Identifikasi Karateristik Algomerasi Industri Pengolahan Di Cikarang Kabupaten Bekasi Tahun 2006 Dan 2013

(1)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 1990-an sektor industri manufaktur mulai menggantikan peran sektor pertanian sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusi kedua sektor tersebut dalam pembentukan Produk Domestik Bruto sejak tahun 1995 hingga sekarang. Menurut Hidayanti dan Kuncoro (2004), kontribusi sektor industri manufaktur pada tahun 1995 sebesar 24,13 persen dan meningkat menjadi 26,16 persen di tahun 2000. Sebaliknya kontribusi sektor pertanian tahun 1995 sebesar 17,14 persen dan menurun pada tahun 2000, yaitu sebesar 17,03 persen. Peningkatan nilai kontribusi ini semakin memantapkan kedudukan sektor manufaktur sebagai engine of growth perekonomian Indonesia.

Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan industri akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Jika persebaran industri tersebut merata secara spasial, maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi juga akan merata di setiap daerah. Akan tetapi pada kenyataannya, pertumbuhan industri tersebut tidak diiringi dengan persebaran industri yang merata secara spasial. Hal ini dikarenakan setiap daerah belum tentu mempunyai syarat-syarat untuk dapat menjadi lokasi industri. Banyak faktor yang diperhitungkan pada saat menentukan suatu lokasi industri. Oleh karena itu industri cenderung berkelompok di suatu daerah tertentu. Fenomena pengelompokkan aktivitas ekonomi pada wilayah tertentu dikenal dengan istilah aglomerasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bale (1984), yang mendefinisikan aglomerasi industri sebagai pengumpulan jenis industri dalam suatu wilayah.

Kuncoro (2002) dalam studinya menemukan bahwa pusat konsentrasi industri manufaktur Indonesia berlokasi di Pulau Jawa, dengan konsentrasi yang membentuk pola dua kutub (bipolar pattern). Dua kutub tersebut antara lain, di ujung barat Pulau Jawa yang beliputi JABOTABEK (Jakarta, Bogor, Tanggerang, dan Bekasi) dan Bandung. Sedangkan di ujung timur Pulau Jawa berpusat di kawasan Surabaya. Fenomena menarik yang terjadi di kutub bagian barat, adalam


(2)

2 perkembangan aktivitas industri pada kota-kota ini (core region) seperti Jakarta dan Bandung cenderung menurun. Sebaliknya aktivitas industri di daerah-daerah pinggiran (fringe region) seperti Bogor, Bekasi dan Tanggerang justru semakin meningkat.

Berkaitan dengan penetapan pusat-pusat pertumbuhan serta hirarki pelayanan, maka ditentukan sistem kota-kota yang berlaku di masing-masing Wilayah Pengembangan (WP) terdiri dari PKN, PKWp, PKLp, PKLd, dan PPK. Berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR, Cikarang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan kegiatan utama berupa industri dan permukiman. Menurut rencana sistem perkotaan Kabupaten Bekasi dalam RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2031, Pusat Kegiatan Lokal (PKL) meliputi perkotaan Cikarang Pusat, sedangkan Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) meliputi perkotaan Cikarang Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, dan Cikarang Timur. Pengembangan beberapa kota sebagai pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan daya tarik kecamatan di dalam wilayah Kabupaten Bekasi menunjukkan adanya beberapa kota kecamatan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan yaitu Cikarang Pusat, Cikarang Barat, Cikarang Selatan, dan Cikarang Utara. Keempat kecamatan tersebut mengakomodir aktivitas sosial ekonomi penduduk kota-kota kecamatan lain yang menjadi hinterland-nya.

Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang perekonomiannya ditunjang besar oleh sektor perindustrian. Hal ini dapat dilihat dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bekasi Tahun 2013 yang menjelaskan bahwa sektor industri merupakan sektor terbesar dengan angka mencapai 102.673.539,21 Juta Rupiah dari hasil pendapatan kabupaten secara keseluruhan (lihat Tabel 1.1).


(3)

3 Tabel 1.1 PDRB Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan

Usaha Tahun 2013 (Juta/Million Rp). Lapangan

Usaha 2010 2011 2012 2013

Pertanian 2.233.339,67 2.523.637,72 2.690.275,44 3.036.423,03 Pertambangan

dan

Penggalian

1.777.325,22 1.922.218,79 1.756.856,54 1.558.577,92 Industri

Pengolahan 75.037.439,62 81.544.745,73 91.449.277,94 102.673.539,21 Listrik, Gas

dan Air Bersih 2.302.109,32 2.533.408,84 2.774.182,79 3.246.078,41 Bangunan 1.645.158,89 1.865.102,11 2.311.302,78 2.809.997,67 Perdagangan,

Hotel dan Restoran

9.424.761,75 10.692.526,06 12.118.726,43 14.069.134,67 Pengangkutan

dan

Komunikasi

1.666.072,72 1.866.135,85 2.054.348,22 2.399.237,26 Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan

1.306.609,45 1.468.226,72 1.591.333,27 1.820.346,00

Jasa-Jasa 2.133.905,64 2.357.284,62 2.593.518,34 2.934.951,96 TOTAL 97.526.722,28 106.773.286,44 119.339.821,75 134.548.286,13 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014.

Selain itu, dapat dilihat juga pada Tabel 1.2 bahwa dalam kurun waktu 2010-2013 persentase kontribusi PDRB Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Tahun 2013, sektor industri pengolahan memliki kontribusi paling besar (76%) terhadap PDRB Kabupaten Bekasi secara keseluruhan setiap tahunnya.


(4)

4 Tabel 1.2 Kontribusi PDRB Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Berlaku

menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 (%). Lapangan

Usaha 2010 2011 2012 2013

Pertanian 2,28 2,36 2,25 2,25

Pertambangan dan

Penggalian

1,82 1,80 1,47 1,15

Industri

Pengolahan 76,94 76,37 76,62 76,30

Listrik, Gas

dan Air Bersih 2,36 2,37 2,32 2,41

Bangunan 1,68 1,74 1,93 2,08

Perdagangan, Hotel dan Restoran

9,66 10,01 10,15 10,45

Pengangkutan dan

Komunikasi

1,70 1,74 1,72 1,78

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

1,33 1,37 1,33 1,35

Jasa-Jasa 2,18 2,20 2,17 2,18

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014. (diolah)

Cikarang dipilih menjadi daerah yang diteliti karena merupakan bagian dari pinggiran Jakarta (fringe region) dan juga menjadi Ibukota Kabupaten Bekasi yang mempunyai perkembangan aktivitasi industri yang sangat pesat, dilihat dari status wilayah perkotaan cikarang yang termasuk dalam Wilayah Pengembangan I (WP I) yang difungsikan pengembangan industri, perdagangan dan jasa serta permukiman pada Kecamatan Cikarang Utara, Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cikarang Barat, dan Kecamatan Cikarang Timur yang menjadi Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) dan Wilayah Pengembangan II (WP II) yang difungsikan pengembangan pusat pemerintahan kabupaten, industri serta perumahan dan permukiman skala besar, disamping itu juga karena banyaknya kawasan industri yang ada daerah tersebut diantaranya kawasan industri Jababeka, Greenland International Industrial Center (GIIC), Kota Deltamas (Deltamas), East Jakarta Industrial Park (EJIP), Delta Silicon, MM2100, BIIE dan sebagainya. Kawasan-kawasan industri tersebut kini digabung menjadi sebuah Zona Ekonomi


(5)

5 Internasional (ZONI) yang memiliki fasilitas khusus di bidang perpajakan, infrastruktur, keamanan dan fiskal. Tahun 2006 dan 2013 dipilih oleh peneliti karena pada tanggal 6 Desember 2006 Gubernur Provinsi Jawa Barat Danny Setiawan meresmikan perancangan pembangunan infrastruktur serta kesepakatan bersama antara Departemen Pekerjaan Umum, Pemerintah Kabupaten Bekasi, dan PT Jasa Marga (Persero) mengenai Zona Ekonomi Internasional (ZONI) yang terdiri dari 7 kawasan industri diatas. Sedangkan tahun 2013 dipilih oleh peneliti karena data terakhir yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi tentang daftar perusahaan industri adalah tahun 2013.

Berdasarakan hasil pemaparan di atas, informasi ini mejadi hal yang menarik untuk diteliti. Oleh karena itu, maka penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan karakteristik aglomerasi industri pengolahan di Cikarang Kabupaten Bekasi tahun 2006 dan 2013.


(6)

6 1.2 Perumusan Masalah

Cikarang mengalami perkembangan aktivitas industri pengolahan yang sangat pesat dilihat dari banyaknya kawasan industri yang ada di daerah tersebut. Akan tetapi belum ada penelitian yang menjelaskan aktifitas pengelompokkan industri di Cikarang sebagai indikator aglomerasi, serta perkembangan wilayah aglomerasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini akan berusaha menjawab pertanyaan:

1. Bagaimana perkembangan aglomerasi industri pengolahan di Cikarang antara tahun 2006 dan 2013.

2. Bagaimana karakteristik aglomerasi industri pengolahan di Cikarang tahun 2006 dan 2013.

1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan aglomerasi industri pengolahan di Cikarang antara tahun 2006 dan 2013 dan mengetahui karakteristik aglomerasi industri pengolahan di Cikarang tahun 2006 dan 2013. 1.3.2 Sasaran

Untuk mencapai tujuan di atas, diperlukan sasaran sebagai landasan dan arah dalam melakukan tahapan-tahapan yang terdapat di dalam penelitian ini, berikut adalah sasarannya:

- Mengidentifikasi perkembangan aglomerasi industri pengolahan di Cikarang antara tahun 2006 dan 2013.

- Mengidentifikasi karakteristik aglomerasi industri pengolahan di Cikarang tahun 2006 dan 2013.


(7)

7 1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dibagi menjadi dua yakni, ruang lingkup wilayah yang menjelaskan batasan pembahasan penelitian berdasarkan batas geografis dan ruang lingkup materi yang menjelaskan tentang batasan pembahasan berdasarkan batas kajian ilmu.

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah yang membatasi penelitian ini adalah seluruh lahan terbangun kawasan industri yang terletak di wilayah perkotaan Cikarang Kabupaten Bekasi yang tersebar diberbagai kecamatan yakni, Kecamatan Cikarang Utara, Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cikarang Barat, Kecamatan Cikarang Timur dan Kecamatan Cikarang Pusat, lihat Gambar 1.1.


(8)

8 1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi yang membatasi penelitian ini adalah: 1) Industri

Industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri pengolahan, yaitu cabang industri yang mencakup segala kegiatan pengumpulan, peningkatan terhadap kegunaan melalui perubahan bentuk serta pengiriman komoditi yang lebih berharga ke tempat lain (Daldjoeni, 1986).

2) Industri Pengolahan

Industri pengolahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri pengolahan skala besar dan menengah. Industri pengolahan skala besar dan menengah merupakan industri yang termasuk Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Izin Usaha Industri (IUI), Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri (TDI) pada Daftar Perusahaan Industri Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pemerintah Kabupaten Bekasi.

3) Jenis Industri

Jenis industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penggolongan industri berdasarkan komoditinya. Klasifikasi jenis industri yang digunakan mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Dalam penelitian ini digunakan KBLI dua dijit.

4) Kepadatan Industri

Tingkat kepadatan industri menunjukkan banyaknya jumlah industri yang terdapat pada suatu daerah. Dalam penelitian ini tingkat kepadatan industri ditentukan berdasarkan banyaknya jumlah perusahaan yang terdapat pada sebuah daerah yang akan dikelompokkan kedalam grid berukuran 1x1 km2.

5) Aglomerasi Industri


(9)

9 6) Wilayah Aglomerasi

Wilayah aglomerasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu daerah yang dibatasi oleh garis khayal yang memiliki karakteristik tertentu dengan adanya pengelompokkan aktivitas industri di dalamnya. Dalam penelitian ini wilayah aglomerasi digambarkan pada grid berukuran 1x1 km2 yang mempunyai lebih dari 2 perusahaan di dalamnya.

7) Karakteristik Wilayah Aglomerasi

Karakteristik wilayah aglomerasi yang dimaksud adalah gambaran wilayah aglomerasi yang dilihat berdasarkan jumlah perusahaan industri, jumlah tenaga kerja, jumlah jenis industri, luas wilayah, tingkat kepadatan industri, tingkat kepadatan tenaga kerja, dan aksesibilitas.

8) Perkembangan Wilayah Aglomerasi

Perkembangan wilayah aglomerasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan jumlah perusahaan industri, jumlah tenaga kerja, jumlah jenis industri, luas wilayah, tingkat kepadatan industri dan tingkat kepadatan tenaga kerja pada suatu wilayah aglomerasi.


(10)

10 1.5 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah/ilmu atau dapat dikatakan juga sebagai cara sistematis untuk menyusun ilmu pengetahuan. Berikut adalah penjelasan tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

1.5.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian yang dilakukan ini tergolong ke dalam penelitian kuantitatif perkembangan suatu objek menurut pola dan urutan berdasarkan fungsi waktu. Untuk dapat mengetahui perkembangan tersebut dibutuhkan suatu data dari rentang waktu tertentu sampai batas waktu tertentu atau yang biasa disebut dengan data time series.

1.5.2 Metode Penelitian

Metode analisis deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan persebaran industri pengolahan, mengetahui lokasi terjadinya aglomerasi, serta karakteristik wilayah aglomerasi industri pengolahan di Kabupaten Bekasi.

1) Variabel-Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Jumlah perusahaan industri

b. Jumlah tenaga kerja industri c. Jumlah jenis industri

d. Tingkat kepadatan industri e. Tingkat kepadatan tenaga kerja f. Jaringan jalan


(11)

11 2) Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan memperoleh data primer dan data sekunder.

 Data Primer

Data Primer yang akan diperoleh untuk penelitian ini langsung dari sumbernya dengan cara observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Observasi dilakukan pada lahan industri terbangun di Cikarang Kabupaten Bekasi berupa gambar atau foto kawasan industri eksisting dengan kegunaan sebagai bukti dasar dalam uji verifikasi lapangan.

 Data Sekunder

Data sekunder yang akan diperoleh untuk penelitian ini melalui literatur atau studi pustaka yang berkaitan dengan wilayah penelitian. Data sekunder juga dapat diperoleh dari instansi-instansi terkait berupa hardcopy maupun softcopy. Untuk lebih jelasnya mengenai data-data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Data sekunder yang digunakan dalam penelitian.

No Data Bentuk

Data Sumber Data

1 Peta Administrasi Kabupaten Bekasi

Dokumen

dan Peta BPS dan BAPPEDA

2 Peta Guna Lahan Peta BPS dan BAPPEDA

3

Jumlah Perusahaan Industri Pengolahan skala Besar dan Menengah

Dokumen

Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 4 Jumlah Tenaga Kerja Industri di

Kabupaten Bekasi Dokumen

Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

5 Jaringan Jalan Peta BAPPEDA

6 Informasi Klasifikasi Jaringan

Jalan Dokumen BPS

7 Klasifikasi Jenis Industri

Berdasarkan KBLI Dokumen BPS


(12)

12 3) Teknik Analisis

Penelitian ini menggunakan berbagai macam teknik analisis yang penjelasannya dibedakan berdasarkan hasil (output) dari analisis tersebut, berikut adalah penjelasannya:

a. Melakukan proses digitasi pada Peta Administrasi Kabupaten Bekasi menggunakan perangkat lunak ArcMap 10.2, untuk menentukan batas daerah penelitian.

b. Melakukan proses plotting menggunakan perangkat lunak ArcMap 10.2 untuk mendapatkan informasi sebaran perusahaan industri pengolahan besar dan menengah di Cikarang Kabupaten Bekasi tahun 2006 dan 2013. Informasi sebaran perusahaan industri tersebut mengacu pada Data Perusahaan Industri yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pemerintah Kabupaten Bekasi.

c. Mengelompokkan jenis-jenis industri berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dua dijit.

d. Membuat grid dengan ukuran 1x1 km2 yang disesuaikan dengan skala peta. e. Membuat peta klasifikasi tingkat kepadatan industri di Kabupaten Bekasi pada

tahun 2006 dan 2013 dengan menggunakan grid dengan ukuran 1x1 km2. Menurut Shidiq (2009), tingkat kepadatan industri tiap grid didapatkan dengan menggunakan rumus:

�ℎ � �ℎ��

� �

Hasil klasifikasi berdasarkan hasil pengolahan data di atas, adalah sebagai berikut:


(13)

13 Tabel 1.4 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Industri.

Tingkat Kepadatan Nilai (Industri/km2)

Rendah 1-2

Sedang 3-7

Tinggi 8-11

Sumber: Pengolahan Data, 2016.

f. Membuat peta klasifikasi tingkat kepadatan tenaga kerja industri di Cikarang Kabupaten Bekasi pada tahun 2006 dan 2013 dengan menggunakan grid dengan ukuran 1x1 km2.

Tingkat kepadatan tenaga kerja industri didapatkan dengan menggunakan rumus:

�ℎ � ��� �

� �

Hasil klasifikasi berdasarkan sebaran data, adalah sebagai berikut: Tabel 1.5 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Tenaga Kerja Industri.

Tingkat Kepadatan Nilai (Orang/km2)

Rendah 1-300

Sedang 301-550

Tinggi 551-1405

Sumber: Pengolahan Data, 2016.

g. Mendeskripsikan tiap wilayah tingkat kepadatan industri berdasarkan jumlah perusahaan, jumlah tenaga kerja, dan jumlah jenis industri pada tahun 2006 dan 2013.

h. Menentukan wilayah aglomerasi berdasarkan persebaran perusahaan, jumlah tenaga kerja, jumlah jenis industri, luas wilayah, serta tingkat kepadatan industri.


(14)

14 1.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 1.2 Diagram Kerangka Pemikiran Aktivitas Industri di

wilayah perkotaan Cikarang Tenaga Kerja Industri Pengolahan Tahun 2006 dan 2013 Jumlah Jenis Industri Pengolahan Tahun 2006 dan 2013 Persebaran Perusahaan Industri Tahun 2006 dan 2013 Perusahaan Industri Pengolahan Jaringan Jalan Tingkat Kepadatan Tenaga Kerja Tahun 2006 dan 2013 Tingkat Kepadatan Industri Tahun2006 dan 2013 Aglomerasi Industri Pengolahan

Karakteristik Aglomerasi Industri Pengolahan di Cikarang Kabupaten


(15)

15 1.7 Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup atau batasan wilayah dan materi, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, serta sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Tinjauan pustaka berisikan tentang industri, industri pengolahan, pengelompokan industri, kriteria industri, konsep dan teori aglomerasi, aglomerasi industri, karakteristik wilayah aglomerasi industri, serta penelitian terdahulu.

