Para Ilmuwan Muslim berusaha untuk menggali khazanah ilmu yang sudah lama dikumandangkan, diantaranya adalah cendekiawan Muslim yaitu Syed
Muhammad Naquib al-Attas sebagai “Mega Proyek” gagasan tersebut mengandung tujuan yang sangat penting yang akan dicapai.
Adapun Tujuan yang hendak dicapai dengan terealisasinya gagasan Islamisasi ilmu, diantaranya
74
: 1. Mengeluarkan Ilmu pengetahuan kontemporer penafsiran-penafsiran yang
berlandaskan ideologi, makna dan ungkapan sekuler yang bertentangan dengan ajaran Islam
2. Menjadikan Islam sebagai alternatif epistemologi Barat 3. Mengembangkan ilmu yang hakiki untuk membangun pemikiran dan
rohani pribadi muslim yang dapat meningkatkan keimanannya dan keteakwaannya kepada Allah SWT.
4. Islamisasi Ilmu akan melahirkan keamanan, kebaikan, keadilan dan kekuatan keimanan.
75
5. Menghilangkan konsep dikotomi ilmu yang berakibat pada pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum, karena pada hakekatnya ilmu bersumber dari
yang maha tunggal yaitu Allah SWT
B. Konsep Islamisasi Ilmu Naquib al-Attas
Membandingkan antara Islam dengan filsafat dan ilmu pengetahuan kontemporer, sebagaimana yang disadari oleh al-Attas terdapat
persamaan khususnya dalam hal-hal yang menyangkut sumber dan metode
74
Roshnani Hashim, gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Komtemporer, Islamia,1,6, juli- september,2005h.31
75
Roshnani hashim. gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Komtemporer. h 31
ilmu, kesatuan cara mengetahui secara nalar dan empiris, kombinasi realisme, idealisme dan pragmatisme sebagai fondasi kognitif bagai filsafat
sains; proses dan filsafat sains. Bagaimana, ia menegaskan bahwa terdapat sejumlah perbedaan sejumlah perbedaan mendasar dalam pandangan hidup
divergent worldviews.
76
wolrdview Islam menurut al-Attas merupakan pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang tampak oleh mata hati
kita dan yang menjelaskan hakekat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total maka wolrdview Islam berarti pandangan
Islam tentang wujud ru’yat al-Islam lil-wujud.
77
No Elemen Worldview Islam
Woeldview Barat
1 Prinsip
Tauhidi Dikotomik
2 Asas
Wahyu, Hadits,
akal, Pengalaman, dan intuisi
Rasio, spekulasi,
filosofis 3
Sifat Otensitas dan kajian
Rasionalitas, terbuka dan selalu berubah
4 Makna Realitas dan
kebenaran Berdasarkan
kajian metafisis
Pandangan sosial,
kultural, empiris 5
Obyek kajian Visible dan invisible
Tata nilai
masyarakat
76
Syed Muhammad Naquib al-Attas Islam dan Filsafat Sains, Bandung: Mizan, 1995, cet. Ke-1, h.189
77
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Methaphisics of Islam and Exposition of Fundamental Elements of the Worldview of Islam Kuala Lumpur: ISTAC, 2001, cet.
Ke-2, h.2
Dari tabel diatas jelas sekali bahwa antara worldview Islam dan Barat terdapat perbedaan yang sangat fundamental yang tidak mungkin
dikompromikan. Worldview Islam tidak berdasarkan dikotomis seperti obyektif-subyektif, historis-normatif, tekstual-kontekstual. Akan tetapi,
realitas dan kebenaran dipahami dengan metode tauhidi dimana terdapat kesatuan antara kaedah empiris, rasional, deduktif dan induktif, sebagaiman
para sarjana pada masa silam menggunakan berbagai metode dalam penyelidikan mereka. Realitas dan kebenaran dalam konsep Islam bukan
semata-mata fikiran tentang alam inderawi dan peranan manusia dalam sejarah, sosial, politik dan budaya sebagaimana yang ada dalam konsep Barat
sekuler mengenai dunia yang hanya menaruh perhatian terhadap dunia empiris saja. Tetapi lebih dari itu, memaknai realitas dan kebenaran
berdasarkan kajian metafisis terhadap dunia yang empiris dan non empiris. Dengan demikian, wolrdview Islam mencakup dunia akhirat, yang mana
aspek dunia tidak boleh terpisah dan harus dikorelasikan dengan cara yang sangat mendalam kepada aspek akhirat, dengan keyakinan bahwa aspek
akhirat merupakan yang terakhir dan final. Worldview Islam bersumber kepada wahyu yang didukung oleh akal dan intuisi. Substansi keimanan dan
pengamalan ibadahnya, doktrinnya serta sistem teologinya telah ada dalam wahyu dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW .
Permasalahan yang sangat krusial yang dihadapi umat Islam adalah bagaimana menemukan kembali konsep dasar Islam dalam menghadapi ilmu
pengetahuan yang sekuleristik menjadi Islami.
Naquib al-Attas beranggapan bahwa solusi dari permasalahan yang kita Umat Islam hadapi adalah Islamisasi Ilmu pengetahuan. Menurut
beliau, pada awalnya semua ilmu ada pada bentuknya yang Islami. Namun seiring dengan perkembangan zaman, bentuk fithrah ilmu sedidit demi
sedikit berubah. Perubahan itu terjadi bersamaan dengan proses sekulerisasi masyarakat yang terjadi di Eropa yang beberapa ratus kemudian diekspor
kedunia Islam. Definisi sekulerisasi yang menurut Naquib al-Attas paling sesuai adalah definisi yang diberikan oleh seorang teolog Belanda,
Coernelius Van Peursen yang pernah menduduki kursi filsafat di universitas Leiden. Van peursen mendefinisikan sekulerisasi sebagai “ Pembebasan
seseorang, pertama dari kontrol religius dan kemudian metafisis, terhadap pemikiran dan bahasanya”.
78
Berarti menurut Van peursen ada dua aspek yang sangat penting dalam isu sekulerisasi ini : pemikiran dan bahasa.
Mengapa demikian? Tentu kita dapat mengerti aspek sekulerisasi pemikiran karena seseorang melakukan segala sesuatunya sesuai dengan pemikirannya.
Berarti, jika pemikirannya sudah sekuler, pandangan-hidupnya juga akan sekuler. Jika ia sudah sampai pada tigkat ini, maka ia akan berpendapat
bahwa dirinya adalah segalanya, dan tidak ada otoritas yang lebih tinggi lagi adri dirinya. Dengan demikian, amal-amalnya pun akan dikerjakan sesuai
dengan hatinya sendiri. Inilah proses pergantian fokus dari tuhan kepada manusia seperti yang telah termaktub dalam inti filsafat Humanisme.
79
78
Syed. Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Sekulerisme. Hal 17
79
Ismail Fajrie Alatas, Konsep Ilmu dalam Islam, jakarta Diwani Publissing 2006, h. 278
Setelah berangkat dari pemikiran kemudian dari bahasa menurut isu sekulerisasi yang berkembang, mengapa demikian? Bahasa adalah sebuah
fenomena kultural dimana bahasa terbentuk berdasarkan pengalaman historis dan kultural sebuah bangsa,. Karena adanya perbedaan pengalaman antara
satu bangsa dengan bangsa yang lainnya, maka bahasanya pun juga banyak berbeda. Yang dimaksud perbedaan disini adalah dari segi semantik,
sehingga banyak kita jumpai konsep-konsep serta terminologi yang terdapat disatu bahasa, namun tidak terdapat ibahasa yang lain. Salah satu contoh
adalah kesulitan yang dihadapi oleh para penerjemah bahasa Arab menuju Bahasa Inggris. Bahasa Arab adalah bahasa yang sangat metafisis akibat
keberadaan al-Qur’an, sedangkan bahasa Inggris telah berubah menjadi bahasa yang sangat teknis, mekanis dan anti-metafisis. Oleh karena itu
banyak kata-kata kunci dari bahasa Arab yang tidak dapat diterjemahkan kedalam bahasa inggris karena ketiadaan konsep yang sama. Salah satu
contoh yang paling konkret adalah kata qalb, fu’ad dan lubb. Seseorang yang akan menerjemahkan kata ini kedalam bahasa Inggris akan sangat kesulitan
untuk melakukannya karena ketiadaan perbedaan antara terminologi tersebut. Kata yang dapat mendeskripsikan ketiganya hanyalah heart atau hati.
