commit to user 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Penggelapan
a.   Pengertian Tindak Pidana Pembentuk  Undang-Undang  di  Indonesia  menggunakan
istilah straafbaarfeit untuk menyebutkan nama tindak pidana. Dalam bahasa  Belanda    straafbaarfeit  terdapat  dua  unsur  pembentuk  kata
yaitu  straafbaar  dan  feit.  Perkataan  feit  dalan  bahasa  Belanda diartikan  “sebagian  dari  kenyataan”,  sedang  straafbaar  berarti
“dapat  dihukum”.  Sehingga  jika  diartikan  secara  harafiah straafbaarfeit berarti “sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum”.
Beberapa pakar hukum pidana memberikan pengertian yang berbeda-beda  mengenai  straafbaarfeit.  Menurut  P.A.F.  Lamintang
pembentuk  Undang-Undang  kita  telah  menggunakan  perkataan ”starfbaar  feit”  untuk  menyebutkan  apa  yang  kita  kenal  sebagai
”tindak  pidana”  di  dalam  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Pidana. Perkataan  ”feit”  itu  sendiri  dalam  Bahasa  Belanda  berarti  ”sebagian
dari  suatu  kenyataan”  sedangkan  ”starfbaar  ”  berati  ”dapat dihukum”,  sehingga  secara  harfiah  perkataan  ”starfbaar  feit”  dapat
diterjemahkan  sebagai  ”sebagian  dari  suatu  kenyataan  yang  dapat dihukum”  yang  sudah  barang  tentu  tidak  tepat  karena  kita  ketahui
bahwa  yang  dapat  di  hukum  adalah  manusia  sebagai  pribadi  dan bukan  kenyataan,  perbuatan,  ataupun  tindakan  P.A.F.  Lamintang,
1997:181. Moeljatno  menggunakan  istilah  “perbuatan  pidana”,  yang
didefinisikan  sebagai  “Perbuatan  yang  dilarang  oleh  suatu  aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi  yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut” Moeljatno, 2002:54.
11
commit to user 12
b.  Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Tindak  Pidana  Penggelapan  diatur  pada  Bab  XXIV  buku  II
KUHP,  terdiri  dari  5  pasal  372  sd  376.  Salah  satunya  yakni  Pasal 372  KUHP,  merupakan  tindak  pidana  penggelapan  dalam  bentuk
pokok yang rumusannya berbunyi: Barang  siapa  dengan  sengaja  menguasai  secara  melawan
hukum  sesuatu  benda  yang  seharusnya  atau  sebagian merupakan  kepunyaan  oranglain  yang  berada  padanya  bukan
karena  kejahatan,  karena  bersalah  melakukan  penggelapan, dipidana  dengan  pidana  penjara  selama-lamanya  4  empat
tahun  atau  dengan  pidana  denda  setinggi-tingginya  900 sembilan ratus rupiah.
Tindak  Pidana  Penggelapan  ini  mempunyai  unsur-unsur  sebagai berikut :
1  unsur subjektif : dengan sengaja; 2  unsur objektif   :
a  barangsiapa; b  menguasai secara melawan hukum;
c  suatu benda; d  sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain;
e  berada padanya bukan karena kejahatan. Bentuk pokok pembentuk undang-undang telah mencantumkan
unsur  kesengajaan  atau  opzettelijk  sebagai  salah  satu  unsur  dalam tindak  pidana  penggelapan.  Unsur  dengan  sengaja  merupakan  satu-
satunya  unsur  subjektif  didalam  tindak  pidana  penggelapan,  yakni unsur  yang  melekat  pada  subjek  tindak  pidana  ataupun  yang  melekat
pada pribadi pelakunya. Dan dengan sendirinya unsur opzettelijk harus didakwakan  didalam  surat  dakwaan,  dan  karena  unsur  tersebut
didakwaan  terhadap  seorang  terdakwa,  dengan  sendirinya  juga  harus dibuktikan di sidang pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa.
