Agenda Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas dan Pembangunan Infrastruktur

Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD 2008 BAB III - 6 miskin. Berbagai program pengentasan kemiskinan tersebut telah mampu menurunkan persentase penduduk miskin. Pada tahun 2005 berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk PSEP oleh BPS jumlah penduduk miskin di Jawa Timur adalah sebesar 8.390.996 jiwa 28,88 persen dan pada tahun 2006 mengalami penurunan yaitu menjadi 7.455.655 jiwa 19,89 persen. Pengangguran dan Tenaga Kerja Jumlah penganggur dalam periode dua tahun terakhir terus menunjukkan penurunan. Tahun 2005 berdasarkan BPS, angkatan kerja sebesar 18.771.731 jiwa, kesempatan kerja sebesar 17.689.834 jiwa sehingga pengangguran sebesar 1.082.897 jiwa. Untuk tahun 2006 angkatan kerja sebesar 18.720.955 jiwa, sementara kesempatan kerja sebesar 17.669.660 jiwa sehingga jumlah pengangguran sebesar 1.051.295 jiwa dengan Tingkat Pengangguran Terbuka TPT sebesar 5,74 . Meningkatnya jumlah pengangguran tersebut, disebabkan oleh Pemutusan Hubungan Kerja PHK sebesar 13,36 persen dan tidak adanya permintaan pasar kerjausaha terhenti sebesar 38,18 persen, pendapatan yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan sebesar 13,54 persen, tidak cocok dengan lingkungan kerja sebesarr 7,19 persen. Hingga tahun 2006, Pemerintah Propinsi Jawa Timur telah mengupayakan perluasan lapangan kerja antara lain dengan program padat karya, peningkatan investasi PMA dan PMDN, pelatihan tenaga kerja melalui BLK.

3.1.4. Agenda Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas dan Pembangunan Infrastruktur

Ekonomi Jawa Timur tahun 2006 tumbuh 5,79 dengan Produk Domestik Regional Bruto PDRB Atas Dasar Harga Berlaku pada tahun Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD 2008 BAB III - 7 2006 mencapai Rp. 470.627 milyar, atau meningkat sebesar 14,29 bila dibandingkan dengan tahun 2005 sebesar Rp. 403.392 milyar. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto ADHK 2000 pada tahun 2006, telah mencapai Rp. 271.227 milyar atau meningkat 5,48 , bila dibandingkan dengan tahun 2005 yang telah mencapai Rp. 256.374 milyar. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,79 terjadi di seluruh sektor ekonomi yang semuanya mengalami pertumbuhan positif, terutama sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 8,58, sektor perdagangan hotel dan restoran tumbuh 9,65, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan tumbuh 7,46, sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 4,07, Demikian halnya dengan sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi tumbuh masing-masing sebesar 6,77; 3,05 dan 1,42. Indikasi atas pelaksanaan program-program pembangunan selama 2 tahun terakhir secara keseluruhan ditunjukkan oleh kinerja agregat ekonomi Jawa Timur yang antara lain PDRB per kapita tahun 2006 mencapai sebesar Rp. 12.520.000,00 meningkat dibanding tahun 2005 yang sebesar Rp. 10.854.000,00 atau naik 15,35; Indeks Daya Beli Masyarakat mengalami kenaikan dari 119,75 pada tahun 2005 menjadi 129,76 pada tahun 2006; Tingkat efisiensi investasi yang dihitung dengan pendekatan ICOR, pada tahun 2006 mencapai sebesar 3,26 meningkat dibanding tahun 2005 sebesar 3,09; Nilai Tukar Petani NTP dengan asumsi tahun 2002 sebesar 100 maka NTP tahun 2006 sebesar 111,83 sedangkan tahun 2005 sebesar 105,29; Indeks Disparitas Wilayah tahun 2006 sebsar 118,03 point menurun dibanding tahun 2005 sebesar 112,67 point, Nilai Tambah UKM ADHB pada tahun 2006 sebesar Rp. 249,44 Trilyun meningkat dibandingkan tahun 2005 sebesar Rp. 211,20 Trilyun dan Indeks Pembangunan Manusia IPM tahun 2006 tercatat sebesar 67,67 mengalami kenaikan sebesar 0,62 poin dibandingkan tahun 2005 sebesar 65,80. Selanjutnya dari kinerja investasi yang diukur dengan indikator Incremental Capital Output Ratio ICOR, pada tahun 2006 angka ICOR Jawa Timur sebesar 3,29, yang berarti bahwa untuk menambahkan output Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD 2008 BAB III - 8 1 unit diperlukan investasi sekitar 3,29 unit. Sedangkan ICOR pada tahun 2005 sebesar 3,09. Hal ini menunjukkan bahwa investasi yang dibutuhkan untuk menaikkan 1 unit output pada tahun 2006 lebih besar dibandinghkan dengan tahun 2005, yang berarti investasi pada tahun 2006 sedikit kurang efisien dibandingkan pada tahun 2005, yang disebabkan terutama oleh kenaikkan harga BBM secara tajam pada tahun 2005. Pencapaian Kinerja agregat ini tidak lepas dari kondisi makro ekonomi nasional antara lain menurunnya laju inflasi secara signifikan menjadi 6,60; relatif stabilnya dan menguatnya nilai tukar rupiah pada kisaran Rp. 9.100,00 per Dollar AS serta cukup baiknya posisi neraca pembayaran dan cadangan devisa negara. Sedangkan nilai inflasi Jawa Timur kumulatif Januari-Desember 2006 menurun signifikan dibandingkan tahun 2005 yaitu dari 15,19 menjadi 6,76 berada di bawah kisaran sasaran 8,1 yang ditetapkan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia secara bersama-sama. Penyumbang inflasi terutama dari kelompok bahan makanan 13,08 dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 8,68. Seadangkan unflasi terendah dialami oleh kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan 1,29. Sementara itu komoditas memberikan sumbangan inflasi yang cukup besar yaitu beras, rokok kretek filter, gula pasir, mie, emas perhiasan dan biaya pendidikan SLTA. Dukungan infrastruktur sangat vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, baik askesibilitas transportasi, listrik, gas, telefon, sumberdaya air. Aksesibilitas yang masih belum optimal di selatan dan kepulauan menjadi salah satu sebab dalam memcau dinamika perekonomian kawasan, disamping infrastruktur yang ada sendiri memerlukan pemeliharaan rutin yang memerlukan pendanaan yang cukup besar. Disamping itu disparitas wilayah yang dari tahun ketahun semakin menunjukkan pengurangan, peran infrastruktur sangat penting pula dalam rangka menjag akeseimbangan dan pembagian peran ekonomi dalam hubungan desa-kota rural-urban linkage . Penekanan pembangunan kewilayahan ini dinilai penting karena upaya penanganan obyek Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD 2008 BAB III - 9 permasalahan diarahkan secara spesifik dan mengutamakan perbedaan hubungan antar bagian wilayah yang memerlukan penanganan yang berbeda pula, akan tetapi hasilnya tetap bersifat “general region”. 3.1.5. Agenda Optimalisasi Pengendalian Sumber Daya Alam, Pelestarian Lingkungan Hidup dan Penataan Ruang Masalah lingkungan hidup cenderung terus meningkat di berbagai daerah. Ada yang terjadi secara alamiah melalui bencana alam, namun jauh lebih banyak yang terjadi karena ulah manusia, seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kegiatan pembangunan yang berdampak pada meningkatnya permintaan akan ruang dan sumberdaya alam. Semua itu, menunjukkan bahwa kemampuan dan daya dukung lingkungan mungkin telah menurun karena terus dikuras tanpa memperhatikan daya pulihnya. Kerusakan itu diperparah pula oleh kurangnya kekuatan politik yang memiliki sense of environment. Sebab, yang nampak gigih memperjuangkan kepentingan pelestarian lingkungan hanyalah sebagian kecil dari mereka yang tidak didukung kekuatan politik yang memadai. Tidak heran bila dalam proses pengambilan keputusan pembangunan, kepentingan lingkungan acapkali terabaikan. Selain itu, faktor tingginya potensi konflik, tingginya ketidakpastian, lamanya kurun waktu antara penyebab dan terjadinya dampak, serta tidak mudahnya masyarakat untuk memahami, tentu ikut pula mempengaruhi menurunnya kualitas lingkungan hidup dan terkurasnya sumberdaya alam. Untuk itu, diperlukan kepekaan dan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan dan paling tidak ada empat hal yang mendesak untuk dilakukan: 1. Pelestarian lingkungan perlu mendapat dukungan kekuatan politik primer 2. Masyarakat perlu menuntut haknya untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD 2008 BAB III - 10 3. Perlu adanya mekanisme demokrasi yang efektif sehingga terbentuk pemerintah yang peka terhadap tuntutan masyarakat 4. Pemerintah, baik di tingkat propinsi maupun daerah perlu mempunyai kemampuan dan menjalankan kepemerintah yang baik good governance Peningkatan efektivitas pelestarian lingkungan sebagaimana disebutkan tersebut di atas membutuhkan pengelolaan lingkungan hidup yang tidak sentralistik. Setiap daerah harus dapat mendayagunakan seluruh kemampuannya dan memobilisasi dukungan dari segenap segmen masyarakat untuk dapat bersama-sama menyadari urgensi dari penyelamatan dari apa yang telah rusak dalam lingkungan hidup di daerahnya masing-masing dan menyusun rencana yang konkrit untuk pemulihan dan pelestarian lingkungan. Untuk mencapai keadaan yang demikian, diperlukan kemampuan dan kemauan dari berbagai pihak: pemerintah legislatif, eksekutif, dan yudikatif, swasta, asosiasi profesi, masyarakat, perorangan maupun komunal. Dan salah satu prasyaratnya adalah kepemerintahan yang baik good governance yang kemudian dikembangkan menjadi paradigma baru lingkungan yang dikenal dengan good environmental governance GEG. Indikasi atas pencapaian program-program lingkungan hidup tahun 2006 luas lahan kritis di kawasan hutan Tahura R. Soerjo 1dari 14.000 ha berkurang menjadi 13.000 ha dan Luas lahan kritis diluar Tahura R Soerjo seluas 460.000 ha berkurang menjadi 430.000 ha. Penanaman Mangrove di teluk Lamong dan Pulau Galang dari tahun 2004 sampai tahun 2006 sejumlah 930.000 pohon. Untuk memantapkan sistem perencanaan tata ruang dan meningkatkan tertib pemanfaatan ruang yang nantinya dapat menjaga kelestarian lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal, telah ditetapkan Perda Nomor 2 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi RTRWP Jawa Timur 2005 – 2020 yang Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD 2008 BAB III - 11 dijadikan sebagai pedoman teknis penataan ruang dan mengarahkan struktur ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Selain itu dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang khususnya pada kawasan pengendalian ketat telah dtetapkan Peraturan Gubernur Nomor 61 Tahun 2006 tentang Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Pengendalian Ketat Skala regional di Provinsi Jawa Timur.

3.1.6. Agenda Peningkatan Ketentraman dan Ketertiban, Supremasi Hukum dan HAM