Profil Penderita Karsinoma Kolorektal Di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009-2012

(1)

PROFIL PENDERITA KARSINOMA KOLOREKTAL DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2009 - 2012

OLEH:

NELFI DISYA AMALIA LUBIS 100100110

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PROFIL PENDERITA KARSINOMA KOLOREKTAL DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2009 - 2012

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH:

NELFI DISYA AMALIA LUBIS 100100110

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Profil Penderita Karsinoma Kolorektal di RSUP H Adam Malik pada Tahun 2009 – 2012

Nama : Nelfi Disya Amalia Lubis NIM : 100100110

Pembimbing Penguji I

(dr. H. Soekimin, Sp.PA.) (dr. Christoffel L. Tobing, Sp.OG (K)) NIP. 194808011980031002 NIP. 140139768

Penguji II

(dr. Putri Amelia, M.Ked (Ped), Sp.A.) NIP. 198408102008122003

Medan, 06 Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP. 195402201980111001


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Penelitian dengan Judul :

PROFIL PENDERITA KARSINOMA KOLOREKTAL DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2009-2012

Yang dipersiapkan oleh : NELFI DISYA AMALIA L

100100110

Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk seminar hasil penelitian.

Medan, 04 Juni 2013 Disetujui,

Dosen Pembimbing


(5)

ABSTRAK

Karsinoma kolorektal menempati urutan ketiga sebagai kanker yang paling sering terjadi di seluruh dunia setelah kanker paru dan kanker payudara. Karsinoma kolorektal erat hubungannya dengan faktor sosiobudaya dan pola hidup yang buruk seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan kebiasaan mengkonsumsi makanan olahan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita karsinoma kolorektal berdasarkan usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, stadium, terapi dan mortalitas di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 – 2012.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 35 orang, didapatkan dari data sekunder berupa pencatatan rekam medik oleh RSUP H. Adam Malik Medan.

Dari penelitian ini diperoleh bahwa kelompok usia tersering adalah kelompok usia 50–70 tahun yang berjumlah 23 orang (65,7%). Penderita wanita sedikit lebih banyak daripada laki-laki, yaitu 19 orang (54,3%). Riwayat keluarga tidak representatif karena keterbatasan rekam medik. Sebanyak 22 orang (62,9%) terkena stadium IV. Terapi yang paling sering diberikan adalah terapi simtomatik, diberikan pada 21 orang (60%). Sebanyak 30 orang penderita (85,7%) dinyatakan masih hidup.

Karsinoma kolorektal lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dan pasien yang datang kebanyakan telah terkena stadium lanjut, oleh karena itu sangat disarankan untuk melakukan deteksi dini dimulai dari usia 40 tahun ke atas.


(6)

ABSTRACT

Colorectal carcinoma ranks as the third most common cancer worldwide after lung cancer and breast cancer. Colorectal carcinoma is closely related to sociocultural factors and poor lifestyle, such as obesity, lack of physical activity, and habits of eating processed foods.

The aim of this research was to determine the characteristics of patients with colorectal carcinoma based on age, gender, family history, stage, treatment, and mortality in H. Adam Malik General Hospital Medan from 2009 – 2012.

This research is a descriptive study with cross sectional design. Samples used in this study amounted to 35 people, which is obtained from secondary data from the medical record by recording H. Adam Malik General Hospital.

This study showed that the most common age group was the age group from 50-70 years old, which amounts to 23 people (65,7%). Women slightly affected than men, as many as 19 people (54,3%). Family history is not representative because of the limitations of the medical records. There are 22 people (62,9%) diagnosed with stage IV. The most frequent therapy that given to the patients was symptomatic therapy, given to 21 people (60%). There are 30 people (85,7%) is known alive.

Colorectal carcinoma is more common in older patients and most have been exposed to an advanced stage, therefore it is advisable to make early detection of people age 40 or older.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan karunia-Nya sehingga saya dapat meyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Profil Penderita Karsinoma Kolorektal di RSUP H Adam Malik Medan pada Tahun 2009 – 2012” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih banyak kepada kedua orang tua saya, Afifi Lubis, S.H. dan Nelly Azwarni Sinaga, S.H. serta keluarga saya yang selalu mendoakan dan memotivasi saya selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ini dibuat dengan dukungan, bimbingan, dan pengarahan dari begitu banyak pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:

1. dr. H. Soekimin, Sp.PA. selaku dosen pembimbing saya atas kesabaran dan waktu yang telah diluangkan untuk membimbing saya sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. dr. Christoffel L. Tobing, Sp.OG (K) dan dr. Putri Amelia, M.Ked(Ped), Sp.A. selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran yang membuat karya tulis ini lebih baik.

3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saya pengetahuan selama saya duduk di kursi perkuliahan.

4. Pihak RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin untuk penelitian ini.

5. Teman teman terbaik saya, Dwi Meutia Indriati, Nurma Sheila, dan Rahmi Silviyani yang telah menemani, mendengarkan, dan membantu


(8)

saya saat menghadapi situasi yang pelik dan menyempatkan berbagi tawa dengan saya selama masa perkuliahan.

6. Asri Merlin Claudia selaku teman bimbingan saya, terima kasih atas kerjasamanya selama masa bimbingan, juga Maria Bintang Adriana atas bantuannya selama masa penelitian.

Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Untuk itu seluruh kritik dan saran akan menjadi hal yang sungguh berarti dalam pengembangan karya tulis ini.

Semoga karya tulis ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bangsa dan negara dalam pengembangan ilmu.

Medan, 02 Desember 2013 Penulis,

Nelfi Disya Amalia L NIM : 100100110


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Anatomi Kolon dan Rektum ... 4

2.2. Fisiologi Kolon ... 6

2.2.1. Absorpsi ... 6

2.2.2. Motilitas ... 6

2.1.4. Defekasi ... 7

2.3. Karsinoma Kolorektal ... 7


(10)

2.3.2. Etiologi dan Patogenensis ... 7

2.3.2.1. Faktor Lingkungan ... 7

2.3.2.2. Faktor Genetik ... 8

2.4. Faktor Risiko ... 9

2.4.1. Usia... 9

2.4.2. Polip Adenomatosa ... 10

2.4.3. Riwayat Keluarga ... 11

2.4.3.1. Familial Adenomatous Polyposis ... 11

2.4.3.2. Hereditary nonpolyposis Colorectal Cancer ... 11

2.4.4. Sindrom Herediter Lainnya ... 11

2.4.4.1. Sindrom Peutz-Jeghers ... 11

2.4.4.2. Familial Juvenile Polyposis Syndrom ... 11

2.4.4.3. Torres’s Syndrom ... 12

2.4.4.4. Turcot’s Syndrom ... 12

2.4.5. Inflammatory Bowel Disease ... 12

2.4.5.1. Kolitis Ulseratif ... 12

2.4.5.2. Chron’s Disease ... 12

2.5. Gejala Klinis... 12

2.5.1. Karsinoma Sekum dan Kolon Kanan ... 13

2.5.2. Karsinoma Kolon Kiri dan Sigmoid... 14

2.5.3. Karsinoma Rektum ... 15

2.6. Diagnosis ... 16

2.6.1. Pada Pasien Simptomatis ... 16

2.6.1.1. Kolonoskopi ... 16

2.6.1.2. Barium Enema Kontras Udara ... 16

2.6.1.3. Carcinoembryonic Antigen ... 17


(11)

2.6.2. Pada Pasien Asimptomatis ... 17

2.6.2.1. Fecal Occult Blood Testing ... 17

2.6.2.2. Sigmoideskopi ... 18

2.6.2.3. Kolonoskopi ... 18

2.6.3. Metode Skrining Lainnya ... 18

2.7. Staging ... 18

2.8. Pengobatan ... 20

2.8.1. Persiapan Preoperatif... 20

2.8.2. Tindakan Operasi ... 20

2.8.3. Kemoterapi Adjuvan ... 20

2.8.4. Kemoterapi Advance ... 21

2.8.5. Radiasi ... 21

2.9. Prognosis ... 22

2.10. Pencegahan ... 22

2.10.1. Diet ... 22

2.10.2. Non Steroid Anti Inflammatory Drug ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 24

3.1. Kerangka Konsep ... 24

3.2. Definisi Operasional... 24

3.3. Variabel dan Alat Ukur ... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Jenis Penelitian ... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27


(12)

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 28

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1. Hasil Penelitian ... 29

5.1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian ... 29

5.1.2.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia ... 30

5.1.2.2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

5.1.2.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat Keluarga ... 31

5.1.2.4. Karakteristik Sampel Berdasarkan Stadium ... 31

5.1.2.5. Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi ... 32

5.1.2.6. Karakteristik Sampel Berdasarkan Mortalitas ... 32

5.2. Pembahasan ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

6.1. Kesimpulan ... 37

6.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Klasifikasi berdasarkan sistem TNM... 19

Tabel 2.2. Klasifikasi Dukes... ... 19

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia... 30

Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin... 30

Tabel 5.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat Keluarga... 31

Tabel 5.4. Karakteristik Sampel Berdasarkan Stadium... 31

Tabel 5.5. Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi... 32


(14)

DAFTAR SINGKATAN

APC Adenomatous Polypoid coli CEA Carcinoembryonic Antigen

COX Cyclooxygenase

DCC Deleted in Colon Cancer DNA Deoxyribose Nucleic Acid FAP Familial Adenomatous Polyposis FOBT Fecal Occult Blood Testing

HNPCC Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer JPS Juvenile Polyposis Syndrom


(15)

ABSTRAK

Karsinoma kolorektal menempati urutan ketiga sebagai kanker yang paling sering terjadi di seluruh dunia setelah kanker paru dan kanker payudara. Karsinoma kolorektal erat hubungannya dengan faktor sosiobudaya dan pola hidup yang buruk seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan kebiasaan mengkonsumsi makanan olahan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita karsinoma kolorektal berdasarkan usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, stadium, terapi dan mortalitas di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 – 2012.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 35 orang, didapatkan dari data sekunder berupa pencatatan rekam medik oleh RSUP H. Adam Malik Medan.

Dari penelitian ini diperoleh bahwa kelompok usia tersering adalah kelompok usia 50–70 tahun yang berjumlah 23 orang (65,7%). Penderita wanita sedikit lebih banyak daripada laki-laki, yaitu 19 orang (54,3%). Riwayat keluarga tidak representatif karena keterbatasan rekam medik. Sebanyak 22 orang (62,9%) terkena stadium IV. Terapi yang paling sering diberikan adalah terapi simtomatik, diberikan pada 21 orang (60%). Sebanyak 30 orang penderita (85,7%) dinyatakan masih hidup.

Karsinoma kolorektal lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dan pasien yang datang kebanyakan telah terkena stadium lanjut, oleh karena itu sangat disarankan untuk melakukan deteksi dini dimulai dari usia 40 tahun ke atas.


(16)

ABSTRACT

Colorectal carcinoma ranks as the third most common cancer worldwide after lung cancer and breast cancer. Colorectal carcinoma is closely related to sociocultural factors and poor lifestyle, such as obesity, lack of physical activity, and habits of eating processed foods.

The aim of this research was to determine the characteristics of patients with colorectal carcinoma based on age, gender, family history, stage, treatment, and mortality in H. Adam Malik General Hospital Medan from 2009 – 2012.

This research is a descriptive study with cross sectional design. Samples used in this study amounted to 35 people, which is obtained from secondary data from the medical record by recording H. Adam Malik General Hospital.

This study showed that the most common age group was the age group from 50-70 years old, which amounts to 23 people (65,7%). Women slightly affected than men, as many as 19 people (54,3%). Family history is not representative because of the limitations of the medical records. There are 22 people (62,9%) diagnosed with stage IV. The most frequent therapy that given to the patients was symptomatic therapy, given to 21 people (60%). There are 30 people (85,7%) is known alive.

Colorectal carcinoma is more common in older patients and most have been exposed to an advanced stage, therefore it is advisable to make early detection of people age 40 or older.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karsinoma kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal atau tumbuh di dalam saluran usus besar (kolon) dan atau rektum (Sander,2012).

Karsinoma kolorektal menempati urutan ketiga sebagai kanker yang paling sering terjadi di seluruh dunia setelah kanker paru dan kanker payudara, dengan angka kejadian, hampir 60% karsinoma kolorektal terjadi di negara berkembang. (Miladinov-Mikov, 2010).

Di Indonesia, keganasan saluran cerna yang paling banyak dijumpai adalah karsinoma kolorektal dan termasuk dalam 10 jenis kanker terbanyak yangmenempati urutan ke 6 dari penyakit keganasan yang ada (Sutadi, 2003).

Risiko munculnya karsinoma kolorektal di seluruh dunia pada pria dengan usia 75 tahun adalah satu dari 42 orang. Sedangkan pada wanita, satu dari 61 orang. Insidensi dan angka kematian karsinoma kolorektal pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita (dengan rasio 1,4:1). Insidensi karsinoma kolorektal meningkat saat memasuki usia 40 tahun, tetapi relatif rendah hingga mencapai usia 50 tahun keatas. Angka kematian paling tinggi terjadi pada pasien dengan usia tua. Sekitar 80% merupakan pasien yang berusia 65 tahun ke atas, dan hampir dua per lima angka kematian karsinoma kolorektal terjadi pada kelompok pasien yang berusia di atas 80 tahun (Miladinov-Mikov, 2010). Bila kanker kolorektal ditemukan pada pasien berusia muda, perlu dicurigai adanya kolitis ulserativa atau salah satu dari sindrom poliposis (Crawford dan Kumar, 2007)

Karsinoma kolorektal ada hubungannya dengan faktor sosiobudaya dan pola hidup yang buruk, sehingga penyakit ini dikenal sebagai penyakit lingkungan. (Boyle dan Langman, 2000).

Faktor risiko berupa diet, obesitas, dan aktivitas fisik memiliki banyak pengaruh terhadap kejadian karsinoma kolorektal. Konsumsi tinggi dari makanan olahan dan konsumsi alkohol juga berpengaruh terhadap kejadian karsinoma


(18)

kolorektal, namun hampir 66-77% karsinoma kolorektal dapat dicegah dengan kombinasi seimbang antara diet dan aktivitas fisik (Huxley et al, 2009).

Pasien yang didiagnosa dengan karsinoma kolorektal memiliki prognosis yang kurang baik. Sekitar 35% pasien meninggal dalam 5 tahun. (Siegel et al, 2010)

Deteksi dini (skrining) dan diagnosis pada pengelolaan kanker kolorektal memiliki peranan penting di dalam memperoleh hasil yang optimal dengan meningkatnya survival dan menurunnya tingkat morbiditas dan mortalitas para penderita kanker kolorektal. Secara umum, deteksi dini dilakukan pada dua kelompok yaitu populasi umum dan kelompok risiko tinggi. Deteksi dini pada populasi umum dilakukan kepada individu yang berusia di atas 40 tahun. Deteksi dini dilakukan pula pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi menderita kanker kolorektal yaitu: 1) penderita yang telah menderita kolitis ulserativa atau Chron‘s> 10 tahun; 2) penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal; 3) individu dengan adanya riwayat keluarga penderita kanker kolorektal. Individu dengan riwayat keluarga memiliki risiko menderita kanker kolorektal 5 kali lebih tinggi dari pada individu pada kelompok usia yang sama tanpa riwayat penyakit tersebut (Sander, 2012).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah profil penderita karsinoma kolorektal di RSUP H. Adam Malik ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Yang menjadi tujuan umum dalam penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui profil penderita Karsinoma Kolorektal di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2009-2012


(19)

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui karakteristik penderita karsinoma kolorektal berdasarkan usia b. Untuk mengetahui karakteristik penderita karsinoma kolorektal berdasarkan

jenis kelamin

c. Untuk mengetahui karakteristik penderita karsinoma kolorektal berdasarkan riwayat keluarga

d. Untuk mengetahui karakteristik penderita karsinoma kolorektal berdasarkan stadium yang paling sering

e. Untuk mengetahui karakteristik penderita karsinoma kolorektal berdasarkan terapi yang diberikan

f. Untuk mengetahui tingkat mortalitas penderita karsinoma kolorektal di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2009-2012

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa:

a. Dapat memberikan informasi mengenai profil penderita karsinoma kolorektal di RSUP H Adam Malik Medan

b. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang faktor risiko karsinoma kolorektal

c. Menambah masukan dan informasi dalam rangka pencegahan karsinoma kolorektal


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi kolon dan rektum

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam, yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid dimulai dari krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9 inci (Lindseth, 2005)

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan, tunika serosa, muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-gambaran yang khas berupa lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus. (Taylo, 2005)

Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum


(21)

sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemorroid. Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sisterna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisiiliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis. (Taylo, 2005)

Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus yang diatur secara volunter. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa (Meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang


(22)

berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner (Taylo, 2005)

2.2. Fisiologi Kolon

Kolon berfungsi untuk penyimpanan feses dan mencegah terbuangnya cairan, elektrolit, nitrogen, dan energi yang telah diabsorpsi di usus halus, sedangkan fungsi rektum untuk pembuangan tinja. Pendaur ulangan nutrien bergantung pada aktivitas metabolik flora normal kolon, motilitas kolon, dan absorpsi mukosa kolon. Sedangkan pembuangan tinja terdiri dari penyerapan air dari isi kolon dan defekasi. (Fry et al, 2008)

2.2.1. Absorpsi

Luas daerah absorpsi kolon diperkirakan sekitar 900cm2

Epitel kolon menggunakan butirat yang dihasilkan oleh flora normal kolon dengan memfermentasi karbohidrat sebagai bahan bakar. Butirat yang dihasilkan bakteri ini dapat membantu penyerapan air dan sodium di kolon, stimulasi aliran darah di kolon, memperbaiki mukosa kolon, dan meregulasi pH untuk menjaga homeostasis flora normal kolon. (Fry et al, 2008)

. Sekitar 1000 hingga 1500 ml cairan mengalir dari ileum ke kolon setiap harinya, sedangkan jumlah air yang berada dalam feses hanya sekitar 100 hingga 150 ml saja. Pengurangan hingga 10 kali lipat ini menunjukkan kolon merupakan tempat pengabsorpsian paling baik pada saluran pencernaan. (Fry et al, 2008)

2.2.2. Motilitas

Dua pola motilitas terlihat di dalam kolon. Kontraksi mengaduk atau meremas dan mencampur massa feses terjadi terutama dalam kolon kanan dan transversum, serta tampak membantu dalam absorpsi air. Jenis kontraksi kedua “gerakan massa” mendorong isi kolon ke distal. Gerakan massa membawa isi kolon


(23)

dari kolon kanan ke kolon sigmoid, kemudian ke rektum. Gerakan ini bisa dipicu oleh makanan di dalam lambung. (Fry et al, 2008)

2.2.3. Defekasi

Kerja defekasi yang menyebabkan pengeluaran feses merupakan refleks terkontrol yang bisa dihambat hingga saat yang diinginkan. Ketika feses berada di rektum, refleks inhibisi anorektal akan terangsang, menyebabkan pasien akan berusaha untuk menahan hasratnya untuk buang air, dengan adanya kontraksi sfingter eksternal. (Fry et al, 2008)

2.3. Karsinoma Kolorektal 2.3.1. Definisi

Karsinoma kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal atau tumbuh di dalam saluran usus besar (kolon) dan atau rektum (Sander, 2012).

2.3.2. Etiologi dan Patogenesis 2.3.2.1. Faktor Lingkungan

Beberapa penelitian menyatakan bahwa lingkungan memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan kanker kolorektal. Beberapa penelitian menyatakan bahwa diet tinggi lemak berpotensi menyebabkan kanker kolorektal. Negara dengan angka kejadian kanker kolorektal yang tinggi, sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi 40-45% dari kebutuhan kalori total. Sedangkan negara dengan angka kejadian yang rendah, masyarakatnya hanya mengkonsumsi 10-15% lemak dari kebutuhan kalori total. (Bresalier, 2003)

Lemak dapat meningkatkan fungsi hati dalam mensintesis kolestrol dan asam empedu. Kolestrol dan asam empedu ini akan diubah oleh bakteri yang terdapat pada kolon menjadi asam empedu sekunder, metabolit kolestrol, dan substansi-substansi toksik yang dapat merusak mukosa kolon, dan nantinya akan menyebabkan meningkatnya proliferasi seluler. (Bresalier, 2003)

Kurangnya konsumsi serat juga menyebabkan timbulnya kanker pada daerah kolon. Serat mengandung komponen yang dapat membantu proses pencernaan.


(24)

Contohnya seral yang dapat meningkatkan pengeluaran feses dan mengurangi jumlah bahan-bahan yang bersifat karsinogen, sehingga dapat mengurangi kontak bahan bahan toksin terhadap mukosa dan meningkatkan pengeluarannya. Selulosa dan hemiselulosa menurunkan level enzim bakteri dan mengurangi aktivasi karsinogen. Di dalam kolon, selulosa dan hemiselulosa tidak dapat dipecah oleh enzim maupun bakteri, sedangkan di dalam traktus digestivus serat makanan ini akan menyerap air dan menyebabkan bertambahnya volume feses, dan kemudian merangsang rektum.Meskipun begitu, suplementasi serat belum bisa dibuktikan berhasil dalam mencegah terjadinya kanker kolorektal. (Bresalier, 2003)

Kalsium juga berpengaruh dalam mencegah terjadinya kanker kolorektal. Beberapa studi epidemiologi menyatakan bahwa, pria yang mengkonsumsi kalsium dalam jumlah sedikit memiliki risiko dua kali lebih sering terkena kanker kolorektal dibandingkan dengan yang mengkonsumsi kalsium lebih tinggi. Kalsium dapat meningkatkan ekskresi asam empedu melalui feses. Suplementasi kalsium juga dapat menurunkan proliferasi mukosa kolon. (Bresalier, 2003)

Risiko perkembangan kanker kolorektal diketahui berkurang pada pengguna aspirin dan obat obat NSAID lainnya. Mekanisme proteksinya masih belum bisa diketahui. Kemungkinan karena meningkatnya kadar COX-2 pada kanker kolorektal yang diinduksi oleh sitokin dan growth factor, sehingga penggunaan obat-obat jenis NSAID yang bekerja menghambat enzim COX-2 berpengaruh pada proses ini. (Bresalier, 2003)

2.3.2.2. Faktor Genetik

Perubahan genetik yang menyebabkan perkembangan kanker kolorektal dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas: perubahan pada protoonkogen, rendahnya aktivitas tumor supresor gen, dan adanya abnormalitas struktur DNA. (Bresalier, 2003)

Protoonkogen seluler merupakan gen pada manusia yang mengandung sekuens DNA yang homolog terhadap transformasi retrovirus. Banyak dari gen ini yangberperan dalam regulasi pertumbuhan sel normal dan akan menyebabkan proliferasi yang abnormal, bahkan pertumbuhan karsinoma. Contohnya mutasi gen


(25)

K-ras yang dapat ditemukan pada setidaknya 50% penderita kanker kolon. (Bresalier, 2003)

Alel yang hilang pada kromosom 5q, 18q, dan 17p sering ditemukan pada kanker kolorektal. (Bresalier, 2003)

Perubahan gen APC pada kromosom ke 5 mengindikasikan adanya tanda awal perkembangan kanker. APC merupakan tumor suppressor gen yang nantinya akan berikatan dengan β-catenin yang berada di nukleus dan akan mendegradasinya. Hilangnya gen APC mengakibatkan terjadinya akumulasi β-catenin, dimana catenin akan berikatan dengan faktor transkripsi dan menyebabkan pertumbuhan sel. (Bresalier, 2003)

Gen DCC yang ditemukan pada kromosom 18q sangat penting dalam progresifitas kanker kolorektal, karena hilangnya gen ini pada penderita kanker kolorektal berarti berhubungan dengan prognosis yang buruk.Gen hMSH2 dan hMLH1 berperan dalam memperbaiki pasangan basa yang tidak sesuai selama replikasi DNA. Perubahan pada gen ini mengakibatkan replikasi DNA terganggu, sehingga terjadi mutasi. Salah satunya adalah dengan mempengaruhi sekuens DNA yang berperan dalam mempertahankan fungsi normal seluler, seperti reseptor TGF-b yang dapat mencegah terjadinya perkembangan tumor. (Bresalier, 2003)

2.4. Faktor Risiko 2.4.1. Usia

Karsinoma kolorektal umumnya merupakan penyakit yang menyerang kelompok usia yang lebih tua. 90% angka kejadian terjadi pada kelompok usia 50 tahun, dan dengan puncak insidensi pada usia 70 tahun. Kelompok usia 50 tahun memiliki kemungkinan terkena kanker kolorektal pada usia 80 tahun sebanyak 5% dari populasi, dan 2,5% meninggal karena kanker kolorektal. Meskipun risiko kanker kolorektal meningkat setelah usia 50 tahun pada populasi umum, kanker ini juga dapat terjadi pada kelompok usia yang lebih muda, terutama yang memiliki riwayat penyakit yang sama. (Bresalier, 2003)

Patomekanisme usia dapat menyebabkan karsinoma kolorektal diduga antara lain adalah:


(26)

1. Mutasi DNA sel penyusun dinding kolon terakumulasi sejalan dengan bertambahnya umur (Wallace, 2005)

2. Penurunan fungsi sistem kekebalan dan bertambahnya asupan agen-agen karsinogenik. (Best, 2012)

2.4.2. Polip Adenomatosa

Umumnya kanker kolorektal disebabkan karena adanya polip adenomatosa. Ditemukannya lesi makroskopik yang terjadi karena epitel yang mengalami displasia. Polip ini bisa saja melekat pada dinding kolon. Jenis yang paling sering ditemukan adalah adenoma tubulovili yang merupakan gabungan antara bentuk tubular dan vili. Tubular adenoma memiliki karakteristik ditemukannya kelenjar adenoma bercabang yang kompleks. Adenoma vili memiliki kelenjar yang memanjang dari permukaan hingga ke dasar polip. Seluruh adenoma memiliki epitel yang mengalami displasia merupakan neoplasma jinak yang memiliki potensi untuk berubah menjadi ganas. Risiko berubahnya adenoma menjadi karsinoma bergantung pada ukuran polip dan karakteristik histologinya. Polip besar dengan banyaknya vili lebih sering menjurus ke karsinoma. Polip adenomatosa berkaitan dengan adanya proliferasi sel yang abnormal. Pada kolon normal, sintesis DNA dan proliferasi seluler terjadi hanya pada bagian bawah dan tengah kripta. Gangguan aktivitas proliferasi merupakan karakteristik adenoma dan merupakan tanda dari adanya neoplasia. Abnormalitas ini kemungkinan terjadi karena adanya perubahan biokimia, contohnya pada protein kinase C, dan marker molekuler seperti APC dan mutasi protoonkogen K-ras. Studi klinis menyatakan bahwa perkembangan kanker kolon terjadi selama bertahun tahun, dan perubahan adenoma menjadi karsinoma membutuhkan kurun waktu sekitar 5 tahun. (Bresalier, 2003)

2.4.3. Riwayat keluarga

2.4.3.1. Familial Adenomatous Polyposis (FAP)

FAP adalah gangguan autosomal dominan yang ditandai dengan tidak aktifnya gen APC yang berlokasi di kromosom 5q. Polip umumnya muncul pada


(27)

usia 15-20 tahun. Jika kolon tidak diangkat, maka risiko berkembangnya kanker akan lebih tinggi. Pemeriksaan histologi menunjukkan adanya sejumlah mikroadenoma.

2.4.3.2. Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer

HNPCC merupakan penyakit autosomal dominan dimana kanker kolon tumbuh dari adenoma, tetapi tidak terjadi poliposis. HNPCC terjadi pada populasi umum dengan persentase 4-6%. Setidaknya harus terdapat minimal tiga anggota keluarga dengan kanker kolorektal, satu merupakan keluarga yang dekat. Kanker kolorektal setidaknya harus mengenai dua generasi, salah satunya terserang pada usia sebelum 50 tahun. Munculnya kanker pada HNPCC dapat terjadi pada usia muda (40-50 tahun), yang sering menyerang bagian proksimal kolon. Pada HNPCC terdapat peubahan pada gen yang mengatur perbaikan DNA. Kehilangan hMSH2 dan hMLH1 menyebabkan meningkatnya kemungkinan mutasi dari gagalnya perbaikan pasagan basa. (Bresalier, 2003)

2.4.4. Sindrom Herediter lainnya 2.4.4.1. Sindrom Peutz-Jeghers

Sindrom Peutz-Jeghers (pigmentasi mukokutan dan adanya hamartoma pada saluran pencernaan) merupakan sindrom autosomal dominan, dimana terdapat gangguan pada kromosom 19p13.3 dan gen STK11. Adenoma yang menyebar bisa saja diikuti dengan hamartoma. 15% dari penderita sindrom ini memiliki kemungkinan terkena karsinoma kolorektal. (Bresalier, 2003)

2.4.4.2. Familial Juvenile Polyposis Syndrom (JPS)

JPS merupakan sindrom autosomal dominan yang cukup jarang, yang bisa saja berhubungan dengan polip yang terdapat pada kolon, terbatas pada abdomen dan saluran pencernaan. 15% pasien dengan JPS menderita kanker kolorektal di usia muda dan 68% di umur 60 tahun. Pada JPS terdapat gangguan pada gen SMAD4 di kromosom 18 dan PTEN di kromosom 10. (Bresalier, 2003)


(28)

2.4.4.3. Torres’s Syndrom (Muir’s Syndrom)

Sindrom Torres’s merupakan variasi dari HNPCC dimana adenoma kolon disertai dengan lesi kulit yang multipel, seperti adenoma atau karsinoma sebasea, karsinoma sel skuamus, dan keratoacanthoma. (Bresalier, 2003)

2.4.4.4. Turcot’s Syndrom

Sindrom Turcot’s merupakan kombinasi dari polip adenoma dan tumor ganas otak. Diketahui adanya mutasi pada gen APC atau mutasi pada hMLH1 dan hPMS2. (Bresalier, 2003)

2.4.5. Inflammatory Bowel Disease

2.4.5.1. Kolitis ulseratif

Risiko terserang kanker kolorektal memiliki hubungan dengan durasi terjadinya kolitis. Risiko kanker cukup tinggi pada orang-orang yang memiliki pankolitis di seluruh saluran pencernaan. Kanker tumbuh dari epitel yang mengalami displasia, tetapi tidak seperti populasi umum dimana displasia tumbuh dari polip adenomatosa. Displasia pada kolitis sering terjadi pada mukosa yang datar. Jika pada kolonoskopi ditemukan displasia pada mukosa kolon atau displasia disertai dengan adanya massa, dianjurkan melakukan total kolektomi. (Bresalier, 2003)

2.4.5.2. Chron’s disease

Risiko mengenai terjadinya kanker kolorektal pada penderita Chron’s disease masih belum bisa dijelaskan, akan tetapi, sama dengan kolitis, terdapat displasia dan kemunculan kanker berkorelasi dengan durasi Chron’s disease. (Bresalier, 2003)

2.5. Gejala Klinis

Pasien dengan karsinoma kolorektal mempunyai gejala klinis yang cukup bervariasi yang dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomi primernya. Tumor pada sekum dan kolon bagian kanan ditemukan sekitar 20% dari karsinoma usus besar, 70% terjadi di bagian distal sampai fleksura splenikus, dan sekitar 45 % di


(29)

bawah rektosigmoid junction. Karsinoma kolon kanan terjadi lebih sering pada wanita, dan umumnya mempunyai gejala yang silent atau asimptomatik. (Schwartz et al, 1999)

2.5.1. Karsinoma sekum dan kolon kanan

Banyak pasien tampak dengan gejala dan tanda dari anemia defisiensi besi (Fe) yang berasal dari kehilangan darah secara samar yang lama (occult blood loss). Jarang kehilangan darah dalam jumlah banyak, terutama pada pasien yang mendapat antikoagulan. Feses masuk ke sekum dalam bentuk cair dan obstruksi biasanya terjadi relatif lambat. Karena lumen usus menjadi lebih sempit pasien biasanya mengeluh nyeri kolik yang intermitten, di sentral atau di fossa iliaka kanan, dimana sering timbul setelah makan, distimulasi oleh refleks gastrokolik. Nyeri sering diikuti oleh diare, kemungkinan karena fermentasi feses dan akumulasi toksin bakteri di dalam lumen usus besar. Obstruksi ileum distal dapat terjadi bila tumor menutup katup ileosekum, atau jika katup ileosekum menjadi inkompeten karena obstruksi komplit sekum. Gelombang dari kolik abdomen sentral dapat terjadi, dengan distensi abdominal sentral progresif dan borborigmus. Peristaltis usus mungkin dapat terlihat, muntah feses, dan dehidrasi merupakan menifestasi lambat yang dapat muncul.. Jarang massa yang dapat dipalpasi sebagai keluhan utama. (Schwartz et al, 1999)

Pasien kadang-kadang tampak dengan gejala dan tanda dari apendisitis akut jika karsinoma menutup orificium apendicular dan menghasilkan inflamasi akut, atau dari perforasi karsinoma. Diagnosis mungkin tidak jelas pada saat apendiks diangkat dan harus dilihat dengan barium enema atau dengan kolonoskopi. Tumor dapat berpenetrasi ke dinding posterior kolon, menimbulkan perforasi dan abses di muskulus psoas. Pasien demikian tampak dengan gejala dan tanda infeksi dengan massa yang nyeri pada fossa iliaka kanan. Nyeri dapat menjalar ke bawah menuju tungkai atau panggul. Nyeri juga dapat menjalar ke belakang jika abses mengiritasi otot-otot lumbal. Terkadang tumor anterior dapat menyebabkan perforasi menimbulkan peritonitis akut dengan nyeri seluruh abdomen yang berat, bising usus dapat menghilang, dan dapat ditemukan defans muskular serta nyeri ketok. (Schwartz et al, 1999)


(30)

Terkadang karsinoma kolon kanan tampak dengan gejala umum malaise atau perasaan tidak enak badan, kadang dengan demam yang tidak diketahui asalnya. Gejala-gejala ini muncul karena abses kecil yang samar atau karena masalah tumor itu sendiri. Gejala dan tanda metastase sangat bervariasi, tetapi biasanya disertai dengan nyeri dan pembesaran hati, dimana merupakan tempat metastasis yang sering. Gejala-gejala ini disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dari metastasis ke kapsula hati. Metastasis juga dapat tumbuh aliran darah sendiri, sebagian infark dan mengalami nekrosis. (Schwartz et al, 1999)

2.5.2. Karsinoma kolon kiri dan sigmoid

Feses kehilangan air dan menjadi keras ketika sampai dan melewati kolon kiri untuk disimpan di rektosigmoid sebelum defekasi. Pasien dengan karsinoma kolon kiri umumnya tampak dengan perubahan kebiasaan pola defekasi, sering konstipasi kadang diselingi diare, biasanya disertai kolik abdomen bawah, mungkin mengalami distensi, dan keinginan untuk defekasi. Gejala-gejala cenderung menjadi progresif memberat, dan ini mungkin dapat membedakan antara karsinoma dengan penyakit divertikular atau iritasi kolon. Irritable bowel syndrome biasanya pada dewasa muda. Jika pasien usia setengah baya atau lebih tua dengan gejala perubahan kebiasaan pola defekasi sebaiknya diasumsikan sebagai kanker kolon sampai terbukti bukan. (Schwartz et al, 1999)

Perubahan pola defekasi sering dengan buang air besar disertai darah segar, dan kadang mukus atau lendir di feses atau permukaannya, khususnya pada tumor di distal sigmoid. Konstipasi progresif dan diare merupakan perubahan pola defekasi yang lebih jarang (Schwartz et al, 1999).

Beberapa pasien datang dengan nyeri atau massa di fossa iliaka kiri, dan massa sering terpalpasi di abdomen pada pemeriksaan fisik. Palpasi karsinoma pada fleksura splenikus harus dibedakan dari pembesaran lien / spleen atau ginjal. (Schwartz et al, 1999)

Beberapa pasien, mempunyai gejala asimptomatik hingga mereka datang dengan distensi abdomen masif karena obstrukis komplit dari usus besar. Pada keadaan ini sekum menjadi sangat distensi. Kecuali distensi dikenali dan diterapi


(31)

dengan cepat, atau kecuali katup ileosekal menjadi inkompeten, perforasi sekum dapat terjadi. Terkadang tumor itu sendiri mengalami perforasi, menyebabkan nyeri mendadak akut abdominal dan peritonitis. Lebih sering tumor melekat dengan organ didekatnya dan menginvasinya. Kanker sigmoid dapat menginvasi dinding abdomen lateral dan membentuk abses, atau menginvasi usus kecil dan menghasilkan fistula ileocolic dengan diare berat atau obstruksi usus kecil. Kanker di fleksura splenikus atau kolon descending dapat menginvasi jejunum, kadang tampak dengan perdarahan usus berat. Kanker sigmoid umumnya menginvasi uterus, ovarium, atau vesika urinaria. Kanker kolon adalah penyebab terbanyak kedua fistula kolovesikal setelah penyakit divertikular, dan pasien biasanya tampak dengan hematuria dan infeksi saluran kemih berulang, dan akhirnya dapat kencing disertai udara (pneumaturia) atau feses (fecaluria). Kanker sigmoid terfiksasi di pelvis dan dapat menimbulkan fistula ke vagina menghasilkan bau tidak sedap (malodorous), dan discharge. (Schwartz et al, 1999)

2.5.3. Karsinoma rektum

Kebanyakan pasien dengan kanker rektal datang dengan perdarahan dari anus. Darah sering gelap bercampur dengan feses atau menyelimuti permukaaannya, darah juga mungkin merah terang dan pisah dengan feses. Karenanya gejala sering dikira hemoroid. Perubahan pola defekasi, seperti meningkatnya frekuensi defekasi, mukus dengan feses, atau diare mukus juga sering terjadi. Diare mukus terutama berhubungan dengan adenoma vili yang sering menjadi ganas (malignant). Mukus kaya dengan potassium dan dapat cukup banyak menyebabkan dehidrasi dan koma. Tenesmus, perasaan ingin defekasi yang mendesak / tidak tertahankan dan terus menerus, adalah gejala yang penting yang disebabkan tumor rektal yang menginduksi sensori untuk defekasi. Nyeri anus, pada awal defekasi dan setelahnya dapat timbul jika kanker rektal bawah menginvasi kanal anus. Inkontinensia terjadi jika sfingter anal telah hancur. Darah merah segar yang keluar saat defeksi sebaiknya dievaluasi dengan proctosigmoidoscopy. semua tipe perdarahan lainnya juga sebaiknya dilakukan evaluasi yang lengkap. (Schwartz et al, 1999)


(32)

2.6. Diagnosis

2.6.1. Pada pasien simptomatis

Ketika gejala klinis dari kanker kolorektal sudah didapati, seperti anemia, hematokezia, nyeri abdomen, dan berat badan yang menurun, evaluasi diagnostik bisa ditegakkan dengan endoskopi maupun radiograf. Ditemukannya darah pada tinja meningkatkan kemungkinan adanya neoplasia. (Bresalier, 2003)

