Tipologi Kompetensi

2.3.2. Tipologi Kompetensi

Sebagaimana diketahui bahwa pembinaan atau pengembangan pegawai menyangkut dua hal pokok yang melingkupinya, yaitu; pengembangan untuk meningkatan kualitas pegawainya, dan pengembangan untuk meningkatan karier pegawainya. Pengembangan kualitas maupun pengembangan karier PNS dalam instansi pemerintah sangat diperlukan sebagai dasar pedoman bagi perencanaan manajemen PNS. Pedoman atau acuan harus didasarkan pada tahap awal yang lebih baik yaitu menciptakan strategi pengembangan PNS Sebagaimana diketahui bahwa pembinaan atau pengembangan pegawai menyangkut dua hal pokok yang melingkupinya, yaitu; pengembangan untuk meningkatan kualitas pegawainya, dan pengembangan untuk meningkatan karier pegawainya. Pengembangan kualitas maupun pengembangan karier PNS dalam instansi pemerintah sangat diperlukan sebagai dasar pedoman bagi perencanaan manajemen PNS. Pedoman atau acuan harus didasarkan pada tahap awal yang lebih baik yaitu menciptakan strategi pengembangan PNS

Jika suatu organisasi memilih mengedepankan kompetensi, maka bagaimana cara mendefinisikan dan mengukur kompetensi?. Menurut Dessler (2008:365) “defining and measuring past performance is relatively straightforward: define the job, set standards, and use one or more appraisal tools to record performance. But promotions require something more: you also need a valid procedure for predicting a candidate's future performance. Most employers use prior performance as a guide, and assume that (based on his or her prior performance) the person will do well on the job. This is the simplest procedure. Others use tests or assessment centers to evaluate promotable employees and to identify those with executive potential”

Konsep kompetensi sangat sesuai dengan dunia kerja dan digunakan dalam pengelolaan sumber daya manusia dan pemberdayaan manusia. Oleh karena itu, pengembangan kompetensi pegawai menjadi tujuan utama dalam program pendidikan, dengan demikian memberikan konsep kompetensi dengan pendekatan multidisiplin perlu dilakukan. Dalam konteks ini, tiga pendekatan (Eraut, 1990) dalam Juceviciene, D. Lepaite(2000) berikut ini menjadi prasyarat pembenaran atas competence levels:

Pertama, penguasaan pendekatan pembelajaran, yang menentukan peran teori dan cara yang menekankan pentingnya perilaku manusia dan menekankan kompetensi sebagai tujuan program pendidikan. Kemampuan Khusus untuk beberapa tindakan profesional mendominasi dalam merumuskan konkrit skill, yang diperlukan dalam pekerjaan, dan tingkat penguasaan dicapai ketika kinerja diamati dan dinilai.

Kedua, pendekatan generik terhadap kompetensi yang didasarkan pada psikometri, pencarian atas definisi kualitas, sangat terkait dengan kinerja yang sangat baik; Namun demikian, belakangan ini kejelasan atas proses seleksi karyawan lebih penting daripada pembelajaran. Di sisi lain, Kedua, pendekatan generik terhadap kompetensi yang didasarkan pada psikometri, pencarian atas definisi kualitas, sangat terkait dengan kinerja yang sangat baik; Namun demikian, belakangan ini kejelasan atas proses seleksi karyawan lebih penting daripada pembelajaran. Di sisi lain,

Ketiga, pendekatan konstruktif kognitif terhadap kompetensi lebih menekankan pada pembelajaran akademis. Masalah hubungan antara pemahaman yang mendalam dan aktivitas jangka panjang disorot. Juga, pendekatan ini menekankan pada perbedaan antara kemampuan seseorang untuk bertindak dan cara di mana pegawai bertindak dalam konteks beberapa situasi tertentu.

Dengan demikian, tradisi pendekatan untuk kompetensi, khususnya, yang kedua, memastikan bahwa kompetensi hanya bisa didefinisikan dalam situasi tertentu. Sementara dalam arti pendidikan, kompetensi menjadi tujuan untuk program yang menjamin pengembangan kompetensi dalam jangka panjang pegawai. Dengan mempertimbangkan pendekatan ini, dengan membenarkan konsep kompetensi,baik kompetensi dan kompetensi holistik, maka dengan mengacu pada tingkat aktivitas, tingkat dan karakteristik kompetensi menurut Bowden(1997) dalam Juceviciene, D. Lepaite (2000) secara struktural disajikan dalam tabel 1.

to the educational methodologies

Educational Competence levels

Characteristics Activity level

methodologies

Mastery learning competence

Behavioral level of Primary skills

Operational

required in a work work /competencies

place

performance

development

Additive level of Primary skills plus Improvement of Mastery learning competence

understanding work

/competencies

and knowledge development

Educational Competence levels

Characteristics Activity level methodologies

Integrative level of Integration of

Change of

Balance of mastery

competence understanding,

internal and

learning and cognitive

knowledge, and external work

Holistic competence Transfer and

Cognitive

Development of

integration of

constructivism/holistic cognitive

new work.

Qualification

approach to a concept of

structures transfer into a

competence

new situation of

action

Sumber : Bowden(1997) dalam Juceviciene, D. Lepaite (2000)

Pengetahuan pada tingkat ketiga kompetensi mempengaruhi kinerja serta pada tingkat kedua dapat menciptakan nilai tambah, tetapi Bowden (1997) menyajikan dua tingkat ini secara terpisah, bahwa pemisahan tersebut dapat menjadi perdebatan. Namun pemisahan ini menguntungkan untuk tingkat ketiga dan keempat yang menjadi tujuan untuk program pendidikan tingkat tinggi. Tingkat pertama dan tingkat kedua dapat dicapai dalam pelatihan kejuruan (dengan belajar untuk bekerja sesuai dengan instruksi). Di sini keterampilan ditekankan dan setelah penilaian mereka dikukuhkan sebagai 'achieved qualification'. Dengan demikian, yang pertama dan tingkat kedua akan lebih mengacu pada kompetensi yang terpisah. Kompleksitas tingkat keempat didefinisikan oleh: pertama, sikap manusia terhadap diri sebagai seorang profesional; kedua, kemampuan untuk melakukan peran sebagai seorang profesional dan, ketiga, integrasi identitas profesional dan kesesuaian pegawai untuk situasi tersebut, maka, karena aspek holistik, kompetensi lebih cencerung diartikan sebagai satu set keterampilan. Selain itu, sulit untuk menentukan integrasi ini dalam program pendidikan, sedangkan dua tingkat pertama tidak memberikan masalah tersebut karena orientasi konkrit pekerjaannya. Akhirnya, dapat dikatakan bahwa interaksi umum antara kompetensi dan konteks kegiatan, memungkinkan untuk merancang program pendidikan, yang Pengetahuan pada tingkat ketiga kompetensi mempengaruhi kinerja serta pada tingkat kedua dapat menciptakan nilai tambah, tetapi Bowden (1997) menyajikan dua tingkat ini secara terpisah, bahwa pemisahan tersebut dapat menjadi perdebatan. Namun pemisahan ini menguntungkan untuk tingkat ketiga dan keempat yang menjadi tujuan untuk program pendidikan tingkat tinggi. Tingkat pertama dan tingkat kedua dapat dicapai dalam pelatihan kejuruan (dengan belajar untuk bekerja sesuai dengan instruksi). Di sini keterampilan ditekankan dan setelah penilaian mereka dikukuhkan sebagai 'achieved qualification'. Dengan demikian, yang pertama dan tingkat kedua akan lebih mengacu pada kompetensi yang terpisah. Kompleksitas tingkat keempat didefinisikan oleh: pertama, sikap manusia terhadap diri sebagai seorang profesional; kedua, kemampuan untuk melakukan peran sebagai seorang profesional dan, ketiga, integrasi identitas profesional dan kesesuaian pegawai untuk situasi tersebut, maka, karena aspek holistik, kompetensi lebih cencerung diartikan sebagai satu set keterampilan. Selain itu, sulit untuk menentukan integrasi ini dalam program pendidikan, sedangkan dua tingkat pertama tidak memberikan masalah tersebut karena orientasi konkrit pekerjaannya. Akhirnya, dapat dikatakan bahwa interaksi umum antara kompetensi dan konteks kegiatan, memungkinkan untuk merancang program pendidikan, yang

Model kompetensi menjelaskan perilaku-perilaku yang terpenting yang diperlukan untuk kinerja unggul dalam posisi, peran atau fungsi yang spesifik, yang bisa terdiri dari beberapa atau berbagai kompetensi. Model kompetensi dibedakan menurut kepentingannya, menjadi model kompetensi untuk leadership, coordinator, experts dan support. (a) Model kompetensi untuk leadership dan coordinator meliputi komitmen pada pembelajaran berkelanjutan, orientasi pada pelayanan masyarakat, berpikir konseptual, pengambilan keputusan, mengembangkan orang lain, standar profesionalisme tinggi, dampak dan pengaruh, inovasi, kepemimpinan, kepedulian organisasi, orientasi pada kinerja, orientasi pada pelayanan, strategi bisnis, kerjasama tim, dan keberagaman. (b) Model kompetensi untuk experts dan support meliputi komitmen pada pembelajaran berkelanjutan, orientasi pada pelayanan masyarakat, peduli atas ketepatan dan hal-hal detil, berpikir kreatif dan inovatif, fleksibilitas, standar profesionalisme tinggi, perencanaan, pengorganisasian dan koordinasi, pemecahan masalah, orientasi pada kinerja, orientasi pada pelayanan, kerjasama tim, dan keberagaman. Michael Zwell (2000:218), membedakan kompetensi menurut posisi dan menurut tingkat dan fungsi kerja. Kompetensi menurut posisi, dapat berupa kepemimpinan kependidikan, manajemen sekolah, kepedulian dan pelibatan masyarakat, kepemimpinan visioner dan manajemen perubahan, penentuan prioritas, perencanaan dan pengorganisasian, komunikasi, mempengaruhi dan memotivasi, sensitivitas antar pribadi dan orientasi pada hasil.