Pemantauan dan Evaluasi Kondisi Sumberdaya

d. Pemantauan dan Evaluasi Kondisi Sumberdaya

Kegiatan pemantauan terhadap potensi hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II dilakukan rutin setiap hari oleh petugas di lokasi, meliputi: pemantauan batas kawasan, keanekaragaman jenis flora dan fauna tingkah laku bekantan, kegiatan pendidikan dan penelitian. Hasil pemantauan fauna jumlah bekantan dan pemasukan secara bulanan dilaporkan kepada Pemerintah Kota melalui Kecamatan Tarakan Barat. Sarana Perawatan dan Pelayanan Pengembangan prasarana dan sarana disesuaikan dengan kebutuhan Spillane, 2003. Unsur-unsur sarana perawatan dan pelayanan terdiri dari kemudahan informasi, tempat peristirahatan, tempat parkir, MCK, fasilitas kebersihan, sumber penerangan, dan catatan pengunjung. Sarana dan pelayanan yang terdapat di kawasan konservasi dan wisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II adalah sebagai berikut: tempat bernaungshelter, beberapa papan penerangan, tempat duduk untuk bersantai, MCK, tempat sampah dan catatan pengunjung Tabel 40. Tabel 40. Sarana dan prasarana No. Sarana dan Prasarana jumlah 1. Pos jaga 1buah 2. Pintu blok 3 buah 3. Kursi 24 buah 4. Tempat sampah 8 buah 5. Perpustakaan 1 buah 6. Shalter 2 buah 7. WC 2 buah 8. Menara 1 buah 9. Papan informasi 2 buah 10. Tangki air 2 buah 11. Karantina 1 buah 12. Lokasi penyemaian 1 buah 13. Tempat minum bekantan 4 buah Sumber : Pengamatan lapangan Sarana pelayanan yang perlu segera diadakan adalah pusat informasi sebagai tempat penerangan objek yang terdapat di lokasi wisata. Hal ini sangat perlu, karena akan membantu pengunjung untuk mendapatkan penjelasan mengenai objek yang tidak diketahui. Terutama bagi pengunjung yang berminat 101 untuk mempelajari tentang fauna dan flora yang ada di lokasi. Pusat informasi ini dapat dilengkapi dengan data-data mengenai potensi flora, fauna, keadaan pengunjung, dan fisik lapangan serta peta lokasi. Sarana pelayanan lain yang perlu diadakan adalah perpustakaan. Saat ini di lokasi telah terdapat sarana atau bangunan perpustakaan, namun yang menjadi kendala adalah belum tersedianya buku-buku penunjang untuk kegiatan ini. Untuk pengadaan buku-buku yang berhubungan dengan flora dan fauna maupun buku- buku umum, pengelola atau penanggungjawab lokasi dapat bekerja sama dengan berbagai pihak. Dengan aktifnya kegiatan perpustakaan ini diharapkan akan menambah pengetahuan pengunjung yang datang. Kebersihan lokasi merupakan salahsatu faktor daya tarik lokasi. Kebersihan lokasi wisata hutan mangrove di kawasan ini dijaga oleh dua orang petugas secara rutin tiap harinya. Hari ramai kunjungan biasa terjadi pada hari minggu, pada hari berikutnya yaitu hari senin, lokasi dibersihkan dari sampah buangan pengunjung yang datang, dengan melibatkan seluruh petugas. Pemeliharaan sarana dan prasarana objek wisata dilakukan secara bertahap. Petugas setiap harinya melakukan pengontrolan terhadap sarana dan prasarana yang ada, jika terdapat kerusakan selanjutnya dilakukan pencatatan dalam buku khusus sebagai laporan pertanggung jawaban kepada Pemerintah Kota. Tindakan pemeliharaan yang telah dilakukan diantaranya adalah pengecatan pada warna cat yang luntur serta mengadakan pergantian papan jalan. Analisis SWOT dan Strategi Pengembangan Analisis SWOT Untuk menentukan strategi pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II dilakukan dengan metode KEKEPAN atau analisis SWOT Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats yang didasarkan pada penilaian kriteria sebelumnya, selanjutnya dilakukan pemilihan faktor internal dan eksternal. Pemberian bobot dan nilai berdasarkan bobot dan nilai yang telah dihasilkan pada hasil penilaian lokasi objek wisata, sehingga diperoleh faktor internal dan eksternal pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan kalimantan Timur Lampiran 3. 102 Setelah faktor internal dan eksternal diketahui, selanjutnya menyusun faktor-faktor strategis internal dan eksternal dalam matrik SWOT Tabel 41. Tabel 41. Matrik SWOT Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats pengembangan ekowisata hutan mangrove Unsur internal Unsur eksternal Kekuatan S 1. keindahan 2. keunikan sumberdaya alam 3. kelangkaan 4. banyaknya potensi sumber daya alam 5. pilihan kegiatan rekreasi 6. keanekaragaman 7. tata ruang wilayah objek 8. status lahan 9. dukungan masyarakat 10. media yang masuk 11. pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan 12. jumlah bulan kering rata- rata per tahun 13. rata-rata bulan kering dan lembab pertahun 14. dapat tidaknya air dialirkan ke objek atau mudah dikirim dari tempat lain 15. jarak sumber air terhadap lokasi objek km 16. kontinuitas 17. keamanan 18. prasarana 19. sarana penunjang Kelemahan W 1. kepekaan sumberdaya alam 2. keutuhan sumber daya alam 3. kerawanan kawasan 4. tingkat pengangguran 5. mata pencaharian peduduk 6. ruang gerak pengunjung ha 7. pendidikan rendah 8. tingkat kesuburan tanah 9. sumberdaya alam mineral 10. percepatan angin pada musim kemarau 11. kelembaban rata-rata per tahun 12. suhu udara pada musim kemarau C 13. kelayakan air dikonsumsi 14. debit sumber air literdetik Peluang O 1. jumlah penduduk juta jiwa 2. tingkat kebutuhan wisata 3. kondisi dan jarak jalan darat 4. kondisi jalan laut 5. jarak pintu gerbang udara internasionalregional 6. waktu tempuh ke objek dari pusat kotakabupaten jam 7. frekwensi kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata ke objek 8. jumlah kendaraan bermotor buah 9. kapasitas tempat duduk 10. akomodasi jumlah kamar Strategi SO 1. meningkatkan pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove 2. meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung Strategi WO 1. pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar lokasi ekowisata. 2. menambah luasan hutan wisata dengan penanaman kembali areal bekas lahan tambak 3. Perbaikan mutu sumberdaya manusia penduduk setempat. Ancaman T 1. hubungan dengan objek wisata lain sejenis 2. hubungan dengan objek wisata lain tidak sejenis 3. aktivitas manusia di sekitar kawasan Strategi ST 1. meningkatkan kegiatan promosi Strategi WT 1. pemeliharaan dan perawatan fasilitas ekowisata yang tersedia 2. melakukan kerja sama dengan semua pihak yang berada di lokasi menjaga kelestarian hutan mangrove 3. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove 103 Untuk mengetahui strategi mana yang harus diprioritaskan untuk dilaksanakan, maka disusunlah alternatif strategi dalam analisis SWOT Tabel 42 dengan cara menjumlahkan semua kode bobot yang terangkum dalam satu strategi pengelolaan. Tabel 42. Alternatif strategi dalam analisis SWOT pengembangan ekowisata hutan mangrove Strategi Kode pembobotan Total bobot Prioritas I S-O 1. pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove 2. meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung 1.1+1.2+1.3+1.4+1.5+1.6+1.10+ 1.14+1.15+1.16+3.1+3.2+3.3+3. 4+3.6+3.7+3.8+3.9 1.1+1.2+1.3+1.4+1.5+1.6+1.7+ 1.8+1.9+1.10+1.11+1.12+1.13+ 1.17+1.18+1.19+3.3+3.4+3.5+3. 6+3.7+3.8+3.9+3.10 3860 3810 1 2 II S-T 1. meningkatkan kegiatan promosi 1.1+1.2+1.3+1.4+1.5+1.6+1.7+ 1.8+1.9+1.10+1.11+1.12+1.13+ 1.14+1.15+1.16+1.17+1.18+1.1 9+ 4.1.+4.2+4.3 2650 4 III W-O 1. pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar lokasi ekowisata. 2. perbaikan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata 3. menambah luasan hutan wisata dengan penanaman kembali areal bekas lahan tambak 2.1+2.2+2.3+2.4+3.1+3.2+3.7+ 3.8+3.9 +3.10 2.1+2.2+2.3+2.5+2.6+2.8+2.9+ 2.10+3.1+3.2+3.3+3.4+3.5+3.6 2.1+2.2+2.3+2.4+2.7+2.9+ 2.10+2.11+2.12+2.13+2.14+3.1 +3.2 1975 2820 2020 6 3 5 IV W-T 1. penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove 2. pengawasan, pemeliharaan dan perawatan potensi wisata dan fasilitas 3. bekerja sama dengan semua pihak yang berada dekat dengan lokasi untuk menjaga kelestarian hutan mangrove 2.1+2.2+2.3+2.4+2.5+2.6+2.7+ 2.8+2.9+2.10+4.1+4.2 2.1+2.2+2.3+2.5+2.8+2.9+2.10+ 2.11+2.12+2.13+2.14+4.1+4.2 2.1+2.2+2.3+2.4+2.5+2.7+2.9+2 .10+2.11+2.14+4.1+4.2+4.3 1190 1165 1380 8 9 7 104 Berdasarkan penilaian tersebut, maka susunan urutan strategi pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II sebagai berikut : 1. Meningkatkan pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove. 2. Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung . 3. Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata . 4. Meningkatkan promosi kawasan ekowisata dengan memanfaatkan semua media yang tersedia. 5. Menambah luasan areal kawasan ekowisata hutan mangrove. 6. Meningkatkan pengawasan dan penanganan sampah di sekitar kawasan hutan mangrove dengan intensif. 7. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata untuk melindungi lokasi dari pencemaran. 8. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove. 9. Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan fasilitas. Strategi Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove Hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II merupakan salah satu kawasan lindung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tarakan No. 21 tahun 1999 Tentang Hutan Kota dan No. 04 Tahun 2002 Tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan. Hutan ini berada dekat dengan pusat Kota Tarakan, sehingga aktivitas di sekitar lokasi berpengaruh terhadap kelestariannya. Menurut Yakin 1997, dampak pembangunan ekonomi mempunyai sisi ganda yaitu sisi cerah dan sisi suram. Dampak yang cerah ialah dampak positifnya terhadap masyarakat, dan sisi suramnya adalah dampak negatifnya terhadap lingkungan. Karena dua faktor ini saling terkait dan berinteraksi, maka perhatian terhadap lingkungan alam sekitar juga akan memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. 105 Pengawasan terhadap sumberdaya alam terutama ekosistem hutan mangrove Tengkayu II terhadap aktivitas yang ada merupakan langkah awal yang perlu diambil dalam menjaga keberlanjutan hutan mangrove. Menurut Gunn 1993 dalam Lewaherilla 2002, mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata dikatakan baik dan berhasil apabila didasarkan kepada empat aspek yaitu: 1 mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3 menjamin kepuasan pengunjung, dan 4 meningkatkan keterpaduan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya. Pelarangan pembuangan sampah dan aktivitas masyarakat sekitar lain yang merusak mangrove, pengawasan aktivitas pengunjung yang bersifat vandalis, pengawasan terhadap limbah buangan pabrik, pasar, TPI dan aktivitas pelabuhan. Pengawasan ini harus melibatkan semua pihak yang terkait dengan mengadakan pembagian tugas yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung Pelayanan kepada pengunjung harus ditingkatkan dalam rangka mengoptimalkan jumlah pengunjung yang berkunjung ke lokasi objek. Selain pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana, untuk meningkatkan pelayanan kepada pengunjung diperlukan adanya penerangan berjalan yang dilakukan oleh pemandu wisata. Hal ini sesuai dengan keinginan pengunjung dimana sebanyak 76,47 hasil kuisioner menyatakan bahwa perlu adanya pemandu wisata. Keberadaan pemandu wisata penting terutama untuk menunjang program kegiatan pendidikan dan penelitian. Pemandu wisata akan memandu pengunjung di lokasi ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II, sehingga pengunjung dapat menggali informasi dan ilmu dari apa yang dilihatnya bersama pemandu yang disediakan oleh pihak pengelola. Jenis kegiatan wisata yang ditawarkan bersifat monoton yaitu berjalan di setapak jembatan kayu, sehingga perlu penambahan atraksi wisata di lokasi ekowisata ini, salahsatunya adalah wisata pendidikan yaitu: - Pengenalan terhadap jenis-jenis vegetasi mangrove yang ada di kawasan, pengenalan ini dimulai dari nama jenis, ciri serta manfaat atau kekhasan yang dimiliki mulai dari bentuk daun, bunga, buah, ekologi dan peyebarannya. 106 - Pengamatan burung, terdapat 24 jenis burung yang berada di dalam lokasi hasil pengamatan WWF 2005, tingkah laku dan morfologi burung yang indah sangat menarik untuk diperhatikan. - Pengenalan persemaian dan penanaman mangrove. Sasaran kegiatan ini bagi pengunjung yang ingin mengetahui kegiatan di persemaian mulai dari pembenihan sampai pembibitan dan proses penanaman. - Kegiatan pemancingan atau menangkap kepiting, hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan tempat serta peralatannya, untuk menarik pengunjung yang menyukai kegiatan ini. - Mengadakan kegiatan bersampan di dalam lokasi dengan mengelilingi sungai yang disediakan sambil menikmati pemandangan. Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata. Dalam kegiatan ekowisata mangrove harus didukung oleh petugas dan masyarakat yang mengerti tentang hutan mangrove dan pentingya pelestarian lingkungan. Melalui pendidikan formal dan informal yang ditawarkan kepada masyarakat, dapat membuat pengetahuan individu dan masyarakat meningkat dan mampu menyikapi dengan bijaksana tentang kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengembangkan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II. Realitas sumberdaya manusia suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari realitas pendidikan sebagai sistem fundamental pengelolaan dan penghasil pengetahuan itu sendiri. Pendidikan adalah proses panjang yang dapat dianggap sebagai suatu alat utama untuk meningkatkan kesadaran politik dan sosial, serta menyediakan tenaga-tenaga terlatih untuk proses produksi dalam suatu pembangunan modern Bengen 2004. Untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung yang datang dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan petugas dalam melayani dan kemampuan dibidangnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan pelatihan atau kursus yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota atau pihak- pihak yang berkompeten dalam bidang pariwisata. 107 Meningkatkan Promosi kawasan ekowisata dengan memanfaatkan semua media yang tersedia Promosi merupakan hal yang penting yang dibutuhkan untuk mengundang pengunjung berkunjung ke kawasan ekowisata hutan mangrove ini. Peningkatan promosi dapat dilaksanakan diantaranya dengan cara: - Memperbanyak pengadaan leafleat dan brosur serta bookleet yang diberikan kepada pengunjung di pintu loket maupun di pusat-pusat informasi. - Melakukan kerjasama dengan media massa atau elektronik setempat agar senantiasa dapat menampilkan atau mengiklankan keindahan alam di lokasi ekowisata secara kontinu. - Melakukan kerjasama dengan tempat penginapan dan hotel yang berada di pusat kota dengan menempelkan iklan poster ekowisata hutan mangrove atau dengan cara membagikan leafleat dan brosur. - Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak instasi pendidikan dengan menawarkan program wisata pendidikan, pengenalan tentang hutan mangrove dan ekosistemnya. - Pengaktifan promosi ekowista hutan mangrove ini melalui internet dengan membuat website khusus ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengakayu II. Kegiatan promosi lain adalah dengan bekerja sama dengan pihak travel di Kota Tarakan. Usaha travel di Kota Tarakan mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini didukung letak Kota Tarakan yang merupakan kota jasa dan perdagangan. Banyak penduduk yang datang dan pergi, dari dan masuk Kota Tarakan merupakan pasar yang potensial. Kondisi ini sangat mendukung untuk perkembangan wisata yang ada di Kota Tarakan. Dengan mengadakan kerjasama dengan pihak travel, tentunya akan meningkatkan kunjungan terhadap ekowista hutan mangrove di Pelabuhan Tengkayu II. Menambah luasan areal kawasan ekowisata hutan mangrove Ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II memiliki luas wilayah hanya 8 hektar. Luasan ini, belum cukup untuk keperluan pemanfaatan dan pelestarian hutan mangrove di kawasan ini, sehingga untuk pengembangan kedepan salah satunya difokuskan dengan menambah luasan kawasan hutan mangrove. Dengan semakin luasnya daerah hutan mangrove di 108 kawasan ini, tentunya akan meningkatkan kekayaan sumberdaya alam hayati yang ada. Ruang untuk tumbuh flora dan gerak fauna hutan mangrove semakin luas, lebih kompleks dan tentunya akan menambah keunikan di kawasan ini. Ruang gerak untuk para pengunjung juga akan lebih luas, pengunjung semakin leluasa untuk menikmati suasana di hutan mangrove selanjutnya akan meningkatkan tingkat penghargaan dan kepuasan mereka terhadap alam berupa hutan mangrove. Kota Tarakan berada di Pulau Tarakan dengan luasan 25.800 hektar, Pulau Tarakan ini digolongkan sebagai pulau kecil di daerah Utara Kalimantan Timur. Keberadaan hutan mangrove pada pulau kecil sangat penting karena berperan sebagai penyangga dan pelindung pesisir pulau. Dengan meningkatnya luasan hutan mangrove di lokasi ini, akan mamperkuat sistem penyangga terhadap kawasan di sekitarnya. Lokasi Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II berada di pusat Kota Tarakan. Karena letaknya, kawasan ini sangat berperan penting untuk menyangga kawasan tersebut. Kegiatan pembangunan Kota Tarakan khususnya di sekitar lokasi semakin meningkat, hal ini akan memberi tekanan yang lebih besar pada hutan mangrove di Pelabuhan Tengkayu II. Langkah untuk mengimbangi tekanan oleh kegiatan perkotaan adalah dengan menjaga kelestariannya, dan salah satunya dengan memperluas luasan hutan mangrove di kawasan ini. Saat ini, tersedia lahan untuk perluasan berupa lahan bekas tambak yang telah dibebaskan oleh Pemerintah Kota Tarakan dengan luas 12 hektar. Lahan ini sangat sesuai untuk dijadikan lahan perluasan hutan mangrove, karena letaknya bersatu dengan hutan mangrove yang sudah ada. Selain itu, lahan bekas tambak tersebut dahulunya juga merupakan vegetasi mangrove, yang kemudian dikonversi sebagai lahan tambak. Dilihat dari tekstur tanah dan dari beberapa vegetasi mangrove yang ada lahan tambak ini, maka lokasi bekas lahan tambak ini cocok untuk ditanami dengan berbagai jenis mangrove. Untuk daerah pelataran dan tanggul dapat ditanami mangrove dari kelas Rhizophoraceae. Sedangkan, daerah parit bekas lahan tambak lebih sesuai ditanami mangrove dari kelas Avicenniaceae dan Soneratiaceae. Pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar kawasan hutan mangrove Salah satu permasalahan yang terjadi di ekowisata hutan mangrove adalah adanya pembuangan sampah oleh pihak yang tidak bertanggungjawab di sekitar 109 kawasan ekowisata. Aktifitas ini sangat mengganggu dan mengancam kelestarian serta kebersihan lokasi. Kebersihan merupakan salah satu syarat dalam meningkatkan kenyamanan lokasi dan kunjungan dalam suatu kegiatan wisata, sehingga kegiatan menjaga kebersihan harus dilakukan secara rutin. Sampah yang bertumpuk akan mengganggu ekosistem mangrove, tanah yang banyak mengandung sampah akan mengganggu perkembangan mangrove dan dapat mengancam kelestariannya. Untuk itu, kegiatan pembuangan sampah di areal lokasi harus segera dihentikan dengan melakukan pelarangan dan pemantauan terhadap kegiatan pembuangan sampah di sekitar lokasi dengan mengikutsertakan aparat yang terkait. Menindak dengan memberikan sanksi kepada pihak yang dengan sengaja dan terang-terangan membuang sampah di sekitar lokasi. Selanjutnya dilakukan pembersihan terhadap sampah yang sudah bertumpuk tersebut sehingga kondisi sekitarnya menjadi bersih dan sesuai untuk pertumbuhan mangrove. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata untuk melindungi lokasi dari pencemaran. Ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II berada di pusat kota yang padat dengan berbagai kegiatan masyarakat, diantaranya: perusahaan perikanan, pelabuhan perikanan, pusat perbelanjaan, pasar umum, dan pemukiman penduduk. Semua aktifitas yang berada di lingkungan ini, sangat berpotensi untuk menimbulkan kerusakan bagi lingkungan ekowisata pada saat ini dan masa mendatang terlebih lagi jika tidak segera diadakan koordinasi pada semua pihak yang terkait dalam pelestarian lingkungan. Untuk menjaga agar ekosistem mangrove di kawasan ini tetap utuh, maka harus melibatkan semua pihak dalam menjaga lingkungan disekitarnya. Perusahaan dilarang membuang limbah di perairan dekat hutan mangrove tetapi menampungnya terlebih dahulu kemudian dibuang ketempat yang aman. Pihak pelabuhan menjaga perairan agar tidak terjadi pencemaran minyak yang tinggi. Selanjutnya, melakukan kerja sama dengan pihak pengelola pasar agar lebih memperhatikan limbah atau sampah dan melakukan pengontrolan, jangan sampai dibuang di sekitar lokasi hutan mangrove. Masyarakat sekitar memiliki peran sangat penting terhadap keberadaan mangrove, dengan tidak membuang 110 sampahnya sembarangan di lingkungan sekitarnya akan sangat membantu terhadap usaha pelestarian mangrove. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove. Masyarakat sekitar kawasan ekosistem mangrove selama ini merasa tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan proses perencanaan dan pengelolaan hutan mangrove di lokasi wisata sehingga mereka tidak merasa ikut bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan mangrove di sekitar kawasannya. Dari hasil wawancara secara umum masyarakat sekitar mengetahui peranan dari hutan mangrove yaitu sebagai pelindung pantai. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kegiatan penanaman dan pelestarian terhadap hutan mangrove itu merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota Tarakan. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan untuk kegiatan pelestarian hutan mangrove di masa mendatang, masyarakat dapat merupakan ancaman bagi kelangsungan mangrove seperti pengambilan dan penebangan mangrove yang bisa saja terjadi setiap saat. Untuk mencegah hal ini terjadi, maka Pemerintah Kota harus bekerja sama dengan instansi terkait mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya mangrove bagi kehidupan manusia di masa ini dan bagi generasi penerus serta hal-hal yang berkaitan dengan perusakan dan pemeliharaan hutan. Selanjutnya, melibatkan mereka dalam kegiatan untuk menjaga dan melestarikan hutan mangrove yang masih tersisa. Sebagai langkah awal adalah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berperan dalam pengembangan ekowisata hutan mangrove dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sekitar mengenai kegiatan usaha yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan mendukung pengembangan wisata, misalkan penyediaan barang-barang souvenircinderamata khas Kota Tarakan. Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan fasilitas. Untuk mempertahankan keberadaan dan kegunaan fasilitas yang ada di dalam lokasi ekowisata hutan mangrove ini, maka perlu dilakukan pengontrolan setiap saat terhadap fasilitas yang ada. Pengaruh cuaca, perubahan siang dan malam, aktivitas manusia vandalisme dapat mengakibatkan terjadinya pelapukan 111 atau kerusakan terhadap fasilitas yang tersedia. Selanjutnya, jika ditemukan adanya kerusakan pada fasilitas, maka pihak pengelola harus dengan segera mengadakan perbaikan. Petugas wisata harus melakukan perawatan dan pemeliharaan secara rutin terhadap fasilitas rekreasi, melakukan pengawasan terhadap pengunjung agar terpelihara dan terjaga dari tindakan vandalisme. Dari pengamatan yang dilakukan di lokasi objek fasilitas yang perlu diperbaiki diantaranya jalan kayu yang mengalami pelapukan, tempat duduk, dan pagar pembatas kawasan yang juga mengalami kerusakan pada bagian tertentu. Selain itu juga, perlu melengkapi fasilitas dengan membangun fasilitas yang dibutuhkan untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung yang datang, diantaranya penunjuk jalanarah jalan, musholla, pusat informasi, peta kawasan ekowisata, dan tempat berlindungshalter. 112 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: ¾ Kondisi hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II cukup baik terdiri dari 6 famili dengan 13 spesies. Jenis mangrove Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di Kota Tarakan dengan Indeks Nilai Penting 99,93 – 166,47 dan 33,36 – 66,07. Sedangkan fauna yang berasosiasi diantaranya fauna darat mamalia, reptil, aves dan fauna perairan pisces, krustacea. ¾ Penduduk sekitar lokasi ekowisata kebanyakan bekerja sebagai nelayan dan petani tambak dan secara keseluruhan menyetujui serta mendukung dengan kegiatan pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II. ¾ Daya dukung secara fisik untuk ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II untuk setiap jamnya dapat menyerap 90 pengunjung dan 1800 pengunjung per hari ¾ Berdasarkan kriteria penilaian kelayakan pengembangan ekowisata hutan mangrove maka dapat digolongkan bahwa hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II layak untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. ¾ Penentuan strategi pengembangan ekowisata menggunakan analisis SWOT yang didasarkan dengan kriteria penilaian dan alternatif strategi pengembangan ekowisata yang dapat dilaksanakan di kawasan konservasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II sebagai berikut; a. Meningkatkan pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove. b. Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung . c. Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata. d. Meningkatkan promosi kawasan ekowisata dengan memanfaatkan semua media yang tersedia. e. Memperluas areal kawasan ekowisata hutan mangrove. f. Meningkatkan pengawasan dan penanganan sampah di sekitar kawasan hutan mangrove dengan intensif. g. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata untuk melindungi lokasi dari pencemaran. h. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove. i. Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan fasilitas. Saran Saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini, diantaranya : - Sosialisasi pengembangan ekowisata hutan mangrove kepada masyarakat sekitar kawasan konservasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II - Melaksanakan kegiatan penanaman kembali hutan mangrove di kawasan ini, khususnya lahan bekas tambak sekitar lokasi dalam rangka mempercepat perluasan ekowisata mangrove. - Melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan jenis mangrove dan pola penanaman yang tepat pada areal bekas tambak di sekitar kawasan konservasi. 114 DAFTAR PUSTAKA Astuti, E. 2003. Sebaran Spasial Komunitas Makroinvertebrata di Perairan Pantai Kota Tarakan Kalimantan Timur. Universitas Brawijaya. Malang. Aoyama, G. 2000. Pengembangan Eko-tourism di Kawasan konservasi di Indonesia. JICA ExpertRAKATA. Jakarta. Bahar, A. 2004. Kajian Keseuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Sinopsis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Jakarta 66 hal. ----------------. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor. ----------------. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana Pengelolaan Pemanfaatan Berganda Hutan Mangrove di Sumatera. PPLH. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999a. Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta. Dirawan, D. G. 2003. Analisis Sosio-Ekonomi dalam Pengembangan Ekotourisme pada Kawasan Suakamarga Satwa Mampie Lampoko Desertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. 2002. Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam. Departemen Kehutanan. Jakarta. Erwandi, W. dan S. Wirman. 2003. Strategi Agribisnis Kelautan Perikanan. Alqaprint Jatinangor. Bandung. FAO. 1994. Mangrove Forest Management Guidelines. FAO Forestry Paper. Rome. 117 hal. Fandeli, C. 2001. Pengertian dan Kerangka Dasar Pariwisata. Dalam Fandeli, C. editor, 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Editor Liberty. Yogyakarta. 35 hal. Fauzi, A. 1999. Teknik Valuasi Ekosistem Mangrove. Dalam Bahan Pelatihan. 1999. ”Management for Mangrove Forest Rehabilitation., Bogor. Joyosuharto, S. 2001. Aspek Ketersediaan Supply dan Tuntutan Kebutuhan Demand. Dalam Fandeli, C. editor, Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta. 45 hal. Hakim, L. 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Bayumedia Publishing. Malang. Koordinator Statistik Kecamatan Tarakan Barat. 2003. Kecamatan Tarakan Barat dalam Angka 2003. Koordinator Statistik Kecamatan Tarakan Barat dan Kantor Camat Tarakan Barat. Tarakan. Kusmana, C. 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove. Makalah. Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari Angkatan I. PKSPL. Institiut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hal. Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor Kusmayadi, dan Endar, S. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Naamin, N. 1991. Penggunaan Lahan Mangrove untuk Budidaya Tambak, Keuntungan dan Kerugiannya. Dalam Soerjanegara, I., S.Adisoemarto, S. Soemodihardjo, S. Hardjowigeno, M. Sudomo dan O.S.R. Ongkosongo editor, 1991. Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional MAB Indonesia. LIPI. Jakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Tinjauan Ekologis Terjemahan. PT. Gramedia. Jakarta. Palupi, S. dan A. Fitri. 2003. Marine and Caostal Ecotourism Masa Depan Pariwisata Indonesia. Jurnal Ilmiah STP Trisakti, Nopember 2003, Vol. 8, No. 3, hal 252-264. Pemerintah Kota Tarakan. 2001. Evaluasi dan Perencanaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kota Tarakan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Mulawarman. Samarinda. Pemerintah Kota Tarakan. 2004. Laporan Tahunan 2004. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tarakan. Tarakan 116 Pemerintah Kota Tarakan. 2003. Penyusunan Perencanaan Umum Tata Ruang Kota Town PLanning Kota Tarakan. PT Wiswakharman. Semarang. Pemerintah Daerah Kota Tarakan. 2003. Penyusunan Perencanaan Umum Tata Ruang Kota. PT. Wiswakharman, Semarang. Rahayu, L. W. F. 2001. Pembangunan Satwa In-situ dan Ex-situ Untuk Kepariwisataan Alam. Dalam Fandeli C. editor, 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta. 189 hal. Ruitenbeek, H. J. 1991. Mangrove Management: An Economic Analysis of Management Option with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. EMDI. Rangkuti, F. 1999. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Utama Jakarta. Rugian, D. 2003. Kajian Strategi Pengelolaan Mangrove di Pesisir Kota Tarakan Kalimantan Timur Tesis. Universitas Brawijaya. Malang. Rusila N. Y., Khazali, Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKAWetlands Internasional Indonesia Programme. Bogor. Santoso, N. dan Dasminto. 2002. Pengelolaan Kawasan Mangrove. Dalam Darmawan, M. A. editor, 2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Terpadu. Modul Pelatihan Bagi Perencana dan Pengambil Keputusan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. VII-1 hal. Soebagio, 2004. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekardjo, S. 1986. Memahami Beberapa Aspek Sosial Ekonomi Hutan Mangrove di Delta Cimanuk. Oseana 1: 17 – 27. Spillane, J. J. 2003. Kontribusi Pemikiran Pengembangan Ekotourisme di Propinsi Papua. Jurnal Ilmiah STP Trisakti. Jakarta. Nopember 2003, Vol. 8, No. 3, hal 265-277. Steenis,V.C.CT.G.I.1978. Flora . Pradnya Paramita. Jakarta. Subono, B. Arifin, A. Junaidi, Djawadi, R. B. Gunawan dan Jusuf. 2005. Profil Kota Tarakan. Tarakan. Sunari, H. S. Alikodra, K. Mudikdjo, dan R. Dahuri. 2005. Model Kebijakan Daerah Dalam Pengembangan Ekowisata Studi Kasus di Kabupaten 117 Indramayu. Forum Pascasarjana. Bogor. Vol. 28. No. 4 Oktober 2005. 357-365 p. Sunaryo, B. 2001. Strategi Pemasaran Pariwisata Alam. Dalam Fandeli, C. editor, 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta. 26 hal. Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Suratmo, G. 1990. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajah mada University Press. Yogyakarta. Tahir, A. dan Baharudin. 2002. Pengelolaan Kawasan Konservasi. Dalam Darmawan, M.A. editor, 2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Terpadu. Modul Pelatihan Bagi Perencana dan Pengambil Keputusan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. V-1 hal. Terbaiy, S. 2004. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura Papua Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji and M. K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Seas. Volume VIII : Part Two. Periplus Edition. Canada. Walter, H. 1971. Ecology of Tropical and Subtropical Vegetation. Van Norstrand-Reinhold. NewYork. Wayan, R. I. 2002. Kajian Pengembangan Wisata Mangrove di Taman Hutan Raya I Gusti Ngurah Rai Wilayah Pesisir Selatan Bali Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yahya, R.P. 1999. Zonasi Pengembangan Ekoturisme Kawasan Mangrove Yang Berkelanjutan di Laguna Segara Anakan Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah Tesis. Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yoety, O.A. 1997. Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa Bandung. Bandung. Yuanike. 2003. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove dan Partisipasi Masyarakat di Kawasan Nusa Lembongan, Bali Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 118 Lampiran 1. Kriteria Penilaian Pengembangan Objek Dan Daya Tarik Wisata Alam 1 : I. Daya Tarik A. Obyek Wisata Alam Bobot: 6 No UnsurSub Unsur Nilai 1 2 3 Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 1. Keindahan alam : a. Pandangan lepas menuju objek b. Keanekaragaman flora dan fauna banyak c. Kesantaian suasana di dalam objek d. Keserasian warna di dalam objek e. Variasi pandangan di dalam objek 30 Inter nasional nasional regional lokal 2. Keunikan sumberdaya alam 30 Lebih 3 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak ada 3. Banyaknya jenis sumberdaya alam yang menonjol : a. Geologi b. Flora c. Fauna d. Lingkungan ekosistem 25 Lebih 3 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak ada 4. Keutuhan sumberdaya alam : a. Geologi b. Flora c. Fauna d. Lingkungan 20 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak ada 5. Kepekaan sumberdaya alam : a. Ada nilai pengetahuan b. Ada nilai kebudayaan c. Ada nilai pengobatan d. Ada nilai kepercayaan 20 Lebih 6 Ada 5-6 Ada 3-4 Ada 1-2 Tidak ada 6. Pilihan kegiatan rekreasi a. Wisata alamiah b. Menikmati pemandangan sight seeing c. Foto hunting d. Bersampan e. Pengamatan burung f. Bersantai g. Memancing h. Penelitian i. Pendidikan dll. 30 lebih 3 ada 3 ada 2 ada 1 tidak ada 7 Kelangkaan a. Flora b. Aves c. Ikan d. Mamalia e. Reptilia 25 1 Tabel kriteria penilaian ini diambil berdasarkan “Kriteria Standar Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam Analisis Daerah Operasi”, 2002-Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Departemen Kehutanan. 119 5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1 8 Keanekaragaman a. Variasi mangrove 5 jenis b. Mamalia c. Crustacea d. Reptilia e. Aves f. Pisces g. Molusca 30 Ada 1 Ada 2 Ada 3 Ada 4 Ada 5 9 Kerawanan Kawasan a. Perambahan b. Pencurian c. Kebakaran d. Gangguan terhadap flora dan fauna e. Masuknya flora fauna 20 Jumlah 1380 II. Potensi Pasar Bobot: 5 Jumlah penduduk kota radius 75 km dari objek x 1000 Kepadatan penduduk Km 2

3.00 2.50