Analisis Penyisipan Watermarking Pada Citra Digital Dengan Menggunakan Discrete Cosine Transform

3.3 Analisis Penyisipan

Untuk melakukan penyisipan watermarking, input yang harus disediakan adalah citra asli dan citra watermark. Pada proses penyisipan, jika ukuran panjang atau lebar citra asli tidak habis dibagi oleh ukuran panjang atau lebar blok, maka dilakukan padding dengan cara melakukan penambahan pixel pada dimensi panjang atau lebar citra. Setelah dilakukan transformasi balikan, hasil padding tersebut dibuang. Pada penelitian ini, padding tidak dilakukan. Transformasi hanya dilakukan terhadap bagian citra asli sampai ukuran panjang atau lebar yang habis dibagi oleh panjang atau lebar blok. Selain itu, pada penelitian ini peranan kriteria keamanan merupakan kategori dengan bagian terkecil. Sistem ini tidak menggunakan kunci kriptografi untuk proses penguncian watermark. Umumnya proses penguncian dilakukan dengan mengacak citra watermark berdasarkan kunci yang diinput dengan teknik pseudo random generator. Oleh karena tidak dilakukan pengacakan, maka penyisipan citra watermark dilakukan dari blok 8 x 8 pertama sampai dengan blok ke-N dari citra asli. Model penyisipan watermark yang dilakukan terdapat pada gambar 3.2 berikut : Watermark Citra Asli DCT Citra Terwatermark Modifikasi Koefisien DCT IDCT Gambar 3.2 Model Penyisipan Watermark Proses penyisipan dimulai dengan membagi citra asli menjadi blok-blok 8x8. Kemudian pada blok-blok tersebut dilakukan transformasi DCT secara berurutan dari blok ke-1 sampai dengan blok ke-n. Sebagai contoh, terdapat sebuah citra berukuran 512 x 512 pixel. Citra tersebut kemudian dibagi menjadi blok-blok 8x8 sehingga Universitas Sumatera Utara transformasi DCT dilakukan sebanyak 64 kali setiap baris dimulai dari baris pertama sampai dengan baris ke-64. Apabila diambil blok 8x8 pertama dari matriks tersebut, maka nilai-nilai pixel-nya adalah sebagai berikut : 92 93 93 94 95 96 97 97 93 94 94 95 95 96 97 96 93 96 97 97 96 97 97 96 B = 93 96 97 97 96 97 97 97 95 97 97 97 97 98 98 98 95 97 97 97 98 99 100 99 96 97 98 98 98 99 100 99 98 98 98 99 98 98 98 99 Kemudian matriks tersebut mengalami transformasi DCT dan hasilnya adalah blok matriks DCT berikut : 773,2500 -7,7091 -1,7289 -1,8076 -2,5000 0,0572 -0,9075 -0,8215 -10,2208 -1,8328 -0,4267 0,0927 -0,5059 -0,0619 -0,3137 -0,1354 -1,0592 -0,5777 1,3321 1,0743 1,5772 0,5214 -0,0518 0,1896 B’ = -0,4589 -2,8917 1,2379 1,2397 -0,2038 -0,3283 -0,3406 0,5752 -0,7500 0,7206 0,4223 -0,4095 1,0000 -0,5120 0,3663 -0,4192 0,0091 -1,0020 -0,6768 -0,6516 -0,6495 0,1013 0,1653 0,1993 0,7093 0,0956 -0,3018 -0,1510 -0,1121 -0,4124 -0,0821 -0,0499 0,7580 0,5413 -0,2228 -0,0291 -0,1753 0,0194 0,1898 -0,0082 Rincian mengenai cara mendapatkan nilai DCT untuk koefisien 1,1 dijelaskan pada Lampiran A. Setelah itu, blok matriks DCT ini kemudian dimodifikasi sesuai dengan aturan RSPPMC, yaitu memilih dua koefisien DCT yang berada dalam frekuensi menengah untuk disesuaikan dengan bit yang ditanam. Berdasarkan gambar 2.3, koefisien-koefisien yang berada pada frekuensi menegah dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1 Koefisien DCT Yang Berada Pada Frekuensi Menengah Koefisien DCT Nilai 1,4 -1,8076 1,5 -2,5000 1,6 0,0572 1,7 -0,9075 2,3 -0,4267 2,4 0,0927 2,5 -0,5059 2,6 -0,0619 3,2 -0,5777 3,3 1,3321 3,4 1,0743 3,5 1,5772 4,1 -0,4589 4,2 -2,8917 4,3 1,2379 4,4 1,2397 5,1 -0,7500 5,2 0,7206 5,3 0,4223 6,1 0,0091 6,2 -1,0020 7,1 0,7093 Pada penelitian ini, dua koefisien yang digunakan adalah koefisien matriks DCT 5,2 dan koefisien matriks DCT 4,3. Berdasarkan tabel koefisien DCT di atas, maka koefisien 5,2 adalah 0,7206 sedangkan koefisien 4,3 adalah 1,2379. Universitas Sumatera Utara Ketentuan penyisipan adalah apabila dilakukan penyisipan bit 0, maka blok DCT harus diatur sedemikian rupa sehingga koefisien 5,2 lebih besar daripada koefisien 4,3. Sedangkan apabila dilakukan penyisipan bit 1, maka koefisien 5,2 harus lebih kecil daripada koefisien 4,3. Sebagai contoh, dalam blok matriks DCT ini dilakukan penyisipan bit 0. Oleh karena itu, proses swap dilakukan antara koefisien 5,2 dengan koefisien 4,3 agar sesuai dengan ketentuan penyisipan. Sebagai hasilnya adalah koefisien 5,2 menjadi bernilai 1,2379 dan koefisien 4,3 menjadi 0,7206. Langkah berikutnya adalah membuat perbedaan kedua koefisien tersebut lebih besar atau sama dengan nilai tertentu. Menurut Chris Shoemaker pada penelitiannya yang berjudul “Hidden Bits : A Survey of Techniques for Digital Watermarking” pada tahun 2002, proses swap pada koefisien tersebut tidak merubah citra ter-watermark secara signifikan, sebagaimana disebabakan koefisien DCT pada frekuensi menengah memiliki besar yang hampir sama. Ketahanan watermark dapat ditingkatkan dengan menciptakan suatu “watermark strength constant” yaitu k. Peningkatan nilai k dapat mengurangi kemungkingan error detection pada nilai penambahan degradasi citra. Chris Shoemaker menggunakan nilai 50 untuk k pada penelitiannya dan hasil yang didapatkannya adalah citra dengan robustness ketahanan yang baik walaupun telah mengalami kompresi JPEG 20 dan Gaussian noise 15 . Oleh karena itu, pada penelitian ini nilai perbedaan koefisien yang digunakan adalah 50. Nilai ini menjadi sangat berarti dalam pembacaan watermark pada proses ekstraksi. Sesuai dengan contoh sebelumnya, hasil dari pengurangan koefisien 5,2 dengan koefisien 4,3 adalah kurang dari 50 sehingga kedua koefisien tersebut harus dibuat agar memiliki perbedaan lebih besar atau sama dengan 50. Oleh karena itu, didapatkan hasil bahwa koefisien 5,2 sekarang menjadi bernilai 26,2379 sedangkan koefisien 4,3 menjadi -24,2794. Jadi, blok matriks DCT hasil modifikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 773,2500 -7,7091 -1,7289 -1,8076 -2,5000 0,0572 -0,9075 -0,8215 -10,2208 -1,8328 -0,4267 0,0927 -0,5059 -0,0619 -0,3137 -0,1354 -1,0592 -0,5777 1,3321 1,0743 1,5772 0,5214 -0,0518 0,1896 B’ = -0,4589 -2,8917 -24,2794 1,2397 -0,2038 -0,3283 -0,3406 0,5752 -0,7500 26,2379 0,4223 -0,4095 1,0000 -0,5120 0,3663 -0,4192 0,0091 -1,0020 -0,6768 -0,6516 -0,6495 0,1013 0,1653 0,1993 0,7093 0,0956 -0,3018 -0,1510 -0,1121 -0,4124 -0,0821 -0,0499 0,7580 0,5413 -0,2228 -0,0291 -0,1753 0,0194 0,1898 -0,0082 Setelah proses modifikasi blok matriks DCT selesai, maka tahap terakhir adalah mengembalikan nilai matriks tersebut dari domain frekuensi ke domain spatial ruang. Untuk melakukan hal itu, maka pada blok matriks ini dilakukan transformasi IDCT invers DCT. Hasil dari transformasi ini adalah nilai-nilai pixel blok matriks yang dibulatkan dan dapat dilihat sebagai berikut : 92 95 98 100 99 96 91 88 90 91 91 93 95 98 101 102 94 95 92 90 91 97 103 106 Bw = 101 101 98 95 92 93 95 96 96 99 101 101 99 97 93 90 85 91 97 102 105 104 101 98 90 93 96 98 100 102 103 102 107 104 98 95 92 93 96 99 Rincian mengenai cara mendapatkan nilai IDCT untuk koefisien 1,1 dijelaskan pada Lampiran B. Nilai pixel hasil penyisipan ini sedikit berubah sehingga mempengaruhi warna citra ter-watermark. Akan tetapi, perubahan tersebut menghasilkan citra dengan korelasi mendekati nilai 1. Artinya, warna citra tersebut menyerupai citra aslinya. Hal ini dapat dibuktikan melalui hasil perolehan nilai korelasi pada Lampiran C, yaitu 0,9999. Universitas Sumatera Utara

