Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data .1.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1 Proses perumusaan dalam rangka perencanaan kebijakan KLA telah melalui tahap-tahap yang telah sesuai dengan proses formulasi sebuah kebijakan. Dalam proses kebijakan tersebut tampak berbagai latar belakang dan dinamika serta peran aktor yang terlibat dalam perumusannya. Dalam proses perumusan dalam penerapan kebijakan ini, aktor utama atau aktor yang paling dominan adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak selaku instansi teknis pengusul raperda dan BKKB dan PP Kota Bandar Lampung yang melakukan pembahasan terhadap kebijakan tersebut. Proses formulasi kebijakan publik yang sejalan dengan model inkremental. Kemampuan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam mengenali kebutuhan anak begitu kompleksnya dengan tujuan perlindungan anak. Pemerintah Kota Bandar Lampung mengandalkan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait lainnya yaitu BKKB dan PP Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan BKKB dan PP Kota Bandar Lampung untuk mengenali kebutuhan anak. Muatan Kebijakan KLA sudah sesuai dengan masalah strategis yang ada di Kota Bandar Lampung, hal ini dapat dilihat dari proses perumusan Kebijakan yang dilakukan melalui pengarusutamaan hak anak ke dalam pembangunan yang difokuskan pada upaya pemenuhan hak anak di bidang-bidang prioritas bagi anak. Anggaran kebijakan KLA berasal dari pemerintah yang diperoleh melalui APBD baik APBD tingkat propinsi maupun APBD kota Bandar Lampung sendiri. Anggaran tersebut diperoleh dengan cara beragumentasi dan memberikan penjelasan pada Dewan anggaran dan DPR untuk bisa mengabulkan program-program yang sudah disepakati bersama. Walaupun setiap tahun anggaran meningkat tetapi jumlah kasus lebih tinggi peningkatannya sehingga alokasi dana tetap tidak terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan dan anggaran pemerintah kota Bandar Lampung di bidang anak belum menjadi prioritas dan masih terbatas 2 Faktor penghambat yang mendominasi dalam rangka penerapan Kota Layak ini adalah belum adanya peraturan daerah yang mendukung dalam hal pelaksaannya, kemudian belum adanya anggaran yang dikhususkan untuk digunakan dalam penerapan kota layak anak di Bandar Lampung, fasilitas umum yang belum sepenuhnya memadai untuk berlangsungnya kota layak anak, dan peran masyarakat yang belum masimal dalam rangka pemenuhan hak-hak anak dengan cara dibentuknya kota layak anak ini.