Pengelolaan Langsung dan BP Migas

MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 1 - 12 4 internasional. 10 Pemohon berpendapat bahwa penundukan tersebut tidak sekedar menambah beban keuangan kepada negara; akan tetapi juga telah meremehkan kedudukan DPR sebagai wakil rakyat dan partisipasi rakyat sebagai pemilik dari sumber daya alam. Pemohon juga mengajukan dalil bahwa dengan membiarkan perusahaan swasta untuk melaksanakan eksplorasi di bidang minyak dan gas bumi, 11 UU Migas telah merendahkan penguasaan negara karena menyebabkan Badan Usaha Milik Negara harus bersaing dengan operator lainnya.

3. Makna dan Prinsip “Dikuasai oleh Ne- gara”

Mayoritas memulai rasionalitas pendapatnya dengan mengutip putusan Mahkamah dalam Pu- tusan Ketenagalistrikan, 12 yang mana Mahkamah mempertimbangkan makna dan prinsip-prinsip “dikuasai oleh Negara” sebagaimana terdapat pada Pasal 33. Dalam Putusan Ketenagalistrikan, Mahkamah telah membangun beberapa prinsip. Mahkamah berpendapat makna “dikuasai oleh Negara” tidak dapat diartikan hanya sebagai kewajiban untuk mengatur, karena hal demikian sudah dengan sendirinya melekat kepada negara, bahkan kalau Pasal 33 tidak ada. Prinsip lainnya adalah, kepemilikan perdata oleh negara tidak berarti “dikuasai oleh Negara” karena sumber daya alam secara kolektif dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia dan negara wajib untuk menguasai dan mengontrol sumber daya alam tersebut demi “dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. 13 Mahkamah lebih lanjut menegaskan bahwa penguasaan negara dimaknai atas lima kegiatan yaitu: membuat kebijakan beleid, pengurusan bestuursdaad, pengaturan regelendaad, pengelolaan beheersdaad dan pengawasan toezichtoudensdaad. 14 Dan untuk sumber daya alam, kelima kegiatan tersebut harus dilaksanakan dengan satu tujuan “dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. 15 Dalam Perkara Migas 2012, Mahkamah memperluas prinsip yang telah dibangun dalam Putusan Ketenagalistrikan 2003. Mahkamah memberikan kategori terhadap lima kegiatan yang harus dilakukan negara untuk melaksanakan maksud “dikuasai oleh Negara” ke dalam tiga peringkat, yang bertujuan agar dapat memberikan kemakmuran sebesar-besarnya untuk rakyat. Menurut Mahkamah, pengelolaan beheersdaad langsung atas sumber daya alam adalah “peringkat pertama dan paling penting” sebagai bentuk penguasaan negara”. 16 Peringkat kedua terpenting adalah kegiatan di mana negara membuat kebijakan beleid dan pengurusan bestuursdaad. Sedangkan kegiatan pengaturan regelendaad dan pengawasan toezichtoudensdaad menjadi peringkat ketiga.

4. Pengelolaan Langsung dan BP Migas

Dalam Perkara Migas 2012, Mayoritas berpendapat bahwa pengelolaan langsung ter- hadap sumber daya alam melalui Badan Usaha Milik Negara merupakan cara terbaik untuk memastikan bahwa seluruh keuntungan yang didapat akan masuk ke kas negara, yang akhirnya akan memberikan keuntungan dan kemakmuran bagi masyarakat banyak. Sebaliknya, dengan memberikan pengelolaan sumber daya alam ke- pada pihak swasta berarti adanya pembagian keuntungan antara negara dan pihak swasta. 10 Sebagaimana diperintah oleh Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat 3 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152. 11 Seperti Pasal 3 huruf b dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 12 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002PUU-I2003. 13 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 036PUU-X2012. 14 Dalam Putusan Nomor 036PUU-X2012 Mahkamah menjelaskan sejumlah kegiatan yang dapat dianggap sebagai unsur dari kontrol Negara. Pemerintah dapat melaksanakan kewenangan administrasi dengan mengeluarkan dan mencabut izin serta konsesi. Pemerintah juga dapat mengatur kepemilikan saham atau menjalankan perusahaan layaknya seperti organisasi pemerintahan. 15 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 036PUU-X2012, dengan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi 3PUU-VIII2010 Pengu- jian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 16 Juni 2011. 16 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 036PUU-X2012. 5 Lebih lanjut Mayoritas berpendapat bahwa negara harus secara penuh melaksanakan pengelolaan secara langsung kecuali negara memang tidak mampu melakukannya. Pada saat negara tidak mampu melakukan pengelolaan langsung, itulah kesempatan yang dapat diberikan kepada pihak swasta. Mahkamah mewajibkan negara melaksanakan pengelolaan secara langsung apabila negara memiliki kecukupan modal, teknologi dan kapasitas untuk mengelola. Untuk mendukung pendapat ini, Mahkamah mengutip kepada tulisan Muhammad Hatta, wakil presiden pertama republik Indonesia dan salah satu perancang founding fathers UUD 1945. Mengenai Pasal 33 UUD 1945, Muhammad Hatta berpendapat: Cita-cita yang tertanam dalam Pasal 33 UUD 1945 ialah produksi yang besar-besar sedapat- dapatnya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan bantuan kapital pinjaman dari luar. Apabila siasat ini tidak berhasil, perlu juga diberi kesempatan kepada pengusaha asing menanam modalnya di Indonesia dengan syarat yang ditentukan Pemerintah. Apabila tenaga nasional dan kapital nasional tidak mencukupi, kita pinjam tenaga asing dan kapital asing untuk melancarkan produksi. Apabila bangsa asing tidak bersedia meminjamkan kapitalnya, maka diberi kesempatan kepada mereka untuk menanam modalnya di tanah air kita dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia sendiri. Syarat-syarat yang diten- tukan itu terutama menjamin kekayaan alam kita, seperti hutan kita dan kesuburan tanah, harus tetap terpelihara. Bahwa dalam pemba- ngunan negara dan masyarakat bagian pekerja dan kapital nasional makin lama makin besar, bantuan tenaga dan kapital asing, sesudah sampai pada satu tingkat makin lama makin berkurang [...]. 17 Mayoritas berpendapat bahwa BP Migas tidak secara langsung mengelola sumber daya minyak dan gas bumi. Sesuai dengan UU Migas, BP Migas memiliki fungsi untuk melaksanakan kontrak kerjasama dengan pelaku usaha dan mengawasi pelaksanaan dari kontrak untuk memastikan sumber daya minyak dan gas di- kelola untuk memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. 18 BP Migas juga memberikan masukan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai kontrak kerjasama, rencana produksi, anggaran dan penunjukan perusahaan penjual minyak dan gas bumi, dalam rangka untuk memastikan keuntungan terbesar bagi negara. 19 Menurut Mayoritas, fungsi tersebut tidak jatuh ke dalam deinisi atau maksud “penguasaan” sebagaimana dicita-citakan oleh Pasal 33. Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi bukan dilakukan oleh BP Migas, akan tetapi dilakukan oleh lembaga lagi, seperti Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau pihak swasta dengan siapa BP Migas telah mengikat kontrak. Mahkamah lebih lanjut memutuskan bahwa dengan BP Migas mengikat kontrak dengan pihak swasta, maka kemakmuran sebesar-besarnya untuk rakyat tidak dapat dimaksimalkan karena pihak swasta akan mengambil sebagian keuntungan. Pernyataan Mahkamah bahwa UU Migas bertentangan dengan Pasal 33 oleh karena ne- gara tidak secara langsung mengelola kegiatan eksplorasi adalah cukup untuk memutus kasus ini. Akan tetapi, Mayoritas memberikan dua alasan tambahan sebagai pendukung untuk menyatakan bahwa sebagian dari UU Migas bertentangan dengan konstitusi. Dua alasan tambahan berikut ini dapat membawa dampak yang signiikan terhadap pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam di Indonesia. Alasan tambahan pertama yakni, bahwa UU Migas mengesampingkan kewenangan negara untuk menunjuk langsung pihak swasta atau per- usahaan untuk mengeksplorasi minyak dan gas bumi. UU Migas memerintahkan negara “untuk 17 Mohammad Hatta, 2002, Bung Hatta Menjawab, Toko Gunung Agung, Jakarta, hlm. 202-203. Sebagaimana dikutip dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 036PUU-X2012. 18 Pasal 44 ayat 1 dan Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 19 Pasal 44 ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 1 - 12 6 menyeleksi melalui jalur kompetensi yang sehat dan mekanisme pasar”. 20 Hal tersebut merendahkan kekuasaan negara sebagaimana diperintah oleh Pasal 33. Alasan kedua adalah kontrak yang ditandatangani oleh BP Migas dengan business entities untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi merusak kekuasaan negara. Dalam Perkara Migas 2012, Menurut Mayoritas, setelah BP Migas menandatangani kontrak, maka seketika itu pula Negara terikat kepada seluruh isi kontrak. Negara kehilangan kedaulatan dan kontrol terhadap sumber daya alam karena dalam rangka melaksanakan fungsi kontrol tersebut, Negara dapat dianggap telah melanggar kontrak. Akan tetapi, sebagai perwakilan dari rakyat dan pengelola dari sumber daya alam, Negara membutuhkan kebebasan untuk membuat peraturan yang dapat memberikan kemakmuran sebesar-besarnya untuk rakyat. Menurut Mahkamah, hubungan hukum antara Negara dan pihak swasta tidak dapat dilakukan melalui hukum perdata biasa. Ini adalah konsepsi hukum publik karena Negara memberikan konsesi atau perizinan penuh dari Negara. Kewajiban kontraktual mendegradasi kedaulatan Negara terhadap kekayaan sumber daya alam. Dalam Perkara Migas 2012 Mahkamah menjelaskan bahwa Pemerintah dapat mendirikan atau menunjuk suatu badan usaha milik Negara serta memberikan konsesi untuk mengelola minyak dan gas. Dengan cara seperti ini, tidak ada lagi hubungan antara Negara dan perusahaan swasta. Mayoritas juga memperhatikan bahwa te- lah terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan inei­ siensi yang dilakukan oleh BP Migas. Oleh ka- rena penyalahgunaan kekuasaan dan ineisiensi tersebut, BP Migas “telah bertentangan dengan tujuan negara dalam pengelolaan sumber daya alam dan organisasi pemerintah”. Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan bahwa keberadaan BP Migas inkonstitusional, meskipun Mahkamah tidak menyatakan pasal mana dalam UUD 1945 yang telah dilanggar oleh BP Migas ataupun bukti- bukti spesiik bahwa telah terjadi ineisiensi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh BP Migas. Akhirnya, Mayoritas menyatakan pasal-pasal dalam UU Migas yang mengatur tentang BP Migas inkonstitusional, termasuk pasal yang mengatur tentang kewenangan dan fungsi. BP Migas dibubarkan efektif sejak Majelis Hakim selesai membacakan putusan tersebut. Dalam rangka mengisi kekosongan hukum akibat dibubarkannya BP Migas, Mahkamah menyatakan bahwa seluruh fungsi BP Migas dilaksanakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sampai de- ngan Pemerintah mengeluarkan peraturan yang baru. Dengan Putusan tersebut tidak berarti de- ngan sendirinya seluruh kontrak yang telah ditan- datangani oleh BP Migas menjadi batal. Demi kepastian hukum, Mahkamah menyatakan semua kontrak kerja yang telah ditandatangani oleh BP Migas dengan perusahaan swasta tetap berlaku sampai dengan habis masa berlaku atau sampai dengan tanggal lainnya yang telah disetujui oleh para pihak.

5. Unsur Dikuasai oleh Negara