2.6.1.1. Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan tindakan yang paling akurat untuk mengevaluasi mukosa, juga dalam melakukan biopsi lesi yang mencurigakan. Kolonoskop merupakan serat optik fleksibel yang dapat mengikuti bentuk kolon. Rekaman video pada kolonoskopi memungkinkan tersedianya catatan pasien yang permanen. Dengan kolonoskopi pemeriksaan kolon hingga sekum dapat dilakukan hingga 95%, meskipun adanya komplikasi berupa perdarahan pada 0,5% pasien. Akurasi diagnostik ini mencapai 90-95% dalam mendeteksi adanya lesi polipoid. Kolonoskopi 12% lebih akurat dibandingkan barium enema kontras udara, terutama dalam mendeteksi lesi kecil seperti adenoma. Kolonoskopi memang memiliki keakuratan yang tinggi, tetapi berbanding lurus dengan keakuratannya, pemeriksaan kolonoskopi memerlukan biaya yang cukup tinggi. (Bresalier, 2003)

2.6.1.2. Barium Enema kontras udara

Barium enema kontras udara merupakan alternatif dari kolonoskopi, tapi sering tidak bisa mendeteksi adanya lesi-lesi kecil. Tetapi jika kolonoskopi tidak tersedia, atau pasien menolak melakukan kolonoskopi, pemeriksaan ini dapat dianjurkan.Pemeriksaan ini cukup akurat dalam mendeteksi karsinoma dan adenoma yang besar. (Bresalier, 2003)

2.6.1.3. Carcinoembryonic Antigen

CEA merupakan bimarker bagi karsinoma kolon. Peningkatan kadar CEA dalam darah dapat membantu manajemen klinis dari kanker kolorektal. Akan tetapi peningkatan CEA tidak hanya disebabkan oleh kanker kolon, penyakit hepatik dan


(33)

pankreas atau kanker primer dari tempat lain juga dapat meningkatkan CEA. Carcinoembryonic antigen berkorelasi dengan volume tumor, respons terapi anti tumor, dan berhubungan dengan sisa tumor setelah reseksi. Kadar CEA akan menurun menjadi normal dalam 4—8 minggu setelah reseksi kuratif. Rekurensi tumor post operasi masih ada kemungkinan meskipun kadar CEA normal (Bresalier, 2003)

2.6.1.4. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukannya biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna (Albert dan Goldberg, 2009)

2.6.2. Skrining pada pasien asimptomatik

Kanker kolorektal dapat diatasi jika pasien datang pada stadium awal. Skrining adenoma praneoplastik dan kanker sekarang sudah mulai diperhatikan. Skrining pada populasi umum terkonsentrasi pada fecal occult blood test (FOBT) dan sigmoideskopi. Pilihan skrining untuk masyaratkat biasanya FOBT setiap tahun, sigmoideskopi dilakukan setiap 5 tahun sekali, barium enema setiap 5 tahun sekali, atau kolonoskopi setiap 10 tahun sekali. (Bresalier, 2003)

2.6.2.1. Fecal Occult Blood Testing

Pemeriksaan FOBT dilakukan pada kelompok masyarakat dengan usia di atas 50 tahun. Sebelum melakukan pemeriksaan ini pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah selama 3 hari untuk mencegah adanya false positive. (Bresalier, 2003)

2.6.2.2. Sigmoideskopi

Merupakan alat skrining yang dapat mendeteksi polip atau kanker sejauh 60 cm dari anus. Maka alat ini hanya bermanfaat untuk mengetahui adanya lesi sampai sigmoid saja. (Dragovich, 2013)


(34)

Pemeriksaan ini dapat menurunkan mortalitas dari kanker kolorektal sebanyak 70%. Pemeriksaan sigmoideskopi dianjurkan setiap 5 tahun sekali pada individu yang berusia di atas 50 tahun dan asimptomatik. (Bresalier, 2003)

2.6.2.3. Kolonoskopi

Beberapa test menyatakan bahwa penmeriksaan FOBT dan sigmoideskopi saja kemungkinan melewatkan neoplasma yang berada di proksimal kolon. Karena itu dianjurkan melakukan pemeriksaan kolonoskopi dalam rentang waktu 10 tahun sekali. (Bresalier, 2003)

2.6.3. Metode skrining lainnya

Virtual colonoscopy menggunakan CT beresolusi tinggi, menghasilkan gambaran abdomen dan pelvis. Metode ini merupakan metode yang cepat dan aman, tetapi memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah, terutama untuk polip berukuran < 1cm. (Bresalier, 2003)

Test imunologi juga dapat mendeteksi antigen kanker, seperti deteksi mutasi protoonkogen K-ras di dalam tinja. (Bresalier, 2003)

2.7. Staging

Dua klasifikasi yang digunakan berdasarkan tumor primer dan metastasenya (sistem TNM) serta yang berdasarkan Dukes.


(35)

Tabel2.1.Klasifikasi berdasarkan sistem TNM

Stage Tumor Primer (T) Metastase

KGB (N)

Metastase Jauh (M)

Stage 0 Karsinoma in situ N0 M0

Stage I Tumor menginvasi submukosa (T1) atau muskularis propria (T2).

N0 M0

Stage II Tumor menginvasi muskularis (T3) atau jaringan perirektal (T4).

N0 M0

Stage

IIIA T1-4 N1 M0

Stage

IIIB T1-4 N2-3 M0

Stage

IV T1-4 N1-3 M1

Tabel 2.2.Klasifikasi Dukes

Stage Charasteristics

Dukes Stage A Karsinoma in situ terbatas pada mukosa atau submukosa (T1, N0, M0)

Dukes Stage B Kanker meluas ke muskularis (B1), masuk atau menembus serosa (B2)

Dukes Stage C Kanker meluas ke KGB (T1-4, N1, M0)

Dukes Stage D Kanker telah bermetastase ke tempat yang jauh (T1-4, N1-3, M1)


(36)

Terdapat hubungan yang erat antara stadium dan angka bertahan hidup 5 tahun (5-year survival rate) pada pasien kanker kolorektal. Untuk stadium I atau Dukes A, 5-year survival rate setelah operasi reseksi mencapai 90%. Untuk stadium II atau Dukes B, 5-year survival rate sekitar 70-85% setelah reseksi, dengan atau tanpa terapi adjuvant (terapi tambahan). Untuk stadium III atau Dukes C, 5-year survival rate adalah 30-60% setelah reseksi dan kemoterapi. Untuk stadium IV atau Dukes D, 5-year survival rate sangat buruk (kira-kira 5%). (Dragovich, 2013)

2.8. Pengobatan

Satu-satunya terapi kuratif ialah dengan tindakan bedah. (Sjamsuhidajat, 1997)

2.8.1. Persiapan preoperatif

Operasi yang dilakukan pada kolon yang tak dipersiapkan mempunyai tingkat infeksi sekitar 40%. Suatu pendekatan dikombinasikan dari pencucian mekanis dan zat antibiotik telah dilaporkan untuk mengurangi tingkat infeksi hingga 9%. Dengan penambahan antibiotic pelindung parenteral, tingkat infeksi dapat lebih dikurangi hingga 5% atau kurang. (Nugent, 2012)

Dua hari sebelum pembedahan, pasien mulai suatu diet pembersihan cairan. Sehari sebelum pembedahan, pasien diinstruksikan untuk mengambil satu galon Golytely untuk mencuci keseluruhan kolon. Mekanisme pembersihan kira-kira 3 jam hingga sempurna. Penambahan suatu zat antibiotic yang diserap dengan aerobic dan anaerobic secara bersamaan dengan mantap mengurangi timbulnya infeksi. (Nugent, 2012)

2.8.2. Tindakan operasi

Reseksi tumor primer merupakan pilihan terapi yang paling sering dilakukan. Dilakukan reseksi luas pada segmen bowel. Garis tepi minimum untuk melakukan reseksi tumor adalah 5 cm disetiap sisi. (Bresalier, 2003)


(37)

2.8.3. Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi pada kanker kolorektal dapat dibedakan menjadi kemoterapi adjuvan dan kemoterapi advance. Terapi adjuvant bertujuan untuk membasmi metastase mikroskopis pada pasien yang menjalani reseksi tapi memiliki risiko tinggi untuk kembalinya sel kanker, karena adanya metastasis dan prognosis yang buruk. Kemoterapi adjuvan menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) dan levamisole dapat menurunkan kembalinya kanker hingga 40%, juga dapat menurunkan angka kematian hingga 33% setelah operasi pada pasien dengan stadium III (dukes C). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kombinasi 5-FU dan leucovorin lebih baik dibandingkan dengan kombinasi 5-FU dan levamisole. (Bresalier, 2003)

2.8.4. Kemoterapi advance

Kemoterapi advance pada kanker kolorektal biasanya berhubungan dengan angka harapan hidup yang rendah dan minimalnya perbaikan kondisi pasien. Kombinasi fluorouracil dengan leucovorin dosis tinggi (tetrahidrofolat) lebih baik dibandingkan bila menggunakan fluorouracil saja. Responnya dapat meningkat hingga 50%. (Bresalier, 2003)

2.8.5. Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. (Ford, 2006)

Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. (Ford, 2006)

Radiasi internal (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral,


(38)

parenteral, atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh (Ford, 2006).

2.9. Prognosis

Prognosis pasien bergantung pada stadium tumor pada saat diagnosis. Stadium tumor berkaitan dengan derajat penetrasi dinding usus dan ada tidaknya metastasis.

Pasien dengan tumor yang berasal dari mukosa atau submukosa, (Dukes A, atau T1 N0 M0) atau meluas melewati submukosa, tetapi masih berada pada dinding usus (Dukes B1, atau T2 N0 M0) memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Angka harapan hidup menurun jika terdapat penetrasi dinding usus (dukes B2, atau stadium II) juga bila adanya metastasis ke kelenjar getah bening. (Dukes C, atau stadium III). Jumlah kelenjar getah bening yang terkena juga berpengaruh terhadap prognosis. Pasien yang memiliki satu hingga tiga kelenjar yang terkena memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelenjar getah bening yang terkena lebih dari 4. Metastasis jauh (Dukes D, atau stadium IV) berkaitan dengan prognosis yang buruk, dengan harapan hidup selama 5 tahun hanya 5-10%. (Bresalier, 2003)

Gejala klinis maupun histopatologi juga memiliki peran dalam menentukan prognosis, walaupun tidak terlalu berpengaruh dibandingkan stadium patologis. Gejala klinis tertentu seperti adanya obstruksi, perforasi, terkena pada usia muda, dan kadar CEA yang tinggi memiliki prognosis yang buruk. (Bresalier, 2003)

2.10. Pencegahan 2.10.1. Diet

Peningkatan dari diet serat menurunkan insiden dari kanker pada pasien yang mempunyai diet tinggi lemak. Diet rendah lemak telah dijabarkan mempunyai efek proteksi yang lebih baik daripada diet tanpa lemak. The National Research Council telah merekomendasikan pola diet pada tahun 1982. Rekomendasi ini diantaranya : (a) menurunkan lemak total dari 40% ke 30% dari total kalori, (b) meningkatkan


(39)

konsumsi makanan yang mengandung serat, (c) membatasi makanan yang diasinkan, diawetkan dan diasapkan, (d) membatasi makanan yang mengandung bahan pengawet, (e) mengurangi konsumsi alkohol. (Schwartz, 2005)

2.10.2. Non Steroid Anti Inflammation Drug

Penelitian pada pasien familial poliposis dengan menggunakan NSAID sulindac dosis 150 mg secara signifikan menurunkan rata-rata jumlah dan diameter dari polip bila dibandingkan dengan pasien yang diberi plasebo. Ukuran dan jumlah dari polip bagaimanapun juga tetap meningkat tiga bulan setelah perlakuan dihentikan. Data lebih jauh menunjukkan bahwa aspirin mengurangi formasi, ukuran dan jumlah dari polip, dan menurunkan insiden dari kanker kolorektal, baik pada kanker kolorektal familial maupun non familial. Efek protektif ini terlihat membutuhkan pemakaian aspirin yang berkelanjutan setidaknya 325 mg perhari selama 1 tahun (Albert dan Goldberg, 2009)


(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

1. Karsinoma kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal atau tumbuh di dalam saluran usus besar (kolon) dan atau rektum.

2. Usia adalah usia penderita saat didiagnosa menderita karsinoma kolorektal tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

4. Riwayat keluarga adalah keterangan bahwa sebelumnya ada keluarga penderita yang penah mengalami karsinoma kolorektal yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

5. Stadium adalah stadium karsinoma kolorektal yang didiagnosa pada pasien, yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

Karsinoma kolorektal

- Usia

- Jenis kelamin - Riwayat keluarga - Stadium

- Terapi - Mortalitas


(41)

6. Terapi adalah pengobatan yang diberikan kepada pasien karsinoma kolorektal yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

7. Mortalitas adalah jumlah pasien penderita karsinoma kolorektal yang meninggal yang tercatat dalam rekam medik RSUP H Adam Malik.


(42)

3.3. Variabel dan Alat Ukur

VARIABEL ALAT

UKUR

CARA UKUR

HASIL UKUR SKALA

UKUR

Usia Data

Rekam Medik Melihat data rekam medik

Usia dengan kategori: - <50 tahun - 50-70 tahun - >70 tahun

Rasio

Jenis Kelamin Data

Rekam Medik Melihat data rekam medik Jenis Kelamin: - Laki-Laki

- Perempuan

Nominal Riwayat keluarga Data Rekam Medik Melihat data rekam medik Riwayat Keluarga:

- Ada anggota keluarga yang terkena karsinoma

kolorektal

- Tidak ada anggota keluarga yang terkena karsinoma kolorektal

Nominal

Stadium Data

Rekam Medik Melihat data rekam medik Stadium:

- Stadium I - Stadium II - Stadium IIIA - Stadium IIIB - Stadium IV

Ordinal

Terapi Data

Rekam Medik Melihat data rekam medik Terapi:

- Operasi - Kemoterapi - Terapi Simtomatik

Nominal

Mortalitas Data

Rekam Medik Melihat data rekam medik Mortalitas:

- Hidup

- Meninggal


(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional dimana pengukuran tentang paparan dan akibat yang ditimbulkannya dibuat dalam waktu yang sama, dengan tujuan untuk membuat gambaran dari penyakit karsinoma kolorektal.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada 1 Juli 2013 hingga 30 November 2013

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik penderita karsinoma kolorektal di RSUP H. Adam Malik Medan periode 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2012. Sampel penelitian diambil berdasarkan metode total sampling, dengan kriteria inklusi berupa seluruh pasien karsinoma kolorektal yang terkena tumor di bagian kolon dan rektum.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pencatatan rekam medik pada penderita karsinoma kolorektal di RSUP H. Adam Malik Medan periode 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2012


(44)

4.5. Metode Analisa Data

Data yang diperoleh dideskripsikan menggunakan program statistik yang sesuai dan kemudian didistribusikan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.


(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah dengan kategori kelas A. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau, sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilaksanakan sejak 1 Juli 2013 hingga 30 November 2013.

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel penelitian didapatkan dengan metode total sampling, didapatkan 35 pasien penderita karsinoma kolorektal yang berkunjung ke RSUP H Adam Malik Medan selama periode Januari 2009 – Desember 2012. Semua data responden diambil dari data sekunder yaitu rekam medik pasien. Dari keseluruhan responden, variabel yang dinilai adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, stadium, mortalitas, dan terapi.


(46)

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Penderita

USIA PENDERITA N %

< 50 Tahun 8 22,9

50 – 70 Tahun 23 65,7

>70 Tahun 4 11,4

Total 35 100

Berdasarkan penelitian, didapat penderita karsinoma kolorektal paling banyak dijumpai pada kelompok usia dalam rentang 50 – 70 tahun, yaitu sebanyak 23 orang (65,7 %), kemudian diikuti dengan kelompok usia dibawah 50 tahun sebanyak 8 orang (22,9%) dan kelompok usia paling sedikit dijumpai pada usia diatas 70 tahun yaitu sebanyak 4 orang ( 11,4%).

Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Berdasarkan jenis Kelamin

JENIS KELAMIN N %

Pria 16 45,7

Wanita 19 54,3

Total 35 100

Dari tabel tersebut di atas, terlihat bahwa penderita karsinoma kolorektal paling banyak dijumpai pada wanita yaitu sebanyak 19 orang (54,3%), diikuti dengan kelompok pria sebanyak 16 orang (45,7%).


(47)

Tabel 5.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat Keluarga

RIWAYAT KELUARGA N %

Ada 0 0

Tidak Ada 0 0

Tidak Ada Keterangam 35 100

Total 35 100

Berdasarkan tabel di atas, riwayat keluarga pada penderita karsinoma kolorektal tidak diketahui pada semua penderita. Hal ini dikarenakan tidak ditemukannya data mengenai riwayat keluarga pada rekam medik pasien.

Tabel 5.4. Karakteristik Sampel Berdasarkan Stadium

STADIUM N %

I 0 0

II 6 17,1

III A 0 0

III B 1 2,9

IV 22 62,9

Tidak Ada Keterangan 6 17,1

Total 35 100

Berdasarkan penelitian, didapatkan penderita karsinoma kolorektal yang datang paling banyak dengan stadium IV yaitu berjumlah 22 orang (62,9%), diikuti oleh stadium II yang berjumlah 6 orang (17,1%), kemudian stadium III B


(48)

yang berjumlah 1 orang (2,9%). Tidak didapati penderita karsinoma kolorektal yang datang dengan stadium I dan III A (0 %), dan 6 orang (17,1%) tidak memiliki keterangan tentang stadium yang diderita.

Tabel 5.5. Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi

TERAPI N %

Operasi 4 11,4

Kemoterapi 10 28,6

Terapi Simtomatik 21 60

Total 35 100

Dari tabel tersebut, diketahui bahwa terapi yang paling sering diberikan pada penderita karsinoma kolorektal adalah berupa terapi simtomatik yaitu sebanyak 21 orang (60%), sedangkan 10 orang (28,6%) mendapatkan terapi berupa kemoterapi, dan 4 orang (11,4%) dioperasi.

Tabel 5.6. Karakteristik Sampel Berdasarkan Mortalitas

MORTALITAS N %

Hidup 30 85,7

Meninggal 5 14,3


(49)

Berdasarkan penelitian, sebanyak 30 orang (85,7%) penderita karsinoma kolorektal dinyatakan masih hidup, tetapi sebanyak 5 orang (14,3%) sudah dinyatakan meninggal.

5.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil penderita karsinoma kolorektal di RSUP H Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2012. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Juli sampai September 2013. Menurut data komputerisasi rekam medik, didapatkan jumlah penderita karsinoma kolorektal sebanyak 35 pasien.

Insidensi kanker kolorektal meningkat seiring peningkatan usia, diagnosa karsinoma kolorektal akan meningkat setelah umur 40 tahun, dan akan meningkat tajam pada usia 50 tahun ke atas (Haggar and Boushey, 2009). Pada tabel 5.1 dapat dilihat bahwa kelompok usia yang paling banyak didiagnosa dengan karsinoma kolorektal adalah kelompok usia 50-70 tahun (65,7%). Hal yang sama didapati pada penelitian Kurahmawati (2012) yang mendapati sekitar 73,3 % dari 108 pasien karsinoma kolorektal berusia di atas 50 tahun di Semarang.

Seperti yang telah dijabarkan di atas, patomekanisme usia dapat menyebabkan karsinoma kolorektal diduga antara lain adalah mutasi DNA sel penyusun dinding kolon terakumulasi sejalan dengan bertambahnya umur (Wallace, 2005), dan penurunan fungsi sistem kekebalan dan bertambahnya asupan agen-agen karsinogenik (Best, 2012).

Pada tabel 5.1 didapati 22,9% pasien karsinoma kolorektal yang berusia dibawah 50 tahun. Penyebab karsinoma kolorektal yang paling sering pada pasien usia muda di negara berkembang seperti Indonesia adalah HNPCC (Hereditary Non-Polyposis Colorectal Cancer) (Sudoyo et al, 2010).

Amerika sendiri mengalami peningkatan untuk pasien karsinoma kolorektal berusia di bawah 50 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tingginya konsumsi fast food dan daging , serta kurangnya konsumsi susu. Didapati konsumsi fast food meningkat 30% dan konsumsi susu berkurang hingga 42%


(50)

pada anak-anak. Faktor lain yang bisa jadi menyertai kemungkinan kejadian ini adalah meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol pada remaja (Siegel et al, 2009). Dengan meningkatnya insiden kanker kolorektal pada usia dewasa muda, evaluasi berkala pada gejala yang konsisten dengan kanker kolorektal pada individu kurang dari 40 tahun sangat penting (Yusra, 2012)

Berdasarkan Jenis kelamin penderita karsinoma kolorektal, didapatkan kelompok terbanyak adalah kelompok wanita (54,3%). Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Miladinov-Mikov ( 2011 ) yang menyatakan bahwa rasio penderita karsinoma kolorektal antara pria dan wanita adalah 1,4 : 1 dengan kejadian pada pria lebih tinggi daripada wanita. Namun beberapa penelitian menjumpai hal yang sama, seperti penelitian Yusra ( 2012 ) di Pontianak yang mendapatkan pasien wanita dengan persentase 50,3 % dari 161 pasien yang didiagnosa dengan karsinoma kolorektal, sama dengan penelitian Winarto et al (2009) di Bandung yang mendapati 36 orang pasien (57,1%) dari 63 pasien merupakan wanita. Berdasarkan hasil penelitian di Polandia pada tahun 1999, terdapat 3438 pasien pria yang didiagnosis menderita karsinoma kolorektal, dan 3476 pasien wanita yang didiagnosis dengan karsinoma kolorektal, meskipun semakin kemari, angka kejadian pada pasien pria di Polandia semakin meningkat dan pasien wanita semakin menurun (Klimczak et al, 2011).

Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian karsinoma kolorektal masih belum dimengerti (Amersi et al, 2005). Berdasarkan penelitian Wei et al (2010) persentase pria dan wanita pada penderita karsinoma kolorektal hampir sama. Berdasarkan penelitian McArdle dan Hole (2002) yang dikutip dari Amersi et al (2005) mendapati bahwa pasien wanita yang terkena karsinoma kolorektal biasanya lebih tua, dengan 40% pasien berusia di atas 75 tahun, sedangkan pada pria hanya 30% yang berusia di atas 75 tahun.

Pada tabel 5.3 didapati bahwa riwayat keluarga 35 pasien (100%) tidak diketahui. Hal ini dikarenakan kurangnya data yang dicantumkan dalam rekam medik, sehingga riwayat keluarga pasien tidak dapat diketahui dengan jelas. Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang


(51)

mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya (Casciato DA, 2004).

Stadium paling sering, yang ditunjukkan oleh tabel 5.4 adalah stadium IV. Untuk stadium IV atau Dukes D, 5-year survival rate sangat buruk (kira-kira 5%). (Dragovich, 2013). Pada stadium ini kanker telah bermetastasis ke organ dan jaringan seperti hati maupun paru. Pada beberapa kasus tindakan operasi tidak terlalu berarti, namun bila area yang terkena metastasis tidak luas maka operasi bisa dilakukan. Operasi dapat meningkatkan angka harapan hidup pada penderita karsinoma kolorektal stadium IV. Jika operasi tidak bisa dilakukan karena ukurannya yang terlalu besar atau jumlahnya yang terlalu banyak maka bisa dilakukan kemoterapi untuk menyusutkan ukuran tumor. Karena itu penderita karsinoma stadium IV harus mengetahui dengan jelas alasan dilakukannya terapi, untuk menyembuhkan ataukah untuk mencegah penyebarannya (American Cancer Society, 2011).

Berdasarkan tabel 5.5 didapati penderita karsinoma kolorektal paling banyak diterapi dengan terapi simtomatik 21 orang (60%). Berdasarkan penelitian Ayanian et al (2003) terdapat beberapa alasan kenapa pasien tidak diterapi dengan terapi yang sesuai, misalnya pasien menolak ataupun kurangnya indikasi medis. Kemoterapi adjuvan dapat diberikan pada penderita karsinoma kolon stadium III dan IV, juga pada penderita karsinoma rektal stadium II sampai IV. (Amersi et al, 2005). Prognosis pasien karsinoma kolorektal cukup jelek, walaupun ditemukan kemoterapi jauh lebih baik daripada terapi suportif (de Gramont et al, 2000). Kemoterapi bagi penderita karsinoma kolorektal terbukti efektif. Dalam beberapa dekade belakangan kemoterapi dapat meningkatkan survival rate pasien dari 6 bulan menjadi hampir 24 bulan, kemoterapi adjuvan modern juga dapat menurunkan risiko karsinoma kolorektal stadium III hingga 40% (Sanoff and Goldberg, 2007).

Berdasarkan distribusi mortalitas pada tabel 5.6 didapati 30 pasien (85,7%) pasien dinyatakan masih hidup dalam rekam medik, tetapi banyak dari pasien tersebut yang dinyatakan pulang paksa sehingga hidup ataupun meninggalnya


(52)

pasien tersebut tidak lagi diketahui oleh pihak rumah sakit. Mortalitas penderita karsinoma kolorektal sangat tinggi, mencapai setengah dari penderita (Haggar and Boushy, 2009). Menurut American Cancer Society (2011), karsinoma kolorektal menduduki urutan ketiga sebagai kanker yang paling sering menyebabkan kematian pada pria maupun wanita di Amerika, terdapat sekitar 141.210 penderita di tahun 2011 dan 49.380 diantaranya meninggal dunia. The National Cancer Institute mengestimasi sekitar 1,1 juta orang dengan riwayat karsinoma kolorektal hidup pada Januari 2007, beberapa diantaranya dinyatakan bebas kanker, sisanya masih memiliki bukti adanya kanker dan masih menjalani pengobatan. Dalam 20 tahun terakhir angka kematian karsinoma kolorektal mulai berkurang, baik pada pria maupun wanita. Salah satu alasannya adalah karena mulai meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai kanker ini dengan melakukan screening. Polip yang ditemukan saat screening dapat diangkat sebelum berkembang menjadi karsinoma kolorektal. Screening juga dapat mendeteksi karsinoma kolorektal saat masih dalam stadium dini, sehingga lebih mudah untuk disembuhkan. (American Cancer Society, 2013)


(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Distribusi penderita karsinoma kolorektal berdasarkan usia yang paling banyak adalah pada kelompok usia 50 – 70 tahun.

2. Distribusi penderita karsinoma kolorektal berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah pada wanita

3. Distribusi penderita karsinoma kolorektal berdasarkan riwayat keluarga tidak representatif karena tidak lengkapnya data pada rekam medik 4. Distribusi penderita karsinoma kolorektal berdasarkan stadium yang

paling banyak adalah stadium IV

5. Distribusi penderita karsinoma kolorektal berdasarkan terapi yang diberikan, yang paling banyak diberi adalah terapi simtomatik

6. Distribusi penderita karsinoma kolorektal berdasarkan tingkat mortalitas yang paling banyak adalah masih hidup

6.2. Saran

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan faktor risiko seperti kadar lemak yang tingi dan jenis-jenis makanan yang dapat meningkatkan kejadian karsinoma kolorektal.

2. Perlunya edukasi kepada masyarakat untuk memperbaiki gaya hidup, dimulai dari meningkatkan asupan serat yang baik bagi usus dan rajin berolahraga sebagai langkah awal untuk mencegah kejadian karsinoma kolorektal


(54)

3. Diperlukan deteksi dini pada kelompok usia dibawah 50 tahun seperti kolonoskopi, sigmoideskopi, maupun fecal occult blood testing setiap 5 tahun sekali, terutama bagi individu yang memiliki riwayat keluarga terkena karsinoma kolorektal.

4. Diharapkan RSUP H Adam Malik meningkatkan kualitas data rekam medik, agar lebih lengkap dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengamatan.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society, 2011. Colorectal Cancer Fact and Figures 2011-2013.

Available from: www.cancer.org/acs/groups/content/.../documents/.../acspc-028323.pdf

[Accessed 18 October 2013]

Amersi, F., Agustin, M., Ko, C.Y., 2005. Colorectal Cancer: Epidemiology, Risk Factor, and Health Services. Clinics in Colon and Rectal Surgery, 18(3): 133-140.

Alberts, S.R. & Goldberg, 2009. Gastrointestinal Tract Cancers.In: Casciato, D.A., Manual of Clinical Oncology, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 188-236.

Best, B., 2010. Mechanism of Aging. Available from:

http://www.benbest.com/lifeext/aging.html#cancer [Accessed 22 Mei 2013].

Boyle, P. & Langman, J.S., 2000. ABCof Colorectal Cancer.British Medical Journal, 321(7264): 805-808.

Bresalier, R.S., 2003. Malignant and Premalignant Lesions of The Colon. In: Friedman, S.C., McQuaid, K.R. & Grendell, J.H., Current: Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2nd edition. United States: McGraw-Hill, 407-435.

Casciato DA, 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins: 201


(56)

Crawford, J.M., Kumar, V., 2007. Rongga Mulut dan Saluran Gastrointestinal. In: Kumar, V., Cotran, R.S. & Robbins, S.L., Buku Ajar Patologi. Edisi ke-7. Jakarta: EGC, 653-65ke-7.

De Gramont, A., Figer. A., Seymour, M., Homerin, A., Hmissi, J., Cassidy, C. Bony, C., Cortes-Funes, H., Cervantes, A., Freyer, G., Papamichael, D., Le Bail, N., Louvet, C. Hendler, D., De Braud, F., Wilson, C., Morvan, F., Benetti, A., 2000. Leucovorin and Fluorouracil With or Without Oxaliplatin as First-Line Treatment in Advance Colorectal Cancer. Journal of Clinical Oncology, 18(16): 2938-2947.

Dragovich, T., 2013. Colon Adenocarcinoma. Available form: http://emedicine.medscape.com/article/277496-overview [Accessed 20 Mei 2013].

Ford, H., 2006. Radiation Therapy. Available from:

http://www.henryfordwyandotte.com/body.cfm?id=39639&action=article Detail&AEProductID=Adm2004_1&AEArticleID=001918 [Accessed 20 Mei 2013].

Fry, R.D., Mahmoud, N., Maron, D.J., Ross, H.M. & Rombeau, J., 2008. Colon and Rectum. In: Sabiston, D.C., Townsend, C.M., Sabiston Textbook of Surgery 18th edition, Canada: Saunders elsevier, 1357-1362.

Huxley, R.R., Ansary-Moghaddam, A., Clifton, P., Czernichow, S., Parr, C.L. & Woodward, M., 2009. The Impact of Dietary and Lifestyle Risk Factors on Risk of Colorectal Cancer: A Quantitative Overview of the Epidemiological Evidence. Journal of Cancer, 125(1): 171-180.


(57)

Haggar, F.A. & Boushey, R.P., 2009. Colorectal Cancer Epidemiology: Incidence, Mortality, Survival, and Risk Factors. Clinical Colon Rectal Surgery, 22(4): 191-197.

Klimczak, A., Kempinska-Miroslawska, B., Mik, M., Dziki, L., Dziki, A., 2011. Incidence of Colorectal Cancer in Poland in 1999 – 2008. Arc Med Sci, 7(4): 673-678.

Kurahmawati, A., 2012. Hubungan Karakteritik (Usia dan jenis Kelamin) dan Kadar Trigliserida Serum dengan Kejadian Karsinoma Kolorektal di RSUP DR. Kariadi Semarang. Universitas Diponegoro, Semarang. Available from: eprints.undip.ac.id/37377/ [Accessed 18 October 2013]

Lindseth, G.N., 2005. Gangguan Usus Besar. In: Huriawati, H., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 456-468.

Miladinov-Mikov, M., 2010. Colorectal Cancer Epidemiology. Eur J Cancer, 18(1): 11

Nugent, F.W., 2012. ColonCancer (Colorectal Cancer). Available from: http://www.medicinenet.com/colon_cancer/article.htm [Accessed 22 Mei 2013].

Sander, M.A., 2012. Profil Penderita Kanker Kolon dan Rektum di RSUP Hasan Sadikin Bandung. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Sanoff, H.K., Goldberg, R.M., 2007. Colorectal Cancer Treatment in Older Patients. Gastrointestinal Cancer Research, 1(6): 248-253.


(58)

Schwartz, S., Shires, G.Tom., Spencer, F.C., Daly, J.M., Fischer, J.E. & Galloway, A.C., 1999. Principles of Surgery Companion Handbook 7th edition. United States: McGraw-Hill, 648-652

Siegel, E.M., Ulrich, C.M., Poole, E.M., Holmes, R.S., Jacobsen, P.B. & Shibata, D, 2010. The Effects of Obesity and Obesity-Related Conditions on Colorectal Cancer Prognosis. Cancer Control, 17(1): 52-57.

Siegel, R.L., Jemal, A., Ward, E.M., 2009. Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention. American Association for Cancer Research, 18(6): 1695-1698.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: EGC, 646-663.

Sudoyo, A.W., Hernowo, B., Krisnuhoni, W., Reksodiputro, H.A., Hardjodisastro, D., Sinuraya, E.S., 2010. Colorectal Cancer among Young Native Indonesian: A Clinicopathological and Molecular Assessment on Microsatellite Instability. Med J Indones, 19(4): 245-251

Sutadi, S.M., 2003. Pola Keganasan Saluran Cerna Bagian Atas dan Bawah Secara Endoskopi di H. Adam Malik – Medan. Medan: Universitas

Sumatera Utara. Available from:


(59)

Taylo, C.R., 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksi Usus. In: Mahanani, D.A., Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC, 532-538.

Wallace, D.C., 2005. Mitochondrial Paradigm of Metabolic and Degenerative Diseases, Aging, and Cancer: A Dawn for Evolutionary Medicine. Annu Rev Genet, 39: 359-407.

Wei, E.K., Giovannucci, E., Wu, K., Rosner, B., Fuchs, C.S., Wilett, W.C., Colditz, G.A., 2004. Comparison of Risk Factors for Colon and Rectal Cancer. Int J Cancer, 108(3): 433-442.

Winarto, E.P., Ivone, J., Saanin, S.N.J., 2009. Prevalensi Kanker Kolorektal di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2005 – Desember 2007. Jurnal Kristen Maranatha, 8(2): 138-143.

Yusra, C.A., 2012. Gambaran Pasien Kolorektal di RSUD DR. Soedarso Pontianak Periode Tahun 2006 – 2010. Universitas Tanjung Pura,

Pontianak. Available from:

jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/.../2765/2809 [Accessed at 18 Oktober 2013


(60)

(61)

(62)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nelfi Disya Amalia Lubis Tempat / Tanggal Lahir : Sibolga / 13 Januari 1994

Agama : Islam

Alamat : Jalan Setia Budi, Komplek Perumahan Taman Setia Budi Indah, Blok DD No.12, Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 085115 Sibolga (1998 - 2004)

2. Sekolah Menengah Pertama Swasta Al Muslimin Pandan (2004 - 2007) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Matauli Pandan (2007 - 2010) 4. Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara (2010 – sekarang)

Riwayat Organisasi : -


(63)

HASIL UJI STATISTIK

Statistics

Usia Gender Stadium

N Valid 35 35 35

Missing 0 0 0

Statistics

Mortalitas Terapi

N Valid 35 35

Missing 0 0

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <50 8 22.9 22.9 22.9

50-70 tahun 23 65.7 65.7 88.6

>70 tahun 4 11.4 11.4 100.0

Total 35 100.0 100.0

Gender

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pria 16 45.7 45.7 45.7

wanita 19 54.3 54.3 100.0


(64)

Stadium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 6 17.1 17.1 17.1

3b 1 2.9 2.9 20.0

4 22 62.9 62.9 82.9

tidakada 6 17.1 17.1 100.0

Total 35 100.0 100.0

Mortalitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Hidup 30 85.7 85.7 85.7

Meninggal 5 14.3 14.3 100.0

Total 35 100.0 100.0

Terapi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Operasi 4 11.4 11.4 11.4

chemotherapy 10 28.6 28.6 40.0

Terapi Simtomatik

21 60.0 60.0 100.0


(1)

43

Taylo, C.R., 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksi Usus.

In: Mahanani, D.A., Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC, 532-538.

Wallace, D.C., 2005. Mitochondrial Paradigm of Metabolic and Degenerative Diseases, Aging, and Cancer: A Dawn for Evolutionary Medicine. Annu Rev Genet, 39: 359-407.

Wei, E.K., Giovannucci, E., Wu, K., Rosner, B., Fuchs, C.S., Wilett, W.C., Colditz, G.A., 2004. Comparison of Risk Factors for Colon and Rectal Cancer. Int J Cancer, 108(3): 433-442.

Winarto, E.P., Ivone, J., Saanin, S.N.J., 2009. Prevalensi Kanker Kolorektal di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2005 – Desember 2007. Jurnal Kristen Maranatha, 8(2): 138-143.

Yusra, C.A., 2012. Gambaran Pasien Kolorektal di RSUD DR. Soedarso Pontianak Periode Tahun 2006 – 2010. Universitas Tanjung Pura,

Pontianak. Available from:

jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/.../2765/2809 [Accessed at 18 Oktober 2013


(2)

(3)

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nelfi Disya Amalia Lubis Tempat / Tanggal Lahir : Sibolga / 13 Januari 1994

Agama : Islam

Alamat : Jalan Setia Budi, Komplek Perumahan Taman Setia Budi Indah, Blok DD No.12, Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 085115 Sibolga (1998 - 2004)

2. Sekolah Menengah Pertama Swasta Al Muslimin Pandan (2004 - 2007) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Matauli Pandan (2007 - 2010) 4. Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara (2010 – sekarang)

Riwayat Organisasi :


(5)

-HASIL UJI STATISTIK

Statistics

Usia Gender Stadium

N Valid 35 35 35

Missing 0 0 0

Statistics

Mortalitas Terapi

N Valid 35 35

Missing 0 0

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <50 8 22.9 22.9 22.9

50-70 tahun 23 65.7 65.7 88.6

>70 tahun 4 11.4 11.4 100.0

Total 35 100.0 100.0

Gender

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pria 16 45.7 45.7 45.7

wanita 19 54.3 54.3 100.0


(6)

Stadium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 6 17.1 17.1 17.1

3b 1 2.9 2.9 20.0

4 22 62.9 62.9 82.9

tidakada 6 17.1 17.1 100.0

Total 35 100.0 100.0

Mortalitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Hidup 30 85.7 85.7 85.7

Meninggal 5 14.3 14.3 100.0

Total 35 100.0 100.0

Terapi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Operasi 4 11.4 11.4 11.4

chemotherapy 10 28.6 28.6 40.0

Terapi Simtomatik

21 60.0 60.0 100.0