Persepsi Pedagang terhadap Perencanaan Relokasi (PUSAT PASAR) Medan

(1)

PERSEPSI PEDAGANG TERHADAP PERENCANAAN

RELOKASI (PUSAT PASAR)

MEDAN

Diajuakan Guna Memenuhi Salah Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Studi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Skripsi

Abraham Stanley Marino Pardede NIM : 080901060

DEPARTEMEN ILMU SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna kepada stimulus.

Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskripti. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pasar Medan yang berada di Pusat Pasar kota Medan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara secara mendalam, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah pedagang Pusat Pasar Medan yang berada di Pusat Pasar kota Medan. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan data-data yang didapat dari hasil observasi, wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi pedagang Pusat Pasar Medan terhadap Relokasi Pusat Pasar masih pro kontra pro dan kontra. Persepsi Tentang Peluang Konsumen Berbelanja intinya adalah adanya kemudahan yang diberikan oleh aktifitas pusat Pasar Medan karena keberadaan mereka yang cenderung dekat dengan aktifitas masyarakat. Persepsi Tentang Peluang Keamanan dan kenyamanan Berbelanja para pedagang menyatakan bahwa pertim bangan keamanan juga menjadi salah satu hal yang menunjang kenyamanan dalam berbelanja. Persepsi pedagang terhadap kesesuaian lokasi pedagang pusat Pasar Medan menyatakan bahwa Pedagang maupun masyarakat masih memandang relokasi pasar masih perlu pertimbangan karena mereka merasa lebih baik memperbaiki pasar yang ada daripada memuka psara yang baru.Pedagang di Pusat Pasar Medan mengaku jika kondisi penentuan tarif terjadi maka hal ini menjadi kewajiban pedagang Pusat Pasar yang semakin tinggi dan mengganggu keadaan ekonomi dan usaha mereka.

Kesimpulan bahwa persepsi pedagang Pusat Pasar Medan terhadap Relokasi Pusat Pasar adalah belum seragam dalam hal berbagai pertimbangan dan kondisi. Disrankan agar pemerintah dan dinas terkait agar lebih mensosialisasian program relokasi ini terutama kepada pedagang juag masyarakat.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dan semoga Tuhan tetap melindungi pada hari yang akan datang. Penulis juga banyak dibantu oleh berbagai pihak yang turut mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya.

Telah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menyelesaikan studinya di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi. Untuk itu penulis menyusun skripsi dengan judul “Persepsi Pedagang terhadap Perencanaan Relokasi (PUSAT PASAR)Medan” Kepada Ayahanda Tommy H Pardede dan Ibunda Kesumahati br Ginting , terima kasih atas kasih sayang, doa dan dukungannya baik moril maupun materil. Penulis hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan. Mohon maaf kepada orangtuaku jika selama ini banyak kesalahan yang diperbuat yang menyakitkan hati kalian. Skripsi ini penulis persembahkan buat kalian. Semoga Allah Yang Maha Esa memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada kita semua.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberi dukungan serta doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, khususnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, berserta seluruh Pembantu Dekan.


(4)

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing dan Dosen Wali yang telah memberikan masukan dan pandangan dalam pengerjaan skripsi ini

3. Kepada adik-adikku Anggi Gunawan Pratama Pardede ,Rossa Amelia christina Pardede dan Indri Pardede terima kasih untuk doa dan dukungannya. Belajar yang baik, kejar terus cita-cita kalian demi membahagiakan orangtua.

4. Terima Kasih juga kepada Herman Lim yang tidak pernah letih mengingatkan, membina, memberi semangat, motivasi, dukungan moril dan materil abg sungguh berrati .

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara terima kasih telah banyak memberikan ilmu dan berbagi pengetahuan kepada penulis.

6. Kak Betty, Kak Feny dan seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Administrasi.

7. Terima kasih kepada para sahabat yang selalu menyemangati dan mendoakan dari jauh.

8. Terima kasih juga pada teman-teman Jurusan Sosiologi angkatan 2008, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Kepada para Pedagang dan PD Pusat Pasar Medan Trimakasih buat keterbukaan danberebagai informasi serta mendukung penulisan skripsi ini


(5)

10.Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini, namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Oleh karena keterbatasan penulis dalam mengerjakan skripsi ini, maka penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang berguna untuk penyempurnaan skripsi yang lebih baik lagi dihari-hari yang akan datang.

Akhir kata dari penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi setiap orang yang membacanya. Semoga ilmu yang diperoleh penulis dapat dipergunakan dan diterapkan oleh penulis.

Medan, 24 Augustus 2014 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... 1

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 16

1.3. Tujuan Penelitian ... 16

1.4. Manfaat Penelitian ... 17

1.4.1.Manfaat Teoritis ... 17

1.4.2.Manfaat Praktis ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 18

2.1. Persepsi ... 18

2.1.1.Pengertian ... 19

2.1.2.Proses Persepsi ... 20

2.1.3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 22

2.1.4.Indikator Persepsi ... 25

2.1.5.Relokasi Pasar ... 26

2.1.6.Teori Tindakan Sosial Max Weber ... 28

2.1.7.Teori Pembangunan Nasional ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi Penelitian ... 34

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 35


(7)

3.3.2. Informan ... 35

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5. Interpretasi ... 36

3.6. Jadwal Penelitian ... 37

BAB IV DEKSRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN ... 38

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 38

4.2. Deskripsi Informan ... 45

4.3. Persepsi Pedagang terhadap Perencanaan Relokasi(Pusat Pasar) ... 47

4.3.1. Persepsi tentang Relokasi Pasar ... 50

4.3.2. Persepsi tentang Peluang Berbelanja ... 52

4.3.3. Persepsi tentang Peluang Keamanan Berbelanja ... 57

4.3.4. Persepsi tentang Peluang Kenyamanan Berbelanja ... 58

4.3.5. Persepsi tentang Gagasan Relokasi Pasar ... 63

4.3.6. Persepsi tentang Penentuan Lokasi Relokasi Pasar ... 64

4.3.7. Persepsi tentang Pengeluaran Biaya Operasional ... 64

4.3.8. Persepsi tentang Penentuan Biaya Tarif ... 65

4.4. Interpretasi ... 66

BAB V KESIMPULAN ... 72

5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 73


(8)

ABSTRAK

Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna kepada stimulus.

Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskripti. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pasar Medan yang berada di Pusat Pasar kota Medan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara secara mendalam, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah pedagang Pusat Pasar Medan yang berada di Pusat Pasar kota Medan. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan data-data yang didapat dari hasil observasi, wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi pedagang Pusat Pasar Medan terhadap Relokasi Pusat Pasar masih pro kontra pro dan kontra. Persepsi Tentang Peluang Konsumen Berbelanja intinya adalah adanya kemudahan yang diberikan oleh aktifitas pusat Pasar Medan karena keberadaan mereka yang cenderung dekat dengan aktifitas masyarakat. Persepsi Tentang Peluang Keamanan dan kenyamanan Berbelanja para pedagang menyatakan bahwa pertim bangan keamanan juga menjadi salah satu hal yang menunjang kenyamanan dalam berbelanja. Persepsi pedagang terhadap kesesuaian lokasi pedagang pusat Pasar Medan menyatakan bahwa Pedagang maupun masyarakat masih memandang relokasi pasar masih perlu pertimbangan karena mereka merasa lebih baik memperbaiki pasar yang ada daripada memuka psara yang baru.Pedagang di Pusat Pasar Medan mengaku jika kondisi penentuan tarif terjadi maka hal ini menjadi kewajiban pedagang Pusat Pasar yang semakin tinggi dan mengganggu keadaan ekonomi dan usaha mereka.

Kesimpulan bahwa persepsi pedagang Pusat Pasar Medan terhadap Relokasi Pusat Pasar adalah belum seragam dalam hal berbagai pertimbangan dan kondisi. Disrankan agar pemerintah dan dinas terkait agar lebih mensosialisasian program relokasi ini terutama kepada pedagang juag masyarakat.


(9)

BAB I PENDAHULAN

1.1.Latar Belakang

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kota dan kabupaten memiliki kewenangan penuh untuk mengatasi masalah perpasaran dalam konteks kebijakan. antara lain dengan menelurkan peraturan daerah yang melindungi pasar tradisional, mensinergikannya dengan pasar modern, dan memacu daya saingnya.

Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Isu-isu Utama Pasar Tradisional mendapatkan keuntungan dari krisis keuangan dunia (global crisis) saat ini. Keinginan masyarakat/konsumen untuk memperoleh produk dengan harga murah di saat krisis membuat pasar tradisional terselamatkan dari desakan pasar modern. Kondisi ini bertolak belakang dengan pertumbuhan pasar modern yang kian agresif dan terus meningkatkan distribusi, promosi dan perbaikan model bisnis ritel. Mayoritas pasar tradisional dikuasai dan dikelola oleh Pemda setempat, biasanya di bawah kendali Dinas Pasar. Sejumlah kecil pasar tradisional dikembangkan melalui kerjasama antara Pemda dan perusahaan swasta, umumnya di bawah skema bangun, operasi, dan transfer


(10)

(build-operate-transfer/BOT). Perusahaan swasta kemudian membayar setiap tahun kepada Pemda sejumlah dana yang telah disepakati.

Namun bila dikaji lebih mendalam dalam perspektif yang lebih luas, mempertahankan eksistensi pasar tradisional bukan hanya sekedar urusan mempertahankan tradisi lama dan untuk kepentingan nostalgia semata. Ada permasalahan makro ekonomik yang harus diperhatikan sehingga keberadaan pasar tradisional senyatanya harus menjadi agenda bersama. Walau bagaimana pun pasar tradisional merupakan simbolisasi dari kemandirian ekonomi rakyat. Pengalaman krisis ekonomi membuktikan sektor informal yang berpusat di pasar tradisional berhasil menjadi katup pengaman lemahnya fundamental ekonomi kita (Indrawan, 2008).

Dewasa ini perkembangan pasar modern seperti minimarket, supermarket, dan hipermarket berkembang dengan maraknya di berbagai kota. Keberadaanya terus menggeser peran pasar tradisional. Sebagian masyarakat, khususnya di perkotaan, kini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya lebih memilih pasar modern. Bagi penganut liberalism yang menjadi mayoritas dalam praktik ekonomi kita saat ini, hancurnya pasar tradisional karena kalah bersaing dengan pasar modern; bisa jadi dianggap wajar-wajar saja. Fenomena berubahnya pilihan konsumen dari pasar tradisional, yang bau, kumuh, kotor, becek, dengan harga yang tidak pasti, kepada pasar modern yang bersih, nyaman, dengan harga yang pasti; merupakan buah kerja dari invisible hand di pasar.

Friksi kehadiran pasar modern di tengah pasar tradisional semakin meluas, pemerintah maupun lembaga legislatif harus secepatnya memiliki instrumen untuk memecahkan masalah tersebut. Demikian pula pemerintah daerah harus


(11)

secepatnya menyadari bahwa yang mereka lakukan saat ini hanya memperkeruh masalah. Menggali PAD dengan berkolusi secara tertutup dengan pemodal besar untuk menggusur tempat-tempat strategis di sekitar pasar tradisional, bukan langkah yang tepat untuk membangun ekonomi daerah dalam jangka panjang yang berbasis kerakyatan.

Beberapa kalangan menganggap bahwa dengan cara memperluas pendirian pasar modern di Indonesia, bisa berdampak makin baiknya pertumbuhan ekonomi serta iklim investasi usaha karena diasumsikan bahwa pasar modern memiliki segmen yang berbeda dengan pasar tradisional sehingga hal itu tidak menggangu stabilitas pasar tradisional. Akan tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian, justru antara pasar modern dan pasar tradisional memiliki segmen yang sama dan saling berhadap-hadapan langsung dan secara jelas menunjukan bahwa yang menjadi korban utama adalah pasar tradisional akibat dari persaingan yang sengit antar sesama pasar modern. Situasi seperti ini dapat berdampak lebih jauh lagi terhadap istilah kegagalan pasar yang akan diderita oleh pasar tradisional akibat persaingan dengan segmen yang sama serta memaksa secara langsung berhadap-hadapan antara pasar tradisional dengan pasar modern.

Kegagalan pasar adalah situasi ketika pasar tidak mampu secara efektif mengorganisasikan produksi atau mengalokasikan barang dan jasa kepada konsumen. Situasi seperti ini dapat tercipta ketika kekuatan pasar telah kehilangan kemampuannya dalam memenuhi kepentingan-kepentingan publik.

Sistem inilah yang melahirkan keran kebebasan berusaha di Indonesia. Termasuk tumbuh suburnya pasar-pasar modern, yang mengikuti dinamika kebebasan itu. Yang jadi problem sesungguhnya adalah, tumbuhnya peritel besar


(12)

sekelas hypermarket. Pusat perbelanjaan supermodern ini dikendalikan modal kuat dan mendapat legitimasi pemerintah untuk berada di tengah-tengah kota, bahkan dekat dengan pasar tradisional. Hal ini berpotensi mematikan pasar tradisional. Di negara maju, hypermarket dibangun di daerah pinggiran. Sehingga terjadi harmonisasi pasar tradisional dan moder.

Sebagai persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, pemerintah daerah harus serius dalam menata dan mempertahankan eksistensi pasar tradisional. Keberadaannya sebagai pusat kegiatan ekonomi nyata-nyata masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas, karena menampung ribuan pedagang kecil.

Selain kebijakan publik yang diharapkan muncul dari pemerintah daerah, program pembinaan dan revitalisasi pasar tradisional juga dipandang penting. Hal itu, harus dilakukan agar tercipta daya saing yang kuat bagi pasar tradisional dalam menghadapi gempuran pasar modern. Antara lain melalui dinas terkait. Dinas Perdagangan dan Koperasi umpamanya, perlu melakukan pembinaan dan peningkatan kualitas layanan serta fasilitas yang ada di pasar tradisional.

Keberadaan pasar tradisional dalam beberapa tahun terakhir mulai menghadapi ancaman bahkan dikhawatirkan akan semakin banyak yang “gulung tikar” dalam waktu tidak lama lagi karena tidak mampu bersaing menghadapi semakin banyaknya pusat perbelanjaan atau pasar modern yang merambah hingga ke pelosok permukiman penduduk. Masyarakat pun tampaknya lebih memilih berbelanja di pasar-pasar modern dengan berbagai pertimbangan, seperti kenyamanan, kebersihan, kualitas barang, sampai alasan demi gengsi.


(13)

Akan tetapi, keberadaan pasar tradisional tidak mungkin ditiadakan karena sebagian besar masyarakat masih berada dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah, sehingga tidak memiliki daya beli yang cukup besar untuk terus-menerus berbelanja di pasar-pasar modern. Hilangnya pasar-pasar tradisional akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah, seperti bertambahnya pengangguran, menurunnya daya beli akibat tingkat pendapatan per kapita yang semakin kecil, melemahnya sektor-sektor perdagangan informal, terhambatnya arus ditribusi kebutuhan pokok, dll yang pada akhirnya bermuara pada marginalisasi ekonomi pasar tradisional.

Pengelola pasar, yang diangkat oleh Kepala Dinas Pasar, mengelola pasar milik Pemda. Di beberapa kasus, pengelola pasar bertanggung jawab atas beberapa pasar sekaligus. Dinas Pasar menetapkan target retribusi pasar tahunan pada setiap pasar tradisional miliknya. Tugas utama yang diemban setiap kepala pasar adalah pemenuhan target yang sudah ditetapkan. Kegagalan pemenuhan target tidak jarang berbuntut pada pemberhentian langsung kepala pasar. Karena itu, penarikan dana retribusi dari para pedagang menjadi ajang perhatian utama dari setiap kepala pasar dari pada pengelolaan pasar yang lebih baik (Ridhwan, 2010).

Kondisi pasar tradisional (Ridhwan, 2010) antara lain :

1. Pasar Tradisional merupakan Infrastruktur ekonomi daerah, menjadi pusat kegiatan distribusi dan pemasaran

2. Keberadaannya kian menurun dengan berkembangnya perpasaran swasta modern khususnya diperkotaan


(14)

3. Berdasarkan Survey AC Nielsen pertumbuhan Pasar Modern (termasuk Hypermarket) sebesar 31,4%, sementara pertumbuhan Pasar Tradisional - 8,1% (SWA, Edisi Desember 2004).

4. Serbuan pasar modern / hypermarket dengan dukungan kekuatan modal besar, sistem dan teknologi modern, berhadapan langsung dengan pedagang pasar tradisional.

5. Image Pasar tradisional terkesan Becek, Kotor, kurang nyaman, dan FasilitasMinim : parkir, toilet, tidak ada tempat pengolahan sampah, fisik kurang terawat.

6. Kurang mampu berkompetisi dengan perpasaran swasta

7. Lemah dalam manajemen dan kurang mengantisipasi perubahan

Di tengah iklim persaingan usaha yang demikian terbuka, pasar jenis ini kalah bersaing dengan pasar dan toko modern. Mereka mengepung pasar tradisional dari utara, selatan, timur, dan barat. Jaraknya pun berdekatan dan cuma sejengkal dengan permukiman penduduk. Bilatata kelola pasar tradisional ini tak segera dilakukan, dalam waktu dekat kita hanya tinggal mendengar namanya saja.

Dari sisi konsumen, keberadaan pasar modern bukan persoalan. Bahkan, justru diuntungkan karena ia bisa leluasa menentukan pilihan berbelanja, dengan pertimbangan fasilitas yang nyaman, swalayan, potongan harga, dan hadiah. Bandingkan dengan pasar tradisional yang berkesan kumuh, semrawut, becek, dan tidak aman.

Berdasarkan catatan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) yang menyebutkan setidaknya Indonesia memiliki 12.650 pasar tradisional,


(15)

dengan 13 juta pemilik kios. Dari jumlah tersebut, tenaga kerja yang diserap mencapai puluhan juta orang (Riyanto. 2007).

Ini merupakan kondisi yang buruk dan berpotensi mematikan mata pencaharian sekian juta rakyat. Jangan heran bila pelaku-pelaku usaha di pasar tradisional, sejak beberapa tahun belaka-ngan, melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki nasibnya. Seperti kita lihat dan ikuti pemberitaan media massa, para pedagang yang dimotori APPSI, telah melakukan gerakan-gerakan aksi menuntut terbitnya kebijakan publik yang memberi perlindungan kepada pasar tradisional dari persaingan usaha yang menjurus ke arah tidak sehat.

APPSI, mencatat pertumbuhan pasar tradisional yang berbanding terbalik dengan pasar modern. Bila pasar modern tumbuh mencapai 31,4% per tahun, maka pasar tradisional minus 10% per tahun. Memilukan dan ironis, tentunya. Para pedagang kecil yang dulunya bertahan saat krisis, kini justru dibiarkan bertarung dengan musuh yang berada di luar tandingan mereka.( Riyanto. 2007).

Eksistensi pasar tradisional sudah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan masyarakat perkotaan. Pasar tradisional merupakan warisan budaya bangsa, tempat berlangsung aktivitas jual-beli yang kaya nilai-nilai lokal, seperti keramahan masyarakat dalam bertegur sapa ramainya suasana tawar menawar untuk mencapai kesepakatan harga, sehingga kita rasakan interaksi manusia lebih hidup ketika berada didalamnya. Namun, berkembangnya sebuah kota yang hanya dilandasi kepentingan ekonomi, membawa arah pembangunan yang mekanistis dan kota menjadi tidak manusiawi, imbasnya terlihat pada pengelolaan pasar tradisional yang semakin terpinggirkan oleh pasar modern,


(16)

perdagangan hanya sekedar menjadi tempat jual-beli, dan kita terjebak dalam modernisasi yang mematikan budaya lokal.

Dalam kehidupan ini setiap manusia maupun golongan mempunyai kepentingan dan untuk memenuhinya biasanya dia membutuhkan orang maupun golongan lain. Setiap insan merupakan produsen barang-barang atau jasa-jasa tertentu dan merupakan konsumen barang-barang atau jasa-jasa yang lain. Seorang guru menjadi produsen jasa pendidikan dan merupakan konsumen makanan, pakaian, angkutan kota dan lain-lain, karena itu kehidupan ini merupakan pasar (transaksi) antar individu dan kelompok. Pasar yang bebas dan adil diperlukan oleh masyarakat. Walaupun demikian, apabila pemaksaan kepentingan individu atau golongan tidak dibatasi sehingga merugikan yang lain atau kebebasan berpartisipasi anggota masyarakat secara adil tidak terjadi maka akan terjadi kegagalan pasar .

