diagnosis apendisitis perlu dipertimbangkan. Rasa mual biasanya dirasakan pada 61-92 pasien dan dirasakan pada 74-78 pasien. Kejadian diare tercatat
sebanyak 18 dari pasien, dan tidak boleh digunakan untuk membuang kemungkinan terjadinya radang usus buntu. Durasi gejala kurang dari 48 jam
pada usia dewasa dan cenderung lebih lama pada pasien yang lebih tua dan pasien yang mengalami perforasi. Sekitar 2 pasien melaporkan rasa sakit lebih
dari 2 minggu. Apendiks meradang di dekat kandung kemih atau ureter dapat menyebabkan gejala void yang mengganggu dan hematuria atau piuria. Tidak
lupa juga untuk mempertimbangkan kemungkinan radang usus buntu pada pasien anak-anak atau dewasa yang diikuti retensi urin akut. Untuk kejadian apendisitis
di Indonesia khusus nya di Medan, penulis tidak menemui referensi valid yang menyatakan jumlah maupun perbandingan penderita apendisitis, terkhusus
apendsitis tanpa perforasi di kelompok umur 0 tahun sampai 14 tahun.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai apendisitis tanpa perforasi terkait dengan angka kejadian dan juga
indikasi yang menjadi alasan dilakukannya apendiktomi di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui indikasi apendiktomi tanpa perforasi pada anak umur 0-14 tahun
1.3.2. Tujuan Khusus,
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan
karakteristik 2.
Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan gambaran laboratorium
3. Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan
gambaran klinis 4.
Untuk melihat gambaran indikasi apendiktomi tanpa perforata berdasarkan gambaran radiologis
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
1. Sebagai tambahan wawasan serta kesempatan penerapan ilmu yang telah
diperoleh selama mengikuti pendidikan di FK USU. 2.
Sebagai pemenuhan tugas akhir pendidikan di FK USU.
1.4.2. Bagi Pembaca
Dapat menjadi sumber informasi dan kelak dapat dipergunakan dalam hal yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
2.1.1. Apendiks
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileocecal Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1907 .
2.1.2. Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering Arif Mansjoer dkk, 2000 hal 307 .
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Apendisitis
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing, dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur. Anonim, Apendisitis, 2007
2.1.4. Apendiktomi
Apendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.
2.2. Anatomi
Apendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch analog dengan Bursa Fabricus membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung,
panjangnya kira-kira 10cm kisaran 3-15cm dengan diameter 0,5-1cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian
distal. Basis appendiks terletak di bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal. Ketiga taenia caecum bertemu pada basis apendiks. Wim de Jong, 2004
Apendiks verviformis disangga oleh mesoapendiks mesenteriolum yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a.Apendikularis cabang a.ileocolica. orificiumnya terletak 2,5cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Wim de Jong, 2004
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksternapropria oto longitudinal dan sirkuker dan serosa.
Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal,
Universitas Sumatera Utara
menutup caecum dan apendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara
mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis columnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding
luar outer longitudinal muscle dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk
mencari apendiks. Wim de Jong, 2004 Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8
yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yng berlebih akan menjadi apendiks, yang berpindah dari
medial menuju katup ileosekal. Wim de Jong, 2004 Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya kasus insiden apendisitis pada usia tersebut. Pada 65 kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Wim de Jong, 2004 Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torkalis. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar
umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene. Wim de Jong, 2004
2.3. Fisiologi