Pengertian  yuridis  mengenai  penggelapan  dimuat  dalam  pasal 372  sebagaimana  yang  telah  dirumuskan  sebelumnya  diatas,  disebut
atau  diberi  kualifikasi  penggelapan.  Rumusan  di  atas  tidak  memberi
commit to user 13
arti  sebagai  membuat  sesuatu  menjadi  gelap  atau  tidak  terang,  seperti arti  kata  yang  sebenarnya.  Perkataan  verduistering  yang  ke  dalam
bahasa kita diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat  Belanda  diberikan  arti  secara  luas  figurlijk,  bukan
diartikan  seperti  arti  kata  yang  sebenarnya  sebagai  yang  membuat sesuatu menjadi tidak terang atau gelap. Berikut contoh singkat terkait
kasus ini : Seseorang  dititipkan  sebuah  telepon  selular  handphone  oleh
temannya,  karena  suatu  kejadian  teman  yang  diamanatkan  tersebut memerlukan  uang,  maka  handphone  tersebut  dijualnya.  Teman  yang
menjual handphone ini menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan temannya  itu  namun  tidak  berarti  handphone  tersebut  dibuatnya
menjadi  gelap  atau  tidak  terang.  Lebih  mendekati  pengertian  bahwa teman  yang  melakukan  tindakan  tersebut  menyalahgunakan  haknya
sebagai yang menguasai benda, hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan untuk menguasai atau
memegang handphone itu. Dari  rumusan  penggelapan  sebagaimana  contoh  di  atas,  jika
dirinci  terdiri  dari  unsur-unsur  objektif  meliputi  perbuatan  memiliki zicht  toe.igenen,  sesuatu  benda  eenig  goed,  yang  sebagian  atau
seluruhnya  milik  orang  lain,  yang  berada  dalam  kekuasaannya  bukan karena  kejahatan,  dan  unsur-unsur  subjektif  meliputi  penggelapan
dengan  sengaja  opzettelijk,  dan  penggelapan  melawan  hukum wederrechtelijk.
2. Tinjauan Tentang Upaya Hukum
Upaya  hukum  adalah  hak  terdakwa  atau  penuntut  umum  untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding
atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali  dalam  hal  serta  menurut  cara  yang  diatur  dalam  undang-undang
Pasal  1  butir  12  KUHP.  KUHAP  membedakan  upaya  hukum  biasa  dan
commit to user 14
luar  biasa.  Upaya  hukum  biasa  diatur  dalam  Bab  XVII  sedangkan  upaya hukum luar biasa Bab XVIII.
Terhadap  putusan  Pengadilan,  Terpidana  berhak  dapat  melakukan upaya  hukum  berupa  menerima  atau  menolak  putusan  tersebut.  Menurut
Pasal  1  butir  12  KUHAP,  Upaya  hukum  adalah  hak  terdakwa  atau penuntut  umum  untuk  tidak  menerima  putusan  pengadilan  yang  berupa
perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan  kembali PK dalam hal serta menurut cara  yang
diatur dalam undang-undang ini. a.  Upaya Hukum Biasa
1  Banding Banding adalah alat hukum rechtsmiddel yang merupakan
hak Terdakwa, atau juga Penuntut Umum, untuk memohon supaya putusan  Pengadilan  Negeri  diperiksa  kembali  oleh  Pengadilan
Tinggi.  Tujuan  dari  hak  ini  adalah  untuk  memperbaiki kemungkinan  adanya  kekhilafan  pada  putusan  pertama.  Hak
memohon banding ini senantiasa diperingatkan oleh Hakim kepada Terdakwa  setelah  putusan  diucapkan.  Pengadilan  Tinggi  dapat
membenarkan,  mengubah  atau  membatalkan  putusan  Pengadilan Negeri.
