KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN VERTIKAL DI PROVINSI DKI JAKARTA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN VERTIKAL DI PROVINSI DKI JAKARTA

Oleh: Budiana Setiawan* ABSTRACT

The percentage of green open space (RTH) in Jakarta is only 9.6%. It is very lower than the minimum limit which be set by the World Health Organization (WHO), which is 30% of total area of a city. One cause of the least of remaining green open space in Jakarta is the fast growing of settlements. To prevent green open space in Jakarta is not diminished, Jakarta Provincial Government needs to change the strategy of development of settlements from horizontal to vertical. Vertical settlement is shaped in flats or apartments. Flats or apartments are the right alternative to answer the high demand of land for settlement on one side and still be able to maintain the integrity of the vast green open space on the other side. Despite this effort to realize the vertical settlements are blocked by three factors, i.e.: society, developer, and the Provincial Government of Jakarta. To overcome these problems, there are three factors to consider in determining government policy, namely: discourse / narratives, politic interest, and actors / network.

Keywords: green open space (RTH), vertical settlement, flats, apartments, Province of Jakarta.

LATARBELAKANG

berkorelasi dengan kebutuhan lahan untuk Provinsi

permukiman. Semakin padat penduduknya, sekaligus sebagai ibukota Republik

maka semakin banyak lahan yang Indonesia merupakan daerah perkotaan

dibutuhkan untuk permukiman. Di sisi lain, yang

sebuah kota besar sangat memerlukan Kepadatan

sangat padat

penduduknya.

RTH, karena berfungsi untuk paru-paru menyebabkan di Kota Jakarta hanya tersisa

kota, mengurangi polusi udara, menyimpan sedikit Ruang Terbuka Hijau (RTH), yang

air tanah, mengendalikan banjir, maupun antara lain berupa hutan kota, taman,

prasarana rekreasi warga kota. lapangan olah raga, lahan pertanian kota,

Berdasarkan peraturan dari World maupun tempat terbuka lainnya. Dengan

Health Organization (WHO), batas luas sekitar 664,01 km 2 , penduduk Kota

minimal RTH untuk sebuah kota besar Jakarta mencapai 9.223.000 juta jiwa,

adalah 30% dari keseluruhan luas kota. dengan kepadatan penduduk 12.459 jiwa/

Bagaimana dengan Kota Jakarta? Luas km 2 (Badan Pusat Statistik, 2009: 10, 82-

RTH di Kota Jakarta saat ini hanya tinggal 83). Kepadatan penduduk sebuah kota

9,6%, jauh di bawah batas minimal yang 9,6%, jauh di bawah batas minimal yang

terutama untuk hunian, yang dilengkapi Kompas, Selasa 19 Oktober 2010, hlm. 26

dengan bagian bersama, benda bersama, kolom 1-3). Hal ini menyebabkan Jakarta

dan tanah bersama (Undang-Undang senantiasa menghadapi berbagai persoalan

Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah yang tidak pernah teratasi, seperti banjir,

Susun). Rumah susun atau apartemen ini polusi udara, kekurangan air bersih,

merupakan alternatif yang tepat untuk kebakaran permukiman padat penduduk,

menjawab tingginya kebutuhan lahan dan sebagainya.

untuk permukiman di satu sisi dan tetap Untuk mencegah agar RTH di

dapat menjaga keutuhan luas RTH di sisi Jakarta

lain. Jika permukiman vertikal sudah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini

terwujud, maka sedikit demi sedikit perlu mengubah strategi pembangunan

masyarakat yang tinggal di permukiman permukiman, dari permukiman horizontal

yang tidak layak huni (misalnya: bantaran menjadi permukiman yang bersifat

sungai, pinggir rel kereta api, sekitar vertikal. Permukiman horizontal adalah

pembuangan sampah, perumahan atau perkampungan padat

tempat

perkampungan yang sangat padat, dan lain- penduduk, di mana satu petak tanah

lain) dapat dipindahkan ke rumah susun dengan luas tertentu hanya terdiri dari satu

atau apartemen sederhana. Dengan unit rumah dan pada umumnya ditinggali

demikian, bekas lahan permukiman dapat oleh satu keluarga. Permukiman horizontal

dialihfungsikan kembali menjadi RTH. ini menyebabkan kebutuhan lahan untuk

Selanjutnya, dalam kurun waktu tertentu permukiman menjadi sangat luas.

target RTH 30% dari luas Kota Jakarta Permukiman

dapat terpenuhi. (”Pembahasan RTRW: berbentuk rumah susun atau apartemen.

vertikal

adalah

Permukiman jadi Vertikal”. Kompas, Pengertian rumah susun atau apartemen

Selasa 19 Oktober 2010, hlm. 26 kolom 1- menurut Undang-Undang nomor 16 tahun

1985 tentang Rumah Susun, Pasal 1 Ayat 1 adalah “bangunan gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi

distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat

PERMASALAHAN

gedung, pusat perindustrian, maupun Berdasarkan pemaparan di atas, ada

permukiman, tanpa memperhatikan tiga pihak yang saling terkait dalam upaya

ketentuan RTH.

mewujudkan permukiman vertikal, yaitu:

3. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masyarakat

melalui Menteri berpenghasilan rendah dan tinggal di

Perumahan Rakyat (Menpera) pernah permukiman-permukiman yang tidak layak

mencanangkan program 1000 rumah huni), pengembang/ developer , dan

susun keluarga miskin (rusunami). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Melalui program tersebut diharapkan

1. Masyarakat orientasi masyarakat pada permukiman Untuk

perlahan-lahan vertikal, pihak yang berkompeten

dialihkan ke permukiman vertikal untuk diperhatikan adalah masyarakat

(Kebijakan Perumahan Pemerintah yang akan menempati permukiman

Ketinggalan vertikal itu sendiri. Namun kendalanya

adalah, dengan bermukim di rumah http://www.antaranews.com/ susun atau apartemen, masyarakat

berita/1268519741/kebijakan- harus mengubah perilakunya agar

perumahan-pemerintah-jangan- sesuai dengan kondisi lingkungan

sampai-ketinggalan-momentum, permukiman vertikal, khususnya pada

diunduh tanggal 30 Oktober 2010, jam aspek-aspek keselamatan.

2. Pengembang/ Developer Pengembang atau developer adalah

Masing-masing pihak tersebut di atas pihak yang mencari dan membeli

kepentingan-kepentingan lahan-lahan milik masyarakat maupun

memiliki

tersendiri berkaitan dengan pengadaan aset pemerintah, untuk kemudian

rumah susun atau apartemen sederhana. dibangun

kepentingan tersebut gedung perkantoran, atau pusat

menyebabkan terjadinya konflik antara industri. Mereka lah yang kemudian

konsumen dan menjual unit-unit permukiman kepada

masyarakat

selaku

pengembang selaku penyedia permukiman masyarakat.

untuk masyarakat, dan pemerintah dengan senantiasa

Para

pengembang

kebijakan-kebijakannya yang harus mampu sehingga

berorientasi

bisnis,

meningkatkan luas RTH di DKI Jakarta. membangun

cenderung

berusaha

sebanyak

mungkin

Permasalahan di atas berkaitan

KEBIJAKAN SAAT INI

dengan teori pengembangan kebijakan

sebenarnya telah lingkungan (environtmental policy) dari

Pemerintah

membuat Rencana Tata Ruang Wilayah Andrew Blowers. Menurut Blowers,

(RTRW) untuk wilayah DKI Jakarta dan kebijakan

sekitarnya. Berkaitan dengan pengaturan menghadapi dua kepentingan yang saling

lingkungan

senantiasa

RTRW untuk wilayah DKI Jakarta dan bertolak belakang, yaitu kepentingan

sekitarnya, Pemerintah Pusat telah pelestarian lingkungan dan kepentingan

mengeluarkan Undang-Undang no. 26 sosial masyarakat. Dalam perspektif

tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan masyarakat,

Peraturan Presiden no. 54 tahun 2008 lingkungan seringkali dianggap radikal

kepentingan

pelestarian

Penataan Kawasan dan fundamental, sehingga mengubah

tentang

Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, institusi sosial dan gaya hidup masyarakat.

Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur). Isu pelestarian lingkungan tersebut

Undang-undang dan peraturan presiden menjadi kuat karena merupakan bagian

tersebut yang kemudian digunakan sebagai dari isu nasional dan bahkan global

rujukan dalam upaya pengaturan RTRW di tentang pelestarian lingkungan (Andrew

wilayah Provinsi DKI Jakarta untuk tahun Blowers, 1997: 846). Perspektif tersebut

2010-2030. Dari RTRW tersebut, luas juga berkaitan dengan wacana tentang

lahan yang diperlukan untuk permukiman konsep masyarakat modern dan perubahan

mencapai 62%, RTH hanya 13,94%, sumberdaya. Salah satu pendekatan yang

sedangkan sisanya (24,56%) untuk digunakan adalah modernisasi ekologi

perkantoran, perindustrian, dan pelayanan memegang peranan dalam pelestarian

masyarakat (RTH disesuaikan dengan lingkungan. Untuk itu harus diakomodasi

Kebutuhan, http: www.poskota.co.id/ dalam bentuk perubahan terhadap proses

berita-terkini/ 2010/03/26/ rth-disesuaikan- produksi dan adaptasi institusional

dengan-kebutuhan, diunduh tanggal 30 masyarakat. Teori ini digunakan untuk

Oktober 2010 jam 9.14). menjawab pertanyaan tentang apakah isu

RT/RW tersebut pelestarian lingkungan dapat diserap ke

Pengaturan

ketimpangan dan dalam kebijakan dengan cara adaptasi atau

menunjukkan

ketidakkonsistenan pemerintah karena bahkan memengaruhi secara keseluruhan

persentase lahan untuk RTH sangat jauh di dari

bawah ketentuan minimal dari WHO, yaitu pengelolaan

cara pengorganisasian

dan

tersebut juga (Andrew Blowers, 1997: 847).

kemunduran dalam kemunduran dalam

perumahan oleh tahun 1965-1985, RTH ditargetkan

pembangunan

pengembang pemodal swasta tersebut pada mencapai 37,2% dari luas Kota Jakarta,

akhirnya melenceng dari ketentuan sedangkan pada tahun 1985-2005 turun

Undang-Undang Pokok Agraria tahun menjadi 25,85%, dan kini dalam RTRW

1960 pasal 13 yang menugaskan Kota Jakarta 2000-2010 turun drastis

pemerintah untuk mencegah praktik menjadi 13,94% (Hirworo Yoga dan Yori

spekulan dan monopoli tanah di perkotaan Antar, 2010: 98).

(Menuju Kebijakan Perumahan yang Berkembangnya

http://yaminsh. horizontal yang tidak terkendali, sehingga

wordpress.com/2008/10/11/menuju- menyebabkan RTH secara riil di DKI

memihak- Jakarta bukan lagi 13,94%, melainkan

kebijakan-perumahan-yang

rakyat/. diunduh tanggal 30 Oktober 2010, hanya tinggal 9,6%, sebenarnya tidak

jam 8.14).

terlepas dari kesalahan

Di sisi lain, ada langkah-langkah pemerintah provinsi pada masa lalu. Sejak

kebijakan

yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI tahun

Jakarta untuk mempertahankan luas RTH menyerahkan ribuan hektar tanah cadangan

pada lahan-lahan yang terlanjur dibeli kepada pengembang untuk kebutuhan

pengembang, yaitu dengan mewajibkan pembangunan kota dan memberikan izin

mengalokasikan pembebasan tanah untuk keperluan

para

pengembang

sebagian lahan yang dibelinya untuk RTH. perumahan. Hal ini menyebabkan para

Pengembang yang akan membangun pengembang mempunyai kewenangan

gedung apartemen atau rumah susun wajib penuh untuk membangun sebanyak

menyisakan 60% dari lahan yang ada untuk mungkin gedung-gedung perkantoran,

RTH, sedangkan untuk perumahan perindustrian, dan permukiman, tanpa

horizontal wajib menyisakan 40% dari luas memperhitungkan RTH. Pembangunan

lahan yang ada untuk RTH. Pemerintah RTH

provinsi juga akan membebaskan lahan- keuntungan apapun bagi pengembang

lahan permukiman liar dan kumuh untuk karena tidak bernilai secara ekonomi.

dikembalikan pada fungsinya sebagai RTH Model pembangunan perumahan dengan

(RTH disesuaikan dengan Kebutuhan, investasi swasta tersebut menyebabkan

http://www.poskota.co.id/berita- pemerintah sulit untuk mengontrol

terkini/2010/03/26/rth-disesuaikan-dengan- peruntukan lahan berdasarkan Rencana terkini/2010/03/26/rth-disesuaikan-dengan- peruntukan lahan berdasarkan Rencana

2. Politic Interest (Kepentingan Politik) 2010 jam 9.14)

Pembangunan permukiman vertikal akan berimplikasi terhadap terjaganya

EVALUASI KEBIJAKAN

Bahkan bila Berkaitan dengan permasalahan

areal

RTH.

memungkinkan, luas lahan RTH tersebut di atas, terdapat tiga faktor yang

semakin bertambah karena banyak saling

warga yang semula tinggal di bantaran narratives, politic interest , dan actors/

sungai, pinggir rel kereta api, atau network . Ketiga faktor tersebut perlu

sekitar tempat pembuangan sampah dipertimbangkan

yang beralih ke rumah susun atau kebijakan.

dalam

menentukan

apartemen sederhana. RTH juga

mempunyai fungsi penting untuk Narasi)

polusi udara, Jika

mengurangi

mempertahankan simpanan air tanah, permukiman masih bersifat horizontal,

kebijakan

pembangunan

meminimalisir banjir, dan menjadi maka lahan RTH di Jakarta semakin

pusat rekreasi dan olah raga bagi habis. Jakarta menjadi semakin tidak

Upaya untuk nyaman karena tidak memiliki paru-

masyarakat.

mempertahankan lahan RTH sangat paru kota, tempat untuk mengurangi

berkaitan dengan citra pemerintah polusi udara, menyimpan air tanah,

terhadap masyarakatnya. dan mencegah banjir. Untuk itu

3. Actors (Aktor/ Pelaku) diperlukan kebijakan pembangunan

Aktor-aktor yang terlibat dalam permukiman yang bersifat vertikal.

pembangunan rumah susun atau Discourse atau narrative tersebut

apartemen sederhana adalah instansi nantinya dapat digunakan untuk

pemerintah selaku institusi yang menjawab

berwenang mengatur tata ruang kota, seperti: mengapa kebijakan tersebut

pertanyaan-pertanyaan,

developer selaku perlu dikembangkan, apa efeknya bila

pengembang/

pelaksana pembangunan permukiman, dikembangkan, bagaimana narasi itu

maupun masyarakat selaku pihak berfungsi, problem-problem apa saja

pengguna yang akan menempati dari narasi tersebut, dan mengapa

permukiman-permukiman vertikal. narasi tersebut bersifat meresap.

Adapun narasi-narasi yang perlu listrik dalam jumlah besar, serta diungkapkan pada masing-masing aktor

penyediaan fasilitas penunjang (lift, tangga adalah sebagai berikut.

darurat, peralatan pemadam kebakaran, dan

1. Masyarakat lain-lain). Hal ini menyebabkan pihak Untuk mewujudkan permukiman

pengembang tidak dapat menjual unit-unit vertikal, pemerintah provinsi harus

rumah susun dengan harga murah, meyakinkan pada masyarakat bahwa lebih

sementara sasaran konsumen pembeli banyak keuntungan yang diperoleh dengan

rumah susun atau apartemen sederhana tinggal di rumah susun atau apartemen

yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi daripada tinggal di permukiman horizontal.

adalah masyarakat kelas menengah ke Beberapa wacana yang dapat digulirkan

bawah. Kondisi ini sebenarnya bisa diatasi untuk memotivasi masyarakat tinggal di

apabila pemerintah memberikan bantuan permukiman vertikal, antara lain:

pinjaman dengan bunga ringan, atau yang

a. Keterbatasan

lebih dikenal dengan istilah Kredit keluar-masuk rumah, meliputi gang-

aksesibilitas

untuk

(KPR) kepada gang, jalan sempit, dan akses jalan

Pemilikan

Rumah

masyarakat yang berdaya beli rendah, setapak menuju rumah.

sehingga mereka dapat membeli unit-unit

b. Mudah terjadi konflik sosial, karena rumah susun atau apartemen sederhana. ruang yang terbatas harus digunakan

Namun persoalannya tidak hanya berhenti bersama-sama oleh orang banyak.

sampai di situ. Biaya-biaya yang

c. Ancaman banjir pada musim hujan dan

rumah untuk kekurangan air bersih pada saat musim

dikeluarkan

pemilik

operasional apartemen relatif tinggi, kemarau karena hilangnya daerah

misalnya: pemeliharaan lift, pompa air tangkapan air dan resapan air.

berdaya sedot tinggi, tenaga keamanan (karena pemilik rumah harus meninggalkan

2. Pengembang/ Developer kendaraan di lantai basement), dan lain- Pembangunan rumah susun maupun

lain. Beban operasional tersebut harus apartemen sederhana memerlukan biaya

ditanggung oleh masyarakat setelah yang sangat tinggi bila dibandingkan

mereka menghuni rumah susun atau dengan

sehingga horizontal. Hal ini dikarenakan tuntutan-

mengurangi minat masyarakat untuk tuntutan standar keamanan dan fasilitas

membeli rumah susun atau apartemen yang harus dipenuhi, seperti: konstruksi

sederhana. Beban operasional ini relatif bangunan yang kuat, penyediaan air dan

tidak terdapat pada perumahan yang tidak terdapat pada perumahan yang

tinggal di permukiman vertikal. kepada masyarakat berpenghasilan rendah

Berkaitan dengan permasalahan di rendah untuk biaya-biaya operasional

atas, Rebecca Sutton menyampaikan selama tinggal di rumah susun.

bahwa ada lima model yang digunakan untuk proses pembuatan kebijakan, yaitu:

3. Pemerintah

1. Policy as The incrementalist model Agar konsep permukiman vertikal

(Model Pengangkatan) dapat terwujud, pemerintah provinsi harus

kebijakan menentukan secara tegas membatasi izin pembelian

Pembuat

alternatif pemecahan lahan untuk permukiman oleh para

beberapa

permasalahan, kemudian cenderung pengembang. Lahan-lahan yang di dalam

untuk menentukan pilihan yang secara RTRW sudah diperuntukkan bagi RTH

garis besar berbeda dengan kebijakan sama sekali dilarang untuk dibangun. Salah

yang sudah ada sebelumnya. Pada satu cara yang untuk membatasi

akhirnya tidak ada ketentuan kebijakan pengembang membeli lahan untuk

yang optimal. Kebijakan semacam ini permukiman horizontal adalah menetapkan

merupakan cara yang tepat karena harga tanah yang tinggi dan izin

memuaskan semua pihak yang terlibat pembangunan yang terbatas. Dengan harga

di dalamnya. Semua pihak akan tanah yang tinggi dan izin pembanguna

menyetujui kebijakan tersebut daripada yang terbatas, biaya yang dikeluarkan

menentukan kebijakan yang terbaik, pengembang untuk membeli lahan yang

yang tentu tidak memuaskan semua luas untuk permukiman horizontal menjadi

pihak, untuk memecahkan masalah lebih

tinggi dibandingkan

dengan

tersebut.

2. Policy as The mixed scanning model hanya memerlukan lahan yang lebih

membangun permukiman vertikal yang

(Model Penyampuran) sempit. Setelah selesai membangun, harga

Posisi kebijakan ini berada di antara jual permukiman horizontal pun menjadi

model kebijakan rasional/ linier dan lebih tinggi dibandingkan harga jual unit-

incrementalist . Model ini membagi unit permukiman di rumah susun. Apabila

keputusan kebijakan menjadi dua, yaitu kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah,

kebijakan makro dan mikro. Kebijakan maka dengan sendirinya masyarakat akan

makro untuk hal-hal yang bersifat beralih dari bertempat tinggal di

fundamental, sedangkan kebijakan mikro untuk hal-hal yang bersifat kecil.

Model rasional/ linier berimplikasi Berdasarkan pemaparan terhadap pada

ketiga faktor yang saling berkaitan di atas terhadap semua pilihan secara detail.

pertimbangan

menyeluruh

(discourse/ narratives, politic interest, dan Sedangkan model incrementalist lebih

actors/ network ), model kebijakan yang merekomendasikan

tampaknya paling tepat untuk mengatasi pilihan-pilihan kebijakan yang sudah

untuk melihat

permasalahan di dalam mewujudkan ada sebelumnya.

permukiman vertikal adalah “Policy as The

3. Policy as an Argumentalist Model Mixed Scanning Model ”. Sebagaimana (Model Argumental)

telah disebutkan di atas, model ini Kebijakan ini ditentukan berdasarkan

membagi kebijakan menjadi dua, yaitu debat antara penguasa (pemerintah)

kebijakan makro dan kebijakan mikro. dengan

Kebijakan makro sebenarnya telah tertuang masyarakat. Masing-masing pihak

kelompok-kelompok

di dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun mengklaim

2007 tentang Penataan Ruang dan kebijakan yang diinginkan dengan

dan

menjustifikasi

Peraturan Presiden no. 54 tahun 2008 argumentasi-argumentasi yang kritis.

4. Policy as Social Experiment Model Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, (Model Eksperimen Sosial)

Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur). Kebijakan

Melalui undang-undang dan peraturan perubahan sosial sebagai proses trial

presiden tersebut, luas lahan untuk and error (coba dan gagal). Dalam hal

permukiman yang mencapai 62% di dalam ini hipotesis-hipotesis yang ada diuji di

RTRW Provinsi DKI Jakarta perlu lapangan, sehingga pada akhirnya

dikurangi, dengan memberi persentase diperoleh kebijakan yang dianggap

yang lebih besar terhadap RTH, sehingga tepat.

target 30% dapat dicapai.

5. Policy as Interactive Learning Model Untuk mewujudkan RTH yang (Model Pembelajaran Interaktif)

mencapai 30 % tersebut, diperlukan Kebijakan ini didasarkan pada kritikan-

beberapa kebijakan yang lebih bersifat kritikan atas pengembangan kebijakan

mikro, antara lain yang diamanatkan dalam sebelumnya yang bersifat top down

Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 (dari atas turun ke bawah), tidak

tentang Rumah Susun. Undang-undang ini bottom up , yaitu dari komunitas tempat

mendorong kebijakan tersebut diimplementasikan

diupayakan

dapat

pembangunan rumah susun-rumah susun (Rebecca Sutton. 1999: 10-11).

dalam jumlah yang lebih banyak, sesuai dalam jumlah yang lebih banyak, sesuai

tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Perumahan Rakyat.

perlu memperbaiki kesalahan kebijakan Kebijakan yang lebih mikro lagi

pada masa lalu yang memberi kewenangan adalah ketentuan dari Pemerintah Provinsi

para pengembang, DKI Jakarta yang mewajibkan para

penuh terhadap

sehingga pemerintah kesulitan untuk pengembang mengalokasikan sebagian

mengontrol peruntukan lahan berdasarkan lahan yang dibelinya untuk RTH.

RUTR. Untuk mencegah agar luas lahan Pengembang yang akan membangun

RTH tidak semakin berkurang, pemerintah gedung apartemen atau rumah susun wajib

mewajibkan para pengembang untuk menyisakan 60% dari lahan yang ada untuk

mengalokasikan sebagian lahan yang RTH, sedangkan untuk perumahan

dibelinya untuk RTH. Di samping itu horizontal wajib menyisakan 40% dari luas

pemerintah perlu melakukan sosialisasi lahan yang ada untuk RTH.

agar masyarakat mau berpindah tempat tinggal dari permukiman horizontal yang

KESIMPULAN

padat dan kumuh ke permukiman vertikal Untuk mencegah agar RTH di

yang relatif lebih teratur. Jakarta

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini perlu mengubah strategi pembangunan

DAFTAR PUSTAKA

permukiman, dari permukiman horizontal menjadi permukiman yang bersifat

Adlin, Budhiawan. Analisis Yuridis

Pengadaan/ vertikal. Dalam hal ini rumah susun atau

mengenai

Rumah Susun apartemen sederhana merupakan alternatif

Pembangunan

Sederhana Sewa Pasar VII, Martubung, Kecamatan Medan

yang tepat untuk mengatasi tingginya

Labuhan.

kebutuhan lahan untuk permukiman di satu http://www.researchgate.net/publica tion/42322820_Analisis_Yuridis_M

sisi dan tetap dapat menjaga keutuhan luas engenai_PengadaanPembangunan_ lahan RTH di sisi lain. Hal ini yang oleh

Rumah_Susun_Sederhana_Sewa_P asar_VII_Martubung_Kecamatan_

Andrew Blowers disebut sebagai dua Medan_Labuhan, diunduh tanggal kepentingan yang saling bertolak belakang

21 Desember 2010 jam 23.43. namun

Aji, Mochammad Taruna. Pembodohan

Rumah Susun. kepentingan pelestarian lingkungan yang

Publik:

http://www.berita8. dapat diselaraskan dengan kepentingan

com/news.php?cat=12&id=1012, sosial masyarakat.

diunduh tanggal 21 Desember 2010 Ribot, Jesse C., and Nancy Lee Peluso. pukul 23.26

(2003), “A Theory of Access”, Rural Sociology, June 2003, page

Badan Pusat Statistik (2009). Statistik

153-181.

Indonesia 2009 . RTH disesuaikan dengan Kebutuhan, Blower, Andrew (1997). ”Environmental http://www.poskota.co.id/berita-

Policy: Ecological Modernisation or Risk Society?” Urban Studies, terkini/2010/03/26/rth-disesuaikan-

dengan-kebutuhan, diunduh tanggal vol. 34, nos 5-6, halaman 845-871).

30 Oktober 2010 jam 9.14 Hakim, Rustam., dkk. (2000). Persepsi

Suparlan, Parsudi. (2004). Masyarakat dan Masyarakat

terhadap

Aspek

Kebudayaan Perkotaan: Perspektif Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Antropologi Perkotaan. Jakarta: Kota

Jakarta.

Yayasan Pengembangan Kajian http://rustam2000.worpress.com/per

Ilmu Kepolisian (YPKIK). sepsi-masyarakat-terhadap-aspek-

perencanaan-ruang-terbuka-hijau- Sutton, Rebecca. (1999). The Policy kota-jakarta/, diunduh tanggal 30

Process: An Overview. London: Oktober 2010, jam 9.22.

Overseas Development Institute. Joga, Hirworo. dan Yori Antar (2010).

Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 Komedi Lenong: Satire Ruang

tentang Rumah Susun. (1985) Terbuka Hijau. Jakarta.

Undang-Undang Rumah Susun harus Kartodihardjo, Hariadi. dkk., (2008).

27 Kajian

Segera Direvisi Kembali,

2010. Kebijakan Pembangunan Pulau

http://butuhtips.com/undang- Jawa.

undang-rumah-susun-harus-segera- Koordinator Bidang Perekonomian.

Jakarta:

Kementerian

di-revisi-kembali.html, diunduh tanggal 21 Desember 2010 pukul

Kebijakan Perumahan Pemerintah Jangan

23.46

Sampai Ketinggalan Momentum, http://www.antaranews.com/berita/

Understanding Policy Process: A Review 1268519741/kebijakan-perumahan-

Research on The pemerintah-jangan-sampai-

of IDS

Environment. (2006). Institute of ketinggalan-momentum, diunduh

Development Studies, University of tanggal 30 Oktober 2010, jam 8.27.

Sussex.

Menuju Kebijakan Perumahan yang Wittmer, Heidi. and Regina Birner. Memihak

Rakyat. Between Conservationism, Eco- http://yaminsh.wordpress.

Populism, and Developmentalism: com/2008/10/11/menuju-kebijakan-

Discourses in Biodiversity Policy in perumahan-yang-memihak-rakyat/,

Thailand and Indonesia. diunduh tanggal 30 Oktober 2010,

jam 8.14

”Pembahasan RTRW: Permukiman jadi Vertikal”. Kompas, Selasa 19

Oktober 2010, hlm. 26 kolom 1-3.