KONSERVASI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA.

(1)

KONSERVASI HUTAN MANGROVE

SEBAGAI EKOWISATA

O l e h :

NUR FITRIANI MACHMUD

0652010010

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA


(2)

SEBAGAI EKOWISATA

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

O l e h :

NUR FITRIANI MACHMUD

0652010010

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA


(3)

SEBAGAI EKOWISATA

Oleh :

NUR FITRIANI MACHMUD

0652010010

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada hari : ………. Tanggal : ……… 2010

Menyetujui Pembimbing

DR. Ir. Edi Mulyadi, SU NIP : 19551231 198503 1 00 2

Penguji I

Ir. Yayok Suryo P., MS

NIP : 19600601 198703 1 00 1

Mengetahui

Penguji II

Ir. Naniek Ratni J.A.R., MKes NIP : 030 184 976

Ketua Program Studi

Ir. Tuhu Agung R., MT

NIP : 19620501 198803 1 00 1

Penguji III

Okik H.C.,ST,MT NPT : 3 7507 99 0172 1 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal : . . . .

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

DR.Ir. Edi Mulyadi,SU. NIP. 19551231 198503 1 00 2


(4)

Nama Lengkap : Nur Fitriani Machmud

NPM : 0652010010

Alamat : Jl. Medokan Asri Barat 9 MA 1 N 27 Surabaya Telp rumah : -

Nomor Hp. : 081331313135

Email : -

Pendidikan

No. Nama Univ / Sekolah Jurusan Mulai Keterangan Dari Sampai

1 FTSP UPN”Veteran” Jatim Teknik Lingkungan 2006 2010 Lulus 2 SMU Negeri 11 SAMARI NDA I PA 2003 2006 Lulus 3 SMP Negeri 2 SAMARI NDA 2000 2003 Lulus 4 SD Negeri 002 SAMARI NDA 1994 2000 Lulus

Tugas Akademik

No. Kegiatan Tempat/ Judul Selesai

Tahun 1 Kuliah Lapangan Water Treatment Megumi Bali dan Balai

Pengelolaan Hutan Mangrove Bali 2008 2 Kunj. Pabrik PT. Kertas Leces dan PT. PJB Paiton 2008

3 KKN Medokan Ayu Surabaya 2008

4 Kerja Praktek PDAM Balikpapan/ Studi Proses Pengolahan Air

Bersih PDAM Kota Balikpapan 2009 5 PBPAB Bangunan Pengolahan Air Buangan I ndustri

Tepung Tapioka 2009

6 SKRI PSI Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata 2010 Orang Tua

Nama : H. Machmud. S Alamat : Jl. Otto I skandar Telp : -


(5)

ii

Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul ”Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata”. Tugas akhir ini merupakan salah satu prasyaratan bagi setiap mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, UPN ”Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana (S1).

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis berusaha semaksimal mungkin menerapkan ilmu yang penulis dapatkan di bangku kuliah dan buku-buku literatur yang sesuai dengan judul tugas akhir ini. Disamping itu penulis juga menerapkan semua petunjuk yang diberikan oleh dosen pembimbing. Namun sebagai manusia biasa dengan keterbatasan yang ada, maka dalam tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari setiap pembaca akan penulis terima demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. DR. Ir. Edy Mulyadi. SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur, selaku dosen wali, dan selaku dosen pembimbing tugas akhir.


(6)

2. Ir. Tuhu Agung R., MT., selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Para dosen dan staf pengajar yang telah memberikan bekal ilmu dan

membantu moral dalam menghadapi masalah selama mengerjakan tugas akhir ini.

4. Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur, Dinas Tata Kota

Balikpapan, dan Badan Lingkungan Hidup Balikpapan, yang telah memberikan kemudahan dalam memenuhi data-data yang diperlukan.

5. Masyarakat di Kelurahan Kariangau dan Kelurahan Margomulyo

Balikpapan yang telah memberikan kemudahan dalam memenuhi data-data yang diperlukan.

6. Kedua orang tua dan keluargaku semuanya yang telah memberikan

dukungan moril, materil maupun inmateril, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis harapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya, walaupun didalamnya masih banyak kekurangan dan belum sempurna sepenuhnya.

Surabaya, Juni 2010


(7)

vi

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Rumusan Masalah ... 4

I.3. Tujuan Penelitian ... 4

I.4. Manfaat Penelitian ... 5

I.5. Lokasi Penelitian ... 6

I.6. Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

II.1. Mangrove ... 8

II.1.1. Keanekaragaman Jenis Mangrove ... 9

II.1.2. Habitat dan Ekosistem Mangrove ... 13

II.1.3. Manfaat Mangrove ... 20

II.2. Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove ... 22

II.3. Konservasi Hutan Mangrove ... 24

II.3.1. Ruang Lingkup Konservasi Hutan Mangrove ... 25

II.3.2. Kebijakan Hutan Mangrove ... 25


(8)

II.4. Landasan Teori ... 31

II.4.1. Pengertian Mangrove Sebagai Ekowisata ... 32

II.4.2. Fungsi Mangrove Sebagai Ekowisata ... 35

II.4.3. Konsep Mangrove Sebagai Ekowisata ... 36

II.5. Analisis SWOT ... 39

II.6. Hipotesis ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

III.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

III.2. Diagram Alir Penelitian ... 41

III.3. Variabel Penelitian ... 43

III.4. Pengumpulan Data ... 44

III.5. Teknik Pembuatan Kuesioner ... 45

III.6. Teknik Analisis ... 47

III.7. Pengujian Hipotesis ... 48

III.8. Analisis SWOT ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52

IV.I. Analisa Umum Hutan Mangrove di Kawasan Sungai Wain Balikpapan. 52 IV.2. Analisa Aspek Teknis ... 57

IV.2.1. Jenis Mangrove di Kawasan Sungai Wain Balikpapan ... 58

IV.2.2. Pola Penanaman Mangrove pada Kawasan Sungai Wain Balikpapan ... 58

IV.2.3. Teknik Penanaman Mangrove di Kawasan Sungai Wain Balikpapan ... 60

IV.3. Analisa Aspek Sosial ... 65

IV.3.1. Jumlah Penduduk di Kawasan Sungai Wain Balikpapan ... 65

IV.3.2. Kepadatan Penduduk Kawasan Sungai Wain Balikpapan ... 67

IV.3.3. Hubungan Antara Kepadatan Penduduk dengan Luas Lahan Rusak Hutan Mangrove ... 68


(9)

IV.4.1. Hubungan Antara Luas Hutan Mangrove dengan Upaya

Pemerintah Kota dalam Rehabilitasi Mangrove ... 70

IV.4.2. Peran Serta dalam Pemeliharaan Mangrove ... 72

IV.4.2.1. Analisa Deskriptif ... 73

IV.4.2.2. Analisa Linier Berganda ... 91

IV.4.2.3. Analisis SWOT ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

V.I. Kesimpulan ... 100

V.2. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN PERHITUNGAN LAMPIRAN GAMBAR


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pola Penanaman Mangrove di Sungai Wain Balikpapan ... 59

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kawasan Sungai Wain Balikpapan ... 66

Tabel 4.3 Kepadatan Penduduk Wilayah Kecamatan Margomulyo ... 67

Tabel 4.4 Kepadatan Penduduk Wilayah Kecamatan Karianga ... 67

Tabel 4.5 Kepadatan Penduduk Kawasan Sungai Wain Balikpapan ... 68

Tabel 4.6 Hubungan Kepadatan Penduduk dan Luas Lahan Rusak ... 69

Tabel 4.7 Hubungan Upaya Pemerintah dan Luas Hutan Mangrove ... 70

Tabel 4.8 Laju kerusakan ... 71

Tabel 4.9 Keberadaan Hutan Mangrove di Sungai Wain memadai sebagai Konservasi Alam ... 73

Tabel 4.10 Mangrove Sungai Wain Memadai dibuat Kawasan Ekowisata ... 74

Tabel 4.11 Perlu diadakan Kembali Penghijauan di Sungai Wain ... 75

Tabel 4.12 Pembangunan Perumahan dan Ruko Mengurangi Luas Hutan Mangrove ... 75

Tabel 4.13 Adanya Keseimbangan Antara Luas Hutan Mangrove Sekarang dengan Pembangunan Fisik dan Sarana Utilitas ... 76

Tabel 4.14 Masyarakat Selama ini Turut Serta dalam Memelihara Hutan Mangrove ... 77

Tabel 4.15 Masyarakat Setempat Menyadari Akan Pentingnya Hutan Mangrove ... 78

Tabel 4.16 Selama ini Tidak Terjadi Penebangan Pohon Mangrove ... 79

Tabel 4.17 Masyarakat Setempat Turut Serta Secara Aktif dalam Penghijauan Hutan Mangrove ... 80

Tabel 4.18 Pemeliharaan dan Pengelolaan Hutan Mangrove Telah Melibatkan Peran Serta Masyarakat Setempat ... 81

Tabel 4.19 Dinas-dinas Terkait Telah Melakukan Tugas Pokok Kegiatan Mangrove dan Fungsi Mangrove Sebagaimana Mestinya ... 82


(11)

Tabel 4.21 Pengelolaan dan Pemeliharaan Hutan Mangrove dilakukan Oleh

Dinas Tertentu ... 83

Tabel 4.22 Peraturan Perundang-undangan Selama ini Cukup Memadai dalam Pengelolaan Hutan Mangrove ... 84

Tabel 4.23 Terdapat Sangsi Tegas Terhadap Pelanggar dalam Peraturan Perundangan yang Ada ... 85

Tabel 4.24 BLH Memberikan Perhatian Serius Terhadap Penanganan Hutan Mangrove ... 86

Tabel 4.25 BLH Memberikan Pengawasan Ketat Terhadap Implementasi Program Penanganan dan Pengelolaan Hutan Mangrove ... 87

Tabel 4.26 Perguruan Tinggi Berperan Aktif dalam Penanganan dan Pengelolaan Hutan Mangrove ... 88

Tabel 4.27 Perguruan Tinggi Memberikan Masukan Kritis ... 89

Tabel 4.28 Pengelolaan dan Pemeliharaan Hutan Mangrove Melibatkan Pihak Swasta ... 89

Tabel 4.29 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (Model Summary) ... 92

