku yang akan menghadirkan salah satu tokoh dan memberikan bonus dan diskon pada pembelian dua minggu setelah terbit, agar bisa lebih banyak mengundang audiens. Kemudian pendistribusian berikutnya melalui tokok-toko buku, hal ini bertujuan agar para masyarakat dimanapun dapat dengan mudah mendapatkan buku ini.

Kepada audiens yang menginginkan buku tanpa paket penjualan, buku dapat dibeli dengan secara tunggal dengan dua pilihan. Softcover untuk audiens yang menginginkan buku dengan harga lebih murah dan hardcover untuk audiens yang menginginkan sesuatu yang lebih agar sampul buku tetap kuat dan bagus walaupun sering dibaca beberapa kali.

Pada minggu kedua setelah promosi menggunakan sosial media, buku mulai dipajang di salah satu toko ternama, pada minggu tersebut media penduku tahap informasi dan tahap peningat akan disebarkan. Bahkan untuk lebih menarik minat audiens, buku menghadirkan paket premium yang berisikan kalendar, tote bag, buku catatan serta tambahan berbagai macam merchandise menarik untuk audiens yang mungkin ingin menghadiahkan buku ini kepada keluarga maupun kerabat dekatnya.


(38)

27 Tabel III.1 Tabel jadwal distribusi media.

No. Media Agustus September Oktober

Media Utama Media Pendukung Tahap Informasi Poster X-banner Mini X-banner Sosial Media Tahap Pengingat

Pembatas Buku (Bookmark) Stiker Buku Catatan Pulpen Tote Bag Kalender Kaos

Pin & Gantungan

Buku 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

III.3 Konsep Visual

Visualisasi yang akan ditampilkan yaitu foto dan ilustrasi vector, foto berupa tampilan model-model hidroponik dan foto-foto tata cara perakitan, lalu untuk ilustrasi vector berupa alat dan bahan hidroponik. Media informasi disajikan dalam bentuk buku, dengan tampilan teks, foto dan gambar ilustrasi agar lebih menarik dan tidak membosankan.

Gambar III.3 Foto perakitan Sumber : Dokumentasi Pribadi


(39)

28 III.3.1 Format Desain

Dibuat portrait dengan ukuran yang pas untuk dibawa-bawa, membuat lebih fleksibel dan menambah kesan eksklusif dan isinya masih bisa terlihat dengan detail.

Gambar III.4 Format desain Sumber : Dokumentasi Pribadi

III.3.2 Tata Letak (Layout)

Tata letak atau layout merupakan suatu elemen yang sangat penting dalam desain.

Layout merupakan tata letak elemen-elemen desain terhadap suatu bidang dalam media tertentu untuk menunjang kosep atau pesan yang dibawanya (Surianto Rustan ,2009). Layout dibuat memadukan semua unsur grafis, ada 5 prinsip dasar utama desain yaitu proposi, keseimbangan, kontras, irama, dan kesatuan. Dari 5 prinsip itulah yang akan menjadi pertimbangan dalam pembuatan buku berkebun hidroponik. Penempatan desain cover di tengah dengan logo berupa vector ikon dari alat-alat berhidroponik dan sayuran-sayurannya yang membentuk segi enam yang tepat di tengahnya lagi adalah logo dari buku tersebut yang sudah menjadi judul buku. Isi buku kebanyakan menggunakan font besar, memberikan kesan terus terang tanpa ragu-ragu, banyak memberikan gambar berua foto dan konten yang singkat dan jelas agar audiens bisa lebih memahaminya dengan mudah dari apa


(40)

29 yang buku itu sampaikan. Untuk penempatan nomer halaman diberikan di ujung luar dari buku yang menempel dengan frame kertas dengan warna-warna yang kontras agar audiens tidak kesulitan dalam mencari halaman, lalu headline disimpan secara random pada setiap halamannya untuk menghindari bosan pada audiens. Body teks juga dibuat dengan format rata kiri kanan untuk menyeimbangkan antara konten visual dan headline yang dibuat bermain agar audiens tetap bisa nyaman dalam membaca.

Gambar III.5 Tata letak sampul buku Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar III.6 Tata letak isi buku 1 Sumber : Dokumentasi Pribadi


(41)

30 Gambar III.7 Tata letak isi buku 2

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar III.8 Tata letak isi buku 3 Sumber : Dokumentasi Pribadi


(42)

31 III.3.3 Tipografi

Tipografi dalam hal ini huruf yang tersusun dalam sebuah alfabet merupakan media penting komunikasi visual. Huruf merupakan satuan alfabet, angka, tanda baca dan lain-lain, sementara tipografi dimaknai sebagai segala disiplin yang berkenaan dengan huruf. (Surianto Rustan, 2014, h.16). Font yang digunakan pada buku berkebun seru hidroponik adalah font dari keluarga Josefin Sans antara lain jenis-jenis fontJesefin yang dipakai adalah “Josefin Sans Semi Bold” digunakan untuk

body teks. Font tersebut digunakan karena tingkat keterbacaan yang baik untuk mata. Font“BEBAS” digunkan untuk headline, subheadline, dan nomor halaman karena dari bentuk huruf yang tegas membuat sebuah penekanan dan hurufnya yang semua kapital menjadikannya terlihat lebih jelas, Dan font “Jesefin Sans Bold”

untuk elemen pendukung. Digunakan juga font yang sudah dimodifikasi dari font

“News701 BT (bold-italic)” judul buku yang sekaligus menjadi logo buku pada sampul depan karena bentuk font yang dinamis membuat kesan yang ramah terhadap pembacanya.

Gambar III.9 Detail font yang digunakan pada keseluruhan buku Sumber : Dokumentasi Pribadi


(43)

32 III.3.4 Ilustrasi

Ilustrasi yang digunakan dalam perancangan buku ini adalah teknik fotografi dan ilustrasi vector. Teknik fotografi dipilih untuk menyampaikan karakteristik dari objek, dibuku ini tekni fotografi digunakan untuk isi buku berupa foto detail hidroponik, model hidroponik, dan dedaunan dari hasil panen hidroponik.

Gambar III.10 Logo berupa bentuk pita dengan font teks Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar III.11 Logo ditambah ikon grafik dengan membentuk pola segi enam Sumber : Dokumentasi Pribadi


(44)

33 Gambar III.12 Visual fotografi 1

Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar III.13 Visual fotografi 2 Sumber : Dokumentasi pribadi


(45)

34 Gambar III.14 Visual kerangka yang sudah diedit

Sumber : Dokumen pribadi

Gambar III.15 Visual foto selada Sumber : Dokumen pribadi


(46)

35 III.3.5 Warna

Warna adalah suatu hal yang sederhana, yang hanya mendapatkan respon akibat tangkapan mata, sehingga terkadang sebagian pihak tidak mempedulikannya, namun banyak orang juga yang mempedulikannya, untuk menabah kesan menarik, seirama dan memperkuat kesan yang ditimbulkan. Maka warna-warna yang dipakai dalam buku ini antara lain :

Gambar III.16 Skema Warna

Penggunaan warna yang beragam dibuat untuk membawa kesan seru kepada audiens agar bisa membuat hidroponik ini menjadi sesuatu yang lebih menyenangkan kepada orang-orang baru yang mengenalnya. Pada bagian teks, warna yang digunakan adalah hitam dengan kepekatan 80% agar teks bisa terlihat lebih soft.


(47)

36 BAB IV. TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA

IV.1 Media Utama

Proses perancangan media utama ini adalah sebuah buku yang menjelasakan tentang serunya berkebun hidroponik. Tahap awal mengumpulkan isi dari buku dengan memvisualisasikan hasil dari sketsa. Pertama pengambilan foto, menggunakan kamera Canon EOS 700D, lalu masuk proses editing menggunakan

software Adobe Photoshop CC unutk masuk proses pemotongan ataupun pengaturan warna agar foto bisa terlihat lebih menarik.

Gambar IV.1 Hasil foto dengan kamera Canon EOS 700D Sumber : Dokumentasi Pribadi


(48)

37 Gambar IV.2 Hasil editing foto menggunakan software Adobe Photoshop CC

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Selanjutnya adalah membuat sebuah ikon yang ada pada sketsa untuk menjadinkannya sebuah bentuk vektor dengan menggunakan software

CorelDRAW X7 yang diawali dengan proses scan dan masuk proses Tracing.

Gambar IV.3 Hasil scan gambar. Sumber : Dokumentasi Pribadi


(49)

38 Gambar IV.4 Hasil tracing dengan menggunakan CorelDRAW X7

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Setelah semua elemen pendukung terkumpul, tahap selanjutnya masuk pada proses

layouting dengan menggunakan software CorelDRAW X7.

Gambar IV.5 Proses layouting isi menggunakan software CorelDRAW X7 Sumber : Dokumentasi Pribadi


(50)

39 Gambar IV.6 Layouting cover menggunakan software CorelDRAW X7

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Kemuadian setelah tercapai apa yang sudah dirancang diawal perancangan, masuk pada tahap produksi, menggunakan kertas Art Paper 150 gr dengan hardcover dan

softcover, untuk cover diberi laminasi doff panas, agar buku lebih kuat dan tahan lama, dengan ukuran akhir 18 cm x 23 cm teknis cetak menggunakan print digital.

Gambar IV.7 Hasil akhir buku sampul depan Sumber : Dokumentasi Pribadi


(51)

40 Gambar IV.8 Hasil akhir buku sampul belakang

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV.9 Hasil akhir isi buku 1 Sumber : Dokumentasi Pribadi


(52)

41 Gambar IV.10 Hasil akhir isi buku 2

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV.11 Hasil akhir isi buku 3 Sumber : Dokumentasi Pribadi


(53)

42 Gambar IV.12 Hasil akhir isi buku 4

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV.13 Hasil akhir isi buku 5 Sumber : Dokumentasi Pribadi


(54)

43 IV.2 Media Pendukung

Media pendukung diperlukan sebagai pelengkap dan membantu dalam penyampaian informasi maupun promosi media utama, yaitu buku “Berkebun Seru Hidroponik”.

A. Poster

Dalam poster berisikan informasi ajakan untuk mendatangi peluncuran dari buku sebagai media utama.

Gambar IV.14 Poster buku Sumber : Dokumentasi Pribadi


(55)

44 Gambar IV.15 Poster even.

Sumber : Dokumentasi Pribadi • Ukuran : A3 (29,7 x 42 cm).

• Material : Art Paper 210 gr. • Teknis Produksi : Cetak offset.


(56)

45 B. X-Banner

X-Banner berfungsi sebagai penanda keberadan buku sebagai media utama dalam suatu lokasi dan memberikan sedikit informasi mengenai isi buku, dengan adanya

x-banner akan memudahkan konsumen mencari buku ini dan secara tidak langsung menginformasikan bahwa buku ini ada dan masih baru.

Gambar IV.16 X-banner

Sumber : Dokumentasi Pribadi • Ukuran : 60 x 160 cm.

• Material : Luster dan spanduk. • Teknis Produksi : Print digital.


(57)

46 C. Mini X-Banner

Diletakan di dekat buku yang sebagai media utama yang sedang dipajang, agar pembeli menerima informasi yang lebih mendetail dari promo yang sedang diberikan.

Gambar IV.17 MiniX-banner

Sumber : Dokumentasi Pribadi • Ukuran : 25 x 39 cm.

• Material : Art paper laminasi doff panas • Teknis Produksi : Print digital.


(58)

47 D. Sosial Media

Sosial media dianggap sebagai langkah yang harus diambil pada masa sekarang untuk penyebaran informasi karena dengan melaui sosial media, informasi akan bisa diakses oleh semua orang disemua kalangan.

Gambar IV.18 Sosial media Facebook Sumber : Dokumentasi Pribadi


(59)

48 Gambar IV.19 Sosial media Instagram


(60)

49 Gambar IV.20 Sosial media Twitter


(61)

50 E. Pembatas Buku (Bookmark)

Sebagai seseorang yang sering membaca buku sangatlah berguna, yang selalu menjadi pengingat ketika hendak berhenti membaca. Pembaca didapat satu paket dengan media utama.

Gambar IV.21 Pembatas buku (Bookmark) Sumber : Dokumentasi Pribadi • Material : Art Paper 210 gr laminasi doft panas.

• Ukuran : 8 x 22 cm.


(62)

51 F. Stiker

Stiker adalah salah satu media pengingat yang sangat berguna karena bisa diaplikasikan dimana saja.

Gambar IV.22 Stiker. Sumber : Dokumentasi Pribadi • Material : Stiker Vinyl.

• Ukuran : 7 x 6 cm.


(63)

52 G. Buku Catatan & Pulpen

Buku catatan dan pulpen, bagus sebagai media pengingat karena fungsional, sering dibawa kemana-mana. Sebagai bonus dari pembelian, yang hanya diberikan pada pembelian dua minggu awal dari buku diterbitkan.

Gambar IV.23 Buku catatan dan pulpen Sumber : Dokumentasi Pribadi • Material : Cover Art Paper 260 gr.

• Ukuran : A5 (14,8 x 21 cm). • Teknis Produksi : Cetak offset


(64)

53 H. Tote Bag

Tote Bag merupakan bagian dari merchandise, yaitu sebuah tas untuk menyimpan buku. Dalam pengerjaannya tote bag ini menggunakan teknik sablon.

Gambar IV.24 Tote bag

Sumber : Dokumentasi Pribadi Bahan : Spunbond

Ukuran : 30 x 40 cm


(65)

54 I. Kalender

Kalender dibagian secara cuma-cuma kepada pembeli buku pada saat launching buku. Kalender ditujukan sebagai media pendukung yang berisikan foto-foto hidroponik.

Gambar IV.25 Kalendar depan Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV.26 Kalendar isi Sumber : Dokumentasi Pribadi


(66)

55 J. Kaos

Media kaos bertujuan sebagai media pengikat konsumen, kaos akan diberikan kepada 50 pembeli pertama buku ini.

Gambar IV.27 Kaos Sumber : Dokumentasi Pribadi Bahan : Combed 25s

Ukuran : All Size


(67)

56 K. Pin & Gantungan Kunci

Pin dan gantungan kunci yang telah dibuat difungsikan sebagai pengingat dari media utama

Gambar IV.28 Pin Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV.29 Gantungan Kunci Sumber : Dokumentasi Pribadi


(1)

51 F. Stiker

Stiker adalah salah satu media pengingat yang sangat berguna karena bisa diaplikasikan dimana saja.

Gambar IV.22 Stiker. Sumber : Dokumentasi Pribadi

• Material : Stiker Vinyl. • Ukuran : 7 x 6 cm.


(2)

52 G. Buku Catatan & Pulpen

Buku catatan dan pulpen, bagus sebagai media pengingat karena fungsional, sering dibawa kemana-mana. Sebagai bonus dari pembelian, yang hanya diberikan pada pembelian dua minggu awal dari buku diterbitkan.

Gambar IV.23 Buku catatan dan pulpen Sumber : Dokumentasi Pribadi

• Material : Cover Art Paper 260 gr. • Ukuran : A5 (14,8 x 21 cm). • Teknis Produksi : Cetak offset


(3)

53 H. Tote Bag

Tote Bag merupakan bagian dari merchandise, yaitu sebuah tas untuk menyimpan buku. Dalam pengerjaannya tote bag ini menggunakan teknik sablon.

Gambar IV.24 Tote bag Sumber : Dokumentasi Pribadi

Bahan : Spunbond Ukuran : 30 x 40 cm


(4)

54 I. Kalender

Kalender dibagian secara cuma-cuma kepada pembeli buku pada saat launching buku. Kalender ditujukan sebagai media pendukung yang berisikan foto-foto hidroponik.

Gambar IV.25 Kalendar depan Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV.26 Kalendar isi Sumber : Dokumentasi Pribadi


(5)

55 J. Kaos

Media kaos bertujuan sebagai media pengikat konsumen, kaos akan diberikan kepada 50 pembeli pertama buku ini.

Gambar IV.27 Kaos Sumber : Dokumentasi Pribadi

Bahan : Combed 25s Ukuran : All Size


(6)

56 K. Pin & Gantungan Kunci

Pin dan gantungan kunci yang telah dibuat difungsikan sebagai pengingat dari media utama

Gambar IV.28 Pin Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar IV.29 Gantungan Kunci Sumber : Dokumentasi Pribadi