Rumusan Masalah Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam Definisi Operasional Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tuju

Di masa mendatang penderita penyakit GGK digambarkan pasti akan meningkat jumlahnya. Hal ini disebabkan terjadinya suatu prediksi peningkatan insidensi yang luar biasa dari diabetes melitus dan hipertensi di dunia karena meningkatnya kemakmuran akan disertai dengan bertambahnya umur manusia, obesitas dan penyakit degeneratif. Prediksi menyebutkan bahwa pada tahun 2015, tiga juta penduduk dunia perlu menjalani pengobatan pengganti untuk GGK dengan perkiraan peningkatan 5 per tahunnya. Tahun 2030, 24 juta penduduk akan menderita GGK dengan perkembangan terbesar di daerah Asia Pasifik yaitu rata- rata 10 per tahun Roesma, 2008. Oleh karena itu, yang paling penting adalah melakukan pencegahan dini terhadap penyakit ginjal dengan cara mengenali faktor risikonya. Faktor risiko penyakit ginjal adalah faktor keturunan, infeksi, trauma, dan kista. Faktor lainnya yang meningkatkan risiko penyakit ginjal adalah merokok, mengkonsumsi obat-obatan berlebihan, dan asam urat tinggi. Faktor risiko tertinggi untuk penyakit ginjal adalah mereka yang menderita hipertensi dan diabetes. Oleh karena itu akhir- akhir ini penanggulangan GGK lebih ditujukan ke arah memperlambat laju penurunan fungsi ginjal dengan berbagai upaya dan mencegah gangguan fungsi ginjal pada tahap lebih awal dengan usaha meningkatkan kesadaran masyarakat dan deteksi dini Roesma, 2008. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran perilaku keluarga pasien hemodialisis mengenai gagal ginjal kronik.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien hemodialisis mengenai gagal ginjal kronik di Klinik Rasyida Medan? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien hemodialisis mengenai gagal ginjal kronik di Klinik Rasyida Medan. Universitas Sumatera Utara

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan keluarga pasien hemodialisis mengenai gagal ginjal kronik di Klinik Rasyida Medan. b. Untuk mengetahui gambaran sikap keluarga pasien hemodialisis mengenai gagal ginjal kronik di Klinik Rasyida Medan. c. Untuk mengetahui gambaran tindakan keluarga pasien hemodialisis mengenai gagal ginjal kronik di Klinik Rasyida Medan.

1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

a. Dapat menginformasikan kepada masyarakat cara mencegah terjadinya gagal ginjal kronik. b. Dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam mengambil kebijakan lebih lanjut untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai gagal ginjal kronik. c. Dapat menambah wawasan dan sumber pustaka bagi orang lain. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gagal ginjal kronik 2.1.1 Definisi Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 mlmenit1,73m², seperti pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik 1. Kerusakan ginjal 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: - Kelainan patologik - Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan 2. Laju filtrasi glomerulus 60 mlmenit1,73m² selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal Sumber: Chonchol, 2005 Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal Perazella, 2005. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus LFG dan stadium penyakit ginjal kronik Stadium Deskripsi LFG mLmenit1.73 m² Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor risiko 1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau meninggi ≥ 90 2 Penurunan ringan LFG 60-89 3 Penurunan moderat LFG 30-59 4 Penurunan berat LFG 15-29 5 Gagal ginjal 15 atau dialisis Sumber: Clarkson, 2005

2.1.2 Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry IRR pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis 25, diabetes melitus 23, hipertensi 20 dan ginjal polikistik 10 Roesli, 2008. a. Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus Markum, 1998. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik LES, mieloma multipel, atau amiloidosis Prodjosudjadi, 2006. Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis Sukandar, 2006. Universitas Sumatera Utara b. Diabetes melitus Menurut American Diabetes Association 2003 dalam Soegondo 2005 diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya Waspadji, 1996. c. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi Mansjoer, 2001. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal Sidabutar, 1998. d. Ginjal polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemuka n kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa adult polycystic kidney disease, oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal Universitas Sumatera Utara lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa Suhardjono, 1998.

2.1.3 Faktor risiko

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga National Kidney Foundation, 2009.

2.1.4 Patofisiologi

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal Noer, 2006.

2.1.5 Gambaran klinik

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular Sukandar, 2006. a. Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer MCV 78-94 CU, sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Universitas Sumatera Utara b. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. c. Kelainan mata Visus hilang azotemia amaurosis hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina retinopati mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. d. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost e. Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. f. Kelainan neuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat Universitas Sumatera Utara seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya personalitas. g. Kelainan kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif GJK pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

2.1.6 Diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik GGK mempunyai sasaran berikut: a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal LFG b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal reversible factors d. Menentukan strategi terapi rasional e. Meramalkan prognosis Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus Sukandar, 2006. a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal LFG. Gambaran klinik keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal. Universitas Sumatera Utara b. Pemeriksaan laboratorium Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG, identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal. 1 Pemeriksaan faal ginjal LFG Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal LFG. 2 Etiologi gagal ginjal kronik GGK Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis. 3 Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal LFG. c. Pemeriksaan penunjang diagnosis Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu: 1 Diagnosis etiologi GGK Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi USG, nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography MCU. 2 Diagnosis pemburuk faal ginjal Pemeriksaan radiologi dan radionuklida renogram dan pemeriksaan ultrasonografi USG.

2.1.7 Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi makin rendah tekanan darah makin Universitas Sumatera Utara kecil risiko penurunan fungsi ginjal, pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan National Kidney Foundation, 2009.

2.1.8 Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit Sukandar, 2006. 1 Peranan diet Terapi diet rendah protein DRP menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. 2 Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori sumber energi untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. 3 Kebutuhan cairan Bila ureum serum 150 mg kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. 4 Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar underlying renal disease. b. Terapi simtomatik 1 Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium hiperkalemia. Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat Universitas Sumatera Utara diberikan suplemen alkali. Terapi alkali sodium bicarbonat harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEqL. 2 Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell PRC merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3 Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama chief complaint dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. 4 Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5 Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 6 Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi. 7 Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. c. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 mlmenit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal Suwitra, 2006. 1 Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal LFG. Universitas Sumatera Utara Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopatineuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen BUN 120 mg dan kreatinin 10 mg. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mLmenit1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat Sukandar, 2006. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel hollow fibre kidney. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal Rahardjo, 2006. 2 Dialisis peritoneal DP Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis CAPD di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua umur lebih dari 65 tahun, pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri mandiri, dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal Sukandar, 2006. 3 Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal anatomi dan faal. Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: a Cangkok ginjal kidney transplant dapat mengambil alih seluruh 100 faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80 faal ginjal alamiah b Kualitas hidup normal kembali Universitas Sumatera Utara c Masa hidup survival rate lebih lama d Komplikasi biasanya dapat diantisipasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan e Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

2.2 Perilaku

Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai dengan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Aktivitas manusia dikelompokkan menjadi dua bagian. Yang pertama adalah aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, seperti berjalan, bernyanyi, tertawa, dan sebagainya. Yang kedua adalah aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain dari luar, seperti berpikir, berfantasi, bersikap, dan sebagainya Notoatmodjo, 2005. Skiner 1938 seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo 2005 merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus-organisme-respons S-O-R. Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Perilaku tertutup covert behavior Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain dari luar secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. b. Perilaku terbuka overt behavior Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”. Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Pengetahuan knowledge

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat seperti dalam tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif Domain Definisi Tahu Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya Memahami Kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar Aplikasi Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil Analisis Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut Sintesis Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru Evaluasi Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek Sumber: Notoatmodjo, 2005 Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan secara langsung wawancara atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket Notoatmodjo, 2005. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Sikap attitude

Sikap merupakan suatu respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu Notoatmodjo, 2005. Menurut Allport 1954 dalam Notoatmodjo 2005, sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni: a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian terkandung di dalamnya faktor emosi orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak tend to behave, artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka tindakan. Ketiga komponen tersebut secara bersama-bersama membentuk sikap yang utuh total attitude. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu Notoatmodjo, 2005. Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya seperti dalam tabel 2.4 berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4 Tingkat sikap berdasarkan intensitasnya Domain Definisi Menerima Menerima stimulus yang diberikan objek Menanggapi Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi Menghargai Memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain Bertanggung jawab Bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya Sumber: Notoatmodjo, 2005

