xxxii misalnya polisi, jaksa, dan hakim terhadap yang disangka atau didakwa
sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menjatuhkan, dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan
dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka atau terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan
mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana Adami Chazawi, 2002: 2.
Sistem peradilan pidana yang terpadu dapat dilihat sebagai sistem subtansial, struktural, dan kultural. Penyelenggaraan sistem peradilan pidana
harus merupakan bagian dari kebijakan pembangunan sumber daya yang berkelanjutan serta bertanggungjawab untuk terselenggaranya peradilan
pidana yang efisien dan manusiawi. Supaya mendapat kepercayaan dari masyarakat, maka sistem peradilan pidana harus terbuka dan transparan yang
merupakan bagian dari prinsip pemerintahan yang baik. Kualitas peradilan terkait dengan kualitas individual, institusional atau kelembagaan, mekanisme
tata kerja, sarana, subtansi hukum, lingkungan kondisi sosial, ekonomi, politik, dan budaya hukum masyarakat, dengan demikian upaya peningkatan
kualitas peradilan atau penegakan hukum harus mencakup keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas peradilan.
4. Hakim Sebagai Aparat Penegak Hukum
Berdasarkan Pasal 31 dan Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004, hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU
No. 4 Tahun 2004. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam
mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Hakim diberi fungsi UU No. 4 Tahun
2004 untuk menerima, memeriksa, dan memutus dalam menyelesaikan perkara tindak pidana, selalu dituntut untuk memberikan putusan yang
sebenar-benarnya dan seadil-adilnya serta dalam menjatuhkan pidana selalu memperhatikan aspek-aspek lain baik terdakwa maupun masyarakat.
xxxiii Peranan yang ideal penegak hukum khususnya hakim, telah
dirumuskan di dalam UU No. 4 Tahun 2004, yaitu: Pasal 1
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Pasal 2 Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pasal 4 ayat 2 2
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pasal 5
1 Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang. 2
Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pasal 16 ayat 1
1 Pengadilan
tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya Soerjono Soekanto, 2005: 26-27.
Di dalam KUHAP, putusan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum menurut cara yang diatur dalam
xxxiv undang-undang Pasal 1 butir 11 KUHAP. Berdasarkan Pasal 195 KUHAP
syarat sahnya suatu putusan adalah apabila diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui
duduk perkara yang sebenarnya dan juga dapat memantau apakah jalannya persidangan sesuai dengan ketentuan-ketentuan KUHAP atau tidak. Menurut
ketentuan Pasal 193 KUHAP, putusan pidana dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang
didakwakan kepadanya.
Putusan pemidanaan merupakan putusan yang membebankan suatu pidana kepada terdakwa karena perbuatan yang didakwakan terbukti secara
sah dan meyakinkan prinsip minimum pembuktian bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan itu. Apabila pengadilan berpendapat
bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan maka pengadilan menjatuhkan pidana Pasal 193 ayat 1 KUHAP. Berdasarkan
Pasal 183 KUHAP yang mengatur tentang kesalahan terdakwa telah terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang memberi keyakinan
kepada hakim maka terdakwa dapat dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana.
B. Kerangka Pemikiran