60
Tabel1:  Perbedaan  antara  Jenis  Sanksi  Undang-Undang  23  Tahun  1997  dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Jenis Sanksi UU 231997
UU 322009 PIDANA
Minimum Tidak ada
1 tahun Maksimum
15 Tahun 15 tahun
DENDA Minimum
Tidak ada 500 juta rupiah
Maksimum 750 juta rupiah
15 miliar rupiah
Berdasarkan table di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari pembatasan hukuman minimum adalah hakim “dipaksa” untuk memvonis  suatu perkara tindak pidana
lingkungan  hidup  dengan  mengacu  pada  batasan  minimum  sebagaimana  yang diatur  dalam  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2009.  Sehingga  diharapkan  dari
putusan tersebut melahirkan efek jera bagi pelaku tindak pidana lingkungan hidup. Selain  jenis  hukuman  minimum  yang  diatur  dalam  Undang-Undang  Nomor  32
Tahun 2009, hal lain yang baru adalah perluasan alat bukti sebagai mana dimuat dalam Pasal 96 :
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas: a.
keterangan saksi; b.
keterangan ahli; c.
surat; d.
petunjuk; e.
keterangan terdakwa; danatau f.
alat  bukti  lain,  termasuk  alat  bukti  yang  diatur  dalam  peraturan  perundang- undangan.
Alat bukti dalam huruf f merupakan alat bukti baru yang sebelumnya tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997. Perluasan alat bukti ini dipandang
perlu sebab motif, alat untuk melakukan kejahatan lingkungan tidak terbatas pada hal-hal  yang  konvensional  namun  juga  seiring  perkembangan  zaman  telah  maju.
61
Pengaturan  tentang  tindak  pidana  korporasi  merupakan  bukti  progresifitas Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2009.  Korporasi  sebagai  subjek  hukum
rechtpersoon  selain  daripada  manusia  persoonlijk  merupakan  pelaku  yang dominan  dalam  kejahatan  lingkungan.  Jarang  kita  melihat,  mendengar  bahwa
perusakan danatau pencemaran dilakukan oleh orang perorang sebab motif orang melakukan kejahatan lingkungan adalah ekonomi. Atas dasar itu Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 mengatur pidana korporasi dalam Pasal 116 : 1  Apabila  tindak  pidana  lingkungan  hidup  dilakukan  oleh,  untuk,  atau  atas
nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a.   badan usaha; danatau
b.  orang  yang  member  perintah  untuk  melakukan  tindak  pidana  tersebut atau  orang  yang  bertindak  sebagai  pemimpin  kegiatan  dalam  tindak
pidana tersebut. 2  Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilakukan  oleh  orang,  yang  berdasarkan  hubungan  kerja  atau  berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana
dijatuhkan  terhadap  pemberi  perintah  atau  pemimpin  dalam  tindak  pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri
atau bersama-sama.
III.  METODE PENELITIAN A.
Pendekatan Masalah
Pendekatan  yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui  dua pendekatan,
yaitu: 1.  Pendekatan Yuridis Normatif
Pendekatan  yuridis  normati  adalah  pendekatan  yang  dilakukan  dalam  bentuk untuk mencari kebenaran dengan melihat asas-asas dalam ketentuan baik masalah
perundangan,  teori-teori,  konsep-konsep  serta  peraturan  yang  berkaitan  dengan permasalahan.  Pendekatan  ini  dimaksudkan  untuk  memperoleh  gambaran  dan
pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas. 2.  Pendekatan Yuridis Empiris
Pendekatan  yuridis  empiris  adalah  pendekatan  yang  dilakukan  dengan  cara mengadakan  penelitian  lapangan  dengan  melihat  kenyataan  yang  ada  misalnya
dalam prilaku hukum, kepatuhan hukum dan lainnya yang terdapat di lingkungan masyarakat serta penegak hukum.
63
B.    Sumber dan Jenis Data
Sumber  data  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  data  primer  dan
sekunder. Data primer adalah  data  yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan. Data  sekunder  adalah  data  yang  diperoleh  dari  studi  kepustakaan.  Data
kepustakaan berupa bahan hukum yang bersumber dari: 1.    Bahan hukum primer, yaitu :
a. Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1981  tentang  Kitab  Undang-Undang
Hukum Acara Pidana; b.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI; c.
Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2009  tentang  Perlindungan  dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
d. Keputusan  Bersama  Kementerian  LH,  Penegakan  Hukum  Lingkungan
Hidup  Terpadu  Kejaksaan,  Kepolisian.  SATU  ATAP  No.  KEP- 04MENLH042004, KEP. Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
208AJ.A042004,  KEP-19IV2004  Indonesia,  Jaksa  Agung  Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.  Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang berkaitan langsung dengan masalah  yang  diteliti,  berupa  hasil  penelitian  terdahulu,  literatur,  jurnal,
buletin ilmiah, majalah, dan surat kabar. 3.  Bahan  hukum  tersier  yaitu  bahan  hukum  yang  memberi  petunjuk  dan
penjelasan  terhadap  bahan  hukum  primer  dan  sekunder  seperti  kamus  dan ensiklopedia.
