Konstelasi pemikiran pedagogik Syed Muhammad Naquib Al-Attas perspektif pendidikan Islam modern

(1)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

RIAN HIDAYAT

NIM: 105011000158

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARA

1431 H / 2010 M


(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rian Hidayat

Tempat/ Tanggal Lahir : Serang, 18 Juli 1987

NIM : 105011000158

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Konstelasi Pemikiran Pedagogik Syed Muhammad Naquib Al-Attas Perspektif Pendidikan Islam Modern.

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Februari 2010


(3)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh: Rian Hidayat NIM. 105011000158

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Hj. Nurlena Rifa’I, M.A., Ph.D Drs. Sapiudin Shidiq, M.A. NIP: 19591020.198603.2.001 NIP. 19670328.200003.1.001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H / 2010 M


(4)

Naquib Al-Attas Perspektif Pendidikan Islam Modern” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalan ujian Munaqasyah pada tanggal 11 Februari 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.

Jakarta, Februari 2010 Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Dr. H. Abd. Fattah Wibisono, M.A. ………..………. ……… NIP. 19580112.198803.1.002

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Drs. Sapiudin Shidiq, M.A ………..………. ……… NIP. 19670328.200003.1.001

Penguji I

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. ………..………. ……… NIP. 195440802.198503.1.002

Penguji II

Dra. Djunaidatul Munawarah, M.Ag ………..………. ……… NIP. 19580918.198701.2.001

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. NIP. 19571005.198703.1.003


(5)

MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS AS PERSPECTIVE ISLAMIC EDUCATION IN MODERN ERA).

Syed Muhammad Naquib Al-Attas was born in Bogor-West Java in 1931. He got Ph.D degree of London University in 1965 by the title of his dissertation on “The Mysticism of Hamzah Fansuri”. Al-Attas is famous as a Moslem intellectual who understands multi science such as theology, philosophy and metaphysic, history, culture and education.

He wrote 26 scientific books and monograph in English, Malay and other foreign languages. This research is aimed to describe the whole development thought of Islamic education in modern era represented by Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

The background of this research is that human life of modern era was far from spiritual aspect, there is dualism in all life aspects including education aspect. The problem solving from this situation is reconstruction of Islamic education which is urgently realized. Syed Muhammad Naquib Al-Attas offered a problem solving by putting forward unity of God concept that becomes oasis in the dry Islamic education these days.

On this consideration, it will be very interesting to deepen the thought of Al-Attas, passing through his thinking about Islamic Pedagogy, such as reconstruction of Islamic education (in this research, on education he argued that education is defined as the plantation of adab or ta’dib, because the meaning of

adab is more comprehensive and included in ‘ilm (knowledge), ta’lim

(instruction) and tarbiyah (development), Islamic metaphysics, Islamic education aim, Islamic education curriculum, Islamic education method, science problem and Islamization of science. In this research, we will know the influence of Al-Attas’ opinion on Islamic education in modern era.


(6)

1931. Beliau memperoleh gelar Ph.D dari Universitas London-Inggris pada 1965 dengan judul disertasi “The Mysticism of Hamzah Fansuri”. Al-Attas terkenal sebagai intelektual Muslim yang menguasai berbagai disiplin ilmu, diantaranya teologi, filsafat dan metafisika, sejarah, budaya, dan pendidikan.

Beliau telah menulis 26 buku dan monograf dalam bahasa Inggris, Melayu dan berbagai bahasa lainnya. Skripsi ini bertujuan untuk menggambarkan tentang perkembangan pemikiran pendidikan Islam modern yang direpresentasikan oleh Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa kehidupan manusia modern sudah cenderung jauh dari aspek spiritual, terdapat dualisme dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan. Untuk keluar dari situasi itu, maka rekonseptualisasi pendidikan Islam yang lebih bermakna sungguh sangat diperlukan. Syed Muhammad Naquib Al-Attas menawarkan sebuah problem solving dengan mengedepankan konsep tauhid yang menjadi oase dalam gersangnya pendidikan Islam dewasa ini.

Atas pertimbangan ini, maka sangat menarik untuk mendalami jalan pikiran Al-Attas ini, melalui pemikirannya tentang Pedagogik Islam, diantaranya, Rekonseptualisasi pendidikan Islam (dalam skripsi ini, Al-Attas berpendapat bahwa konsep pendidikan adalah turunan dari kata adab atau ta’dib, karena mendefinisikannya dengan ‘adab’ lebih komprehensif, yang didalamnya terkandung ‘ilm (pengetahuan), ta’lim (instruksi) dan tarbiyah (pembinaan), Metafisika Islam, Tujuan Pendidikan Islam, Kurikulum Pendidikan Islam, Metode Pendidikan Islam, Masalah Ilmu Pengetahuan dan Islamisiasi Ilmu Pengetahuan. Dalam skripsi ini, kita juga akan memahami visibilitas pengaruh pemikiran Al-Attas bagi pendidikan Islam modern.


(7)

penulis mulai rangkaian kata dan buncahan jiwa ini dengan penuh harap akan manfaat. Amin.

Segala puji bagi Allah Yang Maha Memberi Hidayah kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah atas junjungan Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia dan istiqamah dalam menegakkan kalimat Allah di muka bumi.

“Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Q.S. Al-Baqarah [02]: 32).

Skripsi ini ditujukan sebagai ucapan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua, sekretaris dan staf jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dosen pembimbing I, Dr. Hj. Nurlena Rifa’I, M.A., Ph.D, yang telah membimbing penulis memberikan banyak saran dan motivasi untuk melakukan penulisan skripsi sampai selesai.

4. Dosen pembimbing II, Drs, Sapiudin Shidiq, M.A, yang telah memberikan banyak masukan dan saran membangun dalam penulisan skripsi ini.

5. Semua dosen PAI FITK UIN Jakarta, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama ini dengan penuh keikhlasan. Terucap doa, semoga buahnya terus mengalir mesti ajal menjemput.

6. Untuk para pembimbing penulis di BPMF Fathullah UIN Jakarta; Prof. Dr. H. Abdul Aziz Dahlan, Prof. Dr. H. Abdurrahman Ghazaly, MA, Prof. Dr. H. Moh. Ardani, MA, Dr. Hj. Isnawati Rais, MA, Dr. Asril Datuk Paduko Sindo,


(8)

Irtiqo Kebajikan (YIK); Komarudin S.Ag, Soleh S.Pd, Tri Esti Rahmaningsih, S.Pd, Siti Komariah, S.Psi, Yiyis Wulan Purnama S S.Pd.I, Fitria Fatimah S.Psi dan Jajang Sudiar Al Islami. Terima kasih telah menjadi sahabat-sahabat yang menyenangkan.

8. Especially untuk guru-guru penulis, Drs, Ikhwan Effendi, M.Pd (Kepala sekolah MA Al-Khairiyah Serang-Banten yang menjadi ayah intelektualku, yang ikhlas membimbing sampai kini), K.H. Bahrudin S.Ag (Guru penulis, pimpinan Ma’had Daar El-Hikam) dan Dr. Ahmad Sodiq, MA (Dosen tarekat UIN ). Semoga Allah membalas ilmu yang diberikan dengan jaminan surga. 9. Untuk Ikhwah fillah sahabat-sahabat di PAI D 2005, Billingual Class 2008

PAI UIN Jakarta, IRMAFA Emas 2009 Fathullah UIN Jakarta, Kanda dan Yunda DPO IRMAFA, sahabat-sahabat ITC (IRMAFA Training Center), LPQ, LTTQ, UKM Pramuka angkatan 2006, Kahfi Al-Karim Bintaro angkatan ke-10, HTI Cabang Ciputat, Ma’had Daar El-Hikam Ciputat, FLP Ciputat, TKB (Team Kreatif Baca) Ciputat, sahabat-sahabat NLP Training No Limit, sahabat-sahabat di IAIN dan UNTIRTA Serang-Banten.

10.Sahabat-sahabat terbaik yang menjadi saksi sejarah perjalanan intelektualku.

Ikhwan: Ruslan Budiarto, Dudi Afifudin, Alber Oki, M. Romadhon, Muhtar, Asep Sugiarto, Ahmad Fikri, Taufiq, Beni Gunaedi, Zaki HM, Herdin, Lendra J, Rodiyanto dan Misbahuddin. Akhwat: Miratul Hayati, Haseb Perlia, Imas Masturoh, Fita NS, Siti Masitoh, Siti Robia, Eli Milkiawati, Umi Habibah, Siti Khoiriyah, Ika Riqiawati dan Widia Endang NS.

11.Skripsi ini juga ditulis special untuk murid-murid tercintaku, para pembelajar di Rumah Cita Yayasan Irtiqo Kebajikan (YIK)-Gintung Tangerang (www.irtiqo.multiply.com). You are my best student. I love you full;-)

12.Dan yang paling special, untuk kedua orangtua yang paling kucintai setelah Allah dan Rasul-Nya. Ayahanda H. Padma (alm) dan ibunda Suerah. Doaku semoga Allah SWT menjadikan kuburan ayah sebagai taman terindah diantara


(9)

Andaikata ditambah sedikit saja, pasti akan lebih indah. Andaikata ini didahulukan, pasti akan lebih utama. Jika ini dimasukkan, pasti akan lebih memesona. Itu semua adalah pelajaran paling bermakna dan menjadi bukti bahwa semua itu serba kekurangan dan mempunyai keterbatasan.”

Pada akhirnya, dalam skripsi ini pastilah terdapat kesalahan. Atas semua itu, sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis. Adapun atas setiap kebenaran yang mewarnai skripsi ini, sesungguhnya di balik itu semua merupakan kuasa Tuhan. ‘Ala kulli hal.

Sebagai penutup, semoga Allah memberikan kita taufiq demi kebaikan agama dan umat ini. Semoga Allah membuka hati kita, agar bisa memberikan kontribusi yang lebih banyak lagi bagi pendidikan Islam. Sesungguhnya, Dialah sebaik-baik Pelindung dan Penolong.

Semoga menuai manfaat dan barokah fidunya wal akhirah. Amin.

Ciputat, Februari 2010 M

Rian Hidayat El-Padary

Blog: http://motipasti.wordpress.com, Email: ukhuwah_islamiyah86@yahoo.co.id

Fb: rian_hidayat86@yahoo.co.id


(10)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Metodologi Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 8

A. Pedagogik dan Ruang Lingkupnya ... 8

B. Pendidikan dalam Pandangan Umum ... 11

C. Konsep Pendidikan dalam Islam... 15

BAB III MENGENAL SOSOK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS…. ... 19

A. Latar Belakang Keluarga... 20

B. Masa Pendidikan dan Pengalaman... 21

C. Karya-karya... 25

BAB IV KONSTELASI PEMIKIRAN PEDAGOGIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS... 31

A. Pendidikan dalam Persepektif Syed Muhammad Naquib Al-Attas... 31

1. Rekontruksi Konsep Pendidikan dalam Islam ... 31

a. Kritik Konsep Tarbiyah dan Ta’lim... 31

b. Holistika Konsep Ta’dib ... 35

2. Metafisika Islam... 44


(11)

vii

B. Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Syed

Muhammad Naquib Al-Attas... 55

1. Masalah Ilmu Pengetahuan dan Mengetahui ……… .. 55

a. Masalah Definisi... ... 55

b. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan ... 61

2. Islamisasi Ilmu Pengetahuan………. 65

a. Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan... .. 68

b. Konsep dan Strategi Islamisasi Ilmu Pengetahuan Perspektif Al-Attas ... 70

c. Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Implikasinya bagi Pendidikan Islam: Sebuah Analisa Kritis.... 75

d. Analisa Penulis……….... 79

C. Telaah Kritis Epistemologi Pemikiran Al-Attas Perspekif Pendidikan Islam Modern... 81

1. Kondisi Obyektif Pendidikan Islam Dewasa Ini……... 81

2. Menuju Paradigma Pendidikan Islam………... 85

3. Visibilitas Pemikiran Al-Attas bagi Pendidikan Islam Modern……….. 86

BAB V PENUTUP... 89

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membentuk manusia menjadi masyarakat modern. Hal ini didorong oleh berbagai prestasi yang dicapai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), masyarakat modern berusaha mematahkan mitos kesakralan alam raya. Semua harus tunduk atau berusaha ditaklukan oleh kedigdayaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berproses pada rasionalitas. Jagad raya beserta isinya yang oleh doktrin-doktrin agama memiliki keterkaitan dengan Sang Maha Pencipta, kini hanya dianggap sebagai benda otonom yang tak ada keterkaitan dengan Sang Maha Pencipta.

Dunia materi dan non-materi difahami secara terpisah, sehingga dengan demikian masyarakat modern merasa semakin otonom, dalam arti tidak lagi memerlukan intervensi Tuhan dalam memecahkan masalah-masalah yang terjadi di dunia ini. Karena dengan kedigdayaan ilmu pengetahuan dan teknologi segala hal dapat dilakukan dengan mudah tanpa bantuan dari Tuhan. Dengan demikian manusia modern semakin yakin untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Tuhan. Bersamaan dengan ditempatkannya manusia sebagai orbit dunia dan ukuran keunggulan karena memiliki kekuatan logika dan rasionalitas, maka agama yang mengumandangkan nilai-nilai rasional dengan sendirinya dipandang sebagai sisa-sisa dari primitive culture (budaya primitif).1

1

Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Agama dan Kegalauan Masyarakat Modern, (Jakarta: Mediacita, 2000), Cet ke-1, h. 98.


(13)

Memang diakui, ilmu pengetahuan dan teknologi canggih telah mampu memberikan sumbangan yang berharga bagi kelangsungan kehidupan manusia. Namun pada sisi lain, ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut telah menimbulkan krisis global yang sangat serius. Kalau krisis ini didaftar secara detail, maka akan ditemukan daftar krisis yang amat panjang. Misalnya krisis lingkungan mulai insektisida sampai polusi, malapetaka atomik, ataupun kemungkinan mencairnya topi es antartika. Disamping itu, yang tak kalah serius adalah terjadinya dekadensi moral di berbagai belahan dunia benar-benar telah berada pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Kejujuran, keadilan, kebenaran, tolong-menolong dan kasih sayang sudah tereliminasi oleh tindak penipuan, penyelewengan, penindasan dan saling merugikan.2 Terjadinya krisis yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi Barat menurut Gregory Bateson3 tumbuh dari kekeliruan-kekeliruan epistemologi Barat.4

Akibat epistemologi Barat yang mengistimewakan peranan manusia dalam memecahkan ‘segala sesuatu’, dan dalam waktu bersamaan menentang dimensi spiritual yang kemudian menjadi sumber utama krisis epistemologi yang berimplikasi pada krisis pengetahuan, maka ada upaya untuk mencari pemecahan dengan mempertimbangkan epistemologi lain. Di kalangan pemikir Muslim menawarkan pemecahan itu dengan epistemologi Islam. Mereka sedang mencoba menggagas bangunan epistemologi Islam tersebut yang diformulasikan berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai wahyu Tuhan. Jadi, gagasan epistemologi Islam merupakan respons kreatif terhadap tantangan-tantangan mendesak dari ilmu pengetahuan modern yang membahayakan kehidupan dan keharmonisan manusia sebagai akibat epistemologi Barat.5

Sejalan dengan itu, Syed Muhammad Naquib Al-Attas mengatakan kekeliruan epistemologi Barat, karena Barat telah mengangkat keraguan dan

2

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2003), Cet ke-1, h. 95.

3

Seorang Antropolog Amerika. 4

Ziaudin Sardar, Masa Depan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Salman, 1987), Cet ke-1, h. 88.

5

Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag, Epitemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), h. 103.


(14)

dugaan ketahap metodologis ‘ilmiah’. Bukan hanya itu, Barat juga telah menjadikan skeptisisme ke tingkat tinggi sebagai alat epistemologi yang sah dalam keilmuan. Tambahnya lagi, ilmu Barat tidak dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekuler yang menjadikan manusia sebagai makhluk rasional.

Bertolak dari krisis yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan Barat di atas, sebagian kalangan intelektual Muslim merasa kuatir apabila ilmu pengetahuan Barat tersebut diterapkan di dunia Muslim apa adanya (taken for granted). Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya krisis di dunia Muslim, maka ilmu pengetahuan kontemporer sebelum diterapkan harus diislamkan terlebih dahulu.

Akibatnya, seperti yang disinyalir oleh Abdul Munir Mulkhan,6 dunia pemikiran Islam, termasuk pendidikan Islam, masih dihinggapi semacam ‘kekeliruan semantik’ atau bahkan ‘kepalsuan semantik’. Diterimanya prinsip dikotomi adalah diantara indikasi rapuhnya dasar filosofis pendidikan Islam. Dikotomi ini terlihat jelas pada dualisme sistem pendidikan Islam dengan segala variasi dan implikasinya dalam membentuk wawasan intelektual dan keagamaan umat dan sistem pendidikan sekuler dengan segala dampak dan akibatnya dalam persepsi keagamaannya.7

Untuk keluar dari situasi itu, maka rekonseptualisasi pendidikan Islam yang lebih bermakna sungguh sangat diperlukan. Syed Muhammad Naquib Al-Attas menawarkan sebuah problem solving dengan mengedepankan konsep tauhid yang menjadi oase dalam gersangnya pendidikan Islam dewasa ini. Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka sangat menarik untuk mendalami jalan pikiran Al-Attas ini, melalui pemahaman ajaran-ajarannya tentang pedagogik Islam.

Syed Muhamamd Naquib Al-Attas mungkin tidak banyak dikenal oleh masyarakat awam di Indonesia, tetapi bagi kalangan akademisi yang pernah membaca karya-karyanya yang telah diindonesiakan, seperti Islam dan

6

Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, M.A., Dosen UIN Yogyakarta, penulis dan anggota HAM Nasional.

7

Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, M.A., Paradigma Intelektual Muslim Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah, (Yogyakarta: Sipress, 1993), Cet ke-1, h. 2.


(15)

sekularisme, terbitan Pustaka Bandung, yang sangat populer pada tahun 80-an,

Islam dan Filsafat Sains terbitan Mizan, atau Konsep Pendidikan Islam, pasti mengenalnnya. Namun, sisi penting sosok Al-Attas sebagai pemikir Muslim terkemuka dan pembaharu pemikiran Islam tidak dapat ditangkap hanya dari karya-karya yang telah diterjemahkan tersebut. Sosoknya sebagai pemikir dan pembaharu di Dunia Islam sebenarnya tercermin dari gagasan perlunya islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer yang kemudian dipopulerkan oleh Ismail Raji Al-Faruqi8. Gagasannya bukan tanpa konsep, melainkan justru merupakan titik kulminasi beberapa pemikiran konseptualnya yang kemudian dikumpulkan dalam karyanya, Prolegomena to the Metaphysich of Islam. Bahkan, yang lebih menarik lagi, karena kepeduliannya yang sangat kuat terhadap kemunduran umat Islam, gagasan dan pemikiran konseptualnya diimplementasikan ke dalam lembaga pendidikan bertaraf internasional.9 Inilah substansi dari skripsi yang penulis tuangkan ini, yakni mengungkap pemikiran-pemikiran cemerlang Al-Attas tentang pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam modern.

Skripsi ini akan membahas kerangka berpikir Al-Attas tentang pedagogik Islam misalnya Rekonseptualisasi Pendidikan Islam, Kurikulum dan Metode Pendidikan, Makna dan Tujuan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Mengetahui,

dan islamisasi ilmu pengetahuan.

Untuk melihat apakah kontribusi pemikiran pedagogik Syed Muhammad Naquib Al-Attas dapat dipandang sebagai teori yang acceptable dan applicable

dalam pedagogi Islami dan kontemporer, maka dalam mengulasnya digunakan pendekatan filosofik, yaitu suatu sudut tinjau –sesuai dengan objek formalnya- yang menempatkan objek secara utuh, menyeluruh dan mendasar. Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka metode yang ditempuh dalam hal ini, adalah deskriptif,

8

Al-Faruqi dilahirkan di Yaifa (Palestina) tanggal 1 Januari 1921 dan meninggal dunia pada 1986. Sebagai seorang ilmuan, ia banyak sekali melahirkan karya ilmiah yang bermutu. Ia menulis sekitar 20 buku dan 100 artikel. Melalui tulisannya, pemikiran al-Faruqi mampu tersebar ke negara-negara Islam di seluruh dunia. Diantara buku-bukunya yang penting adalah Christian Ethics, An Historical Atlas of Religious of the World, Trialogue of Abrahamic Faith, The Cultural Atlas of Islam, Islamization for Thought and Life, dan Islam and Culture. Harun Nasution (ed.),

Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Jembatan, 1992), h. 242-243. 9

Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas, (Bandung: Mizan, 1998), h. 15. dalam pengantar penerjemah.


(16)

komparatif dan analisis-sintesis. Dari uraian ini kemudian penulis tuangkan ke dalam bentuk skripsi dengan judul, “KONSTELASI PEMIKIRAN PEDAGOGIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM MODERN.”

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian singkat di atas, penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yang terkait dengan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:

a. Siapa sesungguhnya Syed Muhammad Naquib Al-Attas?

b. Konstelasi pemikiran pedagogik apa saja yang ditawarkan Syed Muhammad Naquib Al-Attas? Dan apa sajakah yang dilakukan Al-Attas untuk merealisasikan ide-ide pedagogiknya?

c. Adakah kesulitan-kesulitan yang dihadapi Al-Attas dalam mewujudkan ide-ide pedagogiknya dan cara mengatasinya?

d. Bagaimana pengaruh islamisasi ilmu pengetahuan yang diusung Al-Attas dalam rangka mengatasi dualisme ilmu dewasa ini yang melanda negeri-negeri Muslim dan Barat?

e. Secara umum, bagaimana pengaruh dan relevansi pemikiran pedagogik Al-Attas terhadap pendidikan Islam modern?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar masalah yang diteliti lebih terarah dan tidak keluar dari jalur pembahasan, karena sepengetahuan penulis, pemikiran-pemikiran Al-Attas itu cukup beragam terutama dalam bidang tasawuf, Selain itu, beliau juga terkenal ahli dalam bidang teologi, filsafat dan metafisika, sejarah, sastra, kebudayaan, serta pendidikan. Oleh karena itu, penulis memberi batasan masalahnya sebagai berikut:

a. Mengenal sosok Al-Attas, latar belakang keluarga, pendidikan dan pengalaman serta karya-karyanya.

b. Menguraikan pemikiran pedagogik Al-Attas diantaranya Konsep Pendidikan Islam, Kurikulum dan Metode Pendidikan, Makna dan


(17)

Tujuan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Mengetahui, dan Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

c. Menelaah epistemologi pemikiran pedagogik Al-Attas dan relevansinya dengan pendidikan Islam modern.

Berdasarkan masalah yang telah dibatasi seperti di atas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah, “Konstelasi pemikiran pedagogik apa saja yang ditawarkan Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan apa pengaruhnya bagi pendidikan Islam modern?”

D. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban kualitatif terhadap pertanyaan-pertanyaan utama yang tersimpul dalam rumusan masalah. Lebih rinci tujuan itu dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui siapa sesungguhnya Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

2. Untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang pemikiran pedagogik apa saja yang diwacanakan Al-Attas dan relevansinya untuk pendidikan Islam modern.

3. Membangun kembali jembatan yang telah hancur dalam tradisi intelektual –dengan merujuk kepada mereka yang memiliki otoritas dalam bidangnya untuk mengantisipasi timbulnya kesimpangsiuran— dan dengan demikian, bisa mengangkat kembali pemikiran konseptual yang autentik dan jelas dalam berbagai persoalan penting umat Islam, seperti masalah pendidikan Islam.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini setidaknya adalah:

1. Memberikan gambaran yang lebih utuh dan imbang tentang kontroversi pendapat sarjana kontemporer mengenai tesis-tesis Al-Attas.

2. Melalui gambaran yang utuh dan imbang itu, maka dengan aman kita dapat mengatakan bahwa Al-Attas telah menghadirkan sebuah paradigma


(18)

F. Metodologi Penelitian

Sebagai kajian literatur, metode yang dipakai dalam penelitian ini lebih bersifat eklektis, berbaur antara kualitatif dengan analisa isi. Metode semacam ini diajukan dengan pertimbangan bahwa kajian pendidikan Islam, apalagi yang sedikit banyaknya bermuatan pemikiran filosofis, tidak hanya ditembus dengan satu metode saja. Bila satu metode saja, sudah pasti akan memiskinkan bobot analisisnya. Sejarah dan pemikiran manusia begitu kompleks, berdimensi banyak. Setiap dimensi punya daya tarik tersendiri, jika orang pandai melihatnya melalui kacamata yang serius dan kritis.

Begitu juga dalam penelitian skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditulis dengan menggunakan kajian literatur atau kepustakaan dengan sudut pandang filsafat pendidikan. Data yang dipakai bersumber dari buku-buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel, internet dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pemikiran Al-Attas dan pendidikan. Rujukan utama (primer) adalah karya-karya yang ditulis Al-Attas. Sementara rujukan sekunder adalah karya-karya intelektual mengenai pemikiran Al-Attas. Untuk karya-karya lain yang terkait dijadikan sebagai data pendukung.

Adapun metode yang digunakan adalah metode Heuristik; yaitu mencari pemahaman baru. Metode heuristik diterapkan untuk menemukan sesuatu yang baru setelah melakukan penyimpulan dan kritik terhadap objek material dalam penelitian. Metode heuristik penting untuk menemukan suatu hal baru dalam mendekati objek material penelitian. Metode ini dipakai untuk mengevaluasi secara kritis pemikiran Al-Attas; kekuatan dan kelemahannya.

Data-data yang telah terkumpul, kemudian penulis ramu untuk memberikan hasil yang seobjektif mungkin dan mencoba memberikan sesuai dengan tendensi teks. Selanjutnya menuangkannya baik dalam bentuk kutipan murni atau langsung maupun dalam bentuk kalimat yang penulis bahasakan sendiri, tanpa mengurangi esensi dari pendapat-pendapat atau teks yang dikutip.


(19)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pedagogik dan Ruang Lingkupnya

Studi ini berangkat dari konsep utama ‘pedagogik”. Pedagogik secara lughawi berarti ilmu yang berusaha menyelidiki tentang perbuatan mendidik.10 Secara etimologi berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu anak laki-laki pada zaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah.11

Meskipun istilah paedogogos (sekarang pedagogik) pada mulanya digunakan untuk konotasi rendah (pelayan, bujang) pada akhirnya dipakai untuk pekerjaan mulia dan terhormat. Paedagoog (sekarang pedagog) ialah seorang yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhan ke arah yang dapat berdiri sendiri. Dalam bahasa Arab disebut Mu’allim, Mudarris atau Murabbi. Dra. Lenny Fanggidaej menerjemahkan paedagogue dengan arti seorang guru atau seorang paedant.12

Profesor Warul Walidin mengutip pendapat Muhammad Ali al-Khukli, menurut al-Khukli, kata pedagogic (Inggris) diberi padanannya dalam bahasa

10

Dapat dibedakan antara pedagogik dan pedagogi. Pedagogik cenderung bersifat keilmuan teoritik aktifitas mendidik, sedangkan pedagogi berarti aktifitas mendidik itu sendiri.

11

www.rezaervani.com – http://groups.yahoo.com/group/rezaervani, ditulis oleh Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd dan diakses pada 11 November 2009.

12


(20)

Arab dengan kata tarbawy atau ta’limi. Al-Khukli mengartikan pedagogic sebagai “ilmu usul al-Tadris, Fannu al-Tadris.” Artinya ilmu tentang dasar-dasar mendidik atau ilmu tentang kiat mendidik.13

Secara lughawi memang tidak dibedakan antara pedagogy dan pedagogic,

akan tetapi dalam konteks kependidikan, kedua istilah itu dibedakan. Pedagogy

mempunyai kecendrungan makna praktek dan cara mengajar (applied); sedangkan

pedagogic bermakna teori atau ilmu mendidik. Soerganda Poerbakawatja menulis: pedagogy mempunyai dua arti:

a. Praktek, cara mengajar

b. Ilmu pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar; prinsip-prinsip, metode-metode membimbing dan mengawasi pelajaran; dengan satu perkataan disebut pendidikan.14

Di negeri Belanda orang membuat perbedaan. Ilmu pengetahuan mengenai pendidikan seperti yag dimaksud dalam poin b adalah pedagogic. Sedangkan pelaksanaan pendidikan tersebut disebut pedagogi.15 Dalam studi ini, kedua istilah tersebut digunakan dalam konteks yang berbeda. Pedagogik digunakan dalam konteks teoritik. Sedangkan pedagogi digunakan dalam konteks aplikatif. Menurut H.M Said di negeri Belanda tidak dikenal istilah filsafat pendidikan. Yang ada ialah ‘pedagogik seek’ dan ’opvoedkunde’, juga di Jerman tidak di kenal istilah filsafat pendidikan yang ada hanya istilah ‘pedagogik’ dan ’erzie lungswisenchaft’. Judul-judul pendidikan Jerman juga menggunakan istilah ‘pedagogiek’ dan ‘erzie lungswissenchaft.’16

Dalam bahasa Inggris istilah education diartikan dengan pedagogi. Dalam bahasa Indonesia, padanan yang tepat adalah pendidikan. Abd. Al-Qadir mendefinisikan pedagogi dalam arti umum ialah, ’semua aktivitas yang berasal

13

Muhammad Ali al-Khukli, Qamus al-Tarbiyah, (Libanon: Dar al’Ilm li al Malayin, 1981), h. 345, dalam buku karya Prof. Dr Warul Walidin, Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun Perspektif Pendidikan Modern, (Yogyakarta: Suluh Press, 2005).

14

Soegarda Peorbakawadja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h. 212.

15

Soerganda Peorbakawadja, Ensiklopedia Pendidikan, h. 212. 16

H.M. Said dalam IAIN Jakarta, Islam dan Pendidikan Nasional, (Jakarta: Lembaga Penerbitan IAIN, 1983), h. 82.


(21)

dari manusia dengan tujuan mengembangkan kapasitas dan abilitas yang berkenaan dengan fisik, akal budi dan rasa’.17 Noeng Muhadjir merumuskan sebagai upaya terprogram dari pendidik-pendidik pribadi membantu subyek didik berkembang ke tingkat yang normatif lebih baik dengan cara/jalan yang normatif pula.18

Pedagogi dalam literatur Islam ekwifalen dengan al-Tarbiyah atau al-Ta’lim. Ibnu Khaldun– sebagaimana kebanyakan para ahli sebelum dan semasa dengannya- menggunakan istilah al-Ta’lim yang diterjemahkan oleh Frans Rosenthal ke dalam bahasa Inggris instruction.19 Pembahasan ini akan mendapat tempat tersendiri di bab empat tentang tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.

Madya Ekasusilo dan RB. Kasihadi menyamakan antara pendidikan dan pedagogik. Menurutnya, pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogiek. Paes berarti anak, gogos artinya membimbing atau tuntunan, dan iek

artinya ilmu. Jadi, paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak20 Pendapat ini dikuatkan Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, menurut keduanya, paedagogie sama dengan pendidikan yang menekankan pada hal praktek, yaitu menyangkut pada kegiatan belajar mengajar.21

Padahal kedua istilah tersebut mempunyai sejarah yang panjang dan berbeda, serta menurut para ahli mengandung isi yang sebenarnya tidak sama. Yang satu lebih luas artinya dari yang lain. Yang mula-mula ditemui dalam literatur ialah pedagogik, kemudian bersamaan dengan perkembangan ilmu lain, istilah ilmu pendidikan dan akhirnya istilah filsafat pendidikan.

17

Hamid Abd. Al-Qadir, Manhaj al-Hadits fi Usul al-Tarbiyah wa Turuk al-Tadris,

(Mesir: Matba’ah al-Nahdah, 1957), h. 5 18

Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, Suatu Teori Pendidikan,

(Yogyakarta: Rake Sarasin Press, 1987), Edisi IV, Cet ke-1, h. 10. 19

Penerjemahan al-Ta’lim dengan instruction, bukan hanya melemahkan ruh pendidikan yang berwawasan Islam, tetapi juga menafikan sifat normatif dari pendidikan itu sendiri. Instruction cenderung mempunyai makna pengisian otak atau intelek dan performance dan objektif di samping penempatan intelek dan skill.

20

Madya Ekasusilo dan RB Kasihadi, Dasar-dasar Pendidikan, (Semarang: Effar Publishing, 1990), h. 2.

21

N. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Semarang: Rineka Cipta, 1991), h. 68.


(22)

Wilhelm Hehlmann di dalam ”kamus pedagogik”-nya memandang kedua istilah Pedagogik dan Ilmu Pendidikan tidak sama. Ilmu pendidikan baginya merupakan bagian dari pedagogik; pedagogik baginya meliputi seluruh peristiwa mendidik serta sikap dasar dalam mendidik dari satu kelompok manusia. Dalam arti sempit pedagogik adalah ajaran tentang pendidikan yang meliputi hukum-hukum dasarnya, petunjuk pelaksanaanya bagi lingkaran hidup tertentu serta ilmu pendidikan sendiri meliputi ilmu tentang hakikat, persoalan, bentuk dan syarat-syarat pendidikan.22

Demikian pula yang penulis maksudkan dalam skripsi ini tentang pedagogik, dan ilmu mendidik, yakni semua usaha yang dilakukan dalam proses pendidikan, mencakup prinsip dan metode mengajar, metode membimbing dan seluk-beluk pengajaran untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, khususnya pendidikan Islam.

Di dalam perkembangan pedagogik yang pesat menuju sebuah ilmu yang berdiri sendiri, Prof. Dr. H. Muh. Said mengutip pernyataan Herman Rohrs dalam

algemeine Erziehungswissenschsftlicen Aufgaben Und Methoden, bahwa yang mula-mula sekali memakai istilah ilmu pendidikan ialah J.C. Greling yang menulis dalam bukunya, ”tentang tujuan akhir dari ’pendidikan’ dan tentang dalil dasar pertama dari ilmu pengetahunnya”. Bahwa; ”ilmu pendidikan berbeda dari seni mendidik sebagai umumnya teori dan praktek.”23

Oleh karena istilah pedagogik dan pendidikan dibedakan, maka pembahasan selanjutnya adalah tentang pendidikan dalam pandangan umum, yang akan menjelaskan konsep pendidikan dalam perspektif para ahli.

B. Pendidikan Dalam Pandangan Umum

Dr. Ahmad Tafsir menjelaskan tentang sulitnya merumuskan definisi pendidikan. Konferensi international tentang pendidikan Islam yang pertama (1977) ternyata tidak juga berhasil menyusun definisi pendidikan yang dapat disepakati. Sulitnya merumuskan pendidikan tersebut disebabkan antara lain oleh:

22

Prof. Dr. H. Muh. Said, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Penerbit Alumni, 1985), h. 7. 23


(23)

1. Banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan.

2. Luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan.24

Namun, penulis akan mencoba bahas dari dua sudut pandang, etimology (bahasa) dan terminology (istilah). Menurut bahasa pendidikan berasal dari kata “didik”. Bila kata ini diberi awalan “me”, maka menjadi “mendidik” yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan dan pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.25

Kata pendidikan selanjutnya sering digunakan untuk menerjemahkan kata

education dalam bahasa Inggris. Sedangkan pengajaran digunakan untuk menerjemahkan kata teaching juga dalam bahasa Inggris.

Kata education yang berarti pendidikan26 secara konseptual dikaitkan dengan kata-kata lain educare yang menurut Al-Attas berarti menghasilkan, mengembangkan dari kepribadian yang tersembunyi atau potensial yang di dalamnya proses menghasilkan dan mengembangkan mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material.27

Hasan Langgulung mempunyai redaksi lain ketika membahas kata

education, menurutnya, istilah education berasal dari bahas latin ‘educere’ berarti memasukan sesuatu, barangkali bermaksud memasukan ilmu ke kepala seseorang. Jadi disini ada tiga hal yang terlibat; ilmu, proses memasukan dan kepala orang, kalaulah ilmu itu memang masuk di kepala.28

24

Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, (Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet ke-7, h. 26.

25

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, “didik”, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Edisi kedua, Cet ke-7, h. 232.

26

John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), h. 207

27

Syed Muhammad Naquib Al-Atttas, Konsep Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 1987), h. 64.

28

Prof. Dr. Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988), Cet ke-2, h. 4-5.


(24)

Jika pengertian secara semantik (kebahasaan) dari kata pendidikan, pengajaran (education atau teaching) sebagaimana disebutkan di atas jika diperhatikan secara seksama, nampak bahwa kata-kata tersebut lebih menunjukan pada suatu kegiatan atau proses yang berhubungan dengan pembinaan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain. Pengertian tersebut belum menunjukan adanya program, sistem dan metode yang lazimnya digunakan dalam melakukan pendidikan atau pengajaran.29

Adapun kata pendidikan dalam bahasa Arab memiliki tiga istilah, yaitu:

Pertama, adalah kata Tarbiyah (

ﺔ ﺮﺗ

) yang berasal dari kata ( ), yang berarti mendidik.30 Kedua, kata Ta’lim (

ﻢ ﻠﻌﺗ

) yang berasal dari kata (

), yang berarti mendidik, mengajarkan.31 Ketiga, kata Ta’dib (

دﺄﺗ

) yang berasal dari kata ( ), yang berarti mengajarkan.32 Ketiga istilah akan dibahas panjang lebar di bab empat.

Sedangkan arti pendidikan secara terminology di antaranya dalam pandangan Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata ialah sebagai berikut:

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidkan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin, pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.33

29

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet ke-2, h. 5.

30

Louis Ma’loup, Al-Munjid Fi Al-Lughoh Wa Al-A’lam, (Beirut: Dar Al-Masyriq, 1986), Cet ke-16, h. 247.

31

Louis Ma’loup, Al-Munjid Fi Al-Lughoh Wa Al-A’lam, h. 526. 32

Louis Ma’loup, Al-Munjid Fi Al-Lughoh Wa Al-A’lam, h. 5. 33

Prof. Dr. H. Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkara, 2003), Cet ke-1, h. 11.


(25)

Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.34 Anton Moeliono et-al, mendefinisikan pendidikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan dan cara-cara mendidik.35 Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.36 Ali Ashraf, memandang pendidikan merupakan sebuah aktivitas sistematis yang memiliki maksud tertentu. Diarahkan untuk mengembangkan daya kreativitas individu (anak didik) secara menyeluruh.37

Soerganda Poerbakawatja dalam buku “Ensiklopedi Pendidikan”, menguraikan pengertian pendidikan dalam redaksi yang cukup panjang, yakni sebagai, ‘semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta ketrampilannya (orang menamakan hal ini juga ‘mengalihkan’ kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah mupun rohaniah.”38 Dengan pengertian tersebut, ternyata bahwa pendidikan adalah usaha manusia (dalam arti manusia dewasa) untuk memanusiakan (manusia yang belum dewasa) menjadi manusia (dewasa). Pengertian dewasa biasa diartikan sebagai mampu melaksanakan fungsi dan tugas hidupnya secara bertanggungjawab.39

Dengan demikian, dapat pula dikatakan bahwa pendidikan itu adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan

34

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1989), h. 19.

35

Anton Moeliono et-al, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 204.

36

Depdiknas, Kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi ke-3, Cet ke-2, h. 263.

37

Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, Terj. Sori Siregar, (Jakarta: Temprint, 1989), h. 1.

38

Soerganda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, h. 214. 39


(26)

si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu memikul tanggungawab moril dari segala perbuatannya.

Pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannya.40

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen dinyatakan bahwa;

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.41

Pendidikan- kata ini juga diletakkan kepada Islam- telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan, yang banyak dipengaruhi pandangan dunia (weltanschauung) masing-masing. Namun, pada dasarnya, semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam semacam kesimpulan awal, bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.42

Dari berbagai uraian mengenai beberapa pengertian pendidikan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa, pendidikan itu adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik kepada generasi muda untuk menyelamatkan kehidupan umat manusia dari ketidaktahuan kepada kepandaian, dari tidak berkepribadian mulia menjadi pribadi yang mulia dan dihargai, serta dapat menciptakan umat yang cerdas, dinamis dan berkemampuan yang tinggi dalam berbagai nilai kehidupan.

C. Konsep Pendidikan dalam Islam

40

Dra. Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, h. 98. 41

Tim Pustaka Merah Putih, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Merah Putih, 2007), Cet ke-1, h. 7.

42

Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Manuju Millenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet ke-1, h. 3.


(27)

Kata “Islam” dalam “Pendidikan Islam” menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Jelas, pertanyaan yang hendak dijawab ialah: “Apa pendidikan itu menurut Islam?” untuk menjawab pertanyaan ini lebih dahulu dibahas definisi pendidikan itu menurut Islam.43

Sebelum merumuskannya, alangkah lebih baik kita simak terlebih dahulu pandangan para pakar. Drs. Ahmad D. Marimba berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Dra. Hj. Nur Uhbiyati sebagai berikut:

Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.44

Menurut Moh Athiyah Al-Abrasyi, pendidikan Islam adalah pendidikan yang mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dalam kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk mempersiapkan suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur.45

Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibani mendefinisikan pendidikan Islam sebagai “usaha sadar dalam bentuk proses pendidikan untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakatnya dan kehdupan dalam alam sekitarnya yang dilandasi oleh nilai-nilai islami.46 M. Yusuf al-Qardawi menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan

43

Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, h. 24. 44

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet ke-3, h. 9. 45

Moh Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 15.

46

Omar Muhammad al-Thoumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet ke-2, h. 399.


(28)

manusia seutuhnya, akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.47

Dr. Ahmad Tafsir merumuskan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Bila disingkat, pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi Muslim semaksimal mungkin.48

Hasil rumusan seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam, “sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.49

M. Arifin memandang pendidikan Islam sebagai proses mengarahkan dan membimbing anak didik ke arah pendewasaan pribadi yang beriman, berilmu pengetahuan yang saling mempengaruhi dalam perkembangannya untuk mencapai titik optimal.50 Menurut Abdurrahman Saleh, pendidikan agama Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan anak yang sesuai dengan ajaran islam.51

Samsul Nizar mendefinisikan pendidikan Islam sebagai rangkaian proses yang sistematis, terencana dan komprehensif dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada anak didik, mengembangkan potensi yang ada pada diri anak didik, sehingga anak didik mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah yang didasarkan pada ajaran agama (al-Quran dan Hadits) pada semua dimensi kehidupannya.52

47

M. Yusuf al-Qardawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Bana, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 157.

48

Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, h. 32. 49

Prof. H. M. Arifin M.Ed., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), h. 13-14. Dengan mengutip keputusan seminar pendidikan Islam se-Indonesia di Cipayung-Bogor, l 7-11 Mei 1960.

50

M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bina Aksara, 1991), h. 44.

51

Abdurrahman Saleh, Didaktika Pendidikan Agama di Sekolah Dasar, (Bandung: CV. Pelajar, 1976), h. 33.

52

Dr. Samsul Nizar, M.A., Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2001), h. 94.


(29)

Dapat difahami bahwa pendidikan Islam itu merupakan satu proses yang tidak hanya menyangkut transfer ilmu, akan tetapi bagaimana menjadikan manusia makhluk berakhlak dengan akhlak yang baik serta dari hasil pendidikan itu dapat membantu kehidupan diri dan kemasyarakatannya dengan berlandaskan ajaran Islam. Faktor agama tampaknya memang tak dapat dipisahkan dari hubungannya dengan prilaku manusia, baik secara individu maupun secara kelompok. Manusia mempunyai kebutuhan keagamaan yang instrinsik yang tidak dapat dijelaskan melalui sesuatu yang mengatasinya dan yang diturunkan dari kekuataan-kekuatan supranatural.53

Dari kesekian contoh rumusan tentang konsep pendidikan Islam sebagaimana dikutip di atas, terlihat bahwa pendidikan Islam disamping bertujuan memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan untuk keperluan hidup di dunia, juga dibarengi dengan pemberian bekal nilai-nilai akhlak, membina hati dan rohaninya sehingga dapat menjadi hamba Allah SWT yang baik dan berbahagia di dunia dan akhirat.

Pendidikan Islam niscaya mendambakan dan ikut serta berupaya melahirkan generasi penerus yang memiliki kepribadian utuh sehingga dapat memakmurkan dan memuliakan kehidupan material dan spiritual diri, keluarga dan masyarakatnya berdasarkan nilai-nilai Islam. Disamping itu juga memiliki keunggulan bersaing untuk menjadi subyek dalam percaturan di dunia global. Karena itulah menurut ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannya.

Terlepas dari penjelasan di atas, skripsi ini akan berbicara tentang pemikiran pendidikan Islam (konstelasi pemikiran pedagogik) terutama pada masa modern ini yang diwakili Syed Muhammad Naquib Al-Attas yang akan kembali merumuskan konsep pendidikan Islam yang utuh, serta beberapa pemikiran pendidikan Islam lainnya yang patut dikaji dan diimplementasikan.

53

Rohmalima Wahab, Pendidikan Islam dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, dalam Jurnal Pendidikan Islam Conciencia, No. 2 Volume II, Desember 2002, h. 110.


(30)

BAB III

MENGENAL SOSOK

SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

54

Syed Muhammad Naquib Al-Attas (selanjutnya digunakan dengan sebutan Al-Attas) adalah sedikit dari segelintir intelektual Muslim kontemporer yang intelektualitasnya berakar kuat pada tradisi Islam. Al-Attas menggunakan istilah-istilah yang telah mapan dalam tradisi keilmuan Islam. Hal ini —selain menunjukan penghormatan yang mendalam pada tradisi Islam di satu sisi— juga merujuk pada kematangan intelektual di sisi lain, mengingat pendidikan yang dijalaninya tidak hanya di lembaga-lembaga milik umat Islam, tetapi juga di berbagai lembaga non-muslim. Dalam skripsi ini, penulis akan mencoba memaparkan secara singkat biografi Al-Attas, mulai dari latar belakang keluarga, masa pendidikan dan karya-karyanya.

Pemaparan sejarah hidup seorang tokoh, sekalipun dengan singkat, menjadi hal yang tidak bisa dihindari dalam penulisan pemikirannya, karena hal

54

Untuk melihat bagaimana biografi seorang tokoh, umumnya melalui kajian tentang data yang terdiri dari beberapa unsur; pertama, kajian tentang silsilah keluarga, dalam hal ini termasuk orang tua dan generasi serta orang terdekatnya. Kedua, meneliti tempat kediaman termasuk dalam hal ini negeri kelahiran serta berapa lama tokoh tersebut hidup atau menetap pada suatu daerah, kemudian melihat faham-faham serta dinamika yang berkembang di wilayah tersebut. Ketiga,

meneliti dengan siapa tokoh tersebut pernah belajar dan sempat bersentuhan secara intelektual secara langsung maupun tidak langsung. Keempat, melihat kapan dan dimana tokoh tersebut dilahirkan, dalam hal ini juga menyangkut situasi yang berkembang saat kelahiran serta kapan tokoh tersebut meninggal dilengkapi dengan sebab-sebab kematiannya, dilihat secara politis dan sosial. Kelima, persoalan kebudayaan yang berkembang di tempat-tempat yang pernah didiaminya serta kepercayaan yang dianut.


(31)

itu erat berkelindan dengan pemikiran yang dituangkan dan aktifitas yang dijalani tokoh itu kemudian. Kontribusi konkrit Al-Attas dalam bidang pemikiran pendidikan sangat perlu dipaparkan, mengingat hal ini akan membuktikan bahwa ide-ide yang dituangkan Al-Attas dalam buku-bukunya bukanlah ide utopis yang tidak bisa dicapai dalam realitas.

Berikut ini adalah biografi singkatnya:

A. Latar Belakang Keluarga

Nama lengkapnya Syed Muhammad Naquib ibn Ali ibn Abdullah ibn Muhsin Al-Attas, beliau dilahirkan pada 5 September 1931 di Bogor, Jawa Barat. Silsilah keluarganya bisa dilacak hingga ribuan tahun ke belakang melalui silsilah sayyid dalam keluarga Ba’Alawi55 di Hadramaut dengan silsilah yang sampai kepada Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad SAW. Ibunda Syed Muhammad Naquib, yaitu Syarifah Raquan Al-‘Aydarus, berasal dari Bogor, Jawa Barat, dan merupakan keturunan ningrat Sunda di Sukapura.

Dari pihak bapak, kakek Al-Attas yang bernama Syed Abdullah ibn Muhsin Muhammad Al-Attas adalah seorang wali yang pengaruhnya tidak hanya terasa di Indonesia, tetapi juga sampai ke negeri Arab. Neneknya, Ruqayah Hanum, adalah wanita Turki berdarah aristokrat yang menikah dengan Ungku Abdul Majid, adik Sultan Abu Bakar Johor (w.1895) yang menikah dengan adik Ruqayah Hanum, Khadijah, yang kemudian menjadi Ratu Johor. Setelah Ungku Abdul Majid wafat (meninggalkan dua orang anak), Ruqayah menikah untuk yang kedua kalinya dengan Syed Abdullah Al-Attas dan dikaruniai seorang anak, Syed Ali Al-Al-Attas, yaitu bapak Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

55

Ba’Alawi ialah gelar yang diberikan kepada mereka yang bersusur-galur (berkaitan_pen) dari Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad bin Isa Muhajir Ahmad bin Isa Al-Muhajir, telah meninggalkan Basrah di Iraq bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya pada tahun 317H/929M untuk berhijrah ke Hadhramaut di Yaman Selatan. Cucu Ahmad bin Isa yang bernama ‘Alawi, merupakan orang pertama yang dilahirkan di Hadhramaut. Oleh karena itu, anak-cucu ‘Alawi digelar Ba‘Alawi, yang bermakna Keturunan ‘Alawi. Panggilan Ba‘Alawi juga ialah bertujuan memisahkan kumpulan keluarga ini dari cabang-cabang keluarga yang lain yang berketurunan dari Nabi Muhammad SAW. Keturunan Ba ‘Alawi juga dikenali dengan nama lain, yakni Sayyid. Lihat blog.its.ac.id/zainal/2009/02/09/baalawi/.


(32)

Al-Attas adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Yang sulung bernama Syed Hussein, seorang ahli sosiologi dan mantan Wakil Rektor Universitas Malaya, sedangkan yang bungsu bernama Syed Zaid, seorang insinyur kimia dan mantan dosen Institut Teknologi MARA.56 Beliau, mendapat gelar ‘sayyed’ yang dalam tradisi Islam orang yang mendapat gelar tersebut merupakan keturunan langsung dari keturunan Nabi Muhammad SAW.57

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam sejarah kerajaan Islam di Nusantara atau di Semenanjung Malaka, pada waktu itu merupakan suatu hal yang biasa jika seorang ulama besar dari Timur Tengah mempersunting anggota keluarga kerajaan dan Al-Attas adalah buah dari hasil pernikahan seperti itu. Latar belakang keluarga ini menunjukan bahwa Al-Attas memang bukan datang dari kelompok sosio-kultural biasa, akan tetapi dari kaum ningrat. Dalam dirinya mengalir tidak saja darah biru namun semangat dan emosi keagamaan yang luhur dan kesucian pribadi seperti yang diajarkan dalam dunia tasawuf.58

B. Masa Pendidikan dan Pengalaman

Latar belakang keluarganya memberikan pengaruh yang besar dalam pendidikan awal Al-Attas. Dari keluarganya yang terdapat di Bogor, dia memperoleh pendidikan dalam ilmu-ilmu keislaman, sedangkan dari keluarganya di Johor, dia memperoleh pendidikan yang sangat bermanfaat baginya dalam mengembangkan dasar-dasar bahasa, sastra, dan kebudayaan Melayu.

Pada usia lima tahun, Al-Attas dikirim ke Johor untuk belajar di Sekolah Dasar Ngee Heng (1936-1941). Pada masa pendudukan Jepang, dia kembali ke Jawa untuk meneruskan pendidikannya di Madrasah Al-‘Urwatu

56

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, h. 45-46.

57

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), Cet ke-2, h. 117.

58

Fazlur Rahman, Tahun Perkembangan yang Mantap bagi Islam, dalam Jurnal al-Hikmah, No. 7, November-Desember 1997, h. 87.


(33)

Al-Wutsqa, Sukabumi (1941-1945)59 selama lima tahun60, sebuah lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar.

Di tempat ini, Al-Attas mulai mendalami dan mendapatkan pemahaman tradisi Islam yang kuat, terutama tarekat. Hal ini bisa difahami, karena saat itu, di Sukabumi telah berkembang perkumpulan tarekat Naqsyabandiyah.61 Setelah Perang Dunia II pada tahun 1946, Al-Attas kembali ke Johor untuk merampungkan pendidikan selanjutnya, pertama di Bukit Zahrah School kemudian di English College (1946-1951).62

Terusik oleh panggilan nuraninya untuk mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya di Sukabumi, sekembalinya ke Malaysia, Al-Attas memasuki dunia militer dengan mendaftarkan diri sebagai tentara kerajaan dalam upaya mengusir penjajah Jepang. Dalam bidang kemiliteran ini Al-Attas telah menunjukan kelasnya, sehingga atasannya memilih dia sebagai salah satu dari peserta pendidikan militer yang lebih tinggi.63 Al-Attas dipilih oleh Jenderal Sir Gerald Templer, ketika itu menjabat sebagai British High Commissioner di Malaya, untuk mengikuti pendidikan militer, pertama di Eton Hall, Chester, Wales, kemudian di Royal Military Academy, Sandhurst, Inggris (1952-1955). Selain mengikuti pendidikan militer, Al-Attas juga sering pergi ke negara-negara Eropa lainnya (terutama Spanyol) dan Afrika Utara untuk mengunjungi tempat-tempat yang terkenal dengan tradisi intelektual, seni, dan gaya bangunan keislamannya.

Setamatnya dari Sandhurst, Al-Attas ditugaskan sebagai pegawai kantor resimen tentara kerajaan Malaya, Federasi Malaya, yang ketika itu sibuk menghadapi serangan komunis yang bersarang di hutan. Namun, dia

59

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas,

h. 46. 60

Hasan Muarif Ambary, et. al., Suplemen Ensiklopedi Islam, Jilid 2, (Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve, 1995), h. 78.

61

Lihat, Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), h. 170. Lihat pula, H. A Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyandiyah, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), h. 159.

62

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas,

h. 46. 63


(34)

tidak lama di sini. Minatnya yang dalam untuk menggeluti dunia ilmu pengetahuan mendorongnya untuk berhenti secara sukarela dari kepegawaiannya kemudian membawanya ke Universitas Malaya, ketika itu di Singapura, pada 1957-1959. 64

Al-Attas telah menulis dua buku ketika masih mengambil program S1 di Universitas Malaya. Buku yang pertama adalah Rangkaian Ruba’iyat, termasuk di antara karya sastra pertama yang dicetak Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, pada 1959. Buku kedua, yang sekarang menjadi karya klasik, adalah Some Aspects of Shufism as Understood and Practised Among the Malays, yang diterbitkan Lembaga Penelitian Sosiologi Malaysia pada 1963. Selama menulis buku yang terakhir ini dan demi memperoleh bahan-bahan yang diperlukan, Al-Attas pergi menjelajah ke seluruh negeri Malaysia dan menjumpai tokoh-tokoh penting sufi agar bisa mengetahui ajaran dan praktik tasawuf mereka.65

Berkat kecerdasan dan ketekunannya, dia dikirim oleh pemerintah Malaysia untuk melanjutkan studi di Institute of Islamic Studies, McGill, Kanada. Dalam waktu yang relatif singkat, yakni 1959-1962, dia berhasil menggondol gelar master dengan mempertahankan tesis Raniry and the Wujudiyyah of 17th Century Aceh. Dia sangat tertarik dengan praktek sufi yang berkembang di Indonesia dan Malaysia, sehingga cukup wajar bila tesis yang diangkat adalah konsep Wujudiyyah al-Raniry. Salah satu alasannya adalah dia ingin membuktikan bahwa islamisasi yang berkembang di kawasan tersebut bukan dilaksanakan oleh kolonial Belanda, melainkan murni dari upaya umat Islam sendiri.66

Di Universitas McGill, dia berkenalan dengan beberapa orang sarjana terkenal, seperti Sir Hamilton Gibb (Inggris), Fazrul Rahman (Pakistan),

64

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas,

h. 49. 65

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas,h. 49

66

Syed Muhammad Naquin Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (Bandung: Mizan, 1990), h 68-69.


(35)

Toshihiko Izutsu (Jepang), dan Seyyed Hossein Nasr (Iran). Al-Attas mendapat gelar M.A. dari Universitas McGill pada 1962 setelah lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.

Setahun kemudian, atas dorongan beberapa orang sarjana dan tokoh-tokoh orientalis yang terkenal, seperti Profesor A.J. Arberry (Cambridge), Sir Mortimer Wheeler (Akademi Inggris), Sir Richard Winstedt (Akademi Inggris), dan pimpinan Royal Asiatic Society, Al-Attas pindah ke SOAS (School of Oriental and African Studies) Universitas London, untuk meneruskan pendidikan doktoralnya. Di sini, dia belajar di bawah bimbingan Profesor Arberry dan Dr. Martin Lings. Pada 1965, dia memperoleh gelar Ph.D setelah dua jilid disertasi doktoralnya yang berjudul The Mysticism of Hamzah Fanshuri lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. 67

Tahun 1965, Al-Attas kembali ke Malaysia. Dia langsung ditunjuk menjadi Ketua Jurusan Sastra dan selanjutnya Dekan Fakultas Sastra di Universitas Malaya. Tahun 1970, dalam kapasitasnya sebagai salah satu pendiri Universitas Kebangsaan Malaysia, Al-Attas berusaha mengganti pemakaian bahasa Inggris menjadi bahasa Melayu. Dia juga pendiri sekaligus Rektor International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC),68

67

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas…

h. 50. 68

Tujuan dan sasaran didirikan ISTAC ini adalah, yakni untuk: 1). Konseptualisasi, klarifikasi dan elaborasi dan definisi konsep-konsep kunci Islam yang relevan bagi masalah-masalah kultural, pendidikan, ilmu pengetahuan dan epistemologi yang dihadapi umat Islam dalam abad ini. 2). Memberikan respon terhadap tantangan-tantangan intelektual dan kultural dunia modern dan berbagai mazhab pemikiran, agama serta ideologi. 3). Memformulasikan fisafat Islam tentang ilmu, pendidikan, termasuk mengenai definisi, tujuan dan sasarannya. 4). Mengkaji makna dan filsafat dari arsitektur dan seni Islam, dan memberikan pedoman untuk islamisasi seni dan pendidikan seni. 5). Menyelenggarakan riset, kajian dan penulisan tentang peradaban Islam di dunia melayu. 6). Menyelenggarakan riset dan kajian-kajian yang berkenaan dan formulasi metode dan isi berbagai disiplin dan kegiatan akademis untuk implementasi di universitas dengan sasaran integratif daripada ilmu-ilmu di berbagai fakultas yang ada di universitas. 7). Mewujudkan sarjana-sarjana terlatih serta pemuka-pemuka intelektual untuk memainkan peranan kreatif dalam restorasi peradaban Islam pada tempat yang semestinya di dunia modern. 8). Menerbitkan hasil-hasil kajian dan riset para peneliti dari waktu ke waktu untuk disebarluaskan di dunia Islam. 9). Mendirikan perpustakaan yang mencerminkan tradisi keagamaan dan intelektual dari peradaban Islam maupun Barat sebagai sarana mencapai tujuan-tujuan dan sasaran seperti disebutkan di atas. Lihat Syafi’I Anwar, ‘ISTAC Rumah Ilmu Masa Depan’, dalam jurnal Ulumul Quran, Vol. III, No. 1, (Jakarta: LSAF, 1992), hlm 112. Melalui institusi ini Al-Attas bersama sejumlah kolega dan


(36)

Kuala Lumpur, Malaysia. Al-Attas adalah seorang pakar yang menguasai pelbagai disiplin ilmu, meliputi; teologi, filsafat dan metafisika, sejarah, sastra, kebudayaan, serta pendidikan. Beberapa karyanya, baik berupa lukisan kaligrafi, seni bangunan/arsitektur yang dirancangnya, juga karya ilmiah yang disusunnya telah dinikmati banyak kalangan. Tak lebih kiranya hingga ia sering mendapatkan penghargaan internasional, baik dari kalangan Barat maupun Asia.69

Secara umum, pendidikan Al-Attas bermula di Sukabumi-Indonesia dan Johor-Malaysia. Setamat dari sana, ia masuk militer di Inggris. Kemudian ia kuliah di Universitas Malaya (UM) di Singapura. Untuk selanjutnya ia meneruskan studinya hingga memperoleh gelar MA dan Ph.D masing-masing dari Mc Gill University, Montreal di Kanada dan University of London di Inggris dengan fokus kajian pada teologi dan metafisika Islam.

(www.jaring.my/istac/staff/staff.htm, 12 Februari 2002).

C. Karya-Karya Syed Muhammad Naquib Al-Attas a. Buku dan Monograf

Secara umum, karya-karya Al-Attas dapat digolongkan ke dalam tiga bagian; karya-karya kerajaan, scholarly writing dan karya-karya pemikiran.70

Al-Attas telah menulis 26 buku dan monograf, baik dalam bahasa Inggris maupun Melayu dan banyak yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lain, seperti bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu, Malaysia, Indonesia, Prancis, Jerman, Rusia, Jepang, India, Korea, dan Albania. Karya-karyanya tersebut adalah:

mahasiswanya melakukan kajian dan penelitian mengenai pemikiran dan peradaban Islam, serta memberikan respons yang kritis terhadap Peradaban Barat.

69

Dr. Abdul Fattah Wibisono, M.A., Pemikiran para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2009), h. 177.

70

Drs. H. Achmad Gholib, MA., Teologi dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press), Cet ke-1, h. 153.


(37)

1. Rangkaian Ruba’iyat, Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), Kuala Lumpur, 1959.

2. Some Aspects of Shufism as Understood and Practised Among the Malays, Malaysian Sociological Research Institute, Singapura, 1963.

3. Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh, Monograph of the Royal Asiatic Society, Cabang Malaysia, No.111, Singapura, 1966. 4. The Origin of the Malay Sya’ir, DBP, Kuala Lumpur, 1968.

5. Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of the Malay-Indonesian Archipelago, DBP, Kuala Lumpur, 1969. 6. The Mysticism of Hamzah Fanshuri, University of Malaya Press,

Kuala Lumpur, 1970.

7. Concluding Postscript to the Origin o f the Malay Sya’ir, DBP, Kuala Lumpur, 1971.

8. The Correct Date of the Trengganu Inscription, Museums Department, Kuala Lumpur, 1972.

9. Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur, 1972. Sebagian isi buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia dan Prancis. Buku ini juga telah hadir dalam versi bahasa Indonesia.

10. Risalah untuk Kaum Muslimin, monograf yang belum diterbitkan, 286 h., ditulis antara Februari-Maret 1973. (buku ini kemudian diterbitkan di Kuala Lumpur oleh ISTAC pada 2001).

11. Comments on the Re-examination of Al-Raniri’s Hujjat Al-Shiddiq: A Refutation, Museums Department, Kuala Lumpur, 1975.

12. Islam: The Concept of the Religion and the Foundation of Ethics and Morality, Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), Kuala Lumpur, 1976. Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Korea, Jepang, dan Turki.

13. Islam: Paham Agama dan Asas Akhlak, ABIM, Kuala Lumpur, 1977. Versi bahasa Melayu buku No. 12 di atas.


(38)

14. Islam and Secularism, ABIM, Kuala Lumpur, 1978. Diterjemahkan ke dalam bahasa Malayalam, India, Persia, Urdu, Indonesia, Turki, Arab, dan Rusia.

15. (Ed.) Aims and Objectives of Islamic Education: Islamic Education Series, Hodder and Stoughton dan King Abdulaziz University, London: 1979. Diterjemahkan ke dalam bahasa Turki.

16. The Concept of Education in Islam, ABIM, Kuala Lumpur, 1980. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Persia, dan Arab.

17. Islam, Secularism, and The Philosophy of the Future, Mansell, London dan New York, 1985.

18. A Commentary on the Hujjat Al-Shiddiq of Nur Al-Din Al-Raniri, Kementerian Kebudayaan, Kuala Lumpur, 1986.

19. The Oldest Known Malay Manuscript: A 16th Century Malay Translation of the ‘Aqa’id of Al-Nasafi, Dept. Penerbitan Universitas Malaya, Kuala Lumpur, 1988.

20. Islam and the Philosophy of Science, ISTAC, Kuala Lumpur, 1989. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Bosnia, Persia, dan Turki.

21. The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia.

22. The Intuition of Existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia.

23. On Quiddity and Essence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia.

24. The Meaning and Experience of Happiness in Islam, ISTAC, Kuala Lumpur, 1993. Diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Turki, dan Jerman.

25. The Degress of Existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1994. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia.


(39)

26. Prologonema to the Metephysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, ISTAC, Kuala Lumpur, 1995. Diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.

b. Artikel

Daftar artikel berikut ini tidak termasuk rekaman ceramah-ceramah ilmiah yang telah disampaikan di depan publik. Berjumlah lebih dari 400 dan disampaikannya di Malaysia dan luar negeri antara pertengahan 1960-1970, aktivitas ceramah ilmiah ini masih berlangsung sampai sekarang.

1. “Note on the Opening of Relations between Malaka and Cina, 1403-5”, Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society (JMBRAS), Vol. 38, pt. 1, Singapura, 1965.

2. “Islamic Culture in Malaysia”, Malaysian Society of Orientalism, Kuala Lumpur, 1966.

3. “New Light on the Life of Hamzah Fanshuri”, JMBRAS, Vol. 40, pt. 1, Singapura, 1967.

4. “Rampaian Sajak”, Bahasa, Persatuan Bahasa Melayu Universiti Malaya No. 9, Kuala Lumpur, 1968.

5. “Hamzah Fanshuri”, The Penguin Companion to Literature, Classical and Byzantine, Oriental, and African, Vol. 4, London, 1969.

6. “Indonesia: 4 (a) History: The Islamic Period”, Encyclopedia of Islam, edisi baru, E.J. Brill, Leiden, 1971.

7. “Comparative Philosophy: A Southeast Asian Islamic Viewpoint”,

Acts of the V International Congress of Medieval Philosophy, Madrid-Cordova-Granada, 5-12 September 1971.

8. “Konsep Baru Mengenai Rencana Serta Cara-Gaya Penelitian Ilmiah Pengkajian Bahasa, Kesusastraan, dan Kebudayaan Melayu”, Buku Panduan Jabatan Bahasa dan Kesusastraan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur: 1972. 9. “The Art of Writing, dept. Museum”, Kuala Lumpur, t.t.


(40)

10. “Perkembangan Tulisan Jawi Sepinta Lalu”, Pameran Khat, Kuala Lumpur, 14-21 Oktober 1973.

11. “Nilai-Nilai Kebudayaan, Bahasa, dan Kesusastraan Melayu”,

Asas Kebudayaan Kebangsaan, Kementerian Kebudayaan Belia dan Sukan, Kuala Lumpur, 1973.

12. “Islam in Malaysia” (versi bahasa Jerman), Kleines Lexicon der Islamischen Welt, ed. K. Kreiser, W. Kohlhammer, Berlin (Barat), Jerman, 1974.

13. “Islam in Malaysia”, Malaysia Panorama, Edisi Spesial, Kementerian Luar Negeri Malaysia, Kuala Lumpur, 1974. Juga diterbitkan dalam edisi bahasa Arab dan Prancis.

14. “Islam dan Kebudayaan Malaysia”, Syarahan Tun Sri Lanang, seri kedua, Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan, Kuala Lumpur, 1974.

15. “Pidato Penghargaan terhadap ZAABA”, Zainal Abidin ibn Ahmad, Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan, Kuala Lumpur, 1976.

16. “A General Theory of the Islamization of the Malay Archipelago”, Profiles of Malay Culture, Historiography, Religion, and Politics, editor Sartono Kartodirdjo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1976.

17. “Preliminary Thoughts on the Nature of Knowledge and the Definition and Aims of Education”, First World Conference on Muslim Education, Makkah, 1977. Juga tersedia dalam edisi bahasa Arab dan Urdu.

18. “Some Reflections on the Philosophical Aspects of Iqbal’s Thought”, International Congress on the Centenary of Muhammad Iqbal, Lahore, 1977.

19. “The Concept of Education in Islam: Its Form, Method, and Sistem of Implementation”, World Symposium Al-Isra’, Amman, 1979. Juga tersedia dalam edisi bahasa Arab.


(41)

20. “ASEAN--Kemana Haluan Gagasan Kebudayaan Mau Diarahkan?” Diskusi, Jilid. 4, No. 11-12, November-Desember, 1979.

21. “Hijrah: Apa Artinya?” Panji Masyarakat, Desember, 1979. 22. “Knowledge and Non-Knowledge”, Readings in Islam, No. 8,

First Quarter, Kuala Lumpur, 1980.

23. “Islam dan Alam Melayu”, Budiman, Edisi Spesial Memperingati Abad ke-15 Hijriah, Universiti Malaya, Desember 1979.

24. “The Concept of Education in Islam”, Second World Conference on Muslim Education, Islamabad, 1980.

25. “Preliminary Thoughts on an Islamic Philosophy of Science”,

Zarrouq Festival, Misrata, Libia: 1980.

26. “Religion and Secularity”, Congress of the World’s Religions, New York, 1985.

27. “The Corruption of Knowledge”, Congress of the World’s Religions, Istanbul, 1985.71

Demikianlah di antara karya-karya monumental Al-Attas yang berupaya membangun paradigma pemikiran Islam dengan modal tradisi Islam yang sudah ada dan dengan penekanan pada nilai-nilai metafisis, sehingga merupakan suatu hal yang wajar bila pemikiran yang demikian ini perlu dikembangkan dan disuburkan di kalangan intelektual Islam kontemporer.

71

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib Al-Attas, h. 55-59.


(42)

BAB IV

KONSTELASI PEMIKIRAN PEDAGOGIK

SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

A. Pendidikan dalam Persepektif Syed Muhammad Naquib Al-Attas 1. Rekontruksi Konsep Pendidikan dalam Islam

Persoalan utama yang menimbulkan kemunduran dan kelemahan umat Islam, berkisar diseputar persoalan muatan pendidikan. Persoalan ini bersumber dari kekeliruan mengenai hakikat dan lingkup ilmu pengetahuan, juga kekeliruan mengenai makna agama, kata-kata kunci (key terms), dan aspek-aspek Islam, serta kekeliruan mengenai jiwa, sains dan institusi-institusi peradaban lain, khususnya Barat. Oleh karena itu, Al-Attas berpendapat mengenai jalan keluar dari semua problem ini ialah melalui proses pendidikan.

Pendidikan adalah salah satu sarana terpenting dalam usaha pembangunan sumber daya manusia dan penanaman nilai-nilai kemanusiaan, yang pada gilirannya akan menciptakan suasana dan tatanan kehidupan masyarakat yang beradab dan berperadaban.

Untuk menjelaskan rekontruksi konsep pendidikan Islam perspektif Al-Attas, penulis menerangkannya menjadi dua bagian. Yang akan membedah ketiga konsep yang populer di dunia Islam; tarbiyah, ta’lim dan

ta’dib.


(43)

Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, dkk dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, bahwa kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah” dengan kata kerja “rabba”.72 Dra. Zuhairini dengan mengutip kamus Al-Munjid menambahkan kata pendidikan yang dikaitkan dengan kata tarbiyah

yang berasal dari kata dasar “rabba” ( ) “yurabbi” ( ) menjadi tarbiyah, yang berarti tumbuh dan berkembang.73 Memang kebanyakan para pakar menggunakan kata tarbiyah untuk arti pendidikan, diantaranya adalah Ahmad Fuad al-Ahwani, Ali Khalil Abu al-‘Aynayn, Muhammad Atiyah al-Abrashi dan Muhammad Munir Musrhi.74

Dalam bahasa Arab, memang terdapat tiga terminologi yang merujuk kepada konsep pendidikan, yakni ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Hal ini dikuatkan oleh Yusuf Amir Faisal, menurutnya, “Pendidikan dalam Islam lebih banyak dikenal dengan istilah “al-Tarbiyah”, “at-Ta’lim”, dan “at-Ta’dib”.”75

Dalam leksikologi al-Qur’an, penunjukan kata al-tarbiyah yang merujuk pada pengertian pendidikan, secara implisit tidak ditemukan. Penunjukannya pada pengertian pendidikan hanya dapat dilihat dari istilah lain yang seakar dengan kata al-tarbiyah. Istilah tersebut antara lain adalah kata al-rabb, rabbayani, nurabby dan rabbaniy. Sedangkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW, penunjukan kata yang bermakna pada al-tarbiyah hanya dapat ditemukan lewat term rabbaniy.76

72

Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet ke-3, h. 25.

73

Dra. Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet ke-2, h 120

74

Futiati Romlah, Filsafat dan Tasawuf dalam Pendidikan Islam, dalam Al-Tahrir; Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 6 No. 2 Juli 2006, h. 217

75

Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press 1995), Cet ke-1, h. 94.

76


(44)

Dan bila ditarik pada pengertian interaksi edukatif antara manusia dalam pendidikan, maka –menurut ‘Abdurrahman al-Bani, yang dikutip oleh Samsul Nizar—istilah al-Tarbiyah mengandung makna:

a) Menjaga dan memelihara pertumbuhan fitrah (potensi) anak didik untuk mencapai kedewasaan.

b) Mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, dengan berbagai sarana pendukung (terutama bagi akal dan budinya). c) Mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki anak didik menuju

kebaikan dan kesempurnaan, seoptimal mungkin.

d) Kesemua proses tersebut kemudian dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan diri anak didik.77 Lalu, terdapat juga istilah ta’lim yang dekat dengan istilah pendidikan,Abudin Nata menjelaskan bahwa kata Ta’lim yang berakar pada kata ‘allama digunakan secara khusus untuk menunjukan sesuatu yang dapat diulang dan diperbanyak sehingga menghasilkan bekas atau pengaruh pada diri seseorang.”78

Penunjukan kata al-Ta’lim pada pengertian pendidikan, sesuai dengan firman Allah SWT:

“Dan Allah mengajarkan kepada Adam segala nama, kemudian Allah berkata kepada malaikat: “Beritahukanlah kepada-Ku nama-nama semua itu, jika kamu benar.” (Q.S. Al-Baqarah [02]: 31).

77

Dr. Samsul Nizar, M.A., Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, h. 90 78


(1)

101

BIOGRAFI PENULIS

Rian Hidayat El-Padary dilahirkan di Serang-Banten pada 18 Juli 1987 adalah seorang pemuda, seorang pria, seorang pembelajar, dan yang pasti seorang pembina di Yayasan Irtiqo Kebajikan (YIK) Ciputat, sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan anak yatim dan dhuafa (www.irtiqo.multiply.com).

Ia dan teman-temannya adalah the founding father billingual class di jurusannya (2008), yakni kelas berbahasa Inggris sebagai bahasa kesehariannya. Selain menjadi mahasiswa ia juga menjadi mahasantri di Ma’had Daar El-Hikam Jakarta. Sebuah pesantren yang berlokasi tidak jauh dari kampus UIN Jakarta.

Dunia akademis dan dunia aktivis ia kawinkan bersama, penulis pernah diamanahi sebagai Ketua Umum Ikatan Remaja Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Jakarta (periode 2008-2009) dan Ketua Dewan Redaksi Sarekat Wirausaha Islam Terpadu (SWIT) cabang Ciputat. Aktivitasnya saat ini ialah membina kaum dhuafa dan yatim piatu di Irtiqo Kebajikan, melatih dan menulis, ia juga aktif menulis berbagai artikel kependidikan dan sastra. Tulisannya beberapa kali pernah menghiasi salah satu koran besar di Indonesia (HU Republika).

Dalam aktivitas kepenulisannya, baru satu buku yang diterbitkan, ‘Seberkas Cahaya’ yang diterbitkan Azka Press (anak cabang penerbit Ganeca Exact) pada 2008 lalu, dan beberapa artikel di Republika dan bulletin. Dan saat ini (Januari 2010), penulis sedang dalam tahap MoU dengan Diva Press (penerbit besar Jogja) untuk menerbitkan dua buku, Menjadi Pembelajar Excellent; Meng-install Nyali Men-charge Motivasi, dan Magic Words; 911 Kata-Kata Inspiratif Dari Para Pujangga Dunia.

Mohon doa ikhwah fillah, ustadz dan ulama, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin, semoga saya bisa terus belajar dan mengajar serta menyajikan karya sebagai amal jariyah sebagaimana pesan Ibnul Jauzy bahwa salah satu amal jariyah terbaik adalah menulis buku. Sebab, meski penulisnya telah mati tetapi insya Allah ilmu bermanfaat yang dituangkannya bisa mengalir sepanjang waktu. Semoga itu semua bisa menjadikan luasnya bangunan rumah kita di surga nanti. Amin.

Ada beberapa prestasi yang pernah diraihnya. Diantaranya, Juara 1 Lomba Pembacaan Berita sewaktu masih di Madrasah Aliyah, Juara 1 Lomba Kepenulisan Artikel sewaktu masih di Madrasah Aliyah, Juara 1 Lomba Cerdas Cermat sewaktu masih di Madrasah Aliyah, Siswa Terbaik Angkatan 2005 Madrasah Aliyah (MA) Al-Khairiyah Serang-Banten, Juara 1 Lomba Cerdas Cermat jurusan PAI UIN Jakarta 2008, Juara 2 Lomba Kepenulisan Cerpen se-jurusan PAI UIN Jakarta 2008, Juara Harapan I Lomba Karya Tulis Ilmiah Kesehatan Islam Badan PPSDM Departemen Kesehatan RI dan UIN Jakarta dengan judul ‘habbatussauda sebagai obat segala jenis penyakit’ 2009.

Mimpinya adalah penjadi penulis yang mampu memberi manfaat, menjadi guru professional dan menjadi Gubernur Banten di usia 40 tahun (±2025). Komunikasi dengan penulis bisa dijalin di Email: ukhuwah_islamiyah86@yahoo.co.id. Facebook: rian_hidayat86@yahoo.co.id. Atau blog: http://motipasti.wordpress.com.


(2)

“Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah seorang pemikir ‘jenius’ yang dimiliki Dunia Islam.”


(3)

(4)

1

BIOGRAFI PENULIS

Rian HidayatEl-Padary dilahirkan di Serang-Banten pada 18 Juli 1987 adalah seorang pemuda, seorang pria, seorang pembelajar, dan yang pasti seorang pembina di Yayasan Irtiqo Kebajikan (YIK) Ciputat, sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan anak yatim dan dhuafa (www.irtiqo.multiply.com).

Ia dan teman-temannya adalah the founding father billingual class di jurusannya (2008), yakni kelas berbahasa Inggris sebagai bahasa kesehariannya. Selain menjadi mahasiswa ia juga menjadi mahasantri di Ma’had Daar El-Hikam Jakarta. Sebuah pesantren yang berlokasi tidak jauh dari kampus UIN Jakarta.

Dunia akademis dan dunia aktivis ia kawinkan bersama, penulis pernah diamanahi sebagai Ketua Umum Ikatan Remaja Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Jakarta (periode 2008-2009) dan Ketua Dewan Redaksi Sarekat Wirausaha Islam Terpadu (SWIT) cabang Ciputat. Aktivitasnya saat ini ialah membina kaum dhuafa dan yatim piatu di Irtiqo Kebajikan, melatih dan menulis, ia juga aktif menulis berbagai artikel kependidikan dan sastra. Tulisannya beberapa kali pernah menghiasi salah satu koran besar di Indonesia (HU Republika).

Dalam aktivitas kepenulisannya, baru satu buku yang diterbitkan, ‘Seberkas Cahaya’ yang diterbitkan Azka Press (anak cabang penerbit Ganeca Exact) pada 2008 lalu, dan beberapa artikel di Republika dan bulletin. Dan saat ini (Januari 2010), penulis sedang dalam tahap MoU dengan Diva Press (penerbit

besar Jogja) untuk menerbitkan dua buku, Menjadi Pembelajar Excellent;

Meng-install Nyali Men-charge Motivasi, dan Magic Words; 911 Kata-Kata Inspiratif Dari Para Pujangga Dunia.

Mohon doa ikhwah fillah, ustadz dan ulama, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin, semoga saya bisa terus belajar dan mengajar serta menyajikan karya sebagai amal jariyah sebagaimana pesan Ibnul Jauzy bahwa salah satu amal jariyah terbaik adalah menulis buku. Sebab, meski penulisnya telah mati tetapi insya Allah ilmu bermanfaat yang dituangkannya bisa mengalir sepanjang waktu. Semoga itu semua bisa menjadikan luasnya bangunan rumah kita di surga nanti. Amin.

Ada beberapa prestasi yang pernah diraihnya. Diantaranya, Juara 1 Lomba Pembacaan Berita sewaktu masih di Madrasah Aliyah, Juara 1 Lomba Kepenulisan Artikel sewaktu masih di Madrasah Aliyah, Juara 1 Lomba Cerdas Cermat sewaktu masih di Madrasah Aliyah, Siswa Terbaik Angkatan 2005 Madrasah Aliyah (MA) Al-Khairiyah Serang-Banten, Juara 1 Lomba Cerdas Cermat jurusan PAI UIN Jakarta 2008, Juara 2 Lomba Kepenulisan Cerpen se-jurusan PAI UIN Jakarta 2008, Juara Harapan I Lomba Karya Tulis Ilmiah Kesehatan Islam Badan PPSDM Departemen Kesehatan RI dan UIN Jakarta dengan judul ‘habbatussauda sebagai obat segala jenis penyakit’ 2009.

Mimpinya adalah penjadi penulis yang mampu memberi manfaat, menjadi guru professional dan menjadi Gubernur Banten di usia 40 tahun (±2025).


(5)

2

Komunikasi dengan penulis bisa dijalin di Email: ukhuwah_islamiyah86@yahoo.co.id. Facebook: rian_hidayat86@yahoo.co.id. Atau blog: http://motipasti.wordpress.com.


(6)

1

BIOGRAFI PENULIS

Rian Hidayat El-Padary dilahirkan di Serang-Banten pada 18 Juli 1987 adalah seorang pemuda, seorang pria, seorang pembelajar, dan yang pasti seorang pembina di Yayasan Irtiqo Kebajikan (YIK) Ciputat, sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan anak yatim dan dhuafa (www.irtiqo.multiply.com).

Ia dan teman-temannya adalah the founding father billingual class di jurusannya (2008), yakni kelas berbahasa Inggris sebagai bahasa kesehariannya. Selain menjadi mahasiswa ia juga menjadi mahasantri di Ma’had Daar El-Hikam Jakarta. Sebuah pesantren yang berlokasi tidak jauh dari kampus UIN Jakarta.

Dunia akademis dan dunia aktivis ia kawinkan bersama, penulis pernah diamanahi sebagai Ketua Umum Ikatan Remaja Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Jakarta (periode 2008-2009) dan Ketua Dewan Redaksi Sarekat Wirausaha Islam Terpadu (SWIT) cabang Ciputat. Aktivitasnya saat ini ialah membina kaum dhuafa dan yatim piatu di Irtiqo Kebajikan, melatih dan menulis, ia juga aktif menulis berbagai artikel kependidikan dan sastra. Tulisannya beberapa kali pernah menghiasi salah satu koran besar di Indonesia (HU Republika).

Dalam aktivitas kepenulisannya, baru satu buku yang diterbitkan, ‘Seberkas Cahaya’ yang diterbitkan Azka Press (anak cabang penerbit Ganeca Exact) pada 2008 lalu, dan beberapa artikel di Republika dan bulletin. Dan saat ini (Januari 2010), penulis sedang dalam tahap MoU dengan Diva Press (penerbit

besar Jogja) untuk menerbitkan dua buku, Menjadi Pembelajar Excellent;

Meng-install Nyali Men-charge Motivasi, dan Magic Words; 911 Kata-Kata Inspiratif Dari Para Pujangga Dunia.

Mohon doa ikhwah fillah, ustadz dan ulama, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin, semoga saya bisa terus belajar dan mengajar serta menyajikan karya sebagai amal jariyah sebagaimana pesan Ibnul Jauzy bahwa salah satu amal jariyah terbaik adalah menulis buku. Sebab, meski penulisnya telah mati tetapi insya Allah ilmu bermanfaat yang dituangkannya bisa mengalir sepanjang waktu. Semoga itu semua bisa menjadikan luasnya bangunan rumah kita di surga nanti. Amin.

Ada beberapa prestasi yang pernah diraihnya. Diantaranya, Juara 1 Lomba Pembacaan Berita sewaktu masih di Madrasah Aliyah, Juara 1 Lomba Kepenulisan Artikel sewaktu masih di Madrasah Aliyah, Juara 1 Lomba Cerdas Cermat sewaktu masih di Madrasah Aliyah, Siswa Terbaik Angkatan 2005 Madrasah Aliyah (MA) Al-Khairiyah Serang-Banten, Juara 1 Lomba Cerdas Cermat jurusan PAI UIN Jakarta 2008, Juara 2 Lomba Kepenulisan Cerpen se-jurusan PAI UIN Jakarta 2008, Juara Harapan I Lomba Karya Tulis Ilmiah Kesehatan Islam Badan PPSDM Departemen Kesehatan RI dan UIN Jakarta dengan judul ‘habbatussauda sebagai obat segala jenis penyakit’ 2009.

Mimpinya adalah penjadi penulis yang mampu memberi manfaat, menjadi guru professional dan menjadi Gubernur Banten di usia 40 tahun (±2025). Komunikasi dengan penulis bisa dijalin di Email: ukhuwah_islamiyah86@yahoo.co.id. Facebook: rian_hidayat86@yahoo.co.id. Atau blog: http://motipasti.wordpress.com.