BAB III: GAMBARAN UMUM

Pada bab ini berisikan gambaran umum daerah atau wilayah penelitian tentang kondisi geografis, kondisi fisik dan non fisik, kondisi industri pengolahan di Cikarang Tahun 2006, kondisi industri pengolahan di Cikarang Tahun 2013, serta kondisi perindustrian pengolahan.

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan mengenai analisis atau penyelesaian dari data yang ada yang akan dibahas secara terperinci.

BAB V: KESIMPULAN Berisi tentang simpulan.


(16)

16 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya (PP. No. 24 tahun 2009). Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

2.2 Industri Manufaktur/Pengolahan

Kegiatan manufaktur mencakup proses perubahan bentuk suatu barang menjadi lebih berguna dan bernilai. Barang yang dirubah bentuknya dapat berasal dari sumber primer (seperti bahan tambang) atau produk-produk yang telah mengalami proses fabrikasi sebelumnya (produk-produk sekunder, seperti pipa aluminium). Barang-barang yang digunakan pada proses manufakturisasi tahap pertama disebut dengan bahan mentah (raw material). Proses tersebut menghasilkan barang setengah jadi (semifinished goods), yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. Perubahan secara mekanik atau kimiawi dapat digolongkan sebagai proses manufakturisasi. Persyaratan lain yang harus dipenuhi sebagai proses manufakturisasi adalah barang yang diproduksi tidak dapat dibuat menurut pesanan (custom-made). Barang tersebut juga diproduksi untuk dijual dalam partai besar. Secara umum pada proses menufakturisasi digunakan peralatan menggunakan tenaga, aktifitasnya pun berjalan pada suatu fasilitas yang spesifik (Hartshorn, 1980).

Tingkatan aktivitas industri manufaktur dapat ditentukan menggunakan beberapa indeks sebagai ukurannya. Perhitungan yang biasa dilakukan menggunakan ukuran (1) jumlah tenaga kerja, (2) jumlah pabrik, (3)


(17)

17 jumlah/besarnya modal, serta (4) nilai tambah. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui kekuatan dan kelemahan suatu industri.

Industri manufaktur juga digolongkan berdasarkan jenis kegiatannya. Penggolongan atau klasifikasi industri telah terstandarisasi dan dikenal dengan Standart Industrial Classification (SIC). Di Indonesia dikenal dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia atau KBLI (lihat Tabel 2.1). Penggolongan industri tersebut dibagi ke dalam beberapa tingkatan mulai dari dua dijit hingga lima dijit.

Tabel 2.1 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2005 (dua dijit).

KBLI Jenis Industri

15 Makanan dan Minuman 16 Pengolahan Tembakau 17 Tekstil

18 Pakaian Jadi

19 Kulit dan barang dari kulit

20 Kayu, barang-barang dari kayu (tidak termasuk furniture), dan barang-barang anyaman

21 Kertas dan barang-barang dari kertas

22 Penerbitan, percetakan, dan reproduksi media rekaman 23

Batu bara, pengilangan minyak bumi, dan pengolah gas bumi, barang-barang dari hasil pengilangan minyak bumi, dan bahan bakar nuklir

24 Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 25 Karet dan barang dari karet

26 Barang galian bukan logam 27 Logam dasar

28 Barang-barang dari logam, kecuali mesin dan peralatannya 29 Mesin dan perlengkapannya

30 Mesin dan peralatan kantor, akutansi, dan pengolahan data 31 Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya

32 Radio, televisi, dan peralatan komunikasi serta perlengkapannya 33 Peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan

optik, jam, dan lonceng 34 Kendaraan bermotor

35 Alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih 36 Furnitur dan industri pengolahan lainnya

37 Daur ulang


(18)

18 2.3 Pengelompokan Industri

Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial.

Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.

Menurut Menteri Perindustrian Republik Indonesia dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Setiap pendirian Perusahaan Industri wajib memiliki Izin Usaha Industri (IUI), kecuali bagi industri kecil. Industri kecil wajib memilki Tanda Daftar Industri (TDI), yang diberlakukan sama dengan IUI. Adapun makna dari kedua istilah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Izin Usaha Industri (IUI) adalah izin yang wajib diperoleh untuk mendirikan perusahaan industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha diatas Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

b. Tanda Daftar Industri (TDI) adalah izin untuk melakukan kegiatan industri yang diberikan kepada semua jenis industri dalam kelompok industri kecil dengan investasi perusahaan sebesar Rp. 5.000.000,- sampai denganRp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.


(19)

19 Disamping itu, menurut Badan Pusat Statistik (2002), pengelompokan industri dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan kriteria masing-masing. Adapun pengelompokan industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/ tahu, dan industri makanan ringan.

b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.

c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.

d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.


(20)

20 2. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi unit usaha

Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri. Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu industri

yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.

b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.

c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).

d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.

e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.

3. Klasifikasi industri berdasarkan barang yang dihasilkan

Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan industri percetakan.

b. Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk dikonsumsi. Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri minuman.


(21)

21 4. Klasifikasi industri berdasarkan modal yang digunakan

Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN), yaitu industri yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri). Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata, dan industri makanan dan minuman.

b. Industri dengan penanaman modal asing (PMA), yaitu industri yang modalnya berasal dari penanaman modal asing. Misalnya: industri komunikasi, industri perminyakan, dan industri pertambangan.

c. Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. Misalnya: industri otomotif, industri transportasi, dan industri kertas.

5. Klasifikasi industri berdasarkan cara pengorganisasian

Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan cara pengorganisasianya, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri makanan ringan.

b. Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan industri mainan anak-anak.

c. Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar, teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau internasional. Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan.


(22)

22 6. Klasifikasi industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian

Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:

a. Industri Kimia Dasar (IKD)

Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan: modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut:

1. Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri bahan kimia tekstil.

2. Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri asam sulfat, dan industri kaca.

3. Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri pestisida.

4. Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp, dan industri ban.

b. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)

Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:

1. Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya: mesin traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.

2. Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin pemecah batu, buldozer, excavator, dan motor grader.

3. Industri mesin perkakas, misalnya: mesin bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin pres.

4. Industri elektronika, misalnya: radio, televisi, dan komputer.

5. Industri mesin listrik, misalnya: transformator tenaga dan generator. 6. Industri keretaapi, misalnya: lokomotif dan gerbong.

7. Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil, motor, dan suku cadang kendaraan bermotor.


(23)

23 8. Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang dan helikopter.

9. Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi baja, industri alumunium, dan industri tembaga.

10.Industri perkapalan, misalnya: pembuatan kapal dan reparasi kapal. 11.Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya: mesin produksi,

peralatan pabrik, the blower, dan kontruksi. c. Aneka Industri (AI)

Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacammacam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:

1. Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.

2. Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi, dan radio.

3. Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik, obatobatan, dan pipa.

4. Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan kemasan.

5. Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer.

d. Industri Kecil (IK)

Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya: industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).

e. Industri pariwisata

Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya: pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya: peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya: pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan wisata kota (misalnya: melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).


(24)

24 2.4 Kriteria Industri Dagang Kecil, Menengah, dan Besar

Menurut Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Kriteria Industri dibagi menjadi 3 yakni:

1. Industri Kecil dan Dagang Kecil

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, definisi usaha kecil termasuk industri dan dagang kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

Memiliki kekayaan paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau:

Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

2. Usaha Menengah

Sesuai dengan Inpres Nomor 10 tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah menyebutkan usaha menengah adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah). 3. Industri Besar

Yang dimaksud dengan industri besar adalah industri dengan kriteria di luar kriteria di atas.

2.5 Konsep dan Teori Aglomerasi

Istilah aglomerasi muncul pada dasarnya berawal dari ide Marshall (1890), tentang ekonomi aglomerasi (agglomeration economies) atau dalam istilah Marshall disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized industries). Agglomeration economies atau localized industries menurut Marshall (1890) muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka panjang sehingga masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila mengikuti tindakan mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. Konsep aglomerasi menurut Montgomery (1988) tidak jauh berbeda dengan konsep yang dikemukakan Marshall. Montgomery (1988) mendefinisikan ekonomis aglomerasi sebagai penghematan akibat adanya lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan


(25)

25 pengelompokan perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen secara spasial untuk meminimalisasi biaya-biaya seperti biaya transportasi, informasi dan komunikasi (Montgomery, 1988).

Pengertian ekonomi aglomerasi juga berkaitan dengan eksternalitas kedekatan geografis dari kegiatan – kegiatan ekonomi, bahwa ekonomi aglomerasi merupakan suatu bentuk dari eksternalitas positif dalam produksi yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan suatu kota (Bradley and Gans, 1996 dalam Matitaputty 2010). Sementara Markusen menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa, dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual (Kuncoro, 2002). Selanjutnya dengan mengacu pada beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aglomerasi merupakan konsentrasi dari aktifitas ekonomi dan penduduk secara spasial yang muncul karena adanya penghematan yang diperoleh akibat lokasi yang berdekatan.

Menurut Sitorus (1997), teori aglomerasi terbentuk berdasarkan konsep analisis lokasi industri perkotaan. Teori tersebut menyatakan bahwa areal industri cenderung mengarah kepada pusat kota yang terbesar. Teori aglomerasi juga lebih menekankan pada perspektif pengembangan ekonomi sebagai faktor utama kegiatan industri yang terkonsentrasi. Hal inilah yang membedakan teori industri dengan teori konsentrasi.

a. Teori Neo Klasik

Teori Neo Klasik memperkenalkan kita pada ekonomi aglomerasi serta keuntungan – keuntungannya. Pelopor teori neo klasik mengajukan argumentasi bahwa aglomerasi muncul dari perilaku para pelaku ekonomi dalam mencari penghematan aglomerasi, baik penghematan lokalisasi maupun urbanisasi. (Kuncoro, 2002). Dalam sistem perkotaan teori neo klasik, mengasumsikan adanya persaingan sempurna sehingga kekuatan sentripetal aglomerasi disebut sebagai ekonomi eksternal murni. Sistem perkotaan versi Neoklasik mencoba melukiskan gaya sentripetal dari aglomerasi sebagai penghematan eksternal.


(26)

26 b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aglomerasi

Purwaningsih (2011) dalam penelitiannya menguji trend konsentrasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur besar dan sedang di Jawa Barat, dari hasil analisis menyatakan bahwa konsentrasi industri yang semakin meningkat (terkonsentrasi) kurang sejalan dengan ketimpangan ekonomi antar wilayah di Jawa Barat. Banyak terdapat daerah konsentrasi industri, namun dampak yang muncul adalah adanya ketimpangan antar daerah yang tinggi, hal ini mengindikasikan adanya interkoneksi antar daerah yang kurang bagus. Selain itu Purwaningsih (2011) juga menyatakan faktor-faktor yang secara positif mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur di Jawa Barat yaitu ukuran perusahaan, keanekaragaman industri, kepemilikan modal asing, besarnya pasar dan insfrastruktur jalan. Orientasi ekspor dan impor, konsumsi listrik dan indeks persaingan (struktur pasar) tidak berpengaruh secara statistik terhadap aglomerasi. Pada penelitian Landiyanto (2005) variabel independen meliputi Indeks konsentrasi spasial yaitu Location Quotient dan Indeks Spesialisasi, kemudian dilakukan komparasi antara indeks konsentrasi spasial tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang signifikan, pasar domestik akan mempengaruhi lokasi industri yaitu bahwa semakin padat penduduk suatu daerah akan menarik konsentrasi produksi manufaktur. Pendapatan per kapita merupakan salah satu alat ukur yang sederhana untuk melihat tingkat daya beli masyarakat. Peningkatan pendapatan per kapita suatu daerah akan mendorong terkonsentrasinya industri manufaktur pada daerah tersebut khususnya industri yang berorientasi pada pasar.


(27)

27 2.6 Aglomerasi Industri

Aglomerasi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pengambilan keputusan pengusaha. Industri cenderung beraglomerasi (Ngayuningsari, 2001). Hal ini disebabkan karena aktivitas industri yang terkonsentrasi pada suatu wilayah akan memberikan keuntungan kolektif daripada industri yang terisolasi pada suatu wilayah (Smith, 1981).

Keuntungan kolektif yang mungkin terjadi adalah adanya jumlah tenaga kerja yang cukup banyak dengan keahlian khusus atau adanya suatu institusi pendidikan khusus yang dapat memenuhi kebutuhan industri akan tenaga kerja. Suatu perusahaan mungkin dapat mengembangkan riset secara bersamaan ataupun mengorganisasi system pemasarannya. Suatu kota atau wilayah yang terspesialisasi dalam suatu jenis industri biasanya akan memiliki pabrik pembuatan mesin dan perawatannya; persediaan komponen; sarana pengankutan; ataupun aktivitas lainnya yang mendukung penyediaan barang-barang produksi dan pemasaran dari industri tersebut (Smith, 1981).

2.7 Karakteristik Wilayah Aglomerasi Industri

Karakteristik wilayah aglomerasi industri merupakan gambaran wilayah aglomerasi yang terlihat pada fenomena aglomerasi industri di suatu daerah. Karakteristik wilayah aglomerasi industri dapat dilihat berdasarkan komponen-komponen aktivitas industri antara lain adanya perusahaan industri, tenaga kerja, jumlah jenis industri, serta limpahan ilmu pengetahuan (knowledge spillover).

Ngayuningsari (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, aglomerasi industri dapat dilihat dari jumlah industri yang ada pada suatu daerah. Pada wilayah aglomerasi, jumlah industri tinggi atau dapat dikatakan mempunyai tingkat kepadatan industri yang tinggi. Tinggi jumlah industri tersebut dikarenakan industri-industri tersebut berlokasi secara berdekatan, guna mengurangi biaya produksi serta meningkatkan pasar produksi.

Tenaga kerja merupakan salah satu komponen dalam aglomerasi. Komponen ini juga dapat dikatakan sebagai keuntungan yang akan didapatkan pada saat industri-industri teraglomerasi. Dalam konsep aglomerasinya, Marshall (1980)


(28)

28 menjelaskan apa yang disebut dengan “labor pooling”, yang disebabkan oleh perusahaan/industri yang berlokasi berdekatan satu dengan lainnya (Ellison, 2007). Sementara itu Smith (1981) menjelaskan bahwa industri yang terkonsentrasi dapat menyebabkan berkumpulnya tenaga kerja dengan keahlian khusus yang sesuai dengan kebutuhan industri di sekitarnya. Hal ini tentunya akan mengurangi biaya untuk melatih para pekerja tersebut.

Jumlah industri adalah banyaknya jenis industri yang ada di suatu wilayah aglomerasi. Jenis industri tersebut mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Pada wilayah aglomerasi jumlah jenis industrinya tinggi, hal ini menggambarkan banyaknya jenis industri yang beroperasi pada suatu wilayah aglomerasi. Jenis industri yang beraneka ragam dapat memperlihatkan adanya keterkaitan antar industri.


(29)

29 2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan tema aglomerasi sudah pernah dilakukan sebelumnya. Berikut tabel yang terkait dengan penelitian ini: Tabel 2.2 Penelitian Terkait Aglomerasi Industri.

Penulis Judul Tahun Variabel Kesimpulan

Ngayuningsari Identifikasi Fenomena Aglomerasi di Kabupaten Bogor 1976-1996

2001  Jumlah

Industri/Perusahaan

 Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah industri/perusahaan dan jumlah tenaga kerja yang tinggi pada suatu daerah merupakan indikasi terjadinya aglomerasi industri pada daerah tersebut Hidayanti dan

Kuncoro

Konsentrasi Geografis Industri Manufaktur Pada Greater Jakarta dan Bandung tahun 1980-2000

2004  Jumlah Industri

 Nilai Tambah

 Jumlah Tenaga Kerja

Wilayah Jakarta dan Bandung telah menjadi suatu daerah aglomerasi dilihat dari persebaran industri manufakturnya dengan menggunakan variabel jumlah industri, nilai tambah, dan jumlah tenaga kerja

Erlangga Agustino Ladiyanto

Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur: Tinjauan Empiris di Kota Surabaya

2005  Jumlah Tenaga Kerja

 Indeks Konsentrasi Spasial

Industri manufaktur di Kota Surabaya terkonsentrasi di dua kecamatan yang didamnya terdapat kawasan industri yaitu Kecamatan Rangkut dan Kecamatan Tandes. Konsentrasi spasial yang terjadi di dua kecamatan tersebut menciptakan penghematan

lokalisasi dan penghematan urbanisasi dan mendorong pertumbuhan industri Kota Surabaya secara

keseluruhan Shidiq Karakteristik Wilayah

Aglomerasi Industri Manufaktur di Kota Tanggerang Tahun 1998 dan 2006

 Jumlah Perusahaan Industri

 Jumlah Tenaga Kerja

 Jaringan Jalan

Wilayah aglomerasi industri di Kota Tanggerang berada di Kecamatan Jatiuwung dan Kecamatan Batuceper. Arah perkembangannya mengikuti jaringan jalan arteri primer, kolektor primer, dan kolektor sekunder.


(30)

30 Tabel di atas menunjukkan bahwa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya memang memiliki hubungan dan relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan, namun topik dan hasil penelitiannya berbeda, peneliti hanya menggunakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai tambahan informasi dan gambaran-gambaran yang berguna dalam penyusunan penelitian ini.


(31)

31 III. GAMBARAN UMUM

3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi 2011-2031 (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011-2031) Berdasarkan Perpres No 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABOTEDABEKPUNJUR, Kota Cikarang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan kegiatan utama berupa industri dan permukiman. Sedangkan menurut rencana sistem perkotaan Kabupaten Bekasi, yaitu:

a) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jabodetabekpunjur, meliputi perkotaan Tarumajaya, Setu, dan Tambun Selatan;

b) Pusat Kegiatan Lokal (PKL), meliputi perkotaan Cikarang Pusat, Cibarusah, Sukatani dan Cibitung;

c) Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) meliputi, perkotaan Cikarang Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, dan Cikarang Timur;

d) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) melputi perkotaan Serang Baru, Bojomangu, Kedungwaringin, Karang Bahagia, Tambelang, Pebayuran, Babelan, Tambun Utara, Sukakarya, Cabangbungin, Muaragembong dan Sukangi;

e) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) meliputi, Nagasari, Hegarmukti, Sukabungah, Cibarusah kota, Serang, Sukaragam, Cibening, Tamansari, Tanjungbaru, Karang Satria, Bahagia, Pusaka Rakyat, Pantai Bahagia, Sindang Jaya, Sukamantri, Karanghaur, Karang Mukti, Karang Mekar, Sukatenang, Sukamulya (lihat Gambar 3.1).

Ditinjau dari sisi Tata Ruang Wilayah Jawa Barat, sektor yang unggul (dominan) atau sektor yang memiliki peran relatif besar di Jawa Barat dan cenderung untuk terus berkembang untuk Kabupaten Bekasi adalah Industri Pengolahan. Provinsi Jawa Barat terbagi ke dalam 7 kawasan andalan. Kabupaten Bekasi termasuk dalam Kawasan Andalan Metropolitan Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) dengan sektor unggulan: industri manufaktur, pariwisata dan jasa.


(32)

32 Untuk mendistribusikan pembangunan di wilayah Kabupaten Bekasi, dibutuhkan pusat-pusat yang mendukung perkembangan tiap zona wilayah. Dengan pertimbangan utama keseimbangan dan daya dukung wilayah. Pengembangan beberapa kota sebagai pusat pertumbuhan wilayah, berdasarkan daya tarik masing-masing kota kecamatan, kondisi eksisting aktivitas interaksi antar kota kecamatan di dalam wilayah Kabupaten Bekasi menunjukkan adanya beberapa kota kecamatan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan, yaitu: Cikarang Pusat, Tambun Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Selatan, Cikarang Utara, Setu, Cibitung dan Tarumajaya. Kedelapan kecamatan tersebut mengakomodir aktivitas sosial ekonomi penduduk kota-kota kecamatan lain yang menjadi hinterland-nya.

Sebagaimana yang tertulis pada RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2031 tentang Rencana Perwilayahan Pembangunan, adapun pembagian Wilayah Pengembangan (WP) Kabupaten Bekasi yang terdiri atas 4 WP, adalah sebagai berikut:

a) Wilayah Pengembangan I yaitu Bekasi bagian tengah, dengan pusat di perkotaan Tambun dan meliputi wilayah pelayanan Tambun Selatan, Cibitung, Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Timur, dan Cikarang Selatan;

b) Wilayah Pengembangan II yaitu Bekasi bagian selatan, dengan pusat di perkotaan Sukamahi dan meliputi wilayah pelayanan Cikarang Pusat, Setu, Serang Baru, Cibarusah, dan Bojongmangu;

c) Wilayah Pengembangan III yaitu Bekasi bagian timur, dengan pusat di perkotaan Sukamulya dan meliputi wilayah pelayanan Sukatani, Karang Bahagia, Pebayuran, Sukakarya, Kedungwaringin, Tambelang, Sukawangi, dan Cabangbungin;

d) Wilayah Pengembangan IV yaitu Bekasi bagian utara, dengan pusat di perkotaan Pantai Makmur, dan meliputi wilayah pelayanan Tarumajaya, Muaragembong, Babelan, dan Tambun Utara (lihat Tabel 3.1 dan Gambar 3.2).


(33)

33 Tabel 3.1 Orde Kota Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2031.

No

Wilayah Pengembangan

(WP)

Kecamatan Pusat

WP Fungsi WP

1

I

Tambun Selatan ● Pengembangan industri, perdagangan dan jasa, perumahan dan

permukiman, pariwisata dan pendukung kegiatan industri

2 Cibitung

3 Cikarang Timur

4 Cikarang Barat

5 Cikarang Utara

6 Cikarang Selatan

7

II

Cikarang Pusat ● Pengembangan pusat pemerintahan kabupaten, industri, perumahan dan permukiman skala besar, pertanian dan pariwisata

8 Cibarusah

9 Bojongmangu

10 Setu

11 Serang Baru

12

III

Sukatami ● Pengembangan pertanian

lahan basah, perumahan dan permukiman

13 Pebayuran

14 Sukakarya

15 Tambelang

16 Sukawangi

17 Cabangbungin

18 Karang Bahagia

19 Kedungwaringin

20

IV

Trumajaya ● Pengembangan wilayah,

simpul transportasi laut dan udara, pertambangan, perumahan dan

permukiman, pertanian lahan basah dan pelestarian kawasan hutan lindung

21 Muaragembong

22 Babelan

23 Tambun Utara

Sumber: RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2013.

Berdasarkan pemaparan diatas, terlihat bahwa adanya kesesuaian pemilihan lokasi penelitian yakni Cikarang, karena berdasarkan Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011-2031 lokasi yang diteliti yakni Cikarang Utara, Cikarang Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Timur, dan Cikarang Pusat termasuk kedalam wilayah pengembangan rencana yang dimana sebagian besar lahannya diperuntukan untuk kegiatan Industri (lihat Gambar 3.3).


(34)

34 Gambar 3.1 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bekasi. (RTRW Kabupaten


(35)

35 Gambar 3.2 Peta Rencana Wilayah Pengembangan Kabupaten Bekasi. (RTRW


(36)

36 Gambar 3.3 Peta Rencana Rencana Pola Ruang Kabupaten Bekasi. (RTRW


(37)

37 3.2 Kondisi Geografis Cikarang

3.2.1 Administrasi

Cikarang adalah ibukota Kabupaten Bekasi yang diresmikan pada tanggal 6 Juni 2004, dan juga merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi). Luas wilayah perkotaan Cikarang mencapai 243,8 km2 yang terbagi menjadi 5 kecamatan diantaranya yaitu kecamatan Cikarang Pusat dengan luas wilayah 47,60 km2, Cikarang Barat dengan luas wilayah 52,78 km2, Cikarang Timur dengan luas wilayah 50,63 km2, Cikarang Utara dengan luas wilayah 43,30 km2 dan Cikarang Selatan dengan luas 49,49 km2 di Kabupaten Bekasi (BPS, 2015). Adapun batas-batas administrasi Cikarang tahun 2013, antara lain (lihat Peta 1):

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukatani dan Kecamatan Cikarang Bahagia Kabupaten Bekasi.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tambun Selatan Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Serang Baru dan Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang.

Pusat Pemerintahan Kabupaten Bekasi berada di Kecamatan Cikarang Pusat yang sebelumnya berada di Kota Bekasi. Posisi Cikarang sangat strategis karena berada diantara DKI Jakarta, Kabupaten Karawang, Bogor, serta Kota Bekasi. Posisi Cikarang tersebut menjadikan pertumbuhannya meningkat pesat. Pada satu sisi wilayah Cikarang menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan di DKI Jakarta dan juga menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten Bekasi sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif.


(38)

38 Gambar 3.4 Peta Administrasi Cikarang Kabupaten Bekasi.


(39)

39 3.3 Kondisi Fisik dan Non Fisik

3.3.1 Topografi

Wilayah perkotaan Cikarang rata-rata berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut. Bagian Utara memiliki rata-rata ketinggian 11-16 meter di atas permukaan laut seperti Kecamatan Cikarang Utara, sedangkan Bagian Selatan memiliki rata-rata ketinggian 15 meter di atas permukaan laut. Dilihat dari kemiringan tanahnya, sebagian besar wilayah perkotaan Cikarang mempunyai tingkat kemiringan tanah yang tergolong landau yaitu sebesar 10o-25o (BPS, 2015). 3.3.2 Guna Lahan

Cikarang merupakan ibukota kabupaten bekasi dengan luas wilayah 243,8 km2. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik kota ditunjukkan oleh besarnya kawasan terbagun kota. Data terakhir tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di wilayah perkotaan Cikarang pada setiap kecamatan meliputi (lihat Peta 2):

1. Kecamatan Cikarang Utara (BPS, 2015f):

 Sawah Irigasi (260 Ha)

 Sawah Non Irigasi (108 Ha)

 Pertanian Non Sawah (257 Ha)

 Non Pertanian (2980 Ha)

2. Kecamatan Cikarang Barat (BPS, 2015g):

 Perumahan (2071,47 Ha)

 Sawah (126 Ha)

 Ladang/Tegalan (67 Ha)

 Industri (2556,13 Ha)

3. Kecamatan Cikarang Selatan (BPS, 2015h):

 Sawah Irigasi (54 Ha)

 Sawah Non Irigasi (486 Ha)

 Pertanian Non Sawah (80 Ha)


(40)

40 4. Kecamatan Cikarang Timur (BPS, 2015i):

 Sawah Irigasi (15 Ha)

 Sawah Non Irigasi (5 Ha)

 Pertanian Non Sawah (5 Ha)

 Non Pertanian (24 Ha)

5. Kecamatan Cikarang Pusat (BPS, 2015j):

 Sawah Irigasi (0 Ha)

 Sawah Non Irigasi (518 Ha)

 Pertanian Non Sawah (499 Ha)


(41)

41 Gambar 3.5 Peta Guna Lahan Cikarang Kabupaten Bekasi.


(42)

42 3.3.3 Jumlah Penduduk dan Tenaga Kerja

Jumlah penduduk Cikarang mencapai 1.791.250 jiwa (BPS, 2015). Tiap kilometer rata-rata dihuni oleh 7.347 jiwa, dan Kecamatan Cikarang Utara menduduki daerah terpadat dengan jumlah penduduk 6.205 jiwa/km2. Jumlah penduduk terbanyak adalah kelompok umur produktif (15-64) dengan rasio ketergantungan sebesar 36,41% (tiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung 36 orang penduduk non produktif) (BPS, 2015a).

3.3.4 Sektor Industri

Pembangunan industri di Cikarang diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dan kokoh dalam rangka menciptakan landasan perekonomian yang kuat agar tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri. Pembangunan sektor industri mencakup industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Berdasarkan hasil survey Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri Tahun 2011 di Cikarang oleh Dinas Perindustrian, terdapat sebesar 46,33% industri besar dan sedang memproduksi barang-barang dari logam mesin dan perlengkapannya, kemudian disusul dengan 21,45% industri besar dan sedang memproduksi kimia dan barang-barang dari bahan kimia, dan yang terkecil sebesar 1,42% industri pengolahan lainnya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(43)

43 Gambar 3.6 Grafik Persentase Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri di Cikarang Tahun 2011. (Dinas Perindustrian Perdagangan

Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi, 2011)

Berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Bekasi, Cikarang termasuk dalam Wilayah Pengembangan (WP) I, arah fungsi WP I diarahkan dengan fungsi utama pengembangan industri, perdagangan dan jasa, perumahan dan pemukiman, pariwisata dan pendukung kegiatan industri. Kawasan peruntukan industri di Kabupaten Bekasi sebesar 23.437 Ha, meliputi; Industri Besar, Industri Menengah, Industri Mikro dan Rumah Tangga.

Persentase

Makanan, minuman dan tembakau 7.23

Tekstil, pakaian jadi dari kulit 7.94

Kayu dan rumah tangga dari kayu 3.67

Kertas, percetakan dan penerbitan 4.85

Kimia, minyak bumi, dan batu bara 21.45

Barang-barang galian bukan logam 3.79

Logam Dasar 3.32

Logam, mesin, dan perlengkapannya 46.33

Industri pengolahan lainnya 1.42

7.23 7.94 3.67 4.85 21.45 3.79 3.32 46.33 1.42 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Presentase Perusahan Industri Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri, data tahun 2011


(44)

44 3.4 Kondisi Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2006 (data tahun

2006 dan 2007)

Berdasarkan data yang diperoleh dari daftar perusahaan industri yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi tahun 2006 dan 2007, tercatat sebanyak 120 perusahaan industri terdapat pada wilayah penelitian. Jika diklasifikasikan berdasarkan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, dimana 5>19 orang (industri kecil), 20>99 orang (industri menegah) dan 100+ (industri besar) dari 120 perusahaan industri di seluruh Kecamatan Cikarang, terdapat 84 perusahaan industri besar dan menengah dan 35 perusahaan industri kecil/rumah tangga, dan 1 perusahaan industri tidak teridentifikasi.

Secara administratif, 84 perusahaan industri besar dan menengah tersebar di seluruh Kecamatan Cikarang, sebagai berikut (lihat Gambar 3.2):

 26 perusahaan atau sekitar 31% berlokasi di Kecamatan Cikarang Utara

 34 perusahaan atau sekitar 41% berlokasi di Kecamatan Cikarang Selatan

 20 perusahaan atau sekitar 24% berlokasi di Kecamatan Cikarang Barat

 2 perusahaan atau sekitar 2% berlokasi di Kecamatan Cikarang Timur

 2 perusahaan atau sekitar 2% berlokasi di Kecamatan Cikarang Pusat

Pada tahun 2006 terdapat 9504 orang Tenaga Kerja Indonesia dan 100 orang Tenaga Kerja Asing yang bekerja pada perusahaan-perusahaan industri besar dan menengah.


(45)

45 Gambar 3.7 Grafik Presentase Industri Besar dan Menengah di Cikarang Tahun 2006 (data tahun 2006 dan 2007). (Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan

UMKM Kabupaten Bekasi, 2007) 3.5 Kondisi Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2013

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi, tercatat jumlah perusahaan industri di Cikarang pada tahun 2013 kurang lebih mencapai 666 perusahaan industri. Jika dilihat secara administratif sebanyak 461 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Selatan, 99 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Utara, 19 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Timur, 26 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Pusat, dan 61 perusahaan berlokasi di Kecamatan Cikarang Barat.

Pengolahan data klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, dimana 5>19 orang (industri kecil), 20>99 orang (industri menegah) dan 100+ (industri besar) dari 666 perusahaan industri di seluruh Kecamatan Cikarang, terdapat 152 perusahaan industri besar dan menengah, 73 perusahaan industri kecil, dan 438 perusahaan industri tidak teridentfikasi. Tidak teridentifikasinya perusahaan industri tersebut dikarenakan minimnya data yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM dan juga dikarenakan perusahaan bangkrut atau berpindah lokasi.

Cikarang Utara 31%

Cikarang Selatan 41% Cikarang Barat

24% Cikarang Timur

2%

Cikarang Pusat 2%


(46)

46 Secara administratif, 152 perusahaan industri besar dan menengah tersebar di seluruh Kecamatan Cikarang, sebagai berikut (lihat Gambar 3.3):

 39 perusahaan atau sekitar 26% berlokasi di Kecamatan Cikarang Utara

 62 perusahaan atau sekitar 41% berlokasi di Kecamatan Cikarang Selatan

 33 perusahaan atau sekitar 22% berlokasi di Kecamatan Cikarang Barat

 8 perusahaan atau sekitar 5% berlokasi di Kecamatan Cikarang Timur

 10 perusahaan atau sekitar 6% berlokasi di Kecamatan Cikarang Pusat

Pada tahun 2013 terdapat 15174 orang Tenaga Kerja Indonesia dan 9 orang Tenaga Kerja Asing yang bekerja pada perusahaan-perusahaan industri besar dan menengah.

Gambar 3.8 Grafik Presentase Industri Besar dan Menengah di Cikarang Tahun 2013. (Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi,

2013)

Cikarang Utara 26%

Cikarang Selatan 41% Cikarang Barat

22% Cikarang Timur

5%

Cikarang Pusat 6%


(47)

47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Persebaran Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2006

Dari hasil pengamatan lapang, sebanyak 84 perusahaan industri besar dan menengah yang masih berdiri hingga tahun 2006 telah dipetakan dalam penelitian ini (lihat Peta 3). Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan persebaran industri Pengolahan besar dan menengah di Cikarang pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 persebaran perusahaan industri besar dan menengah terlihat dominan di bagian Selatan wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Utara. Persebaran di bagian Selatan juga terlihat dominan di bagian Tengah wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan. Selain itu, persebaran industri juga sedikit terlihat di bagian Timur wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Barat. Sebanyak 26 perusahaan industri besar dan menengah atau sekitar 31% dari keseluruhan berada di Kecamatan Cikarang Utara, 34 perusahaan atau sekitar 41% berada di Kecamatan Cikarang Selatan, 20 perusahaan atau sekitar 24% berada di Kecamatan Cikarang Barat, 2 perusahaan atau sekitar 2% berada di Kecamatan Cikarang Timur, dan 2 perusahaan atau sekitar 2% berada di Kecamatan Cikarang Pusat.


(48)

48 Gambar 4.1 Peta Persebaran Industri Besar dan Menengah Cikarang Tahun 2006, Hasil Pengamatan.


(49)

49 Gambar 4.2 Grafik Presentase Perusahan Industri di Cikarang Tahun 2006 Hasil

Pengamatan. (Daftar Perusahaan Industri Cikarang Tahun 2006, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi dan

Pengolahan Data)

Tabel 4.1 Jumlah Perusahaan Industri, Jumlah Tenaga Kerja, dan Jumlah Jenis Industri di Cikarang Tahun 2006.

Kecamatan

Jumlah Perusahaan

Industri

Tenaga Kerja Jumlah Jenis Industri

Cikarang Utara 26 3145 12

Cikarang Selatan 34 2682 10

Cikarang Barat 20 3560 10

Cikarang Timur 2 100 1

Cikarang Pusat 2 117 -

JUMLAH 84 9604 33

Sumber: Data Perusahaan Industri Cikarang Tahun 2006, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi.

Cikarang Utara 31%

Cikarang Selatan 41% Cikarang Barat

24% Cikarang Timur

2%

Cikarang Pusat 2%


(50)

50 4.2 Persebaran Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2013

Berdasarkan hasil pengamatan, sebanyak 142 perusahaan industri besar dan menengah yang masih beroperasi hingga tahun 2013 telah dipetakan dalam penelitian ini (lihat Peta 4). Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan persebaran industri Pengolahan besar dan menengah di Cikarang pada tahun 2013.

Persebaran perusahaan industri besar dan menengah pada tahun 2013 tidak jauh berbeda dengan persebaran industri Pengolahan besar dan menengah pada tahun 2006. Perusahaan-perusahaan tersebut tersebar secara acak, akan tetapi terlihat mendominasi di beberapa bagian. Persebaran di bagian Utara terlihat mendominasi mencakup wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Utara bagian selatan. Persebaran di bagian Selatan terlihat juga mendominasi mencakup wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan bagian utara dan tengah. Selain itu, persebaran industri juga sedikit terlihat di bagian Barat yang mencakup wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Barat.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 40 perusahaan industri besar dan menengah atau sekitar 28% dari keseluruhan berada di Kecamatan Cikarang Utara, 56 perusahaan atau sekitar 40% berada di Kecamatan Cikarang Selatan, 33 perusahaan atau sekitar 23% berada di Kecamatan Cikarang Barat, 7 perusahaan atau sekitar 5% berada di Kecamatan Cikarang Timur, dan 6 perusahaan atau sekitar 4% berada di Kecamatan Cikarang Pusat. Hal ini cukup sesuai dengan gambaran persebaran yang didapat berdasarkan data perusahaan yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi.


(51)

51 Gambar 4.3 Peta Persebaran Industri Besar dan Menengah Cikarang Tahun 2013, Hasil Pengamatan.


(52)

52 Gambar 4.4 Grafik Presentase Perusahan Industri di Cikarang Tahun 2013 Hasil

Pengamatan. (Daftar Perusahaan Industri Cikarang Tahun 2013, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi dan

Pengolahan Data)

Tabel 4.2 Jumlah Perusahaan Industri, Jumlah Tenaga Kerja, dan Jumlah Jenis Industri di Cikarang Tahun 2013.

Kecamatan

Jumlah Perusahaan

Industri

Tenaga Kerja Jumlah Jenis Industri

Cikarang Utara 40 3875 15

Cikarang Selatan 56 6759 13

Cikarang Barat 33 3672 11

Cikarang Timur 7 430 4

Cikarang Pusat 6 447 3

JUMLAH 142 15183 46

Sumber: Data Perusahaan Industri Cikarang Tahun 2006, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Bekasi.

Cikarang Utara 28%

Cikarang Selatan 40% Cikarang Barat

23% Cikarang Timur

5%

Cikarang Pusat

4%


(53)

53 4.3 Kepadatan Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2006

Klasifikasi tingkat kepadatan industri di Cikarang pada tahun 2006 didapatkan berdasarkan hasil perhitungan dan analisis grid 1x1 km2 menggunakan data persebaran industri. Klasifikasi yang terlihat pada tahun 2006 terdiri dari tiga kelas, antara lain:

 Tingkat kepadatan rendah yang menunjukkan indeks kepadatan 1-2 perusahaan industri/km2

 Tingkat kepadatan sedang yang menunjukkan indeks kepadatan 3-7 perusahaan industri/km2

 Tingkat kepadatan tinggi yang menunjukkan indeks kepadatan 8-11 perusahaan industri/km2

Ketiga kelas tersebut tersebar di seluruh bagian wilayah penelitian Cikarang. Pada tahun 2006 terdapat 1 grid klasifikasi tingkat kepadatan industri tinggi (lihat Peta 5).


(54)

54 Gambar 4.5 Peta Tingkat Kepadatan Industri Besar dan Menengah Cikarang Tahun 2006, Pengolahan Data.


(55)

55 a. Tingkat Kepadatan Rendah

Wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah terlihat tersebar di seluruh bagian wilayah penelitian Cikarang. Persebaran industri tingkat kepadatan rendah tidak terlihat dominan pada bagian Utara dan Barat Cikarang, dan juga terlihat sedikit dominan pada bagian Selatan Cikarang. Terdapat 37 grid yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Secara keseluruhan terdapat 45 perusahaan industri yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Grid 15O, 11I, 8K, 7K, 6F, 6G, 6I, 5F merupakan grid dengan jumlah perusahaan terbanyak yaitu sebanyak dua perusahaan dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Jumlah total tenaga kerja yang terdapat dalam wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah adalah 5682 orang. Grid 8F merupakan grid yang paling besar dalam jumlah tenaga kerja, yaitu sebesar 1405 orang. Sebanyak 14 jenis industri terdapat pada klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Grid 11I, 8K, 7K, 6G, dan 6I merupakan grid dengan jumlah jenis industri terbanyak, yaitu 2 jenis (lihat Tabel 4.3).

b. Tingkat Kepadatan Sedang

Wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang terlihat dominan mengelompok di bagian Utara dan Selatan Cikarang. Secara keseluruhan terdapat 6 grid yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan sedang. Jumlah total perusahaan yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan sedang yaitu sebanyak 30 perusahaan industri. Grid 5L merupakan grid dengan jumlah perusahaan terbanyak yaitu sebanyak tujuh perusahaan dalam klasifikasi tingkat kepadatan sedang. Jumlah total tenaga kerja yang terpadat pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang adalah sebanyak 3372 orang. Grid 7L merupakan grid dengan jumlah tenaga kerja terbesar yakni sebanyak 1135 orang. Sebanyak 10 jenis industri terdapat pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang. Grid 13J dan 5L merupakan grid dengan jumlah jenis industri terbanyak, yaitu 4 jenis (lihat Tabel 4.3).


(56)

56 c. Tingkat Kepadatan Tinggi

Wilayah klasifikasi tingkat kepadatan tinggi terlihat pada bagian Utara wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan Cikarang. Secara keseluruhan terdapat 1 grid yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan tinggi. Jumlah total perusahaan yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan tinggi yaitu sebanyak 9 perusahaan industri. Grid 9N merupakan satu-satunya grid yang termasuk dalam klasifikasi tingkat kepadatan tinggi dengan jumlah perusahaan sebanyak sembilan perusahaan. Jumlah total tenaga kerja yang terdapat pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan tinggi adalah 550 orang. Sebanyak 5 jenis industri terdapat pada grid 9N atau wilayah kasifikasi tingkat kepadatan tinggi (lihat Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Industri Tahun 2006. Tingkat

Kepadatan Jumlah Grid Luas

Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah Jenis Industri

Rendah 37 33 km2 5682 14

Sedang 6 6 km2 3372 10

Tinggi 1 1 km2 550 5


(57)

57 4.4 Kepadatan Industri Pengolahan di Cikarang Tahun 2013

Klasifikasi tingkat kepadatan industri di Cikarang pada tahun 2013 didapatkan berdasarkan hasil perhitungan dan analisis grid 1x1 km2menggunakan data persebaran industri. Klasifikasi tersebut terdiri dari tiga kelas, antara lain:

 Tingkat kepadatan rendah yang menunjukkan indeks kepadatan 1-2 perusahaan industri/km2

 Tingkat kepadatan sedang yang menunjukkan indeks kepadatan 3-7 perusahaan industri/km2

 Tingkat kepadatan tinggi yang menunjukkan indeks kepadatan 8-11 perusahaan industri/km2

Ketiga kelas tersebut tersebar di seluruh bagian wilayah penelitian Cikarang. Pada tahun 2013 terdapat 2 grid klasifikasi tingkat kepadatan industri tinggi (lihat Peta 6).


(58)

58 Gambar 4.6 Peta Tingkat Kepadatan Industri Besar dan Menengah Cikarang Tahun 2013, Pengolahan Data.


(59)

59 a. Tingkat Kepadatan Rendah

Kondisi yang sedikit berbeda terlihat pada persebaran industri wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah tahun 2006 dengan tahun 2013. Persebaran perushaan industri wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah pada tahun 2013 terlihat dominan mengelompok pada bagian Utara wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Utara dan pada bagian Tengah wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Barat, dan hanya terlihat beberapa pada wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan, Kecamatan Cikarang Timur, dan Kecamatan Cikarang Pusat.

Sebanyak 44 grid termasuk ke dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Jumlah total perusahaan yang termasuk ke dalam klasifikasi tingkat kepadatan rendah adalah sebanyak 55 perusahaan. Jumlah ini meningkat sebesar 10 perusahaan jika dibandingkan denga tahun 2006. Terdapat 11 grid dengan jumlah perusahaan terbanyak dalam wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah, antara lain grid 15O, 12H, 8K, 7G, 7Q, 6I, 6J, 6M, 5H, 5I, dan 4N. Masing-masing grid mempunyai dua perusahaan industri yang terdapat dalam wilayahnya. Jumlah total tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan-perusahaan di wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah ialah sebanyak 5556 orang. Grid 14J merupakan grid dengan jumlah tenaga kerja terbesar yakni sebanyak 688 orang. Sebanyak 15 jenis industri terdapat pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan rendah. Grid 8K, 6I, 6M, 5H, dan 5I merupakan grid dengan jumlah jenis industri terbanyak, yaitu dua jenis (lihat Tabel 4.4).

b. Tingkat Kepadatan Sedang

Persebaran perusahaan industri wilayah tingkat klasifikasi sedang pada tahun 2013 memperlihatkan pola yang berbeda jika dibandingkan dengan tahun 2006. Persebarannya terlihat dominan mengelompok di bagian Tengah wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan dan juga terlihat dominan terpencar pada bagian Barat wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Barat serta bagian Selatan pada wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Utara, persebarannya memanjang mengikuti jaringan jalan Arteri dan Kolektor.


(60)

60 Sebanyak 16 grid termasuk dalam wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang. Jumlah perusahaan industri yang termasuk dalam wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang adalah sebanyak 67 perusahaan industri besar dan menengah. Jumlah ini meningkat sebesar 37 perusahaan jika dibandingkan dengan tahun 2006. Grid 13K merupakan grid yang mempunyai jumlah perusahaan industri paling tinggi, yakni sebesar 7 perusahaan industri. Jumlah total keseluruhan tenaga kerja pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang adalah sebanyak 7853 orang. Sebanyak 1237 orang tenaga kerja bekerja pada grid 10J, jumlah tersebut merupakan jumlah tenaga kerja terbanyak pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang. Sebanyak 16 jenis industri terdapat pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan sedang. Grid 5L merupakan grid dengan jumlah jenis industri terbanyak, yaitu lima jenis industri (lihat Tabel 4.4).

c. Tingkat Kepadatan Tinggi

Berbeda dengan klasifikasi tingkat kepadatan tinggi tahun 2006, pada tahun 2013 tedapat 2 grid tingkat kepadatan tinggi pada wilayah administrasi Cikarang. Dua grid klasifikasi tingkat kepadatan tinggi tersebut yakni grid 7L dan 9N, grid 7L berada pada bagian Tengah wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Utara dan grid 9N berada pada bagian Utara wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan.

Jumlah perusahaan industri yang termasuk ke dalam wilayah klasifikasi tingkat kepadatan tinggi adalah sebanyak 20 perusahaan industri besar dan menengah. Jumlah ini meningkat sebesar 11 perusahaan jika dibandingkan dengan tahun 2006. Grid 7L merupakan grid dengan jumlah perusahaan terbesar yakni sebesar 11 perusahaan industri pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan tinggi. Jumlah total tenaga kerja yang bekerja pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan tinggi yakni sebesar 1774 orang. Grid 7L merupakan grid dengan jumlah tenaga kerja terbesar yakni sebesar 1160 orang. Sebanyak 6 jenis industri terdapat pada wilayah klasifikasi tingkat kepadatan tinggi. Grid 7L mempunyai jumlah jenis industri terbanyak, yakni enam jenis (lihat Tabel 4.4).


(61)

61 Tabel 4.4 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Industri Tahun 2013.

Tingkat

Kepadatan Jumlah Grid Luas

Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah Jenis Industri

Rendah 44 44 km2 5556 15

Sedang 16 16 km2 7853 16

Tinggi 2 2 km2 1774 6


(62)

62 4.5 Kepadatan Tenaga Kerja Industri di Cikarang Tahun 2006

Berdasarkan data perusahaan industri dan hasil pengamatan di atas, tercatat sebanyak 9604 orang tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan industri besar dan menengah tahun 2006. Kecamatan Cikarang Barat mempunyai jumlah tenaga kerja terbesar yaitu sebanyak 3560 orang.

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis grid, pada tahun 2006 terdapat tiga klasifikasi tingkat kepadatan tenaga kerja. Tiga klasifikasi tersebut antara lain:

 Tingkat kepadatan rendah yang menunjukkan indeks kepadatan 1-300 orang/km2

 Tingkat kepadatan sedang yang menunjukkan indeks kepadatan 301-550 orang/km2

 Tingkat kepadatan tinggi yang menunjukkan indeks kepadatan 551-1405 orang/km2

Ketiga kelas tersebut tersebar di seluruh bagian wilayah penelitian Cikarang. Pada tahun 2006 terdapat 3 grid klasifikasi tingkat kepadatan industri tinggi (lihat Peta 7).


(63)

63 Gambar 4.7. Peta Tingkat Kepadatan Tenaga Kerja Cikarang Tahun 2006, Pengolahan Data.


(64)

64 a. Tingkat Kepadatan Rendah

Pada tahun 2006, terdapat 37 grid yang menggambarkan tingkat kepadatan tenaga kerja rendah. Semua grid tersebut tersebar di seluruh wilayah administrasi Cikarang. Kepadatan tenaga kerja dengan klasifikasi tingkat kepadatan rendah ini terlihat mendominasi pada bagian Barat dan Utara wilayah administrasi Cikarang, terlihat juga sedikit mendominasi pada bagian Selatan wilayah administrasi Cikarang. Grid 8G yang terletak pada wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Barat merupakan grid dengan indeks kepadatan tenaga kerja paling tinggi, yaitu 300 orang tenaga kerja/km2.

b. Tingkat Kepadatan Sedang

Pada tahun 2006, terdapat 4 grid yang menggambarkan tingkat kepadatan sedang. Grid-grid tersebut terdapat pada Kecamatan Cikarang Barat (1 grid) dan Kecamatan Cikarang Selatan (3 grid). Grid 9N yang terletak pada wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Selatan merupakn grid dengan indeks kepadatan paling tinggi, yaitu 550 orang tenaga kerja/km2.

c. Tingkat Kepadatan Tinggi

Pada tahun 2006, terdapat 3 grid yang menggambarkan tingkat kepadatan tenaga kerja tinggi, yaitu grid 8F, 7L, dan 5L. Grid tersebut terdapat pada bagian Barat wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Utara dan pada bagian Tengah wilayah administrasi Cikarang Barat. Grid 8F yang terletak pada wilayah administrasi Kecamatan Cikarang Barat merupakan grid dengan indeks kepadatan tertinggi, yaitu 1405 orang tenaga kerja/km2.


(1)

Badan Pusat Statistik. 2015h. Kecamatan Cikarang Selatan Dalam Angka Tahun 2015. Bekasi: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi.

Badan Pusat Statistik. 2015i. Kecamatan Cikarang Timur Dalam Angka Tahun 2015. Bekasi: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi.

Badan Pusat Statistik. 2015j. Kecamatan Cikarang Pusat Dalam Angka Tahun 2015. Bekasi: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi.

Bale, J. (1984). The Location of Manufacturing Industries: Conceptual Framework in Geography. Hongkong: Wing King Rong.

Daldjoeni, N. 1986. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Penerbit Alumni.

Ellison, Gleen dan Edward L. Glaeser dan William Kerr. 2007. What Causes Industry Agglomeration? Evidence from Coagglomeration Patterns. U.S. Census Bureau at the Boston Census Research Data Center (BRDC). Copyright 2007 by Glenn Ellison, Edward L. Glaeser, and William Kerr. Hartshorn, Truman A. 1980. Interpreting The City an Urban Geography. New York:

John Wiley & Sons, Inc.

Hidayanti, Amini dan Mudrajad Kuncoro. 2004. Konsentrasi Geografis Industri Manufaktur di Greater Jakarta dan Bandung Periode 1980-2000: Menuju Satu Daerah Aglomerasi? Emprika, vol 17, no. 2, Desember 2004.

Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Landiyanto, E Agustino. 2005. Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur Tinjauan Empiris di Kota Surabaya. Surabaya: PPIE-FEUI.

Marshall, Alfred. 1980. Principles of Economics: An Introductory Volume (8th ed.). London: Macmillan and Co.


(2)

Matitaputty, S Jenifer. 2010. Analisis Pengaruh Faktor Aglomerasi Industri Manufaktur Terhadap Hubungan Antara Pertumbuhan dengan Ketimpangan Regional Antar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 1994-2007. Semarang: Universitas Diponegoro.

Montgomery, M. R. 1988. How Large is too Large? Implication of the City Size Literature for Population Policy and Research. Economic Development and Cultural Change. 36 (4): 691-720.

Ngayuningsari. 2001. Aglomerasi Industri di Kabupaten Bogor Tahun 1976-1996. Depok: Departemen Geografi FMIPA UI.

Purwaningsih. 2011. Trend Konsentrasi dan Faktor yang Mempengaruhi Aglomerasi Industri Manufaktur Besar Sedang di Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Shidiq. 2009. Karakteristik Wilayah Aglomerasi di Kota Tanggerang Tahun 1998 dan 2006. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sitorus, Parlin. 1997. Teori Lokasi Industri. Jakarta: Universitas Trisakti.

Smith, David M. 1981. Industrial Location: An Economic Geographical Analysis, Second Edition. Canada: John Wiley & Sons, Inc.


(3)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta langit dan bumi serta segala isinya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta kasih sayang-Nya. Atas ridha-Nya pula tugas akhir dengan judul “Identifikasi Karakteristik Aglomerasi Industri Pengolahan di Cikarang Kabupaten Bekasi Tahun 2006 dan 2013” ini bisa diselesaikan. Tak lupa shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia.

Selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini hingga selesai. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Ibu dan Ayah tercinta, kakak beserta ketiga adik penulis yang telah memberikan semangat, dukungan, kasih sayang, dan doa yang tiada henti - hentinya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Penyelesaian penulisan Tugas Akhir ini sebagai bukti keseriusan penulis dalam mencari ilmu guna membanggakan kedua orang tua;

2. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, MSc., selaku Rektor Utama Universitas Komputer Indonesia;

3. Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir. MSc., selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer;

4. Ibu Rifiati Safariah, ST., MT. selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota;


(4)

ii 5. Ibu Dr. Lia Warlina, Ir., M.Si., selaku Dosen Wali mahasiswa Perencanaan Wiayah

dan Kota Angkatan 2011;

6. Ibu Dr. Lia Warlina, Ir., M.Si., selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan banyak sekali waktu, kesempatan, saran, petunjuk, serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dan Tugas Akhir ini menjadi lebih baik dan berarti;

7. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota;

8. Sahabat yang sudah menjadi keluarga penulis angkatan 2011 yaitu: Adnan Fauzi R, Rudi Setia, Deby Awing Y, Dwi Satria H, Erwin Dwi Putra S, Esda Yuldansyah, Eva Ayu L, Heribertus Mesakh, Luthfi Latif N, M. Syahrullah, M. Reynaldi S, Rangky Priananda, Riri Endah L, Rudi Guntara, Widiyawati. Terima kasih atas kebersamaan semoga kekeluargaan dan silaturahim kita tidak akan pernah putus sampai disini; 9. Kepada Sekretaris Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Teh Vitri makasih

atas kemudahan dalam mengurus surat - surat dan Pak Muis terima kasih atas jasanya yang selalu membantu dalam persiapan perkuliahan;

10. Seluruh pihak – pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis;

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak kekurangan. Oleh karena itu dibutuhkan saran dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga Allah SWT memberikan rahmatnya kepeda semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Bandung, 1 Maret 2016


(5)

(6)