34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Tata Ruang Kota Surakarta
Kota Surakarta secara umum merupakan dataran rendah dan berada diantara pertemuan kali atau sungai-sungai Pepe, Jenges dengan bengawan Solo,
dan mempunyai topografi 92 meter diatas permukaan air laut dengan kemiringan rata-rata 0-30, dan terletak
antara 110 45’15’’-110 45’35’’ bujur timur dan antara 7 36’00’’-7 56’00’’ lintang selatan.
Secara administratif, Kota Surakarat terdiri dari 5 Kecamatan dan 51 Kelurahan, dengan batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara
: Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Karanganyar 2.
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo
3. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo
4. Sebelah Barat
: Kabupaten Sukoharjo dan kabupaten Karanganyar Sedangkan 5 kecamatan yang dimaksud tersebut antara lain adalah
Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres, dan Banjarsari. Untuk lebih jelas mengenai kota Surakarta dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.
Sumber : Bappeda Surakarta, 2012
Gambar 4.1 Peta Kota Surakarta Kota Surakarta termasuk kawasan pengembangan pariwisata Jogja-Solo-
Semarang Joglosemar, serta memiliki peran penting dalam konstalasi kota- kota di Jawa Tengah. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2003-2013, Kota Surakarta dipusatkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional PKN Jawa Tengah bagian Selatan. Kota Surakarta secara umum
merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 92 meter dari permukaan laut dan memiliki luas wilayah 44,40 km
2
Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta, 2010.
Kota Surakarta secara fisik sudah menyatu dengan kawasan perkotaan yang berada di wilayah Kabupaten Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo serta
Wonogiri, Sragen dan Klaten. Kondisi ini menyebabkan interaksi yang cukup erat antar aktifitas yang terjadi di Kota Surakarta dengan kotakabupaten di
wilayah subosuko wonosraten Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Klaten. Demikian pula halnya dengan aktifitas Pedagang Kaki Lima
PKL sumber: Dinas Pengelolaan Pasar DPP, 2010. Perkembangan kota Surakarta secara internal juga cukup pesat. Salah
satu indikasi kuatnya perkembangan tersebut adalah tumbuhnya beberapa kegiatan terutama industri dan perdagangan serta semakin padatnya arus lalu
lintas di dalam kota. Hal ini terlihat dari besarnya dua sektor tersebut dalam struktur Produk Domestik Reginal Bruto PDRB Kota Surakarta sebagaimana
uraian berikut Dinas Pengelolaan Pasar, 2012: a.
Sektor Industri : 21,98
b. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran
: 25,12 c.
Sektor Bangunan : 14,80
d. Sektor Jasa
: 13,42 e.
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi : 11,11
Berdasarkan data diatas, terlihat bahwa perekonomian Kota Surakarta yang paling menonjol adalah sektor perdagangan dan industri. Kedua sektor
disini juga telah banyak memberikan kontribusi pendapatan di bidang perekonomian. Hal ini menumbuhkan semangat bagi Pemerintah untuk lebih
memperhatikan dua sektor tersebut, salah satu caranya adalah dengan menata
para pedagang yang dirasa telah melanggar etika berdagang dan merusak estetika penataan kota.
Penataan tersebut terpusat pada pedagang yang melanggar peraturan yang ada, dalam perkara disini adalah Pedagang Kaki Lima PKL. PKL
merupakan jenis usaha pekerjaan yang penting dan relatif khas dalam sektor informal daerah perkotaan. Kekhususan tersebut dikarenakan kehadiran PKL di
tengah melimpahnya tenaga kerja dan sedikitnya lapangan kerja yang mampu menyerap sebagian besar tenaga kerja yang ada. PKL dalam hal ini merupakan
unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi atau distribusi barang atau jasa, dengan sasaran utama untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan
penghasilan bagi mereka.
4.2. Kondisi Sektor Informal di Kota Surakarta