Perbaikan Sifat Mekanis Tembaga (Cu) Dengan Perlakuan Thermomekanikal Pada Bantalan Lori Pengangkut Kelapa Sawit

(1)

PERBAIKAN SIFAT MEKANIS TEMBAGA (Cu)

DENGAN PERLAKUAN THERMOMEKANIKAL

PADA BANTALAN LORI PENGANGKUT

KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

]

MISSWAR ABD NIM. 060401045

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Serjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Unuversitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Ilmu Logam Fisik, yaitu “PERBAIKAN SIFAT MEKANIS TEMBAGA (Cu) DENGAN PERLAKUAN THERMOMEKANIKAL PADA BANTALAN LORI PENGANGKUT KELAPA SAWIT”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur, serta bimbingan dan arahan dari Bapak Dr.Eng.,Ir. Indra,MT sebagai dosen pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta , Ayahanda Abdullah dan Ibunda Sitihajar, Adik-adik tersayang ( Anwar, Asmaulhusna, Muzammil dan Auziatuljannah) atas Do’a dan kasih sayang, pengorbanan, tanggung jawab yang selalu menyertai penulis, dan mebirikan penulis semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(7)

2. Bapak Dr.Eng.,Ir. Indra,MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri Dan Ir.syahril Gultom,MT selaku Ketua dan Sekretaris Depertemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU. 4. Bapak Ir.Syahrul Abda, M.Sc dan Bapak Ir.Alfian Hamsi, M.Sc, selaku

dosen pembanding I dan II.

5. Bapak/Ibuk staff pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.

6. Teman-teman Teknik Mesin USU stambuk 2006 khususnya Marzuki R, M Rifai, Julius P. Brata, T.Fahri, Boy harpit akroma, yang menjadi teman diskusi dan menemani penulis selama mengikuti studi dan menyusun skripsi ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan skripsi ini dimasa mendatang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga skripsi ini berguna bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan , Juli,2012 Penulis

Nim: 060401045 Misswar ABD


(8)

ABSTRAK

Perbaikan sifat mekanis tembaga dengan pelakuan thermomekanikal pada bantalan lori pengangkut kelapa sawit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki sifat tembaga dengan metode Thermomechanical. Thermomechanical adalah salah satu proses yang dimana terdapat dua perlakuan pada suatu material. Perlakuan pertama adalah proses thermal, dimana perlakuan tersebut merupakan perlakuan dengan memanaskan dan/atau mendinginkan suatu material yang dapat membuat material tersebut menjadi lebih keras ataupun lunak. Waktu penahanan pada temperatur tertentu untuk perlakuan panas juga akan menentukan pengerasan presipitasinya dan sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis paduan Tembaga, dengn lama waktu penahanan dalam furnace selama 1 jam. Perlakuan yang kedua adalah proses mekanik, dimana proses ini merupakan proses deformasi menyeluruh,salah satunya dengen pengerolan, kemudian dilakukan proses pengerolan dimana tingkat deformasi 20%,30%, 40%,50% dan 60%. Hasil pengujian tarik memperlihatkan hasil rata-rata tegangan maksimum pada tingkat deformasi 20% 308.1 MPa, pada tingkat deformasi 30% 373.5 MPa, pada tingkat deformasi 40% 355.2 MPa, pada tingkat deformasi 50% 408.5 MPa, dan pada tingkat deformasi 60% 454.3 MPa. Sedangkan pengujian kekerasan memperlihatkan hasil BHN pada tingkat deformasi 20% 70.1 BHN, pada tingkat deformasi 30% 74,2 BHN, pada tingkat deformasi 40% 74.3 BHN, pada tingkat deformasi 50% 73.2 BHN dan pada tingkat deformasi 60% 69.2 BHN. Selanjutnya analisa mikrostruktur pada tingkat deformasi 20% 77.16µ m pada pembesar 200X, pada tingkat deformasi 30% 74.9 µ m pada pembesar 200X, pada tingkat deformasi 40% 69 µ m pada pembesar 200X, pada tingkat deformasi 50% 69.8 µ m pada pembesar 200X, dan pada tingkat deformasi 60% 79.8 µ m pada pembesar 200X. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa kekerasan meningkat pada deformasi 40%, diameter butir meningkat pada deformasi 60%, dan untuk kekuatan tari meningkat pada deformasi 60%. Dimana semakin kecil diameter butir maka semakin meningkat sifat mekanisnya.

Kata kunci : Thermomechanical, Deformasi plastis menyeluruh, kekerasan, Struktur Mikro, Perlakuan Panas.


(9)

ABSTACT

The improvement of mechanical characteristic of copper with thermomechanical handling in carriages bearing of crude palm oil. The porposis of this study is to improve the mechanical characteristic of copper with thermomechanical handling. Thermomechanical is a process, contain two handling of a material. The first handling is colled thermal process, with heat up and or freeze a material which can lead this material become harden on softer. The time of temperatu restriction for heat up handling will affect the precipitate stiffeningand offect the mechanical characteristic of copper composit, with an hoor of time restriction in furnance. The second handling is mechanical process this process is a general deformation process including rolling, with deformation state 20%, 30%, 40%, 50% and 60%. The result of tensile test show that the average result of maximum tension on deformation state 20% is 308,1 MPa, on deformation state 30% is 373,5 MPa, on deformation state 40% is 355,2 MPa, on deformation state 50% is 408,5 MPa, on deformation state 60% is 454,3 MPa. In hardness test results show that BHN result on deformation state 20% is 70,1 BHN, on deformation state 30% is 74,2 BHN, on deformation state 40% is 74,3 BHN, on deformation state 50% is 73,2 BHN, on deformation state 60% is 69,2 BHN. The microstructure analysis on deformation state 20% 77,16 µ m in 200X magnifition, on deformation state 30% 74,9 µm in 200X magnifition, on deformation state 40% 69 µm in 200X magnifition, on deformation state 50% 69,8 µm in 200X magnifition, and on deformation state 60% 79,8 µm in 200X magnifition. From this study, we can conclude that the hardness is improve on deformation state 40%, the particle diameter inprod on deformation state 60%, and the tensile strength improve on deformation state 60%. Smallerparticle diameter will improv the mechanical characteristic.

Key words: Thermomechanical, general plasticity deformation, hardness, microstructur, heat up handling.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SPESIFIKASI TUGAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI………...viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL………..xiii

DAFTAR NOTASI……….xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 2

1.3 Batasan Masalah. ... 3

1.4 Tujuan penelitian ... 3

1.4.1 Tujuan umum ... 3

1.4.2 Tujuan khusus... 4


(11)

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan ... 7

2.2 Tembaga ... 7

2.2.1 Pemrosesan Tembaga ... 7

2.2.2 Mekanisme Penguatan Pada Logam ... 9

2.2.3.1 Pengerasan Regangan ... 9

2.2.3 Sifat-Sifat Tembaga ... 9

2.1.4.1 Sifat Fisik Tembaga………..10

2.1.4.2 Sifat Mekanik Tembaga………10

2.2.5 Diagram Fasa Tembaga………10

2.3 Aplikasi Tembaga Untuk Bantalan Gelinding………...11

2.3.1 Gaya-Gaya Yang Terjadi Pada Bantalan………...13

2.4 Deformasi plastis menyeluruh (Severe Plastic Deformation)……...13

2.4.1 Proses Termomechanical Treatmetn………..13

2.5 Pengujian Mekanik………17

2.5.2 Pengujian Kekerasan……….17

2.5.2.1 Metode Brinell ... 19

2.5.2.2 Metode Vickers ... 20

2.5.2.3 Metode Rockwell ... 21

2.5.2.4 Metode Micro Hardness ... 21

2.5.1 Pengujian Tensile Test... 21

2.6 Microstruktur (Metallography Test) ... 26

2.6.1 Mounting Spesimen ... 28

2.6.2 Grinding (Pengamplasan) Spesimen ... 30

2.6.3 Polishing (Pemolesan) Spesimen ... 30

2.6.4 Etching (Etsa) Spesimen ... 31

2.7 Perhitungan Diameter Butir ... 31

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 34

3.2 Prosedur Penelitian..………...34

3.3 Pembuatan Spesimen ... ..35

3.3.1 Alat Penelitian ... 36

3.3.1.1 Alat Pengujian ... 36


(12)

3.3.1.3 Alat Pengujian Tarik…… ... 38

3.3.1.4 Alat Pengujian Metalografi ... 40

3.4 Proses Pembuatan Spesimen ... 40

3.4.1 Spesimen Uji Tarik ... 41

3.4.2 Spesimen Uji Metalografi... 42

3.5 Pengujian………...43

3.5.1 Uji Tarik… ... 43

3.5.1.1 Persiapan Pengujian ... 44

3.5.1.2 Pengujian tarik ... 44

3.5.2 Uji hardness ... 45

3.5.2.1 Alat Uji hardness ... 45

3.5.2.2 Persiapan Pengujian ... 45

3.5.2.3 Pengujian Hardness ... 45

3.5.3 Uji Metalografi ... 46

3.5.3.1 Etching Spesimen Observasi Metalografi……….46

3.5.3.2 Persiapan Pengujian………...47

3.5.3.3 Pengujian Metalografi………47

3.6 Diagram Alir Penelitian ... 48

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian ... 49

4.1.1 Hasil Pengujian Kekerasan ... 49

4.1.2 Hasil Pengujian Metalografi... 58

4.1.3 Pengukuran Diameter Butir ... 59

4.1.4 Hasil Pengujian Tarik ... 66

4.2 Pembahasan…… ... 73

4.2.1 Hubungan antara kekerasan dengan Deformasi ... 73

4.2.2 Hubungan Antara Besar Butir Dengan Kekerasan ... 76

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 77


(13)

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram fasa tembaga-seng 11

Gambar 2.2 Bantalan gelinding tembaga 12

Gambar 2.3 Pengorolan mekanis 15

Gambar 2.4 Alat uji kekerasan brinell 18

Gambar 2.5 Bentuk identor brinell (Callister, 2001) 19

Gambar 2.6 Mesin uji tarik (Tensile Test) 22

Gambar 2.7 kurva pengujian tarik 23

Gambar 2.8 Profil data hasil uji tarik 23

Gambar 2.9 Mikroskop optic 28

Gambar 2.10 Perhitungan diameter butiran menggunakan metode planimetri 32

Gambar 3.1 Bahan tembaga 35

Gambar 3.2 Ukuran diameter benda kerja 35

Gambar 3.3 Furnace 36

Gambar 3.4 Roller 37

Gambar 3.5 Alat uji kkerasan 38

Gambar 3.6 Mesin uji Tarik (Tensile Test) 39

Gambar 3.7 Mesin skrap datar 39

Gambar 3.8 Mikroskop optic 40

Gambar 3.9 ASTM E 8-04 untuk sheet-type. 41


(15)

Gambar 3.11 Spesimen uji metalografi 43

Gambar 3.12 Diagram alir penelitian 48

Gambar 4.1 Grafik hubungan temperatur (ºC) dengan kekerana BHN 57 Gambar 4.2 Mikrostruktur tembaga pembesaran 200x pada temperature 750 oC 58

Gambar 4.3 Perhitungan diameter butir 59

Gambar 4.4 Hubungan temperatur dengan besar butir 66 Gambar 4.5 Kurva tegangan dengan regangan spesimen pada temperatur 400oC 70 Gambar 4.6 Kurva tegangan dengan regangan spesimen pada temperatur 450oC 70 Gambar 4.7 Kurva tegangan dengan regangan spesimen pada temperatur 800oC 71 Gambar 4.8 Kurva tegangan dengan regangan spesimen pada temperatur 850oC 71 Gambar 4.9 Kurva tegangan dengan regangan spesimen pada temperatur 850oC 72 Gambar 4.10 Hubungan antara kekerasan dengan deformasi 73 Gambar 4.11 Deformasi dengan kekerasan pada temperatur 400oC 74 Gambar 4.12 Deformasi dengan diameter butir pada temperatur 400oC 74

Gambar 4.13 Temperatur dengan kekerasan 75


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat fisis Tembaga 10

Tabel 2.2 Sifat mekanis tembaga 10

Tabel 2.3 Sifat mekanis (Pada Tension) bahan untuk jenis logam paduan 26 Tabel 2.4 Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan pengali Jeffries 33

Tabel 4.1 Tabel kekerasan spesimen awal 49

Tabel 4.2 Pengujian Kekerasan Setelah Proses Perlakuan Thermomekanikal 50 Tabel 4.3 Hasil pengukuran butiran spesimen awal 60 Tabel 4.4 Pengukuran butiran setelah proses termomekanikal 60


(17)

DAFTAR NOTASI

Lambang Keterangan Satuan

Ao Luas penampang mm2

d Diameter butir µm

D Diameter mm2

ε Regangan %

f Pengali Jeffries butiran/mm2

F Gaya N

L Panjang mm

σ Tegangan MPa

N Jumlah butir -

Δ Perubahan -

π p

Konstanta 3,14 Tekanan roll

- MPa

Wa Kerja aktual Nm

to Tebal mula-mula mm

tf Tebal akhir mm

R Jari-jari roll mm

σy Tegangan luluh N/mm2


(18)

ABSTRAK

Perbaikan sifat mekanis tembaga dengan pelakuan thermomekanikal pada bantalan lori pengangkut kelapa sawit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki sifat tembaga dengan metode Thermomechanical. Thermomechanical adalah salah satu proses yang dimana terdapat dua perlakuan pada suatu material. Perlakuan pertama adalah proses thermal, dimana perlakuan tersebut merupakan perlakuan dengan memanaskan dan/atau mendinginkan suatu material yang dapat membuat material tersebut menjadi lebih keras ataupun lunak. Waktu penahanan pada temperatur tertentu untuk perlakuan panas juga akan menentukan pengerasan presipitasinya dan sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis paduan Tembaga, dengn lama waktu penahanan dalam furnace selama 1 jam. Perlakuan yang kedua adalah proses mekanik, dimana proses ini merupakan proses deformasi menyeluruh,salah satunya dengen pengerolan, kemudian dilakukan proses pengerolan dimana tingkat deformasi 20%,30%, 40%,50% dan 60%. Hasil pengujian tarik memperlihatkan hasil rata-rata tegangan maksimum pada tingkat deformasi 20% 308.1 MPa, pada tingkat deformasi 30% 373.5 MPa, pada tingkat deformasi 40% 355.2 MPa, pada tingkat deformasi 50% 408.5 MPa, dan pada tingkat deformasi 60% 454.3 MPa. Sedangkan pengujian kekerasan memperlihatkan hasil BHN pada tingkat deformasi 20% 70.1 BHN, pada tingkat deformasi 30% 74,2 BHN, pada tingkat deformasi 40% 74.3 BHN, pada tingkat deformasi 50% 73.2 BHN dan pada tingkat deformasi 60% 69.2 BHN. Selanjutnya analisa mikrostruktur pada tingkat deformasi 20% 77.16µ m pada pembesar 200X, pada tingkat deformasi 30% 74.9 µ m pada pembesar 200X, pada tingkat deformasi 40% 69 µ m pada pembesar 200X, pada tingkat deformasi 50% 69.8 µ m pada pembesar 200X, dan pada tingkat deformasi 60% 79.8 µ m pada pembesar 200X. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa kekerasan meningkat pada deformasi 40%, diameter butir meningkat pada deformasi 60%, dan untuk kekuatan tari meningkat pada deformasi 60%. Dimana semakin kecil diameter butir maka semakin meningkat sifat mekanisnya.

Kata kunci : Thermomechanical, Deformasi plastis menyeluruh, kekerasan, Struktur Mikro, Perlakuan Panas.


(19)

ABSTACT

The improvement of mechanical characteristic of copper with thermomechanical handling in carriages bearing of crude palm oil. The porposis of this study is to improve the mechanical characteristic of copper with thermomechanical handling. Thermomechanical is a process, contain two handling of a material. The first handling is colled thermal process, with heat up and or freeze a material which can lead this material become harden on softer. The time of temperatu restriction for heat up handling will affect the precipitate stiffeningand offect the mechanical characteristic of copper composit, with an hoor of time restriction in furnance. The second handling is mechanical process this process is a general deformation process including rolling, with deformation state 20%, 30%, 40%, 50% and 60%. The result of tensile test show that the average result of maximum tension on deformation state 20% is 308,1 MPa, on deformation state 30% is 373,5 MPa, on deformation state 40% is 355,2 MPa, on deformation state 50% is 408,5 MPa, on deformation state 60% is 454,3 MPa. In hardness test results show that BHN result on deformation state 20% is 70,1 BHN, on deformation state 30% is 74,2 BHN, on deformation state 40% is 74,3 BHN, on deformation state 50% is 73,2 BHN, on deformation state 60% is 69,2 BHN. The microstructure analysis on deformation state 20% 77,16 µ m in 200X magnifition, on deformation state 30% 74,9 µm in 200X magnifition, on deformation state 40% 69 µm in 200X magnifition, on deformation state 50% 69,8 µm in 200X magnifition, and on deformation state 60% 79,8 µm in 200X magnifition. From this study, we can conclude that the hardness is improve on deformation state 40%, the particle diameter inprod on deformation state 60%, and the tensile strength improve on deformation state 60%. Smallerparticle diameter will improv the mechanical characteristic.

Key words: Thermomechanical, general plasticity deformation, hardness, microstructur, heat up handling.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tembaga dan paduannya merupakan salah satu logam yang paling banyak di manfaatkan oleh manusia selain karena kelimpahannya yang sangat besar di alam dan juga sifat-sifat yang dimiliki oleh tembaga. Tembaga memiliki kondukvitas thermal dan elektrik yang baik, relatif lunak, mudah di tempa, memberikan kilau yang indah bila digosok dan mempunyai laju korosi yang lambat. Tembaga banyak digunakan untuk komponen elektrik, produk elektrik, peralatan rumah tangga, bodi automobil,bodi pesawat dan bearing. Sedangkan laju korosi tembaga yang rendah banyak di manfaatkan untuk melapisi logam lain yang mempunyai laju korosi tinggi misalnya baja. Pelapisan tembaga pada baja dapat mengontrol atmosfit korosi dari baja, meningkatkan konduktivitas elektrik dan termal baja (walsh,1994).

Penghalusan ukuran butiran logam dan paduan dengan menggunakan proses termomekanikal treatment adalah suatu dari teknik yang efektif untuk memperbaiki sifat-sifat mekanis dan penyesuaian paduan logam konvensional khususnya tembaga. Dengan kata lain, penghalusan ukuran butiran (penguatan dengan pengerasan persipitasi) secara teknologi menjanjikan, karena pada umumnya tidak merugikan pengaruh keuletan dan ketangguhan, berbeda dengan sebagian besar metode penguatan lain ( pengerasan larutan padat dan pengersan kerja). Oleh karena itu, metode deformasi plastis menyeluruh berpotensi untuk mendapatkan mikrostruktur (butiran sangat halus) dalam berbagai logam dan


(21)

paduan. Formasi mikrostruktur adalah dasar perubahan utama dalam sifat-sifat bahan dan pencapaian karekteristik lanjut seperti kekuatan yang sangat tinggi dengan keuletan yang cukup, kekuatan kelelahan, umur, ketahanan aus, superelastis pada bahan kontruksi bearing tembaga.

Setelah proses penelitian bahwa penambahan Cu, Pb dan Sn dapat meningkatkan sifat mekanik bahan paduan, perlakuan panas dengan suhu 400oC dengan waktu tunggu 1 jam dapat meningkatkan kekerasan permukaan material. Dimana nilai kekerasan 60 BHN, nilai angka keausan 0.000013 gr/min. Setelah dilakukan penelitian bantalan gelinding yang menggunakan material tembaga dapat bertahan selama 4 bulan.

Oleh karena itu perlu di lakukan proses perlakuan termomekanikal untuk memperbaiki sifat mekanis tembaga komersial dengan suhu bervariasi 400o C-950oC dengan waktu tunggu 1 jam. Setelah dilakukan proses termomekanikal, kemudian dilakukan proses mekanik dengan cara pengujian kekerasan, pengujian tarik dan pengujian struktur mikro untuk mendapatkan besar butir setelah proses perlakuan termomekanikal.

1.2 Perumusan Masal

Permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah melakukan metode Thermomekanikal dengan bahan tembaga yang terdapat dipasaran untuk bantalan gelinding, dengan perbaikan sifat mekanis terhadap kekerasan, kekuatan tarik, dan mokrostruktur.


(22)

1.3 Batasan Masalah

Ruang lingkup penelitian ini menitik beratkan pada perubahan sifat mekanis terhadap besaran butir material dalam mikron. Adapun pembatasan masalah pada skripsi ini yaitu:

1. Material yang digunakan adalah Tembaga (Cu) yang dijual secara komersil.

2. Pengukuran besaran butir (mikrostruktur) material sesudah dilakukan Termomekanikal.

3. Pengujian tarik setelah dilakukan termomekanikal

4. Pengujian kekerasan setelah dilakukan proses termomekanikal dengan menggunakan metode Brinell

5. Penelitian ini diaplikasikan untuk perbaikan sifat mekanis (kekerasan dan kekuatan tarik) untuk bantalan lori pengangkut kelapa sawit ke stabilizer.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan ini dibagi atas tujuan umum da tujuan khusus

1.4.1 Tujuan Umum

Perbaikan sifat mekanis (kekerasan dan kekuatan tarik) tembaga komersial yang terdapat di pasaran dengan proses perlakuan thermomekanikal.

1.4.2 Tujuan Khusus


(23)

a. Menganalisa morfologi mikrostruktur pada Tembaga (Cu) uji mikrostruktur.

b. Menyelidiki perubahan kekerasan setelah proses perlakuan thermomekanikal pada bahan tembaga (uji kekerasan).

c. Menentukan tegangan luluh (yield strengtn), tegangan maksimum, regangan, setelah perlakuan thermomekanikal pada bahan tembaga (uji tarik).

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penilitian ini:

1. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang metalurgi logam.

2. Bagi akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian tentang mikrosturktur logam.

3. Bagi industri dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam pembuatan bahan Tembaga (Cu). Hal ini dapat ditingkatkan dengan termomekanikal sehingga dapat mengurangi biaya produksi sekaligus meningkatkan kualitas produk khususnya sifat mekanisnya.

1.2 Sistematik Penulisan

Sistematik penulisan disusun sedemikian rupa sehingga konsep penulisan proposal menjadi berurutan dalam kerangka alur pemikiran yang mudah dan


(24)

praktis. Sistematik tesebut disusun dalam bentuk bab-bab yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu:

Bab I Pendahuluan

Bab I berisikan latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah,tujuan penelitian, mamfaat penelitian, sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II berisikan pendahuluan, tembaga,aplikasi tembaga untuk bantalan gelinding lori kelapa sawit, deformasi menyeluruh, pengujian mekanik, mikrostruktur (Metallography test), perhitungan besar butir.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III berisikan waktu dan tempat, prosedur penelitian, pembuatan spesimen, alat pengujian tarik, alat pegujian metalografi, uji hardness dan proses yang dilaksanakan.

Bab IV Pengujian dan Analisis Penelitian

Bab IV berisikan penyajian hasil yang diberikan dari pengujian kekerasan, uji tarik dan metalografi.

Bab V Kesimpulan dan Saran


(25)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Tembaga merupakan salah satu logam non-ferrous yang paling penting dan banyak di pakai mulai dari industri sederhana sampai industri berteknologi tinggi. Hal ini digunakan baik murni atau paduan dengan logam lain. Secara fisika tembaga berwarna coklat kemerahan, lunak sehingga mudah di tempa, dapat dibentuk dan merupakan konduktor panas dan pengahantar listrik yang baik dengan. Tembaga adalah bahan penting dan sangat diperlukan dalam banyak aplikasi karena sifat fisik dan mekanis, termasuk konduktivitas listrik dan panas yang tinggi, ketahanan terhadap korosi yang tinggi, sehingga daktilitas kemudahan pengolahan, dan mampu las yang baik. Banyak penelitian dasar dan terapan telah dilakukan pada tembaga dan paduannya, baik secara mikroskopik maupun makroskopik. Kebanyakan tembaga yang di gunakan untuk bahan bantalan di industri-industri, seperti di industri kelapa sawit tembaga sering digunakan untuk bantalan lori kelapa sawit, umur bantalan berkisar 1 sampai 3 bulan. Disini saya melakukan perbaikan sifat mekanis bahan tembaga dengan perlakuan termomekanikal.

2.2 Tembaga

2.2.1 Pemrosesan Tembaga

Tembaga diperoleh dari bijih tembaga yang disebut Chalcopirit. Besi yang ada larut dalam terak dan tembaga yang tersisa dituangkan ke dalam konverter.


(27)

Udara di hembuskan ke dalamnya selama 4 atau 5 jam, kotoran teroksidasi, dan besi membentuk terak yang dibuang pada waktu tertentu. Bila udara dihentikan, oksida kupro bereaksi dengan sulfida kupro maka akan membentuk tembaga blister dan dioksida belerang. Tembaga blister ini dilebur dan dicor menjadi slab, kemudian diolah secara elektrolitik menjadi tembaga murni.

Pembuatan tembaga dilakukan dalam beberapa tahap. Tembaga terikat secara kimia di dalam bijih pada bahan yang disebut batu gang. Untuk mengumpulkan bijih-bijh itu biasanya dulakukan dengan membersihkannya dalam cairan berbuih, di mana di situ ditiupkan udara. Ikatan tembaga dari bijih yang digiling sampai halus dicampur dengan air dan zat-zat kimia sehingga menjadi pulp (bubur) pada suatu bejana silinder. Zat-zat kimia (yang disebut Reagens) berfungsi untuk mempercepat terpisahnya tembaga. Pada bubur tersebut ditiupkan udara atau gas sehingga timbul buih yang banyak. Bagian-bagian logam yang kecil sekali melekat pada gelembung udara atau gas tersebut. Di situ terdapat semacam kincir yang berputar dengan kecepatan sedemikian rupa sehingga gaya sentrifugal melemparkan buih tersebut dengan mineral ke luar tepi bejana sehingga terpisah dari batu gang. Setelah proses tersebut logam dihilangkan airnya. Proses selanjutnya adalah pencarian di dalam suatu dapur mantel dengan jalan membakarnya dengan arang debu. Di sini dapat dipisahkan zat asam dan batu-batu silikon dan besinya dioksidasikan menjadi terak yang mengapung pada copper sulifida. Pengolahan tembaga selanjutnya adalah dengan membawa isi dapur (yang disebut matte) ke konverter mendatar. Di sini belerang akan terbakar oleh arus udara yang kuat. Kemudian tembaga yang disebut blister sekali lagi dicairkan di dalam sebuah dapur anode. Dalam proses ini (yang disebut polen)


(28)

terjadi proes pengurangan zat asam. Proses selanjutnya adalah pencarian di dalam suatu dapur mantel dengan jalan membakarnya dengan arang debu. Di sini dapat dipisahkan zat asam dan batu-batu silikon dan besinya dioksidasikan menjadi terak yang mengapung pada copper sulifida.

2.2.2 Mekanisme Penguatan Pada Logam

Sebagian besar logam dapat ditingkatkan kekuatan dan kekerasannya melalui beberapa teknik. Tujuan utama proses penguatan adalah menghasilkan logam dengan kekuatan dan kekerasan optimum.

2.2.3.1 Pengerasan Regangan

Pengerasan regangan adalah suatu fenomena dimana material menjadi kurang ulet, lebih keras, dan lebih keras setelah mengalami deformasi pada suhu ruang. Semakin besar perubahan bentuk yang dialami material tersebut, semakin besar peningkatan kekerasan yang terjadi. Persentase perubahan bentuk bentuk material dapat dinyatakan dengan persamaan:

%�� = (��−��)

�� × 100% ...[2.1]

Dimana: %CW = persentase perubahan bentuk , A0 = luas penampang awal, Ad =

luas penampang setelah di deformasi.

2.2.3 Sifat-Sifat Tembaga

Produksi tembaga sebagian besar dipergunakan dalam industri kelistrikan, karena tembaga mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Kotoran yang terdapat dalam tembaga akan memperkecil/mengurangi daya hantar listriknya. Selain


(29)

mempunyai daya hantar listrik yang tinggi, daya hantar panasnya juga tinggi; dan tahan karat. Oleh karena itu tembaga juga dipakai untuk kelengkapan bahan radiator, ketel, dan alat kelengkapan pemanasan. Tembaga mempunyai sifat dapat dirol, ditarik, ditekan, ditekan tarik dan dapat ditempa.

2.2.4.1 Sifat Fisis

Tabel 2.1 Sifat Fisis Tembaga

Sifat Fisis Satuan

Densitas 8920 kg / m3

Ekspansi Thermal 16,5 x 10-6 K-1 Konduktivitas panas 400 / Mk

2.2.4.2 Sifat Mekanik

Tabel 2.2 Sifat Mekanis Tembaga

Sifat Mekanik Satuan

Kuat Tarik 200 N / mm2

Modulus Elastisitas 130 Gpa

Brinnel Hardness 874 m-2

2.2.5 Diagram Fasa Tembaga

Suhu rekristalisasi pada paduan tembaga-seng adalah ±550 oC. struktur logam akan rusak pada titik cairnya. Diagram fasa tembaga-seng seperti yang diprlihat pada gambar 2.1


(30)

Gambar 2.1 Diagram fasa tembaga-seng

Paduan tembaga seng yang dicampur unsure ketiga digunakan untuk memperbaiki sifat kekerasan dan ketahana korosi. Paduan tembaga seng sampai 39% memberikan hablur campuran lebih kenyal sehingga dalam keadaan dingin dapat dengan sempurna dirobah bentuknya dan tahan korosi tinggi.

2.3 Aplikasi Tembaga Untuk Bantalan Gelinding Lori Kelapa Sawit

Bantalan Gelinding merupakan salah satu bagian dari elemen mesin yang memegang peranan cukup penting karena fungsi dari bantalan yaitu untuk menumpu sebuah poros agar poros dapat berputar tanpa mengalami gesekan yang berlebihan. Bantalan harus cukup kuat untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik.


(31)

Gambar 2.2 Bantalan gelinding tembaga

Aplikasi tembaga banyak di temukan dalam alat transportasi maupun elektronik khusus nya untuk bantalan. Persaingan di dunia transportasi di Indonesia, baik elektronik maupun transportasi semakin berkembang. Hal ini membuat bantalan gelinding berupaya untuk meningkatkan kualitas dan mutu untuk menciptakan effisiensi pada operasional bantalan sehingga biaya operasional dapat diminimalkan.

Penggunaan bantalan lori kelapa sawit terutama dari bahan tembaga (Cu) yang digunakan di industri kelapa sawit dimana kekerasan untuk bahan tembaga yang digunakan untuk bantalan lori kelapa sawit kekerasan 60 BHN dengan umur pemakaian 3 bulan.

Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola, rol, dan rol bulat. Bantalan gelinding mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan beban yang besar. Dengan konstruksi yang sederhana maka bantalan ini mudah untuk dibongkar pasang.

Cincin dalam

roller Cincin luar


(32)

Ada 3 bagian utama pada bantalan, yaitu :

1. Elemen yang berputar (ball, cylinder, barrels, taper, needle) selalu di pasang pada jarak yang telah di tentukan dan letaknya selalu dalam “sangkarnya”.

2. Cincin dalam (inner ring) merupakan bagian yang berputar dan kecepatan putarnya sama dengan poros

3. Cincin luar (outer ring) merupakan bagian yang diam dan di pasang pada lubang

2.3.1 Gaya-Gaya Yang Terjadi Pada Bantalan 1. Gaya axsial

Untuk beban aksial dalam kedua arah di perlukan dua baris peluru, arah beban sejajar sumbu poros.

2. Gaya radial

Bantalan bola menerima tekanan radial (tegak lurus sumbu poros), tetapi tidak dapat menerima tekanan axial (sejajar sumbu poros).

3. Gaya gesek

Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola, rol, dan rol bulat.

2.4 Deformasi Plastis Menyeluruh

2.4.1 Proses Termomechanical Treatment

Potensi perbaikan sifat-sifat bahan yang digunakan untuk Tembaga dengan metode termomechanical treatment mengundang banyak perhatian industri pengolahan logam untuk meningkatkan produksi rendah biaya dan kekuatan serta ketangguhan tinggi. Termomechanical treatment pertama kali dikemukakan oleh


(33)

Lips dan Van Zulein pada tahun 1954. Mereka menghasilkan sumbangan besar dalam prospek meningkatan sifat mekanis material dengan bermacam-macam kombinasi antara perlakuan panas dan mekanik. Untuk beberapa alasan, proses ini tidak diadopsi secara luas di bidang industri, tetapi mereka tetap yakin adanya kemungkinan aplikasi ini dibutuhkan dimasa depan.

Proses Thermomechanical adalah salah satu proses yang dimana terdapat dua perlakuan pada suatu material. Proses pertama adalah proses thermal, dimana perlakuan tersebut merupakan perlakuan dengan memanaskan dan mendinginkan suatu material yang dapat membuat suatu material tersebut menjadi lebih keras ataupun lunak. Proses yang kedua adalah proses mekanik, dimana proses ini merupakan pemberian suatu penempaan, pengerolan atau pemotongan. Thermomechanical treatment pada umunya tembaga merupakan proses deformasi yang sangat panas pada kondisi austenitik yang kemudian dilanjutkan dengan pendinginan yang terkontrol.

Proses thermomechanical ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi ukuran butir dan menambah jumlahnya. Dengan ukuran butir yang kecil dan banyak akan mempengaruhi kekerasan. Kekerasan tembaga akan meningkat akibat butir kecil dan banyak tersebut. Butir yang kecil dan banyak akan menghambat pergerakan dislokasi, sehingga dengan terhambatnya dislokasi maka material akan sulit untuk terdeformasi.


(34)

Gambar 2.3 Pengorolan mekanis

Busur AB dan A’B’ merupakan daerah kontak dengan rol. Aksi jepit pada benda kerja diatasi oleh gaya gesek pada daerah kontak dan logam tertarik diantara rol. Logam keluar dari rol dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan masuk.

Pada titik antara A dan B kecepatan logam sama dengan kecepatan keliling rol. Ketebalan mengalami deformasi terbanyak sedangkan lebar hanya bertambah sedikit. Keseragaman suhu sangan penting pada semua operasi pengerolan karena hal tersebut berpengaruh atas aliran logam dan plastisitas.

Kerja actual yang diberikan sama dengan kerja internal yang diperlukan untuk terjadinya deformasi plastis.

A0∆l0= A1∆l1………..[2.2] W a = Fr ∆l


(35)

Keterangan:

Wa = kerja actual (Nm)

Fr = gaya pengerolan (N)

∆l = perubahan panjang (mm)

Dimana gaya pengerolan (Fr)

�� = � ∫ ���0….………[2.3] Keterangan :

Fr = gaya pengerolan (N) w = lebar bendakerja (mm)

p = tekanan rol (MPa)

L = panjang sentuh antara rol dengan benda kerja (mm)

Panjang sentuh (L) dapat dihitung dengan rumus :

� = �� (�0− ��………..[2.4] Keterangan :

L= panjang sentuh antara rol dengan benda kerja (mm) R= jari-jari roll (mm)

t0= tebal mula-mula (mm)

tf= tebal akhir (mm)

Untuk kerja ideal


(36)

Keterangan :

W= kerja (Nm) F= gaya (N)

∆l= perubahan panjang (mm)

2.5 Pengujian Mekanik

Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada tiga jenis uji coba yang akan dilakukan, yaitu uji tarik (tensile test), uji Kekerasan (Hardness Test), Foto Mikro (Metallography Test).

2.5.1 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Di dalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu.

Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel).


(37)

Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :

- Brinell (HB/BHN)

- Rockwell (HR/RHN)

- Vickers (HV/VHN)

- Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red)

Gambar alat uji kekerasan dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini

Gambar 2.4 Alat uji kekerasan brinell (lab metalurgi teknik mesin USU)


(38)

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada : - Permukaan material

- Jenis dan dimensi material - Jenis data yang diinginkan - Ketersedian alat uji

2.5.2.1 Metode Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

(identor) yang di tekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).

Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan

Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan

menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan

Brinell (HB) di definisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam

Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka

tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

Gambar 2.5 Bentuk indentor brinell (Callister, 2001)


(39)

Di mana D adalah diameter bola penekan dengen ukuran 10mm, dengen beban f sebesar 500 Kg menekan permukaan benda kerja selama 15 detik. Angka kekerasan brinell disimbolkan dengan HB/BHN. Ketebalan maksimum spesimen sama dengan indentor, sedangkan jarak antar penjejakan sama dengan pengujian rockwell. Pengujian ini juga memerlukan permukaan yang datar dan halus.

Rumus perhitungan Brinell Hardness Number (BHN) terdapat pada persamaan 2.6 di bawah ini :

���= ��

����−���−�………..[2.6 ] Dimana: P = beban penekan (Kg)

D = diameter bola penekan (mm) d = diameter lekukan (mm)

Jejak penekanan yang relatif besar pada uji kekerasan brinell memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidak seragaman lokal. Selain itu, uji brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain. Di sisi lain jejak penekanan yang besar ukuranya, dapat menghalangi pemakaian uji ini pada benda uji yang kecil atau tipis.

2.5.2.2 Metode Vickers

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada


(40)

permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

2.5.2.3 Metode Rockwell

Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah : - HRa (Untuk material dengan kekerasan sedang).

- HRb (Untuk material yang lunak). - HRc (Untuk material yang sangat keras).

2.5.2.4 Metode Micro Hardness

Pada pengujian ini identornya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa knoop memberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau mengukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.

2.5.2 Pengujian Tensile (Tensile Test)

Uji tarik termasuk dalam pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujiannya sangat sederhana, tidak mahal dan sudah memiliki standarisasi di


(41)

seluruh dunia (Amerika ASTM E8-04 dan Jepang JIS 2241). Dengan melakukan uji tarik suatu bahan,maka akan diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap energi tarikan dan sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiffness). Alat uji tarik dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6Mesin uji tarik (Tensile Test)

Bila gaya tarik terus diberikan kepada suatu bahan (logam) sampai putus, maka akan didapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.7 Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut dan dapat dilihat pada gambar 2.7 standar ASTM E 8-04 untuk sheet-type.


(42)

Gambar 2.7 Kurva pengujian tarik (www.infometrik.com)

Hal paling penting dalam pengujian tarik adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS, atau Tegangan Tarik Maksimum.

Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam adalah sebagai berikut :

Untuk keperluan analisa teknik pada umumnya, data yang didapatkan dari uji tarik dapat di generalisasi seperti pada Gambar 2.8 berikut:

Gambar.2.8Profil data hasil uji tarik


(43)

Analisa uji tarik dimulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar. Keterangannya adalah sebagai berikut:

− Batas elastic σE ( elastic limit)

Dalam Gambar.2.8 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gambar.2.8). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.02%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% .Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini.

− Batas proporsional σp (proportional limit)

Titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir.Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

− Deformasi plastis (plastic deformation)

Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula.Pada Gambar.2.8 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.

− Tegangan luluh atas

σuy

(upper yield stress)

Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.


(44)

Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis.Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

− Regangan luluh

εy

(yield strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

− Regangan elastis

εe

(elastic strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

− Regangan plastis

εp

(plastic strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan plastis.Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

− Regangan total (total strain)

Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis,

εT

= εe+εp

. Perhatikan beban dengan arah OABE.Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total.Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.

− Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)

Pada Gambar 2.8 ditunjukkan dengan titik C (

σ

β), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

− Kekuatan patah (breaking strength)

Pada Gambar 2.8 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.


(45)

Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.

Berikut ini adalah table 2.3 sifat mekanis (pada Tension) dari bahan jenis logam paduan.

Tabel 2.3.Sifat mekanis (Pada Tension) bahan untuk jenis logam paduan.

Material

Yield Strength Tensile Strength

Mpa ksi Mpa ksi

Metal Alloysb

Molybdenum 565 82 655 95

Titanium 450 65 520 75

Steel (1020) 180 26 380 55

Nickel 138 20 480 70

Iron 130 19 262 38

Brass (70 Cu - 30 Zn) 75 11 300 44

Copper 69 10 200 29

Aluminium 35 5 90 13

2.6 Mikrostruktur (Metallography Test)

Struktur mikro merupakan butiran – butiran suatu benda logam yang sangat kecil dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, sehingga perlu menggunakan mikroskop optik atau mikroskop elektron untuk pemeriksaan


(46)

butiran – butiran logam tersebut. Struktur material berkaitan dengan komposisi, sifat, sejarah dan kinerja pengolahan, sehingga dengan mempelajari struktur mikro akan memberikan informasi yang menghubungkan komposisi dan pengolahan sifat serta kinerjanya.

Analisis struktur mikro digunakan untuk menentukan apakah parameter struktur berada dalam spesifikasi tertentu dan di dalam penelitian digunakan untuk menentukan perubahan – perubahan struktur mikro yang terjadi sebagai akibat komposisi atau perlakuan panas.

Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik mikrostruktur suatu logam dan paduannya serta hubungannya dengan sifat-sifat logam dan paduannya tersebut. Ada beberapa metode yang dipakai yaitu: mikroskop (optik maupun elektron), difraksi ( sinar-X, elektron dan neutron), analasis (X-ray fluoresence, elektron mikroprobe) dan juga stereometric metalografi. Pada praktikum metalografi ini digunakan metode mikroskop, sehingga pemahaman akan cara kerja mikroskop, baik optik maupun elektron perlu diketahui.

Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan analisa mikro struktur, dapat di amati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi. Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat fisis sangat dipengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji.


(47)

Pengamatan metalografi dengan mikroskop umumnya dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10 – 100 kali,

2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran di atas100 kali.

Alat pengujian metalografi dapat di tunjukkan pada gambar 2.9 berikut.

Gambar 2.9 Mikroskop optic

Gambar di atas yaitu alat uji struktur mikro, yang fungsinya untuk mengambil gambar dari spesimen yang diuji dengan ukuran 100, 200 dan 500 x pembesaran (metalografi).

2.6.1 Mounting Spesimen

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan


(48)

pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah:

1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa) 2. Sifat eksoterimis rendah

3. Viskositas rendah 4. Penyusutan linier rendah 5. Sifat adhesi baik

6. Flowability baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada spesimen

7. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif.

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting


(49)

membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb.in-2) dan panas (1490˚C) pada mold saat mounting.

2.6.2 Grinding (Pengamplasan) Spesimen

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan ke dalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemindah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas.

2.6.3 Polishing (Pemolesan) Spesimen

Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus, bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dengan permukaan teratur. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan


(50)

secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus.

2.6.4 Etching (Etsa) Spesimen

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.

2.7 Perhitungan Besar Butir

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir dari struktur mikro suatu material diantaranya dengan metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti pada gambar 2.10.


(51)

Gambar 2.10 Perhitungan butiran menggunakan metode planimetri

“Sumber: ASTM 112-96,2000”

Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (2.4).

�� =� (�������+ ������������2 ) ………[2.7]

Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetuklan melalui tabel 2.4.


(52)

Tabel 2.4 Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan pengali Jeffries


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai waktu dan tempat penelitian, bahan dan alat penelitian, prosedur penelitian, dan diagram alir penelitian.

3.1 Waktu Dan Tempat

Waktu penelitian ini di rencanakan selama empat bulan yang dimulai dari oktober sampai dengan januari 2012. Tempat di laksanakan penelitian ini adalah di Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.2 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa proses pembuatan spesimen sebelum masuk ke pada pengujian inti. Dari bahan awal berupa pelat tembaga, hal yang pertama dilakukan pemotongan tembaga dengan panjang 10 cm, lebar 2 cm, dan tebal 5mm. proses termomekanikal dilakukan dengan memanaskan spesimen dan di lanjut dengan tahap rolling untuk mendapatkan variasi deformasi ketebalan yang di ikuti dengan hetreatment dengan variasi suhu. Setelah spesimen termomekanikal selesai barulah kemudian masuk kepada proses pembuatan spesimen uji. Metode pengujian pada penelitian ini meliputi uji kekerasan, uji tarik, dan uji mikrostruktur.


(54)

3.3 Pembuatan Spesimen

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah logam yang berjenis tembaga. Dalam Penelitian ini bahan yang digunakan adalah tembaga komersil yang terdapat di pasaran (as receive). Bahan dibeli pada bulan Mei 2011, dibeli di Toko Panca Tjaya, Jalan Sutomo, Medan. Tembaga dengan jenis strip dengan ukuran 2cm x 5mm x 10cm. Metode dan teknik yang digunakan dalam pembuatan spesimen adalah Thermomechanical, dimana metode yang digunakan adalah metode pengerolan. Bahan tembaga dapat ditunjukkan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Bahan tembaga


(55)

3.3.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan spesimen adalah:

3.3.1.1 Alat Pengujian a. Furnace

Furnace adalah suatu peralatan perpindahan panas yang sumber panasnya dihasilkan dari reaksi pembakaran bahan bakar oleh burner di dalam fire box. Furnace merupakan struktur bangunan berdinding plat baja yang bagian dalamnya dilapisi oleh material batu bahan api, batu isolasi untuk menahan kehilangan panas ke udara melalui dinding dapur. Dapat dilihat pada gambar 3.3. (Lab Metallurgy USU)

Spesifikasi :

Merk : NABER

Made in : Bremen Germany

Type : 2804

Suhu max : 1100 ºC


(56)

b . Roll

Alat ini digunakan untuk mengeroll tembaga untuk mengurangi tebal spesimen. Dapat di lihat pada gambar 3.4. (lab teknologi mekanik tek nik mesin USU)

Spesifikasi :

Merk : FASTI Germany

Type : 1270X-2

Max : 40 Kp/mm²

Gambar 3.4 Roll

3.3.1.2 Alat Pengujian Kekerasan

a. Alat Uji Kekerasan (Brinnel Hardness tester)

Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan (hardness tester) dari material Tembaga. Dapat dilihat pada gambar 3.5 di bawah ini. (Lab Metallurgy USU)


(57)

Spesifikasi :

Type : BH-3CF

Max : 3000 kg

Gambar 3.5 Alat uji kekerasan

3.3.1.3 Alat Pengujian Tarik a. Mesin Uji Tarik

Mesin uji tarik adalah salah satu mesin yang ada di laboratorium bahan, alat ini berfungsi untuk mengetahui kekuatan dari suatu bahan, kekuatan tariknya, kekuatan tekannya, dan kekuatan bengkoknya. Pada penelitian ini pengujian tarik menggunakan alat uji tarik Torsee Type AMU-10 dengan kapasitas 10 ton keluaran tahun 1989 dapat dilihat pada gambar 3.6. (lab teknologi mekanik tek nik mesin USU)


(58)

Gambar 3.6 Mesin uji tarik (Tensile Test)

b. Mesin Skrap

Alat ini digunakan untuk membuat spesimen uji tarik. Mesin ini digunakan karena spesimen uji berbentuk strip sehingga tidak memungkinkan untuk membuat spesimen uji tarik menggunakan mesin bubut. Dapat dilihat pada gambar 3.7 di bawah ini. (lab teknologi mekanik tek nik mesin USU)

Spesifikasi :

Type : L-450

Keluaran : 1993


(59)

3.3.1.4 Alat Pengujian Metalografi

a. Mikroskop Optik

Mikroskop optik digunakan untuk mengamati struktur mikro dari Tembaga dengan pembesaran diatas 100, 200, 500 x. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Dapat dilihat pada gambar 3.8. (Lab Metallurgy USU)

Gambar 3.8 Mikroskop optik

3.4 Proses Pembuatan Spesimen

Spesimen yang akan dibuat adalah spesimen uji tarik, hardness dan metalografi. Ukurannya panjang spesimen disesuaikan dengan pengujian spesimen masing-masing. Ukuran spesimen uji tarik dapat dilihat pada gambar 3.9 sesuai dengan standart ASTM E 8-04 untuk sheet-type.


(60)

Gambar 3.9 ASTM E 8-04 untuk sheet-type.

Keterangan gambar:

1. G—Panjang daerah uji : 25.0 ± 60.1 mm

2. W—Lebar : 6.0 ± 0.1 mm

3. T—Tebal : 5mm

4. R—Radius : 6 mm

5. L—Panjang seluruhnya : 100 mm. 6. A—Daerah pengurangan : 32 mm. 7. B—panjang daerah cekam : 30 mm.

8. C—Lebar : 10 mm.

3.4.1 Spesimen Uji Tarik

Adapun proses pembentukan spesimen dalam pengujian tarik dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:

1. Semua alat dan bahan disiapkan.

2. Spesimen diletakkan di atas permukaan penjepit skrap supaya tetap diam dan tidak bergeser pada saat pemakanan spesimen.


(61)

3. Mesin skrap di hidupkan dan pahat di atur agar pemakanan spesimen dapat dilakukan.

4. Selanjutnya dilakukan pemakanan terus menerus sehingga spesimen yang di inginkan dapat terjadi.

5. Pembentukan spesimen sesuai dengan pola yang di inginkan.

6. Gambar spesimen uji tarik dapat dilihat pada gambar 3.10 berikut.

Gambar 3.10 Spesimen uji tarik 3.4.2 Spesimen Uji Metalografi

Adapun proses pembentukan spesimen dalam pengujian metalografi dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:

1. Semua alat dan bahan disiapkan.

2. Spesimen dipotong dengan ukuran 1,5 x1,5 mm.

3. Kemudian spesimen di cetak di pot cetakan menggunakan campuran resin dan hardner.


(62)

4. Spesimen di bongkar 1 hari kemudian.

5. Dilakukan polish menggunakan kertas pasir variasi nomor 240,400, 500, 800, 1000,1200 dan 1500.

6. Kemudian permukaan spesimen yang telah di polish di beri autosol agar parmukaan nya lebih mengkilap seperti kaca.

7. Spesimen uji siap di pakai.

Gambar spesimen metalografi dapat dilihat pada gambar 3.11.

Gambar 3.11 Spesimen uji metalografi

3.5 Pengujian

Pengujian yang dilakukan terhadap spesimen uji yang telah di bentuk. 3.5.1 Uji Tarik

Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Teknik Mesin Fakultas Teknik USU dengan menggunakan mesin uji tarik. Mesin ini mampu menekan/menarik s.d. 5000 kgf dan pembebanan maksimal sampai 10 ton.


(63)

3.5.1.1 Persiapan Pengujian

Persiapan pengujian yang dilakukan dalam uji tarik ini adalah sebagai berikut:

1. Memastikan arus listrik terhubung dengan baik.

2. Menghidupkan mesin uji dengan menekan tombol ON.

3. Memanaskan mesin selama ± 15 menit, setelah itu mesin sudah siap digunakan.

3.5.1.2 Pengujian Tarik

Prosedur pengujian tarik adalah sebagai berikut: 1. Mesin dihidupkan

2. Kertas grafik dipasang pada tempatnya. 3. Spesimen dipasang pada pencekam. 4. Atur jarum penunjuk pada keadaan awal. 5. Hidrolik dihidupkan.

6. Katup hidrolik dibuka perlahan, tunggu sampai spesimen patah. 7. Mengamati retak yang terjadi.

8. Matikan hidrolik, dan buka katup.

9. Mencatat beban dan perubahan panjang maksimum. 10.Lepaskan spesimen dan grafik.


(64)

3.5.2 Uji Hardness

Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

3.5.2.1 Alat Uji Hardness

Alat uji hardness ialah alat uji yang digunakan untuk mengetahui respon kekerasan pada material akibat efek tekanan yang di berikan oleh bola dengan tekanan yang tinggi. Alat uji ini bekerja dengan cara memanfaatkan tekanan pada bola untuk menekan permukaan spesimen sehingga spesimen memiliki lubang.

3.5.2.2 Persiapan Pengujian

1. Memastikan alat uji berfungsi dengan baik. 2. Memasang bola indentasi yang berukuran 5 mm.

3. Menutup tabung udara, setelah itu alat sudah siap digunakan.

3.5.2.3 Pengujian Hardness

Prosedur pengujian hardness adalah sebagai berikut: 1. Siapkan spesimen dan alat uji.

2. Ganti bola indentasi dengan ukuran 5 mm. 3. Letakkan spesimen di meja uji.

4. Tutup katup hirolik.

5. Tekan tuas hingga 500 kg, tahan 15 detik. 6. Buka katup hidrolik dan lepaskan spesimen.

7. Amati jejak yang terjadi dan konversikan ke-Brinell Hardness Number kemudian di catat.


(65)

3.5.3 Uji Metalografi

Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin Fakultas Teknik USU dengan menggunakan Mikroskop Optik. Mikroskop ini mampu melakukan pembesaran 100, 200, dan 500 x.

3.5.3.1 Etching Spesimen Observasi Metalografi

Pengetsaan (Etching) adalah membilas permukaan spesimen dengan larutan kimia dengan tujuan untuk menampilkan struktur yang lebih detail untuk pengamatan makro atau mikro. Etsa akan mempertegas ketajaman, kontras dan ukuran dari fasa pori dan batas butiran.

Pada penelitian ini etsa digunakan adalah mempunyai komposisi kimia sebagai berikut :

1. 5 gram FeCl3 2. 2 ml HCL 3. 98 ml etilalcohol

Prosedur untuk Etching adalah sebagai berikut : 1. Siapkan spesimen yang telah di-polish. 2. Buat campuran etsa.

3. Teteskan esta pada spesimen, tunggu 10 – 15 detik.

4. Kibaskan spesimen untuk membuang etsa yang tersisa, dan tunggu sampai sisa etsa mongering


(66)

3.5.3.1 Persiapan Pengujian

Persiapan pengujian yang dilakukan dalam uji Metalografi ini adalah sebagai berikut:

1. Memastikan arus listrik terhubung dengan baik dan Mikroskop Optik dalam keadaan baik.

2. Memasang lensa pembesar yang akan di gunakan.

3. Memastikan Mikroskop Optik terhubung dengan komputer dan alat dapat di gunakan.

3.5.3.2 Pengujian Metalografi

Prosedur pengujian metalografi adalah sebagai berikut: 1. Semua alat dan bahan di siapkan.

2. Spesimen di letakkan di meja lensa.

3. Di lakukan penglihatan terhadap permukaan spesimen. 4. Pilih ukuran lensa yang akan di gunakan.

5. Amati gambar pada layar.


(67)

3.6 Diagram Alir penelitian

Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar 3.12

Gambar 3.12 Diagram alir penelitian Studi Literatur

Mulai

Berhasil JikaT= 400oC s/d 950oC dan �=20% s/d 60%

Persiapan Spesimen (BHN), (d), dan (σ)

Data Hasil Pengujian (BHN), (d), dan (σ) Proses Termomekanikal

Proses Thermal (T = 400oC, 450 oC, 750 oC, 800 oC, 850 o

C, 900 oC, 950 oC)

Proses mekanik (�=20%, 30%, 40%, 50%, 60%)

Pengujian Bahan (Cu)

Uji Kekerasan (BHN)

Uji Mikrostruktur (d)

Uji Tarik

(σ)

Analisa Data (BHN), (d), dan (σ)

selesaai Ya


(68)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dalam bab ini berisikan data angka, grafik dan foto-foto hasil penelitian setelah dilakukan proses termomekanik pada kondisi suhu dan deformasi tertentu.

4.1.1 Hasil Uji Kekerasan

Proses pengujian kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji. Pengujian kekerasan dalam penelitian ini dilakukan agar dapat diketahui pengaruh suhu dan deformasi ketebalan terhadap perubahan kekerasan material tembaga. Secara umum hasil pengujian kekerasan dari penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Tabel kekerasan spesimen awal

Suhu (ºC)

Spesimen

awal Diameter (mm) BHN BHN rata-rata Suhu

kamar (35oC)

spesimen awal

3.7 44,9

46,5

3.7 44,9

3.6 47,5

3.7 44,9


(69)

Tabel 4.2 Pengujian Kekerasan Berdasarkan Skala Brinell (BHN) setelah proses perlakuan Thermomekanikal Suhu (ºC) Deformasi (%) Diameter

(mm) BHN

BHN

rata-rata Std Deviasi

400oC

20%

3 69,1

69,1 0

3 69,1

3 69,1

3 69,1

3 69,1

30%

3 69,1

70,76 4,7

2.9 74,1 2.8 76,6

3 69,1

3.1 64,6

40%

3 69,1

72,2 3,5

3 69,1

2.8 76,6

3 69,1

2.9 74,1

50%

2.9 74,1

72,1 2,7

3 69,1

2.9 74,1 2.9 74,1

3 69,1

60%

3.1 64,6

69,2 3,3

3 69,1

3 69,1

2.9 74,1


(70)

Suhu (ºC)

Deformasi (%)

Diameter

(mm) BHN

BHN

rata-rata Std Deviasi

450oC

20%

3 69,1

70,1 2,2

3 69,1

2.9 74,1

3 69,1

3 69,1

30%

2.9 74,1

74,2 3,7

3 69,1

2.9 74,1

2.8 79,6

2.9 74,1

40%

2.9 74,1

74,3 5,2

2.8 79,6

2.8 79,6

3 69,1

3 69,1

50%

3 69,1

73,2 4,3

2.9 74,1

2.9 74,1

2.8 79,6

3 69,1

60%

3 69,1

68,2 2

3 69,1

3.1 64,6

3 69,1


(71)

Suhu (ºC)

Deformasi (%)

Diameter

(mm) BHN

BHN

rata-rata Std Deviasi

750oC

20%

3.3 56,8

59,84 3,2

3.3 56,8 3.2 60,5 3.2 60,5 3.1 64,6

30%

3 69,1

63,2 5,5

3.3 56,8 3.2 60,5

3 69,1

3.2 60,5

40%

3.1 64,6

68,2 2

3 69,1

3 69,1

3 69,1

3 69,1

50%

3.2 60,5

57,6 2,9

3.3 56,8 3.2 60,5 3.3 56,8 3.4 53,4

60%

3.1 64,6

64,6 0

3.1 64,6 3.1 64,6 3.1 64,6 3.1 64,6


(72)

Suhu (ºC)

Deformasi (%)

Diameter

(mm) BHN

BHN rata-rata

Std Deviasi

800oC

20%

3.2 60,5

60,58 2,7 3.2 60,5

3.2 60,5 3.3 56,8 3.1 64,6

30%

3.1 64,6

67,3 2,4

3 69,1

3 69,1

3.1 64,6

3 69,1

40%

3 69,1

69,1 0

3 69,1

3 69,1

3 69,1

3 69,1

50%

3.4 53,4

63,44 7,5 2.9 74,1

3.2 60,5 3.1 64,6 3.1 64,6

60%

3.2 60,5

61,4 3,2 3.2 60,5

3.1 64,6 3.1 64,6 3.3 56,8


(73)

Suhu (ºC)

Deformasi (%)

Diameter

(mm) BHN

BHN rata-rata

Std Deviasi

850oC

20%

3.1 64,6

63,78 1,8

3.1 64,6

3.2 60,5

3.1 64,6

3.1 64,6

30%

3 69,1

64,02 5,3

3 69,1

3.2 60,5

3.3 56,8

3.1 64,6

40%

3 69,1

70,1 2,2

3 69,1

3 69,1

2.9 74,1

3 69,1

50%

3.2 60,5

64,34 7,9

3.4 53,4

2.9 74,1

3 69,1

3.1 64,6

60%

3.1 64,6

62,14 2,2

3.2 60,5

3.2 60,5

3.2 60,5


(74)

Suhu (ºC)

Deformasi (%)

Diameter

(mm) BHN

BHN rata-rata

Std Deviasi

900oC

20%

3.1 64,6

62,96 2,2

3.2 60,5

3.2 60,5

3.1 64,6

3.1 64,6

30%

3.1 64,6

64,38 3

3.1 64,6

3.2 60,5

3 69,1

3.1 64,6

40%

3 69,1

71,1 2,7

3 69,1

3 69,1

2.9 74,1

2.9 74,1

50%

2.9 74,1

69,2 3,3

3.1 64,6

3 69,1

3 69,1

3 69,1

60%

3.2 60,5

62,14 2,2

3.2 60,5

3.2 60,5

3.1 64,6


(75)

Suhu (ºC)

Deformasi (%)

Diameter

(mm) BHN

BHN rata-rata

Std Deviasi

950oC

20%

3.2 60,5

64,34 7,9

3.4 53,4

2.9 74,1

3 69,1

3.1 64,6

30%

3 69,1

65,66 3,9

3 69,1

3 69,1

3.2 60,5

3.2 60,5

40%

3 69,1

67,3 2,4

3 69,1

3.1 64,6

3 69,1

3.1 64,6

50%

3.1 64,6

65,58 3

3.1 64,6

3.2 60,5

3 69,1

3.1 64,6

60%

3.1 64,6

60,52 2,7

3.2 60,5

3.3 56,8

3.2 60,5


(76)

Gamabar 4.1 Grafik Hubungan Temperatur (ºC) dengan Kekerana BHN

Kekerasan spesimen awal sebesar 46.5, setelah proses perlakuan thermomekanikal Pada suhu 400oC kekerasan 69.1 BHN meningkat menjadi 72,2 BHN dan menurun kekerasan mencapai 68.2 pada deformasi 605. Kemudian pada suhu 450oC dan pada suhu 950 oC kekerasan turun menjadi 64,34 BHN, karena pada suhu 950 oC mendekati titik cair sehingga kekerasan menurun. Pada deformasi 20% kekerasan semakin menurun 59.84 BHN dengan suhu 750 oC sedangkan dan pada suhu 950 oC dengan deformasi 60% kekerasan 60,52 BHN. Pada deformasi 40% kekerasan cendrung naik 72.2 BHN sampai 74.3 BHN dan turun pada suhu 750 oC kekerasan menjai 68.2 BHN.

4.1.2 Hasil Uji Metalografi (Metallography Test)

Pengujian metalografi dilakukan untuk melihat mikrostruktur yang ada dipermukaan spesimen. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 150 300 450 600 750 900 1050

K ek er a sa n ( B H N ) Temperatur (ºC) 20% 30% 40% 50% 60% Temperatur rekristalisasi Pengerjaan panas


(77)

Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Pengujian mikrostruktur ini dilakukan untuk Tembaga. Pada penelitian ini etsa igunakan mempunyai komposisi kimia sebagai berikut:

1. 5 gram FeCl3 2. 2 ml HCL

3. 98 ml etalalcohol

Hasil foto mikro seperti diperlihatkan pada gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 Perbesaran 200x spesimen Tembaga pada temperature 750 oC

Gambar 4.2 mikrostruktur pembesaran 200x pada temperature 750 oC. 4.1.3 Pengukuran Diameter Butir

Pengukuran diameter butir berdasarkan metode planimetri

200 µm 200 µm


(78)

Gambar 4.3 Perhitungan diameter butir NA = f (�������+

����������� 2 ) = 8 ( 15 + 8

2) NA = 152

Dimana :

Ninside = butiran dalam lingkaran

Nintercepted = butiran bersinggungan lingkaran

Hasil perhitungan diameter ukuran butiran dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:


(79)

Tabel 4.3 Hasil pengukuran butiran spesimen awal

Suhu (ºC)

Derajat Deformasi

f

(Pembesaran) Ninsede Nintercapted

Diameter Butir (µm) Na Diameter Butir rata-rata (μm) temperatur kamar

(35oC)

Spesimen awal

200 9 6 205,81 24

208,3

200 7 7 217,04 21

200 9 7 202,06 25

Tabel 4.4 Pengukuran butiran setelah proses termomekanikal

Suhu (ºC) Deformasi (%) N inside N

intercepted f Na

Diameter Butir (µm)

Diameter Butir

rata-rata (µm) Std Deviasi

400 oC

20%

13 10 8 144 84,63

81,04 4,95

14 9 8 148 83,1

18 8 8 176 75,39

30%

13 7 8 135 86,9

79,8 7,71

20 10 8 200 71,58

16 7 8 156 80,86

40%

20 11 8 204 70,8

70,6 0,90

21 11 8 212 69,7

21 10 8 200 71,5

Suhu (ºC) Deformasi (%) N inside N

intercepted f Na

Diameter Butir (µm)

Diameter Butir

rata-rata (µm) Std Deviasi

400 oC

50%

23 10 8 224 67,48

71,89 3,82

18 10 8 184 74,1

17 12 8 184 74,1

60%

14 8 8 144 84,63

81,75 2,54

16 7 8 156 80,86

16 8 8 160 79,78

450 oC

20%

19 10 8 192 72,75

77,16 6,50

18 10 8 184 74,1

14 8 8 144 84,63

30%

18 11 8 188 73,38

74,9 7,54

15 7 8 148 83,1

23 9 8 220 68,24

40%

19 10 8 192 72,75

69 4,87

20 11 8 204 70,8


(80)

50%

20 10 8 200 71,58

69,8 3,77

24 11 8 236 65,51

19 11 8 196 72,44

60%

13 7 8 135 86,9

79,8 7,71

20 10 8 200 71,58

16 7 8 156 80,86

Suhu (ºC) Deformasi (%) N inside N

intercepted f Na

Diameter Butir (µm)

Diameter Butir

rata-rata (µm) Std Deviasi

750 oC

20%

17 7 8 164 80,67

93,24 11,1

14 4 8 128 97,37

8 6 8 88 101,7

30%

19 10 8 192 72,75

79,75 7,44

17 7 8 168 78,93

13 7 8 132 87,57

40%

14 8 8 144 84,63

82,49 1,93

15 8 8 152 82

16 7 8 156 80,86

50%

6 4 8 64 128,1

120,1 19,9

11 5 8 108 97,38

5 4 8 56 134,8

60%

13 9 8 140 85,4

91,4 5,95

13 6 8 128 97,3

11 8 8 120 91,6

800 oC

20%

7 5 8 76 116,4

110,9 4,99

7 8 8 88 106,6

8 5 8 84 109,8

30%

11 9 8 124 89,8

95,72 12,2

7 7 8 84 109,8

13 7 8 132 87,57

40%

13 10 8 144 84,63

81,04 4,95

14 9 8 148 83,1


(81)

Suhu (ºC) Deformasi (%) N inside N

intercepted f Na

Diameter Butir

(µm)

Diameter Butir

rata-rata (µm) Std Deviasi

800 oC

50%

8 7 8 92 93,73

99,9 6,64

13 6 8 128 97,3

9 4 8 88 106,6

60%

7 6 8 72 119,1

105,5 12,1

13 6 8 128 97,3

9 8 8 104 99,1

850 oC

20%

14 6 8 136 93,99

101,4 10,08

10 7 8 108 97,38

8 4 8 80 112,9

30%

13 9 8 140 85,48

88,97 11,3

9 4 8 88 101,7

15 10 8 160 79,78

40%

18 10 8 184 74,1

73,65 0,77

17 12 8 184 74,1

19 10 8 192 72,75

50%

12 8 8 128 97,3

84,4 11,4

18 9 8 180 75,3

14 11 8 156 80,8

60%

7 5 8 108 97,38

103 8,57

12 7 8 124 98,8

7 6 8 80 112,9

Suhu (ºC) Deformasi (%) N inside N

intercepted f Na

Diameter Butir (µm)

Diameter Butir

rata-rata (µm) Deviasi

900 ºC

20%

7 5 8 108 97,38

103 8,57

12 7 8 124 98,8

7 6 8 80 112,9

30%

13 7 8 132 87,57

83,48 3,90

15 7 8 148 83,1

16 8 8 160 79,78

40%

24 12 8 240 64,8

73,5 7,75

17 9 8 172 76

15 10 8 160 79,7

50%

15 8 8 152 82

80,16 4,17

18 8 8 176 75,39


(82)

Suhu (ºC) Deformasi (%) N inside N

intercepted f Na

Diameter Butir

(µm)

Diameter Butir

rata-rata (µm) Deviasi

950 ºC

40%

12 8 8 128 97,3

84,4 11,44

18 9 8 180 75,3

14 11 8 156 80,8

50%

13 7 8 135 86,9

84,67 10,35

18 11 8 188 73,38

9 5 8 92 93,73

60%

8 6 8 88 106,6

106,2 0,63

10 4 8 96 105,5

9 4 8 88 106,6

Gambar 4.4 Grafik hubungan temperature dengan diameter butir (µ m)

0 20 40 60 80 100 120 140

0 150 300 450 600 750 900 1050

D ia m et er u ti r ( µ m ) Temperatur (ºC) 20% 30% 40% 50% 60% pengerjaan panas

Temperatur rekristalisasi

60%

8 7 8 92 93,73

102,18 14,64

7 4 8 72 119,1

9 5 8 92 93,73

950 ºC

20%

4 5 8 52 140,2

115,8 28,41

15 6 8 144 84,63

6 5 8 68 122,7

30%

13 8 8 120 91,67

88,98 3,17

14 7 8 140 85,48


(83)

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa pada deformasi 50% diameter butir naik 120.1 µm pada suhu 750 oC dan pada suhu 400 oC diameter butir turun menjadi 71.89 µm sehingga pada suhu 950 oC naik 84.67µm pada deformasi 50%. Dimana diameter butir pada spesimen awal 208.3 µm.

4.1.3 Hasil Pengujian Tarik

Pengujian tarik telah dilakukan dengan menggunakan alat uji tarik Torsee Universal Testing Machine terhadap bahan uji tarik dari Tembaga. Pengujian tarik dilakukan dengan menggunakan standar dari Annual book of ASTM Vol.3 E8M-00b. Berikut ini adalah gambar dan tabel hasil pengujian tarik bahan Tembaga. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari spesimen dalam penelitain ini. Pada penelitian ini pengujian tarik dilakukan pada deformasi 30%, 40% dan 50% denngan suhu 400 oC , 450 oC, 800oC, 850 oC, dan 900 oC.

Hasil pengujian tarik terdiri dari tiga parameter yaitu tegangan luluh (yield strength), tegangan batas (ultimate strength) dan keuletan yang ditunjukkan oleh besarnya regangan. Secara umum hasil pengujian tarik dapat dilihat pada table 4.5 berikut ini.

Untuk menghitung tegangan luluh(

σ

y) dengen cara menginterpolasikan sebagai berikut:

0 0

�� 0.2


(84)

126.926− �

126.926−0 =

0.865−0.2

0.865 −0

126.926− �

126.926 =

0.665 0.865

227.639− � =0.371 � 227.639 0.571

�� = 126.926−97.578

�� = 29.3

Tabel 4.5 Sifat mekanik dari pengujian tarik

Temperatur (ºC)

Deformasi (%)

Pertambahan panjang (∆l)

Tegangan Luluh (MPa)

Tegangan Maksimum

(Mpa) Regangan (%)

400

20% 4 97,37 354,1 20

30% 4,5 86,17 352,5 23,1

40% 3,5 116,73 408,5 17,5

50% 4 136,45 496,2 21,1

60% 5,3 132,1 538,5 25,2

450

20% 4 118,6 308,1 18,2

30% 4 134,48 373,5 20

40% 4 126,98 355,2 18,2

50% 4 146,06 408,5 20

60% 4 147,66 454,3 19

800

20% 3,2 74,98 296,2 11,03

30% 6 29,31 322,9 24,2

40% 8 69,1 370,4 22,2

50% 6 15,45 354,1 29,09


(85)

Gambar 4.5 Kurva tegangan dengan regangan pada temperature 400oC Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa tegangan maksimuk pada deformasi 20% sebesar 354.1 MPa, pada deformasi 40% sebesar 408.5 MPa,dengan regangan 17.5%.sedangkan untuk deformasi 60% nilai tegangan maksimum sebesar 538.5 MPa, dengan nilai regangan 25.2%.dan tegangan luluh 132.1 MPa.

Gambar 4.6 Kurva tegangan dengan regangan pada temperature 450oC 0 100 200 300 400 500 600

0 5 10 15 20 25 30

σ

(M P a) Regangan (%) 20% 30% 40% 50% 60% 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

0 5 10 15 20 25

σ

(M P a) Regangan (%) 20% 30% 40% 50% 60%


(86)

Gambar 4.7 Kurva tegangan dengan regangan pada temperature 800oC Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa nilai tegangan luluh 74.98 MPa, tegangan maksimum sebesar 296.2 MPa pada deformasi 20%, sedangkan pada deformasi 60% nilai nilai tegangan luluh sebesar 142.62 MPa dengan nilai tegangan maksimum 538.5 MPa.

Gambar 4.8 Kurva tegangan dengan regangan pada temperature 850oC 0 100 200 300 400 500 600

0 5 10 15 20 25 30 35

σ (M P a) Regangan (%) 20% 30% 40% 50% 60% 0 100 200 300 400 500 600

0 10 20 30 40

σ (M P a) Regangan (%) 20% 30% 40% 50% 60%


(87)

Gambar 4.9 Kurva tegangan dengan regangan pada temperature 900oC Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa tegangan maksimum meningkat pada deformasi 60% sebesar 565.5 MPa, sedangkan untuk deformasi 20% nilai maksimum sebesar 268 Mpa dan nilai regangan 18.1%. untuk deformasi 40% sbesar 408.5 Mpa,sedangkan nilai regangan 45.8%.

0 100 200 300 400 500 600

0 10 20 30 40 50

σ

(M

P

a)

Regangan (%)

20% 30% 40% 50% 60%


(88)

4.2. Pembahasan

4.2.1 Hubungan Antara Kekerasan Dengan deformasip

Gambar 4.10 Hubungan antara kekerasan dengan deformasi

Dari grafik diatas bahwa dapat disimpulkan kekerasan cendrung naik dari deformasi 20% dan meningkat kekerasan pada deformasi 40% dan pada deformasi 60% kekerasan mulai turun dimana nilai kekerasan 60.52 BHN pada suhu 950oC. pada suhu 400oC kekerasan pada deformasi 60% sebesar 68.2 BHN.

Untuk peningkatan deviasi kekerasan dapa dilihat dari grafik kekerasan dengan jumlah deformasi pada gambar 4.11

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

K

ek

er

as

an

B

H

N

Deformasi %

400ºC 450ºC 750ºC 800ºC 850ºC 900ºC 950ºC


(89)

Gambar 4.11 Deformasi dengan kekerasan pada temperatur 400oC

Dari grafik diatas kekerasan spesimen dapat disimpulkan bahwa kekerasan meningkat pada defor masi 40% dan 60% dengan deviasi pada deforasi 20% sebesar 0, pada deformasi 40% deviasi sebesar 3,53 dan pada deformasi 50% sebesar 2.73.

Gambar 4.12 Deformasi dengan diameter butir pada temperatur 400oC 64 66 68 70 72 74 76 78

0% 20% 40% 60% 80%

K ek er as an B H N Deformasi % 400ºC 0 20 40 60 80 100

0% 20% 40% 60% 80%

D ia m et er b u ti r (µ m ) Deformasi % 400ºC


(90)

Dari grafik diatas pada deformasi 30% deviasi 7.71, deformasi 40% diameter butir 69µm dengan deviasi 0,pada deformasi 60% diameter butir meningkat 81.75µm dengan deviasi 2.54.

Gambar 4.13 Temperatur dengan kekerasan

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan yang pernah dilakukan penelitian pada jurnal orang, kekerasannya 60 BHN, setelahdilakukan proses pengujian kekerasan naik dari 60 BHN menjadi 72.2 BHN dan kekerasan tertinggi 74.3 BHN pada temperatur 450oC dengan deformasi 40%.

0 30 60 90

0 300 600 900 1200

K

ek

er

as

an

(

B

H

N

)

Temperatur (ºC)


(1)

(2)

LAMPIRAN B

ASTM E-112


(3)

(4)

LAMPIRAN C

ASTM E8-04-Seet-type


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Variasi Suhu dan Waktu Pengempaan terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Ketahanan Rayap Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit Dengan Perekat Phenol Formaldehida

2 59 69

Pengaruh Suhu dan Waktu Pengempaan Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida

1 64 71

Pengaruh Suhu dan Waktu Pengempaan terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Isosianat

5 59 68

Sifat Fisis Mekanis Balok Laminasi dari Batang Kelapa (Cocos nucifera L.) dan Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Wild.)

0 34 71

Sifat Fisis Mekanis Papan Gipsum dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Perlakuan Perendaman dan Variasi Kadar Gipsum

1 61 84

Corrective Maintenance Bantalan Luncur Lori Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kapasitas Angkut 2,5 Ton TBS Menggunakan Analisa Kegagalan

17 114 75

PERBAIKAN SIFAT MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CROM DAN TEMBAGA

0 3 8

SIFAT FISIS DAN MEKANIS BAJA KARBON RENDAH DENGAN PERLAKUAN CARBURIZING ARANG TEMPURUNG KELAPA Sifat Fisis dan Mekanis Baja Karbon Rendah dengan Perlakuan Carburizing Arang Tempurung Kelapa.

0 3 18

PENDAHULUAN Analisis Sifat Fisis Dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) Dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint.

0 0 7

this PDF file Analisa Sifat Mekanik Bahan Paduan TembagaSeng Sebagai Alternatif Pengganti Bantalan Gelinding pada Lori Pengangkut Buah Sawit | Hardianto S. | Jurnal Teknik Mesin MES05070205

0 0 8