64
Data  lapangan  merupakan  data  yang  bersumber  dari  hasil  wawancara  dengan pihak-pihak terkait.
C.   Penentuan Responden
Penentuan  responden  dalam  penelitian  ini  menggunakan  metode  purposive
sampling,  yang  berarti  dalam  menentukan  responden  disesuaikan  dengan  tujuan yang hendak dicapai dan dianggap telah mewakili terhadap masalah yang hendak
dicapai. Adapun yang dijadikan responden dalam penelitian ini: 1.  Kasubdit IV Krimsus Polda Lampung
1 orang 2.  Penyidik Subdit IV Krimsus Polda Lampung
2 orang 3.  Kepala Bidang Kabid Pengawasan dan
Pengendalian Lingkungan BLHD Provinsi Lampung  1 orang 4.  Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung 2 orang
5.  Pengusaha 2 orang
6.  Tokoh masyarakat 2 orang +
10 orang
D.  Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Penulis melakukan serangkaian kegiatan dalam pengumpulan data, yang meliputi:
1. Studi  pustaka,  yaitu  pengumpulan  terhadap  data  sekunder  dengan  mencatat,
mengutip  serta  menelaah  buku-buku  kepustakaan  yang  berkaitan  dengan materi penelitian kemudian menyusunnya sebagai kajian  data.
2. Wawancara,  yaitu  teknik  pengumpulan  data  primer  yang  dilakukan  secara
lisan  kepada  responden  dengan  mengajukan  beberapa  pertanyaan  secara
65
terbuka  dan  terarah  dengan  sebelumnya  mempersiapkan  pertanyaan  terlebih dahulu.
3. Studi dokumentasi,  yaitu dengan mengumpulkan data dengan jalan mencatat
atau  merekam  data-data  yang  ada  pada  lokasi  penelitian  yang  berkaitan dengan pokok materi yang  dibutuhkan.
Data  yang  telah  diperoleh  lalu  dilakukan  pengolahan  dengan  kegiatan  sebagai berikut :
1. Editing,  yaitu  melakukan  pemeriksaan  ulang  terhadap  data  yang  diperoleh
mengenai kelengkapan dan kejelasan dari data. 2.
Meng-sistemasikan,  yaitu  melakukan  penyusunan  data  yang  diperoleh  satu sama lain untuk memudahkan kegiatan analisis.
3. Mengevaluasi semua data yang mempunyai relevansi dengan penelitian.
E. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Pendefinisian
analisis  data  kualitatif  yaitu  suatu  cara  penelitian  yang  menghasilkan  data deskriptif  analisis  yaitu  apa  yang  dikatakan  oleh  responden  baik  secara  lisan
maupun  secara  tertulis  dan  juga  perilakunya  secara  nyata  juga  diteliti  dan dipelajari  sebagai  suatu  yang  utuh.  Setelah  menyelesaikan  tahap  pengumpulan
data,  maka  diklasifikasikan  ke  dalam  beberapa  kategori  untuk  kemudian dihubungkan dengan teori guna pengambilan kesimpulan.
V. PENUTUP
A.  Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1.  Pelaksanaan  tugas  dan  wewenang  penyidik  Polri  dalam  penyidikan  tindak
pidana  lingkungan  berupa  pencemaran  limbah  B3  di  wilayah  hukum  Polda Lampung berjalan berdasarkan sesuai ketentuan di dalam KUHAP, Undang-
Undang  Nomor  2  Tahun  2002  tentang  Kepolisian  RI,  dan  Undang-Undang Nomor  32  Tahun  2009  tentang  Perlindungan  dan  Pengelolaan  Lingkungan
Hidup.  Namun  dalam  pelaksanaannya  Penyidik  Polri  dan  PPNS-LH  masih harus  berkoordinasi  dengan  instansi  pemerintah  lain  untuk  saksi  ahli  sesuai
dengan  bidangnya,  sehingga  membutuhkan  waktu  yang  lama  dan  tidak efisien.
2.  Faktor  atau  kendala  yang  dihadapi  penyidik  Polri  khususnya  pada Ditreskrimsus  Polda  Lampung  dalam  melakukan  penyidikan  tindak  pidana
lingkungan  berupa  pencemaran  limbah  B3  di  Provinsi  Lampung  berupa: sulitnya  pengambilan  sampel  limbah,  pembuktian  yang  tidak  sederhana,
tertutupnya  areal  pabrik  yang  menyebabkan  tidak  mudah  dimasuki masyarakat ataupun petugas, ketidakpedulian masyarakat sekitar seolah tutup
mata  dengan  apa  yang  terjadi  di  sekitarnya  termasuk  dalam  hal  pencemaran limbah  B3,  kurang  memadainya  pengetahuan  dan  keterampilan  penyidik,