Sedangkan dalam bahasa Arab, ketiga terminolog itu mendeskripkan tingkatan hati yang berbeda-beda. Namun karena ketiadaan terminologi
yang sama dalam bahasa Inggris, maka ketiga kata tersebut hanya dapat diterjemahkan dengan satu kata: heart. Akibat dari ketidak tepatan
penerjemahan, maka pemahaman seseorang akan suatu hal juga akan tidak tepat.
“ Atas dasar inilah,sayyidi naquib mendefinisikan Islamisasi sebagai : “ Pembebasan manusia dari tradsi magis, mitologis, animistis, kultur-
nasional yang bertentangan dengan Islam dan dari belenggu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasanya “ juga pembebasan dari kontrol dorongan
fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadapa
hakikat dirinya yang sebenarnya, menjadi bodoh akan tujuan yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya, Islamisasi adalah suatu
proses menuju bentuk asalnya Fithrah yang tidak sekuat proses evolusi dan devolusi….
80
Dalam definisi Islamisasi diatas, terdapat dua aspek yang perlu diungkapkan lebih lanjut. Yang pertama, pada tingkat individu, konsekuensi
dari islamisasi adalah pengakuan terhadap Nabi saw sebagai pemimpin dan pribadi teladan bagi pria maupun wanita baik pada tingkat kolektif, sosial
dan historis
81
. Pengakuan terhadap derajat dari tingkat Nabi saw yang begitu tinggi, akan diresapinya dan dipikirkannya, sehingga tidak akan
mungkin terlontar dari lisannya bahwa “Nabi saw adalah manusia biasa”. Seseorang yang terdidik secara Islami tidak akan berani melontarkan kata-
kata yang seperti ini. Sebaliknya, dengan penuh kerendahan hati dan diri, dia akan mengakui ketinggian posisi Nabi yang juga telah diakui oleh Allah Swt.
80
Syed. Muhammad Naquib al-Attas , Islam and Sekulerism. hal 45
81
Syed. Muhammad Naquib al-Attas Islam dan sekulerisme, Hal 45
Pada saat pengakuan itu sudah terpatri, maka dengan sendirinya, pribadi dan kehidupan beliau saw akan menjadi simbol dan realisasi kesempurnaan
moralitas dan etika
82
. Dengan demikian ia akan menyontoh kesempurnaan tersebut, dalam upayanya untuk menyempurnakan dirinya sendiri.
Pengertian Islamisasi pada tingkat individu ini, sangat berhubungan dengan konsep adab. Sayyidi Naquib beranggapan bahwa dilema yang
dihadapi umat Islam telah membentuk lingkaran setan yang didahului dengan sekulerisasi ilmu pengetahuan.
Pada aspek yang kedua terjadi setelah proses pertama selesai, yaitu memasukkan elemen-elemen Islam dan konsep-konsep kunci kesetiap
cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan
83
. Proses inilah yang kemudian dikenal dengan The Islamisation of Knowledge . perlu ditegskan
bahwa dmesteernisasi dan Islamisasi ilmu pengetahuan adalah kerja-kerja kognitif dan spiritual yang terjadi secara bersamaan. Tanpa ada celah waktu.
