commit to user 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Penggelapan
a. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk Undang-Undang di Indonesia menggunakan
istilah straafbaarfeit untuk menyebutkan nama tindak pidana. Dalam bahasa Belanda straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentuk kata
yaitu straafbaar dan feit. Perkataan feit dalan bahasa Belanda diartikan “sebagian dari kenyataan”, sedang straafbaar berarti
“dapat dihukum”. Sehingga jika diartikan secara harafiah straafbaarfeit berarti “sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum”.
Beberapa pakar hukum pidana memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai straafbaarfeit. Menurut P.A.F. Lamintang
pembentuk Undang-Undang kita telah menggunakan perkataan ”starfbaar feit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai
”tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Perkataan ”feit” itu sendiri dalam Bahasa Belanda berarti ”sebagian
dari suatu kenyataan” sedangkan ”starfbaar ” berati ”dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan ”starfbaar feit” dapat
diterjemahkan sebagai ”sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum” yang sudah barang tentu tidak tepat karena kita ketahui
bahwa yang dapat di hukum adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, ataupun tindakan P.A.F. Lamintang,
1997:181. Moeljatno menggunakan istilah “perbuatan pidana”, yang
didefinisikan sebagai “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut” Moeljatno, 2002:54.
11
commit to user 12
b. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Tindak Pidana Penggelapan diatur pada Bab XXIV buku II
KUHP, terdiri dari 5 pasal 372 sd 376. Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk
pokok yang rumusannya berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan
hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan oranglain yang berada padanya bukan
karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 empat
tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 sembilan ratus rupiah.
Tindak Pidana Penggelapan ini mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1 unsur subjektif : dengan sengaja; 2 unsur objektif :
a barangsiapa; b menguasai secara melawan hukum;
c suatu benda; d sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain;
e berada padanya bukan karena kejahatan. Bentuk pokok pembentuk undang-undang telah mencantumkan
unsur kesengajaan atau opzettelijk sebagai salah satu unsur dalam tindak pidana penggelapan. Unsur dengan sengaja merupakan satu-
satunya unsur subjektif didalam tindak pidana penggelapan, yakni unsur yang melekat pada subjek tindak pidana ataupun yang melekat
pada pribadi pelakunya. Dan dengan sendirinya unsur opzettelijk harus didakwakan didalam surat dakwaan, dan karena unsur tersebut
didakwaan terhadap seorang terdakwa, dengan sendirinya juga harus dibuktikan di sidang pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa.
Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372 sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya diatas, disebut
atau diberi kualifikasi penggelapan. Rumusan di atas tidak memberi
commit to user 13
arti sebagai membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang sebenarnya. Perkataan verduistering yang ke dalam
bahasa kita diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan arti secara luas figurlijk, bukan
diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai yang membuat sesuatu menjadi tidak terang atau gelap. Berikut contoh singkat terkait
kasus ini : Seseorang dititipkan sebuah telepon selular handphone oleh
temannya, karena suatu kejadian teman yang diamanatkan tersebut memerlukan uang, maka handphone tersebut dijualnya. Teman yang
menjual handphone ini menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan temannya itu namun tidak berarti handphone tersebut dibuatnya
menjadi gelap atau tidak terang. Lebih mendekati pengertian bahwa teman yang melakukan tindakan tersebut menyalahgunakan haknya
sebagai yang menguasai benda, hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan untuk menguasai atau
memegang handphone itu. Dari rumusan penggelapan sebagaimana contoh di atas, jika
dirinci terdiri dari unsur-unsur objektif meliputi perbuatan memiliki zicht toe.igenen, sesuatu benda eenig goed, yang sebagian atau
seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dan unsur-unsur subjektif meliputi penggelapan
dengan sengaja opzettelijk, dan penggelapan melawan hukum wederrechtelijk.
2. Tinjauan Tentang Upaya Hukum
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding
atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang
Pasal 1 butir 12 KUHP. KUHAP membedakan upaya hukum biasa dan
commit to user 14
luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII sedangkan upaya hukum luar biasa Bab XVIII.
Terhadap putusan Pengadilan, Terpidana berhak dapat melakukan upaya hukum berupa menerima atau menolak putusan tersebut. Menurut
Pasal 1 butir 12 KUHAP, Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa
perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali PK dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini. a. Upaya Hukum Biasa
1 Banding Banding adalah alat hukum rechtsmiddel yang merupakan
hak Terdakwa, atau juga Penuntut Umum, untuk memohon supaya putusan Pengadilan Negeri diperiksa kembali oleh Pengadilan
Tinggi. Tujuan dari hak ini adalah untuk memperbaiki kemungkinan adanya kekhilafan pada putusan pertama. Hak
memohon banding ini senantiasa diperingatkan oleh Hakim kepada Terdakwa setelah putusan diucapkan. Pengadilan Tinggi dapat
membenarkan, mengubah atau membatalkan putusan Pengadilan Negeri.
Menurut ketentuan Pasal 67 KUHAP, Terdakwa atau Penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan
Pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang
tepatnya penerapan hukum dan putusan Pengadilan dalam acara cepat.
Putusan pengadilan negeri dapat dimintakan kasasi dalam hal lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang
tepatnya penerapan hukum. Sebenarnya tujuan banding itu ada dua :
1 Menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya.
commit to user 15
2 Untuk pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu. Oleh sebab itu banding sering juga disebut revisi.
Pemeriksaan banding sebenarnya merupakan penilaian baru judicium novum. Jadi, dapat diajukan saksi-saksi baru, ahli-ahli
dan surat-surat baru. Menurut pendapat penulis, KUHAP tidak melarang hal demikian, karena oleh Pasal 238 ayat 4 KUHAP
ditegaskan : “Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri
keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka
tentang apa yang ingin diketahuinya” Begitu pula Pasal 240 ayat 1 KUHAP yang berbunyi :
“Jika pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelainan dalam penerapan hukum acara atau
kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri
untuk memperbaiki hal itu atau pengadilan tinggi melakukan sendiri “
2 Kasasi Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang
dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari Pengadilan-pengadilan terdahulu, dan ini merupakan peradilan
terakhir. Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP, Terhadap putusan
perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau
Penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
Menurut ketentuan Pasal 253 1 KUHAP, Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas
permintaan para pihak guna menentukan:
commit to user 16
a Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
b Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
c Apakah benar
pengadilan telah
melampaui batas
wewenangnya. Sejalan dengan Pasal 2531 KUHAP, Pasal 301 UU No.
52004 tentang Perubahan atas UU No. 141985 tentang Mahkamah Agung menyebutkan bahwa: Mahkamah Agung dalam
tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan- pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:
a Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan. a. Upaya Hukum Luar Biasa
Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa. Upaya ini diajukan terhadap putusan Pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dimana upaya hukum hukum biasa tidak dimungkinkan lagi untuk dilakukan. Upaya hukum
luar biasa terdiri dari Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali PK.
Kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat diajukan oleh Jaksa Agung. Kasasi demi kepentingan hukum secara formal
didasarkan pada Pasal 259 KUHAP, yang menentukan sebagai berikut:
a Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain
daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.
commit to user 17
b Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat diajukan satu kali saja oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung RI.
Hukuman yang dijatuhkan tidak boleh lebih berat dari hukuman semula yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Tinjauan tentang Peninjauan Kembali PK
a. Pengertian Peninjauan Kembali
Konsep peninjauan kembali berasal dari istilah perancis ‘request civile’ dalam perkara perdata dan perkara pidana diistilahkan
‘herziening’ dalam bahasa Belanda. Menurut Soediryo, seperti dikutip Rusli Muhammad, peninjauan kembali adalah suatu upaya hukum
yang dipakai untuk memperoleh penarikan kembali atau perubahan terhadap putusan hakim yang pada umumnya tidak dapat diganggu
gugat lagi Rusli Muhammad, 2007:285. Blacks Law Dictionary memberikan definisi PK atau judicial review sebagai a court’s review
of a lower court’s or an administrative body’s factual or legal findings Bryan A. Gamer, et.al, 2004:864.
Kata peninjauan kembali diterjemahkan dari kata “Herziening”, Mr. M. H. Tirtaamijaya menjelaskan herziening adalah sebagai jalan
untuk memperbaiki suatu putusan yang telah menjadi tetap-jadinya tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan
hakim yang merugikan si terhukum…, kalau perbaikan itu hendak dilakukan maka ia harus memenuhi syarat, yakni ada sesuatu keadaan
yang pada pemeriksaan hakim, yang tidak diketahui oleh hakim itu…, jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan putusan lain.
Upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening merupakan salah satu dari upaya hukum luar biasa dalam hukum pidana Indonesia.
Upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
commit to user 18
Peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII bagian kedua Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 KUHAP yang
merupakan penjabaran lebih jauh dari Pasal 23 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Jo Undang-UndangNo. 35 Tahun 1999 Jo. Undang-undang
No. 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Upaya hukum peninjauan kembali disebut sebagai upaya hukum
luar biasa adalah karena upaya hukum yang terakhir yang dapat ditempuh terhadap pemeriksaan suatu perkara. Upaya Hukum
merupakan cara yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan perkara yang diajukan ke pengadilan dengan harapan akan tercapainya tujuan hukum
yaitu memperoleh keadilan mendapatkan manfaat atas penegakkan hukum yang diharapkan serta menjamin adanya kepastian hukum
terhadap penegakan hukum tersebut. Sedangkan peninjauan kembali adalah salah satu dari upaya
hukum yang dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, peninjauan kembali dilakukan
apabila diketemukan adanya novum atau keadaan atau peristiwa baru yang sebelumnya tidak pernah diketemukan, dimana penemuan novum
tersebut diduga dapat mempengaruhi perubahan putusan yang dijatuhkan. Sedangkan menurut Bachtiar Sitanggang, herziening atau
peninjauan kembali adalah suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atas suatu perkara pidana, berhubung
dengan ditemukannya fakta-fakta yang dulu tidak diketahui oleh hakim yang
akan menyebabkan
dibebaskannya terpidana
dari tuduhan.35Berdasarkan ketentuan Pasal 264 ayat 3 dan Pasal 268 ayat
1 dan ayat 3 KUHAP maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap memiliki ruang lingkup tertentu, adapun ruang lingkup tersebut antara lain :
commit to user 19
1 Peninjauan kembali Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dilakukan oleh terpidana atau ahli
warisnya. 2 Peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap hanya dapat dilakukan terhadap putusan yang memberikan pidana kepada terpidana.
3 Terhadap putusan bebas atau vrijspraak dan putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum atau onslag van alle rechtsvervolging tidak
dapat diajukan peninjauan kembali. 4 Permohonan pengajuan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan
suatu jangka waktu. Dua definisi di atas tersebut rasanya cukup mewakili dari sekian
banyaknya definisi yang ada karena rujukan aturan prosedur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP Indonesia tidak
memberikan definisi yang pasti tentang Peninjauan Kembali. Dasar
Hukum Peninjauan Kembali menurut KUHAP dalam Pasal 263 ayat 1
menyebutkan bahwa “terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.” Pasal ini
dapat ditarik dua makna yaitu pertama, tidak dapat diakukan upaya peninjauan kembali terhadap putusan bebas dari segala tuntutan hukum.
Kedua, PK merupakan upaya hukum yang ditujukan untuk melindungi kepentingan terhukum sehingga hanya terpidana atau ahli warisnya yang
berhak mengajukan. Upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening merupakan
salah satu upaya hukum yang banyak menuai kontroversi oleh karenanya patutlah bila upaya hukum peninjauan kembali disebut sebagai upaya
hukum luar biasa. Mencuatnya persoalan mengenai upaya hukum peninjauan kembali dimulai sejak terjadinya kasus Sengkon dan Karta
commit to user 20
yang terjadi di Jawa Barat pada tahun 1977, kisah Sengkon dan Karta tentu masih melegenda hingga saat ini.
Pada tahun 1974 telah terjadi perampokan dan pembunuhan terhadap pasangan suami-isteri Sulaiman-Siti Haya di Desa Bojongan,
Bekasi. Beberapa saat setelah kejadian tersebut, Polisi menangkap Sengkon dan Karta dan menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Sengkon dan Karta menolak menandatangani berita acara pemeriksaan. Tapi lantaran tak tahan menerima siksaan polisi, keduanya lalu
menyerah. Hakim Djurnetty Soetrisno lebih mempercayai cerita polisi ketimbang bantahan kedua terdakwa. Maka pada Oktober 1977, Sengkon
divonis 12 tahun penjara, dan Karta 7 tahun. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jawa Barat.
Dalam dinginnya tembok penjara mereka bertemu seorang penghuni penjara bernama Gunel, keponakan Sengkon, yang lebih dulu
dibui lantaran kasus pencurian. Sewaktu Sengkon sedang sekarat di LP Cipinang, seorang narapidana bernama Gunel merasa iba. Dengan jujur
dan merasa berdosa ia minta maaf kepada Sengkon yang harus mendekam di penjara karena perbuatan yang tidak dilakukannya. Gunel
kemudian mengaku bahwa ia bersama teman-temannya telah membunuh Sulaiman dan Siti Haya, bukan Sengkon dan Karta. Pengakuan Gunel,
yang masuk LP Cipinang karena kasus lain itu, akhirnya diketahui media massa. Waktu itu para petinggi hukum dan para pelaksana di lapangan
sigap. DPR juga ikut campur tangan. Media massa berpartisipasi aktif. Dan akhirnya Kejaksaan Agung lalu mengajukan Penangguhan
Pelaksanaan Menjalani Hukuman bagi Sengkon dan Karta. Akhirnya, pada Oktober 1980, Gunel dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Meski
begitu, hal tersebut tak lantas membuat Sengkon dan Karta bisa bebas. Sebab sebelumnya mereka tak mengajukan banding, sehingga vonis
dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap.
16
Untung ada Albert Hasibuan, pengacara dan anggota dewan yang gigih memperjuangkan
nasib mereka. Akhirnya, pada Januari 1981, Ketua Mahkamah Agung
commit to user 21
MA Oemar Seno Adji memerintahkan agar keduanya dibebaskan lewat jalur peninjauan kembali.
Berada di luar penjara tidak membuat nasib mereka membaik. Karta harus menemui kenyataan pahit keluarganya kocar-kacir entah ke
mana. Dan rumah dan tanah mereka yang seluas 6.000 meter persegi di Desa Cakung Payangan, Bekasi, telah amblas untuk membiayai perkara
mereka. Sementara Sengkon harus dirawat di rumah sakit karena tuberkulosisnya makin parah, sedangkan tanahnya yang selama ini ia
andalkan untuk menghidupi keluarga juga sudah ludes dijual. Tanah itu dijual istrinya untuk menghidupi anak-anaknya dan membiayai dirinya
saat diproses di polisi dan pengadilan. Walau hanya menanggung beban seorang istri dan tiga anak, Sengkon tidak mungkin meneruskan
pekerjaannya sebagai petani,
b. Dasar Peninjauan Kembali
Ada tiga dasar yang dapat dijadikan alasan pengajuan yaitu, : 1 Apabila terdapat suatu keadaan baru yang diduga kuat bahwa jika
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara tersebut diterapkan ketentuan pidana yang
lebih ringan. 2 apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu
telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar atau alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah
bertentangan satu dengan yang lain. 3 apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan
hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Ketiga dasar dari Pasal 263 ayat 2 KUHAP ini memberikan limitasi pengajuan PK yang tidak
hanya secara bebas diajukan dikarenakan karakternya sebagai upaya hukum yang “luar biasa”.
commit to user 22
c. Asas-Asas Peninjauan Kembali
Asas-asas yang melekat dalam upaya hukum Peninjauan Kembali ada beberapa macam, asas-asas tersebut masih perlu peningkatan dan
dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam proses dan pelaksanaan Peninjauan Kembali M.Yahya Harahap, 2002:639.
1 Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula. Asas tersebut diatur dalam Pasal 266 ayat 3 KUHAP yang
menegaskan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah
dijatuhkan dalam putusan semula. Mahkamah Agung tidak boleh menjatuhkan putusan yang melebihi putusan pidana semula, yang
diperkenankan adalah menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 266 ayat 2 huruf
b angka 4 KUHAP. Asas pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan
semula ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam lembaga upaya Peninjauan Kembali yaitu membuka kesempatan kepada
terpidana untuk membela kepentingannya agar terlepas dari ketidakbenaran penegakan hukum M.Yahya Harahap, 2002:639 .
2 Permintaan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan pelaksanaan putusan.
Asas tersebut
tidak mutlak
menangguhkan maupun
menghentikan pelaksanaan eksekusi. Peninjauan Kembali tidak merupakan
alasan yang
menghambat apalagi
menghapus pelaksanaan pelaksanaan putusan sehingga proses permohonan
Peninjauan Kembali dapat berjalan namun pelaksanaan putusan juga tetap berjalan.
Dalam hal-hal yang eksepsional dapat dilakukan penangguhan penghentian pelaksanaan putusan sehingga ketentuan Pasal 268 ayat
1 KUHAP dapat sedikit diperlunak menjadi permintaan Peninjauan Kembali tidak secara mutlak menangguhkan maupun menghentikan
commit to user 23
pelaksanaan putusan. Anjuran Pasal 268 ayat 1 KUHAP tersebut banyak yang menyalahgunakan sehingga sikap yang seperti itu dapat
menimbulkan bahaya dan keguncangan dalam pelaksanaan penegakan hukum, yang dikehendaki dalam Pasal tersebut ialah
sikap dan kebijaksanaan yang matang dan beralasan serta mengkaitkan dengan jenis pidana maupun sifat dan kualitas yang
menjadi landasan permintaan Peninjauan Kembali M.Yahya Harahap, 2002 : 640 .
3 Permintaan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu kali. Pasal
283 ayat
3 KUHAP
membenarkan atau
memperkenankan Peninjauan Kembali atas suatu perkara hanya satu kali saja. Asas ini disebut sebagai asas Nebis In Idem yang
dikemukakan dalam Pasal 76 KUHP, sedang dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 1918 BW. Asas ini juga berlaku terhadap
permintaan Kasasi dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum. Dalam Peninjauan Kembali, asas ini lebih menyentuh rasa keadilan karena
asas ini merupakan suatu tantangan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan dan dengan berani mengorbankan keadilan dan
kebenaran demi tegaknya kepastian hukum M.Yahya Harahap, 2002 : 640 .
4. Tinjauan Tentang Novum
a. Pengertian Novum Novum adalah keadaan baru yang menimbulkan kuat, bahwa jika
keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih
ringan.Pasal 263 ayat 2. Pengajar hukum acara pidana dari Fakultas Hukum UI, T.
Nasrullah, berpendapat bahwa apapun yang terkait dengan keadaan
commit to user 24
baru itu bisa diajukan sebagai novum. Karena itu, menurut Nasrullah, perubahan hukum atau undang-undang dapat dijadikan novum.
Putusan MK dapat dijadikan sebagai novum untuk mengajukan PK. Pasalnya, putusan MK tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu
keadaan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP. b. Jenis-Jenis Novum
Mengenai jenis-jenis novum ada 3 macam, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi MK, Saksi fakta, Putusan bebas terdakwa
lainnya dalam kasus yang sama. 1 Putusan Mahkamah Konstitusi MK
Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijadikan sebagai novum karena putusan Mahkamah Konstitusi MK tersebut dapat
dikategorikan sebagai suatu keadaan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat 2 KUHAP.
2 Saksi fakta Suatu keadaan baru, yang berupa keterangan saksi yang
belum pernah diajukan dalam persidangan baik di tingkat pertama, banding dan kasasi.
3 Putusan bebas terdakwa lainnya dalam kasus yang sama Hal ini berdasarkan pada teori Von Buri yaitu Teori
Conditio Sine Quanon, yang menyatakan bahwa semua syarat, semua factor yang turut serta atau bersama-sama menyebabkan
suatu akibat dan yang tidak dihilangkan dari rangkaian factor- faktor yang bersangkutan, adalah cause sebab, akibat itu. Tiap
faktor yang dapat dihilangkan dari rangkaian factor-faktor yang adanya tidak perlu untuk terjadinya akibat, tidak diberi nilai.
Sebaliknya tiap-tiap faktor yang umpamanya tidak dapat dihilangkan dari rangkaian factor-faktor tersebut yaitu yang adanya
perlu untuk terwujudnya akibat, harus diberi nilai yang sama. Semua faktor-faktor tersebut adalah sama dan sederajat kalau saja
factor tersebut dihilangkan maka akibatnya mungkin tidak ada atau lain dari apa yang terjadi.
commit to user 25
Menurut Van Hamel, salah seorang penganut teori Van Buri, bahwa secara ilmiah teori Van Buri adalah satu-satunya teori
yang secara logis dapat dipertahankan.
B. Kerangka Pemikiran