Diagnosis Tatalaksana REFERAT PTSD Michael PN 39N UHT

Kadang-kadang terjadi depersonalisasi dan derealisasi. Perilaku menghindar merupakan bagian dari gejala GSPT. Pasien menghindari hal- hal yang dapat mengingatkan dia akan peristiwa traumatik tersebut. Gejala- gejala depresi kerap kali didapatkan dan penyintas survivor sering merasa bersalah. Perilaku maladaptif sering terjadi berupa rasa marah yang persisten, penggunaan alkohol dan obat-obatan berlebihan dan perbuatan mencederai diri yang sebagian berakhir dengan bunuh diriMaramis, 2009. Umumnya individu dengan GSPT datang ke dokter tidak dengan gejala-gejala tersebut di atas; mereka umumnya datang dengan keluhan berupa gejala-gejala depresi, ide-ide bunuh diri, penarikan diri dari lingkungan sosialnya, kesulitan tidur, penyalahgunaan alkoholzat aditif lainnya, serta berbagai keluhan fisik yang lainnya misalnya nyeri kronis, irritable bowel syndrome, dll. GSPT seringkali berhubungan dengan keluhan-keluhan fisik, dan penurunan taraf kesehatan secara umum, sehingga kondisi-kondisi seperti ini sering dijumpai pada pusal-pusat pelayanan kesehatan primer Elvira, 2010.

2.6. Diagnosis

Diagnosis GSPT tidak akan pernah dibuat jika dokter tidak pernah menanyakan apakah individu pernah atau tidak pernah mengalami peristiwa traumatik tertentu, seperti apakah pernah mengalami kekerasan baik fisik, emosional atau seksual, atau apakah pernah mengalami kecelakaan hebat atau mengalami bencana alam atau kekerasan militer atau peperangan Elvira, 2010. Diagnosa dari GSPT didasarkan pada PPDGJ III di mana terkode F43.1, yang bunyinya : 1 Diagnosis baru ditegakan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan. Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya. 2 Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali flashbacks. 3 Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis tapi tidak khas. 4 Suatu “sequelae” menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasikan dalam kategori F62.0perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofa.

2.7. Tatalaksana

2.6.1. Psikofarmaka Selective Serotonin Reuptake InhibitorsSSRIs, seperti Sertalin dan Paroksetin, dikenal sebagai lini pertama terapi GSPT, disebabkan oleh efikasi, tolerabilitasm dan angka keamanannya. SSRIs mengurangi gejala dari semua kelompok GSPT dan efektif dalam memperbaiki gejala unik GSPT, bukan hanya gejala yang mirip depresi atau gangguan kecemasan lainnya. Buspiron adalah serotogenik dan mungkin dapat berguna. Efikasi dari Imipramin dan Amitriptilin, dua obat trisiklik, dalam terapi GSPT didukung dengan sejumlah percobaan klinis terkontrol. Dosis Imipramin dan Amitriptilin sebaiknya sama dengan yang digunakan untuk terapi gangguan depresi, dan percobaan adekuat sebaiknya berlangsung minimal 8 minggu. Pasien yang merespon baik sebaiknya melanjutkan farmakoterapi minimal 1 tahun sebelum mencoba melepas obat. Beberapa studi menjelaskan bahwa farmakoterapi lebih efektif mengobati depresi, cemas, dan keterjagaan daripada mengobati sikap menghindar, penyangkalan, dan tidak dapat merasakan emosi. Obat lain yang mungkin berguna untuk terapi GSPT termasuk Monoamine Oxidase Inhibitors MAOIse.g. Phenelezine, trazodon, dan antikonvulsan e.g. carbamazepine, valproat. Beberapa penelitian menerangkan adanya perbaikan pada pasien GSPT yang diterapi dengan Reversible Monoamine Oxidase Inhibitors RIMAs. Pemakaian klonidin dan propanolol, di mana agen antiadrenergik, disarankan oleh teori tentang hiperaktifitas noradrenergik pada gangguan ini. Kebanyakan tidak ada data positif untuk penggunaan obat antipsikotik untuk gangguan ini, jadi penggunaan obat seperti haloperidol sebaiknya disimpan untuk penggunaan jangka pendek dari kontrol agresi dan agitasi yang parah Sadock, 2007. 2.6.2. Psikoterapi Psikoterapi psikodinamis mungkin berguna pada terapi banyak pasien GSPT. Pada beberapa kasus, rekonstruksi dari peristiwa traumatik dengan abreaksi yang terkait dan katarsis mungkin terapetik, tapi psikoterapi haruslah personal karena mengalami kembali trauma memberatkan pasien. Intervensi psikoterapi untuk GSPT termasuk terapi perilaku, terapi kognitif dan hipnosis. Banyak klinisi menganjurkan psikoterapi dengan waktu terbatas untuk korban trauma. Terapi biasanya akan menggunakan pendekatan kognitif dan memberikan bantuan serta keamanan. Sifat jangka pendek dari psikoterapi meminimalisir resiko dependen dan kronisitas, tapi masalah kecurigaan, paranoid, dan kepercayaan seringkali memperburuk kepatuhan. Terapis sebaiknya mengatasi penyangkalan peristiwa traumatik pasien, menganjurkan mereka untuk rileks, dan memindahkan mereka dari sumber stres. Pasien sebaiknya disuruh tidur, bila perlu dengan penggunaan obat. Bantuan dari orang-orang sekitar e.g. teman dan keluarga juga perlu disediakan. Pasien sebaiknya juga disarankan untuk mengulas lagi dan mengeluarkan emosi yang terkait dengan peristiwa traumatik dan merencanakan penyembuhan di masa depan. Melepaskan pengalaman emosional yang terkait dengan peristiwa tersebut mungkin membantu bagi beberapa pasien. Amobarbital Interview mungkin dapat digunakan untuk memfasilitasi proses ini. Psikoterapi setelah kejadian traumatik sebaiknya mengikuti model dari krisis intervensi dengan bantuan, edukasi, dan perkembangan dari mekanisme coping dan penerimaan kejadian tersebut. Saat GSPT berkembang, dua pendekatan psikoterapi utama dapat dilakukan. Pertama adalah terapi paparan, di mana pasien mengalami kembali kejadian traumatik lewat teknik imajinasi atau paparan in vivo. Paparan dapat intens, di mana pada terapi implosif, ataupun bertahap, seperti pada desensitasi sistematik. Pendekatan kedua ialah mengajarkan pasien metode manajemen stres, termasuk teknik relaksasi dan pendekatan kognitif untuk mengatasi stres . Beberapa data awal mengatakan bahwa, walau teknik manajemen stres efektif lebih cepat daripada teknik paparan, hasil dari teknik paparan lebih bertahan lama. Teknik psikoterapi lain yang relatif unik dan sedemikian rupa kontroversial adalah eye movement desensitization and reprocessing EMDR, di mana pasien fokus pada pergerkan lateral dari jari klinisi sambil menjaga gambaran mental kejadian trauma. Kepercayaan umumnya adlaah gejala dapat diperbaiki karena pasien masuk dalam kejadian trauma dalam kondisi relaksasi yang dalam. Pendukung terapi ini mengatakan bahwa hal ini efektif, daripada terapi GSPT lain dan direkomendasikan baik dari klinisi maupun pasien itu sendiri. Sebagai tambahan dari teknik terapi individual, terapi kelompok dan terapi keluarga dilaporkan efektif dalam kasus-kasus GSPT. Keuntungan dari terapi kelompok termasuk berbagi pengalaman traumatik dan dukungan dari anggota kelompok lain Sadock, 2007.

2.8. Prognosis