2.2.3 Tindakan atau praktik practice

Tindakan merupakan lanjutan dari sikap, karena sikap belum tentu terwujud dalam tindakan Notoatmodjo, 2005. Sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu: a. Praktik terpimpin guided response Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme mechanism Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara otomatis. c. Adopsi adoption Suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa saja yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah :

3.2 Definisi Operasional

a. Keluarga pasien hemodialisis adalah orang yang termasuk dalam keluarga luas, yaitu mencakup semua orang yang berketurunan dengan umur 16 tahun ke atas dari kakek nenek yang sama, termasuk keturunan masing-masing istri dan suami yang menemani pasien hemodialisis selama menjalani hemodialisis di Klinik Rasyida Medan. b. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengenai GGK. c. Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden mengenai GGK. d. Tindakan adalah segala sesuatu yang telah dilakukan responden sehubungan dengan pengetahuan dan sikap tentang GGK. Pengetahuan Mengenai GGK Sikap Mengenai GGK Tindakan Mengenai GGK Keluarga Pasien Hemodialisis Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gagal ginjal kronik 2.1.1 Definisi Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 mlmenit1,73m², seperti pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik 1. Kerusakan ginjal 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: - Kelainan patologik - Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan 2. Laju filtrasi glomerulus 60 mlmenit1,73m² selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal Sumber: Chonchol, 2005 Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal Perazella, 2005. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus LFG dan stadium penyakit ginjal kronik Stadium Deskripsi LFG mLmenit1.73 m² Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor risiko 1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau meninggi ≥ 90 2 Penurunan ringan LFG 60-89 3 Penurunan moderat LFG 30-59 4 Penurunan berat LFG 15-29 5 Gagal ginjal 15 atau dialisis Sumber: Clarkson, 2005

2.1.2 Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry IRR pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis 25, diabetes melitus 23, hipertensi 20 dan ginjal polikistik 10 Roesli, 2008. a. Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus Markum, 1998. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik LES, mieloma multipel, atau amiloidosis Prodjosudjadi, 2006. Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis Sukandar, 2006. Universitas Sumatera Utara b. Diabetes melitus Menurut American Diabetes Association 2003 dalam Soegondo 2005 diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya Waspadji, 1996. c. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi Mansjoer, 2001. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal Sidabutar, 1998. d. Ginjal polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemuka n kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa adult polycystic kidney disease, oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal Universitas Sumatera Utara lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa Suhardjono, 1998.

2.1.3 Faktor risiko

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga National Kidney Foundation, 2009.

2.1.4 Patofisiologi

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal Noer, 2006.

2.1.5 Gambaran klinik

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular Sukandar, 2006. a. Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer MCV 78-94 CU, sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Universitas Sumatera Utara b. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. c. Kelainan mata Visus hilang azotemia amaurosis hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina retinopati mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. d. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost e. Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. f. Kelainan neuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat Universitas Sumatera Utara seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya personalitas. g. Kelainan kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif GJK pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

2.1.6 Diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik GGK mempunyai sasaran berikut: a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal LFG b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal reversible factors d. Menentukan strategi terapi rasional e. Meramalkan prognosis Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus Sukandar, 2006. a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal LFG. Gambaran klinik keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal. Universitas Sumatera Utara b. Pemeriksaan laboratorium Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG, identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal. 1 Pemeriksaan faal ginjal LFG Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal LFG. 2 Etiologi gagal ginjal kronik GGK Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis. 3 Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal LFG. c. Pemeriksaan penunjang diagnosis Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu: 1 Diagnosis etiologi GGK Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi USG, nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography MCU. 2 Diagnosis pemburuk faal ginjal Pemeriksaan radiologi dan radionuklida renogram dan pemeriksaan ultrasonografi USG.

2.1.7 Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi makin rendah tekanan darah makin Universitas Sumatera Utara kecil risiko penurunan fungsi ginjal, pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan National Kidney Foundation, 2009.

2.1.8 Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit Sukandar, 2006. 1 Peranan diet Terapi diet rendah protein DRP menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. 2 Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori sumber energi untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. 3 Kebutuhan cairan Bila ureum serum 150 mg kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. 4 Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar underlying renal disease. b. Terapi simtomatik 1 Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium hiperkalemia. Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat Universitas Sumatera Utara diberikan suplemen alkali. Terapi alkali sodium bicarbonat harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEqL. 2 Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell PRC merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3 Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama chief complaint dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. 4 Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5 Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 6 Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi. 7 Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. c. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 mlmenit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal Suwitra, 2006. 1 Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal LFG. Universitas Sumatera Utara Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopatineuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen BUN 120 mg dan kreatinin 10 mg. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mLmenit1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat Sukandar, 2006. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel hollow fibre kidney. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal Rahardjo, 2006. 2 Dialisis peritoneal DP Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis CAPD di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua umur lebih dari 65 tahun, pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri mandiri, dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal Sukandar, 2006. 3 Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal anatomi dan faal. Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: a Cangkok ginjal kidney transplant dapat mengambil alih seluruh 100 faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80 faal ginjal alamiah b Kualitas hidup normal kembali Universitas Sumatera Utara c Masa hidup survival rate lebih lama d Komplikasi biasanya dapat diantisipasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan e Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

2.2 Perilaku

Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai dengan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Aktivitas manusia dikelompokkan menjadi dua bagian. Yang pertama adalah aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, seperti berjalan, bernyanyi, tertawa, dan sebagainya. Yang kedua adalah aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain dari luar, seperti berpikir, berfantasi, bersikap, dan sebagainya Notoatmodjo, 2005. Skiner 1938 seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo 2005 merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus-organisme-respons S-O-R. Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Perilaku tertutup covert behavior Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain dari luar secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. b. Perilaku terbuka overt behavior Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”. Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Pengetahuan knowledge

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat seperti dalam tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif Domain Definisi Tahu Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya Memahami Kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar Aplikasi Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil Analisis Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut Sintesis Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru Evaluasi Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek Sumber: Notoatmodjo, 2005 Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan secara langsung wawancara atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket Notoatmodjo, 2005. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Sikap attitude

Sikap merupakan suatu respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu Notoatmodjo, 2005. Menurut Allport 1954 dalam Notoatmodjo 2005, sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni: a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian terkandung di dalamnya faktor emosi orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak tend to behave, artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka tindakan. Ketiga komponen tersebut secara bersama-bersama membentuk sikap yang utuh total attitude. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu Notoatmodjo, 2005. Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya seperti dalam tabel 2.4 berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4 Tingkat sikap berdasarkan intensitasnya Domain Definisi Menerima Menerima stimulus yang diberikan objek Menanggapi Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi Menghargai Memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain Bertanggung jawab Bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya Sumber: Notoatmodjo, 2005

2.2.3 Tindakan atau praktik practice

Tindakan merupakan lanjutan dari sikap, karena sikap belum tentu terwujud dalam tindakan Notoatmodjo, 2005. Sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu: a. Praktik terpimpin guided response Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme mechanism Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara otomatis. c. Adopsi adoption Suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa saja yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah :

3.2 Definisi Operasional

a. Keluarga pasien hemodialisis adalah orang yang termasuk dalam keluarga luas, yaitu mencakup semua orang yang berketurunan dengan umur 16 tahun ke atas dari kakek nenek yang sama, termasuk keturunan masing-masing istri dan suami yang menemani pasien hemodialisis selama menjalani hemodialisis di Klinik Rasyida Medan. b. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengenai GGK. c. Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden mengenai GGK. d. Tindakan adalah segala sesuatu yang telah dilakukan responden sehubungan dengan pengetahuan dan sikap tentang GGK. Pengetahuan Mengenai GGK Sikap Mengenai GGK Tindakan Mengenai GGK Keluarga Pasien Hemodialisis Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah deskriptif, yakni menggambarkan

Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Reguler dalam Menjaga IDWG Normal di RSUP H. Adam Malik Medan September-Oktober 2014

3 73 81

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

3 100 81

Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Fatigue pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

28 83 107

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 15

Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Fatigue pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 11

Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Fatigue pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 2

Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Fatigue pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 1 4

Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Fatigue pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 19

Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Fatigue pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

3 17 3

Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Fatigue pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 1 39