Tabel 4.30 Tabel Hasil Perhitungan ANOVA ... 94

Tabel 4.31 Identifikasi faktor internal ... 97

Tabel 4.32 Identifikasi faktor eksternal ... 98


(12)

xi

Grafik 4.2 Grafik Hubungan Antara Luas Lahan Mangrove dengan Upaya Pemerintah dalam Merehabilitasi Hutan Mangrove ... 68 Grafik 4.3 Grafik Kerusakan Hutan Mangrove ... 69 Grafik 4.4 Grafik Perbandingan Laju Peningkatan dan Kerusakan Hutan


(13)

xi

Gambar 2.2. Rhizophora Mucronata ... 11

Gambar 2.3. Meliaceae ... 11

Gambar 2.4. Nypa Fructicans ... 12

Gambar 2.5. Sonneratiaceae Alba ... 12

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ... 42

Gambar 4.1 Luas hutan mangrove mencapai ± 5.4 Ha ... 52

Gambar 4.2 Luas hutan mangrove mencapai ± 6.7 Ha ... 53

Gambar 4.3 Pohon mangrove ditepi-tepi semakin berkurang ... 53

Gambar 4.4 Peralihan hutan mangrove menjadi pelabuhan dan tambak ... 55

Gambar 4.5 Pencemaran sampah disekitar lahan mangrove di Sungai Wain ... 55

Gambar 4.6 Bekas penebangan liar hutan mangrove Sungai Wain ... 56

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Luas Lahan Rusak dan Tingkat Kepadatan Penduduk ... 69

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Luas Lahan Mangrove dengan Upaya Pemerintah dalam Merehabilitasi Hutan Mangrove ... 70

Gambar 4.9 Grafik Kerusakan Hutan Mangrove ... 71

Gambar 4.10 Grafik Perbandingan Laju Peningkatan dan Kerusakan Hutan Mangrove ... 72


(14)

iv

ABSTRAK

Dampak dari peningkatan pembangunan fasilitas dan sarana utilitas di Balikpapan secara tidak langsung berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan yang meningkat, mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau di Balikpapan. Salah satu kawasan yang mendapat perhatian berhubungan dengan berkurangnya luasan Ruang terbuka Hijau khususnya hutan mangrove adalah kawasan Sungai Wain Balikpapan.

Untuk menindak lanjuti berkurangnya Ruang Terbuka Hijau maka perlu dilakukan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi pengembangan dan pengolahan hutan mangrove di Sungai Wain Balikpapan melalui konsep ekowisata berdasarkan 3 (tiga) aspek yaitu : aspek teknis (jenis mangrove, pola dan teknik penanaman mangrove), aspek sosial (jumlah dan kepadatan penduduk, peran serta dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove), aspek kelembagaan (dukungan Pemerintah Kota Balikpapan, dukungan Peraturan Perundangan, Partisipasi BLH, dan kalangan Perguruan Tinggi) dengan tujuan untuk membentuk suatu kepedulian masyarakat dan unsur ekowisata dalam upaya rehabilitasi mangrove.

Berdasarkan hasil penelitian, kuisioner dari 30 responden diketahui bahwa Partisipasi BLH dan Kalangan Perguruan Tinggi memiliki pengaruh yang lebih besar yaitu 37.9% sehingga dapat mempengaruhi Kondisi Hutan Mangrove Sungai Wain Balikpapan sebagai kawasan ekowisata.


(15)

v

ABSTRACT

The Effects of increasing facility and utility development in Balikpapan indirectly has influence on increasing of fields needs and decreasing of green spaces in Balikpapan. One of area that paid attention related with decreasing of green spaces especially mangrove forest is Sungai Wain Balikpapan area.

Research needed for following up of decreasing of green spaces area. Purpose of the research is arranging development and usage strategy of mangrove forest on Sungai Wain Balikpapan through ecotourism based on three aspects consists of : technical aspect (type of mangrove, pattern and plant technical of mangrove), social aspect (amount and rapid of civil, participation and society awareness on usage of mangrove forest), institutional aspect (support of Balikpapan city government, support of law regulation, participation of BLH and group of higher education) with purpose to create society awareness and ecotourism part on effort of mangrove rehabilitations.

According of research result of questionnaire from 30 respondents known as BLH and groups of higher education participations have influence greater such 37,9% so they can influence mangrove forest conditions of mangrove forest of Sungai Wain as ecotourism region


(16)

1 I.1. Latar Belakang

Ekosistem wilayah pantai berkarakter unik dan khas karena merupakan pertemuan antara ekosistem daratan dan ekosistem lautan. Ekosistem wilayah itu memiliki arti strategi karena memiliki potensi kekayaan hayati baik dari segi biologi, ekonomi bahkan pariwisata. Hal itu mengakibatkan berbagai pihak ingin memanfaatkan secara maksimal potensi tersebut.

Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta hektar dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal mangrove berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik. Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami.


(17)

Menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial berdasarkan data tahun 1999, luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar dan 5,30 juta hektar di antaranya dalam kondisi rusak. Kerusakan tersebut disebabkan oleh konversi mangrove yang sangat intensif pada tahun 1990-an menjadi pertambakan terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dalam rangka memacu ekspor komoditas perikanan. (Anonim, 2004)

Hutan mangrove disepanjang Sungai Wain diambang kepunahan. Terancamnya keberadaan hutan mangrove disebabkan adanya desakan kepentingan pengembangan pemukiman dan budaya perikanan payu. Baerdasarkan ketetapan Pemerintah tentang Ekosistem Pantai tentang Green Belt (Sabuk Hijau) yaitu berjarak 400 meter dari garis pantai dan 10 meter dari

muara sungai. Kenyataan yang ada disepanjang Sungai Wain Balikpapan tidak ditemui adanya sabuk hijau sepanjang sungai.

Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism, yaitu ekoturisme.

Terjemahan yang seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis. Yayasan

Alam Mitra Indonesia membuat terjemahan ecotourism dengan ekoturisme.

(Anonim, 2000)

Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan


(18)

oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. (Anonim, 2000)

Langkah utama yang dilakukan dalam mengidentifikasi permasalahan hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan adalah mengidentifikasi faktor internal dan eksternal. Hasil identifikasi adalah sebagai berikut :

1. Program penanganan mangrove kurang mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan kota Balikpapan.

2. Peraturan Perundangan yang sudah ada belum dijalankan dengan baik. 3. Dana dan anggaran yang disediakan untuk konservasi hutan mangrove

kurang memadai.

4. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah.

5. Jumlah dan kepadatan penduduk di kawasan Sungai Wain terus meningkat. 6. Penebangan pohon secara liar oleh masyarakat setempat.

7. Tingginya tingkat pencemaran yang berasal dari buangan limbah industri. 8. Reklamasi hutan mangrove menjadi pemukiman dan pertambakan. 9. Masih rendahnya kesadaran dan peran serta masyarakat.

Dari hasil identifikasai faktor eksternal dan internal perlu adanya dan

analisa deskriptif dan analisa SWOT yang bertujuan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, paluang, dan ancaman di kawasan mangrove Sungai Wain Balikpapan.


(19)

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor apakah yang menyebabkan berkurangnya hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan, ditinjau dari beberapa aspek yaitu aspek teknis, aspek sosial, aspek kelembagaan.

2. Bagaimana strategi pengelolaan hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan. 3. Seberapa besar pengawasan BLH dan kalangan Perguruan Tinggi

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari pengembangan ekowisata ini dalam membantu rehabilitasi hutan mangrove adalah :

1. Mengetahui tingkat kerusakan hutan mangrove

2. Diversifikasi fungsi hutan mangrove sebagai ekowisata. 3. Melindungi dan melestarikan fungsi hutan mangrove

4. Menganalisa konsep ekowisata sebagai strategi konservasi hutan mangrove dengan melihat 3 aspek yaitu, aspek teknis, aspek sosial, dan aspek kelembagaan.

Agar tercapai tujuan yang kami harapkan diperlukan peran serta dan kerjasama dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun instansi pendidikan.


(20)

I.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan hendaknya memberikan manfaat kepada pihak-pihak terkait seperti :

1. Masyarakat Setempat

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove bagi peningkatan kualitas lingkungan sehingga tumbuh kesadaran untuk menjaga lingkungan khususnya memelihara hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan, fungsi mangrove akan dapat dioptimalkan, dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

2. Pemerintah Kota Balikpapan

a. Pemerintah Kota Balikpapan sebagai pembuat keputusan kebijakan pengelolaan hutan mangrove dapat dilakukan tindakan tepat dalam mengantisipasi perkembangan pembangunan yang dapat merusak ekosistem yang ada sehingga kondisi alam dan lingkungan terutama hutan mangrove di Kawasan Sungai Wain Balikpapan tidak rusak.

b. Pemerintah Kota Balikpapan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai pegangan dan arahan dalam melakukan pengembangan hutan mangrove.


(21)

I.5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tentang konservasi hutan mangrove sebagai ekowisata di kawasan Sungai Wain Balikpapan terletak di Bagian Barat Kota Balikpapan berjarak kurang lebih 10 Km dari pusat kota. Adapun batas-batas fisik daratannya adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kelurahan Kariangau Sebelah Timur : Kelurahan Batu Ampar Sebelah Selatan : Kelurahan Margomulyo Sebelah Barat : Teluk Balikpapan

Secara administrasi Daerah Kelurahan yang tercakup kawasan Sungai Wain Balikpapan meliputi Kelurahan Margomulyo dan Kelurahan Kariangau.

I.6. Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian tentang konservasi hutan mangrove sebagai ekowisata di kawasan Sungai Wain Balikpapan adalah :

1. Kajian pengelolaan difokuskan pada pengajian hutan mangrove pada kawasan Sungai Wain Balikpapan.

2. Wilayah studi penelitian dibatasi Sungai Wain Balikpapan Kelurahan Kariangau dan Kelurahan Margomulyo.


(22)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi berkurangnya hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan yaitu :

a. Aspek Teknis meliputi jenis tanaman, pola penanaman, dan teknik penanaman mangrove.

b. Aspek Sosial meliputi jumlah penduduk, peran serta masyarakat, dan kesadaran masyarakat setempat atas pentingnya hutan mangrove.

c. Aspek Kelembagaan meliputi peraturan perundang-undangan, strategi pengelolaan hutan mangrove oleh Pemerintah Kota Balikpapan dan partisipasi BLH serta kalangan Perguruan Tinggi.