3.4 Analisis Ektraksi

Dokumen yang terkait

Watermarking Menggunakan Algoritma Discrete Cosine Transform (DCT) pada Penyisipan ke dalam Citra

4 57 70

PERBANDINGAN WATERMARKING CITRA DENGAN ALIHRAGAM WAVELET DAN DISCRETE COSINE TRANSFORM

0 3 8

Watermarking Citra Digital Menggunakan GHM Multiwavelet Transform dan Discrete Cosine Transform (DCT).

0 9 16

Watermarking Citra Digital Berwarna pada Ruang Warna YIQ Menggunakan Contourlet Transform dan Discrete Cosine Transform - Digital Color Image Watermarking in YIQ Colour Space Using Contourlet Transform and Discrete Cosine Transform.

1 2 16

Blind Watermarking Citra Digital pada Komponen Luminansi Berbasis DCT (Discrete Cosine Transform).

0 0 13

IMPLEMENTASI TEKNIK WATERMARKING DIGITAL PADA CITRA BERWARNA DALAM DOMAIN DISCRETE COSINE TRANSFORM.

0 0 7

Adaptive Watermarking Citra Digital dengan Teknik Discrete Wavelet Transform-Discrete Cosine Transform dan Noise Visibility Function - Discrete Wavelet Transform-Discrete Cosine Transform and Noise Visibility Function Based Digital Image Adaptive Watermar

0 0 14

Blind Watermarking pada Citra Digital Menggunakan Discrete Wavelet Transform (DWT) dan Discrete Cosine Transform (DCT) - Blind Watermarking on Digital Image Using Discrete Wavelet Transorm (DWT) dan Discrete Cosine Transform (DCT).

0 1 16

Digital Watermarking Menggunakan Teknik Penggabungan DWT (Discrete Wavelet Transform) dan DCT (Discrete Cosine Transform).

0 0 58

RANCANG BANGUN APLIKASI WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN DISCRETE COSINE TRANSFORM (DCT)

0 0 11