Menurut  ketentuan  Pasal  67  KUHAP,  Terdakwa  atau Penuntut  umum  berhak  untuk  minta  banding  terhadap  putusan
Pengadilan  tingkat  pertama  kecuali  terhadap  putusan  bebas,  lepas dari  segala  tuntutan  hukum  yang  menyangkut  masalah  kurang
tepatnya  penerapan  hukum  dan  putusan  Pengadilan  dalam  acara cepat.
Putusan  pengadilan  negeri  dapat  dimintakan  kasasi  dalam hal  lepas  dari  segala  tuntutan  hukum  yang  menyangkut  kurang
tepatnya penerapan hukum. Sebenarnya tujuan banding itu ada dua :
1  Menguji  putusan  pengadilan  tingkat  pertama  tentang ketepatannya.
commit to user 15
2  Untuk pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu. Oleh sebab itu banding sering juga disebut revisi.
Pemeriksaan banding sebenarnya merupakan penilaian baru judicium  novum.  Jadi,  dapat  diajukan  saksi-saksi  baru,  ahli-ahli
dan  surat-surat  baru.  Menurut  pendapat  penulis,  KUHAP  tidak melarang  hal  demikian,  karena  oleh  Pasal  238  ayat  4  KUHAP
ditegaskan : “Jika  dipandang  perlu  pengadilan  tinggi  mendengar  sendiri
keterangan  terdakwa  atau  saksi  atau  penuntut  umum  dengan menjelaskan  secara  singkat  dalam  surat  panggilan  kepada  mereka
tentang apa yang ingin diketahuinya” Begitu pula Pasal 240 ayat 1 KUHAP yang berbunyi :
“Jika  pengadilan  Tinggi  berpendapat  bahwa  pemeriksaan  tingkat pertama  ternyata  ada  kelainan  dalam  penerapan  hukum  acara  atau
kekeliruan  atau  ada  yang  kurang  lengkap,  maka  pengadilan  tinggi dengan  suatu  keputusan  dapat  memerintahkan  pengadilan  negeri
untuk  memperbaiki  hal  itu  atau  pengadilan  tinggi  melakukan sendiri “
2  Kasasi Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang
dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari Pengadilan-pengadilan terdahulu, dan ini merupakan peradilan
terakhir. Menurut  ketentuan  Pasal  244  KUHAP,  Terhadap  putusan
perkara  pidana  yang  diberikan  pada  tingkat  terakhir  oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau
Penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
Menurut  ketentuan  Pasal  253  1  KUHAP,  Pemeriksaan dalam  tingkat  kasasi  dilakukan  oleh  Mahkamah  Agung  atas
permintaan para pihak guna menentukan:
commit to user 16
a  Apakah  benar  suatu  peraturan  hukum  tidak  diterapkan  atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
b  Apakah  benar  cara  mengadili  tidak  dilaksanakan  menurut ketentuan undang-undang;
c  Apakah benar
pengadilan telah
melampaui batas
wewenangnya. Sejalan dengan Pasal 2531 KUHAP, Pasal 301 UU No.
52004  tentang  Perubahan  atas  UU  No.  141985  tentang Mahkamah Agung menyebutkan bahwa: Mahkamah Agung dalam
tingkat  kasasi  membatalkan  putusan  atau  penetapan  pengadilan- pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:
a  Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b  Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c  Lalai  memenuhi  syarat-syarat  yang  diwajibkan  oleh  peraturan perundang-undangan  yang  mengancam  kelalaian  itu  dengan
batalnya putusan yang bersangkutan. a.  Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya  hukum  luar  biasa  merupakan  pengecualian  dari  upaya hukum  biasa.  Upaya  ini  diajukan  terhadap  putusan  Pengadilan  yang
telah  mempunyai  kekuatan  hukum  yang  tetap,  dimana  upaya  hukum hukum biasa tidak dimungkinkan lagi untuk dilakukan. Upaya hukum
luar  biasa  terdiri  dari  Kasasi  Demi  Kepentingan  Hukum  dan Peninjauan Kembali PK.
Kasasi  demi  kepentingan  hukum  hanya  dapat  diajukan  oleh Jaksa  Agung.  Kasasi  demi  kepentingan  hukum  secara  formal
didasarkan  pada  Pasal  259  KUHAP,  yang  menentukan  sebagai berikut:
a  Demi  kepentingan  hukum  terhadap  semua  putusan  yang  telah memperoleh  kekuatan  hukum  tetap  dari  pengadilan  lain  selain
daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.
commit to user 17
b  Putusan  kasasi  demi  kepentingan  hukum  tidak  boleh  merugikan pihak yang berkepentingan.
Permohonan  kasasi  demi  kepentingan  hukum  hanya  dapat diajukan satu kali saja oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung RI.
Hukuman yang dijatuhkan tidak boleh lebih berat dari hukuman semula yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Tinjauan tentang Peninjauan Kembali PK
a.  Pengertian Peninjauan Kembali
Konsep  peninjauan  kembali  berasal  dari  istilah  perancis ‘request civile’ dalam perkara perdata dan perkara pidana diistilahkan
‘herziening’ dalam bahasa Belanda.  Menurut Soediryo, seperti dikutip Rusli  Muhammad,  peninjauan  kembali  adalah  suatu  upaya  hukum
yang  dipakai  untuk  memperoleh  penarikan  kembali  atau  perubahan terhadap  putusan  hakim  yang  pada  umumnya  tidak  dapat  diganggu
gugat  lagi  Rusli  Muhammad,  2007:285.  Blacks  Law  Dictionary memberikan definisi PK atau judicial review sebagai a court’s review
of a lower court’s or an administrative body’s factual or legal findings Bryan A. Gamer, et.al, 2004:864.
Kata peninjauan kembali diterjemahkan dari kata “Herziening”, Mr.  M.  H.  Tirtaamijaya  menjelaskan  herziening  adalah  sebagai  jalan
untuk  memperbaiki  suatu  putusan  yang  telah  menjadi  tetap-jadinya tidak  dapat  diubah  lagi  dengan  maksud  memperbaiki  suatu  kealpaan
hakim  yang  merugikan  si  terhukum…,  kalau  perbaikan  itu  hendak dilakukan maka ia harus memenuhi syarat, yakni ada sesuatu keadaan
yang pada pemeriksaan hakim, yang tidak diketahui oleh hakim itu…, jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan putusan lain.
Upaya  hukum  peninjauan  kembali  PKHerziening  merupakan salah satu dari upaya hukum luar biasa dalam hukum pidana Indonesia.
Upaya  hukum  peninjauan  kembali  PKHerziening  dilakukan  terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
commit to user 18
Peninjauan  kembali  sebagai  upaya  hukum  luar  biasa  diatur  dalam  Bab XVIII  bagian  kedua  Pasal  263  sampai  dengan  Pasal  269  KUHAP  yang
merupakan penjabaran lebih jauh dari Pasal 23 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Jo Undang-UndangNo. 35 Tahun 1999 Jo. Undang-undang
No. 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Upaya  hukum  peninjauan  kembali  disebut  sebagai  upaya  hukum
luar  biasa  adalah  karena  upaya  hukum  yang  terakhir  yang  dapat ditempuh  terhadap  pemeriksaan  suatu  perkara.  Upaya  Hukum
merupakan  cara  yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan perkara  yang diajukan ke pengadilan  dengan harapan  akan tercapainya tujuan hukum
yaitu  memperoleh  keadilan  mendapatkan  manfaat  atas  penegakkan hukum  yang  diharapkan  serta  menjamin  adanya  kepastian  hukum
terhadap penegakan hukum tersebut. Sedangkan  peninjauan  kembali  adalah  salah  satu  dari  upaya