(23)

8

II.1. Mangrove

Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta hektar dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar. Wilayah pesisir itu menjadi penting karena merupakan pertemuan antar ekosistem daratan dan ekosistem lautan.

Ekosistem wilayah pantai berkarakter unik dan khas karena merupakan pertemuan antara ekosistem daratan dan ekosistem lautan. Ekosistem wilayah itu memiliki arti strategi karena memiliki potensi kekayaan hayati baik dari segi biologi, ekonomi bahkan pariwisata. Hal itu mengakibatkan berbagai pihak ingin memanfaatkan secara maksimal potensi tersebut.

Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut daerah pasang surut, hutan mangrove atau yang sering disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas, dan memiliki potensi kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi didalam suatu habitat mangrove. Hutan mangrove juga salah satu lahan basah yang paling produktif, karena tumbuh didaerah pasang surut pantai. Indonesia adalah salah


(24)

satu Negara yang memiliki hutan mangrove terbesar dengan luas ekosistem mangrove sekitar 27% dari luas mangrove di dunia, serta memiliki ekosistem mangrove dan keragaman jenis tertinggi di dunia yang tersebar di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan, dan Papua. (Wijayanti, 2007)

II.1.1. Keanekaragaman Jenis Mangrove

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Dalam dua dekade ini keberadaan ekosistem mangrove mengalami penurunan kualitas secara drastis. Saat ini mangrove yang tersisa hanyalah berupa komunitas-komunitas mangrove yang ada disekitar muara-muara sungai dengan ketebalan 10-100 meter, didominasi oleh Avicennia Marina, Rhizophora Mucronata, Sonneratia Caseolaris yang semuanya memiliki manfaat sendiri. Misalkan pohon Avicennia memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam organ daun, akar, dan batang) logam berat pencemar, sehingga


(25)

keberadaan mangrove dapat berperan untuk menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran diperairan laut, dan manfaat ekonomis seperti hasil kayu serta bermanfaat sebagai pelindung bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan. (Wijayanti, 2007)

Menurut Badan Lingkungan Hidup Balikpapan, jenis vegetasi mangrove yang dijumpai di Sungai Wain Balikpapan dikelompokkan dalam 5 suku terdiri dari 11 jenis, yaitu :

1. Avicenniaceae, sp (pohon api-api)

a. Avicennia Marina

b. Avicennia Alba

c. Avicennia Officinals


(26)

2. Rhizophoraceae, sp (pohon bakau/tinjang)

a. Rhizophora Mucronata

b. Bruguera Gymnorrhiza

c. Bruguera Cylindrical

Gambar 2.2. Rhizophora Mucronata 3. Meliaceae (nyirih)

a. Xylocarpus Moluccencis

b. Myrsinnaceae


(27)

4. Nypa Fructicans (nipah)

a. Euphorbiaceae

Gambar 2.4. Nypa Fructicans 5. Sonneratiaceae (preparat)

a. Sonneratia Alba

b. Sonneratia Caseolari

Gambar 2.5. Sonneratiaceae Alba

Sedangkan untuk fauna hutan mangrove membentuk pencampuran antara 2 (dua) kelompok, yaitu :


(28)

1) Kelompok fauna daratan terrestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove terdiri dari : insecta, ular, burung, dan monyet bekantan. Kelompok ini mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup didalam hutan mangrove karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.

2) Kelompok fauna / akuatik, terdiri dari dua tipe, yaitu :

a) Hidup di kolam air, terutama berbagai jenis ikan dan udang. b) Hidup menempati substrat baik keras (akar dan batang)

maupun lunak (lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrate lainnya.

II.1.2. Habitat dan Ekosistem Mangrove

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga


(29)

dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.

Mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang). (Anonim, 2000)

Tempat tumbuh hutan mangrove memerlukan suasana yang khusus, yang lazim disebut “suasana mangrove” yaitu suasana yang


(30)

timbul dari perpaduan unsur-unsur antara lain : iklim tropic basah, curah hujan tinggi, laut tenang, ada sumber lumpur. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimum, mangrove memerlukan beberapa criteria berikut didalamnya :

1. Topografi pantai yang relatif landai dengan kemiringan 0-3º dan pantai terlindung dari hempasan ombak dan angin yang kencang. 2. Terdapat suplai air tawar dan air asin.

3. Terpengaruh pasang surut air laut.

4. Suhu udara 25ºC - 30ºC dengan fluktuasi tidak lebih dari 5ºC. Berdasarkan jenis pohon penyusun formasi hutan mangrove dari arah laut kedaratan dapat dibedakan 4 (empat) zona, yaitu : (Wijayanti, 2007)

1) Zona Api-api Prepat (Avicenia Sonneratia)

Terletak paling luar / jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak lembek (dangkal), sedikit bahan organik dan kadar garam agak tinggi. Zona ini didominasi oleh jenis Avecenia sp dan biasanya berasosiasi dengan jenis Rhizophora sp.

2) Zona Bakau (Rhizophora)

Terletak dibelakang zona api-api prepat, keadaan tanah berlumpur pendek (dalam). Pada umumnya didominasi oleh


(31)

jenis-jenis Rhizophora sp (tinjang) dan Xilocarpus sp (nyirih) dan Heririera sp (dungun).

3) Zona Tancang (Bruguiera)

Terletak dibelakang zona bakau, agak jauh dengan laut dekat dengan daratan. Keadaan tanah berlumpur agak keras, agak jauh dengan pantai. Pada umumnya ditumbuhi jenis Bruguiera (tinjang) dan Lumntzera sp (duduk). Jenis Bruguiera Gymnorhiza merupakan jenis pohon penyusun terakhir formasi mangrove.

4) Zona Nipah (Nypa Fructicance)

Terletak paling jauh dari laut/paling dalam kearah darat, salinitas airnya sangat rendah dan tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut. Pada umumnya ditumbuhi jenis Nypah (Nypatructicane), Deris sp, dan sebagainya.

Pohon mangrove dalam mengatasi siklus hidupnya untuk menyesuaikan dengan keadaan alam sekitarnya dengan cara beradaptasi meliputi :

A. Adaptasi Fisiologis

Mangrove dapat tumbuh pada substrat dengan kadar garam tinggi, maka mangrove mampu mengatur pemasukan garam dan memelihara keseimbangan air didalam tubuhnya. Beberapa


(32)

mekanisme yang dikembangkan untuk menghadapi kondisi ini adalah :

a. Mangrove menyerap air mengandung garam yang tinggi kemudian mengeluarkan kembali. Mangrove memiliki trikoma khusus yang mengandung ion-ion tertentu didalam tubuh, terutama ion NaO dan CIO untuk mengatur keseimbangan didalam tubuhnya. Kelenjar garam ditemukan pada genus Acantus, Aegiceras, dan Avicennia.

b. Mangrove menyerap air laut tetapi mencegah masuknya garam kedalam tubuh melalui ultra-filter dalam akar. Genus yang mampu menyaring masuknya garam adalah Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Aegiceras, Excoecaria, Aegialitis, dan Acrostichum.

c. Mangrove mengembangkan ketahanan terhadap tingginya kadar garam dan mengakumulasi garam didalam jaringan seperti pada kulit, batang, dan akar serta dalam jaringan daun tua. Penyimpanan garam biasanya diikuti oleh penebalan daun. Kelebihan garam dikeluarkan dari jaringan metabolik melalui pengguguran daun tua.


(33)

B. Reproduksi Vivipari

Biji merupakan media penyebaran dan mangrove menyebar melalui air, propagulan mangrove (buah, biji, benih) termodifikasi untuk mengapung di air, terutama bagian substrat pada dinding buah. Perkembangan propagulan saat masih menggantung di pohon induk merupakan ciri khas dari beberapa jenis mangrove dan ditemukan pada seluruh anggota suku Rhizophoraceae. Dua jenis vivipari dalam mangrove adalah :

a. Vivipari Sejati

Pada genus Bruguiera, Rhizophora, Ceriops, dan Kandella. Embrio tidak mengalami masa dormansi melainkan tumbuh menembus keluar kulit biji dan menembus kulit buah saat masih menempe pada tanaman induk.

b. Kriptovivipari

Embrio tumbuh menembus keluar kulit biji tetapi tidak sampai menembus keluar dari kulit buah jatuh ke tanah. Contohnya genus Avicennia, Aegiceras, dan Pelliciera.

C. Akar Khusus

Tanah tergantung dengan kandungan oksigen rendah dan substrat setengah basah yang memberikan mekanik lemah merupakan dua masalah bagi mangrove untuk dapat tumbuh.


(34)

Untuk menghadapi masalah ini mangrove mengembangkan akar-akar khusus yang terdapat diudara sehingga saat air surut akar-akar udara membantu pertukaran gas dan udara yang dibutuhkan. (Anonim, 2007a)

Menurut Kitamura, terdapat enam jenis tipe akar mangrove. Berikut ini deskripsi masing-masing akar mangrove tersebut: (Anonim, 2007a)

A) Akar tunjang adalah akar udara yang tumbuh di atas permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah serta memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Contoh: Rhizophora sp. (Anonim, 2007a)

B) Akar nafas adalah akar udara yang berbentuk seperti pensil atau kerucut yang menonjol ke atas, terbentuk dari perluasan akar yang tumbuh secara horisontal. Contoh: Avicennia sp. (Anonim, 2007a) C) Akar lutut adalah akar horisontal yang berbentuk seperti lutut

terlipat di atas permukaan tanah, meliuk ke atas dan bawah dengan ujung yang emmbulat di atas permukaan tanah. Contoh: Bruguiera sp. (Anonim, 2007a)

D) Akar papan adalah akar yang tumbuh secara horisontal, berbentuk seperti pita di atas permukaan tanah, bergelombang dan


(35)

berliku-liku ke arah samping seperti ular. Contoh: Xylocarpus sp. (Anonim, 2007a)

E) Akar banir adalah struktur akar seperti papan, memanjang secara radial dari pangkal batang. Ceriops sp. (Anonim, 2007a)

F) Akar tanpa akar udara adalah akar biasa, tidak berbentuk seperti akar udara. Contoh: Aegiceras sp. (Anonim, 2007a)

II.1.3. Manfaat Mangrove

Mangrove yang biasa disebut bakau memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan sekitarnya, yaitu :

1. Pemeliharaan Keanekaragaman Fauna

Hutan mangrove menyokong kehidupan hewan karena memberikan sumber makanan dan tempat hidup. Jenis-jenis biota di Sungai Wain Balikpapan antara lain : Reptilia, ikan, hewan makrobentos, bekantan (Nasalis larvatus), lutung kelabu (Trachypithecus cristatus), dan kera ekor panjang (Macaca fasciculatis). (Anonim, 2006)

2. Tempat Pemijahan

Lingkungan mangrove memiliki produktifitas tinggi, menyediakan sumber energi berupa zat-zat makanan karena itu mangrove merupakan tempat berteduh dan mencari makan. (Wijayanti, 2007)


(36)

3. Habitat Penting bagi Burung

Beberapa jenis burung membutuhkan ekosistem mangrove sebagai tempat mencari makanan dan bersarang. (Wijayanti, 2007)

4. Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove. (Anonim, 2009a)

5. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen. (Anonim, 2009a)

6. Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas (pulp). (Anonim, 2009a)

7. Bioakumulator Logam Berat

Tingginya kandungan logam berat Cu, Cd, dan Zn di dalam akar mangrove menunjukkan bahwa tumbuhan ini dapat mengakumulasi berat didalam jaringan tubuhnya. (Wijayanti, 2007)

8. Mengurangi Resiko Bahaya Tsunami

Ekosistem mangrove juga merupakan perlindungan pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya Tsunami. Hasil penelitian yang dilakukan di Teluk Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur, menunjukkan bahwa dengan adanya ekosistem mangrove telah terjadi reduksi tinggi gelombang sebesar 0.7340 dan perubahan energi gelombang sebesar (E) = 19635.26 joule. (Wijayanti, 2007)


(37)

II.2. Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove

Kerusakan hutan mangrove disebabkan dua hal yaitu aktivitas manusia dan faktor alam. Aktifitas manusia yang menyebabkan Kerusakan hutan mangrove adalah perambahan hutan mangrove secara besar-besaran untuk pembuatan arang, kayu bakar, dan bahan bangunan, serta penguasaan lahan oleh masyarakat, pembukaan lahan untuk pertambakan ikan dan garam, pemukiman, pertanian, pertambangan, dan perindustrian. (Anonim,2007b)

Pembangunan tambak di areal mangrove sebenarnya bukan tanpa masalah. Ada beberapa masalah yang dihadapi para pembuka lahan, seperti pengasaman tanah, tidak bercampurnya tanah, serta berkurangnya anakan untuk keperluaan perkembangan ikan. Dalam banyak kasus pestisida dan antibiotika juga sering kali digunakan bahkan untuk tambak tradisional. Tambak tidak selalu berarti hilangnya mangrove hal ini dapat dilihat pada pola tambak tumpang sari yang di praktekkan di beberapa tempat di Jawa. Pada pola ini mangrove di tanam di bagian tengah tambak. Sistem ini sangat baik untuk diterapkan karena selain melindungi dan mempertahankan mangrove, juga dapat dimanfaatkan oleh burung air. (Anonim, 2009a)

Kegiatan pengambilan kayu sering terlihat Riau, Kalimantan dan Irian Jaya. Sayangnya dampak yang ditimbulkan oleh pengambilan kayu terhadap hilangnya luasan areal mangrove sangat sulit untuk dirinci karena mangrove ternyata dapat tumbuh sendiri setelah tubuhnya ditebang, akan tetapi tidak


(38)

berarti bahwa tumbuhan yang baru tersebut akan selalu sama dengan jenis sebelumnya.

Penduduk juga memberikan sumbangan terhadap penurunan luas mangrove. Reklamasi untuk keperluan budidaya perikanan dan pertanian saat ini tampaknya menjadi suatu kegiatan utama yang berlangsung di area mangrove. Kegiatan reklamasi tersebut sebenarnya membutuhkan biaya tinggi dan seringkali tidak berkelanjutan serta sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap lingkungan. Selain konservasi menjadi tambak, adalah konservasi menjadi lahan pertanian dan penebangan kayu secara komersial dan dalam skala yang kecil, serta eksploitasi berlebihan oleh masyarakat setempat. (Wijayanti, 2007)

Kematian mangrove secara alami merupakan kejadian yang umum ditemukan dan merupakan kondisi alam, karena lingkungan mangrove bersifat dinamik dan periodik. Secara umum dapat dikatakan bahwa kematian mangrove secara alami tidak memberikan sumbangan yang signifikan terhadap hilangnya areal mangrove. (Wijayanti, 2007)

Sedimentasi atau adanya pendangkalan dan abrasi juga mempengaruhi Kerusakan mangrove tapi karena adanya tanah oloran maka abrasinya tidak begitu tampak. (Wijayanti, 20007)

Limbah dari industri yang terus-menerus yang dibuang ke laut juga berpotensi menyebabkan rusaknya mangrove, walaupun pohon mangrove


(39)

mempunyai kemampuan untuk mengakumulasi kadar limbah tetapi mangrove juga memiliki batas kemampuan untuk menurunkan limbah tersebut. (Wijayanti, 2007)

II.3. Konservasi Hutan Mangrove

Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. Konservasi hutan mangrove adalah usaha perlindungan, pelestarian alam dalam bentuk penyisihan areal sebagai kawasan suaka alam baik untuk perairan laut, pesisir, dan hutan mangrove. (Anonim, 2007c)


(40)

II.3.1. Ruang Lingkup Konservasi Hutan Mangrove

Ruang lingkup konservasi hutan mangrove meliputi usaha perlindungan, pelestarian alam dalam bentuk penyisihan areal sebagai kawasan suaka alam baik untuk perairan laut, pesisir, dan hutan mangrove.

Konservasi hutan mangrove mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Melestarikan vegetasi dengan habitat hutan mangrove dengan

tipe-tipe ekosistem.

2. Melindungi jenis-jenis biota dengan habitatnya yang terancam punah.

3. Mengelola areal bagi pembiakan jenis-jenis biota yang bernilai ekonomi.

4. Melindungi unsur-unsur yang mempunyai nilai sejarah dan budaya.

5. Mengelola areal yang bernilai estetis dan memanfaatkan areal tersebut bagi usaha rekreasi, turisme, pendidikan, penelitian dan lain-lain.

II.3.2. Kebijakan Hutan Mangrove

Departemen Kehutanan sebagai departemen teknis yang mengemban tugas dalam pengelolaan hutan, maka landasan dan


(41)

prinsip dasar yang dibuat harus berdasarkan peraturan yang berlaku, landasan keilmuan yang relevan, dan konvensi-konvensi internasional terkait dimana Indonesia turut meratifikasinya. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengelolaan Hutan Lestari

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dan oleh karena itu, maka pemerintah bertanggung jawab dalam pengelolaan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan (Pasal 2). Selanjutnya dalam kaitan kondisi mangrove yang rusak, kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan atau memanfaatkan hutan kritis atau produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan konservasi (Pasal 43). Adapun berdasarkan statusnya, hutan terdiri dari hutan negara dan hutan hak (pasal 5, ayat 1). Berkaitan dengan hal itu, Departemen Kehutanan secara teknis fungsional menyelenggarakan fungsi pemerinthan dan pembangunan dengan menggunakan pendekatan ilmu kehutanan untuk melindungi, melestarikan, dan mengembangkan ekosistem hutan baik mulai dari wilayah pegunungan hingga wilayah pantai dalam suati wilayah Daerah


(42)

Aliran Sungai (DAS), termasuk struktur sosialnya. Dengan demikian sasaran Departemen Kehutanan dalam pengelolaan hutan mangrove adalah membangun infrastruktur fisik dan sosial baik di dalam hutan negara maupun hutan hak. Selanjutnya dalam rangka melaksanakan fungsinya, Departemen Kehutanan sebagai struktur memerlukan penunjang antara lain teknologi yang didasarkan pada pendekatan ilmu kelautan (sebagai infrastruktur) yang implementasinya dalam bentuk tata ruang pantai.

2. Desentralisasi Kewenangan Pengelolaan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, maka kewenangan Pemerintah (pusat) dalam rehabilitasi hutan dan lahan (termasuk hutan mangrove) hanya terbatas menetapkan pola umum rehabilitasi hutan dan lahan, penyusunan rencana makro, penetapan kriteria, standar, norma dan pedoman, bimbingan teknis dan kelembagaan, serta pengawasan dan pengendalian. Sedangkan penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan (pada hutan produksi, hutan lindung, hutan hak, dan tanah milik) diselenggarakan oleh pemerintah daerah, terutama


(43)

Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali di kawsan hutan konservasi masih menjadi kewenangan Pemerintah (pusat).

3. Konservasi dan Rehabilitasi Secara Partisipatif

Dalam program konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove, pemerintah lebih berperan sebagai mediator dan fasilitator (mengalokasikan dana melalui mekanisme yang ditetapkan), sementara masyarakat sebagai pelaksana yang mampu mengambil inisiatif. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah disebutkan bahwa penggunaan dana reboisasi sebesar 40% dialokasikan kepada daerah penghasil untuk kegiatan reboisasi-penghijauan dan sebesar 60% dikelola Pemerintah Pusat untuk kegiatan reboisasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan disebutkan bahwa Dana Reboisasi sebesar 40% dialokasikan sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penghasil (kabupaten/kota) termasuk untuk rehabilitasi hutan mangrove. Hingga saat ini Departemen Kehutanan telah mengkoordinasi dengan Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta Bappenas untuk mempersiapkan penyaluran dan pengelolaan DAK-DR dimaksud.