Sebelum “memisahkan “dan “mengeluarkan” ide-ide dan konsep-konsep yang
tidak Islami,
seseorang pertama-tama
harus mampu
mengidentifikasikan semua itu dan memiliki pemahaman yang mendalam mengenai pandangan dunia Islam berikut semua elemen dan konsep
kuncinya
84
. Proses ini menurut Ismail Fajrie Alatas senada dengan kalimat La Ilaha Illallah Tiada Tuhan Selain Allah yang berisi dua klaus yang
tersambung dalam satu kalimat. Klaus yang pertama La Ilaha Tiada Tuhan adalah sebuah penolakan dari konsep-konsep serta elemen ketuhanan yang
82
Syed. Muhammad Naquib al-Attas ,Islam dan sekulerisme , Hal 45
83
Syed. Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam
84
Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam. Syed M. Naquib Al-Attas, hal 339
ada dialam semesta ini. Sedangkan klaus yang kedua Illallah Selain Allah adalah afirmasi bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang ada dan
yang diakui. Kedua aksi ini, penolakan dan afirmasi terjadi secara simultan sehingga tidak terdapat celah yang kosong antara kedua aksi tersebut.
Dengan demikian, Islamisasi ilmu pengetahuan juga bekerja secara simultan.
Setelah mengetaui secara mendalam mengenai pandangan hidup Islam dan Barat, maka proses Islamisasi ilmu baru bisa dilaksanakan.
Adapun metodologi yang digunakan al-Attas dalam proses Islamisasi ilmu pengetahuan kontemptorer, terdiri dari dua proses atau langkah yang saling
berkaitan, yaitu: 1.
Proses Verifikasi, yaitu mengenali dan memisahkan unsur-unsur 4 unsur yang telah disebutkan sebelumnya yang dibentuk oleh budaya dan
peradaban Barat, kemudian dipisahkan dan diasingkan dari tubuh pengetahuan kontemporer
85
khususnya dalam ilmu pengetahuan humaniora. Bagaimanapun, ilmu-ilmu alam, fisika, ilmu-ilmu terapan
juga harus dislamkan, khusunya dalam penafsiran-penafsiran akan fakta- fakta dalam formulasi teori-teori.
Menurut al-Attas, jika tidak sesuai dengan pandangan hidup Islam, maka fakta menjadi tidak benar. Selain itu, ilmu-ilmu modern harus
diperiksa dengan teliti. Ini mencakup metode, konsep, praduga, simbol, dari ilmu modern, beserta aspek-aspek empiris, dan rasional, dan yang
berdampak kepada nilai-nilai dan etika, penafsiran historis ilmu tersebut,
85
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sukelarisme, h. 202
bangunan teori ilmunya, praduga berkaitan dengan dunia dan rasionalitas proses-proses ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam semesta,
klasifikasinya, batasannya, hubungan dan keterkaitannya dengan ilmu- ilmu lainnya serta hubungan dengan sosial harus diperiksa dengan teliti.
86
2. Memasukkan elemen-elemen Islam dan konsep kunci ke dalam setiap
cabang Ilmu pengetahuan kontemporer yang relevan.
87
Dengan masuknya itu, maka akan merubah bentuk-bentuk, nilai-nilai dan tafsiran
konseptual isi pengetahuan. Selanjutnya, al-Attas juga merincikan dan beberapa konsep dasar Islam yang harus dituangkan ke dalam setiap
cabang ilmu apa pun yang dipelajari oleh umat Islam adalah seperti berikut ini :
88
a. Konsep agama Din
b. Konsep manusia Insan
c. Konsep ilmu ‘Ilm dan Ma’rifah
d. Konsep kearifan Hikmah
e. Konsep keadilan ‘Adl
f. Konsep prbuatan yang benar ‘Amal sebagai adab
g. Konsep universitas Kulliyah-Jami’ah
Dalam penerapan prktisnya sangat terkait dengan dubnia pendidikan. Konsep agama din menunjukkan kepada maksud mencari pengetahuan dan
keterlibatan dalam prose pendidikan. Konsep manusia insan kepada ruang
86
Syed Muhammad Naquib al-Attas Prolegomena to the Methaphisics of Islam and Exposition of Fundamental Elements of the Worldview of Islam h. 114
87
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam. Syed M. Naquib Al- Attas h. 337
88
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sukelarisme, h. 233
lingkup. Konsep ilmu ‘ilm dan ma’rifah mengacu kepada isi.
89
Konsep kearifan hikmah kepada kreteria dalam hubungannya dengan konsep
manusia insan dan ilmu ilm dan ma’rifah. Konsep keadilan ‘adl kepada pengembangan dalam hubungannya dengan konsep kearifan hikmah.
Konsep perbuatan yang benar ‘amal sebagai adab kepada metode dalam hununggannya dengan konsep agama din – konsep keadilan ‘adl. Konsep
universitas kulliyah-jami’ah dianggap penting karena berfungsi sebagai implementasi semua konsep itu dan menjadi model sistem pendidikan untuk
tingkat rendah. Untuk lebih memahami, penulis akan memberikan sebuah study
kasus berkenaan dengan metodologi Islamisasi ilmu diatas dalam salah satu aspek dari disiplin ilmu psikologi.
Psikologi merupakan bidang yang cukup menarik, karena kedudukannya yang istimewa antara fisik dan metafisik. Ilmu psikologi yang sekarang
berkembang dengan subur didunia, tak terkecuali dunia Islam adalah psikologi yang dibangun oleh peradaban Barat. Oleh karena itu, sesuai
dengan gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer, maka psikologi harus diislamkan.
1. Proses Verifikasi
89
Proses memasukkan konsep ilmu ‘ilm dan ma’rifat ke dalam ilmu Barat yang telah diverifikasi dalam aplikasinya terkait dengan dunia pendidikan. Ilmu yang telah di Islamkan ini isinya
harus disesuaikan dengan saaran ilmu itu ditujukan. Tentunya siswa sekolah lanjutan dengan mahasiswa dari isi ilmu yamh mereka terima tidak sama. Oleh sebab itu, guru dan pihak lain yang
telibat dalam pendidikan stakeholder harus mampu mendesain kurikulum yang sesuai dengan kapasitas intelektual dan psikologis orang yang menerima ilmu tersebut.
Dalam kajian ilmiah modern Barat, “Jiwa” tidak lagi dipandang sebagai substansi immaterial yang berkaitan dengan dunia
metafisik, tetapi semata-mata sebagai fungsi otak yang bersifat fisik dengan sisitem neorilogisnya yang canggih. Psikologi telah mengalami reduksi dan
degradasi yang parah. Dengan keinginannya untuk diakui sebagai disiplin ilmiah, psikologi harus rela tunduk pada paradigma positivistik, dengan
membatasi kajiannya hanya pada bidang-bidang empiris dengan resiko ia harus kehilangan dimensi metafisiknya. Misalnya dalam Behavourisme
90
, jiwa dipandang tidak lebih dari fungsi neurologis otak, yang mengatur
tindakan atau langkah manusia sebagai respon terhadap stimulus yang datang dari luar. Manuasia sering tidak bisa dibedakandai hewan biasa, seperti
anjing dan tikus, yang bertindak hanya sebagai respon titik terhadap stimulus dari luar dirinya. Akhirnya jiwa manusia atau pikirannya dipandang hanya
ebagai fungsi neurologis otak. Bahkan pandangan bahwa jiwa merupakan fungsi otak itu pun masih terlalu dualistik, sehingga yang tersisah sekarang
ini hanyalah otak. Jiwa atau akal telah diidentik dengan otak sebagai organ tubuh.