Kita mendirikan pemerintahan dengan harapan adanya keadilan disamping dipenuhinya kebutuhan masyarakat. Keadilan adalah bukti cinta pemerintah kepada rakyat sehingga rakyat akan mencintai pemerintahnya dan akan berpartisipasi pada pembangunan secara maksimal. Keadilan disini adalah dalam segala hal, baik dibidang politik (demokrasi), bidang hukum (peradilan) bidang sosial (pemerataan) maupun bidang ekonomi (mengatasi kegagalan pasar). Tugas utama pemerintah adalah menerapkan keadilan, menyelenggarakan demokrasi, menyelenggarakan pemerintah adalah melaksanakan desentralisasi, mengatur perekonomian, menjaga keamanan, menjaga persatuan dan memelihara lingkungan, melindungi hak asasi manusia, meningkatkan kemampuan dan moral masyarakat. Tugas pemerintah dalam perekonomian adalah meningkatkan


(17)

pertumbuhan ekonomi dan memenuhi kebutuhan barang publik (alokasi), mengurangi inflasi dan pengangguran (stabilisasi), dan melaksanakan keadilan sosial (distribusi).

Beberapa bukti menyatakan bahwa kebijakan pengelolaan pasar tradisional di beberapa kota tidak sepenuhnya menuntaskan masalah di atas (Faiz, 2011), antara lain :

1. Di Surabaya

a. Pasar Keputran, masih ada pedagang yang kembali berjualan di pedestrian jalan, muncul aksi protes sebagai bentuk ketidakpuasan pada kebijakan penertiban yang sangat merugikan pedagang, banyak pedagang belum tahu kemana ia bisa berjualan dan kembali mendapat pelanggan, kalaupun dipindahkan ke pasar Osowilangun pembeli tidak sebanyak seperti di Keputran.

b. Pasar Turi setelah terbakar, sampai saat ini masih membingungkan pedagang didalamnya karena belum ada kepastian hak mereka setelah bangunan direnovasi (Kompas edisi Jawa Timur, 29/9).

c. PD Pasar Surya sebagai pengelola pasar di Surabaya, selama ini hanya berkonsentrasi pada pasar-pasar besar yang lebih menguntungkan investor, jarang berpihak pada pasar-pasar kecil.

2. Di Malang

Revitalisasi pasar Dinoyo dan Blimbing diserahkan pada investor, dengan dana ratusan miliar akan dibangun mall, apartemen, ruko, dan pasar tradisional. Pasar tradisional dipindah belakang mall dan ruko, ribuan pedagang pasar akan menjadi korban penggusuran dalam proyek ini .


(18)

Semakin jelas pasar tradisional dipaksa untuk berkompetisi dengan pasar modern, dalam kompetisi itu pasar tradisional sering tersisih, terdapat masalah baru yakni ketika pedagang pasar tradisional digusur akan beralih menjadi pedagang kaki lima yang berjualan di sembarang ruang publik. Selanjutnya beberapa kebijakan publik dalam pengelolaan pasartradisional yang tepat dilakukan oleh pemerintah daerah di beberapa tempat di Indoneisa ; 1. Kota Batam

1. Pemko Batam melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pasar, Koperasi dan UKM, saat ini sedang memperbaiki Pasar Dapur 12 Sagulung yang masih dalam keadaan kosong, perbaikan yang masih dilakukan diantaranya penambahan 40 lapak dagangan bagi pedagang yang tidak mendapat kios atau bagi pedagang yang akan menjual produk pangan hasil produksi lokal. Perbaikan 2 unit WC, tangga yang menghubungkan lantai 2 kios dengan lantai bawahnya, 38 kios telah siap ditempati bagi pedagang yang akan menjual baju atau barang kering lainnya tinggal mengganti kunci-kunci pintu kios yang rusak. “Bulan Juli nanti diproyeksikan Pasar Dapur 12 sudah dapat beroperasi, “ jelas Febrialin.

2. Pendirian pasar tradisional yang saat ini masih diupayakan selalu berada di dekat pemukiman penduduk yang bertujuan untuk menghindari persaingan dengan pasar modern serta dekat dengan akses masyarakat setempat. Sampai saat ini data para pedaganga sudah mencapai 105 pedagang yang terdiri dari pedagang kios dan pedagang lapak.

3. Pasar Hang Tuah Batu Besar selama ini sudah berjalan dan pada kesempatan yang bersamaan juga dilakukan sedikit perbaikan diantaranya


(19)

MCK, saluran air yang tersumbat, dan listrik dengan tidak mengganggu aktivitas para pedagang. Saat ini juga pasokan air ke pasar tersebut sedang diupayakan dengan pihak-pihak terkait sehingga kebutuhan air di pasar tersebut dapat terpenuhi.

4. Dana perbaikan pasar diperolah dari APBD Kota Batam yang telah dianggarkan tahun lalu dan sesuai dengan proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah yang mengacu pada aturan yang berlaku maka pembangunan dikerjakan oleh CV Jaya Rava Rasa dan CV Jaya Putra Balindo sebagai pihak ketiga yang memenangkan tender.

2. Kota Makassar

a. Pasar terong, sebelum mengalami revitalisasi tahap satu di era pemerintahan Daeng Patompo pada tahun 1972 menyusul tahap kedua di masa Malik B. Masri tahun 1994 adalah pasar rakyat. Pasar ini didirikan secara alamiah oleh rakyat berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat yang mulai ramai di awal tahun 1950-an. Salah satu fackor pendorong (push factor) terjadinya migrasi dari desa adalah maraknya aksi ‘gerombolan’ Qahhar Mudzakkar di desa dan daya tarik (pull factor) kota yang menyediakan lapangan kerja yang ‘mudah’

b. Pasar Cidu, yang hingga kini masih masih berfungsi sebagai areajual-beli bagi komunitas kampong Tabaringan dan sekitarnya jauh sebelum tahun1950. Fungsi dasarnya tidak pernah terganggu, walau pada persoalan kebersihan dandrainase yang buruk tetap masih menjadi kelemahan pasar ini yang seharusnyadiperhatikan oleh pemerintah. Pasar Cidu, bila dibentangkan hanya memiliki panjangkurang lebih seratus meter dengan


(20)

bentuk huruf ‘L’. Selalu ramai sejak pukul 06.00hingga pukul 12.00 siang dan akan berlanjut di jalan Tinumbu pada sore harinyakhususnya bagi pembeli yang melintas sepulang kerja dari pelabuhan atau areaindustri di sekitarnya

Dari gambaran umum di atas, dapat dirinci berbagai permasalahan pengelolaan pasar tradisional dikaitkan dengan kebijakan publik dan pembangunan daerah di Kota Medan. Adapun berbagai permasalahan tersebut adalah :

1. Perkembangan pasar modern dewasa ini semakin menekan pertumbuhan pasar Tradisional. Buktinya dapat dilihat dengan adanya swalayan-swalayan, hypermarket, Carrefour, departement store, dan Indomaret yang memiliki propaganda yang kuat untuk menarik perhatian konsumen untuk membeli. Dengan pemberian diskon atau potongan harga yang bisa menarik perhatian atau menggugah konsumen, serta membuat bangunan- bangunan yang mewah, sehingga membuat masyarakat banyak meninggalkan pasar tradisional, dengan demikian bagaimana dengan pasar tradisional yang merupakan pasar yang sangat potensial untuk masyarakat luas. Tetapi kalau dilihat di kota Medan pasar tradisional semakin terancam dengan pasar modern sampai-sampai pasar tradisional banyak yang tidak terawat, seperti pasar Sambu, pasar Sukaramai dan pasar Petisah, dan lain-lain.

2. Di samping itu kalau dilihat pasar tradisional ini merupakan salah satu pasar yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat terutama masyarakat kecil. Di dalam pasar tradisional terjalin hubungan kekeluargaan yang erat antara konsumen dan produsen dan merupakan terjadinya transaksi jual-beli yang


(21)

saling tawar menawar dan inilah salah satu cerminan dari pasar tradisional. Di dalam pasar tradisional memang terjadi banyak kendala bagi masyarakat untuk berbelanja, membuat kota sangat jelek dengan keberadaannya yang tidak teratur karena pasar tradisional banyak di pinggiran jalan raya sehingga sering membuat kemacetan.

3. Pasar tradisional juga sangat diperlukan masyarakat dimana kalau pasar ini dikembangkan dan dilestarikan dengan baik dapat juga membantu usaha yang ada dalam masyarakat yang memacu dalam pendapatan masyarakat luas, kalau pendapatan masyarakat bertambah maka pendapatan daerah pun bertambah. Bagaimanapun kondisinya, ada sejumlah alasan konsumen tetap memilih pasar tradisional. Di antaranya alasan budaya, sejarah, mudah dijangkau, harga bisa ditawar atau diutang lebih dahulu, rasa kekeluargaan yang cukup tinggi, tidak seboros berbelanja di pasar modern, bahkan menawarkan peluang usaha dan pekerjaan. Inilah sisi positif yang tidak lepas dari potensi sosial, budaya, dan ekonomi yang telah mengakar. Pasar tradisional di negeri ini tidak terlepas dari sejarah dan budaya nenek moyang kita. Namun, seiring perubahan gaya hidup konsumen, pasar tradisional semakin termarginalkan. 4. Sejumlah kelebihan ditawarkan pasar modern. Harga lebih murah, diskon,

hadiah, jaminan kualitas, tampilan menarik, dan kemudahan akses informasi produk. Ditunjang fasilitas lain sebagai alternatif hiburan bagi pembeli, seperti tempat bermain, tempat jajan, maka akan menarik konsumen. Di sisi lain, ketidaknyamanan, seperti lorong penuh dagangan, bau pengap, tempat kotor, bahkan harga lebih tinggi, sering dijumpai di pasar tradisional. Inilah sebagian pemicu ditinggalkannya pasar tradisional. Lantas, apa yang harus dibenahi


(22)

agar pasar tradisional dapat bersaing. Ditengah cengkraman pasar modern terhadap pasar tradisional pemerintah harus membuat kebijakan yang bijak untuk pertumbuhan kedua pasar dengan cara mengatur jarak antara pasar modern dengan pasar tradisional dan mengatur jenis-jenis produk apa yang akan di jual di kedua pasar

5. Program Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk membangun iklim ekonomi dinilai masih ‘mendukung’ para investor yang bermodal besar. Akibatnya, pelaku-pelaku usaha kecil yang bermodalkan minimal menjadi tersingkirkan. 6. Pemerintah tengah melirik empat kawasan potensial untuk dijadikan lokasi

pembangunan pasar tradisional baru. Kawasan tersebut ialah Johor, Marelan, Medan Selayan dan Pasar Melati.“Dipilihnya kawasan Johor karena pertimbangan jumlah penduduk yang banyak. Kemudian di Jalan Denai agar tingkat kemacetan di Sukaramai berkurang. Di Marelan, diharapkan ada pasar buat para nelayan dan di kawasan Selayang, untuk pengembangan pasar Melati di sana.

7. Penambahan pasar tradisional baru diharapkan menjadi salah satu solusi mengatasi tingginya tingkat kemacetan dan kesemrawutan di sekitar wilayah pasar. Selain itu, beberapa alasan lain dijadikan pertimbangan perlunya penambahan pembangunan pasar tradisional baru di sejumlah kawasan tersebut.

8. Di Medan terdapat 52 pasar tradisional yang dikelola PD Pasar. Jumlah ini termasuk pasar tradisional yang tak punya pembangunan fisik penampungan serta pasar yang sudah eksis dengan total kios 20.327 pekerja (termasuk di sektor formal dan informal). Terbanyak kios, stan, los daging berada di Pusat


(23)

Pasar yakni 2.560 kios disusul Pasar Petisah 2.409 unit dan Helvetia 1.142 unit.

9. Kebersihan sepertinya menjadi persoalan. Sampah-sampah mudah ditemukan di sekitar pasar, sehingga menimbulkan aroma tak sedap.

Atas dasar permasalahan di atas, maka penulis memilih judul : “Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan”

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran Relokasi (Pusat Pasar) Medan?

2. Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan ?

3. Masalah apa saja yang terjadi dalam Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan?

1.3.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan” 2. Untuk mengetahui Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi

(Pusat Pasar) Medan

3. Untuk mengetahui masalah apa saja yang terjadi dalam Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan”

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat peneltian ini adalah sebagai berikut:


(24)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan bidang ilmu sosial masyarakat dan kajian tentang Persepsi Masyarakat khususnya pedagang dan Rencana Relokasi (Pusat Pasar).

1.4.1.Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan agar penulis dapat meningkatkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah tentang Persepsi Masyarakat Terhadap, sehingga hasilnya dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya dan Pemerintah serta masyarakat.

BAB II


(25)

BAB I PENDAHULAN

1.1.Latar Belakang

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kota dan kabupaten memiliki kewenangan penuh untuk mengatasi masalah perpasaran dalam konteks kebijakan. antara lain dengan menelurkan peraturan daerah yang melindungi pasar tradisional, mensinergikannya dengan pasar modern, dan memacu daya saingnya.

Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Isu-isu Utama Pasar Tradisional mendapatkan keuntungan dari krisis keuangan dunia (global crisis) saat ini. Keinginan masyarakat/konsumen untuk memperoleh produk dengan harga murah di saat krisis membuat pasar tradisional terselamatkan dari desakan pasar modern. Kondisi ini bertolak belakang dengan pertumbuhan pasar modern yang kian agresif dan terus meningkatkan distribusi, promosi dan perbaikan model bisnis ritel. Mayoritas pasar tradisional dikuasai dan dikelola oleh Pemda setempat, biasanya di bawah kendali Dinas Pasar. Sejumlah kecil pasar tradisional dikembangkan melalui kerjasama antara Pemda dan perusahaan swasta, umumnya di bawah skema bangun, operasi, dan transfer


(26)

(build-operate-transfer/BOT). Perusahaan swasta kemudian membayar setiap tahun kepada Pemda sejumlah dana yang telah disepakati.

Namun bila dikaji lebih mendalam dalam perspektif yang lebih luas, mempertahankan eksistensi pasar tradisional bukan hanya sekedar urusan mempertahankan tradisi lama dan untuk kepentingan nostalgia semata. Ada permasalahan makro ekonomik yang harus diperhatikan sehingga keberadaan pasar tradisional senyatanya harus menjadi agenda bersama. Walau bagaimana pun pasar tradisional merupakan simbolisasi dari kemandirian ekonomi rakyat. Pengalaman krisis ekonomi membuktikan sektor informal yang berpusat di pasar tradisional berhasil menjadi katup pengaman lemahnya fundamental ekonomi kita (Indrawan, 2008).

Dewasa ini perkembangan pasar modern seperti minimarket, supermarket, dan hipermarket berkembang dengan maraknya di berbagai kota. Keberadaanya terus menggeser peran pasar tradisional. Sebagian masyarakat, khususnya di perkotaan, kini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya lebih memilih pasar modern. Bagi penganut liberalism yang menjadi mayoritas dalam praktik ekonomi kita saat ini, hancurnya pasar tradisional karena kalah bersaing dengan pasar modern; bisa jadi dianggap wajar-wajar saja. Fenomena berubahnya pilihan konsumen dari pasar tradisional, yang bau, kumuh, kotor, becek, dengan harga yang tidak pasti, kepada pasar modern yang bersih, nyaman, dengan harga yang pasti; merupakan buah kerja dari invisible hand di pasar.

Friksi kehadiran pasar modern di tengah pasar tradisional semakin meluas, pemerintah maupun lembaga legislatif harus secepatnya memiliki instrumen untuk memecahkan masalah tersebut. Demikian pula pemerintah daerah harus


(27)

secepatnya menyadari bahwa yang mereka lakukan saat ini hanya memperkeruh masalah. Menggali PAD dengan berkolusi secara tertutup dengan pemodal besar untuk menggusur tempat-tempat strategis di sekitar pasar tradisional, bukan langkah yang tepat untuk membangun ekonomi daerah dalam jangka panjang yang berbasis kerakyatan.

Beberapa kalangan menganggap bahwa dengan cara memperluas pendirian pasar modern di Indonesia, bisa berdampak makin baiknya pertumbuhan ekonomi serta iklim investasi usaha karena diasumsikan bahwa pasar modern memiliki segmen yang berbeda dengan pasar tradisional sehingga hal itu tidak menggangu stabilitas pasar tradisional. Akan tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian, justru antara pasar modern dan pasar tradisional memiliki segmen yang sama dan saling berhadap-hadapan langsung dan secara jelas menunjukan bahwa yang menjadi korban utama adalah pasar tradisional akibat dari persaingan yang sengit antar sesama pasar modern. Situasi seperti ini dapat berdampak lebih jauh lagi terhadap istilah kegagalan pasar yang akan diderita oleh pasar tradisional akibat persaingan dengan segmen yang sama serta memaksa secara langsung berhadap-hadapan antara pasar tradisional dengan pasar modern.

Kegagalan pasar adalah situasi ketika pasar tidak mampu secara efektif mengorganisasikan produksi atau mengalokasikan barang dan jasa kepada konsumen. Situasi seperti ini dapat tercipta ketika kekuatan pasar telah kehilangan kemampuannya dalam memenuhi kepentingan-kepentingan publik.

Sistem inilah yang melahirkan keran kebebasan berusaha di Indonesia. Termasuk tumbuh suburnya pasar-pasar modern, yang mengikuti dinamika kebebasan itu. Yang jadi problem sesungguhnya adalah, tumbuhnya peritel besar


(28)

sekelas hypermarket. Pusat perbelanjaan supermodern ini dikendalikan modal kuat dan mendapat legitimasi pemerintah untuk berada di tengah-tengah kota, bahkan dekat dengan pasar tradisional. Hal ini berpotensi mematikan pasar tradisional. Di negara maju, hypermarket dibangun di daerah pinggiran. Sehingga terjadi harmonisasi pasar tradisional dan moder.

Sebagai persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, pemerintah daerah harus serius dalam menata dan mempertahankan eksistensi pasar tradisional. Keberadaannya sebagai pusat kegiatan ekonomi nyata-nyata masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas, karena menampung ribuan pedagang kecil.

Selain kebijakan publik yang diharapkan muncul dari pemerintah daerah, program pembinaan dan revitalisasi pasar tradisional juga dipandang penting. Hal itu, harus dilakukan agar tercipta daya saing yang kuat bagi pasar tradisional dalam menghadapi gempuran pasar modern. Antara lain melalui dinas terkait. Dinas Perdagangan dan Koperasi umpamanya, perlu melakukan pembinaan dan peningkatan kualitas layanan serta fasilitas yang ada di pasar tradisional.

Keberadaan pasar tradisional dalam beberapa tahun terakhir mulai menghadapi ancaman bahkan dikhawatirkan akan semakin banyak yang “gulung tikar” dalam waktu tidak lama lagi karena tidak mampu bersaing menghadapi semakin banyaknya pusat perbelanjaan atau pasar modern yang merambah hingga ke pelosok permukiman penduduk. Masyarakat pun tampaknya lebih memilih berbelanja di pasar-pasar modern dengan berbagai pertimbangan, seperti kenyamanan, kebersihan, kualitas barang, sampai alasan demi gengsi.


(29)

Akan tetapi, keberadaan pasar tradisional tidak mungkin ditiadakan karena sebagian besar masyarakat masih berada dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah, sehingga tidak memiliki daya beli yang cukup besar untuk terus-menerus berbelanja di pasar-pasar modern. Hilangnya pasar-pasar tradisional akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah, seperti bertambahnya pengangguran, menurunnya daya beli akibat tingkat pendapatan per kapita yang semakin kecil, melemahnya sektor-sektor perdagangan informal, terhambatnya arus ditribusi kebutuhan pokok, dll yang pada akhirnya bermuara pada marginalisasi ekonomi pasar tradisional.

Pengelola pasar, yang diangkat oleh Kepala Dinas Pasar, mengelola pasar milik Pemda. Di beberapa kasus, pengelola pasar bertanggung jawab atas beberapa pasar sekaligus. Dinas Pasar menetapkan target retribusi pasar tahunan pada setiap pasar tradisional miliknya. Tugas utama yang diemban setiap kepala pasar adalah pemenuhan target yang sudah ditetapkan. Kegagalan pemenuhan target tidak jarang berbuntut pada pemberhentian langsung kepala pasar. Karena itu, penarikan dana retribusi dari para pedagang menjadi ajang perhatian utama dari setiap kepala pasar dari pada pengelolaan pasar yang lebih baik (Ridhwan, 2010).

Kondisi pasar tradisional (Ridhwan, 2010) antara lain :

1. Pasar Tradisional merupakan Infrastruktur ekonomi daerah, menjadi pusat kegiatan distribusi dan pemasaran

2. Keberadaannya kian menurun dengan berkembangnya perpasaran swasta modern khususnya diperkotaan


(30)

3. Berdasarkan Survey AC Nielsen pertumbuhan Pasar Modern (termasuk Hypermarket) sebesar 31,4%, sementara pertumbuhan Pasar Tradisional - 8,1% (SWA, Edisi Desember 2004).

4. Serbuan pasar modern / hypermarket dengan dukungan kekuatan modal besar, sistem dan teknologi modern, berhadapan langsung dengan pedagang pasar tradisional.

5. Image Pasar tradisional terkesan Becek, Kotor, kurang nyaman, dan FasilitasMinim : parkir, toilet, tidak ada tempat pengolahan sampah, fisik kurang terawat.

6. Kurang mampu berkompetisi dengan perpasaran swasta

7. Lemah dalam manajemen dan kurang mengantisipasi perubahan

Di tengah iklim persaingan usaha yang demikian terbuka, pasar jenis ini kalah bersaing dengan pasar dan toko modern. Mereka mengepung pasar tradisional dari utara, selatan, timur, dan barat. Jaraknya pun berdekatan dan cuma sejengkal dengan permukiman penduduk. Bilatata kelola pasar tradisional ini tak segera dilakukan, dalam waktu dekat kita hanya tinggal mendengar namanya saja.

Dari sisi konsumen, keberadaan pasar modern bukan persoalan. Bahkan, justru diuntungkan karena ia bisa leluasa menentukan pilihan berbelanja, dengan pertimbangan fasilitas yang nyaman, swalayan, potongan harga, dan hadiah. Bandingkan dengan pasar tradisional yang berkesan kumuh, semrawut, becek, dan tidak aman.

Berdasarkan catatan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) yang menyebutkan setidaknya Indonesia memiliki 12.650 pasar tradisional,


(31)

dengan 13 juta pemilik kios. Dari jumlah tersebut, tenaga kerja yang diserap mencapai puluhan juta orang (Riyanto. 2007).

Ini merupakan kondisi yang buruk dan berpotensi mematikan mata pencaharian sekian juta rakyat. Jangan heran bila pelaku-pelaku usaha di pasar tradisional, sejak beberapa tahun belaka-ngan, melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki nasibnya. Seperti kita lihat dan ikuti pemberitaan media massa, para pedagang yang dimotori APPSI, telah melakukan gerakan-gerakan aksi menuntut terbitnya kebijakan publik yang memberi perlindungan kepada pasar tradisional dari persaingan usaha yang menjurus ke arah tidak sehat.

APPSI, mencatat pertumbuhan pasar tradisional yang berbanding terbalik dengan pasar modern. Bila pasar modern tumbuh mencapai 31,4% per tahun, maka pasar tradisional minus 10% per tahun. Memilukan dan ironis, tentunya. Para pedagang kecil yang dulunya bertahan saat krisis, kini justru dibiarkan bertarung dengan musuh yang berada di luar tandingan mereka.( Riyanto. 2007).

Eksistensi pasar tradisional sudah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan masyarakat perkotaan. Pasar tradisional merupakan warisan budaya bangsa, tempat berlangsung aktivitas jual-beli yang kaya nilai-nilai lokal, seperti keramahan masyarakat dalam bertegur sapa ramainya suasana tawar menawar untuk mencapai kesepakatan harga, sehingga kita rasakan interaksi manusia lebih hidup ketika berada didalamnya. Namun, berkembangnya sebuah kota yang hanya dilandasi kepentingan ekonomi, membawa arah pembangunan yang mekanistis dan kota menjadi tidak manusiawi, imbasnya terlihat pada pengelolaan pasar tradisional yang semakin terpinggirkan oleh pasar modern,


(32)

perdagangan hanya sekedar menjadi tempat jual-beli, dan kita terjebak dalam modernisasi yang mematikan budaya lokal.

Dalam kehidupan ini setiap manusia maupun golongan mempunyai kepentingan dan untuk memenuhinya biasanya dia membutuhkan orang maupun golongan lain. Setiap insan merupakan produsen barang-barang atau jasa-jasa tertentu dan merupakan konsumen barang-barang atau jasa-jasa yang lain. Seorang guru menjadi produsen jasa pendidikan dan merupakan konsumen makanan, pakaian, angkutan kota dan lain-lain, karena itu kehidupan ini merupakan pasar (transaksi) antar individu dan kelompok. Pasar yang bebas dan adil diperlukan oleh masyarakat. Walaupun demikian, apabila pemaksaan kepentingan individu atau golongan tidak dibatasi sehingga merugikan yang lain atau kebebasan berpartisipasi anggota masyarakat secara adil tidak terjadi maka akan terjadi kegagalan pasar .

Kita mendirikan pemerintahan dengan harapan adanya keadilan disamping dipenuhinya kebutuhan masyarakat. Keadilan adalah bukti cinta pemerintah kepada rakyat sehingga rakyat akan mencintai pemerintahnya dan akan berpartisipasi pada pembangunan secara maksimal. Keadilan disini adalah dalam segala hal, baik dibidang politik (demokrasi), bidang hukum (peradilan) bidang sosial (pemerataan) maupun bidang ekonomi (mengatasi kegagalan pasar). Tugas utama pemerintah adalah menerapkan keadilan, menyelenggarakan demokrasi, menyelenggarakan pemerintah adalah melaksanakan desentralisasi, mengatur perekonomian, menjaga keamanan, menjaga persatuan dan memelihara lingkungan, melindungi hak asasi manusia, meningkatkan kemampuan dan moral masyarakat. Tugas pemerintah dalam perekonomian adalah meningkatkan


(33)

pertumbuhan ekonomi dan memenuhi kebutuhan barang publik (alokasi), mengurangi inflasi dan pengangguran (stabilisasi), dan melaksanakan keadilan sosial (distribusi).

Beberapa bukti menyatakan bahwa kebijakan pengelolaan pasar tradisional di beberapa kota tidak sepenuhnya menuntaskan masalah di atas (Faiz, 2011), antara lain :

1. Di Surabaya

a. Pasar Keputran, masih ada pedagang yang kembali berjualan di pedestrian jalan, muncul aksi protes sebagai bentuk ketidakpuasan pada kebijakan penertiban yang sangat merugikan pedagang, banyak pedagang belum tahu kemana ia bisa berjualan dan kembali mendapat pelanggan, kalaupun dipindahkan ke pasar Osowilangun pembeli tidak sebanyak seperti di Keputran.

b. Pasar Turi setelah terbakar, sampai saat ini masih membingungkan pedagang didalamnya karena belum ada kepastian hak mereka setelah bangunan direnovasi (Kompas edisi Jawa Timur, 29/9).

c. PD Pasar Surya sebagai pengelola pasar di Surabaya, selama ini hanya berkonsentrasi pada pasar-pasar besar yang lebih menguntungkan investor, jarang berpihak pada pasar-pasar kecil.

2. Di Malang

Revitalisasi pasar Dinoyo dan Blimbing diserahkan pada investor, dengan dana ratusan miliar akan dibangun mall, apartemen, ruko, dan pasar tradisional. Pasar tradisional dipindah belakang mall dan ruko, ribuan pedagang pasar akan menjadi korban penggusuran dalam proyek ini .


(34)

Semakin jelas pasar tradisional dipaksa untuk berkompetisi dengan pasar modern, dalam kompetisi itu pasar tradisional sering tersisih, terdapat masalah baru yakni ketika pedagang pasar tradisional digusur akan beralih menjadi pedagang kaki lima yang berjualan di sembarang ruang publik. Selanjutnya beberapa kebijakan publik dalam pengelolaan pasartradisional yang tepat dilakukan oleh pemerintah daerah di beberapa tempat di Indoneisa ; 1. Kota Batam

1. Pemko Batam melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pasar, Koperasi dan UKM, saat ini sedang memperbaiki Pasar Dapur 12 Sagulung yang masih dalam keadaan kosong, perbaikan yang masih dilakukan diantaranya penambahan 40 lapak dagangan bagi pedagang yang tidak mendapat kios atau bagi pedagang yang akan menjual produk pangan hasil produksi lokal. Perbaikan 2 unit WC, tangga yang menghubungkan lantai 2 kios dengan lantai bawahnya, 38 kios telah siap ditempati bagi pedagang yang akan menjual baju atau barang kering lainnya tinggal mengganti kunci-kunci pintu kios yang rusak. “Bulan Juli nanti diproyeksikan Pasar Dapur 12 sudah dapat beroperasi, “ jelas Febrialin.

2. Pendirian pasar tradisional yang saat ini masih diupayakan selalu berada di dekat pemukiman penduduk yang bertujuan untuk menghindari persaingan dengan pasar modern serta dekat dengan akses masyarakat setempat. Sampai saat ini data para pedaganga sudah mencapai 105 pedagang yang terdiri dari pedagang kios dan pedagang lapak.

3. Pasar Hang Tuah Batu Besar selama ini sudah berjalan dan pada kesempatan yang bersamaan juga dilakukan sedikit perbaikan diantaranya


(35)

MCK, saluran air yang tersumbat, dan listrik dengan tidak mengganggu aktivitas para pedagang. Saat ini juga pasokan air ke pasar tersebut sedang diupayakan dengan pihak-pihak terkait sehingga kebutuhan air di pasar tersebut dapat terpenuhi.

4. Dana perbaikan pasar diperolah dari APBD Kota Batam yang telah dianggarkan tahun lalu dan sesuai dengan proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah yang mengacu pada aturan yang berlaku maka pembangunan dikerjakan oleh CV Jaya Rava Rasa dan CV Jaya Putra Balindo sebagai pihak ketiga yang memenangkan tender.

2. Kota Makassar

a. Pasar terong, sebelum mengalami revitalisasi tahap satu di era pemerintahan Daeng Patompo pada tahun 1972 menyusul tahap kedua di masa Malik B. Masri tahun 1994 adalah pasar rakyat. Pasar ini didirikan secara alamiah oleh rakyat berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat yang mulai ramai di awal tahun 1950-an. Salah satu fackor pendorong (push factor) terjadinya migrasi dari desa adalah maraknya aksi ‘gerombolan’ Qahhar Mudzakkar di desa dan daya tarik (pull factor) kota yang menyediakan lapangan kerja yang ‘mudah’

b. Pasar Cidu, yang hingga kini masih masih berfungsi sebagai areajual-beli bagi komunitas kampong Tabaringan dan sekitarnya jauh sebelum tahun1950. Fungsi dasarnya tidak pernah terganggu, walau pada persoalan kebersihan dandrainase yang buruk tetap masih menjadi kelemahan pasar ini yang seharusnyadiperhatikan oleh pemerintah. Pasar Cidu, bila dibentangkan hanya memiliki panjangkurang lebih seratus meter dengan


(36)

bentuk huruf ‘L’. Selalu ramai sejak pukul 06.00hingga pukul 12.00 siang dan akan berlanjut di jalan Tinumbu pada sore harinyakhususnya bagi pembeli yang melintas sepulang kerja dari pelabuhan atau areaindustri di sekitarnya

Dari gambaran umum di atas, dapat dirinci berbagai permasalahan pengelolaan pasar tradisional dikaitkan dengan kebijakan publik dan pembangunan daerah di Kota Medan. Adapun berbagai permasalahan tersebut adalah :

1. Perkembangan pasar modern dewasa ini semakin menekan pertumbuhan pasar Tradisional. Buktinya dapat dilihat dengan adanya swalayan-swalayan, hypermarket, Carrefour, departement store, dan Indomaret yang memiliki propaganda yang kuat untuk menarik perhatian konsumen untuk membeli. Dengan pemberian diskon atau potongan harga yang bisa menarik perhatian atau menggugah konsumen, serta membuat bangunan- bangunan yang mewah, sehingga membuat masyarakat banyak meninggalkan pasar tradisional, dengan demikian bagaimana dengan pasar tradisional yang merupakan pasar yang sangat potensial untuk masyarakat luas. Tetapi kalau dilihat di kota Medan pasar tradisional semakin terancam dengan pasar modern sampai-sampai pasar tradisional banyak yang tidak terawat, seperti pasar Sambu, pasar Sukaramai dan pasar Petisah, dan lain-lain.

2. Di samping itu kalau dilihat pasar tradisional ini merupakan salah satu pasar yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat terutama masyarakat kecil. Di dalam pasar tradisional terjalin hubungan kekeluargaan yang erat antara konsumen dan produsen dan merupakan terjadinya transaksi jual-beli yang


(37)

saling tawar menawar dan inilah salah satu cerminan dari pasar tradisional. Di dalam pasar tradisional memang terjadi banyak kendala bagi masyarakat untuk berbelanja, membuat kota sangat jelek dengan keberadaannya yang tidak teratur karena pasar tradisional banyak di pinggiran jalan raya sehingga sering membuat kemacetan.

3. Pasar tradisional juga sangat diperlukan masyarakat dimana kalau pasar ini dikembangkan dan dilestarikan dengan baik dapat juga membantu usaha yang ada dalam masyarakat yang memacu dalam pendapatan masyarakat luas, kalau pendapatan masyarakat bertambah maka pendapatan daerah pun bertambah. Bagaimanapun kondisinya, ada sejumlah alasan konsumen tetap memilih pasar tradisional. Di antaranya alasan budaya, sejarah, mudah dijangkau, harga bisa ditawar atau diutang lebih dahulu, rasa kekeluargaan yang cukup tinggi, tidak seboros berbelanja di pasar modern, bahkan menawarkan peluang usaha dan pekerjaan. Inilah sisi positif yang tidak lepas dari potensi sosial, budaya, dan ekonomi yang telah mengakar. Pasar tradisional di negeri ini tidak terlepas dari sejarah dan budaya nenek moyang kita. Namun, seiring perubahan gaya hidup konsumen, pasar tradisional semakin termarginalkan. 4. Sejumlah kelebihan ditawarkan pasar modern. Harga lebih murah, diskon,

hadiah, jaminan kualitas, tampilan menarik, dan kemudahan akses informasi produk. Ditunjang fasilitas lain sebagai alternatif hiburan bagi pembeli, seperti tempat bermain, tempat jajan, maka akan menarik konsumen. Di sisi lain, ketidaknyamanan, seperti lorong penuh dagangan, bau pengap, tempat kotor, bahkan harga lebih tinggi, sering dijumpai di pasar tradisional. Inilah sebagian pemicu ditinggalkannya pasar tradisional. Lantas, apa yang harus dibenahi


(38)

agar pasar tradisional dapat bersaing. Ditengah cengkraman pasar modern terhadap pasar tradisional pemerintah harus membuat kebijakan yang bijak untuk pertumbuhan kedua pasar dengan cara mengatur jarak antara pasar modern dengan pasar tradisional dan mengatur jenis-jenis produk apa yang akan di jual di kedua pasar

5. Program Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk membangun iklim ekonomi dinilai masih ‘mendukung’ para investor yang bermodal besar. Akibatnya, pelaku-pelaku usaha kecil yang bermodalkan minimal menjadi tersingkirkan. 6. Pemerintah tengah melirik empat kawasan potensial untuk dijadikan lokasi

pembangunan pasar tradisional baru. Kawasan tersebut ialah Johor, Marelan, Medan Selayan dan Pasar Melati.“Dipilihnya kawasan Johor karena pertimbangan jumlah penduduk yang banyak. Kemudian di Jalan Denai agar tingkat kemacetan di Sukaramai berkurang. Di Marelan, diharapkan ada pasar buat para nelayan dan di kawasan Selayang, untuk pengembangan pasar Melati di sana.

7. Penambahan pasar tradisional baru diharapkan menjadi salah satu solusi mengatasi tingginya tingkat kemacetan dan kesemrawutan di sekitar wilayah pasar. Selain itu, beberapa alasan lain dijadikan pertimbangan perlunya penambahan pembangunan pasar tradisional baru di sejumlah kawasan tersebut.

8. Di Medan terdapat 52 pasar tradisional yang dikelola PD Pasar. Jumlah ini termasuk pasar tradisional yang tak punya pembangunan fisik penampungan serta pasar yang sudah eksis dengan total kios 20.327 pekerja (termasuk di sektor formal dan informal). Terbanyak kios, stan, los daging berada di Pusat


(39)

Pasar yakni 2.560 kios disusul Pasar Petisah 2.409 unit dan Helvetia 1.142 unit.

9. Kebersihan sepertinya menjadi persoalan. Sampah-sampah mudah ditemukan di sekitar pasar, sehingga menimbulkan aroma tak sedap.

Atas dasar permasalahan di atas, maka penulis memilih judul : “Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan”

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran Relokasi (Pusat Pasar) Medan?

2. Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan ?

3. Masalah apa saja yang terjadi dalam Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan?

1.3.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan” 2. Untuk mengetahui Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi

(Pusat Pasar) Medan

3. Untuk mengetahui masalah apa saja yang terjadi dalam Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi (Pusat Pasar) Medan”

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat peneltian ini adalah sebagai berikut:


(40)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan bidang ilmu sosial masyarakat dan kajian tentang Persepsi Masyarakat khususnya pedagang dan Rencana Relokasi (Pusat Pasar).

1.4.1.Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan agar penulis dapat meningkatkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah tentang Persepsi Masyarakat Terhadap, sehingga hasilnya dapat bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya dan Pemerintah serta masyarakat.

BAB II


(41)

2.1.Persepsi 2.1.1.Persepsi

Secara etimologis, persepsi berasal berasal dari kata perception (Inggris) berasal dari bahasa latin perception; dari percipare yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003).

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna kepada stimulus (Notoatmodjo, 2010 ).

Menurut Kotler (2008 ) persepsi adalah proses di mana kita memilih, mengatur, dan menerjemahkan, masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang berarti. Poin utamanya adalah bahwa persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada hubungan ransangan terhadap bidang yang mengelilinginya dan kondisi dalam setiap diri kita. Seseorang mungkin menganggap wiraniaga yang berbicara dengan cepat bersifat agresif dan tidak jujur, orang lain mungkin menganggapnya rajin dan membantu. Masing-masing orang akan merespon atau memberikan tanggapan secara berbeda terhadap wiraniaga.

Machfoedz (2005) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses pemilihan, penyusunan, dan penafsiran informasi untuk mendapatkan arti. Seseorang menerima informasi melalui pancar indra. Masukan informasi merupakan rasa yang diterima melalui salah satu organ panca indra. Ketika seseorang mendengar iklan, melihat orang lain, mencium bau sedap dan sebaliknya, atau menyentuh sesuatu barang barang, ia mendapat masukan informasi.


(42)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesiapersepsi adalah proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya (Alwi, 2007). Sedangkan, Suharman (2005) menyatakan: “persepsi merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsir informasi yang diperoleh melalui sistemalat indera manusia”. Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yangdianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.

Menurut Leavit persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2003)

Menurut Epstein & Rogers Persepsi adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali, mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima dari stimuli lingkungan. ( Stenberg, 2008)

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009).

Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Siagian (2004) mengungkapkan persepsi adalah proses yang mana seseorang mengorganisasikan dan menginterprestasikan kesan-kesansensorinya dalam usahanya memberikan sesuatu makna tertentu kepada lingkungannya.

Sedangkan menurut Robbins (2000) persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan


(43)

indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh proses indera, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Stimulus yang dikenai alat indera tersebut kemudian diorganisasikan, diinterprestasikan sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderanya itu.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterprestasian terhadap stimulus ang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan disekitarnya juga keadaan diri sendiri. Persepsi merupakan salah satu faktor kejiwaan yang sumbangannya terhadap tingkah laku seseorang cukup besar. Dalam memandang objek atau peristiwa yang sama, pengertian yang ditangkap oleh orang lain mungkin berbeda. Objek sekitar yang kita tangkap dengan alat indera, kemudian diproyeksikan pada bagian-bagian tertentu di otak sehingga kita bisa mengamati objek tersebut.

Fellows dalam Mulyana (2007) memberikan definisi persepsi sebagai proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi.

Kotler dalam Noviyarto (2010) mendefinisikan persepsi adalah proses yang digunakan konsumen untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi.

Persepsi adalah suatu proses otomatis yang terjadi dengan sangat cepat dan kadang tidak disadari, di mana seseorang dapat mengenali stimulus yang diterimanya. Persepsi yang dimiliki dapat mempengaruhi tindakan seseorang. Jika


(44)

dikaitkan dengan risiko, maka persepsi terhadap risiko merupakan proses dimana individu menginterpretasikan informasi mengenai risiko yang mereka peroleh (Notoatmodjo, 2005).

Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hinggaterbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.

2.1.2.Proses Persepsi dan Sifat Persepsi

Walgito (dalam Hamka, 2002) menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut:

1. Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.

2. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.

3. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.

4. Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.

2.1.3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Nugroho J. Setiadi (2003), Faktor yang mempengaruhi persepsi adalah penglihatan dan sasaran yang diterima dan dimana situasi persepsi terjadi penglihatan.Tanggapan yang timbul atas rangsangan akan dipengaruhi sifat-sifat individu yang melihatnya,, sifat yang dapat mempengaruhi persepsi yaitu :


(45)

Sikap yang dapat mempengaruhi positif atau negatifnya tanggapan yang akan diberikan seseorang.

2. Motivasi

Motif merupakan hal yang mendorong seseorang mendasari sikap tindakan yang dilakukannya.

3. Minat

Merupakan faktor lain yang membedakan penilaian seseorang terhadap suatu hal atau objek tertentu, yang mendasari kesukaan ataupun ketidaksukaan terhadap objek tersebut.

Pengalaman masa lalu

4. Dapat mempengaruhi persepsi seseorang karena kita biasanya akan menarik kesimpulan yang sama dengan apa yang pernah dilihat dan didengar.

5. Harapan

Mempengaruhi persepsi seseorang dalam membuat keputusan, kita akan cenderung menolak gagasan, ajakan, atau tawaran yang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

6. Sasaran

Sasaran dapat mempengaruhi penglihatan yang akhirnya akan mempengaruhi persepsi.

7. Situasi

Situasi atau keadaan disekita kita atau disekitar sasaran yang kita lihat akan turut mempengaruhi persepsi. Sasaran atau benda yang sama yang


(46)

kita lihat dalam situasi yang berbeda akan menghasilkan persepsi yang berbeda pula.

Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor yang bersifat yang bersifat subyektif yang mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-masing individu akan berbeda satu sama lain.

Gunarsa (2002) berpendapat bahwa persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Disamping faktor-faktor luar yang mempengaruhi persepsi, ada faktor-faktor internal personal umum misalnya faktor-faktor biologis, sosiopsikologis, faktor fungsional, yakni latar belakang kebutuhan, pengalaman masa lalu orang yang memberi respons terhadap stimuli.

Menurut Rakhmat (2007), persepsi bersifat selektif secara fungsional, artinya objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi biasanya adalah objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.

Robbins (2008), mengemukakan bahwa ketika seorang individu melihat sebuah target dan berusaha untuk menginterpretasikan apa yang ia lihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik pribadi dari pembuat persepsi tersebut, seperti sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman-pengalaman masa lalu dan harapan-harapan seseorang. Selain itu karakteristik target yang diobservasi juga bisa mempengaruhi apa yang diartikan. Lebih jauh Robbins menjelaskan bahwa konteks dimana kita melihat berbagai objek atau peristiwa juga penting selain dari faktor yang dua di atas. Waktu sebuah objek


(47)

atau peristiwa dilihat dapat mempengaruhi perhatian, seperti halnya lokasi, cahaya, panas, atau sejumlah faktor situasional lainnya.

Dalam konteks yang lebih luas, Robbins (2001) mengemukakan bahwasanya ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu :

1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu

2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip

3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita.

Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor pemersepsi (perceiver), obyek yang dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan.

2.1.4.Indikator Persepsi

Menurut Robbin (2003), indikator-indikator persepsi ada duamacam, yaitu :

a. Penerimaan.

Proses penerimaan merupakan indikator terjadinya persepsi dalam tahap fisiologis, yaitu berfungsinya indera untuk menangkap rangsang dari luar. b. Evaluasi


(48)

Rangsang-rangsang dari luar yang telah ditangkap indera, kemudian dievaluasi oleh individu. Evaluasi ini sangat subjektif. Individu yang satu menilai suatu rangsang sebagai sesuatu yang sulit dan membosankan. Tetapi individu yang lain menilai rangsang yang sama tersebut sebagai sesuatu yang bagus dan menyenangkan.

2.1.5. Relokasi Pusat Pasar

Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan. Relokasi merupakan bagian dari pemukiman kembali (resettlement) di lokasi yang baru di luar kawasan rawan bencana (Kemenpu, 2011).

Jha et al. (2010) mendefinisikan relokasi sebagai sebuah proses dimana permukiman masyarakat, aset dan infrastruktur publik dibangun kembali di lokasi lain.

Dalam melaksanakan relokasi setelah terjadinya, ada beberapa prinsip yang harus dipegang sebagai pedoman. Jha et al. (2010) menyebutkan beberapa prinsip tentang relokasi, yaitu :

1. Perencanaan relokasi yang efektif adalah yang bisa membantu membangun dan melihat secara positif;

2. Relokasi bukanlah sebuah pilihan yang harusdilakukan karena resiko bisa dikurangi dengan mengurangi jumlah penduduk pada suatu permukiman daripada memindahkan seluruh permukiman;


(49)

3. Relokasi bukan sekedar merumahkan kembali manusia, namun juga menghidupkan dan membangun kembali masyarakat, lingkungan dan modal sosial;

4. Lebih baik menciptakan insentif yang mendorong orang untuk merelokasi daripada memaksa mereka untuk meninggalkan;

5. Relokasi seharusnya mengambil tempat sedekat mungkin dengan dengan lokasi asal mereka;

6. Masyarakat di lokasi yang akan ditempati merupakan salah satu yang mendapatkan dampak dari relokasi dan harus dilibatkan dalam perencanaan.

Pasar merupakan tempat aktivitas jual beli, dimana penjual menawarkan barang dagangan dan pembeli membeli barang tapi ternyata pasar juga merupakan salah satu ruang publik yang berfungsi sebagai perekat sosial dan proses distribusi informasi antara satu orang dan orang lainnya. Pasar yang dimaksudkan disini merupakan pasar tradisional memberikan kesempatan bagi sebagian masyarakat terutama dari golongan menengah kebawah memiliki ruang publik karena didalamnya terdapat interaksi sosial antara pedagang di pasar dan masyarakat sekitar sehingga menjadikan pasar sebagai ruang berbagi informasi bagi individu di dalamnya.

Pasar secara fisik adalah tempat pemusatan beberapa pedagang tetap dan tidak tetap yang terdapat pada suatu ruangan terbuka atau ruangan tertutup atau sebagian badan jalan. Selanjutnya pengelompokkan para pedagang eceran tersebut menempati bangunan-bangunan temporer, semi permanen ataupun permanen.(Khairunnisa 2005 ).

Pasar merupakan salah satu lembaga yang paling penting dalam institusi ekonomi. Bahkan kebanyakan fenomena ekonomi berhubungan dengan pasar. Berfungsinya lembaga pasar sebagai institusi ekonomi tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh pembeli dan pedagang.


(50)

Pasar sebagai suatu lembaga ekonomi merupakan suatu wadah yang dapat menampung produksi surplus untuk memenuhi kebutuhan barang-barang komoditi yang diperdagangkan. Selain itu, pasar juga merupakan arena kegiatan yang mempertemukan antara produsen dan konsumen.

Dalam konteks sistem kemasyarakatan lokal (local societal system), sistem pasar (pasar tradisional pedesaan) dapat dilihat sebagai salah satu sub-sistem, disamping subsub-sistem lainnya, yaitu sistem pemerintahan daerah sistem komunitas lokal (local community system) dan sistem administrasi lokal (lokal administration system).

Pasar merupakan tempat aktivitas jual beli, dimana penjual menawarkan barang dagangan dan pembeli membeli barang tapi ternyata pasar juga merupakan salah satu ruang publik yang berfungsi sebagai perekat sosial dan proses distribusi informasi antara satu orang dan orang lainnya. Pasar yang dimaksud kan disini merupakan pasar tradisional memberikan kesempatan bagi sebagian masyarakat terutama dari golongan menengah kebawah memiliki ruang publik karena didalamnya terdapat interaksi sosial antara pedagang di pasar dan masyarakat sekitar sehingga menjadikan pasar sebagai ruang berbagi informasi bagi individu di dalamnya.

2.1.6.Teori Tindakan Sosial Max Weber

Tindakan sosial terjadi ketika individu melekatkan makna subjektif pada tindakan mereka. Hubungan sosial menurut Weber yaitu suatu tindakan dimana beberapa aktor yang berbeda-beda, sejauh tindakan itu mengandung makna dihubungkan serta diarahkan kepada tindakan orang lain. Masing-masing individu berinteraksi dan saling menanggapi .


(51)

Weber juga membicarakan bentuk-bentuk empiris tindakan sosial dan antar-hubungan sosial tersebut. Weber membedakan dua jenis dasar dari pemahaman yang bersifat tafsiran dari arti, dari tiap jenis pemahaman ini bisa dibagi sesuai dengan masing-masing pertaliannya, dengan menggunakan tindakan rasional ataupun emosional. Jenis pertama adalah pemahaman langsung yaitu memahami suatu tindakan dengan pengamatan langsung. Kedua, pemahaman bersifat penjelasan. Dalam tindakan ini tindakan khusus aktor ditempatkan pada suatu urutan motivasi yang bisa dimengerti, dan pemahamannya bisa dianggap sebagai suatu penjelasan dari kenyataan berlangsungnya perilaku.

Max Weber dalam (J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006) mengklasifikasikan empat jenis tindakan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat yaitu;

a. Rasionalitas instrumental

Yaitu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.

b. Rasionalitas yang berorientasi nilai

Alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut.

c. Tindakan tradisional

Seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. d. Tindakan afektif


(52)

Tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif bersifat spontan, tidak rasional dan merupakan refleksi emosional dari individu.

Menurutnya bahwa keempat tindakan tersebut sulit diwujudkan dalam kenyataan, namun apapun wujudnya hanya dapat dimengerti menurut arti subjektif dan pola-pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Sebuah interaksi sosial akan kacau bilamana antara pihak-pihak yang berinteraksi tidak saling memahami motivasi dan makna tindakan sosial yang mereka lakukan.

Tidakan para pedagang yang menerima relokasi dengan membentuk. kelompok adalah tindakan sosial. Begitu juga dengan tindakan pedagang yang menolak relokasi dengan menggelar aksiunjuk rasa juga merupakan tindakan sosial. Lebih spesifik lagi, tindakan tindakan sosial yang dilakukan oleh para pedagang baik yang mendukung ataupun yang menolak relokasi termasuk dalam tindakan rasional instrumental. Maksudnya adalah tindakan yang memperhitungkan kesesuaian antara cara dan tujuan atau antara efisiensi dengan efektifitas. Menurut tindakan rasional instrumental, pedagang tidak hanya sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya, tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Pedagang itu lalu menilai alat yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan yang dipilih tadi. Pada kasus pedagang yang menolak relokasi, mereka memilih cara yang mereka nilai baik untuk mempertahankan kepentingan mereka. Mereka menilai, mencari dukungan masyarakat dengan mengumpulkan tanda tangan adalah salah satu alat yang efektif untuk mencapai tujuan meraka.


(53)

Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.

Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/ sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.

Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.


(54)

Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan

adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).

Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi diartikan sebagai proses trasformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial,

budaya, dan sebagainya.

Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan alat-alat yang tradisional.

Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan secara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah


(55)

menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan.

Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisahkan secara tegas batasannya, Siagian (dalam Andrial, 2011) dalam bukunya Administrasi Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.

BAB III

METODE PENELITIAN


(56)

Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Menurut (Sugiono, 2009), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menggabungkan antara variable satu dengan yang lain. Pendekatan deskriptif dapat disimpulkan sebagai sebuah metode yang bertujuan untuk melukiskan atau menggambarkan keadaan di lapangan secara sistematis dengan fakta-fakta dengan interpretasi yang tepat dan data yang slaing berhubungan, serta bukan hanya untuk mencari kebenaran mutlak tetapi pada hakekatnya mencarai pemahaman observasi.

Dengan metode ini penulis bermaksud mengumpulkan data historis dan mengamati secara seksama mengenai aspek-aspek tertentu yang berkaitan erat dengan masalah yang diteliti sehingga akan diperoleh data-data yang menunjang penyusunan laporan penelitian. Data yang diperoleh tersebut kemudian diproses, dianalisis lebih lanjut dengan dasar-dasar teori yang telah dipelajari sehingga memperoleh gambaran mengenai objek tersebut dan dapat ditarik kesimpulan mengenai masalah yang diteliti.

3.2.Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Pusat Pasar Medan yang berada di Pusat Pasar kota Medan dengan berbagai aktifitas perdagangan. Adapun alasan penulis memilih lokasi ini adalah dikarenakan Pusat Pasar kota Medan ini akan direlokasi ke Pusat Pasar Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan yang sampai saat ini masih mengalami kendala dalam pengoperasiannya.

3.3.Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian Persepsi Pedagang Terhadap Perencanaan Relokasi (Pusat Pasar) Medan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

5.1.Kesimpulan

1. Persepsi Pedagang Terhadap Perencanaan Relokasi (Pusat Pasar) Medan Adanya upaya relokasi dan pembangunan pasar modern menimbulkan adanya pro dan kontra dan pada dasarnya suatu kebijakan ataupun pembangunan dalam masyarakat tidak lepas adanya pro dan kontra juga pembangunan tersebut melahirkan suatu kondisi perubahan sosial ekonomib agi pedagang tradisional baik itu mengarah pada perubahan positif maupun negatif.

2. Persepsi tentang Relokasi Pasar

Pedagang yang merespon tidak menerima terhadap relokasi pasar mamiliki alasan yang seragam yaitu relokasi pasar akan berdampak kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidup dari berjualan di area Pusat Pasar. Penelokan para pedagang mereka tunjukkan dengan cara


(2)

melalkukan perlawanan ketika lapak berjualan mereka digusur oleh Satpol-PP. para pedagang memilih melakukan perlawanan secara kontak fisik karena mereka merasa relokasi pasar akan dapat membuat para pedagang merugi.

2. Persepsi Tentang Peluang Konsumen Berbelanja

Adapun persepsi masyarakat terhadap manfaat keberadaan pusat Pasar Medan adalah mudah mendapatkan kebutuhan dan lokasi menjadi ramai. Aktifitas pusat Pasar Medan memiliki manfaat yang bervariasi bagi konsumennya. Namun intinya adalah adanya kemudahan yang diberikan oleh aktifitas pusat Pasar Medan karena keberadaan mereka yang cenderung dekat dengan aktifitas masyarakat.

3. Persepsi Tentang Peluang Keamanan Berbelanja

Keamanan juga menjadi salah satu hal yang menunjang kenyamanan dalam berbelanja. Pengelompokan berdagang juga dapat dilakukan di kawasan Pusat Pasar Medan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesenjangan antara pedagang yang telah menetap di komplek Pusat Pasar Medan..

4. Persepsi Tentang Peluang Kenyamanan Berbelanja

Disimpulkan bahwa masyarakat cenderung berpendapat pengaturan pedagang pusat Pasar Medan sebaiknya tidak dikelompokkan menurut jenis dagangannya (bercampur beraneka jenis barang), karena disamping akan mengurangi persaingan antar pedagang itu sendiri juga akan memudahkan masyarakat untuk melihat-lihat keberagaman dagangan pedagang pusat Pasar Medan sebelum konsumen memutuskan untuk membelinya


(3)

5. Persepsi Tentang Penentuan Lokasi Relokasi Pasar

Persepsi masyarakat terhadap kesesuaian lokasi pedagang pusat Pasar Medan mengungkapkan bahwa Pedagang maupun masyarakat masih memandang relokasi pasar masih perlu pertimbangan karena mereka merasa lebih baik memperbaiki pasar yang ada daripada memuka psara yang baru.

6. Persepsi Tentang Penentuan Biaya Tarif

Pedagang di Pusat Pasar Medan mengaku jika kondisi penentuan tarif terjadi maka hal ini menjadi kewajiban pedagang Pusat Pasar yang semakin tinggi dan mengganggu keadaan ekonomi dan usaha mereka.

5.2. Saran

1. Adanya peran Pemerintah dan dinas terkait diharapkan untuk menanggulangi dampak negatif yang ada antara lain: Lebih aktif dalam mempromosikan Pusat Pasar Lau Cih agar lebih dikenal masyarakat Kota Medan dengan cara melalui media massa, cetak, dan elektonik serta membuat spanduk dilokasi yang strategis agar para konsumen mengetahui keberadaan Pusat Pasar Lau Cih, memberi pinjaman modal agar para pedagang mampu mengembangkan usahanya,

2. Mengadakan fasilitas mushollah agar para pedagang yang beragama islam bisa melaksanakan ibadah shalat dan tidak perlu berjalan ke daerah lain , Mengadakan rolling door untuk keamanan barang dagangan,

3. Dengan dibangunnya Pusat Pasar Lau Cih, para pengelola pasar diharapkan bertindak tegas dan menegur para pedagang jika ada yang melanggar


(4)

peraturan yang sudah disepakati bersama, Lebih sering mengadakan kegiatan / event yang dilaksanakan di Pusat Pasar Lau Cih agar menarik konsumen 4. Dengan dibangunnya Pusat Pasar Lau Cih, Pemerintah Kota agar terlihat

Meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen dan memberi kenyamanan berusaha


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Saleh. 2006. Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Efektif di Sekolah Dasar. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional.

Andrial, 201

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Arindita, S. 2003.Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan dan Citra Bank dengan Loyalitas Nasabah. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.

Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Group

Chaplin,J. P. 2008. Kamus Psikologi Lengkap. Jakarta: PT Raja Grafindo

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1026.,

Jha, A. K., Barenstein, J. D., Phelps, P. M., Pittet, D., & Sena, S. ,2010. SaferHomes, Stronger Communities: A Handbook for Reconstructing AfterNatural Disasters: World Bank Publications

Lester, James P, Stewart, Joseph, 2000, Public Policy An Evolutionary Approach, Wadsworth, Stamford, USA.

Kotler, Armstrong. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran 1. Edisi keduabelas. Jakarta: Erlangga.

Kotler, Armstrong. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran 2. Edisi keduabelas. Jakarta: Erlangga

Machfoedz, Mahmud, 2005, Pengantar Pemasaran Modern, cetakan pertama, Penerbit : UPP AMP YKPN, Yogyakarta

Muhammadi, E. Aminullah, dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis : Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press, Jakarta Munir,2010 Pengaruh Relokasi Pasar Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi

Pedagang (studi kasus relokasi pasar Klitikan Notoharjo Kota Surakarta) Moleong, L. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda karya


(6)

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Ilmu Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta : Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,

Jakarta

Poloma, Margaret, 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ridhwan, 2010. Revitalisasi Pasar Tradisional. Tugas Ekonomi Regional Dan Perkotaan

Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Riyanto. 2007. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta. Ritzer, George, 2003. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.

Shaleh, Abdul Rahman & Wahab, Muhbib Abdul. 2004. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Persfektif Islam. Jakarta: Kencana

Siregar, 2003, ”Penyusunan Anggaran Perusahaan Sebagai Alat Manajemen Dalam Pencapaian Tujuan”, Aksara Baru, Jakarta

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

SWA, Edisi Desember 2004

Tikson, T Deddy, dkk. 2004. Evaluasi Pembangunan Pasca Otonomi Daerah di Sulawesi Selatan, Kerjasama Bappeda Propinsi Sulsel dengan Lembaga Penelitian Unhas, Makassar.

Uma Sekaran, 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1, Jakarta: Salemba Empat.

Uma Sekaran, 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 2, Jakarta: Salemba Empat.

Zunaidi,2013.Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang Di Pasar Tradisional Pasca Relokasidan Pembangunan Pasar Modern.Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 3, No.1, April 2013ISSN: 2089-0192