(44)

4. Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Mangrove

Di dalam menyelenggarakan kewenangannya dalam pengelolaan hutan mangrove, Departemen Kehutanan membawahi Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bekerja di daerah, yaitu Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) akan tetapi operasional penyelenggaraan rehabilitasi dilaksanakan Pemerintah Propinsi dan terutama Pemerintah Kabupaten/Kota (dinas yang membidangi kehutanan). Sedangkan untuk meningkatkan intensitas penguasaan teknologi dan diseminasi informasi mangrove, Departemen Kehutanan sedang mengembangkan Pusat Rehabilitasi Mangrove (Mangrove Centre) di Denpasar – Bali (untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara) yang selanjutnya akan difungsikan untuk kepentingan pelatihan, penyusunan dan sebagai pusat informasi. Untuk kedepan sedang dikembangkan Sub Centre Informasi Mangrove di Pemalang – Jawa Tengah (untuk wilayah Pulau Jawa), di Sinjai – Sulawesi Selatan (untuk wilayah Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya), di Langkat – Sumatera Utara (untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan). Adapun untuk mengarahkan pencapaian tujuan sesuai dengan jiwa otonomi daerah, Pemerintah (pusat) telah menetapkan Pola Umum dan Standar serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Keputusan


(45)

Menteri Kehutanan No. 20/Kpts-II/2001), termasuk di dalamnya rehabilitasi hutan yang merupakan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) serta masyarakat. Strategi yang diterapkan Departemen Kehutanan untuk menuju kelestarian pengelolaan hutan mangrove: (1) Sosialisasi fungsi hutan mangrove, (2) Rehabilitasi dan konservasi, (3) Penggalangan dana dari berbagai sumber.

II.3.3. Pokok-pokok Kegiatan Mangrove

Dalam upaya pengelolaan hutan mangrove, Departemen Kehutanan telah, sedang, dan akan melakukan kegiatan-kegiatan baik dalam bentuk kegiatan operasional teknis di lapangan maupun yang bersifat konseptual. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Operasional teknis sejak tahun anggaran 1994/1995 sampai dengan tahun Dinas 2001, kegiatan operasional teknis yang dilaksanakan di lapangan oleh Balai/Sub Balai RLKT (sekarang bernama Balai Pengelolaan DAS) sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan adalah rehabilitasi hutan mangrove di luar kawasan hutan dan di dalam kawasan hutan seluas 22.699 Ha melalui


(46)

bantuan bibit, pembuatan unit percontohan empang parit dan penanaman/rehab bakau, yang tersebar di 18 Provinsi.

2. Penyusunan Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove 3. Inventarisasi kerusakan hutan mangrove (22 Provinsi) 4. Penyusunan basis data pengelolaan hutan mangrove

5. Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah Pantai Kabupaten

II.4. Landasan Teori

Di Negara-negara lain di kawasan ASEAN hutan mangrove sudah tidak dieksploitasi lagi. Pemanfaatan dilakukan dengan pendekatan pariwisata dan industri perikanan yang tidak mengubah ekosistem.

Menurut Gongora, di bawah slogan “Kebebasan untuk Mangrove” ini, kampanye penyelamatan mangrove lebih ditekankan untuk mencapai misi memperbaiki dan melindungi mangrove. Penyelamatan mangrove dapat dilakukan melalui konservasi di level lokal, regional dan internasional.

Konservasi mangrove ditekankan untuk mencegah terjadinya pembukaan hutan mangrove untuk tambak illegal atau lahan tambak yang kurang produktif. Selain itu juga dilakukan usaha rehabilitasi agar hutan mangrove yang telah rusak setidak-tidaknya seperti ekosistem alamiyah. (Wijayanti, 2007).


(47)

Untuk itu diperlukan suatu analisa konservasi yang tepat untuk mangrove Sungai Wain Balikpapan melalui konsep ekowisata sangat perlu meningkatkan banyaknya flora dan fauna pada kawasan Sungai Wain Balikpapan, maka Pemerintah Kota Balikpapan dengan Dinas yang terkait melaksanakan rehabilitasi kembali hutan mangrove yang rusak dan menjadikannya tempat wisata dengan tidak merusak tatanan lingkungan mangrove, seperti tempat wisata yang ada di Bali. (Wijayanti, 2007)

II.4.1. Pengertian Mangrove Sebagai Ekowisata

Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism, yaitu ekoturisme. Terjemahan yang seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis. Yayasan Alam Mitra Indonesia membuat terjemahan ecotourism dengan ekoturisme. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah ekowisata yang banyak digunakan oleh para rimbawan. Menurut Fandeli, hal ini diambil misalnya dalam salah satu seminar dalam Reuni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Kemudian menurut Nasikun, mempergunakan istilah ekowisata untuk menggambarkan adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan. (Anonim, 2000)


(48)

Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya konservasionis. (Anonim, 2000)

Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi

The Ecotourism Society sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu

bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. (Anonim, 2000)

Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Menurut Eplerwood Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai


(49)

berikut: Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata. Dari kedua definisi ini dapat dimengerti bahwa ekowisata dunia telah berkembang sangat pesat. Ternyata beberapa destinasi dari taman nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata ini. (Anonim, 2000)

Bahkan di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait dengan pengertian ekowisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Black, ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam. (Anonim, 2000)

Secara teoritis yang dimaksud mangrove sebagai tempat wisata adalah sebagai berikut :

1. Daerah lahan (alami) yang bebas terbuka tanpa fungsi normal dan didalamnya terdapat tanam-tanaman yang secara umum berfungsi


(50)

ekologis, tidak terdapat bangunan buatan manusia maupun kegiatan-kegiatan formal manusia termasuk dalam pengolahannya adalah : suaka marga satwa, cagar alam, padang rumput, sawah, dan jalur hijau yang ada di lingkungan binaan.

2. Ruang yang berfungsi sebagai tempat bermain yang aktif untuk anak-anak dan dewasa, tempat bersantai pasif untuk orang dewasa, dan sebagai areal konservasi.

3. Tempat yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi, konservasi lahan dan sumber daya alam lainnya atau keperluan keindahan.

II.4.2. Fungsi Mangrove Sebagai Ekowisata

Mangrove sebagai ekowisata selain mempunyai fungsi sebagai tempat wisata atau rekreasi juga mempunyai fungsi lain, antara lain : 1. Areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan

penyangga kehidupan lingkungan.

2. Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan keindahan.

3. Terdapat perlindungan plasma nutfah.

4. Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. 5. Pengatur tata air.


(51)

Semuanya hanya bertujuan untuk pelestarian lingkungan terhadap hutan mangrove yang banyak sekali manfaat dan kegunaannya dan dapat memberikan masukan tambahan pendapatan daerah apabila tempat tersebut sukses menjadi kawasan ekowisata.

Bagi kegiatan ekonomi, mata pencaharian penduduk akan bertambah sehingga meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat, dan tidaklah mustahil bila mereka akan berganti profesi dari menjadi petani tambak udang yang selama ini terus membuka lahan mangrove untuk tambak menjadi penyedia jasa pariwisata mangrove di kawasan hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan.

II.4.3. Konsep Mangrove Sebagai Ekowisata

Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yang perlu dipikirkan. Pertama, aspek destinasi, kemudian kedua adalah aspek market. Untuk pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep product driven. Meskipun aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilaku obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya.

Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat


(52)

dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar. (Anonim, 2000)

Mangrove sebagai ekowisata mempunyai beberapa konsep atau tatanan sehingga tempat itu layak untuk dijadikan sebagai ekowisata : 1. Mempunyai Lembaga

Agar lembaga tersebut dapat berjalan dengan baik maka diperlukan seksi-seksi kerja sebagai berikut :

a. Seksi Penelitian : Melaksanakan survei dan penelitian flora dan fauna yang berkaitan dengan mangrove.

b. Seksi Pelatihan : Menyusun dan melaksanakan kegiatan pelatihan baok yang merupakan kegiatan rutin maupun permintaan pihak-pihak yang berkepentingan.


(53)

c. Seksi Informasi : Menyebarluaskan informasi mangrove melalui media cetak dan elektronik.

d. Seksi Ekowisata : Melakukan pemanduan wisata, pembuatan specimen dan pembuatan buku.

e. Seksi Pendidikan Lingkungan : Melaksanakan event, kelas dilapangan dan penanaman partisipasi bagi kalangan sekolah, universitas, dan masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih jauh tentang mangrove.

f. Seksi Manajemen : Mengorganisir dan mendukung semua kegiatan proyek.

(Wijayanti, 2007)

2. Adanya Jalan Sebagai Sarana Mengelilingi Mangrove

Jalan terbuat dari kayu sepanjang panjang mangrove karena hanya dengan jalan kaki, kita dapat mengelilingi hutan mangrove.

3. Tatanan Mangrove Tanpa Merubah Zonasi dari Mangrove itu Sendiri

Zonasi mangrove tidak dapat dirubah karena pohon mangrove memiliki akar khusus yang cocok sesuai dengan zonasi tersebut. 4. Tidak Adanya Pedagang Liar yang Berada Di Kawasan Ekowisata

Kawasan ini bebas dari pedagang liar karena akan mengganggu keindahan dan nilai estetika. Jika ada pedagang liar yang berada


(54)

dikawasan wisata dikhawatirkan akan membuang sampah disembarang tempat.

II.5. Analisis SWOT

Analisis SWOT singkatan dari strength, weakness, opportunity, dan threat atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman.

1. Kekuatan merupakan hal yang positif yang sifatnya dari dalam/internal. 2. Kelemahan merupakan hal yang negatif yang sifatnya dari dalam/internal. 3. Kesempatan merupakan hal positif yang sifatnya dari luar/eksternal. 4. Ancaman merupakan hal negatif yang sifatnya dari luar/eksternal.

SWOT adalah metode mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor

internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai

tujuan tersebut.

Dalam merencanakan sesuatu misal rencana pribadi atau rencana organisasi, sering digunakan analisis SWOT untuk mempertimbangkan segala potensi yang timbul dan melihat segala kemungkinan yang ada. Dengan demikian, perencanaan akan menjadi efektif dan terukur.


(55)

Teknik ini dibuat ole pada menggunakan data dari perusahaan-perusahaa

Adapun tahap analisis SWOT menurut Rangkuti (1977) adalah : 1) Identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal

2) Memberi nilai peubah dengan pembobotan serta rating dari 1 sampai 5. Bobot dikalikan rating dari setiap faktor untuk mendapatkan skor untuk faktor-faktor tersebut. (Anonim, 2007d)

II.6. Hipotesis

Dari hasil uraian perumusan masalah, maka dibuat hepotesis yaitu, diduga faktor pengelolaan kawasan hutan mangrove di Sungai Wain Balikpapan khususnya faktor partisipasi BLH dan kalangan Perguruan Tinggi mempunyai pengaruh dominan dibandingkan faktor lainnya terhadap kondisi hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan.


(56)

41

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis mangrove dan faktor-faktor yang menyebabkan berkurangnya luas hutan mangrove di Sungai Wain Balikpapan. Berdasarkan identifikasi faktor-faktor tersebut akan disusun strategi pengelolaan dan pemeliharaan hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan.

III.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai 1 Oktober 2009 sampai dengan 1 Februari 2010 di Kawasan Sungai Wain Balikpapan. Penelitian difokuskan pada hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan dengan 2 kelurahan :

1. Kelurahan Kariangau 2. Kelurahan Margomulyo

III.2. Diagram Alir Penelitian


(57)

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Penentuan Lokasi

Penentuan variabel penelitian : 1. Aspek teknik

2. Aspek sosial

3. Aspek kelembagaan

Pengumpulan data

Data Primer 1. Teknik observasi

lapangan

2. Teknik kuisioner 3. Teknik dokumentasi

Data Sekunder 1. Dinas Kehutanan 2. Dinas Tata Kota 3. BLH

Pembahasan

Output Penelitian Konsep Ekowisata Ditinjau dari tiga aspek


(58)

III.3. Variabel Penelitian

Variabel adalah konsep yang memiliki beberapa macam nilai. Variabel yang digunakan dalam penelitian dilatar belakangi oleh :

1. Kondisi fisik dasar hutan mangrove di Sungai Wain Balikpapan. 2. Kondisi habitat mangrove di Sungai wain Balikpapan.

Variabel yang dimaksud meliputi :

1) Aspek teknis yang mempengaruhi pengelolaan hutan mangrove meliputi : a) Jenis tanaman mangrove.

b) Pola penanaman mangrove. c) Teknik penanaman mangrove.

2) Aspek sosial pengelolaan hutan mangrove meliputi : a) Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk.

b) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan mangrove.

c) Kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan memelihara hutan mangrove.

3) Aspek kelembagaan yang mempengaruhi pengelolaan hutan mangrove meliputi :

a) Dukungan Peraturan Pemerintah. b) Dukungan Pemerintah Balikpapan.


(59)

III.4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi : 1. Data Primer

Dilaksanakan pengamatan dan pencatatan secara langsung pada daerah penelitian dengan beberapa teknik.

a. Teknik Observasi Lapangan

Untuk mendapatkan data kuantitatif seperti jenis tanaman mangrove, pola penanaman mangrove, dan teknik penanaman mangrove.

b. Teknik Kuisioner

Untuk mendapatkan data-data primer melalui proses wawancara dengan 30 responden dalam hal ini pakar-pakar Pemerintah Kota dan masyarakat yang interest terhadap penanganan dan pengelolaan hutan mangrove di Sungai Wain Balikpapan.

Responden pakar yang diambil berasal dari :

a) Lima (5) responden dari Dinas Tata Kota Balikpapan.

b) Lima (5) responden dari Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur.

c) Lima (5) responden dari Kalangan Perguruan Tinggi Balikpapan. d) Lima (5) responden Badan Lingkungan Hidup (BLH) Balikpapan. e) Sepuluh (10) responden dari Masyarakat kawasan Sungai Wain.


(60)

c. Teknik Dokumentasi

Untuk mendukung hasil observasi lapangan dilakukan teknik dokumentasi atau pemotretan sebagai hasil rekaman visual berupa foto-foto hutan mangrove Balikpapan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dimana memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian yang didapatkan dari beberapa sumber terkait antara lain : Dinas Kehutanan, Dinas Tata Kota, dan Badan Lingkungan Hidup, meliputi : a. Data exiting dan rencana tata ruang kota.

b. Kondisi hutan mangrove.

c. Jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk.

d. Peraturan perundangan dan kebijakan yang berhubungan dengan penataan dan pengelolaan hutan mangrove.

III.5. Teknik Pembuatan Kuesioner

Kuesioner adalah salah satu alat yang digunkan untuk mengumpulkan data. Kuesioner biasanya berupa pertanyaan tertulis yang diberikan kepada responden untuk dijawab. Penyusunan kuesioner dilakukan dengan harapan dapat mengetahui variable-variabel apa saja yang menurut responden


(61)

merupakan hal yang penting dalam konservasi hutan mangrove sebagai ekowisata.

Berikut ini langkah-langkah yang digunakan untuk merancang sebuah kuesioner, yaitu :

1. Menentukan persoalan apa yang ingin diidentifikasi.

2. Desain kuesioner harus bisa menjembatani antara peneliti dengan respondennya. Dalam kata lain, bahasa yang digunkan harus disesuaikan dengan responden yang akan diteliti.

Untuk mengetahui tingkat persetujuan responden terhadap konservasi hutan mangrove sebagai ekowisata, maka responden diminta penilaian terhadap kawasan mangrove Sungai Wain Balikpapan dengan menggunakan skala empat tingkat likert. Dimana penilaian yang digunakan dengan skoring menurut skala likert dengan nilai terendah 1 (satu) tertinggi 4 (empat).

Disediakan 4 (empat) pilihan skala dengan format seperti : 1) Sangat tidak setuju = 1

2) Tidak setuju = 2 3) Setuju = 3 4) Sangat setuju = 4


(62)

III.6. Teknik Analisis

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik secara deskriptif yang didapat melalui hasil dari jawaban 30 responden tentang faktor-faktor yang menyebabkan berkurangnya luas kawasan hutan mangrove di Sungai Wain Balikpapan. Sebelumnya akan ditentukan terlebih dahulu indikator dan variabel yang diteliti yaitu variabel tergantung dan variabel bebas.

Sebagaimana tujuan dari pembahasan ini menganalisa sampai seberapa jauh peran serta dan kesadaran masyarakat terhadap kebijakan Pemerintah dan Peraturan Undang-undang terhadap partisipasi BLH dan Perguruan Tinggi terhadap kondisi hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan, maka yang jadi dependent variabel (variabel gantung) adalah kondisi hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan (Y) sedangkan peran serta dan kesadaran masyarakat, kebijakan Pemerintah dan Peraturan Undang-undang, dan partisipasi BLH dan Perguruan Tinggi merupakan independent variabel (variabel bebas) yaitu X.

Unuk mengetahui pengaruh peran serta dan kesadaran masyarakat, kebijakan Pemerintah dan Peraturan Undang-undang, dan partisipasi BLH dan Perguruan Tinggi dengan kondisi hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan digunakan metode regresi linier berganda, karena kuisioner yang digunakan menggunakan 3 (tiga) variabel independen. Dengan rumus sebagai berikut :

3 3 2 2 1

1

X

b

X

b

X

b

a


(63)

Dimana :

Y : variabel dependen a : koefisien konstanta b1,b2, b3 : koefisien regresi

X1 : variabel independen pertama X2 : variabel independen kedua X3 : variabel independen ketiga

III.7. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis penulis menggunakan uji F (uji serentak) dan uji t (secara parsial) dan dalam perhitungan dipergunakan alat bantu program perhitungan SPSS (Statistical Package for Socials Science) versi 17.00

1. Uji F (Uji Simultant)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat.

F hitung diperoleh dengan rumus :

(

1

) (

1

)

/ 2 2 − − − = k n R K R F Dimana :

R2 : koefisien determinasi k : jumlah parameter n : jumlah sampel


(64)

Apabila Fhitung > Ftabel dengan derajat kesalahan (X) tertentu, maka hipotesis nol (H0) ditolak dan menerima hipotesis alternatif (H1). Artinya variabel bebas mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel terkait. Sebaliknya bila Fhitung < Ftabel, maka hipotesis nol (H0) diterima dan menolak hipotesis alternatif (H1).

2. Uji t (Uji Parsial)

Pengujian secara parsial digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas (X) mempunyai pengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y). t hitung diperoleh dari rumus :

( )

bi

SE

bi

t

hitung

=

Dimana :

bi : koefisien regresi

SE : standar error of estimasi

Apabila thitung > ttabel, maka hipotesis nol (H0) ditolak dan menerima hipotesis alternatif (H1). Berarti variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya bila thitung < ttabel, maka hipotesis nol (H0) diterima dan menolak hipotesis alternatif (H1).


(65)

III.8. Analisis SWOT

Tahapan-tahapan dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Masalah

Untuk menangani dan memelihara ekosistem mangrove di Sungai Wain Balikpapan merupakan tugas Pemerintah Kota Balikpapan dan Dinas terkait yaitu Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup. Dalam upaya menangani dan memelihara hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan timbul beberapa masalah utama, yaitu:

a. Kondisi hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan jauh dari memadai. Luas mangrove di kawasan tersebut hanya mencapai 8.2 Ha, padahal luas hutan mangrove yang dipersyaratkan oleh Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 5 tahun 2006 adalah seluas 52.2 Ha. Sehingga terdapat selisih sebesar 44 Ha untuk luas mangrove yang memenuhi syarat sebagai kawasan konservasi alam.

b. Tidak adanya dukungan peraturan perundangan yang melindungi hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan sehingga Pemerintah Kota Balikpapan tidak dapat mencegah terjadinya reklamasi hutan mangrove menjadi pemukiman, pelabuhan dan pertambakan.

c. Rendahnya peran serta masyarakat dalam ikut menjaga dan melestarikan hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan.


(66)

d. Kurang optimalnya pelaksanaan program penanganan dan pemeliharaan hutan mangrove oleh Pemerintah Kota Balikpapan.

e. Masih belum optimalnya peran serta BLH dan Perguruan tinggi dalam pengawasan, penanganan, dan pemeliharaan hutan mangrove.

2. Penetapan Prioritas Masalah

Berdasarkan permasalahan yang diidentifikasikan diatas, maka dapat ditentukan prioritas masalah sebagai berikut :

a. Penanganan kondisi hutan mangrove sebagai prioritas utama. b. Pelaksanaan kebijakan Pemerintah Kota sebagai prioritas kedua. c. Dukungan Peraturan Perundangan sebagai prioritas ketiga. d. Peran serta dan kesadaran masyarakat sabagai prioritas keempat. e. Dukungan BLH dan Perguruan Tinggi sebagai prioritas kelima. 3. Penentuan Faktor Kunci Sukses

Langkah utama yang dilakukan disini adalah mengidentifikasi faktor internal dan eksternal.


(67)

52

IV.1. Analisa Umum Hutan Mangrove di Kawasan Sungai Wain Balikpapan

Perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan terutama di kawasan Sungai Wain Balikpapan diakibatkan karena pertambahan penduduk yang semakin cepat dan luas kawasan yang terbangun. Hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan dengan cepat menjadi semakin menipis dan berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan kawasan tersebut, hal itu dapat dilihat dengan gambar dibawah ini :

1. Tahun 2006


(68)

2. Tahun 2007

Gambar 4.2 Luas hutan mangrove mencapai ± 6.7 Ha 3. Tahun 2008

Gambar 4.3 Pohon mangrove ditepi-tepi semakin berkurang

Luasan hutan mangrove tahun 2009 hanya mencapai 8.2 Ha, menunjukkan bahwa luasan hutan mangrove sangat tidak memadai. Hal ini jika dihubungkan dengan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 5 tahun 2006, dinyatakan bahwa Kawasan Hutan Mangrove di Teritib yang


(69)

dijadikan Daerah Perlindungan Mangrove dan Laut (DPML) mencakup area lahan seluas 52.2 Ha. Selisih antara luas yang dipersyaratkan dengan luas sekarang adalah 44 Ha menunjukkan kondisi hutan mangrove di Sungai Wain Balikpapan saat ini sangat memprihatinkan.

Salah satu penyebab pengurangan luas lahan mangrove adalah akibat kegiatan pengubahan alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak dan kawasan pemukiman penduduk. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya kemampuan dinas terkait yang bertanggung jawab dalam penenganan dan pemeliharaan mangrove dalam mencegah reklamasi hutan mangrove tersebut. Pemerintah Kota Balikpapan tidak memilik peraturan daerah khusus yang mengatur peruntukan dan perlindungan kawasan mangrove di Sungai Wain Balikpapan. Padahal sebagaimana kita ketahui bersama kawasan Sungai Wain Balikpapan menyimpan keanekaragaman hayati dan potensi dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. Tidak dijalankan payung hukum yang mengatur perlindungan hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan menyebabkan instansi tidak ada sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melakukan reklamasi hutan mangrove.

Permasalahan utama adalah pengaruh dan tekanan habitat mangrove bersumber dari keinginan manusia untuk mengkonversi areal hutan mangrove menjadi areal pengembangan perumahan, industri dan perdagangan, kegiatan-kegiatan komersial maupun pergudangan. Dalam situasi seperti ini habitat dasar dan fungsinya menjadi hilang dan


(70)

kehilangan ini disertai dengan hilangnya ruang terbuka hijau yang jauh lebih besar dari nilai penggantinya.

Berdasarkan hasil observasi (pengamatan langsung) di lapangan teridentifikasi beberapa aktivitas yang berpotensi untuk merusak mengrove menjadi tambak dan pemukiman adalah :

1) Alih guna lahan hutan mangrove menjadi tambak dan pemukiman.

Gambar 4.4 Peralihan hutan mangrove menjadi pelabuhan dan tambak 2) Terjadi pencemaran akibat menumpuknya sampah dimuara akan

mengakibatkan kematian tanaman mangrove dewasa dan akan mematikan bibit mangrove.


(71)

3) Terjadinya penebangan liar mangrove oleh masyarakat di beberapa bagian hutan mangrove dan berkurangnya fauna di kawasan hutan mangrove

Gambar 4.6 Bekas penebangan liar hutan mangrove Sungai Wain

Hasil pengamatan Badan Lingkungan Hidup hutan mangrove dan fauna di kawasan Sungai wain Balikpapan beberapa lokasi adalah sebagai berikut :

A. Luas hutan mangrove Margomulyo sampai dengan Kariangau

a. Luas hutan mangrove ± 8.2 Ha dan didominasi oleh jenis Rhizophora.

b. Terdapat luasan tertentu ditebang sehingga yang ada hanya batang-batang gundul setinggi 0.5 m – 1 m dari permukaan air.

c. Fauna yang ditemui adalah bekantan (Nasalis larvatus), lutung kelabu (Trachypithecus cristatus), kera ekor panjang (Macaca fasciculatis), pesut (Orcaela brevistroris), include kukang (Nyscticebus coucang), tarsius (Tarsius bancanus), lutung merah


(72)

(Presbytis rubicunda), lutung dahi putih (Presbytis frontata), beruk (Macaca nemestrina), owa-owa (Hylobates muelleri), orang utan (Pongo pygmaeus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus). B. Pertambakan di Margomulyo dan Kariangau

a. Tambak produktif yang terkesan panas karena pematangannya sangat jarang ditanami pohon mangrove.

b. Banyak terdapat tambak non produktif didaerah perumahan yang ditumbuhi vegetasi perdu dan beluntas (Pluchea indica).

Hasil observasi lapangan juga menunjukkan adanya potensi keanekaragaman hayati yang menandakan masih berjalannya fungsi ekosistem hutan mangrove dalam menyangga kehidupan lingkungan pesisir di Sungai Wain Balikpapan. Temuan dilapangan menunjukkan adanya beberapa jenis vegetasi hutan mangrove yang tetap tumbuh subur dan beberapa jenis burung air yang hidup disekitar ekosistem pesisir. Pembahasan mengenai jenis mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan dapat dilihat pada analisis aspek teknis.

IV.2. Analisis Aspek Teknis

Berdasarkah pengamatan langsung dilapangan, analisis aspek teknis meliputi jenis mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan, pola penanaman mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan, dan teknik penanaman mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan.


(73)

IV.2.1. Jenis Mangrove di Kawasan Sungai Wain Balikpapan

Luas hutan yang masih ditumbuhi mangrove dari 25 Ha hanya 8.2 Ha yang masih ditumbuhi vegetasi mangrove. Berdasarkan analisa vegetasi hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan didominasi oleh 5 jenis vegetasi mangrove yaitu :

1. Rhizophora mucronata

2. Avicennia marina

3. Xylocarpus moluccencis

4. Nypa fructicans 5. Sonneratia alba

Walaupun demikian, beberapa spesies mangrove tersebut memiliki harapan untuk tetap dipertahankan sebagai kawasan penyangga pesisir Sungai Wain Balikpapan dengan beberapa persyaratan diantaranya diberhentikannya proses alih guna lahan hutan mangrove bagi tambak, pelabuhan, pemukiman dan penghentian penebangan liar tanaman mangrove di sekitar Sungai Wain Balikpapan dan juga masih memberikan harapan bagi pengembangan Sungai Wain Balikpapan sebagai kawasan konservasi alam apabila dikelola dengan baik.

IV.2.2. Pola Penanaman Mangrove di Kawasan Sungai Wain Balikpapan Dari penelitian yang penulis lakukan, bahwa pola penanaman mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan mengacu pada system zone, dimana pada masing-masing zona berbeda jenis pohon


(74)

penyusunan-penyusunannya. Pola penanaman mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan adalah seperti terlihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Pola Penanaman Mangrove di Sungai Wain Balikpapan

No Zonasi Dominasi Jenis Keterangan

1. Zona Api-api Avicennia marina

• Pohon/perdu, tinggi 5 m

• Zona paling luar

• Tumbuh pada lumpur muda (dangkal)

2. Zona Bakau Rhizophora mucronata

• Pohon, tinggi 13 m

• Dibelakang zona api-api

• Tumbuh dalam lumpur dalam

3. Zona Nyirih Xylocarpus moluccencis

• Pohon, tinggi 7 m

• Jenis peralihan dari payau ke darat

• Tumbuh pada tanah liat berpasir

• Di belakang zona bakau

4. Zona Preparat Sonneratia alba

• Pohon/semak, tinggi 7 m

• Termasuk suku palma

• Tumbuh pada tanah lumpur berpasir

• Dibelakang zona nyirih

5. Zona Nipah Nypa fructicans

• Pohon, tinggi 3 m

• Termasuk suku palma

• Zona paling dalam wilayah perairan sungai


(75)

IV.2.3. Teknik Penanaman Mangrove di Kawasan Sungai Wain Balikpapan

Mengingat pentingnya peranan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi, maka penanaman kembali mangrove pada beberapa lahan kosong di kawasan Sungai Wain Balikpapan adalah sebuah keharusan. Terdapat teknik-teknik khusus yang harus dilakukan dalam melakukan penanaman kembali mangrove agar kegiatan penanaman dapat terlaksana dengan baik.

Salah satu usaha yang harus dilakukan pada kawasan Sungai Wain Balikpapan adalah dengan cara meningkatkan kesadaran masyaakat untuk melakukan kegiatan rehabilitasi lahan kosong atau areal mangrove yang rusak maupun lahan tambak masyarakat. Guna meningkatkan keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan, hal-hal teknis yang perlu mendapatkan perhatian antara lain :

1. Persyaratan Tumbuh Mangrove Kawasan Sungai Wain Balikpapan Hutan mangrove adalah hutan tropik basah yang jenis tanamannya tunggal. Pohon mangrove terdiri atas beberapa familia suku bakau-bakauan. Setiap jenis membentuk zona-zona tertentu yang memiliki sifat fisik tertentu. Secara teknis persyaratan tumbuh mangrove kawasan Sungai Wain Balikpapan adalah sebagai berikut :

a. Daerah pantai dengan curah hujan sepanjang tahun cukup tinggi. b. Ada masukan air tawar pada hutan mangrove yang akan


(76)

c. Pengaruh pasang surut air laut serta pengaruh air tawar. 2. Teknik Penanaman Mangrove Kawasan Sungai Wain Balikpapan

a. Penanaman dapat dilakukan dengan jarak tanam :

a) 2 × 1 meter, dengan jumlah bibit : 5000 batang / hektar. b) 1.5 × 1 meter, dengan jumlah bibit : 6600 batang / hektar. c) 1 × 1 meter, dengan jumlah bibit : 10000 batang / hektar. Berdasarkan hasil observasi lapangan, jarak penanaman yang baik dilakukan di kawasan Sungai Wain Balikpapan yaitu pada jarak tanam 2 × 1 meter dengan jumlah bibit 5000 batang / hektar karena semakin jauh jarak penanamannya semakin baik tanaman mangrove tumbuh dan berkembang.

Ukuran tanaman didasarka pada :

(a) Keadaan tanah pantai (berlumpur, berpasir). (b) Kemiringan pantai (landai).