Ini tentu saja akan menimbulkan masalah yang besar dalam tradisi intelektual muslim, karena jiwa itu sama saja dengan otak, maka kelangsngan
hidup setelah kematian atau konsep apapun yang terkait dengan hari akhir
90
Peletak dasar Behaviorisme adalah Ivan Petrovich Pavlov 1849-1936 dan William McDougall 1871-1938. Aliran ini mengemukakan bahwa obyek psikologi hanyalah perilaku
manusia yang kelihatan nyata dan menolak mempelajari tingkah laku yang tidak tampak dari luar. Peletak dasar sari teori ini adalah Ivan Petrovich Pavlov 1849-1936 dan William McDougall 1871-
1938. Lihat Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, Bandung : Pustaka Setia, 1999, Cet. Ke-2, h. 26
akhirat tidak akan mempunyai arti apapun.
91
Padahal kita ketahui kepercayan kepada hari akhir marupakan pilar kepercayaan yang pokok,
yang membedakan orang yang briman dan orang kafir. Tradisi keilmuan yang dilandasi ajaran Islam tidak akan mendukung pandangan materialistik
jiwa seperti yang diajukan oleh Ilmuwan Barat. Dengan demikian konsep jiwa menurut Barat harus ditolak atau dibuang dalam ilmu psikologi,
kemudian harus dimasukkan konsep jiwa yang sesuai dengan ajaran Isalam. 2.
Memasukkan elemen-elemen Islam dan konsep kunci Islam Konsep “jiwa” dalam Islam berbeda dengan konsep yang selama ini
diyakini Barat. Jiwa dalam Islam bersifat immaterialitas. Miskawaihi dalam karya
monumentalnya, Tahdzib
al-Akhlaq, mencoba
membuktikan immaterialitas jiwa dengan mengajukan argumen sebagai berikut: “sudah
menjadi tabiat benda-benda fisik untuk menerima hanya satu bentuk saja pada satu saat”. Misalnya meja, kalau pun kita bisa memisahkan kai meja dari
daunnya, lalu kita menggantungkan daunnya itu di dinding maka pada saat itu ia tidak bisa lagi disebut meja melainkan papan tulis. Jadi ketika ia menerima
bentuk baru yaitu papan tulis maka ia berhenti menjadi meja. Dengan demikian benda fisik hanya mampu menerima satu bentuk saja pada satu saat, tidak bisa
lebih dari itu. Tetapi menurut Miskawaih manusia mampu menerima berbagai bentuk – dalam bentuk ratusan bahkan ribuan konsep abstrak – tanpa mengubah
atau merusak bentuk aslinya.
91
Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam, Jakarta:UIN Jakarta Press, 2003, cet. Ke-1., h. 149
Ketika konsep immaterialitas jiwa ini masuk ke dalam psikologi sebagaimana diuraikan di atas, maka akan merubah dengan drastis teori-teori
yang telah dirumuskan. Tadinya, teori psikologi mengakui bahwa jiwa manusia bersifat materi, akan melahirkan pengingkaran terhadap hari akhir. Maka dengan
konsep jiwa immaterial, jiwa manusia dapat meneruskan perjalanan hidupnya setelah kematian untuk kembali kepada asalnya, yang tidak lain adalah Allah
swt. Setelah konsep psikologi yang Islami dirumuskan, tugas
selanjutnya manurut al-Attas memasukkan konsep kunci Islam, misalnya konsep universitas kulliyah-jami’ah yaitu harus ditransformasikan kepada para
mahasiswa yang belajar di Universitas. Al-attas menolak pandangan yang menyatakan bahwa Islamisasi
ilmu bisa tercapai dengan melakukan stempelan Islami pada ilmu pengetahuan. Usaha yang demikian hanya akan memperburuk keadaan dan
tidak berfaedah sebab unsur asing atau kuman penyakit itu masih terdapat pada tubuh ilmu itu. Ia Cuma akan menghasilkan ilmu yang Islam pun bukan
dan sekuler pun bukan.
92
92
Rosnani Hashim, gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Komtemporer h. 35
C. Karakteristik Islamisasi Ilmu Naquib al-Attas