matematika membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar isi mata pelajaran matematika lingkup pendidikan dasar menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran
matematika secara lebih spesifikasi di tingkat SMP dan MTs adalah untuk memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran matematika harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan kognitif siswa agar didapatkan hasil
belajar matematika yang memuaskan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.2 Kemampuan Kognitif Siswa
Winkel dalam Sunardi, 1997: 8 berpendapat “kemampuan kognitif
merupakan kegiatan intelektual yang tidak dapat diamati dari luar”. Depdiknas 2007: 3, kemampuan kognitif merupakan salah satu dari bidang pengembangan
oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Melalui kemampuan kognitif tersebut memungkinkan
manusia mengetahui, menyadari, mengerti, menggunakan abstraksi, menalar dan membahas, dan menjadi kreatif.
Dari berbagai pendapat mengenai defnisi kemampuan kognitif yang disajikan, mempunyai rumusan yang berbeda-beda, namun mempunyai pengertian
yang sama yaitu berkaitan dengan mental sebagai gambaran tentang kemampuan kognitif dari definisi, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
kemampuan kognitif siswa adalah kemampuan dalam diri siswa yang meliputi kegiatan intelektual terhadap suatu soal atau masalah matematika sampai siswa
memberikan respon berupa jawaban yang dapat diamati. Kemampuan kognitif setiap individu berbeda. Setiap individu mengalami
beberapa tahap perkembangan kognitif yakni perkembangan mengenai pola pikir, ingatan persepsi dan lain-lain. Selanjutnya, Piaget mengemukakan tentang
perkembangan kognitif yang dialami oleh setiap individu sesuai perkembangan
usia cognitive development perspective secara lebih rinci dari mulai bayi hingga dewasa.
Piaget membagi proses perkembangan kognitif dari setiap individu ke dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukkan
karakteristik yang berbeda-beda dan berkembang secara kronologis menurut usia kalender. Menurut Piaget dalam UPI, 2001: 39-43, tahap perkembangan
kognitif itu sebagai berikut. 1 Tahap Sensori Motor umur 0-2 tahun.
Aktivitas kognitif selama tahap ini didasarkan terutama atas pengalaman langsung melalui perbuatan fisik gerakan anggota tubuh dan sensori koordinasi
alat indera. 2 Tahap Pra Operasi umur 2-7 tahun.
Pada tahap ini, anak mempunyai persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi konkrit adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti
mengklasifikasikan sekelompok objek classifying, menata letak benda-benda menurut urutan tertentu seriation, dan membilang counting.
3 Tahap Operasi Konkrit umur 7-11 tahun. Anak-anak pada tahap ini, telah memahami operasi dengan bantuan benda-
benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan conservation, kemampuan untuk mengklasifikasikan, mampu memandang suatu
objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. 4 Tahap Operasi Formal umur 11 tahun keatas.
Pada tahap ini, anak mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal- hal yang abstrak. Jadi, anak bisa bernalar tanpa menggunakan objek langsung,
sehingga dalam struktur kognitifnya mampu hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan generalisasi.
Tahap-tahap perkembangan kognitif di atas perlu diketahui dan dipahami guru sebagai acuan dalam memberikan pemahaman konsep materi, cara
penyampaian materi, membuat alat evaluasi, serta memilih kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Siswa
yang menerima materi tidak sesuai dengan tahap perkembangan kognitif, mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam belajar.
2.3 Pemecahan Masalah