(c) Keadaan arus atau gelombang laut (deras). (d) Macam bibit (biji).

b. Penanaman mangrove dilakukan dengan tahapan : a) Persiapan Lapangan

(a) Pembuatan jalur tanaman, penentuan arah larikan tanaman melintang arah pasang surut.

(b) Pembersihan tanaman dari semak atau sampah pengganggu.


(77)

(c) Pemasangan ajir tanaman setinggi kurang lebih satu meter, dengan jarak ajir sesuai dengan jarak antar tanaman 2 × 1 meter.

(d) Pembuatan sarana lainnya yang diperlukan. b) Pengangkutan Bibit Mangrove

(a) Dilakukan secara manual dengan tenaga manusia.

(b) Tempat pembawa bibit dengan kotak dari bambu untuk menghindari kerusakan bibit.

(c) Jumlah bibit yang diangkut ke lapangan disesuaikan dengan kemampuan penanaman dalam satu hari.

c) Penanaman Mangrove

(a) Penanaman dapat menggunakan bibit dari persemaian. (b) Penanaman dengan bibit (biji), meliputi pekerjaan :

A.Pembuat lubang dengan ukuran sebesar kantung plastik.

B.Penanaman bibit bersamaan waktunya dengan pembuatan lubang.

C.Kantong plastik sebelum ditanam disobek / dilepas dan bekasnya diletakan di ujung ajir.

(c) Pengendalian / pencegahan hama terhadap bibit yang ditanam dengan cara :

A.Benih yang ditanam dimasukkan pada bumbung bambu.


(78)

B.Cara lain dengan menancapkan jenis tanaman paku-pakuan disekeliling bibit yang baru ditanam.

c. Penanaman mangrove dilakukan pada saat air surut.

d. Arah baris larian tanaman diperhitungkan dengan arah datangnya arus air laut.

e. Bibit yang akan ditanam dijaga agar tidak rusak pada saat pengangkutan.

3. Cara Pengadaan Bibit Kawasan Sungai Wain Balikpapan Pengadaan bibit meliputi kegiatan :

a. Pengumpulan Benih Mangrove

a) Benih untuk calon bibit dipilih yang sudah tua dan berkualitas baik.

b) Buah atau benih yang dikumpulkan dari pohon induk atau sumber benih yang telah memenuhi standar teknis. Untuk sumber benih Rhizophora (bakau), buah atau benih dikumpulkan dari pohon yang berumur 8 (delapan) tahun keatas dan untuk api-api berumur lebih dari 5 (lima) tahun. c) Pengumpulan buah atau benih dilakukan dengan memetik dari

pohon atau mengumpulkan buah yang jatuh disekitar tegakan. b. Pembuatan Persemaian Mangrove

Persyaratan lokasi persemaian mangrove :

a) Dekat dengan lokasi penanaman dan dekat dengan desa. b) Tanah subur, banyak mengandung humus.


(79)

c) Dekat dengan sumber air payau dan tersedia sepanjang tahun. 4. Pemeliharaan Tanaman Mangrove Kawasan Sungai Wain Balikpapan

Pekerjaan pemeliharaan tanaman meliputi : a. Penyulaman

a) Dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati dengan bibit yang sejenis.

b) Penyulaman dilakukan 15-30 hari setelah penanaman. b. Penyiangan

a) Untuk membebaskan tanaman dari penjalangan rumput semak pengganggu.

b) Pada awal genangan atau daerah pasang surut tidak perlu penyiangan.

c) Tanaman pada areal yang kering perlu penyiangan sampai tanaman berumur 1-2 tahun.

d) Penyiangan dilakukan sepanjang larikan tanaman selebar 1 m. c. Pengendalian Hama

a) Hama tanaman yang sering merusak tanaman bakau adalah yuyu yang mengerat bibit mangrove atau tanaman muda sehingga menyebabkan tanaman mati.

b) Hama lain yang juga merusak tanaman bakau adalah tempakul dan tiram yang menempel pada tanaman berumur 3-4 tahun. Kerusakan hutan mangrove selama ini jika dilihat dari aspek teknis disebabkan oleh pola penanaman yang tidak sesuai dengan zonasi pohon


(1)

100 V.1. Kesimpulan

Berdasarkan data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat kerusakan hutan mangrove semakin bertambah setiap tahunnya dikarenakan pertumbuhan penduduk sebesar 1.34% per tahun dan kepadatan penduduk yang terus meningkat sebesar 3.84% per tahun sehingga 50% lahan mangrove rusak karena dibangun pemukiman, pelabuhan, dan pertambakan.

2. Diversifikasi fungsi hutan mangrove sebagai ekowisata akan berhasil jika penanaman mangrove terus dilakukan sesuai dengan pola penanaman dan teknik penanaman yang baik.

3. Terdapat 4 (empat) faktor yang berkonstribusi positif terhadap pemeliharaan dan pelestarian hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan, yaitu kondisi umum hutan mangrove, peran serta dan kesadaran masyarakat, pelaksanaan kebijakan pemerintah dan dukungan Undang-undang, dukungan BLH dan Perguruan Tinggi. 4. Dengan melihat 3 aspek yaitu, aspek teknik, aspek sosial, dan aspek

kelembagaan, konsep ekowisata akan berhasil jika dilakukan konservasi hutan mangrove serta adanya dukungan dari Pemerintah


(2)

101

Kota Balikpapan, Peraturan Undang-undang, peran serta masyarakat, dan Partisipasi BLH dan kalangan Perguruan Tinggi.

5. Dari hasil perhitungan analisa linier berganda diperoleh koefisien masing-masing bernilai positif serta korelasinya sebesar R = 0.522 dan koefisien Determinasi R2 = 0.273 hal ini menunjukkan tiap-tiap variabel Peran Serta dan Kesadaran Masyarakat (X1), Kebijakan Pemerintah dan Peraturan Perundang-undangan (X2), dan Partisipasi BLH dan Perguruan Tinggi (X3) mempunyai hubungan erat dan berpengaruh terhadap Kondisi Hutan Mangrove Sungai Wai Balikpapan (Y),

6. Berdasarkan perhitungan uji F diperoleh nilai 3.247 > 2,980 serta diperoleh nilai signifikan 0.038 < 0.05 dengan demikian menunjukkan bahwa faktor-faktor pengelolaan berpengaruh secara bersama-sama atau model penaksiran tepat terhadap konsep ekowisata.

7. Dari tiga variabel yang diteliti, variabel Partisipasi BLH dan Kalangan Perguruan Tinggi memberikan pengaruh dominan, hal ini dibuktikan dengan ditunjang dengan nilai standardized coefficients terbesar yaitu 0.388 atau 38.8%,


(3)

V.2. Saran

Untuk peningkatan program penanganan dan hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan maka :

1. Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi aktif menjaga lingkungan khususnya memelihara hutan mangrove dan membantu Pemerintah Kota Balikpapan dalam program rehabilitasi dan konservasi hutan mangrove sebagai ekowisata.

2. Perlu dilakukan langkah-langkah dalam penanganan dan pemeliharaan hutan mangrove seperti penghentian reklamasi hutan mangrove menjadi areal pertambakan dan penghentian proses pencemaran pantai. 3. Pemerintah Kota Balikpapan perlu memberikan prioritas kepada

program penanganan lingkungan khususnya rehabilitasi dan konservasi hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapann sebagai ekowisata.

4. Pemerintah Kota Balikpapan bersama dengan berbagai kalangan (baik BLH, LSM, Perguruan Tinggi, maupun DPRD Kota Balikpapan) perlu merancang dan membuat Perda khusus tentang perlindungan hutan mangrove di kawasan Sungai Wain Balikpapan.

5. Pemerintah Kota Balikpapan perlu menyiapkan lapangan pekerjaan baru dan perumahan bagi masyarakat yang rumah dan tambaknya tergusur karena konservasi hutan mangrove Sungai Wain Balikpapan sebagai ekowisata.


(4)

103

6. Dinas yang ditunjuk untuk sosialisasi kepada masyarakat sekitar mangrove harus dijalankan secara rutin agar masyarakat semakin menyadari akan pentingnya hutan mangrove.

7. Peraturan Perundangan yang telah ada harus dijalankan dengan baik sehingga ada sangsi tegas terhadap pelanggar.


(5)

Anonim, 2004, Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai, Jurnal Litbang Pertanian 23(1) 2004

Anonim, 2007a, Mau tau jenis-jenis mangrove ? Kenali tipe akarnya,

Anonim, 2007b, Penyusun Profil Kawasan Mangrove Teluk dan Pesisir Timur Balikpapan, Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah, Balikpapan

Anonim 2007c, Konservasi Alam, URL

Anonim, 2007d, Urgensi Penggunaan dan Pengembangan Teknologi Informasi dalam

Pendidikan (E-Learning), UR

Anonim, 2007e, Tabel t, URL:

Anonim, 2007f, Tahapan-tahapan Perhitungan Melalui SPSS, URL:

Anonim, 2008, Forum Statistik Uji t Berpasangan Paired t Test, URL:

Oktober 2009

Anonim, 2009a, Hutan Mangrove Balikpapan, Badan Lingkungan Hidup, Balikpapan

Anonim, 2009b, Avicenniaceae Alba, URL:

5 Oktober 2009

Anonim, 2009c, Rhizophora Mucronata, URL:


(6)

Anonim, 2009e, Nypa Fructicans, URL:

Anonim, 2009f, Sonneratiaceae Alba, URL:

Anonim, 2009g, Pengujian Hipotesis Distribusi Uji t dan Uji f pada Model Regresi

Linier,

Anonim, 2010, Table of F-statistics for alpha=0.1 URL:

11 Januari 2010

Kurniawan, A., 2009, Belajar Mudah SPSS untuk Pemula, Cetakan Pertama, Halaman 52, Mediakom, Yogyakarta

Prianto, A., 2008, Analisis Data Dengan Program SPSS versi 15, Cetakan Pertama, Halaman 133 – 143, Intrans Publishing, Jombang, Jawa Timur

Saprizal, M., 2006, Analisa Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada PT. Perusahaan Bongkar Muat Kutai Jaya Pundinusa Samarinda, Tugas Akhir Mahasiswa Ekonomi Manajemen Universitas Widyagama Mahakam, Samarinda

Wijayanti, T., 2007, Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan, Tugas Akhir Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya