Pemodelan Sistem Kebijakan Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Cakalang Di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah

sumberdaya perikanan cakalang disimulasikan dalam rentang waktu 50 tahun. Adapun persamaan perhitungan model pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong berdasarkan dapat dilihat pada Lampiran 8. Simulasi sub model ekologi Sumberdaya perikanan merupakan aset yang dapat bertambah dan berkurang baik secara alamiah maupun karena intervensi manusia. Seluruh dinamika alam dan intervensi manusia ini mempengaruhi baik langsun maupun tidak langsung terhada kondisi sumberdaya perikanan sepanjang waktu Fauzi dan Anna 2005. Denan menggunakan nilai parameter biologi dan ekonomi r, q, K, p, dan c yang dihitung berdasarkan analisis bioekonomi, maka diperoleh hasil pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabuaten Parigi Moutong pada Gambar 44. Pada awal-awal periode ketika jumlah effort masih rendah, level stok ikan masih relatif tinggi. Saat effort mengalami peningkatan, stok ikan mulai mengalami penurunan. Tingkat effort tertinggi dicapai pada tahun ke 9 sebesar 27.189 trip dan jumlah stok ikan cakalang sebesar 4.151,21 ton dengan hasil tangkapan mencapai 3.296,50 ton Lampiran 9. Hal ini menunjukkan, saat jumlah effort sebesar 27.189 trip maka keuntungan yang didapatkan semakin kecil. Kondisi ini membuat nelayan akan mengurangi jumlah effort atau berhenti menjadi nelayan. Hai ini disebabkan nelayan tidak mendapatkan keuntungan dari hasil tangkapan sementara jumlah biaya penangkapan yang dibutuhkan semakin besar. Pada saat dimana nelayan tidak melakukan penangkapan atau mengurangi jumlah effort, kondisi ini secara langsung akan meningkatkan jumlah stok ikan cakalang. Ketika jumlah stok meningkat, nelayan akan meningkatkan jumlah effort dan sebaliknya sampai mencapai tingkat steady state baik jumlah stok, effort, hasil tangkapan maupun keuntungan Gambar 36. Gambar 36 Simulasi keterkaitan jumlah stok, effort, hasil tangkapan, dan rente ekonomi pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang di Kab. Parigi Moutong 0:32 18 Jul 2016 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 Years 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 0,00 10000,00 20000,00 10000,00 20000,00 30000,00 1500,00 4500,00 7500,00 -15000,00 20000,00 55000,00 1: Stok SDI 2: Jml Effort 3: Hasil Tangkapan 4: Rente Ekonomi 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 Graph 1 Hasrudin Usman Pada Gambar 36 di atas terlihat bahwa hubungan timbal balik antara effort dan stok ikan sepanjang waktu. Peningkatan jumlah effort sangat mempengaruhi keberadaan jumlah stok ikan, semakin tinggi jumlah effort maka jumlah stok ikan cakalang semakin menurun. Jika diperhatikan kurva hasil tangkapan terjadi penurunan yang dipicu oleh perubahan jumlah effort yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penurunan jumlah effort berdampak pada peningkatan jumlah stok ikan sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi. Hasil tangkapan maksimum terjadi pada tahun kedua dimana jumlah effort mencapai 19.157 trip dan jumlah biomass sebesar 12.709,00 ton. Keseimbangan secara biologi terjadi pada tahun ketiga dengan jumlah effort 23.398 trip dan stok sebesar 9.349 ton, sedangkan keseimbangan secara ekonomi terjadi pada tahun keempat dimana jumlah effort mencapai 24.958 dan hasil tangkapan sebesar 5.629 ton Lampiran 9. Gambar 37 menunjukkan nilai CPUE catch per unit effort dari hasil tangkapan. Nilai ini diperoleh berdasarkan pembagian antara hasil tangkapan dengan jumlah effort. Semakin tinggi nilai CPUE maka semakin besar hasil tangkapan, karena jumlah effort yang dibutuhkan masih sedikit. Ketika jumlah effort terus meningkat maka nilai CPUE semakin menurun, hal ini disebabkan hasil tangkapan semakin kecil. Sedangkan degradasi sumberdaya ikan berkorelasi postif terhadap hasil tangkapan, semakin tinggi hasil tangkapan maka degradasi sumberdaya ikan semakin besar. Menurut Fauzi dan Anna 2005 bahwa laju degradasi bersifat sensitif terhadap perubahan biofisik dan ekonomi. Lebih lanjut Fauzi dan Anna 2005 menyatakan bahwa degradasi mengacu pada penurunan kualitas atau kuantitas sumberdaya alam yang dapat diperbaharukan renewable resources. Dalam hal ini, kemampuan alami sumberdaya alam dapat diperbaharukan untuk bergenerasi sesuai kapasitas produksinya. Pada sumberdaya pesisr an laut, sebagian besar degradasi sumberdaya terjadi akaibat ulah manusia baik berupa aktivitas penangkapan atau eksploitasi maupun akibat pencemaran limbah domestik maupun industri. Gambar 37 Simulasi keterkaitan jumlah effort, hasil tangkapan, CPUE, dan degradasi pemanfaatan SDP cakalang di Kab. Parigi Moutong 0:38 18 Jul 2016 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 Years 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 10000,00 20000,00 30000,00 1500,00 4500,00 7500,00 0,05 0,25 0,45 0,05 0,20 0,35 1: Jml Effort 2: Hasil Tangkapan 3: CPUE 4: Degradasi 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 Graph 5 Hasrudin Usman Simulasi sub model ekonomi Simulasi sub model ekonomi pada Gambar 38 menggambarkan perubahan pengeluaran dan hasil tangkapan secara langsung mempengaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh. Perubahan tingkat pengeluaran dipengaruhi oleh jumlah effort pada sub model ekologi,semakin tinggi jumlah effort maka jumlah pengeluaran semakain meningkat dan sebaliknya. Menrut Fauzi dan Anna 2005 bahwa secara hipotesis dapat dikatakan bahwa harga ikan akan meningkatkan potensi rente ekonomi, yang pada akhirnya memicu peningkatan jumlah effort dan penurunan jumlah stok ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan stok dan hasil tangkapan akan sangat menentukan sebagai variabel pemicu bagi peningkatan rente ekonomi dan net benefit usaha penangkapan. Keuntungan secara maksimum terjadi pada tahun kedua sebesar Rp. 55.478,47 juta sedangkan nilai NPV cenderung menagalami peningkatan seiring meningkatnya keuntungan usaha. Nilai NPV pada tahun terakhir sebesar Rp. 96.136,97 juta Lampiran 9. Gambar 38 Simulasi keterkaitan pendapatan, pengeluaran, rente ekonomi, net benefit, dan NPV pemanfaatan SDP Cakalang di Kab. Parigi Moutong Simulasi sub model sosial Simulasi sub model sosial pada Gambar 39 menunjukkan peningkatan hasil tangkapan dan keuntungan secara langsung mempengaruhi tingkat pedapatan nelayan ABK purse seine secara keseluruhan baik pendapatan per bulan maupun pendapatan per orang. Semakin banyak hasil tangkapan maka pendapatan nelayan ABK purse seine akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan upah nelayan ABK purse seine bergantung terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Sesuai sistem bagi hasil 50:50 dari keuntungan usaha yang diperoleh antara pemilik kapal dan nelayan ABK, sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai analisis kelayakan usaha penangkapan usaha perikanan cakalang dengan alat tangkap purse seine pendapatan nelayan ABK purse seine bergantung pada hasil tangkapan. 0:38 18 Jul 2016 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 Years 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 5: 5: 5: 15000,00 45000,00 75000,00 15000,00 30000,00 45000,00 -15000,00 20000,00 55000,00 -10000,00 10000,00 30000,00 5000,00 55000,00 105000,00 1: Pendapatan 2: Pengeluaran 3: Rente Ekonomi 4: Net Benefit 5: Net PV 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 Graph 2 Hasrudin Usman Gambar 39 Simulasi keterkaitan hasil tangkapan, keuntungan, pendapatan nelayan ABK per tahun, per bulan, dan per trip di Kab. Parigi Moutong 0:38 18 Jul 2016 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 Years 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 5: 5: 5: 1500,00 4500,00 7500,00 -15000,00 20000,00 55000,00 -10000,00 10000,00 30000,00 -500,00 500,00 1500,00 -0,50 1,00 2,50 1: Hasil Tangkapan 2: Rente Ekonomi 3: Pend ABK Per Thn 4: Pend ABK Per Bln 5: Pend ABK Per Trip 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 Graph 4 Hasrudin Usman KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN CAKALANG Alternatif Kebijakan Alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa instrumen sarana penunjang keputusan yang dapat digunakan oleh berbagai pihak, terutama para perencana dan pengambil keputusan untuk menentukan prioritas kebijakan yang tepat dalam mewujudkan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi moutong. Keberlanjutan sumberdaya perikanan cakalang akan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintahan Kabupaten Parigi Moutong dalam mengelola kawasan perairannya beserta aktivitas yang ada di dalamnya. Gambar 40 Taraf Kepentingan berdasarkan inconsistency ratio setiap kriteria level kedua pada pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kab. Parigi Moutong Gambar 40 menunjukkan bahwa taraf kepentingan untuk setiap kriteria adalah tidak sama pada inconsistency ratio 0.02. Batas inconsistency ratio yang diperbolehkan secara statistik adalah maksimum 0.10 dengan demikian 0.02 tersebut merupakan nilai pada ratio yang dapat dipercaya. Taraf kepentingan untuk kriteria ekologi dan sumberdaya adalah 0.345. Hal ini berarti bahwa kriteria ekologi dan sumberdaya memiliki taraf kepentingan yang paling tinggi atau paling dominan untuk menjaga kelangsungan sumberdaya perikanan cakalang. Kebijakan ini dianggap penting karena berdasarkan hasil analisis bioekonomi bahwa sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong sudah mengalami overfishing secara biologi. Menurut para pakar yang dijadikan responden menyatakan bahwa jika ekologi dan sumberdaya terganggu atau rusak, maka akan berdampak terhadap ketersediaan sumberdaya ikan dan selanjutnya keberlanjutan aktivitas penangkapan ikan tidak dapat dilangsungkan yang pada akhirnya berdampak terhadap keberlanjutan ekonomi usaha penangkapan. Selanjutnya diikuti oleh kriteria ekonomi, kelembagaan, sosial, dan teknis yang masing-masing pada taraf kepentingan kedua, ketiga dan seterusnya. Kriteria ekonomi dengan taraf kepentingan sebesar 0.243 selanjutnya kriteria kelembagaan, sosial dan teknis dengan taraf kepentingan masing-masing sebesar 0.183, 0.120, dan 0.109. Hal ini berarti faktor ekonomi dan hubungan sosial-kelembagaan serta Priorit ies w it h respect t o: GOAL : KEBI JAKAN PENGELOLAA. .. Ekologi ,345 Ekonom i ,243 Kel em bagaan ,183 Sosial ,120 Teknis ,109 I nconsist ency = 0,02 w it h 0 missin g j udgm ents. faktor teknis merupakan hal yang penting dalam mendukung dan menjaga keberlanjutan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Berdasarkan hasil analisis AHP dengan menggunakan sofware Expert Choice 2000, diperoleh taraf kepentingan dari setiap alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong Gambar 41. Hasil analisis tersebut menunjukkan tingkat prioritas paling tinggi hingga prioritas paling rendah. Kelima alternatif kebijakan tersebut, dalam proses kegiatannya memiliki interaksi dengan kriteria aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknis. Interaksi tersebut ditunjukkan dalam bentuk rasio kepentingan kriteria dan rasio kepentingan alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang. Perbandingan ini dibuat berdasarkan pertimbangan dari nilai matriks banding, yang berpasangan terhadap taraf relatif kepentingannya sehingga diperlukan penilaian perbandingan antar responden combining untuk setiap kriteria, sub kriteria dan alternatif dari fokus kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong. Gambar 41 Hasil analisis AHP pemilihan setiap alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah Hasil olahan data berdasarkan AHP menggambarkan beberapa alternatif kebijakan disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong saat ini. Pada Gambar 49 di atas menunjukkan prioritas utama dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang yaitu perbaikan teknologi penangkapan dengan taraf kepetingan sebesar 0.307. Alternatif kebijakan ini dipilih didasarkan pada hasil analisis bioekonomi bahwa kondisi sumberdaya perikanan cakalang saat ini sudah mengalami overfishing secara biologi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh KKP 2013, saat ini populasi ikan cakalang cenderung semakin menurun di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Kebijakan perbaikan teknologi penangkapan berhubungan langsung dengan pengenalan teknologi baru yang ramah lingkungan. Pengenalan teknologi baru diharapkan dapat memberikan tingkat efiseinsi dan efektivitas kegiatan penangkapan ikan cakalang dan dapat menghemat tenaga kerja nelayan. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah effort sehingga mencapai kondisi MSY maupun MEY. Pengurangan jumlah effort diharapkan memberikan dampak terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan cakalang secara ekologi. Kebijakan ini berkaitan erat dengan kebijakan selanjutnya yaitu memberikan pelatihan dan pendampingan kepada rumah tangga nelayan. Synthesis with respect to: GOAL : KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDP CAKALANG DI KAB. PARIGI MOUTONG Overall Inconsistency = ,01 PERBAIKAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN ,307 PENGUATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PERIKANAN ,231 MEMBANGUN KERJASAMA ANTAR STAKEHOLDERS INSTANSI TERKAIT ,173 MEMBERIKAN PELATIHAN PENDAMPINGAN KEPADA NELAYAN ,166 PENGEMBANGAN PRASARANA PERIKANAN TANGKAP ,123 Menurut Smith 1987 diacu oleh Muhammad 2011 salah satu skenario kebijakan pembangunan perikanan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan yaitu dengan melakukan perbaikan mutu kapal dan alat penangkapan. Selanjutnya dikatakan bahwa perbaikan teknologi penangkapan merupakan instrumen kebijakan yang sifatnya jangka pendek. Alternatif kebijakan selanjutnya yaitu penguatan kapasitas kelembagaan perikanan dengan tingkat kepentingan sebesar 0.231. Kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki tata kelelola kelembagaan perikanan tangkap di Kabupaten Parigi Moutong agar berjalan secara efektif melalui peningkatan pelayanan publik, pengelolaan keuangan negara, penataan organisasi, dan penciptaan regulasi yang kondisif. Penguatan kapasitas kelembagaan perikanan dilakukan dengan cara menjalankan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan ini dipilih berdasarkan pertimbangan dengan adanya kelembagaan yang kuat diharapkan dinas kelautan dan perikanan di Kabupaten Parigi Moutong dapat mengakomodir seluruh aspek kepentingan dan permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan. Salah satu peran kelembagaan perikanan yaitu pembentukan koperasi nelayan dan kelompok nelayan. Hal ini bertujuan untuk penguatan posisi tawar nelayan dalam meningkatkan tingkat kesejahteraannya. Peran kelembagaan selanjutnya adalah memberikanan data dan informasi yang lengkap untuk keperluan penetepan kebijakan selanjutnya. Ketersedian data yang buruk akan mempengaruhi pengambilan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong. Prioritas kebijakan selanjutnya dengan tingkat kepentingan 0.173 adalah membangun kerjasama antar stakeholders dan instansi terkait. Kebijakan ini dianggap penting untuk peningkatan sistem pengawasan dan pengendalian keamanan sumberaya perikanan melalui pengembangan sistem dan kerjasama pengawasan. Karena salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah terjadinya konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya dan tumpang tindihnya perencanaan dan pengelolaan sumberdaya perikanan dari berbagai sektoral. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan kepentingan dari masing-masing pihak yang merasa paling berhak atas penguasaan suatu wilayah atau kawasan di wilayah pesisir dan laut. Selanjutnya alteratif kebijakan yang keempat adalah memberikan pelatihan dan pendampingan kepada rumah tanggga nelayan dengan tingkat kepentingan sebesar 0.166. Alternatif kebijakan ini dipilih karena berkaitan dengan program pemberdayaan masyarakat nelayan dengan tujuan memberikan sumber pendapatan altenatif. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat membuka lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat nelayan. Dengan demikian pendapatan nelayan tidak hanya bertumpu pada sektor kegiatan penangkapan semata sehingga tekanan terhadap sumberdaya ikan dapat diminimalisir. Kebijakan ini diambil berdasarkan arah kebijakan yang dianut oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Parigi Moutong yang tertuang dalam rencana strategis Renstra tahun 2013-2018 yaitu pengembangan program kegiatan yang dapat menyerap tenaga kerja seperti pembangunan infrastruktur dan pengembangan kapasitas SDM di sektor perikanan. Alternatif kebijakan yang terakhir adalah pengembangan prasarana perikanan tangkap. Altenatif kebijakan ini dengan nilai tingkat kepentingan 0.123. Kebijakan ini dianggap penting karena berhubungan langsung dengan kegiatan penangkapan ikan dan pemasaran hasil perikanan. Adanya sarana dan prasarana yang memadai merupakan faktor penting dalam mendukung keberlanjutan usaha penangkapan dan usaha masyarakat nelayan lainnya yang bergerak disektor perikanan tangkap. Implementasi Kebijakan Sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta segala sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya perikanan mencakup pengaturan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungannya, serta pengelolaan kegiatan manusia. Bahkan, secara lebih ekstrem dapat dikatakan bahwa pengelolaan suberdaya perikanan adalah pengelolaan kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan. Menurut Jentoft 1989 diacu oleh Nikijuluw 2002 alasan pemerintah perlu melibatkan diri dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah kecenderungan timbulnya isu ketidakefisienan, ketidak-adilan dan masalah administrasi. Sementara itu, masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan dengan cara memberi pengaruh terhadap seluruh atau sebagian proses penetapan kebijakan publik, mulai dari perumusan, pelaksanaan dan penilaian kebijakan. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah kebijakan pengelolaan sumberdaya peikanan cakalang yang berkelanjutan di Kabupaten Parigi Moutong. Untuk menjawab tujuan tersebut serangkaian analisis dengan beberapa metode sudah dilakukan. Rumusan kebijakan yang dihasilkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknis. Adapun rumusan arahan kebijakan pengelolaan sumberdaya peikanan cakalang di di Kabupaten Parigi Moutong adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan pengaturan upaya penangkapan effort

Kebijakan pemerintah dalam mengatur jumlah effort yang diperkenankan tetap menjadi alternatif yang penting sebab berdasarkan analisis biekonomi keterkaitan bahwa diasumsikan rezim pengelolaan sumberdaya ikan cakalang saat ini adalah open access. Rezim pengelolaan open access tanpa adanya regulasi yang kuat membahayakan keberlanjutan sumberdaya ikan cakalang. Berdasarkan analisis bioeokomi model Schaefer, saat ini pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong telah mengalami overfishing secara biologi. Jumlah effort kondisi aktual telah melebihi jumlah effort pada kondisi MSY dan MEY. Kebijakan menerapkan pembatasan atau pengurangan jumlah effort pada kondisi MSY atau MEY akan memberikan keuntungan ekonomi bagi nelayan. Pengaturan jumlah effort menjadi solusi dalam rangka mencapai keberlanjutan sumberdaya ikan cakalang. Kebijakan pengurangan jumlah effort pada rezim pengelolaan MSY atau MEY akan memberi ruang bagi masyarakat nelayan untuk mengembangkan sumber pendapatan alternatif. Kebijakan pengaturan upaya penangkapan menyangkut pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang dan perilaku nelayan. Agar kebijakan dapat berlaku efektif, tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Parigi Moutong dengan menyusun perangkat legislasi atau aturan hukum dalam bentuk perda peraturan daerah mengenai pembatasan upaya penangkapan. Menurut Lutchman et al 2009 diacu oleh Purnomo 2012 instrumen ini merupakan perangkat utama yang diperlukan agar upaya tangkap dapat berlangsung secara efektif dan bijaksana. Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan aturan hukum di Kabupaten Parigi Moutong maka dapat dilakukan melalui optimalisasi peran dan fungsi kelembagaan perikanan khususnya bidang perikanan tangkap. Oleh sebab itu partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk meningkatkan pengawasan dan kesadaran nelayan.