hukum  yang  dilakukan  terhadap  putusan  pengadilan  yang  telah memperoleh  kekuatan  hukum  tetap,  peninjauan  kembali  dilakukan
apabila  diketemukan  adanya  novum  atau  keadaan  atau  peristiwa  baru yang  sebelumnya  tidak  pernah  diketemukan,  dimana  penemuan  novum
tersebut  diduga  dapat  mempengaruhi  perubahan  putusan  yang dijatuhkan.  Sedangkan  menurut  Bachtiar  Sitanggang,  herziening  atau
peninjauan  kembali  adalah  suatu  putusan  pengadilan  yang  telah memperoleh kekuatan hukum tetap atas suatu perkara pidana, berhubung
dengan  ditemukannya  fakta-fakta  yang  dulu  tidak  diketahui  oleh  hakim yang
akan menyebabkan
dibebaskannya terpidana
dari tuduhan.35Berdasarkan ketentuan Pasal 264 ayat 3 dan Pasal 268 ayat
1  dan  ayat  3  KUHAP  maka  dapatlah  ditarik  kesimpulan  bahwa peninjauan  kembali  putusan  pengadilan  yang  telah  memperoleh
kekuatan  hukum  tetap  memiliki  ruang  lingkup  tertentu,  adapun  ruang lingkup tersebut antara lain :
commit to user 19
1  Peninjauan  kembali  Putusan  Pengadilan  yang  telah  memperoleh kekuatan  hukum  tetap  dapat  dilakukan  oleh  terpidana  atau  ahli
warisnya. 2  Peninjauan  kembali  putusan  Pengadilan  yang  telah  memperoleh
kekuatan hukum tetap hanya dapat dilakukan terhadap putusan yang memberikan pidana kepada terpidana.
3  Terhadap  putusan  bebas  atau  vrijspraak  dan  putusan  pelepasan  dari segala  tuntutan  hukum  atau  onslag  van  alle  rechtsvervolging  tidak
dapat diajukan peninjauan kembali. 4  Permohonan  pengajuan  peninjauan  kembali  tidak  dibatasi  dengan
suatu jangka waktu. Dua definisi di atas tersebut rasanya cukup mewakili dari sekian
banyaknya definisi yang ada karena rujukan aturan prosedur dalam Kitab Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  KUHAP  Indonesia  tidak
memberikan  definisi  yang  pasti  tentang  Peninjauan  Kembali.  Dasar
Hukum Peninjauan Kembali menurut KUHAP dalam Pasal 263 ayat 1
menyebutkan  bahwa  “terhadap  putusan  pengadilan  yang  sudah berkekuatan  hukum  tetap,  kecuali  putusan  bebas  atau  lepas  dari  segala
tuntutan  hukum,  terpidana  atau  ahli  warisnya  dapat  mengajukan permintaan  peninjauan  kembali  kepada  Mahkamah  Agung.”  Pasal  ini
dapat  ditarik  dua  makna  yaitu  pertama,  tidak  dapat  diakukan  upaya peninjauan kembali terhadap putusan bebas dari segala tuntutan hukum.
Kedua,  PK  merupakan  upaya  hukum  yang  ditujukan  untuk  melindungi kepentingan terhukum sehingga hanya terpidana atau ahli warisnya yang
berhak mengajukan. Upaya  hukum  peninjauan  kembali  PKHerziening  merupakan
salah satu upaya hukum yang banyak menuai kontroversi oleh karenanya patutlah  bila  upaya  hukum  peninjauan  kembali  disebut  sebagai  upaya
hukum  luar  biasa.  Mencuatnya  persoalan  mengenai  upaya  hukum peninjauan  kembali  dimulai  sejak  terjadinya  kasus  Sengkon  dan  Karta
commit to user 20
yang  terjadi  di  Jawa  Barat  pada  tahun  1977,  kisah  Sengkon  dan  Karta tentu masih melegenda hingga saat ini.
Pada  tahun  1974  telah  terjadi  perampokan  dan  pembunuhan terhadap  pasangan  suami-isteri  Sulaiman-Siti  Haya  di  Desa  Bojongan,
Bekasi.  Beberapa  saat  setelah  kejadian  tersebut,  Polisi  menangkap Sengkon  dan  Karta  dan  menetapkan  keduanya  sebagai  tersangka.
Sengkon  dan  Karta  menolak  menandatangani  berita  acara  pemeriksaan. Tapi  lantaran  tak  tahan  menerima  siksaan  polisi,  keduanya  lalu
menyerah.  Hakim  Djurnetty  Soetrisno  lebih  mempercayai  cerita  polisi ketimbang bantahan kedua terdakwa. Maka pada Oktober 1977, Sengkon
divonis  12  tahun  penjara,  dan  Karta  7  tahun.  Putusan  itu  dikuatkan Pengadilan Tinggi Jawa Barat.
Dalam  dinginnya  tembok  penjara  mereka  bertemu  seorang penghuni penjara bernama Gunel, keponakan Sengkon,  yang lebih dulu
dibui lantaran kasus pencurian. Sewaktu  Sengkon sedang sekarat di LP Cipinang, seorang narapidana bernama Gunel merasa iba.  Dengan jujur
dan  merasa  berdosa  ia  minta  maaf  kepada  Sengkon  yang  harus mendekam di penjara karena perbuatan yang tidak dilakukannya. Gunel
kemudian mengaku bahwa ia bersama teman-temannya telah membunuh Sulaiman  dan  Siti  Haya,  bukan  Sengkon  dan  Karta.  Pengakuan  Gunel,
yang masuk LP Cipinang karena kasus lain itu, akhirnya diketahui media massa.  Waktu  itu  para  petinggi  hukum  dan  para  pelaksana  di  lapangan
sigap.  DPR  juga  ikut  campur  tangan.  Media  massa  berpartisipasi  aktif. Dan  akhirnya  Kejaksaan  Agung  lalu  mengajukan  Penangguhan
Pelaksanaan  Menjalani  Hukuman  bagi  Sengkon  dan  Karta.  Akhirnya, pada  Oktober  1980,  Gunel  dijatuhi  hukuman  12  tahun  penjara.  Meski
begitu,  hal  tersebut  tak  lantas  membuat  Sengkon  dan  Karta  bisa  bebas. Sebab  sebelumnya  mereka  tak  mengajukan  banding,  sehingga  vonis
dinyatakan  telah  berkekuatan  hukum  tetap.
16
Untung  ada  Albert Hasibuan,  pengacara  dan  anggota  dewan  yang  gigih  memperjuangkan
nasib  mereka.  Akhirnya,  pada  Januari  1981,  Ketua  Mahkamah  Agung
commit to user 21
MA Oemar Seno Adji memerintahkan agar keduanya dibebaskan lewat jalur peninjauan kembali.
Berada  di  luar  penjara  tidak  membuat  nasib  mereka  membaik. Karta harus menemui kenyataan pahit keluarganya kocar-kacir entah ke
mana. Dan rumah dan tanah mereka yang seluas 6.000 meter persegi di Desa Cakung Payangan, Bekasi, telah amblas untuk membiayai perkara
mereka.  Sementara  Sengkon  harus  dirawat  di  rumah  sakit  karena tuberkulosisnya  makin  parah,  sedangkan  tanahnya  yang  selama  ini  ia
andalkan untuk menghidupi keluarga juga sudah ludes dijual. Tanah itu dijual  istrinya  untuk  menghidupi  anak-anaknya  dan  membiayai  dirinya
saat diproses di polisi dan pengadilan. Walau hanya menanggung beban seorang  istri  dan  tiga  anak,  Sengkon  tidak  mungkin  meneruskan
pekerjaannya sebagai petani,
b.   Dasar Peninjauan Kembali
Ada tiga dasar yang dapat dijadikan alasan pengajuan yaitu, : 1  Apabila  terdapat  suatu  keadaan  baru  yang  diduga  kuat  bahwa  jika
keadaan  itu  sudah  diketahui  pada  waktu  sidang  masih  berlangsung hasilnya  akan  berupa  putusan  bebas  atau  putusan  lepas  dari  segala
tuntutan  hukum  atau  tuntutan  penuntut  umum  tidak  dapat  diterima atau  terhadap  perkara  tersebut  diterapkan  ketentuan  pidana  yang
lebih ringan. 2  apabila  dalam  pelbagai  putusan  terdapat  pernyataan  bahwa  sesuatu
telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar atau alasan putusan  yang  dinyatakan  telah  terbukti  itu,  ternyata  telah
bertentangan satu dengan yang lain. 3  apabila  putusan  itu  dengan  jelas  memperlihatkan  suatu  kekhilafan
hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Ketiga dasar dari Pasal 263 ayat  2  KUHAP  ini  memberikan  limitasi  pengajuan  PK  yang  tidak
hanya secara bebas diajukan dikarenakan karakternya sebagai upaya hukum yang “luar biasa”.
commit to user 22
c.  Asas-Asas Peninjauan Kembali
Asas-asas yang melekat dalam upaya hukum Peninjauan Kembali ada  beberapa  macam,  asas-asas  tersebut  masih  perlu  peningkatan  dan
dapat  dipergunakan  sebagai  pedoman  dalam  proses  dan  pelaksanaan Peninjauan Kembali M.Yahya Harahap, 2002:639.
1 Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula. Asas  tersebut  diatur  dalam  Pasal  266  ayat  3  KUHAP  yang
menegaskan  bahwa  pidana  yang  dijatuhkan  dalam  putusan peninjauan  kembali  tidak  boleh  melebihi  pidana  yang  telah
dijatuhkan  dalam  putusan  semula.  Mahkamah  Agung  tidak  boleh menjatuhkan  putusan  yang  melebihi  putusan  pidana  semula,  yang
diperkenankan  adalah  menerapkan  ketentuan  pidana  yang  lebih ringan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal  266 ayat 2 huruf
b angka 4 KUHAP. Asas  pidana  yang  dijatuhkan  tidak  boleh  melebihi  putusan
semula  ini  sejalan  dengan  tujuan  yang  terkandung  dalam  lembaga upaya  Peninjauan  Kembali  yaitu  membuka  kesempatan  kepada
terpidana  untuk  membela  kepentingannya  agar  terlepas  dari ketidakbenaran penegakan hukum M.Yahya Harahap, 2002:639 .
2  Permintaan  Peninjauan  Kembali  tidak  menangguhkan  pelaksanaan putusan.
Asas tersebut
tidak mutlak
menangguhkan maupun
menghentikan  pelaksanaan  eksekusi.  Peninjauan  Kembali  tidak merupakan
alasan yang
menghambat apalagi
menghapus pelaksanaan    pelaksanaan  putusan  sehingga  proses  permohonan
Peninjauan Kembali dapat berjalan namun pelaksanaan putusan juga tetap berjalan.
Dalam hal-hal yang eksepsional dapat dilakukan penangguhan penghentian pelaksanaan putusan sehingga ketentuan Pasal 268 ayat
1 KUHAP dapat sedikit diperlunak menjadi permintaan Peninjauan Kembali  tidak  secara  mutlak  menangguhkan  maupun  menghentikan
commit to user 23
pelaksanaan  putusan.  Anjuran  Pasal  268  ayat  1  KUHAP  tersebut banyak yang menyalahgunakan sehingga sikap yang seperti itu dapat
menimbulkan  bahaya  dan  keguncangan  dalam  pelaksanaan penegakan  hukum,  yang  dikehendaki  dalam  Pasal  tersebut  ialah
sikap  dan  kebijaksanaan  yang  matang  dan  beralasan  serta mengkaitkan  dengan  jenis  pidana  maupun  sifat  dan  kualitas  yang
menjadi  landasan  permintaan  Peninjauan  Kembali    M.Yahya Harahap, 2002 : 640 .
3 Permintaan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu    kali. Pasal
283 ayat
3 KUHAP
membenarkan atau
memperkenankan Peninjauan Kembali atas suatu perkara hanya satu kali  saja.  Asas  ini  disebut  sebagai  asas  Nebis  In  Idem  yang
dikemukakan dalam Pasal 76 KUHP, sedang dalam perkara perdata diatur  dalam  Pasal  1918  BW.  Asas  ini  juga  berlaku  terhadap
permintaan  Kasasi  dan  Kasasi  Demi  Kepentingan  Hukum.  Dalam Peninjauan  Kembali,  asas  ini  lebih  menyentuh  rasa  keadilan  karena
asas  ini  merupakan  suatu  tantangan  antara  kepastian  hukum  dengan rasa  keadilan  dan  dengan  berani  mengorbankan  keadilan  dan
kebenaran  demi  tegaknya  kepastian  hukum    M.Yahya  Harahap, 2002 : 640 .
4. Tinjauan Tentang Novum
a.  Pengertian Novum Novum adalah keadaan baru yang menimbulkan kuat, bahwa jika
keadaan  itu  sudah  diketahui  pada  waktu  sidang  masih  berlangsung, hasilnya  akan  berupa  putusan  bebas  atau  putusan  lepas  dari  segala
tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap  perkara  itu  diterapkan  ketentuan  pidana  yang  lebih
ringan.Pasal 263 ayat 2. Pengajar  hukum  acara  pidana  dari  Fakultas  Hukum  UI,  T.
Nasrullah,  berpendapat  bahwa  apapun  yang  terkait  dengan  keadaan
commit to user 24
baru  itu  bisa  diajukan  sebagai  novum.  Karena  itu,  menurut  Nasrullah, perubahan hukum atau undang-undang dapat dijadikan novum.
Putusan  MK  dapat  dijadikan  sebagai  novum  untuk  mengajukan PK. Pasalnya, putusan MK tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu
keadaan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP. b.  Jenis-Jenis Novum
Mengenai  jenis-jenis  novum  ada  3  macam,  yaitu  Putusan Mahkamah  Konstitusi  MK,  Saksi  fakta,  Putusan  bebas  terdakwa
lainnya dalam kasus yang sama. 1  Putusan Mahkamah Konstitusi MK
Putusan  Mahkamah  Konstitusi  dapat  dijadikan  sebagai novum karena  putusan Mahkamah Konstitusi MK tersebut dapat
dikategorikan  sebagai  suatu  keadaan  baru  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP.
2  Saksi fakta Suatu  keadaan  baru,  yang  berupa  keterangan  saksi  yang
belum pernah diajukan dalam persidangan baik di tingkat pertama, banding dan kasasi.
3  Putusan bebas terdakwa lainnya dalam kasus yang sama Hal  ini  berdasarkan  pada  teori  Von  Buri  yaitu  Teori
Conditio  Sine  Quanon,  yang  menyatakan  bahwa  semua  syarat, semua  factor  yang  turut  serta  atau  bersama-sama  menyebabkan
suatu  akibat  dan  yang  tidak  dihilangkan  dari  rangkaian  factor- faktor  yang  bersangkutan,  adalah  cause  sebab,  akibat  itu.  Tiap
faktor  yang  dapat  dihilangkan  dari  rangkaian  factor-faktor  yang adanya  tidak  perlu  untuk  terjadinya  akibat,  tidak  diberi  nilai.
Sebaliknya  tiap-tiap  faktor  yang  umpamanya  tidak  dapat dihilangkan dari rangkaian factor-faktor tersebut yaitu yang adanya
perlu  untuk  terwujudnya  akibat,  harus  diberi  nilai  yang  sama. Semua faktor-faktor tersebut adalah sama dan sederajat kalau saja
factor tersebut dihilangkan maka akibatnya mungkin tidak ada atau lain dari apa yang terjadi.
commit to user 25
Menurut  Van  Hamel,  salah  seorang  penganut  teori  Van Buri, bahwa secara ilmiah teori Van Buri adalah satu-satunya teori
yang secara logis dapat dipertahankan.
B. Kerangka Pemikiran