Teori Ilmu Hukum Perilaku Behavioral Jurisprudence

sesungguhnya hubungan yang paling ideal antara hukum dan kebijakan publik. 2. tahap implementasi hukum dan kebijakan publik Dalam melakukan penerapkan hukum membutuhkan kebijakan publik sebagai sarana yang mampu mengaktualisasikan dan mengkontektualisasikan hukum tersebut dengan kebutuhan dan kondisi riil yang ada di masyarakat. Dengan demikian penerapan hukum menjadi sangat tergantung pada kebijakan publik. Sebagai sarana yang dapat menyukseskan berjalannya penerapan hukum itu sendiri. 3. tahap evaluasi Evaluasi di sini ada dua yaitu, peradilan administrasi dan evaluasi kebijakan publik. Evaluasi kebijakan publik itu sendiri dibedakan dalam tiga macam, yaitu; evaluasi administrasi, evaluasi yudisial, dan evaluasi politik. Dalam konteks evaluasi ini, hubungan hukum dan kebijakan publik dapat dilihat dalam evaluasi yudisial, yaitu evaluasi yang dilakukan berkaitan dengan objek-objek hukum. Apakah ada pelanggaran hukum atau tidak dari kebijakan publik yang telah diterapkan.

F. Teori Ilmu Hukum Perilaku Behavioral Jurisprudence

Menurut Soetandyo dalam Sukadi, studi ini lahir sebagai reaksi atas kelemahan studi tradisional dan studi yang dilakukan oleh penganut ajaran sociological jurisprudence dan legal realism. Akan tetapi pendekatan yang bersifat perikelakuan ini tidak bermaksud untuk mengganti tetapi untuk melengkapinya. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan ini adalah bukan pendekatan sosiologis melainkan pendekatan psikologis secara khusus dari perspektif ilmu hukum perilaku behavioral jurisprudence. Menurut Satjipto Rahardjo secara harafiah teori ilmu hukum behavioral jurisprudence adalah studi yang mempelajari tingkah laku aktual hakim dalam proses peradilan. Tingkah laku tersebut dipelajari dalam interaksi dan interelasinya antara orang-orang yang terlibat dalam tahap-tahap dalam pengambilan keputusan tersebut satu sama lain. Sehingga pusat perhatian bukan pada hukum tertulis dan putusan hakim yang bersifat formal, melainkan pada pribadi hakim dan orang-orang yang terlibat dalam peranan-peranan sosial tertentu dalam pengambilan keputusan hukum 52 . Teori ini berkembang dengan mengesampingkan sifat normatif hukum karena hukum pada hakikatnya adalah pola perilaku nyata patterns of behavior dari hakim di dalam persidangan. Sehingga lebih menekankan bahwa undang-undang harus disesuaikan dengan kenyataan- kenyataan dalam masyarakat dan peran hakim tidak boleh menjadi terompet undang-undang saja, tetapi harus mampu menjadi pembentuk hukum guna merespon perkembangan dalam masyarakat 53 . Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mempertimbangkan putusan, seperti yang dikemukakan Aloysius Wisnusubroto dalam Sukadi, antara lain faktor subyektif meliputi sikap perilaku hakim yang apriori, emosional, sikap arogance power, moral dan faktor obyektif meliputi latar belakang sosial, budaya dan ekonomi serta profesional hakim 54 .

G. Pengadilan dan Kebijakan Publik