RE/KE (%)

40 RE/KE (%)

50%P-20%K

40%P-30%K

30%P-40%K

20%P-50%K

Kadar protein-karbohidrat pakan

10 Jumlah inokulum Carnobacterium sp. ( K 10 12 10 )

Gambar 53. Retensi energi per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein- karbohidrat pakan

70 EM/KE (%) 60

40 50%P-20%K

40%P-30%K

30%P-40%K

20%P-50%K

Kadar protein-karbohidrat pakan

10 ) Gambar 54. Energi metabolik per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai

Jumlah inokulum Carnobacterium sp. ( K 10

jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan

Tingkat Kelangsungan Hidup

Data jumlah populasi ikan uji dengan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan pada setiap 10 hari periode pengamatan disajikan pada Lampiran 131. Berdasarkan data tersebut Data jumlah populasi ikan uji dengan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan pada setiap 10 hari periode pengamatan disajikan pada Lampiran 131. Berdasarkan data tersebut

Tingkat kelangsungan

Jumlah inokulasi Carnobacterium sp.

Kadar protein-karbohidrat pakan

50%P-20%K 40%P-30%K 30%P-40%K 20%P-50%K

Gambar 55. Tingkat kelangsungan hidup (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan

Gambar 55 dan Lampiran 133 menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada ikan uji baik jumlah inokulum Carnobacterium sp. maupun kadar protein-karbohidrat pakan selama 60 hari pemeliharaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan pada tingkat kelangsungan hidup ikan uji.

Pembahasan

Hasil percobaan secara in vitro menunjukkan bahwa Carnobacterium sp. sangat efektif menghidrolisis pakan dan sangat dipengaruhi oleh jumlah inokulum Carnobacterium sp. serta kadar protein-karbohidrat pakan. Semakin tinggi jumlah inokulum dan kadar karbohidrat pakan, semakin besar kadar glukosa yang dihasilkan, dan derajat hidrolisis karbohidrat rata-rata mencapai 100% pada akhir periode inkubasi 24 jam.

Pati yang terkandung dalam pakan adalah substrat yang sesuai bagi Carnobacterium sp. Oleh sebab itu, peningkatan pati dalam pakan dapat memacu sekresi enzim amilase untuk mendegradasi pati menjadi glukosa. Peningkatan kadar glukosa dalam media meningkatkan sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Atlas et al. (1984) mengemukakan bahwa mikrob amilolitik Pati yang terkandung dalam pakan adalah substrat yang sesuai bagi Carnobacterium sp. Oleh sebab itu, peningkatan pati dalam pakan dapat memacu sekresi enzim amilase untuk mendegradasi pati menjadi glukosa. Peningkatan kadar glukosa dalam media meningkatkan sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Atlas et al. (1984) mengemukakan bahwa mikrob amilolitik

Kadar glukosa dalam media juga sangat dipengaruhi oleh jumlah inokulum Carnobacterium sp. Pertumbuhan mikrob merupakan pembelahan biner melintang, yaitu satu sel membelah diri menghasilkan dua sel. Semakin besar jumlah inokulum, berarti semakin padat populasi Carnobacterium sp. dalam media. Oleh sebab itu, akan semakin banyak sel yang membelah, yang menyebabkan kepadatan sel Carnobacterium sp. akan semakin meningkat. Peningkatan kepadatan populasi Carnobacterium sp. dapat menambah aktivitas hidrolisis substrat sehingga kadar glukosa dalam media kultur juga meningkat. Menurut Fuller (1997) salah satu faktor yang menentukan keberhasilan aplikasi probiotik adalah dosis yang diberikan. Kompiang (1999) mengemukakan bahwa dosis probiotik yang tepat dalam pakan dapat berfungsi sebagai growth promoter pada pertumbuhan hewan.

Penurunan kadar glukosa pada periode pengamatan 24 jam inkubasi terjadi karena glukosa hasil hidrolisis dimanfaatkan oleh mikrob sebagai sumber karbon untuk kehidupannya sementara sumber glukosa dalam media, yaitu pati sudah mulai berkurang dan bahkan sudah habis. Fenomena ini dibuktikan dengan hasil analisis pada derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada periode inkubasi 24 jam, yaitu rata-rata mencapai 100% untuk semua perlakuan. Pengamatan pada berbagai periode inkubasi untuk mengukur hidrolisis karbohidrat pakan oleh mikrob secara in vitro sangat penting sebagai informasi periode inkubasi yang sudah memberikan respons perbedaan pada parameter yang diamati. Pada percobaan ini, periode inkubasi yang sudah memberikan respons perbedaan adalah pada periode pengamatan 12 jam inkubasi.

Semakin banyak substrat yang tersedia semakin tinggi aktivitas mikrob untuk menghidrolisis. Akan tetapi, substrat yang masih tersisa yang belum terhidrolisis oleh mikrob sampai periode inkubasi 12 jam masih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan derajat hidrolisis karbohidrat yang diperoleh menurun dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan. Derajat hidrolisis karbohidrat

10 yang dicapai oleh Carnobacterium sp. pada jumlah inokulum 10 12 dan 10 10 yang dicapai oleh Carnobacterium sp. pada jumlah inokulum 10 12 dan 10

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan in vitro, pada semua parameter yang diamati bahwa perlakuan yang terbaik adalah jumlah inokulum

Carnobacterium 12 sp. 10 cfu/mL dengan pakan E: (10% P – 60% K). Walaupun demikian, perlakuan yang diuji pada percobaan in vivo adalah jumlah inokulasi

10 mikrob 10 12 dan 10 cfu/mL dan pakan A : (50% P – 20% K), pakan B: (40 P – 30% K), pakan C: (30% P – 40% K), dan pakan D: (20% P – 50 % K). Meskipun

hasil uji statistik membuktikan bahwa jumlah inokulum Carnobacterium sp. yang terbaik adalah 10 12 cfu/mL, dalam saluran pencernaan ikan juga terdapat

enzim pencernaan amilase endogen yang akan mencerna karbohidrat pakan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Diharapkan dengan 10 10 cfu/mL

Carnobacterium sp., ikan uji sudah mampu memanfaatkan pakan buatan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi, dan memberikan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik. Pakan E: (10% P – 60% K) tidak digunakan pada tahap pengujian in vivo dengan pertimbangan kadar proteinnya terlalu rendah dibandingkan dengan kebutuhan protein pada ikan secara umum. Ikan bandeng membutuhkan kadar protein pakan berkisar antara 20 dan 40%, denga n kadar protein optimal sebesar 40% yang memberikan tingkat pertumbuhan terbaik (Lim et al. 1979; Santiago et al. 1983).

Carnobacterium sp. sebagai feed additive mampu meningkatkan pertumbuhan ikan uji baik pada jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10 10

maupun 10 12 cfu/mL/100 g pakan dibandingkan dengan ikan uji kontrol. Ikan uji dengan inokulasi Carnobacterium sp. memperlihatkan peningkatan pertumbuhan

dengan meningkatnya karbohidrat pakan. Ikan uji yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) dan pakan C: (30% P – 40% K) menunjukkan tingkat pertumbuhan dengan meningkatnya karbohidrat pakan. Ikan uji yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) dan pakan C: (30% P – 40% K) menunjukkan tingkat pertumbuhan

Peningkatan pertumbuhan ikan uji akibat inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan merupakan respons pemanfaatan karbohidrat pakan sebagai sumber energi, hal ini memperlihatkan apa yang disebut protein sparing action untuk pertumbuhan. Protein dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perbaikan sel yang rusak, tidak sebagai sumber energi. Menurut Zonneveld et al. (1991) meskipun karbohidrat bukan merupakan sumber energi yang superior bagi ikan melebihi protein dan lemak, karbohidrat yang dicerna dari pakan dapat memperlihatkan apa yang disebut protein sparing action untuk pertumbuhan.

Respons pertumbuhan ikan uji yang tinggi terhadap inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan menghasilkan tingkat pemanfaatan pakan yang lebih efisien dibandingkan ikan uji kontrol. Ikan uji yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) dan pakan C: (30% P – 40% K) dengan inokulasi Carnobacterium sp. mampu memanfaatkan karbohidrat pakan lebih efektif dan menggunakan protein pakan lebih efisien sehingga memberikan respons lebih baik pada pertumbuhan dan efisiensi pakan. Hasil yang sama dicapai oleh ikan gurame yang diberi pakan dengan inokulasi probiotik Bacillus sp. (Irawan 2002; dan Murni 2004).

Pengukuran materi pertumbuhan, meliputi retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot memperlihatkan pola yang seiring dengan pertumbuhan bobot ikan uji. Inokulum Carnobacterium sp. dalam pakan, baik

10 pada jumlah inokulum 10 12 maupun 10 cfu/mL/100 g, meningkatkan retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot ikan uji dibandingkan

dengan ikan uji kontrol. Retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot meningkat dengan peningkatan kadar karbohidrat pakan. Peningkatan kemampuan ikan uji memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi, dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan dan dengan ikan uji kontrol. Retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot meningkat dengan peningkatan kadar karbohidrat pakan. Peningkatan kemampuan ikan uji memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi, dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan dan

Berdasarkan data retensi lemak ikan uji terlihat adanya indikasi pemanfaatan sejumlah lemak pakan untuk mencukupi kebutuhan energi karena energi yang berasal dari karbohidrat pakan rendah. Keadaan ini ditunjukkan ikan uji kontrol dengan pakan A: (50% P – 20% K). Retensi lemak meningkat dengan peningkatan kadar karbohidrat pakan, serta meningkat dengan adanya inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan bahkan mencapai di atas 100%. Hal ini mengindikasikan adanya pemanfaatan lemak dan karbohidrat pakan secara maksimum untuk simpanan lemak tubuh pada proses lipogenesis. Hasil yang sama dilaporkan terjadi pada ikan gurame yang mendapat pakan yang diinokulasi probiotik Bacillus sp. (Murni 2004).

Ketersediaan glukosa dalam sel, yang merupakan produk hidrolisis karbohidrat digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh dan kebutuhan energi, setelah terpenuhi pemasukan glukosa yang tinggi akan merangsang terjadinya proses glikogenesis dan lipogenesis (Stryer 2000). Glikogenesis adalah perubahan bentuk glukosa menjadi glikogen seperti yang terjadi dalam hati dan otot. Peningkatan aktivitas glikogenesis inilah yang menyebabkan meningkatnya kadar glikogen hati dan otot pada ikan uji yang diberi pakan dengan kadar karbohidrat lebih tinggi dengan inokulasi Carnobacterium sp. Nilai yang didapat menurun dengan berkurangnya karbohidrat pakan. Peningkatan retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot dengan meningkatnya karbohidrat pakan juga ditemukan pada spesies ikan lain (Suarez et al. 2002; Krogdahl et al. 2004; Mokoginta et al. 2004; dan Hatlen et al. 2005).

Pada ikan uji kontrol, pertumbuhan tertinggi ke rendah adalah yang diberi pakan A: (50% P - 20% K), pakan B: (40% P - 30% K); pakan C: (30% P - 40% K), dan pakan D: (20% P - 50% K). Hal ini terjadi karena perbedaan pada kadar protein-karbohidrat pakan yang diberikan. Ikan uji yang mendapat pakan dengan kadar protein yang lebih tinggi memperlihatkan respons pertumbuhan tertinggi dan menurun dengan menurunnya kadar protein pakan. Pengaruh yang lain diduga adanya perbedaan komposisi asam amino dan asam lemak pakan. Perbedaan komposisi asam amino dan asam lemak pada setiap pakan uji disebabkan oleh Pada ikan uji kontrol, pertumbuhan tertinggi ke rendah adalah yang diberi pakan A: (50% P - 20% K), pakan B: (40% P - 30% K); pakan C: (30% P - 40% K), dan pakan D: (20% P - 50% K). Hal ini terjadi karena perbedaan pada kadar protein-karbohidrat pakan yang diberikan. Ikan uji yang mendapat pakan dengan kadar protein yang lebih tinggi memperlihatkan respons pertumbuhan tertinggi dan menurun dengan menurunnya kadar protein pakan. Pengaruh yang lain diduga adanya perbedaan komposisi asam amino dan asam lemak pakan. Perbedaan komposisi asam amino dan asam lemak pada setiap pakan uji disebabkan oleh

Pola pertumbuhan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dari tertinggi ke rendah adalah yang diberi pakan pakan D: (20% P - 50% K), pakan C: (30% P - 40% K), pakan B: (40% P - 30% K), dan pakan A: (50% P - 20% K). Fenomena ini merupakan respons ikan uji pada perubahan fisiologis saluran pencernaan akibat inokulasi Carnobacterium sp. Inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan meningkatkan populasi mikrob dalam

10 saluran pencernaan ikan uji, yaitu dari sekitar 10 13 cfu/mL menjadi 10 cfu/mL pada saat puncak hidrolisis pakan. Peningkatan populasi mikrob dalam saluran

pencernaan ikan uji meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, yaitu enzim a-amilase dan protease di dalam saluran pencernaan ikan uji. Enzim a-amilase dan protease (pepsin dan tripsin) adalah enzim yang berperan sebagai katalisator pada pencernaan karbohidrat dan protein. Peningkatan aktivitas enzim pencernaan yang berasal dari kontribusi mikrob pada saluran pencernaan ikan dilaporkan oleh beberapa peneliti (Gatesoupe 1999; Handayani et al. 2000; Robertson et al. 2000; dan Murni 2004). Peningkatan aktivitas enzim a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji dapat meni ngkatkan kecernaan karbohidrat dan protein pakan. Akibatnya, penyerapan nutrien hasil hidrolisis di dalam saluran pencernaan juga meningkat. Hal ini merupakan respons positif dari ikan uji pada Carnobacterium sp. yang diberikan sehingga lebih mampu memanfaatkan karbohidrat pakan sebagai sumber energi, dan protein lebih banyak diperuntukkan bagi pertumbuhan. Hasil akhirnya adalah peningkatan pertumbuhan.

Populasi mikrob pada saluran pencernaan ikan uji meningkat pada 5 jam post prandial dibandingkan dengan ikan uji kontrol. Pada periode waktu 5 jam aktivitas pada saluran pencernaan ikan uji tinggi, dan masih banyak nutrien yang tersedia. Penurunan kembali populasi mikrob pada saluran pencernaan ikan uji 24 jam post prandial disebabkan pakan dalam saluran pencernaan sudah habis dihidrolisis dan nutrien hasil hidrolisis sudah diserap ke dalam tubuh. Oleh karena itu, tidak tersedia nutrien yang cukup untuk pertumbuhan mikrob. Mikroorganisme dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang kaya Populasi mikrob pada saluran pencernaan ikan uji meningkat pada 5 jam post prandial dibandingkan dengan ikan uji kontrol. Pada periode waktu 5 jam aktivitas pada saluran pencernaan ikan uji tinggi, dan masih banyak nutrien yang tersedia. Penurunan kembali populasi mikrob pada saluran pencernaan ikan uji 24 jam post prandial disebabkan pakan dalam saluran pencernaan sudah habis dihidrolisis dan nutrien hasil hidrolisis sudah diserap ke dalam tubuh. Oleh karena itu, tidak tersedia nutrien yang cukup untuk pertumbuhan mikrob. Mikroorganisme dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang kaya

Eksoenzim disekresikan oleh mikrob untuk mendegradasi pakan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan karbon atau energi mikrob itu sendiri. Akan tetapi, ketersediaan nutrien lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan mikrob sampai pada batas jumlah inokulum tertentu. Hal inilah yang menjadi satu alasan tidak ada perbedaan populasi mikrob pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan. Perimbangan ketersediaan nutrien yang lebih banyak dari kebutuhan mikrob, menyebabkan ketersediaan nutrien untuk ikan uji tidak terganggu. Keuntungan bagi ikan uji adalah eksoenzim yang disekresikan mikrob dapat meningkatkan aktivitas enzim pencernaan pada saluran pencernaan ikan uji.

Aktivitas enzim a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji meningkat dengan adanya inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan. Peningkatan aktivitas enzim a-amilase pada saluran pencernaan ikan uji dengan adanya inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan, diikuti juga oleh peningkatan aktivitas enzim protease. Carnobacterium sp. adalah mikrob amilolitik yang memerlukan pati sebagai sumber karbonnya, tetapi mikrob ini juga dapat memanfaatkan sumber karbon lain selain pati pada media hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan aktivitas enzim protease pada saluran pencernaan ikan uji dengan inokulasi Carnobacterium sp. meningkat dibandingkan kontrol. Pelczar dan Chan (1988) mengemukakan bahwa mikrob seperti juga manusia memerlukan zat-zat gizi untuk pertumbuhan dan fungsi normalnya, yaitu sumber energi, karbon, nitrogen, mineral, vitamin, dan air.

Aktivitas enzim a-amilase meningkat dengan peningkatan karbohidrat pakan, dan aktivitas enzim protease meningkat dengan peningkatan protein pakan. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan substrat yang dihidrolisis oleh enzim. Semakin banyak substrat yang tersedia, semakin banyak eksoenzim yang disekresikan mikrob. Ketersediaan substrat juga akan merangsang saluran dan Aktivitas enzim a-amilase meningkat dengan peningkatan karbohidrat pakan, dan aktivitas enzim protease meningkat dengan peningkatan protein pakan. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan substrat yang dihidrolisis oleh enzim. Semakin banyak substrat yang tersedia, semakin banyak eksoenzim yang disekresikan mikrob. Ketersediaan substrat juga akan merangsang saluran dan

Nilai kecernaan pakan atau disebut juga kofisien pencernaan dapat menggambarkan kemampuan ikan untuk mencerna pakan, juga dapat menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Kecernaan karbohidrat dan protein pakan ikan uji pada perlakuan kontrol, menurun dengan bertambahnya kadar karbohidrat pakan. Hasil yang sama dilaporkan ditemukan pada ikan rainbow trout (Pan et al. 2005). Pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. tidak ada perbedaan antar-perlakuan kadar protein-karbohidrat pakan, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan ikan uji kontrol. Kecernaan karbohidrat dan protein pakan akan menurun dengan meningkatnya komposisi non-protein dalam pakan. Hal ini demikian karena, pada proses pencernaan karbohidrat, semakin tinggi kadar karbohidrat pakan semakin besar substrat yang tersedia untuk enzim a-amilase. Akan tetapi kapasitas aktivitas enzim a-amilase untuk menghidrolisis karbohidrat rendah. Dengan demikian, semakin tinggi kadar karbohidrat pakan semakin banyak bagian yang tidak tercerna dan dikeluarkan dari tubuh sebagai feses. Peningkatan bagian karbohidrat yang tidak tercerna akibat peningkatan kadar karbohidrat pakan berpengaruh pada kecernaan protein. Hal ini terjadi demikian karena protein yang belum sempat dicerna dengan baik akan ikut terbuang bersama dengan bagian karbohidrat yang tidak tercerna. Peningkatan nilai kecernaan karbohidrat dan protein ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. disebabkan oleh peningkatan aktivitas a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji sehingga aktivitas degradasi substrat meningkat. Hal ini juga yang menyebabkan kenapa kadar protein dan karbohidrat pakan tidak mempengaruhi kecernaan karbohidrat. Semakin banyak karbohidrat pakan yang tercerna semakin sedikit bagian yang tidak tercerna. Oleh karena itu, tidak banyak bagian protein yang ikut terbuang bersama karbohidrat.

Glukosa adalah produk hidrolisis enzimatik karbohidrat pakan, diserap di usus halus masuk ke aliran darah Kadar glukosa dalam darah merupakan resultan atau hasil perimbangan sesaat antara laju penyerapan glukosa dari saluran pencernaan ke dalam aliran darah dan laju pemasukan glukosa darah ke dalam sel pada proses metabolisme karbohidrat. Kadar glukosa darah yang terus meningkat mengindikasikan adanya aliran glukosa ke dalam darah yang lebih besar dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Sebaliknya, kadar glukosa akan menurun apabila aliran glukosa ke dalam darah lebih rendah dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Dengan demikian, puncak kadar glukosa darah terjadi saat aliran glukosa ke dalam darah dan pemasukan glukosa darah ke dalam sel mencapai titik keseimbangan. Puncak dan permulaan turunnya puncak kadar glukosa darah tercepat diperlihatkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada jam ke-4 post prandial, sedangkan ikan uji kontrol pada jam ke-6 pos prandial. Proses hidrolisis enzimatik karbohidrat yang berlangsung maksimal pada saluran pencernaan, menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah berlangsung cepat pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. Hal ini dapat memicu bioaktivitas insulin pada tingkat tertinggi sehingga pemasukan glukosa darah ke dalam sel berlangsung dengan cepat dan kadar glukosa dalam darah segera menurun (Matthews et al. 2003). Peningkatan penggunaan glukosa untuk energi metabolisme sel juga dirangsang dengan meningkatnya karbohidrat pakan. Furuichi (1988) mendapatkan bahwa enzim glikolitik seperti fosfofruktokinase dan heksokinase terlihat lebih efektif pada ikan omnivora. Peningkatan aktivitas fosfofruktokinase dijumpai pada ikan nila hibrida setelah mengkonsumsi sejumlah karbohidrat (Shiau dan Chen 1993; Shiau dan Liang 1995). Glukosa yang telah masuk ke dalam sel akan segera dimetabolisme untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga menghindari penggunaan sejumlah asam amino sebagai sumber energi metabolik. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan deposisi materi pertumbuhan seperti protein dan lemak. Suarez et al . (2002) melakukan analisis aktivitas glikolisis dan glukoneogenesis secara tidak langsung dengan mengukur aktivitas enzim hati yang berperan, yaitu PK (pyruvate kinase), FBPase (fructose 1.6 bis-phosphatase), dan G6PDH (glukosa 6- Glukosa adalah produk hidrolisis enzimatik karbohidrat pakan, diserap di usus halus masuk ke aliran darah Kadar glukosa dalam darah merupakan resultan atau hasil perimbangan sesaat antara laju penyerapan glukosa dari saluran pencernaan ke dalam aliran darah dan laju pemasukan glukosa darah ke dalam sel pada proses metabolisme karbohidrat. Kadar glukosa darah yang terus meningkat mengindikasikan adanya aliran glukosa ke dalam darah yang lebih besar dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Sebaliknya, kadar glukosa akan menurun apabila aliran glukosa ke dalam darah lebih rendah dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Dengan demikian, puncak kadar glukosa darah terjadi saat aliran glukosa ke dalam darah dan pemasukan glukosa darah ke dalam sel mencapai titik keseimbangan. Puncak dan permulaan turunnya puncak kadar glukosa darah tercepat diperlihatkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada jam ke-4 post prandial, sedangkan ikan uji kontrol pada jam ke-6 pos prandial. Proses hidrolisis enzimatik karbohidrat yang berlangsung maksimal pada saluran pencernaan, menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah berlangsung cepat pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. Hal ini dapat memicu bioaktivitas insulin pada tingkat tertinggi sehingga pemasukan glukosa darah ke dalam sel berlangsung dengan cepat dan kadar glukosa dalam darah segera menurun (Matthews et al. 2003). Peningkatan penggunaan glukosa untuk energi metabolisme sel juga dirangsang dengan meningkatnya karbohidrat pakan. Furuichi (1988) mendapatkan bahwa enzim glikolitik seperti fosfofruktokinase dan heksokinase terlihat lebih efektif pada ikan omnivora. Peningkatan aktivitas fosfofruktokinase dijumpai pada ikan nila hibrida setelah mengkonsumsi sejumlah karbohidrat (Shiau dan Chen 1993; Shiau dan Liang 1995). Glukosa yang telah masuk ke dalam sel akan segera dimetabolisme untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga menghindari penggunaan sejumlah asam amino sebagai sumber energi metabolik. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan deposisi materi pertumbuhan seperti protein dan lemak. Suarez et al . (2002) melakukan analisis aktivitas glikolisis dan glukoneogenesis secara tidak langsung dengan mengukur aktivitas enzim hati yang berperan, yaitu PK (pyruvate kinase), FBPase (fructose 1.6 bis-phosphatase), dan G6PDH (glukosa 6-

Kadar trigliserida dalam darah merupakan resultan atau perimbangan sesaat, antara laju penyerapan trigliserida hasil hidrolisis enzimatik lemak pada saluran pencernaan ke dalam aliran darah dan laju pemanfaatannya pada sel-sel hati, sebelum disintesis kembali dan disimpan dalam jaringan adiposa. Fenomena yang terjadi pada kadar trigliserida darah juga terjadi seperti pada resultan kadar glukosa darah. Kadar trigliserida darah ikan uji pada setiap perlakuan mencapai titik puncak pada antara jam ke-6 sampai jam ke-8 post prandial. Ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan kadar trigliserida darah yang lebih tinggi dibandingkan ikan uji kontrol, serta lebih rendah dengan menurunnya karbohidrat pakan baik pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dan kontrol. Hal ini mengindikasikan adanya pemanfaatan sejumlah lemak pakan untuk mencukupi kebutuhan energi yang disebabkan oleh rendahnya energi yang berasal dari karbohidrat pakan. Peningkatan kadar trigliserida darah ikan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan dan peningkatan kadar karbohidrat pakan mengindikasikan adanya proses lipogenesis, baik dari lemak pakan maupun dari kelebihan glukosa darah. Kelebihan energi ini akan segera diubah menjadi trigliserida dan selanjutnya disimpan dalam jaringan adiposa.

Pola kadar glukosa pada beberapa spesies ikan bervariasi, yang dipengaruhi beberapa faktor di antaranya jenis dan ukuran, kekomplekskan dan kadar karbohidrat. Umumnya puncak dan penurunan puncak kadar glukosa darah ikan yang mendapat pakan dengan sumber karbohidrat pati sekitar 5 sampai 6 jam post prandial (Deng et al. 2001; Stone et al. 2003b; dan Subandiyono 2004).

Gambaran terjadinya peningkatan aktivitas yang terjadi dalam saluran pencernaan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dapat dilihat juga pada parameter pola konsumsi oksigen harian. Aktivitas mengkonsumsi oksigen segera meningkat setelah ikan uji mengkonsumsi pakan, hal ini nampak terlihat pada ketiga frekuensi pemberian pakan selama 24 jam.

Ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. memerlukan waktu yang lebih pendek dibandingkan ikan uji kontrol, yaitu berkisar antara 0,5 dan 3,5 jam untuk aktivitas mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang, dan menurun kembali setelah mencapai puncak. Ikan uji kontrol, memerlukan waktu lebih lama, yaitu berkisar antara 1 sampai 5 jam untuk mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang. Pola konsumsi oksigen yang diperlihatkan ikan uji merupakan gambaran pola penggunaan energi untuk aktivitas pencernaan. Sehubungan dengan ini dapat direkomendasikan bahwa frekuensi pemberian pakan untuk ikan bandeng dilakukan 3 kali sehari dengan jarak antar-pemberian maksimal 5 jam.

Gambaran pola konsumsi oksigen harian (mg O 0,8

2 /kg /jam) yang terjadi sejalan dengan pola kadar glukosa dan trigliserida darah ikan uji pada penelitian ini. Konsumsi oksigen merupakan bagian penting dari keseimbangan bioenergetik sebab menggambarkan penggunaan energi langsung pada kerja metabolik termasuk metabolisme untuk hidup pokok, makan, dan aktif (Schmidt- Nielsen 1990; Lemos dan Phan 2001; Rosas et al. 2001). Inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan meningkatkan konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang ikan uji yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Konsumsi oksigen juga meningkat dengan bertambahnya kadar protein pakan dibandingkan karbohidrat pakan baik pada ikan uji dengan inokulasi Carnobacterium sp. maupun kontrol. Fenomena yang sama juga diperlihatkan oleh gambaran pekerjaan metabolisme ikan uji yang diperoleh dari data konsumsi oksigen yang dikonversikan dengan nilai setara kalor, yaitu laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action (kJ/kg 0,8 /hari).

Metabolisme basal atau standar didefinisikan sebagai tingkat pembelanjaan energi minimal untuk mempertahankan struktur dan fungsi jaringan agar organisme tetap hidup. Pengukuran dilakukan pada kondisi setelah organisme dipuasakan (post absorptive), kondisi lingkungan yang netral dan organisme dalam keadaan istirahat dan tidak banyak bergerak (Affandi et al. 2005; Wuenschel et al. 2005). Nilai laju metabolisme basal yang diperoleh pada

percobaan ini adalah berkisar antara 38,08 dan 43,92 kJ/kg 0,8 /hari. Laju metabolisme basal pada organisme terestrial adalah sebesar 70 kkal/BBM yang

setara dengan 292 kJ/BBM 0,75 (Brody 1974). Hal ini menunjukkan adanya setara dengan 292 kJ/BBM 0,75 (Brody 1974). Hal ini menunjukkan adanya

Pembelanjaan energi untuk mempertahankan suhu tubuh pada organisme akuatik hampir dikatakan nol dan energi yang dibelanjakan untuk menopang tubuh serta mempertahankan posisi dan pergerakan dalam air sangat kecil (Cho et al. 1982; Affandi et al. 1994).

Laju metabolisme kenyang dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang penggunaan energi saat puncak proses metabolisme dan pencernaan. Nilai laju metabolisme kenyang pada ikan berkisar antara 1,5 dan 5,8 kali laju metabolisme basal (Brett dan Goves 1979). Laju metabolisme rutin atau disebut juga dengan produksi panas harian atau energi yang hilang menjadi panas, merupakan akumulasi penggunaan energi pada berbagai aktivitas. Laju metabolisme kenyang dan rutin tertinggi ditunjukkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada kadar protein-karbohidrat 20%P dan 50%K. Laju metabolisme kenyang dan rutin menurun dengan meningkatnya kadar kabohidrat pakan. Meningkatnya laju metabolisme kenyang dan rutin pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. disebabkan adanya peningkatan proses-proses fisiologis akibat peningkatan proses hidrolisis nutrien pakan di dalam saluran pencernaan. Peningkatan aktivitas metabolisme termasuk pengambilan, mencerna, dan absorbsi nutrien pakan mengakibatkan peningkatan penggunaan energi untuk aktivitas tersebut, seperti yang ditunjukkan pada nilai specific dynamic action.

Specific dynamic action ditentukan dengan mengurangi nilai antara laju metabolisme kenyang dan basal. Specific dynamic action merupakan tingkat penggunaan energi untuk menghancur, mengubah dan menyimpan produk pencernaan melalui proses metabolisme nutrien. Nilai specific dynamic action yang ditunjukan ikan uji seiring dengan nilai laju metabolisme kenyang dan rutin.

Specific dynamic action tertinggi ditunjukkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada kadar protein-karbohidrat 20% P dan 50% K. Specific dynamic action meningkat dengan bertambahnya kadar protein pakan. Priedi (1985) mengemukakan bahwa nilai specific dynamic action akan besar jika pakan yang dikonsumsi kaya dengan protein dan diperkirakan bervariasi antara 5 dan 20% dari energi yang dikonsumsi. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan protein yang tinggi dalam pakan memerlukan ongkos yang tinggi untuk menghancur, mengubah, dan menyimpan produk pencernaan melalui proses metabolisme nutrien. Akibatnya, tingkat metabolisme menjadi lebih besar. Peningkatan kadar karbohidrat dibandingkan protein pakan dapat menurunkan aktivitas metabolisme ikan uji sehingga penggunaan energi menjadi lebih efisien. Jumlah energi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan pemeliharaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain spesies ikan, umur, komposisi ransum, tingkat reproduksi, dan laju metabolisme standar. Besarnya specific dynamic action pada ikan untuk mengolah karbohidrat (ikan herbivora) adalah sebesar 5% sedangkan untuk mengolah protein (ikan karnivora) adalah sebesar 30% (Zonneveld et al. 1991).

Laju metabolisme ikan bandeng cukup tinggi dibandingkan ikan lain (Becker dan Fishelson 1986; Becker et al. 1992; Guerin dan Stickle 1997; Shouqi et al . 1997; Fu dan Xie 2004). Hal ini terjadi karena ikan bandeng adalah ikan perenang cepat serta ikan yang agresif sehingga memerlukan energi yang tinggi untuk memenuhi kegiatan fisiologis yang terjadi di dalam tubuhnya. Peningkatan kecepatan renang yang menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen ditunjukkan oleh ikan salmon dan rainbow trout (Weatherly dan Gill 1987), serta oleh ikan mas (Zonneveld et al. 1991). Dugaan lain adalah adanya perbedaan suhu lingkungan pada saat pengukuran. Peningkatan suhu lingkungan sangat berpengaruh pada aktivitas metabolisme dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi karena ikan adalah poikiloterm atau hewan berdarah dingin, yaitu suhu tubuh dipengaruhi

oleh suhu lingkungan. Setiap kenaikan suhu 10 o C maka aktivitas metabolisme akan meningkat 2 kali lipat.

Neraca energi memberikan gambaran mengenai tingkat pemasukan energi, serta ketersediaan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan, tingkat retensi Neraca energi memberikan gambaran mengenai tingkat pemasukan energi, serta ketersediaan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan, tingkat retensi

Energi metabolik adalah energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk hidup pokok harus dipenuhi terlebih dahulu, apabila terdapat kelebihan akan digunakan untuk pertumbuhan. Besarnya energi metabolik ditentukan dari penjumlahan antara penggunaan energi pada metabolisme rutin dan retensi energi (Affandi et al. 2005). Kebutuhan energi untuk hidup pokok dan pertumbuhan sangat bergantung pada kualitas makanan (terutama kadar protein) dan kuantitas makanan yang dikonsumsi (rasio) ikan.

Proses pencernaan, penyerapan, dan metabolisme merupakan proses yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Energi metabolik yang tinggi pada ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dan meningkat dengan bertambahnya kadar karbohidrat pakan disebabkan oleh tingkat pencernaan dan penyerapan karbohidrat pada saluran pencernaan ikan uji berlangsung optimum. Hal ini menyebabkan ketersediaan energi untuk metabolisme terpenuhi dari proses glikolisis dan lipolisis, sedangkan energi yang diretensi lebih banyak berasal dari deposisi protein. Ikan uji yang diberi pakan D: (20% P – 50% K) dengan inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan persentase energi metabolik tertinggi, yaitu sekitar 90% dari energi yang dikonsumsi. Ikan uji kontrol yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) menunjukkan persentase energi metabolik terendah, yaitu sekitar 50% dari energi yang dikonsumsi. Persentase energi metabolik yang dihasilkan cukup tinggi dibandingkan dengan persentase energi metabolik hewan air lain. Energi metabolik pada larva Farfantepenaeus paulensis berkisar antara 29,84 dan 66,11% dari energi yang dikonsumsi (Lemos dan Phan 2001). Energi metabolik pada Litopenaeus setiferus stadia postlarva (PL 1 – 10) berkisar 36,13 sampai 56% dari energi yang dikonsumsi. Pada L. vannamei PL 1 – 10 energi metabolik yang diperoleh berkisar antara 39,21 dan 57,85% dari energi yang Proses pencernaan, penyerapan, dan metabolisme merupakan proses yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Energi metabolik yang tinggi pada ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dan meningkat dengan bertambahnya kadar karbohidrat pakan disebabkan oleh tingkat pencernaan dan penyerapan karbohidrat pada saluran pencernaan ikan uji berlangsung optimum. Hal ini menyebabkan ketersediaan energi untuk metabolisme terpenuhi dari proses glikolisis dan lipolisis, sedangkan energi yang diretensi lebih banyak berasal dari deposisi protein. Ikan uji yang diberi pakan D: (20% P – 50% K) dengan inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan persentase energi metabolik tertinggi, yaitu sekitar 90% dari energi yang dikonsumsi. Ikan uji kontrol yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) menunjukkan persentase energi metabolik terendah, yaitu sekitar 50% dari energi yang dikonsumsi. Persentase energi metabolik yang dihasilkan cukup tinggi dibandingkan dengan persentase energi metabolik hewan air lain. Energi metabolik pada larva Farfantepenaeus paulensis berkisar antara 29,84 dan 66,11% dari energi yang dikonsumsi (Lemos dan Phan 2001). Energi metabolik pada Litopenaeus setiferus stadia postlarva (PL 1 – 10) berkisar 36,13 sampai 56% dari energi yang dikonsumsi. Pada L. vannamei PL 1 – 10 energi metabolik yang diperoleh berkisar antara 39,21 dan 57,85% dari energi yang

Energi yang teretensi adalah energi yang terdeposisi dalam tubuh dan digunakan untuk pertumbuhan. Retensi energi ikan uji meni ngkat dengan inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan dan menurun dengan berkurangnya kadar karbohidrat pakan. Ikan uji yang diberi pakan D: (20% P – 50% K) dengan inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan persentase retensi energi tertinggi, yaitu sebesar 64% dari energi yang dikonsumsi. Ikan uji kontrol yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) menunjukkan persentase retensi energi terendah, yaitu sebesar 35% dari energi yang dikonsumsi. Retensi energi yang dihasilkan seiring dengan nilai retensi protein dan retensi lemak. Peningkatan kemampuan ikan uji memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi berdampak positif pada deposisi materi pertumbuhan, dan tentunya pada akhirnya terhadap pertumbuhan bobot. Persentase retensi energi yang dihasilkan cukup ti nggi dibandingkan persentase retensi energi hewan air lain. Retensi energi pada Labeo rohita berkisar antara 17,2 dan 33,8 % (Satphaty et al. 2001). Retensi energi yang dihasilkan pada ikan mas yang mendapat pakan 40% protein adalah sebesar 30,1% (Focken et al. 1997). Retensi energi yang dihasilkan pada Melanogrammus aeglefinus berkisar antara 39,3 dan 42,0% (Kim dan Lall 2001). Energi yang teretensi pada kepiting bakau sekitar 38,62% pada salinitas 25% (Karim 2005). Energi yang diretensi pada ikan halibut atlantik berkisar antara 38,0 dan 46,7%. Retensi energi meningkat dengan bertambahnya ukuran ikan (Harlen et al. 2005).

Berdasarkan uraian di atas, diperoleh gambaran tentang alokasi energi ikan bandeng yang dipelihara dengan pemberian pakan yang diinokulasi dengan mikrob Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum dan kadar protein- karbohidrat pakan. Pada total energi yang dikonsumsi sekitar 53 sampai 94% merupakan persentase energi metabolik, yaitu energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan. Energi yang teretensi berkisar mulai dari 35 sampai 64%, energi yang dihasilkan sebagai panas berkisar mulai dari 19 sampai 28%. Dari total energi yang termetabolisme sebesar 60 sampai 70% adalah energi yang teretensi.

Respons ikan uji terhadap perbedaan jumlah inokulum Carnobacterium sp.

10 10 12 dan 10 cfu/mL/100 g pakan tidak signifikan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan mikrob dalam saluran pencernaan tidak berbeda.

Mikrob merupakan makhluk hidup yang akan tumbuh dan berkembang apabila tersedia nutrien dan kondisi lingkungannya sesuai (Pelczar dan Chan 1988). Oleh karena itu, pada percobaan ini mikrob dalam saluran pencernaan tumbuh dan berkembang dalam keseimbangan sampai suatu batas pertumbuhan optimum. Hasil yang sama dilaporkan oleh Rengpipat et al. (1998, 2000); Irawan (2000); Ali (2002); dan Tae (2003) .

Inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan uji. Hal ini terjadi karena, ikan uji dapat beradaptasi dengan baik pada perlakuan yang diberikan. Mortalitas yang ditemukan selama penelitian disebabkan oleh penanganan waktu pengambilan sampel atau ikan uji melompat keluar dari media pemeliharaan karena adanya kejutan.