F. Ukuran Keberanan Pengetahuan
Jika seseorang mempermasalahkan dan ingin membuktikan apakah pengetahuan itu bernilai benar, menurut para ahli epistimologi dan para ahli
filsafat, pada umumnya, untuk dapat membuktikan bahwa pengetahuan bernilai benar, seseorang harus menganalisa terlebih dahulu cara, sikap, dan
sarana yang digunakan untuk membangun suatu pengetahuan. Seseorang yang memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indera akan berbeda cara
pembuktiannya dengan seseorang yang bertitik tumpu pada akal atau rasio, intuisi, otoritas, keyakinan dan atau wahyu atau bahkan semua alat tidak
dipercayainya sehingga semua harus diragukan seperti yang dilakukan oleh faham skeptisme yang ekstrim di bawah pengaruh Pyrrho. Ada beberapa teori
yang menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai berikut:
34
1. The correspondence theory of truth, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan
apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya. 2. The consistence theory of truth, kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas.Tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata
lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui benarnya
terlebih dahulu.
34
Ibid.
3. The pragmatic theory of truth, bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya
ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya
35
. Tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah
kesesuaian arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut
bagi kehidupan manusia
36
.
G. Tipe dan Tingkatan Keberanan Epistemologi
Sedangkan nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke
Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al- yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari
mempunyai empat tingkatan, yaitu:
37
1. Kebenaran wahyu 2. Kebenaran spekulatif filsafat
3. Kebenaran positif ilmu pengetahuan 4. Kebenaran pengetahuan biasa.
Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif,
mungkin benar dan mungkin salah. Jadi, apa yang diyakini atas dasar
35
Ibid.
36
Ibid.
37
Ibid.
pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang diyakini karena diamati belum tentu benar
karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Dari dua sifat kebenaran tersebut, pada muaranya melahirkan dua tipe
kebenaran. Yaitu 1 kebenaran relatif yang bersifat spekulatif dan 2 kebenaran absolut yang bersifat bertipe idealistik.
1. Kebenaran relative atau spekulatif
Relatif dalamKamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai suatu nilai kebenaran yang sifatnya tidak mutlak atau nisbi
38
. Sedang spekulatif dimaknai sebagai suatu nilai atau kebenaran yang bersifat untung-untungan
spekulasi
39
. Sedangkan teori nilai dalam filsafat, relativism value theory teori
bahwa nilainilai kebenaran dimaknai: 1.berbeda darisatu masyarakat ke masyarakat lain,dari satu orang ke orang lain. 2.dikondisikan oleh kekhasan
masyarakat dimana nilai itu tumbuh. 3. tidak dapat diterapkan secara universalpada setiap waktu atau disetiap tempat. 4.benar atau tidak benar,
diinginkanatau tidak diinginkan, ditentukan secara relatif apakah sesuai dengan norma umum atau penerimaan umum atau tidak
40
. Sementara relativism, Protagorean sebuah teori tentang relativitas
pengetahuan dan relativitas persepsi inderawi. Sering dirujuk sebagai teori homo mensarra manusia adalah ukuran, berdasarkan sebuah pernyataan yang
38
Tim Penyusun Kamus., Kamus Besar Bahasa Indonesia., Dep P K dan Balai Pustaka., Jakarta., 1993., hlm. 738
39
Tim Penyusun Kamus., Ibid., hlm. 856
40
Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm. 286-287
dinisbahkan pada Protagorassang Sophis: Manusia adalah ukuran segala sesuatu; segala sesuatu yang sesuai adalah benar, yang tidak adalah salah
41
Beberapa keyakinan relativisme Protagoras, menyatakan sebagai berikut:
42
1apa yang dipersepsi adalah persis seperti yang dipersepsi oleh subyek yang mempersepsi. 2apa yang dipersepsi adalah benar bagi yang
mempersepsi. 3 kebenaran identik dengan apa yang dipersepsi dan relatif terhadap kondisi fisik yang mempersepsi. 4 dengan alat indera yang lain,
apa yang dipersepsi akan berbeda dan apayang dianggap benar akan berbeda.5kebenaran tidak eksis secaraindependen dari orangyang
mempersepsi dan keyakinannya bahwa sesuatu adalah benar. 6 adalah keliru jika dikatakan bahwa seseorang adalah benar memilik kebenaran
dan orang lain adalah salah tidak memiliki kehenaran tentang persepsi inderawi.7ketika kebenaran dihubungkandengan persepsi dan
orang-orangsepakat mengenainya, maka dapatdikatakan hahwa hal itu didasarkanpada kesepakatan atau persetujuan bersama untuk menyebutnya
benar atau tidak berdasar gambaran keadaan sebenarnya. Contoh-contoh dari hal yang disebutkan di atas X; berkata “Anginnya dingin”. Y: Berkata
“Anginnya panas” Tak satupun dari kedua pernyataan ituyang tidak benar. Baik X maupunY tidak menyebutkan pernyataanyang salah.Kedua
pernyataan itu adalah benar relatif terhadap bagaimana X danY mempersepsi merasakan angin tersebut.Tak ada metode atau standar
yang mentransendensi persepsi-persepsi itu dan yang dapat digunakan untuk menentukan pernyataan manayang benar dan yang mana yang salah.
Dari berbagai pernyataan tersebut tipe kebenaran relative dapat dimaknai sebagai sebentuk nilai kebenaran yang bergerak dari tingkatan
ukuran kebenaran yang di dasarkan pada 1 Kebenaran spekulatif filsafat, 2 Kebenaran positif ilmu pengetahuan dan 3. Kebenaran pengetahuan biasa.
2. Kebenaran absolut yang bersifat bertipe idealistik.
Absolut atau absolute berasal dari bahasa.Latin, absolutus; “ab”, dari,jauh dan“solver”, melepaskan, membebaskan
43
Dari pengertian
41
Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm. 287
42
Tim Penulis Rosda., Ibid.
43
Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm. 1
bahasa tersebut absolut selanjutnya dimaknai:
44
aBebas dari kekurangan, kualifikasi, atau batasan-batasan; misalnya: wujud absolut, keindahan absolut, kebaikan absolut, otoritas
absolute b Mandiri dan tidak relative seperti ruang absolut, waktu absolut.c Bebas dari variabilitas, perubahan,kesalahan. Itulahyang
dinamakan kebenaran absolut. d Pasti dan benartanpa syarat. Misalnya, materi bersifat fisikal. e Tidak acak atau relatif tetapi 1 seperti dalam
estetika, nyata secaraobjektif dan dapat diaplikasikan: Keseimbangan, simetri, harmoni, konsistensi, kesanyang ditimbulkan, kesatuan dalam
keragaman, dan kekayaan imajinasi merupakan beberapastandar absolut untuk menilai sebuah karya seni; atau 2 seperti dalam etika, ditetapkan
secara universal dan secara keseluruhan. `Ini adalah sebuah kewajiban absolut. f Dalam metafisika, absolut digunakan dalam konsep-
konsep seperti keutuhan, totalitas, mencakup-segalanya, kesempurnaan, kemandirian, realitas objektif; sesuatu yang tidak diturunkan, tidak
bersyarat, tidak berubah, tidak goyah, murni, positif, sederhana, universal.
Sedangkan yang absolut absolute, the dimaknai sebagai
45
aRealitas mutlak dan mendasar, dasar dunia, atau prinsip kosmik yang merupakan asal-usul dar ieksistensi serta semua aktivitas,
kesatuan, dan keragamannya logos bWujud yang tidak bergantung pada apapun demi keberadaan dan aktivitasnya, tetapi1 padanya
segala sesuatu yang lain bergantung demi keberadaan dan aktivitas mereka dan2 kepadanya segala sesuatu itu dapat direduksi pada
akhirnya. Necessary Being Theology 3.mencakup segala sesuatu, kepaduan pikiran dan organic yang saling terkait secara sempurna
realitas, wujud yang berada dalam proses aktualisasi dan memenuhi semua eksistensi transient, terbatas Idealisme. 4. realitas wujud,
substansi sebagaimana ia dalam dirinya sendiri dikontraskan dengan yang, tampak pada kita.Yang absolut dalam semua pengertian di atas
dipandang sebagai sesuatu yang satu, sempurna, abadi, tidak memiliki sebab, lengkap, mencakup segala sesuatu, tak berhingga-pikiran yang
teraktualisasi jiwa, ego yang terpadu dalam beraneka ragam aktivitas alam semesta yang terbatas dan tidak sempurna. Konsep yang absolute
ditemukan dalam bermacam-macam Idealisme Idealism. Yang absolute tidak secara langsung diberikan pada kita dalam dunia
fenomena atauyang tampak; dan sering diyakini tak bias diketahui dalam pengertian yang lengkap.
44
Tim Penulis Rosda., Ibid.
45
Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm 1-2.
Absolutism sebagai sifat dimaknai sebagai a Pandangan bahwa kebenaran nilai, realitas adalah nyata,final, dan abadi secara objektif.
bKeyakinan bahwa hanya ada satupenjelasan objektif yang tak berubahdan benar tentang realitas. c Dalam teoripolitik, tuntutan atas tuduhanyang tak
terbantah pada seorang penguasa atau kelas penguasa
46
. Adapun tipe-tipe pandangan absolut dalam konsepsi epitemologi
meliputi a Absolut dimaknai sebagai “Realitas mutlak danmendasar”. Hal ini nota bene memiliki kesejajaran inhern makna dengan konsepsi “logos”.
Maksud logos dalam bahasa Yunani adalah ucapan, diskursus, pemikiran, nalar, kata, makna, kajian tentang, ilmu tentang, alasan yang mendasari
mengapa sesuatu menjadi dirinya, prinsip-prinsip dan metode- metode yang digunakan untuk menjelaskan fenomena dalam disiplin tertentu, segi-segi
dalam sesuatu yang membuatnya dapat dipahami, alasan- alasan dari sesuatu. Bahasa Inggris, -logy digunakan sebagai bentuk gabungan dalam kata-kata
seperti embrio-logy studi tentang embrio, psycho-logy studi tentang perilaku, geo-logy studi tentang bumi, dan philo-logy cinta akan kata-kata
atau studi tentang perkembangan suatu. Dalam agama Yunani, logos merujuk pada sabda ilahi dari seorang dewa yang member inspirasi spiritual
47
b Abosolut dimaknai sebagai “kepadanya segala sesuatu itu dapat direduksi”. Dalam filsafat hal ini inhern dengan konsepsi “Necessary Being
Theology”. Necessary being theology independen, tak dapat dihancurkan, tidak dapat rusak, wujud abadi tanpa kausa Tuhan: 1. yang
46
Tim Penulis Rosda., Ibid.
47
Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm., 189.
merupakan kausa dari eksistensi segala sesuatu yang lain. 2. yang tak pernah menjadi sesuatu selain dirinya, dan 3. tak pernah bisa dikausakan untuk tidak
ada. Sesuatu yang padanya segala sesuatu tergantung demi eksistensi dan keberlangsungan mereka, tetapi yang tidak tergantung pada apapun untuk
eksistensi dan keberlangsungannya.Wujud yang mencukupi diri-sendiri.
48
Selain itu necessary juga bersifat sebagai eksistensi.Atau necessary existence juga disebut necessary existent 1.sesuatu yang tidak
tergantung pada sesuatu yang lain untuk eksistensinya; eksistensi abadi tanpa kausayang tidak bergantung padasesuatuyang lain selain wujudnya
sendiri; kemandirian kausal absolut dalam asal-usulnya dari segala sesuatu yang lain. 2. esensi keseluruhannya adalah mengada; periada yang esensinya
tidak dibisa dipahami sebagai tiada. Jagad raya, alam, atau materi dapat dibayangkan sebagai eksistensi wajib.Lawan dari eksistensi mungkin, wujud
mungkin. Sedangkan “necessitarianism” adalah teori bahwa seluruh peristiwa di
alam semesta ditentukan diwajibkan oleh kausa-kausa, dan bahwa semua kausa ini dalam dirinya sendiri diwajibkan untuk terjadi
49
c Absolut yang bertipe sebagai sebentuk pandangan ideal idealism atau mencakup segalasesuatu, kepaduan pikiran dan organikyang saling terkait
bersifat sempurnarealitas, wujud. Atau Absolutisme, yang mencakup makna sebagai 1. Pandangan bahwa kebenaran nilai, realitas adalah nyata, final dan
abadi secara obyektif. 2 Keyakinan bahwa hanya ada satu penjelasan obyektif
48
Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm., 221.
49
Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm., 222.
yang tak berubah dan benar tentang realitas.50 Karena keyakinan bahwa kebenaran mutlak hanya ada pada
Tuhan.Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-rubah dan berkembang. Dari pandangan inilah yang kiranya kita dapat menimbang
konsep kebenaran epsitemologi yang digagas Az-Zarnuji.
H. Sejarah Epistemologi