Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

“Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui”. 10 . Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain tergantung pada metodelogi aktivitas penelitian dan imajinitas sosial sangat ditentukan oleh teori”. 11 . “Teori sebagai perangkat proposisi yang terintekrasi secara sintaktis yaitu mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati”. 12 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. 10 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80. 11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 6. 12 Snelbecker, dalam Lexy J. Moleony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 34-35. Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 Salah satu cara penanggulangan risiko melalui pembiayaan adalah dengan mengasuransikan suatu risiko kepada perusahaan asuransi. Cara ini dianggap sebagai metode yang paling penting dalam upaya menanggulangi risiko. Asuransi artinya transaksi pertanggungan yang melibatkan dua pihak, tertanggung dan penanggung. Penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa ia akan mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saatkapan terjadinya. Sebagai kontra prestasinya si tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung, yang besarnya sekian persen dari nilai pertanggungan , yang biasa disebut premi. Menurut teori pengalihan risiko Risk Transfer Theory, tujuan diadakannya perjanjian asuransi adalah karena tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan yang miliknya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan dia akan menderita kerugian, secara ekonomis, kerugian material akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang dan juga ahli warisnya. Sumber hukum asuransi adalah : 1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUH Perdata; 2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUH Dagang; 3. Yurisprudensi; 4. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan asuransi. Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 Aspek hukum dalam perjanjian asuransi adalah : 1. Hukum perjanjian; 2. Perjanjian atau persetujuan; 3. Perikatan; 4. Hakekatnya Suatu perjanjian; 5. Syarat sahnya suatu perjanjian; 6. Perjanjian asuransi; 7. Sifat perjanjian asuransi; 8. Terjadinya dan pembuktian adanya perjanjian asuransi; 9. Polis; 10. Pengertian sepakat dalam perjanjian asuransi; 11. Arbitrase Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUH Dagang. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. Karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka disamping ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam kitab Undang-undang hukum Dagang. Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan isi Pasal tersebut, ada 4 empat syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu dan kausa yang halal. Syarat yang diatur dalam KUH Dagang adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam Pasal 251 KUH Dagang, yakni ; Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 1. Kesepakatan consensus Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi : a. Benda yang menjadi objek asuransi; b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi; c. Evenemen adalah peristiwa terhadap mana benda itu dipertanggungkan dan anti kerugian; d. Syarat-syarat khusus asuransi; e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis. 2. Kewenangan authority Kedua pihak tertanggung dan penanggung berwenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh Undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada dibawah perwalian Trusteeship, atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah mewakili Perusahaan Asuransi berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan. Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 3. Objek tertentu fixed object Objek tertentu dalam Perjanjian Asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan. Dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada Perjanjian Asuransi Kerugian. 4. Kausa yang halal legal cause Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang Undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Contoh asuransi yang berkausa tidak halal adalah mengasuransikan benda yang dilarang Undang-undang untuk diperdagangkan, mengasuransikan benda, tetapi tertanggung tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya spekulasi yang sama dengan perjudian. Asuransi bukan perjudian. Dalam perasuransian ada beberapa prinsip utama yang penting untuk diketahui, karena prinsip–prinsip ini yang menjadi dasar menjalankan usaha perasuransian yaitu : I. Itikad terbaik Utmost Good Faith Penanggung mempunyai keterbatasan untuk dapat memeriksa barang pertanggungan. Hal yang ingin diketahui oleh penanggung hanya diketahui oleh tertanggung. Jika tertanggung tidak memberikan keterangan secara lengkap, maka penanggung akan memikul risiko yang salah atau keliru, sehingga menimbulkan suatu risiko yang sangat besar bagi penanggung bilamana suatu risiko yang tak tentu itu benar-benar terjadi. 13 13 Radiks Purba, Memahami Asuransi Indonesia, Jakarta Rineka Cipta 1998, hlm.44 Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 “Sudah seharusnya kepercayaan dari pihak penanggung diimbangi oleh tertanggung dengan itikad baik, yaitu dengan memberitahukan semua data dan keterangan yang diketahuinya mengenai barang yang akan ditutup asuransinya”. 14 Oleh karena itu perjanjian pertanggungan, sepanjang menyangkut semua pihak yang berkepentingan secara hukum dianggap sebagai sebuah perjanjian atas dasar itikad baik. Tertanggung harus memberikan semua keterangan yang seyogianya diketahuinya akan mempengaruhi risiko, meskipun ia tidak diminta secara khusus untuk memberikan keterangan yang dimaksud. “Penanggung pertama maupun penanggung kedua penanggung ulang Reasuransi harus beritikad baik, jika tidak, maka perjanjian dapat dibatalkan”. 15 . II. Kepentingan yang dapat diasuransikan Insurable Interest “Perlu diperhatikan ketentuan yang mengatakan bahwa tiap-tiap pertanggungan supaya berlaku sah haruslah mempunyai kepentingan sebagai dasarnya, dengan sanksi bahwa pertanggungan itu batal jika kepentingan tidak ada”. 16 . Berdasarkan isi Pasal 250 KUH Dagang kepentingan harus sudah ada pada saat diadakannya pertanggungan. Ini berarti bahwa apabila saat membuat perjanjian pertanggungan, tertanggung tidak mempunyai kepentingan jika dikemudian hari terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka penanggung tidak berkewajiban membayar ganti kerugian. Apabila lenyapnya benda yang 14 Radiks Purba, Mengenal Asuransi Angkatan Darat dan Udara, Djembatan, Jakarta 1997, hlm.23 15 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Hukum Pertanggungan Jilid 6, Penerbit Djembatan, Jakarta, 1990, hlm. 92 16 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.cit, hlm. 35 Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 dipertanggungkan seperti diuraikan diatas, pihak tertanggung yang berkepentingan akan mendapatkan ganti kerugian dari penanggung. Tetapi hak itu hanya sampai jumlah nilai kepentingannya. III. Jaminan atas Ganti Rugi Indemnity Prinsip keseimbangan atau prinsip indemnitas adalah prinsip ganti rugi. Isi daripada prinsip indemnitas adalah keseimbangan, seimbang antara jumlah ganti kerugian dengan kerugian yang benar–benar diderita oeh tertanggung, keseimbangan antara jumlah pertanggungan dengan nilai sebenarnya dari benda pertanggungan. “Prinsip ini berlaku bagi asuransi kerugian tetapi tidak berlaku bagi asuransi jiwa, sebab pada asuransi jiwa prestasi penanggung adalah membayar sejumlah uang seperti yang ditetapkan pada saat perjanjian ditutup”. 17 . Tujuan prinsip keseimbangan ini adalah memulihkan kembali tertanggung dalam keadaan seperti sediakala setelah terjadinya peristiwa yang dipertanggungkan itu. Jadi perjanjian itu adalah perjanjian penggantian kerugian. IV. Kepercayaan Trustful Dalam asuransi diperlukan kepercayaan dari penanggung, karena apabila tidak ada kepercayaan terhadap penanggung maka bisnis asuransi akan gagal, dilain pihak penanggung dituntut percaya atas objek pertanggungan, karena tidak mungkin penanggung akan memeriksa begitu banyak jenis objek tanggungan. 17 H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit, hlm. 93 Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 Pada umumnya penanggung mempersilahkan tertanggung menghitung segala objek pertanggungan. Jenis-jenis asuransi didalam praktek yang diatur didalam KUH Dagang, adalah : a. Asuransi terhadap pencurian dan pembongkaran; b. Asuransi kecelakaan; c. Asuransi terhadap kerugian perusahaan; d. Asuransi atas pertanggung jawaban seorang pada kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atas bawahannya; e. Asuransi kredit, asuransi ini sekarang banyak dikenal didalam praktek yang maksudnya menanggung kerugian yang timbul atau diderita berhubung debitur tidak dapat mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank; f. Asuransi atas kerugian yang diderita suatu perusahaan Bedrijfsvezekering; g. Asuransi wajib kecelakaan penumpang yang diatur di dalam UU No. 33 Tahun 1964; h. Asuransi atas kecelakaan lalu lintas jalan, yang diatur didalam UU No. 34 Tahun 1964; i. Dan lain – lain. 18 “Yang termasuk asuransi kerugian diantaranya adalah asuransi muatan kapal, rangka kapal, penerbangan, kebakaran, kontraktor, pemasangan mesin, mesin, uang dalam khazanah dan uang dalam perjalanan, kendaraan bermotor, kecelakaan diri, tanggung gugat, biaya masuk rumah sakit, satelit”. 19 Produk asuransi kerugian, dapat digolongkan sebagai berikut : a. Asuransi kebakaran b. Asuransi pengangkutan barang : 1 Pengangkutan Darat; 2 Pengangkutan Laut; 3 Pengangkutan Udara; 4 Pengangkutan Terpadu. 18 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 6 19 H. Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk – bentuk Perasuransian, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2005, hlm. 14 - 15 Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 c. Asuransi Kapal 1 Kapal Laut Hull ; 2 Kapal Udara Aviation; d. Asuransi Engineering 1 Contractor’s All Risk Insurance; 2 Erection’s All Risk Insurance; 3 Machinery Breakdown all Risk Insurance; 4 Electronic Equipment All Risk Insurance; 5 Deteroration As Stock All Risk Insurance. e. Asuransi Varia aneka : 1 Asuransi Kendaraan Bermotor; 2 Asuransi Kebongkaran; 3 Asuransi Pesawat Televisi. Perjanjian asuransi merupakan dasar hubungan hukum yng mengikat antara pihak tertanggung dan penanggung. Hubungan hukum yang mengikat tersebut akan menimbulkan suatu perikatan. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutannya itu. 20 “Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang sisinya di satu pihak hak, sedangkan dipihak lain adalah kewajiban, tidak dapat dipisahkan karena tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. 21 20 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta. 1987, hlm. 1. 21 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm. 41 Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 “Perjanjian asuransi Contract Of Indemnity berlangsung antara dua pihak yang berkepentingan, yaitu antara Penanggung Insurer, Underwriter dengan yang tertanggung Assured”. 22 Isi Pasal 225 ayat 1 KUH Dagang bahwa perjanjian pertanggungan harus dibuat dengan sebuah akte yang disebut dengan “polis”. 23 . Namun tidak diartikan bahwa polis didalam perjanjian pertanggungan itu merupakan suatu syarat untuk adanya perjanjian pertanggungan yang dimaksud. Pasal 255 KUH Dagang menerangkan bahwa fungsi polis sebagai alat bukti yang kuat dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. Sehingga dari ketentuan Pasal ini, seakan-akan polislah sebagai satu-satunya alat bukti untuk membuktikan adanya perjanjian asuransi. Pasal ini harus dihubungkan dengan Pasal 257 KUH Dagang jo. Pasal 258 KUH Dagang. Pasal 257 KUH Dagang menerangkan lebih lanjut, yaitu : 1. Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup, hak-hak dan kewajiban-kewajiban bertimpal balik dari sipenanggungdan si tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani; 2. Ditutupnya perjanjian menerbitkan kewajiban bagi si penanggung untuk menandatangani polis tersebut, dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkan pada si tertanggung. 24 22 Radiks Purba, Asuransi Angkatan Laut, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 1 23 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.cit, hlm. 693; Polis adalah surat perjanjian antara orang yang masuk asuransi dan perseroan asuransi. Sedangkan Polis Asuransi adalah kontrak tyertulis antara maskapai asuransi dengan pihak yang dijamin yang menurut persyaratan dan ketentuan perjanjian. 24 R. Subekti , dkk, Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Kepailitan, Op.cit, hlm. 76. Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 Polis mempunyai kedudukan yang penting dalam perjanjian asuransi, karena memiliki beberapa fungsi penting sebagai berikut : a. Sebagai bukti, berlaku bagi penanggung dan tertanggung tentang hak dan kewajiban dalam perjanjian pertanggungan; b. Sebagai surat yang berharga untuk pihak ketiga; c. Sebagai alat bukti tentang besarnya ganti rugi saat terjadinya klaim; d. Sebagai alat bukti tentang lokasi atau tempat objek yang dipertanggungkan; e. Sebagai jaminan bagi penanggung dalam memberikan pinjaman kepada tertanggung. Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko. Tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya. “Asuransi atau pertanggungan, selalu mengandung pengertian adanya suatu risikorisk”. Risiko terjadi belum pasti karena masih tergantung pada suatu peristiwa yang belum pasti. Pengertian asuransi selalu didukung dengan pengertian risiko, seperti pendapat para sarjana dibawah ini : a. James L. Athearn mengatakan bahwa “When a family risk manager evaluates the risks associated with family exposures to lose, ... “yang intinya kurang lebih : asuransi itu adalah satu institut yang direncanakan guna menangani risiko .... 25 b. Robert I. Mehr Emerson Cammack mengatakan bahwa “Insurance is purchased to offset the risk resulting from perils which expose a person to loss. ... 25 James L. Athearm, Risk and Insurance, West Publishing, Co, 1977, p. 23 Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 “yang intinya kurang lebih : suatu pemindahan risiko iru lazim disebut sebagai asuransi. 26 c. David L. Bickelhaupt mengatakan bahwa “A logical basis for such understanding is the concept of risk, ... yang intinya kurang lebih : fondasi dari suatu asuransi itu tidak lainadalah masalah risiko.... 27 d. Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa “pertanggungan mempunyai tujuan pertama-tama ialah mengalihkan segala risiko yang ditimbulkan peristiwa....”. 28 Dari pendapat para sarjana tersebut tergambar dengan jelas sesungguhnya asuransi itu adalah suatu usaha guna menanggulangi adanya risiko. Dari pengertian tersebut dapat pula diketahui bahwa secara luas siapapun pasti mempunyai risiko. Prinsip hukum dalam kontrak asuransi membantu menjelaskan pemikiran tentang dasar-dasar kontrak asuransi. Pemahaman karakteristik prinsip-prinsip itu akan membantu konsumen asuransi dalam membaca kontrak asuransi serta mendalami konsepsi hukum yang melatarbelakangi kontrak asuransi pada umumnya. Prinsip-prinsip hukum dalam kontrak asuransi adalah sebagai berikut : 1. Personal Nature Kontrak asuransi bersifat pribadi Personal dan mengikuti pribadi itu, bukan mengikuti harta yang diasuransikan. Itu berarti bahwa yang diasuransikan itu adalah kerugian yang diderita oleh orang, bukan kerugian harta itu sendiri. 26 Robert I. Mehr and Emerson Cammack, Principles of Insurance, Home Wood Illinois Richard D Irwin lnc, 1980, p.16 27 David L. Bickelhaupt, General Insurance, Home Wood Illinois Richard D Irwin lnc, 1979, p. 5. 28 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.cit, hlm. 14. Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 2. Conditional Nature Kewajiban untuk melaksanakan isi kontrak baru timbul apabila pihak kedua memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam kontrak. Jadi, kontrak asuransi bersyarat, berarti penanggung hanya berkewajiban membayar santunan bila syarat-syarat yang tercantum dalam kontrak terpenuhi. 3. Strict Compliance Nature Kontrak asuransi bersifat adhesi, artinya kontrak dirumuskan oleh penanggung. Sedangkan pihak tertanggung tidak mempunyai kesempatan untuk merumuskan isinya dan menentukan kalimat atau kata-katanya. Tidak ada tawar-menawar, pihak tertanggung tinggal menerima atau menolaknya. 4. Indemnity Nature Kebanyakan kontrak asuransi kerugian dan kontrak asuransi kesehatan merupakan kontrak indemnity atau “kontrak penggantian kerugian”. Penanggung menyediakan penggantian kerugian untuk kerugian yang nyata diderita tertanggung, dan tidak lebih besar daripada kerugian itu. 5. Insurable Interest Sangat erat hubungannya dengan konsep indemnity adalah perlunya unsur insurable interest dalam setiap kontrak asuransi. Insurable interest adalah hak atau adanya hubungan dengan persoalan pokok dalam kontrak, seperti menderita kerugian finansial sebagai akibat terjadinya kerusakan, kerugian, atau kehancuran suatu harta. Tanpa insurable interest, suatu kontrak akan merupakan kontrak taruhan atau kontrak perjudian. Pada asuransi kerugian, syarat insurable interest harus dapat dipenuhi pada waktu terjadi kerugian. Sedangkan pada asuransi jiwa, persyaratan itu hanya diperlukan pada saat pembuatan kontrak. Liability tanggungjawab menciptakan banyak insurable interest. 6. Hak Subrogasi Subrigation Rights Pada umumnya, seseorang yang menyebabkan suatu kerugian bertanggungjawab atas kerusakankerugian itu. Dalam hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih ganti kerugian pada pihak yang menyebabkan kerugian setelah penanggung melunasi kewajibannya pada tertanggung 7. Konsep Penyembunyian Concealment Concept Kontrak asuransi seharusnya dibuat berdasarkan ihtikat baik utmost good faith. Karena itu kedua belah pihak tidak akan mempraktekkan penyembunyaian concealment fakta pokok resiko yang diketahuinya. 8. Konsep Representasi Representations Concept Representation adalah suatu pernyataan yang dibuat tertanggung kepada penanggung pada waktu atau sebelum pembuatan kontrak. 9. Konsep Jaminan Warranties Concept Dalam banyak hal, tertanggung itulah satu-satunya orang yang mengetahui fakta- fakta resiko. Perusahaan asuransi memasukkan informasi yang diberikan tertanggung kedalam perjanjian asuransi, maka informasi itu dinamakan warranties. 29 29 Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, Pustaka Nasional, Sinar Grafika, 2000, hlm. 66-71 Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 Produk asuransi merupakan produk yang tak berwujud yaitu berupa janji yang dituangkan dalam sebuah surat perjanjian kontrak asuransi yang biasa disebut polis. Jadi, asuransi pada dasarnya tergantung atas prinsip hukum dari kontrak. 2. Konsepsi ”Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud”. 30 Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika masalah dan kerangka konsep teoretisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian. ”Konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, menentukan antara variable-variable yang lain, menentukan adanya hubungan empiris”. 31 Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut : a. Pertanggungjawaban “Pertanggungjawaban merupakan suatu kewajiban untuk menebus pembalasan dendam dari seseorang yang terhadapnya telah dilakukan suatu tindakan kerugian 30 Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 107-108. 31 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utara, Jakarta, 1997, hlm. 21. Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 injury baik oleh orang yang disebut pertama itu sendiri maupun oleh suatu yang ada dibawah kekuasaannya”. 32 “Tanggungjawab ialah kewajiban, wewenang, dan hal yang melekat pada suatu kedudukan”. 33 Tanggungjawab adalah kewajiban yang dibebankan oleh hukum Undang- undang kepada subjek hukum untuk melakukan sesuatu. b. Tanggungjawab Renteng Tanggungjawab renteng adalah suatu perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antar beberapa orang berpiutang, jika didalam persetujuan secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berhutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi diantara beberapa orang berpiutang tadi. 34 “Istilah tanggung-menanggung atau tanggung renteng dalam bahasa Indonesia sebetulnya hanya “hoofdelijkheld” mengenai pihak berwajib, akan tetapi penulis akan memakai istilah itu juga bagi “hoofdelijkheld” mengenai pihak berhak”. 35 “Hoofdelijke Verbintenis” adalah perikatan tanggung-menanggung, perikatan tanggung renteng, suatu perikatan dimana beberapa orang bertanggungjawab secara tanggung-menanggung kepada kreditur atau sebaliknya”. 36 “Asuransi tanggung gugat adalah jenis asuransi yang mempertanggungkan kerugian materil akibat tanggungjawab hukum kepada pihak lain”. 37 32 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Bharata Karya Aksara, Jakarta, 1982, hlm. 80. 33 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hlm. 619. 34 Pasal 1278 KUH Perdata 35 R Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Jakarta, 2000, hlm. 70. 36 J. C. T. Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm.65. 37 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Panduan Agen Asuransi Umum, AAUI, Jakarta, 2004, hlm. 169. Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 c. Asuransi Tanggung Gugat “Adalah menjamin atau melindungi tertanggung dari beban yang disebabkan adanya tanggungjawab hukum atau tanggung gugat dari pihak ketiga baik yang bersifat badaniah bodily injury, maupun yang bersifat kebendaan property damage yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati”. 38 d. Perjanjian “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengakibatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. 39 e. Perjanjian Asuransi “Perjanjian asuransi adalah suatu perjanjian konsensial artinya dapat diadakan sah hanya berdasarkan persesuaian kehendak kata sepakat antara pihak-pihak tanpa perlu terikat pada suatu bentuk”. 40 f. Perseroan Terbatas PT Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. 41 g. Badan Usaha Milik Negara BUMN “BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan”. 42 38 Wibowo Wirosudiro, Pengetahuan Asuransi Kerugian, Lembaga Pendidikan Asuransi Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 108. 39 Pasal 1313 KUH Perdata. 40 Djoko Prakoso, Iketut Murtika, Hukum Asuransi Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta 2004, hlm. 28. 41 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 42 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN. Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 h. PT Persero Asuransi Ekspor Indonesia ASEI “PT. ASEI adalah salah satu badan usaha milik Negara BUMN yang menunjang ekspor non-migas dan asuransi kerugian”. 43 i. Asuransi Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembeyaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. 44 j. Premi “Premi adalah pembayaran dari tertanggung kepada penanggung, sebagai imbalan jasa atas pengalihan risiko kepada penanggung”. 45 k. Risiko “Risiko adalah ketidaktentuan atau uncertainty yang mungkin melahirkan kerugian loss”. 46 l. Objek Asuransi “Objek Asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggungjawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi atau berkurang nilainya”. 47 43 Supardjono, Perasuransian di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hlm. 250. 44 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 45 Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko, Op.cit, hlm. 127. 46 Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 4. 47 Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 m. Tertanggung “Tertanggung adalah orang atau badan usaha yang mempertanggungjawabkan harta bendanya atau asuransi jieanya kepada penanggung”. 48 n. Penanggung “Penanggung adalah perusahaan asuransi yang menerima pertanggungan harta benda atau pertanggungan jiwa dari tertanggung”. 49 o. Perusahaan Asuransi ”Perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi dan perusahaan konsultan aktuaris”. 50 p. Polis “Suatu tanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akte yang dinamakan polis”. 51 ”Polis adalah akte mengenai perjanjian asuransi”. 52 ”Polis asuransi adalah dokumen yang memuat kontrak antara pihak yang ditanggung dengan perusahaan asuransinya”. 53 48 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Op.cit, hlm. 83. 49 Ibid, hlm. 83 50 Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 51 Pasal 255 KUH Dagang. 52 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Op.cit, hlm. 85. 53 Ibid, hlm. 85 Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 q. Klausul “Klausul adalah butir-butir perjanjian yang ditetapkan pada polis ada yang dicetak langsung dalam polis dan ada juga yang dicetak tersendiri dan dilampirkan pada polis”. 54 r. Endorsemen “Endorsemen adalah surat tambahan yang merupakan bagian dariu polis yang dibuat tersendiri dengan menyatakan perubahan isi perjanjian yang tercantum pada polis”. 55 s. Perusahaan Reasuransi “Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa”. .56 t. Coinsurance ko-asuransi “Ko-asuransi adalah suatu bentuk penutupan asuransi dimana penanggungnya lebih dari satu perusahaan”. 57 u. Klaim Claim “Claim merupakan tuntutan yang diajukan tertanggung kepada perusahaan asuransi atas kerugian yang dideritanya sebagai akibat hilang atau rusaknya suatu benda yang dipertanggungkan”. 58 54 Ibid, hlm. 85 55 Ibid, hlm. 85 56 Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 57 Safri, Ayat, Kamus Praktis Asuransi, Erlangga, Jakarta, 1996, hlm. 76. 58 Safri, Ayat, Kamus Praktis Asuransi, Op.cit, hlm. 72 Tresna Yunarsih : Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia, 2009 v. Pihak Ketiga Third Party Liability “Pihak Ketiga adalah 1 satu orang lain yang tidak ikut serta”. 59 G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian