Matematika GASING Tinjauan Pustaka

ISBN 978-602-1034-06-4 101 bilangan 1, 10, 9, 2, dan 5. Selanjutnya adalah perkalian untuk bilangan yang sama, perkalian bilangan 3 dan 4, dan yang terakhir adalah perkalian 8,7, dan 6 Surya, 2013. Gambaran untuk mencapai titik kritis perkalian tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 1 Titik Kritis GASING Perkalian Gambar 1. Titik Kritis Gasing Perkalian Dalam tulisan ini disajikan beberapa contoh pembelajaran perkalian bilangan 1 –10 dengan Matematika GASING, seperti konsep perkalian, perkalian 1, dan perkalian bilangan 9. Sebagai tahap pertama dalam pembelajaran perkalian dengan Matematika GASING tujuannya adalah untuk mengenalkan konsep perkalian dengan Matematika GASING kepada siswa. Pemahaman konsep perkalian dimulai dari tahap konkret kemudian dilanjutkan dengan tahap abstrak atau penyajian dalam bahasa matematikanya. Berikut ini contoh pengenalan konsep perkalian secara konkret. Gambar 2. Konkret Perkalian 2×5 Dari gambar di atas, dalam pembelajaran dengan Matematika GASING dapat dikatakan dengan “Ada 2 kotak masing-masing berisi 5 nanas”. Selanjutnya pernyataan ini dapat digantikan dengan pernyataan “2 kotak isi 5” yang selanjutnya dilambangkan 2 □ 5 , dibaca “2 kotak 5”. Setelah konsep pernyataan dipahami oleh siswa, berikutnya adalah mengenalkan konsep dengan simbol matematika. Simbol 2 □ 5 dapat dituliskan dalam 2×5 yang berarti 5+5 hasilnya 10. Pengenalan konsep perkalian ini kepada siswa dilakukan beberapa kali sampai siswa memahami dengan baik arti dari perkalian. Ada dua istilah dalam pengenalan konsep perkalian ini yaitu istilah kotak dan istilah isi. Kotak disini merupakan pengali sedangkan isi merupakan bilangan yang dikalikan. Setelah siswa memahami, dengan indikasi dapat membedakan mana yang sebagai kotak dan mana yang sebagai isi, selanjutnya adalah meminta siswa untuk berlatih konsep perkalian ini dari perkalian 1×1 sampai 10×10. Pada pembelajaran konsep perkalian ini dikenalkan istilah komutatif kepada siswa, sebagai contoh adalah 3×6 dan 6×3. Dalam pengenalan istilah komutatif ini kita dapat langsung menjelaskan bahwa 3×6 adalah 3 □ 6 = 6 + 6 + 6 = 18, sedangkan 6×3 adalah ISBN 978-602-1034-06-4 102 6 □ 3 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 = 18. Hasil kedua perkalian ternyata memiliki hasil yang sama yaitu 18. Dari sini dapat dikatakan bahwa 3×6 tidak sama artinya dengan 6×3 tetapi memiliki hasil yang sama. Hal yang perlu ditekankan adalah kedua perkalian memiliki hasil yang sama namun artinya berbeda. Hasil yang sama dari kedua perkalian inilah yang disebut dengan istilah komutatif, namun istilah komutatif sendiri tidak perlu diberitahukan ke siswa. Tahap kedua untuk mencapi titik kritis perkalian adalah perkalian bilangan 1, 10, 9, 2, dan 5. Pertama dimulai dengan pengenalan perkalian 1, kemudian perkalian 10, perkalian 9, perkalian 2, dan perkalian 5. Urutan ini tidak dimulai dari bilangan yang kecil ke bilangan yang besar namun lebih kepada bilangan yang mudah dikenal oleh siswa dan mudah untuk menghafalkannya. Perkalian 1 dimulai dengan cara konkret, misalnya dengan menunjukkan kartu berisi gambar apel. Perkalian 1×1 dapat diperagakan dengan menunjukkan satu kartu yang berisi satu apel, 2×1 dapat diperagakan dengan menunjukkan dua kartu yang berisi satu apel, dan seterusnya. Setelah pengenalan secara konkret selanjutnya adalah menyajikan apa yang telah diperagakan ke dalam bentuk tulisan dan bentuk abstraknya, seperti di bawah ini. Konkret Abstrak 1 x 1 = 1 □ 1 = 1 2 x 1 = 2 □ 1 = 1 + 1 = 2 3 x 1 = 3 □ 1 = 1 + 1 + 1 = 3 4 x 1 = 4 □ 1 = 1 + 1 + 1 + 1 = 4 5 x 1 = 5 □ 1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 5 6 x 1 = 6 □ 1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 6 7 x 1 = 7 □ 1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 7 8 x 1 = 8 □ 1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 8 9 x 1 = 9 □ 1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 9 10 x 1 = 10 □ 1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 10 1 x 1 = 1 2 x 1 = 2 3 x 1 = 3 4 x 1 = 4 5 x 1 = 5 6 x 1 = 6 7 x 1 = 7 8 x 1 = 8 9 x 1 = 9 10 x 1 = 10 Gambar 3. Konkret dan Abstrak Perkalian 1 Langkah selanjutnya setelah siswa mengetahui bentuk abstrak perkalian 1 adalah menghafal perkalian 1. Dalam menghafal perkalian 1 ini caranya adalah dengan melihat pola. Siswa diminta mengamati seperti 1×1=1, 2×1=2, ..., 10×1=10 dan dapat menyimpulkan bahwa perkalian 1 hasilnya adalah bilangan itu sendiri. Cara mencongak perkalian 9 adalah dengan menggunakan jari. Cara ini dapat dikatakan “bukan matematika” tetapi memudahkan penghafalan. Untuk menghitung 3×9 tekuk jari nomor 3. Lihat di sebelah kiri jari adalah ada 2 jari, dan disebelah kanan ada 7 jari. Jadi hasil perkalian ini 2 dan 7 yaitu 27. Untuk menghitung 6×9 tekuk jari nomor 6. Lihat di sebelah kiri jari adalah ada 5 jari, dan disebelah kanan ada 4 jari. Jadi hasil perkalian ini 5 dan 4 yaitu 54, dan seterusnya. Selain menggunakan jari, perkalian 9 dapat dihafal dengan melihat pola. Pola untuk 7×9 misalnya, cari dulu bilangan sebelum 7 yaitu 6, setelah itu cari pasangan 9 dari 6 yaitu 3, maka jawabnya adalah 63. Di sini perlu diingatkan bahwa perkalian 1×9 dan 10×9 sudah tidak perlu dihafal lagi karena sudah termasuk dalam perkalian 1 dan 10.

2. Kemampuan Siswa dalam Perkalian

Dalam Matematika GASING, bagian akhirnya adalah siswa diharuskan dapat menghitung secara mencongak. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, dilihat kemampuan ISBN 978-602-1034-06-4 103 perkalian siswa dalam tiga aspek, yaitu kemampuan pemahaman konsep perkalian, kemampuan menghitung perkalian bilangan 1 –10 secara tertulis, dan kemampuan menghitung perkalian bilangan 1 –10 secara mencongak. Kemampuan yang hendak dilihat ini sesuai dengan apa yang diinginkan dalam Matematika GASING. Mencongak dapat diartikan seseorang mampu menghitung di luar kepala tanpa menggunakan alat bantu dan langsung menuliskan hasilnya. Menurut Depdiknas 2008 mencongak adalah kemampuan menghitung di luar kepala, dalam artian dengan ingatan saja dan yang dituliskan hasilnya Depdiknas, 2008. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan adalah guru memberikan pertanyaan lisan kepada siswa dikelas kemudian siswa langsung menuliskan jawabannya di kertas. Alternatif lain adalah guru memberikan pertanyaan secara lisan kemudian siswa menjawab secara lisan dan relatif cepat. Kemampuan mencongak sangat berguna agar siswa mampu menghitung dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat. Disamping itu kemampuan mencongak dapat melatih daya nalar siswa sehingga akan bertambah baik.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian one group pretest-postest design. Penelitian kuantitatif one group pretest-postest design adalah penelitian dengan membandingkan nilai pretes dan postes Sugiyono, 2010. Dalam hal ini adalah nilai pretes dan postes siswa pada pembelajaran perkalian 1 –10 dengan Matematika GASING. Desain penelitian ini adalah: O 1 X O 2 Keterangan: O 1 : nilai pretes X : pembelajaran perkalian bilangan 1 –10 dengan Matematika GASING O 2 : nilai postes Sumber : Sugiyono, 2010 Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Cipinang Besar Selatan 19 Pagi Jakarta Timur yang berjumlah 31 orang. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan panduan buku Matematika GASING Volume 1. Pembelajaran ini dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa yang sebelumnya telah diberikan pelatihan tentang Matematika GASING sebanyak tiga orang berasal dari Sekolah Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP Surya, Universitas Indonesia UI, dan Universitas Negeri Jakarta UNJ berama-sama dengan guru Matematika di SD Negeri Cipinang Besar Selatan 19 Pagi Jakarta Timur. Pemilihan kelas sebagai sampel dalam penelitian ini bersifat purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tes yaitu tes tertulis dan tes mencongak. Tes tertulis diberikan pada saat pretes dan postes untuk memperoleh data tentang kemampuan tertulis siswa tentang konsep perkalian dan perkalian bilangan 1 –10. Tes tertulis yang diberikan untuk konsep perkalian sebanyak 4 butir soal sedangkan untuk tes tertulis perkalian bilangan 1 –10 sebanyak 100 butir soal. Tes mencongak diberikan pada saat pretes dan postes adalah untuk memperoleh data tentang kemampuan perkalian bilangan 1 –10 siswa secara mencongak. Untuk tes mencongak ini siswa diberikan kesempatan menjawab dalam durasi waktu maksimal 10 detik tiap butir soal dari 50 soal yang diberikan. Jika siswa tidak mampu menjawab dalam durasi waktu tersebut maka dianggap gagal. Sebelum diberikan tes, instrumen yang digunakan dilakukan validasi terlebih dahulu oleh rekan dosen di STKIP Surya. Validasi instrumen