2. Kebijakan pengembagan usaha perikanan tangkap

Berdasrkan hasil analisis kelayakan usaha perikanan cakalang dengan alat tangkap purse seine diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 289.406.471 dengan discount factor pada tingkat suku bunga 12 per tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan usaha perikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong tersebut layak untuk dilanjutkan. Namun demikian, berdasrkan hasil analsis bioekonomi bahwa telah terjadi kelebihan kapasitas overcapacity penangkapan dari tingkat penangkapan lestarinya. Ole karena itu, kebijakan pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Parigi Moutong saat ini seharusnya tidak lagi diarahkan pada peningkatan atau penambahan jumlah armada penangkapan, akan tetapi diarahkan pada pengenalan teknologi baru atau adopsi inovasi teknologi penangkapan yang ramah lingkungan. Salah satu tujuan alternatif kebijakan perbaikan teknologi penagkapan yaitu pengenalan teknologi baru. Pengenalan teknologi baru ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan nelayan dan dapat mendorong tingkat efisiensi alat tangkap yang digunakan, sehingga dapat meningkatkan hasil tangkapan dalam jumlah yang besar walau hanya dengan menggunakan jumlah effort yang relatif kecil.

3. Kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan perikanan

Berdasarkan hasil analsis AHP, kebijakan penguatan kapasistas kelembagaan perikanan merupakan salah alternatif kebijakan yang pilih oleh para pakar yang dijadikan responden penelitian. Kebijakan ini merupakan salah satu inti dari tujuan pengelolaan sumbedaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong. Peran kelembagaan sangat menetukan keberlajutan penegelolaan sumberdaya ikan cakalang dari aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Berdasarkan hasil penelitian bahwa saat ini kelembagaan di sektor perikanan Kabupaten Parigi Moutong belum berjalan secara efektif. Untuk itu dipelukan reformasi birokrasi dan tata kelola kelembagaan sehinga dapat berjalan seara efektif dan dapat mengakomodir seluruh kepentingan publik. Selain itu juga, dari sisi hukum masih dirasakan budaya hukum masyarakat masih rendah sebagai akibat dari rendahnya pemahaman, kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat serta kepastian dan keadilan hukum masih rendah dan belum merata.

4. Kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan

Kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan yang perlu dilakukan oleh dinas kelautan dan perikanan Kabupaten Parigi Moutong adalah memberikan pelatihan dan pendampingan kepada nelayan. Kebijakan ini sebagaimana telah dijelaskan di atas berdasarkan hasil analisis AHP, bertujuan untuk memberikan pendapatan alternatif baru bagi nelayan sehingga dapat menguragi tekanan terhadap sumberdaya ikan khususnya ikan cakalang yang ada di Kabupaten Parigi Moutong. Kegiatan pelatihan dan pendampingan kepada nelayan diharapkan tidak hanya mampu memberikan sumber pendapatan alternatif tetapi juga dapat meningkatkan sumberdaya manusia.

5. Kebijakan keterpaduan antar sektor

Pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong juga harus mengutamakan aspek keterpaduan, yaitu keterpaduan ekologi, sektoral, bidang ilmu, stakeholder dan keterpaduan geografis. Hal ini bertujuan untuk terciptanya pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang yang berkelanjutan. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi dalam pegelolaan sumberdaya perikanan yaitu terjadinya konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya dan tumpang tindihnya perencanaan dan pengelolaan sumberdaya perikanan dari berbagai sektoral. Oleh sebab itu diperlukan sebuah sistem perencanaan pengelolaan secara terpadu melaui kerjasama dari berbagai pihak yeng terkait dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.

6. Kebijakan pembangunan manusia human development

Kebijakan human developmen merupakan kebijakan yang sangat penting untuk diperhatikan, mengingat manusia adalah unsur utama dalam aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan. Kebijakan ini berkaitan dengan kebijakan sebelumnya yaitu kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan dengan memberikan pendidikan, pelatihan, dan pendampingan. Kebijakan sehebat apapun atau sebagus apapun yang dihasilkan seringkali terlihat mentah di lapangan, tidak akan memberikan dampak apa-apa sebagaimana tujuan dari ditetapkannya kebijakan tersebut jika tidak didukung sendiri oleh para pelaku utama dari kebijakan baik pembuat kebijakan atau pun yang harus melaksanakan kebijakan tersebut. Kebijakan ini ditujukan bagi peningkatan kualitas dan profesionalitas para pemegang kebijakan dan pengelola perikanan, juga ditujukan kepada para nelayan dalam bentuk memberikan penyadaran, sosialisasi, pemahaman, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab akan pentingnya pembangunan perikanan yang berkelanjutan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Indeks NTP dan NTN berdasarkan jenis usaha selama periode musim panen dan musim panceklik pada tahun 2014 di atas 100. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan daya beli masyarakat lebih baik daripada tahun dasar. Pada musim panen indeks nilai tukar petani dengan nilai rata-rata sebesar 126,15 dan pada musim panceklik sebesar 107,56. Dengan demikian secara keseluruhan pada tahun 2014 rata-rata indeks NTP sebesar 116,86. Sedangkan indeks nilai tukar nelayan pada musim panen dengan nilai tukar rata-rata sebesar 120,56 dan pada musim panceklik sebesar 110,57. Secara keseluruhan rata-rata indeks nilai tukar nelayan pada tahun 2014 sebesar 115,56. 2. Hasil analisis bioekonomi sumberaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong dianalisis dengan menggunakan dua model pendekatan yaitu model Schaefer dan Fox. Penentuan model terbaik dari kedua model tersebut dilakukan dengan membandingkan nilai R 2 -nya dan penyimpangan yang terkecil. Secara statstik terlihat bahwa model Schaefer memiliki nilai R 2 terbesar dengan nilai significance F terkecil dibandingkan model Fox. Dengan demikian model terbaik yang digunakan dalam analisis biokonomi adalah model Schaefer. Hasil analisis bioekonomi sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong menghasilkan produksi teringgi sebesar 4.634 ton per tahun pada rezim pengelolaan MSY. Sedangkan rente ekonomi maksimum dicapai pada rezim pengelolaan MEY sebesar Rp. 36.459 miliar per tahun. Saat ini jumlah effort aktual sebesar 14.229 trip, sedangkan jumlah effort lestari sebesar 12.679 trip per tahun dan effort optimal secara ekonomi sebesar 10.625 trip per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong telah mengalami overfishing secara biologi namun secara ekonomi belum mengalami overfishing. 3. Hasil analisis degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong diperoleh rata-rata besaran laju degradasi sebesar 0.267 ton sedangkan laju depresiasi sebesar 0.264 juta. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong belum mengalami tekanan yang cukup besar dimana laju degradasi dan depresiasi masih dibawah batas toleran atau garis Bench Markingnya. 4. Pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong menggunakan alat tangkap purse seine diperoleh tingkat keuntungan sebesar Rp. 221.487.056 juta per tahun. Bedasarkan analisis kelayakan usaha selam 10 tahun diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 289.406.471 juta dengan discount factor pada tingkat suku bunga 12 per tahun. Sedangkan nilai BCR dan IRR masing- masing diperroleh sebesar 1,26 dan 17,19 persen. Sehingga dapat disimpulkan usaha perikanan cakalang menggunakan alat tangkap alat tangkap purse seine layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan. 5. Hasil analisis sistem dinamik pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong, diperoleh tingkat effort tertinggi dicapai pada tahun ke 9 sebesar 27.189 trip dengan jumlah stok ikan cakalang sebesar 4.151,21 ton dan hasil tangkapan mencapai 3.296,50 ton. Keseimbangan secara biologi terjadi pada tahun ketiga dengan jumlah effort 23.398 trip dan stok sebesar 9.349 ton, sedangkan keseimbangan secara ekonomi terjadi pada tahun keempat dimana jumlah effort mencapai 24.958 dan hasil tangkapan sebesar 5.629 ton. Saat jumlah effort mencapai 27.189 trip, maka keuntungan yang didapatkan semakin kecil. Kondisi ini membuat nelayan akan mengurangi jumlah effort atau berhenti menjadi nelayan. Hal ini disebabkan nelayan tidak mendapatkan keuntungan dari hasil tangkapan sementara jumlah biaya yang dibutuhkan cukup besar. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah daerah atau dinas terkait dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan perlu menetapkan batasan jumlah effort maksimal pada kondisi pengelolaan MEY atau MSY berdasarkan hasil analisis bioekonomi sehingga keberlanjutan secara ekologi dan ekonomi dapat terwujud. 6. Berdasarkan analisis kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagan maka diperoleh enam rekomendasi kebijakan yaitu kebijakan pengaturan upaya tangkap effort, kebijakan pengembangan usaha perikanan tangkap, kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan perikanan, kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan, kebijakan keterpaduan antar sektor, dan kebijakan pembangunan manusia human development. Saran Dalam rangka mewujudkan terciptanya tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan cakalang yang optimal dan berkelanjutan serta mampu memberi nilai manfaat terhadap kesejahteraan nelayan di Kabupaten Parigi Moutong, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat perda peraturan daerah tentang pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkaitan dengan penataan ruang wilayah pesisir, pembatasan jumlah alat tangkap, dan pembatasan jumlah effort. Hal ini perlu dilakukan mengingat kondisi sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Parigi Moutong telah mengalami overfishing. 2. Penguatan sistem dan peran kelembagaan perikanan sehingga dapat melakukan monitoring dan evaluasi program yang telah dilakukan serta pendataan yang baik terhadap hasil produksi perikanan tangkap. 3. Perlu adanya keterpaduan antar sektor dan stakeholder dalam merumuskan, merencanakan dan menjalankan setiap program dan kebijakan terkait pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Anna S. 2003. Model Emmbedded Dinamik Ekonomi Interaksi-Perikanan : kasus di Teluk Jakarta, DKI Jakarta [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2005. RPJP Daerah Kabupaten Parigi Motong 2005-2025. Kabupaten Parigi Moutong. Parigi. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Tengah Dalam Angka 2008-2013. BPS Provinsi Sulawesi Tengah. Palu ID [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014a. Kabupaten Parigi Moutong Dalam Angka. BPS Kabupaten Parigi Moutong. Parigi ID. BPS] Badan Pusat Statistik. 2014b. Statistik Tanaman Pangan. BPS Kabupaten Parigi Moutong. Parigi ID. Basuki, R, Prayogo U.H., Tri Pranaji, Nyak Ilham, Sugianto, Hendiarto, Bambang W, Daeng H., dan Iwan S,. 2001. Pedoman Umum Nilai Tukar Nelayan. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, DKP. Jakarta ID. Behnke dan MacDermid. 2004. Family Well-being. Purdue University. Bryant WK dan Zick CD. 2006. The Economic Organization of the Household. New York: Cambridge University Press. Charles AT. 2001. Sustainable Fisheries Systems. London. United Kingdom: Blackwell Science. Clark CW. 1990. Mathematical Bioeconomic : The Optimal Management Of Renewable Resources. Second Edition. A Wiley-Interscience Publication, Canada. Cochrane KL. 2002. Fisheries Management. In Cochrane, K.L editor. A Fishery Manager ‟s Guidebook, Management Measures and Their Application. FAO Fisheries 424 : 1-20. [DEKIN] Dewan Kelautan Indonesia. 2011. Kebijakan Kelautan Indonesia. Jakarta ID. [DJPT] Direktur Jendral Perikanan Tangkap. 2004. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2002. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta ID. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2014. Statistik Perikanan Tangkap Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP. [Internet]. Diakses 28 November 2014. Tersedia pada : http:statistik.kkp.go.id. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2014a. Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Parigi Moutong 2013-2018. Parigi. DKP Kabupaten Parigi Moutong. Parigi. Parigi ID [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2014b. Statistik Perikanan Tangkap. Parigi. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Parigi Moutong. Parigi ID. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2014. Statistik Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah. Palu ID. Clark, CW. 1976. Mathematical Bioeconomics the Optimal Management of Renewable Resources. A Wiley Interscience Publication, John Wiley Sons.