Pemodelan Sistem Kebijakan Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang Di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah
sumberdaya perikanan cakalang disimulasikan dalam rentang waktu 50 tahun. Adapun persamaan perhitungan model pengelolaan sumberdaya perikanan
cakalang di Kabupaten Parigi Moutong berdasarkan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Simulasi sub model ekologi
Sumberdaya perikanan merupakan aset yang dapat bertambah dan berkurang baik secara alamiah maupun karena intervensi manusia. Seluruh
dinamika alam dan intervensi manusia ini mempengaruhi baik langsun maupun tidak langsung terhada kondisi sumberdaya perikanan sepanjang waktu Fauzi dan
Anna 2005. Denan menggunakan nilai parameter biologi dan ekonomi r, q, K, p, dan c yang dihitung berdasarkan analisis bioekonomi, maka diperoleh hasil
pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabuaten Parigi Moutong pada Gambar 44.
Pada awal-awal periode ketika jumlah effort masih rendah, level stok ikan masih relatif tinggi. Saat effort mengalami peningkatan, stok ikan mulai
mengalami penurunan. Tingkat effort tertinggi dicapai pada tahun ke 9 sebesar 27.189 trip dan jumlah stok ikan cakalang sebesar 4.151,21 ton dengan hasil
tangkapan mencapai 3.296,50 ton Lampiran 9. Hal ini menunjukkan, saat jumlah effort sebesar 27.189 trip maka keuntungan yang didapatkan semakin kecil.
Kondisi ini membuat nelayan akan mengurangi jumlah effort atau berhenti menjadi nelayan. Hai ini disebabkan nelayan tidak mendapatkan keuntungan dari
hasil tangkapan sementara jumlah biaya penangkapan yang dibutuhkan semakin besar.
Pada saat dimana nelayan tidak melakukan penangkapan atau mengurangi jumlah effort, kondisi ini secara langsung akan meningkatkan jumlah stok ikan
cakalang. Ketika jumlah stok meningkat, nelayan akan meningkatkan jumlah effort dan sebaliknya sampai mencapai tingkat steady state baik jumlah stok,
effort, hasil tangkapan maupun keuntungan Gambar 36.
Gambar 36 Simulasi keterkaitan jumlah stok, effort, hasil tangkapan, dan rente ekonomi pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kab.
Parigi Moutong
0:32 18 Jul 2016 0.00
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 Years
1: 1:
1:
2: 2:
2:
3: 3:
3:
4: 4:
4:
0,00 10000,00
20000,00
10000,00 20000,00
30000,00
1500,00 4500,00
7500,00
-15000,00 20000,00
55000,00 1: Stok SDI
2: Jml Effort 3: Hasil Tangkapan
4: Rente Ekonomi
1
1 1
1 1
2 2
2 2
2 3
3 3
3 3
4
4 4
4 4
Graph 1 Hasrudin Usman
Pada Gambar 36 di atas terlihat bahwa hubungan timbal balik antara effort dan stok ikan sepanjang waktu. Peningkatan jumlah effort sangat mempengaruhi
keberadaan jumlah stok ikan, semakin tinggi jumlah effort maka jumlah stok ikan cakalang semakin menurun. Jika diperhatikan kurva hasil tangkapan terjadi
penurunan yang dipicu oleh perubahan jumlah effort yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penurunan jumlah effort berdampak pada
peningkatan jumlah stok ikan sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi. Hasil tangkapan maksimum terjadi pada tahun kedua dimana jumlah effort
mencapai 19.157 trip dan jumlah biomass sebesar 12.709,00 ton. Keseimbangan secara biologi terjadi pada tahun ketiga dengan jumlah effort 23.398 trip dan stok
sebesar 9.349 ton, sedangkan keseimbangan secara ekonomi terjadi pada tahun keempat dimana jumlah effort mencapai 24.958 dan hasil tangkapan sebesar 5.629
ton Lampiran 9.
Gambar 37 menunjukkan nilai CPUE catch per unit effort dari hasil tangkapan. Nilai ini diperoleh berdasarkan pembagian antara hasil tangkapan
dengan jumlah effort. Semakin tinggi nilai CPUE maka semakin besar hasil tangkapan, karena jumlah effort yang dibutuhkan masih sedikit. Ketika jumlah
effort terus meningkat maka nilai CPUE semakin menurun, hal ini disebabkan hasil tangkapan semakin kecil. Sedangkan degradasi sumberdaya ikan berkorelasi
postif terhadap hasil tangkapan, semakin tinggi hasil tangkapan maka degradasi sumberdaya ikan semakin besar. Menurut Fauzi dan Anna 2005 bahwa laju
degradasi bersifat sensitif terhadap perubahan biofisik dan ekonomi.
Lebih lanjut Fauzi dan Anna 2005 menyatakan bahwa degradasi mengacu pada penurunan kualitas atau kuantitas sumberdaya alam yang dapat
diperbaharukan renewable resources. Dalam hal ini, kemampuan alami sumberdaya alam dapat diperbaharukan untuk bergenerasi sesuai kapasitas
produksinya. Pada sumberdaya pesisr an laut, sebagian besar degradasi sumberdaya terjadi akaibat ulah manusia baik berupa aktivitas penangkapan atau
eksploitasi maupun akibat pencemaran limbah domestik maupun industri.
Gambar 37 Simulasi keterkaitan jumlah effort, hasil tangkapan, CPUE, dan degradasi pemanfaatan SDP cakalang di Kab. Parigi Moutong
0:38 18 Jul 2016 0.00
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 Years
1: 1:
1:
2: 2:
2:
3: 3:
3:
4: 4:
4:
10000,00 20000,00
30000,00
1500,00 4500,00
7500,00
0,05 0,25
0,45
0,05 0,20
0,35 1: Jml Effort
2: Hasil Tangkapan 3: CPUE
4: Degradasi
1 1
1 1
1 2
2 2
2 2
3
3 3
3 3
4
4 4
4 4
Graph 5 Hasrudin Usman
Simulasi sub model ekonomi
Simulasi sub model ekonomi pada Gambar 38 menggambarkan perubahan pengeluaran dan hasil tangkapan secara langsung mempengaruhi tingkat
keuntungan yang diperoleh. Perubahan tingkat pengeluaran dipengaruhi oleh jumlah effort pada sub model ekologi,semakin tinggi jumlah effort maka jumlah
pengeluaran semakain meningkat dan sebaliknya. Menrut Fauzi dan Anna 2005 bahwa secara hipotesis dapat dikatakan bahwa harga ikan akan meningkatkan
potensi rente ekonomi, yang pada akhirnya memicu peningkatan jumlah effort dan penurunan jumlah stok ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan
stok dan hasil tangkapan akan sangat menentukan sebagai variabel pemicu bagi peningkatan rente ekonomi dan net benefit usaha penangkapan. Keuntungan
secara maksimum terjadi pada tahun kedua sebesar Rp. 55.478,47 juta sedangkan nilai NPV cenderung menagalami peningkatan seiring meningkatnya keuntungan
usaha. Nilai NPV pada tahun terakhir sebesar Rp. 96.136,97 juta Lampiran 9.
Gambar 38 Simulasi keterkaitan pendapatan, pengeluaran, rente ekonomi, net benefit, dan NPV pemanfaatan SDP Cakalang di Kab. Parigi
Moutong
Simulasi sub model sosial
Simulasi sub model sosial pada Gambar 39 menunjukkan peningkatan hasil tangkapan dan keuntungan secara langsung mempengaruhi tingkat pedapatan
nelayan ABK purse seine secara keseluruhan baik pendapatan per bulan maupun pendapatan per orang. Semakin banyak hasil tangkapan maka pendapatan nelayan
ABK purse seine akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan upah nelayan ABK purse seine bergantung terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Sesuai
sistem bagi hasil 50:50 dari keuntungan usaha yang diperoleh antara pemilik kapal dan nelayan ABK, sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya
mengenai analisis kelayakan usaha penangkapan usaha perikanan cakalang dengan alat tangkap purse seine pendapatan nelayan ABK purse seine bergantung
pada hasil tangkapan.
0:38 18 Jul 2016 0.00
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 Years
1: 1:
1:
2: 2:
2:
3: 3:
3:
4: 4:
4:
5: 5:
5:
15000,00 45000,00
75000,00
15000,00 30000,00
45000,00
-15000,00 20000,00
55000,00
-10000,00 10000,00
30000,00
5000,00 55000,00
105000,00 1: Pendapatan
2: Pengeluaran 3: Rente Ekonomi
4: Net Benefit 5: Net PV
1
1 1
1 1
2 2
2 2
2 3
3 3
3 3
4
4 4
4 4
5 5
5 5
5
Graph 2 Hasrudin Usman
Gambar 39 Simulasi keterkaitan hasil tangkapan, keuntungan, pendapatan nelayan ABK per tahun, per bulan, dan per trip di Kab. Parigi
Moutong
0:38 18 Jul 2016 0.00
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 Years
1: 1:
1:
2: 2:
2:
3: 3:
3:
4: 4:
4:
5: 5:
5:
1500,00 4500,00
7500,00
-15000,00 20000,00
55000,00
-10000,00 10000,00
30000,00
-500,00 500,00
1500,00
-0,50 1,00
2,50 1: Hasil Tangkapan
2: Rente Ekonomi 3: Pend ABK Per Thn
4: Pend ABK Per Bln 5: Pend ABK Per Trip
1
1 1
1 1
2
2 2
2 2
3
3 3
3 3
4
4 4
4 4
5 5
5 5
5
Graph 4 Hasrudin Usman
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN CAKALANG
Alternatif Kebijakan
Alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa instrumen sarana penunjang keputusan
yang dapat digunakan oleh berbagai pihak, terutama para perencana dan pengambil keputusan untuk menentukan prioritas kebijakan yang tepat dalam
mewujudkan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi moutong. Keberlanjutan sumberdaya perikanan cakalang akan sangat ditentukan
oleh kebijakan pemerintahan Kabupaten Parigi Moutong dalam mengelola kawasan perairannya beserta aktivitas yang ada di dalamnya.
Gambar 40 Taraf Kepentingan berdasarkan inconsistency ratio setiap kriteria level kedua pada pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di
Kab. Parigi Moutong Gambar 40 menunjukkan bahwa taraf kepentingan untuk setiap kriteria
adalah tidak sama pada inconsistency ratio 0.02. Batas inconsistency ratio yang diperbolehkan secara statistik adalah maksimum 0.10 dengan demikian 0.02
tersebut merupakan nilai pada ratio yang dapat dipercaya. Taraf kepentingan untuk kriteria ekologi dan sumberdaya adalah 0.345. Hal ini berarti bahwa kriteria
ekologi dan sumberdaya memiliki taraf kepentingan yang paling tinggi atau paling dominan untuk menjaga kelangsungan sumberdaya perikanan cakalang.
Kebijakan ini dianggap penting karena berdasarkan hasil analisis bioekonomi bahwa sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong sudah
mengalami overfishing secara biologi. Menurut para pakar yang dijadikan responden menyatakan bahwa jika ekologi dan sumberdaya terganggu atau rusak,
maka akan berdampak terhadap ketersediaan sumberdaya ikan dan selanjutnya keberlanjutan aktivitas penangkapan ikan tidak dapat dilangsungkan yang pada
akhirnya berdampak terhadap keberlanjutan ekonomi usaha penangkapan.
Selanjutnya diikuti oleh kriteria ekonomi, kelembagaan, sosial, dan teknis yang masing-masing pada taraf kepentingan kedua, ketiga dan seterusnya. Kriteria
ekonomi dengan taraf kepentingan sebesar 0.243 selanjutnya kriteria kelembagaan, sosial dan teknis dengan taraf kepentingan masing-masing sebesar 0.183, 0.120,
dan 0.109. Hal ini berarti faktor ekonomi dan hubungan sosial-kelembagaan serta
Priorit ies w it h respect t o: GOAL : KEBI JAKAN PENGELOLAA. ..
Ekologi ,345
Ekonom i ,243
Kel em bagaan ,183
Sosial ,120
Teknis ,109
I nconsist ency = 0,02 w it h 0 missin g j udgm ents.
faktor teknis merupakan hal yang penting dalam mendukung dan menjaga keberlanjutan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan.
Berdasarkan hasil analisis AHP dengan menggunakan sofware Expert Choice 2000, diperoleh taraf kepentingan dari setiap alternatif kebijakan
pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong Gambar 41. Hasil analisis tersebut menunjukkan tingkat prioritas paling tinggi
hingga prioritas paling rendah. Kelima alternatif kebijakan tersebut, dalam proses kegiatannya memiliki interaksi dengan kriteria aspek ekologi, ekonomi, sosial,
kelembagaan, dan teknis. Interaksi tersebut ditunjukkan dalam bentuk rasio kepentingan kriteria dan rasio kepentingan alternatif kebijakan pengelolaan
sumberdaya perikanan cakalang. Perbandingan ini dibuat berdasarkan pertimbangan dari nilai matriks banding, yang berpasangan terhadap taraf relatif
kepentingannya sehingga diperlukan penilaian perbandingan antar responden combining untuk setiap kriteria, sub kriteria dan alternatif dari fokus kebijakan
pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong.
Gambar 41 Hasil analisis AHP pemilihan setiap alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong,
Sulawesi Tengah Hasil olahan data berdasarkan AHP menggambarkan beberapa alternatif
kebijakan disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong saat ini. Pada
Gambar 49 di atas menunjukkan prioritas utama dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang yaitu perbaikan teknologi penangkapan dengan
taraf kepetingan sebesar 0.307. Alternatif kebijakan ini dipilih didasarkan pada hasil analisis bioekonomi bahwa kondisi sumberdaya perikanan cakalang saat ini
sudah mengalami overfishing secara biologi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh KKP 2013, saat ini populasi ikan cakalang cenderung semakin menurun di
beberapa wilayah perairan di Indonesia. Kebijakan perbaikan teknologi penangkapan berhubungan langsung dengan pengenalan teknologi baru yang
ramah lingkungan. Pengenalan teknologi baru diharapkan dapat memberikan tingkat efiseinsi dan efektivitas kegiatan penangkapan ikan cakalang dan dapat
menghemat tenaga kerja nelayan. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah effort sehingga mencapai kondisi MSY maupun MEY. Pengurangan
jumlah effort diharapkan memberikan dampak terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan cakalang secara ekologi. Kebijakan ini berkaitan erat dengan kebijakan
selanjutnya yaitu memberikan pelatihan dan pendampingan kepada rumah tangga nelayan.
Synthesis with respect to:
GOAL : KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDP CAKALANG DI KAB. PARIGI MOUTONG
Overall Inconsistency = ,01
PERBAIKAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN ,307
PENGUATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PERIKANAN ,231
MEMBANGUN KERJASAMA ANTAR STAKEHOLDERS INSTANSI TERKAIT ,173
MEMBERIKAN PELATIHAN PENDAMPINGAN KEPADA NELAYAN ,166
PENGEMBANGAN PRASARANA PERIKANAN TANGKAP ,123
Menurut Smith 1987 diacu oleh Muhammad 2011 salah satu skenario kebijakan pembangunan perikanan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya
perikanan secara berkelanjutan yaitu dengan melakukan perbaikan mutu kapal dan alat penangkapan. Selanjutnya dikatakan bahwa perbaikan teknologi penangkapan
merupakan instrumen kebijakan yang sifatnya jangka pendek.
Alternatif kebijakan selanjutnya yaitu penguatan kapasitas kelembagaan perikanan dengan tingkat kepentingan sebesar 0.231. Kebijakan ini diharapkan
dapat memperbaiki tata kelelola kelembagaan perikanan tangkap di Kabupaten Parigi Moutong agar berjalan secara efektif melalui peningkatan pelayanan
publik, pengelolaan keuangan negara, penataan organisasi, dan penciptaan regulasi yang kondisif. Penguatan kapasitas kelembagaan perikanan dilakukan
dengan cara menjalankan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan ini dipilih berdasarkan pertimbangan dengan adanya kelembagaan yang
kuat diharapkan dinas kelautan dan perikanan di Kabupaten Parigi Moutong dapat mengakomodir seluruh aspek kepentingan dan permasalahan yang berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya perikanan. Salah satu peran kelembagaan perikanan yaitu pembentukan koperasi nelayan dan kelompok nelayan. Hal ini
bertujuan untuk penguatan posisi tawar nelayan dalam meningkatkan tingkat kesejahteraannya. Peran kelembagaan selanjutnya adalah memberikanan data dan
informasi yang lengkap untuk keperluan penetepan kebijakan selanjutnya. Ketersedian data yang buruk akan mempengaruhi pengambilan kebijakan dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong.
Prioritas kebijakan selanjutnya dengan tingkat kepentingan 0.173 adalah membangun kerjasama antar stakeholders dan instansi terkait. Kebijakan ini
dianggap penting untuk peningkatan sistem pengawasan dan pengendalian keamanan sumberaya perikanan melalui pengembangan sistem dan kerjasama
pengawasan. Karena salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah terjadinya konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya dan tumpang tindihnya
perencanaan dan pengelolaan sumberdaya perikanan dari berbagai sektoral. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan kepentingan dari masing-masing pihak yang
merasa paling berhak atas penguasaan suatu wilayah atau kawasan di wilayah pesisir dan laut.
Selanjutnya alteratif kebijakan yang keempat adalah memberikan pelatihan dan pendampingan kepada rumah tanggga nelayan dengan tingkat kepentingan
sebesar 0.166. Alternatif kebijakan ini dipilih karena berkaitan dengan program pemberdayaan masyarakat nelayan dengan tujuan memberikan sumber
pendapatan altenatif. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat membuka lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat nelayan. Dengan
demikian pendapatan nelayan tidak hanya bertumpu pada sektor kegiatan penangkapan semata sehingga tekanan terhadap sumberdaya ikan dapat
diminimalisir. Kebijakan ini diambil berdasarkan arah kebijakan yang dianut oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Parigi Moutong yang tertuang dalam
rencana strategis Renstra tahun 2013-2018 yaitu pengembangan program kegiatan yang dapat menyerap tenaga kerja seperti pembangunan infrastruktur dan
pengembangan kapasitas SDM di sektor perikanan.
Alternatif kebijakan yang terakhir adalah pengembangan prasarana perikanan tangkap. Altenatif kebijakan ini dengan nilai tingkat kepentingan 0.123.
Kebijakan ini dianggap penting karena berhubungan langsung dengan kegiatan
penangkapan ikan dan pemasaran hasil perikanan. Adanya sarana dan prasarana yang memadai merupakan faktor penting dalam mendukung keberlanjutan usaha
penangkapan dan usaha masyarakat nelayan lainnya yang bergerak disektor perikanan tangkap.
Implementasi Kebijakan
Sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta segala sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk
memanfaatkan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya perikanan mencakup pengaturan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan
lingkungannya, serta pengelolaan kegiatan manusia. Bahkan, secara lebih ekstrem dapat dikatakan bahwa pengelolaan suberdaya perikanan adalah pengelolaan
kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan. Menurut Jentoft 1989 diacu oleh Nikijuluw 2002 alasan pemerintah perlu melibatkan diri dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan adalah kecenderungan timbulnya isu ketidakefisienan, ketidak-adilan dan masalah administrasi. Sementara itu,
masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan dengan cara memberi pengaruh terhadap seluruh atau sebagian proses penetapan kebijakan publik,
mulai dari perumusan, pelaksanaan dan penilaian kebijakan.
Tujuan akhir yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah kebijakan pengelolaan sumberdaya peikanan cakalang yang berkelanjutan di Kabupaten
Parigi Moutong. Untuk menjawab tujuan tersebut serangkaian analisis dengan beberapa metode sudah dilakukan. Rumusan kebijakan yang dihasilkan dengan
mempertimbangkan berbagai aspek seperti ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknis. Adapun rumusan arahan kebijakan pengelolaan sumberdaya peikanan
cakalang di di Kabupaten Parigi Moutong adalah sebagai berikut: