TINJAUAN PUSTAKA Anak Jalanan Kecamatan Medan Johor Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anak

Kedudukan anak dalam aspek sosiologis menunjukkan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara. Kedudukan anak dalam pengertian ini memposisikan anak sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi. Status sosial yang dimaksud ditujukan kepada kemampuan untuk menerjemahkan dan teknologi sebagai ukuran interaksi yang dibentuk dari esensi-esensi kemampuan komunikasi sosial yang berada dalam skala rendah. Menurut Atika, bahwa anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh seorang anak. Faktor keterbatasan kemampuan karena anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan dan mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia orang dewasaHuraerah, 2004. Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No.11974 pasal 47 1 dikatakan bahwa anak adalah “seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, ada dibawah kekuasaan orangtuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya”. Dalam Undang- Universitas Sumatera Utara Undang No.4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak disebutkan anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Konvensi Hak Anak KHA, mendefenisikan “anak” secara umum sebagai yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalm Perundangan Nasional. Namun pasal tersebut juga mengakui kemungkinan adanya perbedaan atau variasi dalam penentuan batas usia kedewasaan di dalam Perundangan Nasional dari tiap-tiap Negara peserta UNICEF, 2003 : hal 321. Di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UUPA, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak juga yang masih dalam kandungan UNICEF, 2003 : 23. Di dalam Keputusan Presiden No.36 Tahun 1990 tentang hak-hak anaka dinyatakan, anak-anak seperti juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus. Adapun hak-hak pokok anak, antara lain sebagi berikut : 1. Hak untuk hidup layak Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang laak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal dan perawatan kesehatan. 2. Hak untuk berkembang Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan, bermain bebas, mengeluarkan pendapat, setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar tanpa halangan. Memilih agama, Universitas Sumatera Utara mempertahankan keyakinannya dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai dengan potensinya. 3. Hak untuk dilindungi Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan kekuatan, ketidakpedulian dan eksploitasi. 4. Hak untuk berperan serta Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berperan, berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota perkumpulan. 5. Hak untuk memperoleh kehidupan. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan tingkat dasar, pendidikan tingkat lanjut harus dianjurkan dan motivasi agar dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anak. Atika, 2004: 94

2.1.1. Anak Jalanan

Di tengah ketiadaan defenisi yang dapat dijadikan sebagai dasar pegangan oleh berbagai pihak, dijumpai adanya pengelompokkan anak jalanan berdasarkan hubungan mereka dengan keluarga. Pada awalnya ada dua kategori, yaitu : 1. Children on the street, dan 2. Children from families of the street. Anak jalanan merupakan kelompok anak yang marjinal perkotaan. Fenomena keberadaan mereka semakin dirasakan ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia tahun 1997. Berdasarkan penelitian diperoleh gambaran umum yang menunjukkan 60 anak jalanan putus sekolah dan 80 anak jalanan Universitas Sumatera Utara masih tinggal dengan orangtua mereka Departemen Sosial RI kerjasama YKAI, 1996 : 63. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam meningkatnya anak jalanan. Meningkatnya gejala masalah keluarga seperti kemiskinan, pengangguran, perceraian, kawin muda serta kekerasan dalam keluarga sebagai akibat dari memburuknya kondisi ekonomi dan kondisi politik di Indonesia membuat keluarga tidak memiliki lagi keberadaan dalam melindungi anggota keluarganya. Semakin menyudutnya ketidakberdayaan masyarakat, kasus-kasus pengangguran dan pengusiran keluarga miskin dari tanahrumah mereka dengan alasan “demi pembangunan” merupakan salah satu penyebab meningkatnya anak turun ke jalanan. Kesenjangan pembangunan desa dan kota mengakibatkan banyak penduduk desa yang berduyun-duyun pergi ke kota untuk mengadu nasib, namun karena tidak cukupnya bekal pengetahuan serta keahlian membuat sebagian dari mereka terlempar dari persaingan dan terpaksa hidup ditempat-tempat kumuh, bahkan dikolong jembatan untuk mempertahankan hidup. Buruknya lagi mereka datang dengan anak-anak mereka. Dengan kondisi mereka yang buruk, mengakibatkan anak dipaksa untuk ikut menanggung beban hidup keluarga. Pembangunan juga telah mengorbankan ruang bermain bagi anak lapangan, taman dan lahan-lahan kosong. Dampaknya sangat berpengaruh pada daerah-daerah kumuh perkotaan dimana anak-anak menjadikan jalanan sebagai ajang bermain dan bekerja. Selain hal tersebut, meningkatnya anak putus sekolah juga telah banyak menyebabkan sebagian anak mencari pekerjaan dan jalanan, mereka jadikan salah satu tempat untuk mendapatkan uang. Universitas Sumatera Utara Defenisi anak jalanan terus meluas. Dari anak-anak yang baik siang dan malamnya berada dijalanan, hingga anak-anak yang sebagian besar waktunya ada di jalan, tetapi malamnya beristirahat di rumah. Departemen Sosial Republik Indonesia mendefenisikan, anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan di tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Berusia antara 5-18 tahun. 2. Melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan. 3. Penampilannya kebanyakan kusam. 4. Pakaiannya tidak terurus. 5. Dan mobilitasnya tinggi high risk. Anak jalanan mempunyai ciri khas yang berbeda dari anak biasa. Untuk memahami anak jalanan ini, berikut yang dirumuskan dalam lokakarya Kemiskinan dan Anak Jalanan, yang diselenggarakan Departemen Sosial pada tanggal 25-26 Oktober 1995, akan membantu kita dalam memahami permasalahan anak jalanan. “Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya”. Defenisi tersebut, kemudian dikembangkan oleh Ferry Johannes pada seminar tentang Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung pada bulan oktober 1996, yang menyebutkan “anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya untuk bekerja ataupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan Universitas Sumatera Utara keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan keluargaorangtua” Huraerah, 2006 : 80. Saat ini ada dua macam kategori anak jalanan yang umum dibinakan oleh berbagai lembaga yang berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan anak jalanan. Pertama, anak yang bekerja atau mencari uang di jalanan tetapi masih pulang kerumah dan masih berhubungan dengan orangtuanya. Kedua, anak yang seluruh waktunya dihabiskan di jalanan untuk bertahan hidup, serta tidak pernah berhubungan dengan orangtuanya. Berdasarkan hasil survei dari Departemen Sosial dan lembaga-lembaga anak yang ada di Indonesia, anak jalanan dikelompokkan kedalam 3 kategori : 1. Anak jalanan yang hidup di jalanan dengan kriteria : 1 Putus hubungan atau tidak bertemu dengan orangtuanya. 2 8-10 jam berada di jalanan untuk “bekerja” mengamen, mengemis, memulung dan sisanya mengelandangtidur. 3 Tidak bersekolah lagi. 4 Rata-rata berusia di bawah 14 tahun. 2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan dengan kriteria : 1 Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya. 2 8-16 jam berada di jalanan. 3 Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orangtuasaudara, umumnya tinggal di daerah kumuh. 4 Tidak lagi bersekolah. 5 Pekerjaan : penjual koran, pedagang asongan, pencuci bus, pemulung, penyemir sepatu dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 6 Rata-rata berusia di bawah 16 tahun. 3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria : 1 Bertemu teratur setiap hari, tinggal dan tidur dengan keluarganya. 2 4-6 jam berada di jalanan. 3 Masih bersekolah. 4 Pekerjaan : penjual Koran, penyemir sepatu, pengamen dan lain-lain. Pada awalnya kajian tentang anak jalanan, persoalan kemiskinan ekonomi keluarga sering disebut sebagai penyebab utamanya muncul anak jalanan. Belakangan pernyataan ini mulai diperdebatkan, karena tidak semua keluarga miskin menghasilkan anak jalanan. Kemiskinan dipandang sebagai salah satu faktor resiko yang memunculkan anak jalanan tetapi bukan satu-satunya. Ada variabel lain yang saling merajut, seperti kekerasan dalam keluarga, perpecahan dalam keluarga atau pengaruh lingkungan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun dan menggunakan jalan sebagai tempat mencari nafkah dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari. Ada beberapa tipe anak jalanan, yaitu : 1. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua dan tinggal dengan orang tua. 2. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan orang tua. 3. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan keluarga. Universitas Sumatera Utara 4. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal dengan keluarga.

2.1.2. Ciri-Ciri Anak Jalanan

Adapun ciri-ciri dari anak jalanan tersebut dibagi menjadi dua sifat yaitu bersifat Abstrak dan bersifat Psikis. Adapun kedua sifat tersebut dapat dilihat penjelasannya dalam daftar tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Bersifat Abstrak Bersifat Psikis 1. Warna kulit kusam 2. Rambut kemerah-merahan pirang 3. Kebanyakan berbadan kurus 4. Pakaian tidak terurus 5. Dirinya tidak nyaman Bau 1. Mobilitas tinggi 2. Acuh tak acuh penuh curiga 3. Sangat sensitif 4. Berwatak keras 5. Kreatif 6. Semangat hidup tinggi 7. Berani menanggung resiko 8. Mandiri Sumber : KKSP, 2008.

2.1.3. Indikator Anak Jalanan

Berdasarkan data yang dihasilkan melalui survei oleh berbagai lembaga anak diperoleh bahwa indikator anak jalan adalah : 1. Usia berkisar antara 6-18 tahun. 2. Intensitas hubungan dengan keluarga. Universitas Sumatera Utara 1 Masih berhubungan maksimal sekali perminggu 2 Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga 3. Waktu yang dihabiskan dijalan lebih dari 4 jam sehari 4. Tempat tinggal : 1 Tinggal bersama orangtua 2 Tinggal berkelompok dengan teman-temannya 3 Tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap 5. Tempat anak jalanan sering dijumpai : 1 Pasar 2 Terminal busangkot 3 Stasiun kereta api 4 Taman-taman kota 5 Daerah lokalisasi WTS 6 Perempatan jalan atau di jalan raya 7 Pusat perbelanjaan atau mall 8 Kendaraan umum ngamen 9 Tempat pembuangan sampah 6. Aktifitas anak jalanan : 1 Penyemir sepatu 2 Mengasong 3 Menjadi calo secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari 4 Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat minimal, 5 Menjajakan majalahKoran 6 Mengelap mobil Universitas Sumatera Utara 7 Mencuci kendaraan 8 Menjadi pemulung 9 Menjadi kuli angkot 10 Menyewakan paying 11 Pengamen 12 Menjadi penghubung atau penjual jasa 7. Sumber dana dalam melakukan kegiatan : 1 Modal sendiri 2 Modal kelompok 3 Modal majikanpatron 4 Stimulasibantuan 8. Permasalahan : 1 Korban eksploitasi pekerjaan dan seks 2 Rawan kecelakaan lalu lintas 3 Ditangkap petugas 4 Konflik dengan anak lain 5 Terlibat tindakan criminal 6 Ditolak masyarakat lingkungannya 9. Kebutuhan anak jalanan : 1 Aman dalam keluarga 2 Bantuan usaha 3 Pendidikan bimbingan keluarga 4 Gizi dan kesehatan Universitas Sumatera Utara 5 Hubungan harmonis dengan orangtua, keluarga dan masyarakat Nurdin:1989.

2.1.4. Faktor-Faktor Keberadaan Anak Jalanan

Secara umum ada 3 tindakan sebab masalah anak jalanan yaitu : 1. Tingkat Mikro Immudiate Cause, yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya. Pada tingkat mikro ini yang biasa diidentifikasi dari anak dan keluarga yang berkaitan tetapi juga biasa berdiri sendiri, yakni : 1 Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus sekolah, berpetualangan, bermain-main atau diajak teman. 2 Sebab dari keluarga adalah terlantar. Ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orangtua, salah perawatan atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluargatetangga, terpisah dengan orangtua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan sosial. 2. Tingkat Messo Underlying Cause, yaitu faktor di masyarakat. Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi meliputi : 1 Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu peningkatan keluarga, anak-anak diajakan bekerja yang mengakibatkan drop out dari sekolah. Universitas Sumatera Utara 2 Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak mengikuti. 3 Penolakan mayarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon kriminal. 3. Tingkat Makro Basic Cause, yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur makro. Pada struktur makro, sebab yang dapat diidentifikasi adalah : 1 Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian, mereka harus lama di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi. 2 Pendidikan adalah biaya sekolah yang tinggi, prilaku guru yang deskriminatif. Dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokrasi yang mengalahkan kesempatan belajar. 4. Belum seragamnya unsur-unsur Pemerintah memandang anak jalanan antara sebagai kelompok yang memerlukan perawatan pendekatan kesejahteraan dan pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai Trouble Makerpembuat masalah Security Approachpendekatan keamanan Nurdin:1989. Universitas Sumatera Utara

2.2. Kesejahteraan Sosial

2.2.1. Definisi Kesejahteraan Sosial

Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat dalam UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut : “ Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya “. Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai upaya, program dan kegiatan yang disebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 dalam pasal 3 ayat 1, juga menjelaskan secara tegas tugas serta tanggung jawab pemerintah di bidang kesejahteraan sosial, yang meliputi : 1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; 2. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian; 3. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial; 4. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam rangka penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; 5. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; 6. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009. Untuk melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut maka pemerintah meyelenggarakan usaha-usaha di bidang kesejahteraan sosial sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Bantuan sosial kepada warga masyarakat yang kehilangan peranan sosial karena berbagai macam bencana sosial maupun alamiah atau akibat-akibat lain. 2. Meyelenggarakan sistem jaminan sosial. 3. Bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial. 4. Pengembangan dan penyuluhan sosial dan 5. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan khusus untuk membentuk tenaga-tenaga ahli dan keahlian di bidang kesejahteraan sosial Menurut UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 Pasal 8 menegaskan bahwa, masyarakat mempunyai peranan untuk membantu pemerintah. Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan sosial selaras dengan garis kebijaksanaan dan ketentuan pemerintah. Oleh Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang industrial. Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah sosial sehingga lembaga-lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan, gereja, dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai. Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial. W.A Fridlander mendefenisikan : “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha- usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standart hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial Universitas Sumatera Utara yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan- kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat”. Muhaidin, 1984: 1-2. Defenisi di atas menjelaskan : 1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial. 2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya. 3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula : “ Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadianya secara sempurna”Suparlan, 1989: 53 Sementara itu Skidmore, sebagaimana dikutip oleh Drs. Budie Wibawa, menuturkan : “Kesejahteraan Sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang baik untuk kepentingan orang banyak yang mencukupi kebutuhan fisik, mental, emosional, dan ekonominya”Wibawa, 1982: 13.

2.2.2. Konsep Residual dan Institusional

Harold L.Wilensky and Charles N. Lebeaux 1965 membagi dua konsep kesejahteraan sosial : 1. Konsep Residual dan 2. Konsep institusional. Universitas Sumatera Utara Dalam konsep residual, lembaga-lembaga kesejahteraan sosial lainnya anak memainkan perannya apabila struktur masyarakat yang normal yang biasanya memberikan layanan sosial seperti keluarga dan pasar mengalami disfungsi. Sedangkan menurut konsep institusional bahwa kesejahteraan sosial dan lembaga-lembaganya menurut fungsi dari masyarakat untuk memberikan pelayanan-pelayanan sosial Muhaidin, 1984 : 2 - 8. Konsep residual didasarkan pada anggapan bahwa di dalam masyarakat ini ada dua saluran “ilmiah” dan melalui kedua saluran itulah kebutuhan-kebutuhan individu dapat terpenuhi, yaitu keluarga dan ekonomi pasar. Kedua saluran tersebut merupakan structure of supply yang biasanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan manusia. Akan tetapi kedua saluran tersebut tidak selamanya dapat berfungsi secara mamadai. Hal itu disebabkan oleh gangguan dalam fungsi keluarga dan ekonomi pasar atau karena individu itu sendiri tidak dapat memanfaatkan saluran-saluran tersebut karena adanya hambatan-hambatan seperti sakit, usia tua dan hambatan- hambatan lainnya. Dalam keadaan yang demikian, maka suatu mekanisme ketiga struktur kesejahteraan sosial perlu memainkan peranan secara aktif untuk memenuhi kebutuhan manusia. Konsep institusional didasarkan pada pandangan bahwa kehidupan masyarakat modern sangat kompleks, sehingga tidak mungkin setiap individu dapat memenuhi semua kebutuhannya, baik melalui keluarga maupun lingkungan kerjanya dan hal itu dianggap sebagai suatu kondisi yang normal. Oleh karena itu kesejahteraan sosial dianggap sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat modern. Universitas Sumatera Utara Walaupun kedua konsep di atas kelihatannya bertentangan satu sama lain, dalam prakteknya dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Konsep manapun yang ditekankan dalam praktek, tidak ada satupun dari konsep tersebut yang terjadi dalam keadaan vacum, setiap konsep lahir sebagai referensi dari kondisi sosial dan kebudayaan masyarakat pada saat tertentu. Dengan kata lain kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat menentukan corak konsep yang paling sesuai untuk dilaksanakan.

2.2.3. Usaha Kesejahteraan Sosial

Dalam Undang-undang RI tentang Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebabkan bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program dan kegiatan yang diarahkan untuk mencegah, mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya sehingga mampu memenuhi kebutuhan kesejahteraan sosial. Dalam pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok maupun masyarakat. Dalam undang-undang RI tentang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 pasal 3 dinyatakan : “ Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari Universitas Sumatera Utara kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera “. Pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa anak berhak untuk mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial anak-anak yang berkonflik dengan hukum dapat dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat.

2.3. Sosial Ekonomi

Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah, manusia terus mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini dapat dipergunakan dan dibagikan dengan baik. Tambahan pula, masyarakat memerlukan suatu sistim pemerintahan yang dapat memenuhi semua kebutuhan anggotanya. Jawaban masyarakat atas keperluan itu menggambarkan nilai-nilai sosial ekonomi yang diikuti masyarakat ketika itu. Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini kawan adalah mereka orang-orang yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi satu sama lain Mahadi, 1993 : 5. Kata sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia sering disebut mahluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup Universitas Sumatera Utara dengan wajar tanpa orang lain disekitarnya. Hal ini dapat kita lihat dari pernyataan Soedjono Soekanto : “Dalam menghadapi sekelilingnya, manusia harus hidup berkawan dengan manusia-manusia lain dan pergaulannya tadi akan mendatangkan kepuasan baginya, bila manusia hidup sendiri misalnya dikurung dalam suatu ruangan tertutup sehingga tidak mendengar suara orang lain, maka jiwanya akan rusak” Soekanto, 1990 : 48. Istilah ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaiu “Oikos” yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi secara harafiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dangan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status Koentjaraningrat, 1990 : 35. Tingkat sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan, umur dan jenis kelamin, sedangkan tingkat ekonomi seperti pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan investasi. Menurut Melly G. Tan bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi tiga faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh Mahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi dititikberatkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan air yang Universitas Sumatera Utara sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak Melly dalam Susanto, 1984 : 120. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil mencukupi hidupnya.

2.5. Definisi Konsep

Defensi konsep adalah istilah dari defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstraksi kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian Singarimbun, 1989 ; 33. Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tecipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep- konsep yang digunakan sebagai berikut : 1. Anak Jalanan adalah anak yang menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk beraktivitas di jalanan, atau di tempat-tempat umum lainnya, seperti terminal bis, stasiun kereta api, pasar tempat hiburan, pusat perbelanjaan, atau taman kota.. Universitas Sumatera Utara

2.6. Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel Singarimbun, 1989 : 33. Dengan defenisi operasional dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang akan diukur dan dianalisa dalam variabel yang ada. Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel dalam penelitian ini, maka diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut : Anak jalanan yang indikatornya diukur melalui : 1. Aktifitas Pekerjaan. 2. Waktu dalam bekerja 3. Motivasi untuk berkerja 4. Modal yang digunakan 5. Penghasilan yang diperoleh. 6. Kondisi Kesehatan 7. Kondisi Perumahan 8. Pendidikan

2.7. Kerangka Pemikiran

Keluarga merupakan organisasi terkecil yang ada didalam masyarakat, keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, ayah adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam pemenuhan ekonomi keluarga. Bila dilihat pada zaman sekarang ini, banyak anak yang bekerja dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Hal seperti ini pada umumnya dikarenakan faktor kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya Universitas Sumatera Utara pendapatan yang diperoleh oleh kepala keluarga. Rendahnya pendapatan tersebut dapat disebabkan oleh pendidikan yang rendah, produktifitas rendah, keadaan alam yang tidak menguntungkan. Selain kemiskinan, tradisi suatu suku, modernisasi, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, masalah disorganisasi keluarga dan lingkungan dari tempat tinggal juga merupakan faktor yang menyebabkan anak-anak terpaksa untuk bekerja dan memberikan kontribusi dalam pemenuhan ekonomi keluarga dengan cara yang mudah yaitu, menjadi anak jalanan atau bekerja dijalanan sebagai pengamen, penjual rokok koran, penyemir sepatu, pengasong dan sebagainya. Anak-anak yang bekerja dijalanan dapat membantu keluarga dalam perekonomiannya dan kematangan pribadi. Tetapi, anak yang bekerja dijalanan juga mempunyai efek samping, yaitu terjadinya kemunduran fisik, anak putus sekolah dan juga kemerosotan moral. Untuk lebih jelasnya, uraian tentang kontribusi anak jalanan terhadap sosial ekonomi keluarganya, maka peneliti menggambarkan bagan kerangka pemikiran sebagai berikut : BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN ANAK JALANAN Kontribusi Anak Jalanan : 1. Aktivitas Pekerjaan. 2. Waktu dalam bekerja 3. Motivasi untuk bekerja 4. Modal yang digunakan 5. Penghasilan yang diperoleh. 6. Kondisi Kesehatan 7. Kondisi Perumahan 8. Pendidikan Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN