Angkatan 20/Balai Pustaka
1. Angkatan 20/Balai Pustaka
Angkatan Balai Pustaka biasa disebut dengan Angkatan 20 atau Angkatan Siti Nurbaya. Sebenarnya hal ini kurang begitu tepat, sebab kegiatan sastra Indonesia sekitar tahun 1920 tidak semata-mata terbatas pada Balai Pustaka. Di luar Balai Pustaka juga terdapat kegiatan penerbitan majalah dan buku-buku yang bersifat sastra. Penamaan Angkatan Siti Nurbaya pun sebenarnya juga kurang tepat, sebab hanya berdasar pada nama sebuah roman.
Nama Balai Pustaka mengacu kepada dua pengertian, yakni Balai Pustaka sebagai nama Badan Penerbit dan Balai Pustaka sebagai suatu angkatan dalam sastra Indonesia.
a. Latar Belakang Lahirnya Angkatan Balai Pustaka Balai Pustaka sebagai suatu nama angkatan dalam sastra Indonesia tidak
terlepas dari riwayat pendirian Balai Pustaka sendiri. Pada akhir abad ke-19 pemerintah banyak membuka sekolah bumi putra, dengan tujuan untuk mendidik pegawai-pegawai rendahan yang dibutuhkan oleh pemerintah Belanda. Akan tetapi sekolah-sekolah yang tidak diharapkan akan tumbuh dan ber- kembang, justru berkembang makin pesat, banyak masyarakat yang pandai membaca dan menulis. Melihat minat masyarakat yang pesat dalam hal membaca, maka pemerintah Belanda merasa khawatir jika rakyat sempat membaca buku-buku dari luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah Belanda kemudian membentuk sebuah komisi yang diberi nama Commissie Voor de Inlandsche School en Volksslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat dan Sekolah- Sekolah Bumi Putra). Komisi ini dibentuk pada tanggal 14 September 1908 di bawah pimpinan Dr. G.A.J. Hazeu. Pada tahun 1917 namanya diganti menjadi Balai Pustaka, dan Balai Pustaka kemudian berkembang dengan pesat.
Adapun hal-hal yang diusahakan oleh Balai Pustaka adalah sebagai berikut.
1) Membukukan cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongeng yang tersebar di kalangan rakyat. Jika tidak dibukukan, lama-kelamaan akan hilang.
2) Menerjemahkan sastra Eropa yang bermutu dipandang dari segi sastra. Dengan demikian kita juga dapat berkenalan dengan kesusastraan asing.
3) Menerbitkan buku-buku bacaan sehat bagi rakyat Indonesia, juga buku-buku yang dapat menambah pengetahuan dan kecerdasan rakyat. Misalnya, buku- buku yang berisi petunjuk bagaimana menjaga kesehatan, cara bercocok tanam, beternak, dan sebagainya.
Perkembangan Kebudayaan Masyarakat Nusantara di Bawah Penjajahan Asing
Bagi perkembangan kesusastraan Indonesia, berdirinya Balai Pustaka memberikan kesempatan dan kemungkinan kepada rakyat Indonesia untuk berkarya sekaligus memperoleh bacaan sehat. Balai Pustaka telah memberikan dorongan maju dalam bidang karang mengarang atau tulis-menulis. Dari sinilah kemudian muncul pengarang-pengarang yang kemudian kita kenal sebagai pelopor Angkatan Balai Pustaka, seperti Nur Sutan Iskandar, Marah Rusli, Abdul Muis dan sebagainya.
b. Karakteristik Sastra Balai Pustaka Sastra Balai Pustaka lahir sekitar tahun 20-an, di mana kehidupan
masyarakat kita dalam masa penjajahan. Di bawah penindasan kaum penjajah, masyarakat kita memiliki sikap, cita-cita, dan adat istiadat yang isinya memberontak. Hal tersebut karena dalam kehidupan mereka selalu diwarnai peristiwa-peristiwa sosial dan budaya yang sengaja diciptakan oleh pihak penjajah, yakni pemerintah Belanda. Hal inilah yang menjadi ciri atau karakteristik sastra pada masa itu. Umumnya karakteristik sastra suatu periode dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: (1) situasi dan kondisi masyarakat, (2) sikap hidup dan cita-cita para pengarang, dan (3) sikap dan persyaratan yang ditentukan oleh penguasa atau pemerintah.
Bertolak dari hal-hal tersebut di atas, maka karakteristik sastra Angkatan Balai Pustaka adalah sebagai berikut: (1) Bahasa sastra adalah bahasa Indonesia masa permulaan perkembangan, yang disebut Bahasa Melayu Umum; (2) Sastra Balai Pustaka umumnya bertema masalah kawin paksa. Masyarakat (terutama kaum ibu) beranggapan bahwa perkawinan urusan orang tua. Orang tua memiliki kekuasaan mutlak dalam menentukan jodoh anaknya.
c. Jenis Sastra Angkatan Balai Pustaka Balai Pustaka merupakan badan penerbit yang diusahakan pemerintah
kolonial, tentu saja kegiatannya tidak pernah lepas dari kepentingan politik penjajahan. Hal ini berpengaruh terhadap hasil karya bangsa Indonesia, sebab tidak semua hasil karya bangsa Indonesia bisa diterima di Balai Pustaka, walaupun bila ditinjau dari segi kesusastraan itu bernilai.
Adapun macam karangan yang muncul pada zaman Angkatan Balai Pustaka, adalah sebagai berikut.
1) Prosa Macam Prosa adalah sebagai berikut.
a) Roman Cerita yang diambil dari daerah Minangkabau dan Riau. Pada umumnya berisi perjuangan kaum muda yang gagal dalam menghadapi kejanggalan-kejanggalan adat pada masa itu. Selain itu, ada juga yang berisi pertentangan antara kaum muda yang bersifat modern dan kaum tua yang bersifat kolot/ortodoks. Contohnya roman yang bertemakan masalah adat, yaitu Azab dan Sengsara (Merari
134 Sejarah SMA/MA Kelas XI Bahasa
Siregar), Salah Pilih (Nur Sutan Iskandar), Salah Asuhan (Abdul Muis), dan Siti Nurbaya (Marah Rusli). Contohnya roman yang bertemakan masalah kawin paksa, seperti Dian Yang Tak Kunjung Padam (Sutan Takdir Alisyabana), Darah Muda (Adi Negoro), Asmara Jaya (Adi Negoro). Roman yang bertemakan masalah kebangsawanan, seperti Siti Nurbaya (Marah Rusli), Si Cebol Rindukan Bulan (Aman Datuk Mojoindo), Pertemuan Jodoh (Abdul Muis), Memutuskan Pertalian (Tulis Sutan Sati).
b) Cerita Pendek (Cerpen) Setelah masalah kawin paksa tidak muncul lagi dalam angkatan Balai Pustaka, maka sebagai gantinya muncul cerita pendek (cerpen). Ciri-ciri cerpen Angkatan Balai Pustaka adalah sebagai berikut: (1) bahan ceritanya diambil dari kehidupan sehari-hari, (2) merupakan bacaan hiburan, (3) sifat cerpen biasanya mengkritik atau bersifat humor, karena cerpen merupakan cermin kehidupan masyarakat dengan suka dukanya.
Contoh cerita pendek adalah: Teman Duduk (kumpulan cerpen) oleh M. Kasim, Di Dalam Lembah Kehidupan (kumpulan cerpen) oleh Hamka, dan Kawan Bergelut (kumpulan cerpen) oleh Suman Hasibuan.
c) Drama Drama-drama yang dihasilkan oleh Angkatan Balai Pustaka, di antaranya adalah: (1) Bebasari oleh Rustam Effendi
Ini merupakan drama dalam kesusastraan Indonesia. Bentuknya sebuah drama bersajak yang isinya berupa sindiran tentang hidup yang tertekan di bawah penjajahan.
(2) Menantikan Surat dari Raja oleh Moh. Yamin Drama ini merupakan saduran dari karangan sastrawan India Rabindranath Tagore.
2) Sajak Pengarang sajak Angkatan Balai Pustaka masih menyukai bentuk puisi Melayu klasik, seperti bentuk pantun dan syair dalam sajak-sajaknya. Misalnya: (1) Syair Siti Aminah oleh Syahbudin, (2) Syair Si Lindung Delima oleh Aman, (3) Syair Putri Hijau oleh A. Rahman.
d. Tokoh-Tokoh Sastra Angkatan Balai Pustaka Dalam Angkatan Balai Pustaka ada tiga tokoh penting, yakni Nur Sutan
Iskandar, Marah Rusli, dan Abdul Muis. Nur Sutan Iskandar adalah seorang tokoh yang banyak menghasilkan karya sastra dan selalu berusaha memasukkan semangat dan cita-cita kebangsaan. Marah Rusli dijadikan tokoh penting karena hasil karyanya yang berjudul Siti Nurbaya merupakan hasil karya sastra Balai Pustaka yang paling populer. Sedangkan, Abdul Muis adalah pengarang roman Salah Asuhan merupakan roman yang paling menonjol dari segi pengolahannya.
Perkembangan Kebudayaan Masyarakat Nusantara di Bawah Penjajahan Asing
1) Nur Sutan Iskandar Nur Sutan Iskandar dilahirkan di Sungai Batang, Maninjau, Sumatra Barat tanggal 3 November 1893. Semasa kecil namanya Muhammad nur, setelah beristri menurut adat Minang di beri gelar Sutan Iskandar. Hasil- hasil karya sastranya yang lain, ialah: (1) Abunawas, (2) Neraka Dunia, (3) Cinta Tanah Air.
2) Marah Rusli Marah Rusli lahir di Padang pada tahun 1889 dan meninggal tahun 1968. Ia menjadi dokter hewan untuk beberapa lama di Sumbawa dan terakhir di Semarang. Ia menikah dengan gadis Sunda, namun tidak disetujui keluarga, akibatnya Marah Rusli diasingkan dari keluarganya. Kondisi ini ikut me- mengaruhi karya-karyanya. Roman Siti Nurbaya, yang berisi lukisan realitas masyarakat pada saat itu, merupakan roman karya Marah Rusli yang paling populer masa Angkatan Balai Pustaka. Hasil-hasil karya sastra yang lain, di antaranya ialah: (1) Anak dan Kemenakan (roman), (2) La Hami (roman sejarah Pulau Sumba).
3) Abdul Muis Abdul Muis dilahirkan di Bukittinggi tahun 1886 dan meninggal pada tahun 1959 di Bandung. Ia pernah mengenyam pendidikan di Stovia, namun tidak selesai, kemudian menjadi wartawan dan pemimpin Sarekat Islam. Pernah juga menjadi anggota delegasi Comite Indie Weerbar (Panitian Pertahanan Hindia) ke negeri Belanda. Pada tahun 1920 diangkat menjadi anggota Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat).
Karyanya yang paling terkenal ialah Salah Asuhan. Roman ini sangat menarik, karena tema pas dan cara mengungkapkannya baik. Hasil-hasil karya sastra yang lain, di antaranya ialah: (1) Pertemuan Jodoh tahun 1933, (2) Suropati, roman sejarah tahun 1950, (3) Putri Umbun-Umbun Emas tahun 1950, (4) Robert Anak Suropati, roman sejarah tahun 1952.
Selain ketiga pengarang tersebut di atas, sebenarnya masih banyak pengarang Balai Pustaka yang lain. Mereka di antaranya ialah:
4) Aman Datuk Mojoindo Hasil karyanya, antara lain: (1) Si Doel Anak Betawi, (2) Si Cebol Rindukan Bulan.
5) Tulis Sutan Sati Hasil karyanya, antara lain: (1) Sengsara Membawa Nikmat tahun 1928, (2) Tidak tahu Membalas Guna tahun 1932, (3) Tak Disangka tahun 1932.
6) Merari Siregar Hasil karyanya, antara lain: Azab dan Sengsara tahun 1920.
136 Sejarah SMA/MA Kelas XI Bahasa