Relokasi Pasar Tradisional Meranti Dan Pembangunan Jalan Baru ( Studi Kasus di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah kotamadya Medan)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

RELOKASI PASAR TRADISIONAL MERANTI DAN PEMBANGUNAN JALAN BARU

( Studi Kasus di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah)

Skripsi:

DIAJUKAN OLEH:

POPPY JUWITA SARI (070901050) Departemen Sosiologi

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Medan 2011


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

NAMA : POPPY JUWITA SARI

NIM : 070901050

DEPARTEMEN : SOSIOLOGI

JUDUL : RELOKASI PASAR TRADISIONAL MERANTI DAN PEMBANGUNAN JALAN BARU ( Studi Kasus di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah kotamadya Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dto.

Dra.Lina Sudarwati, M.Si Dto.

NIP : 196603181989032001

Dra.Lina Sudarwati, M.Si NIP : 196603181989032001 Dekan

Dto.

Prof.Dr.Badaruddin, M.Si NIP : 19680525199203100


(3)

ABSTRAK

Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki banyak keunggulan yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan masyarakat. Dalam Kegiatan Pasar Tradisional Keberadaan pedagang kaki lima sebagai pelaku kegiatan ekonomi marginal (marginal economic activities), biasanya memberikan kesan yang kurang baik terhadap kondisi fisik kota. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) pada saat ini memiliki permasalahan yang sangat dilematis. Hal ini disebabkan karena pada satu sisi PKL mampu mengatasi masalah pengangguran secara keseluruhan, namun disisi lain PKL mengakibatkan terganggunya aspek ketertiban umum yang menjadi salah satu syarat ideal suatu kota, Membangun dan menggusur menjadi dua hal yang tak terpisahkan dalam perkembangan kota dewasa ini. Adapun penggusuran yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan nilai estetika kota. Dan untuk kota Medan pengggusuran Pasar Tradisional didasarkan pada peraturan daerah (Perda) Kota Medan nomor 31 tahun 1993 mengenai larangan berjualan diatas badan jalan, trotoar, dsb. Namun pada realitanya Di kota Medan penerapan peraturan daerah No.31.Tahun 1993 belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Adapun upaya penggusuran tersebut banyak menuai kegagalan karena mendapatkan penolakan yang cukup keras dari para pedagang yang disebabkan oleh beberapa faktor. Banyak pedagang yang telah direlokasikan kembali ke lokasi semula

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan masalah yang terjadi pada proses relokasi pasar tradisional yang terjadi di Pasar Tradisional Meranti. Dalam pengambilan data peneliti menggunakan teknik berupa observasi dimana peneliti mengamati secara langsung kegiatan di Pasar Tradisional Meranti. Data yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide). Cara ini digunakan guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dianalisis untuk diinterpretasikan. Informan dalam penelitian ini adalah para pedagang yang berdagang di Pasar Tradisional Meranti. Baik para pedagang yang berada di lokasi Pasar Tradisional Meranti lama dan Pasar Tradisional Meranti Baru. Dalam penelitian ini masyarakat yang berada di sekitar lokasi Pembangunan Jalan Baru dan Pasar Tradisonal Meranti, serta Pengelola PD.Pasar Meranti Baru juga menjadi informan.

Melalui data yang telah diperoleh diketahui bahwa Relokasi Pasar Meranti dilaksanakan dikarenakan adanya pembangunan jalan baru yang berada di Gang,Warga dengan tujuan sebagai alternatif kemacetan kota Medan. Dan relokasi tersebut berdasarkan (Perda) Kota Medan nomor 31 tahun 1993. adapun proses Relokasi dan Pembangunan Jalan Baru tersebut menuai banyak protes dari para pedagang. Para pedagang direlokasikan ke lokasi Pasar Meranti yang baru namun sebagian dari mereka kembali ke lokasi semula. Hal ini dikarenakan proses pembangunan jalan yang tersendat, letak pasar baru tidak strategis dan ukuran kios yang tidak proporsional. Melalui hasil analisis saya pembangunan jalan melalui penggusuran ini tidak sejalan dengan prisip pembangunan yang partisipatif dan berkelanjutan. Karena dalam hal Relokasi Pasar Tradisional Meranti ini pedagang banyak yang mendapatkan penurunan pendapatan baik yang berada di lokasi lama maupun baru.lebih khusus untuk pedagang di lokasi baru mengalami penurunan yang sangat drastic dikarenakan masih beroperasinya Pasar yang lama dan membuat Pasar Meranti Baru menjadi sepi oleh pengunjung.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan juga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ RELOKASI PASAR TRADISIONAL MERANTI DAN PEMBANGUNAN JALAN BARU ( Studi Kasus di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah kotamadya Medan) ”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam juga disampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia dari alam kebodohan kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami hambatan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan materi penulisan. Namun, berkat pertolongan dan kehendak Allah SWT yang selalu memberi kekuatan, ketabahan dan keyakinan kepada penulis dan juga seluruh teman dan saudara yang selalu memberikan dukungan pada saat penulis mengalami kesulitan, hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, kritikan, saran, motivasi serta dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang sekaligus menjadi Dosen


(5)

Pembimbing saya. Saya ucapkan terima kasih atas kesediaan waktu beliau dalam membimbing saya mulai sari awal penulisan Proposal hingga kepada Sidang Meja Hijau. Motivasi, nasehat dan ide-ide terbaik tidak bosan diberikannya kepada saya. Walau Ditengah-tengah aktivitasnya yang padat ia selalu berikan bimbingan kepada saya dengan sabar. Meskipun beberapa kali hanya bimbingan melalui tulisan, tetapi ia selalu berikan bimbingan terbaik kepada saya yang beberapa kali tidak bisa bimbingan secara tatap muka dengannya.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan juga merupakan dosen pembimbing Akademik (dosen wali) saya yang selalu memberikan nasehat dan dukungan setiap semesternya. Mulai dari awal perkuliahan dalam kelas hingga pada penyelesaian penulisan skripsi.

3. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M.Sp selaku sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai anggota penguji (reader) dalam ujian komprehensif dan terima kasih juga kepada beliau yang telah membantu saya dalam berbagai urusan akademik..

4. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU yang telah mendidik dan membimbing penulis selaku mahasiswa sosiologi FISIP USU mulai dari awal perkuliahan sampai penulis menyelesaikan perkuliahannya.

5. Seluruh staf administrasi FISIP USU khususnya Departemen Sosiologi, kepada Kak Feny dan Kak Bety saya ucapkan terima kasih atas segala bantuannya di dalam administrasi akademik saya mulai dari awal perkuliahan sampai dengan sidang Meja Hijau..


(6)

6. Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada orang tua saya, yaitu ayah saya Syaifuddin Nst yang selalu memberikan motivasi setiap harinya kepada saya dalam penyelesaian skripsi dan doa yang yang tak pernah henti kepada saya. Opy ucapkan Terima kasih yang terdalam buat Mama (Momy) tersayang yaitu Hadijah Nst, yang selalu memberikan bantuan waktu dalam penyelesaian skripsi saya. Memberikan bantuan dalam segala bentuk yang tak terhingga dan tak ternilai. Dengan doa dan senyum manisnya lah saya mampu untuk menyelesaikan perkuliahan ini sampai dengan selesai.

7. Kepada adindaku tersayang Yuriko Putri Nst dan Bella Syafira Nst, Kak py ucapkan Terima Kasih yang terdalam pada kalian berdua. Kalian yang selalu membantuku dalam beberapa penulisan dan pengetikan mulai dari awal perkuliahan sampai dengan selesai. Diatas senyum manis kalian berdualah diriku tetap mampu tegar untuk menyelesaikan skripsiku, meskipun segala rintangan dan hambatan selalu menghadang. Dengan senyum dan tawa kalian berdualah yang membuat diriku semakin semangat untuk meyelesaikan kuliah. Karena harapanku kalian harus mampu untuk menjadi lebih dari pada diriku.dan terima kasih juga kepada keponakanku Maya Lestari yang selalu menghiburku.

8. Kepada saudara-saudaraku t, Wak Mahmud, Wak Yus, Wak alan, Wo Emi, Bang Mamad, Ade, Bang Ano, dan saudara-saudaraku yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan doanya.

9. Kepada Sahabat-Sahabat terbaikku.yang selalu memberikanku motivasi dan hiburan kepada diriku. Selalu memberikan senyuman dan dukungan kepada Penulis dikala penulis sedang merasa jenuh. Khususnya buat sahabatku Alumni SMP N 19 Medan


(7)

yaitu Maya, Ayu, Wani, Chika, dan Ewin serta sahabat-sahabat lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu terima kasih untu kalian semua atas dukungan dan doanya nya.

10. Kepada sahabat-sahabat tersayang yaitu Fatma mutia.terima kasih sekali kepada ia yang telah setia menjadi sahabat terbaikku mulai dari awal perkuliahan sampai dengan sekarang. Ia telah memberikan banyak pertolongan dalam bentuk motivasi dan arahan-arahan dalam penyelesaian skripsi. Dan terima kasih juga saya ucapkan kepada Dini sahputri dan Zulhaijjah yang juga selalu membantu diriku dalam permasalahan kuliah dan penyelesaian skripsi serta doa dan motivasi mereka .

11. Kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2007, Aini, Mimi, Yaya, Rini, Niska, Tina, Ayu, Ester, Evi, Harisan, Leo, Aspipin, Jefri, Andry, Adrian, Bonny, Dino, Emby, Hadi, Martinus, Neko, Royan, Indra, Helen, Irna, Lona, Lena, Lia, Tari, Maya, Marlina, Mutiara, Nanda, Novi, Nynda, Santi, Ridwan, Roma, Rozi, Yani, Desti dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu terima kasih atas semuanya.

12. Kepada Seseorang yang selalu menyemangatkan hati dan memberikan nasehat dan doa dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Nofriyanto yang tak hentinya memberikan spirit. Terima kasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan kerja yang telah membantu saya ketika saya izin bekerja untuk keperluan perkuliahan, yaitu Pak Marwan, Pak Indra, Pak Hatta, Abah, Kak Tina, Kak Ratih, Kak Nur dan Kak Ely. 13. Kepada seluruh informan penelitian yang telah meluangkan waktunya serta

memberikan informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian sehingga penulis bisa memperoleh data yang menjadi sumber informasi dan bahan penelitian.


(8)

Penulis menyadari tidak akan mampu untuk membalas segala kebaikan yang telah diberikan, karena tanpa peran kalian semua penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga segala kebaikan dan ketulusan ini diberi Rahmat dan Hidayah dari Allah SWT.

Penelitian ini juga jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi seluruh pembaca. Semoga penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Pasar Tradisional.

Medan, 07 Agusutus 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Lembar Persetujuan

Lembar Pengesahan ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Rumusan Masalah ……… 5

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4. Manfaat Penelitian ……… 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keberadaan Pedagang Kaki Lima Sebagai Salah Satu Bentuk Sektor Informal … 2.2. Dilematis Pasar Tradisonal antara Pembangunan dan Penggusuran. 2.3. Kebijakan Pemerintah Kota Medan Terkait dengan Pedagang Kaki Lima 2.4 Dimensi Sosial Budaya Terkait dengan Permasalahan Pedagang Kaki Lima16 2.5. Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan Pembangunan yang Pertisipatif dan Berkelanjutan 2.6 Efektivitas Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima 2.7. Pembangunan Jalan 2.8. Teori Fenomenolog 2.9. Definisi Konsep ……….. 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ………... 21

3.2. Lokasi Penelitian ……… 21

3.3. Unit Analisis dan Informan ……… 22


(10)

3.3.2. Informan ……….. 22

3.4. Teknik Pengumpulan Data ………. 23

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data Primer ………... 23

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder ……….. 24

3.5. Interpretasi Data ……….. 24

3.6. Keterbatasan Penelitian ………... 25 BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN

4.1. Nilai Historis Pasar Meranti 4.2. Deskripsi Wilayah Pasar Meranti 4.3. Keadaan Demografi

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

4.3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 4.3.5 Penduduk Berdasarkan Keturunan

4.4.2 Sarana Umum Kelurahan Sei Putih Timur II 4.4. Letak dan Kondisi Pasar Meranti

4.5 Profil Informan

BAB V TEMUAN INTERPRETASI DATA

5.1. Proses Pembangunan Jalan Baru 5.2. Proses relokasi Pasar Meranti

5.2.1. Para Pedagang yang telah direlokasikan kembali ke lokasi semula 5.2.2 Alasan Para Pedagang tidak mau direlokasikan

5.3. Pasar Meranti dan Pengelolanya 5.3.1 Kios dan Pedagang di Pasar Meranti

5.3.2 Kepemilikan kios oleh Pemerintah dan Swasta 5.3.4. Pengelola Pasar dan Wewenangnya


(11)

5.4 Pendapat Walikota Medan mengenai Relokasi Pasar Meranti 5.5 Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang

5.5.1. Hubungan Sosial Para Pedagang

5.5.2. Penurunan Tingkat Pendapatan Para Pedagang Paska Relokasi di Pasar Meranti Lama dan Baru Pasca Relokasi

5.5.3. Kondisi Sosial di Lingkungan Masyarakat sekitar Pembangunan Jalan baru 5.5.4. Kondisi Sosial di Lingkungan Masyarakat sekitar Pasar Meranti Baru 5.5.5. Kondisi Sosial di Lingkungan Masyarakat sekitar Pasar Meranti Lama

5.6 Relokasi Pasar Meranti Dilema antara Pembangunan Penataan kota dan kepentingan ekonomi Pedagang

1.5.1. Prinsip Pembangunan yang Partispatif pada Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan baru

1.5.2. Prinsip Pembangunan yang Berkelanjutan pada Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan baru

5.6.3. Kesadaran dan pengetahuan para pedagang dalam menciptakan lingkungan yang tertib dan bersih

5.7. Keefektifan Pembangunan Jalan Baru

5.8. Harapan Masyarakat dan Para Pedagang dalam Hal Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru

BAB VI PENUTUP 6. Kesimpulan 6.1. Saran


(12)

ABSTRAK

Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki banyak keunggulan yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan masyarakat. Dalam Kegiatan Pasar Tradisional Keberadaan pedagang kaki lima sebagai pelaku kegiatan ekonomi marginal (marginal economic activities), biasanya memberikan kesan yang kurang baik terhadap kondisi fisik kota. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) pada saat ini memiliki permasalahan yang sangat dilematis. Hal ini disebabkan karena pada satu sisi PKL mampu mengatasi masalah pengangguran secara keseluruhan, namun disisi lain PKL mengakibatkan terganggunya aspek ketertiban umum yang menjadi salah satu syarat ideal suatu kota, Membangun dan menggusur menjadi dua hal yang tak terpisahkan dalam perkembangan kota dewasa ini. Adapun penggusuran yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan nilai estetika kota. Dan untuk kota Medan pengggusuran Pasar Tradisional didasarkan pada peraturan daerah (Perda) Kota Medan nomor 31 tahun 1993 mengenai larangan berjualan diatas badan jalan, trotoar, dsb. Namun pada realitanya Di kota Medan penerapan peraturan daerah No.31.Tahun 1993 belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Adapun upaya penggusuran tersebut banyak menuai kegagalan karena mendapatkan penolakan yang cukup keras dari para pedagang yang disebabkan oleh beberapa faktor. Banyak pedagang yang telah direlokasikan kembali ke lokasi semula

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan masalah yang terjadi pada proses relokasi pasar tradisional yang terjadi di Pasar Tradisional Meranti. Dalam pengambilan data peneliti menggunakan teknik berupa observasi dimana peneliti mengamati secara langsung kegiatan di Pasar Tradisional Meranti. Data yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide). Cara ini digunakan guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dianalisis untuk diinterpretasikan. Informan dalam penelitian ini adalah para pedagang yang berdagang di Pasar Tradisional Meranti. Baik para pedagang yang berada di lokasi Pasar Tradisional Meranti lama dan Pasar Tradisional Meranti Baru. Dalam penelitian ini masyarakat yang berada di sekitar lokasi Pembangunan Jalan Baru dan Pasar Tradisonal Meranti, serta Pengelola PD.Pasar Meranti Baru juga menjadi informan.

Melalui data yang telah diperoleh diketahui bahwa Relokasi Pasar Meranti dilaksanakan dikarenakan adanya pembangunan jalan baru yang berada di Gang,Warga dengan tujuan sebagai alternatif kemacetan kota Medan. Dan relokasi tersebut berdasarkan (Perda) Kota Medan nomor 31 tahun 1993. adapun proses Relokasi dan Pembangunan Jalan Baru tersebut menuai banyak protes dari para pedagang. Para pedagang direlokasikan ke lokasi Pasar Meranti yang baru namun sebagian dari mereka kembali ke lokasi semula. Hal ini dikarenakan proses pembangunan jalan yang tersendat, letak pasar baru tidak strategis dan ukuran kios yang tidak proporsional. Melalui hasil analisis saya pembangunan jalan melalui penggusuran ini tidak sejalan dengan prisip pembangunan yang partisipatif dan berkelanjutan. Karena dalam hal Relokasi Pasar Tradisional Meranti ini pedagang banyak yang mendapatkan penurunan pendapatan baik yang berada di lokasi lama maupun baru.lebih khusus untuk pedagang di lokasi baru mengalami penurunan yang sangat drastic dikarenakan masih beroperasinya Pasar yang lama dan membuat Pasar Meranti Baru menjadi sepi oleh pengunjung.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan yang luas, keragaman barang yang lengkap, harga yang rendah, sistem tawar menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli merupakan keunggulan yang dimiliki oleh pasar tradisional. Selain keunggulan tersebut pasar tradisional juga merupakan salah satu pendongkrak perekonomian kalangan menengah ke bawah, dan jelas memberikan efek yang baik bagi negara. Dimana negara ini hidup dari perekonomian skala mikro dibanding skala makro.

Dibalik kelebihan yang dimiliki pasar tradisional ternyata tidak didukung oleh pihak pemerintah, salah satunya terlihat dari sikap pemerintah yang lebih membanggakan adanya pasar modern dari pada pasar tradisional, yaitu dengan melakukan “penggusuran” satu per satu pasar tradisional dengan cara dipindahkan dari tempat yang layak ke tempat yang jauh dan kurang refresentatif. Seperti Relokasi Pasar Tradisional yang pernah terjadi di Pasar Tradisional Yuka Martubung yang mengalami kegagalan yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu tidak efektifnya sosialisasi oleh pemerintah, lokasi yang jauh dan tidak strategis dan faktor lainnya yang masih menyisakan permasalahan yang belum selesai hingga saat ini.


(14)

Dalam kegiatan Pasar Tradisional Keberadaan pedagang kaki lima sebagai pelaku kegiatan ekonomi marginal (marginal economic activities), biasanya memberikan kesan yang kurang baik terhadap kondisi fisik kota. Misalnya kesemrawutan, jalanan macet, kumuh dan lain sebagainya. Kondisi ini menjadi alasan utama bagi pemerintah untuk melakukan penggusuran ruang publik kaum marginal. Pada akhirnya akan mematikan sektor perekonomian, sosial, politik dan budaya mereka. Kaum marginal menjadi kelompok yang dimarjinalkan dan teralienasi dari kahidupan, inilah gambaran dari kebijakan yang tidak memihak pada masyarakat sipil.

Adapun sisi positif mengenai Pedagang kaki lima (Pedagang Kaki Lama) yang menarik, yaitu aktivitas tawar menawar yang secara nyata bersifat komunikatif dengan interelasi antara PKL dengan konsumennya yang tidak dapat ditemukan pada pelaku ekonomi lainnya (Alisjahbana, 2005: 64-100). Selain sisi positif tersebut PKL selalu menjadi isu strategis, dimana dalam Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) belum terdapat wadah bagi PKL sehingga PKL ini memanfaatkan ruangruang publik (trotoar, taman, pinggir badan jalan, kawasan tepi sungai dan diatas saluran drainase) yang mengakibatkan ruang publik tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh pengunanya dengan baik (Soetomo dalam Widjayanti, 2000).

Akibat kegiatan Pedagang Kaki Lima yang tidak teratur, ruang dan tempat aktivitasnya dengan tampilan bentuk wadah fisik yang beragam sering dianggap merusak kawasan dan wajah fisik suatu lingkungan kota yang sudah dibangun dengan rapi,


(15)

penampilan kota menjadi tidak teratur dan kumuh sehingga menurunkan nilai estetika kota. Terganggunya sendi-sendi kegiatan kota akibat berkembangnya kegiatan PKL yang tidak tertata menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan kota dan juga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi kawasan tersebut. Penggunaan ruang aktivitas PKL yang tidak sebagaimana mestinya, seperti di trotoar mengakibatkan terganggunya sirkulasi pejalan kaki, pemanfaatan badan jalan menimbulkan kemacetan lalulintas, pemanfaatan di tepi sungai atau ruang di atas saluran drainase oleh PKL dapat mengakibatkan terganggunya aliran air.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah sering melakukan penertiban dan penggusuran, namun kembali beraktivitas di lokasi yang semula. Upaya penertiban dan penggusuran juga telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dengan menyediakan lokasi tempat beraktivitas yang telah ditentukan (relokasi) namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil karena PKL tumbuh beraktivitas kembali di lokasi semula. Hal tersebut dikarenakan para PKL beranggapan bahwa relokasi selalu bersifat represif bukan bersifat memfasilitasi ataupun melindungi keberadaan mereka. Dengan adanya relokasi ini mereka berharap mendapatkan tempat usaha yang strategis dan membuat kehidupan mereka lebih terjamin, namun pada kenyataannya dengan relokasi ini mereka lebih sengsara dan dagangannya tidak laku karena keberadaannya di lokasi yang baru hanya menjadi jauh dengan konsumennya (Alisyahbana, 2005: 8). Bagi PKL strategi yang tepat digunakan untuk menata sektor informal adalah membuat konsep yang jelas, terarah, dan terukur.

Dengan beberapa masalah yang telah dipaparkan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Pasar Tradisional Meranti yang telah direlokasikan


(16)

pemerintah karena adanya pembangunan jalan baru. Pasar meranti ini telah berdiri sejak tahun 1967 dan telah memberikan kontiribusi yang cukup banyak untuk masyarakat yang berada di sekitar pasar tersebut, khususnya para pedagang di Pasar Meranti. Pasar ini terletak tepat disamping Perumahan Merbau Mas dan Pusat Perbelanjaan Plaza Medan Fair, dapat dikatakan keberadaan Pasar Tradisonal ini berada dalam lokasi yang cukup strategis tepatnya berada di Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah.

Pemerintah Kota Medan merencanakan pembangunan jalan Alternatif untuk mengurangi kemacetan jalan Pada Tahun 2004 Arus Jalan Jend.Gatot Subroto berubah menjadi satu arah. Gang Warga Merupakan objek Pembangunan jalan baru, dimana akan dilaksanakan pembuatan jalan baru dan pelebaran jalan.

Pasar Meranti direlokasikan karena keberadaan Pasar Tradisonal ini berada di Gang.Warga, yaitu lokasi yang menjadi objek pembangunan dan pelebaran jalan. Relokasi Pasar Meranti yang berada di Gang.Warga juga sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan tahun 1993 mengenai larangan berjualan diatas badan jalan, parit, dan fasilitas umum lainnnya seperti jembatan. Pasar Meranti Merupakan Pasar yang berada diatas parit dan badan jalan Gang Warga, sehingga Pemerintah Kota melakukan Relokasi demi Penertiban dan meningkatkan nilai estetika kota.

Relokasi Pasar Meranti menuai protes dari para pedagang yang berjualan di Pasar Tradisional Meranti. Para Pedagang tidak mau direlokasikan ke Pasar yang baru yang telah disediakan oleh Pemerintah. Pedagang yang telah direlokasikan ke Pasar Meranti baru kembali ke lokasi semula. Saat ini Pasar Meranti baru telah beroperasi, namun tidak semua pedagang dari Pasar Meranti pindah ke Pasar yang baru, karena sebagian


(17)

Pedagang masih ada yang tetap bertahan berjualan di badan Jalan Meranti. Mereka bertahan tidak mau pindah. Dalam hal relokasi ini, sikap Pemerintah juga tidak tegas terhadap para pedagang yang kembali ke lokasi semula, ada dua pasar dalam satu daerah yang sama. sehingga dagangan para pedagang di lokasi yang baru kurang laku dan akibatnya, pedagang di Pasar M.Idris ( lokai pasar baru) Mengeluh karena banyak yang mengalami penurunan pendapatan. Masyarakat sekitar lebih memilih untuk belanja ke Pasar Meranti yang berada di pinggir Jalan Meranti yang didirikan dengan menggunakan tenda-tenda darurat karena lokasinya yang strategis. adapun dampak lainnya adalah kemacetan jalan diakibatkan oleh aktivitas para pedagang yang kembali berjualan ke lokasi semula. Dan berangkat dari berbagai permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut lagi mengenai hal Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, yang sangat signifikan untuk dapat memulai penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat dilaksanakan penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas dimana harus dimulai, kemana harus pergi dan dengan apa ( Arikunto, 1996:19 )

Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

a) Bagaimana proses Relokasi Pasar Tradisonal Meranti dan Pembangunan Jalan baru ?


(18)

b) Apakah proses Relokasi Pasar Tradisonal Meranti dan Pembagunan Jalan baru sudah sesuai dengan prinsip pembangunan yang Partisipatif dan Berkelanjutan? c) Bagaimana Kondisi Sosial Ekonomi pedagang dan masyarakat akibat Relokasi

Pasar Tradisonal Meranti dan Pembangunan Jalan baru ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui bagaimana proses Relokasi Pasar Meranti dan Pembagunan Jalan baru, Pembangunan yang Partisipatif dan Berkelanjutan serta dampak yang ditimbulkan oleh Relokasi Pasar Tradisonal Meranti dan Pembangunan Jalan baru.

1.4 . Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa: 1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada peneliti dan juga kepada pembaca mengenai proses Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru dan bermanfaat dalam pengembangan teori ilmu-ilmu sosial khususnya pada mata kuliah Sosiologi Pembangunan . Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang memerlukannya.


(19)

1.4.2. Manfaat praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis melalui penelitian ini, menambah referensi dari hasil penelitian dan juga dijadikan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mengetahui lebih dalam lagi terkait dengan penelitian sebelumnya. Dan juga dapat memberikan sumbangan kepada para pedagang yang berada di Pasar Meranti Lama dan Pasar Meranti baru serta kepada Pemerintah sebagai pengambil keputusan untuk bisa membuat peraturan yang lebih baik lagi kedepannya.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Keberadaan Pedagang Kaki Lima Sebagai Salah Satu Bentuk Sektor Informal

Sektor informal dianggap sebagai manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah perkotaan. Mereka yang memasuki kegiatan usaha berskala kecil di kota, bertujuan mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan (Pramono, 2003:25). sektor informal merupakan pilihan yang paling rasional dan mudah dimasuki bagi kaum marginal, untuk bertahan hidup di kota (economical survive strategy) yang bukan hanya sekedar kompetitif, tetapi membutuhkan tingkat pendidikan dan keterampilan tertentu.

Sektor ekonomi informal diperkotaan merupakan klaster masyarakat yang cukup rentan terkena imbas dari berbagai kebijakan. Pada umumnya sektor ini merupakan ruang terbuka bagi kelompok marjinal kota untuk mempertahankan dan melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi.

Sektor informal kerap dianggap tidak memiliki masa depan. Ketika sektor ini didefinisikan dalam pengertian sektor yang kurang mendapat dukungan pemerintah, tidak tercatat secara resmi, dan beroperasi diluar aturan pemerintah, secara otomatis dukungan pemerintah akan diarahkan untuk mengformalisasi sektor ini. Pendekatan ini juga berasumsi bahwa satu-satunya hambatan sektor informal untuk tumbuh adalah sikap


(21)

negatif dari pemerintah terhadap sektor ini. Oleh karena itu, dukungan pemerintah dianggap bisa menjadi jaminan sukses (Bromley,1979).

Salah satu sektor informal dalam sektor perdagangan adalah Pedagang Kaki Lima (PKL), dimana dalam aktivitasnya dimungkinkan terjadinya mobilitas vertikal pada peningkatan taraf hidup, sehingga kegiatan sektor informal bukan lagi sekedar aktivitas untuk bertahan hidup. Keberadaan sektor ini mampu mengangkat stratifikasi sosial pelaku (Mustofa dalam Alisjahbana,2005:13).

PKL merupakan korban dari langkanya kesempatan kerja yang produktif di kota. PKL dipandang sebagai suatu jawaban terakhir yang berhadapan dengan proses urbanisasi yang berangkai dengan migrasi desa-kota yang besar, perkembangan kota, pertambahan penduduk yang pesat, pertumbuhan kesempatan kerja yang lambat dalam sektor industri dan persiapan teknologi impor yang padat modal dalam keadaan kelebihan tenaga kerja (Bromley dalam Alisjahbana, 2005:35).

Dalam melaksanakan aktivitasnya ini pada dasarnya PKL memiliki unsur kreativitas yang terlihat pada pemilihan lokasi, penentuan waktu dagang serta penyediaan entitas dan variasi barang dagangan yang dijajakan. Selain itu, mereka juga kreatif dalam menciptakan jaringan usaha, menarik pembeli, mendekati pelanggan, dan memuaskan pelanggan dengan harga yang murah serta kualitas barang yang tidak begitu mengecewakan. Dengan demikian pada dasarnya PKL berjasa terutama bagi masyarakat perkotaan menengah ke bawah, antara lain dalam mendistribusikan barang dan jasa dengan harga terjangkau. Selain unsur kreativitas tersebut, dimensi kerakyatan juga tercermin dalam aktivitas PKL ini.


(22)

Adapun Permasalahan dalam PKL dibagi menjadi masalah eksternal dan internal. Masalah eksternal: banyaknya pesaing usaha sejenis, sarana dan prasarana perekonomian yang tidak memadai, belum adanya pembinaan yang memadai, keterbatasan mengakses kredit. Masalah internal: kelemahan dalam struktur permodalan, organisasi dan manajemen, keterbatasan komoditi yang dijual, minimnya kerjasama usaha, rendahnya pendidikan usaha dan kualitas SDM (Firdausy,1995).

Ciri-ciri dan permasalahan yang dihadapi PKL di empat kota ini tidak banyak berbeda dengan temuan di beberapa studi lainnya (Moir 1978; Sasono 1989; Sethuraman 1989; Ekasari 1993). Hal ini membuktikan bahwa dalam rentang waktu lebih dari 10 tahun, kebijakan dan program pemerintah masih belum mampu mengatasi berbagai masalah yang dialami sektor informal PKL.

Ketidakberhasilan kebijakan dan program pemerintah dalam mengembangkan PKL terkait dengan berbagai hal, seperti :

(1) pendekatan pemerintah yang masih bersifat “supplyside” oriented (pengaturan, penataan, dan bantuan terhadap PKL dilakukan tanpa melakukan komunikasi dan kerjasama dengan PKL sendiri),

(2) pelaksanaan kebijakan/program bagi PKL sarat dengan keterlibatan berbagai aparat pembina.

(3) penertiban dan pengendalian PKL lebih didasari pada adanya keterlibatan pemerintah dalam pelaksanaan proyek daripada semangat membangun sektor informal sebagai salah satu basis perekonomian rakyat (Sethuraman 1989; Sasono 1989).


(23)

(4) sedikitnya PKL yang pernah mengikuti pembinaan usaha karena kurangnya sosialisasi pemerintah mengenai program ini, dan penolakan relokasi.

2.2. Dilematis Pasar Tradisonal antara Pembangunan dan Penggusuran

Pembangunan fisik biasanya menjadi prioritas utama dalam berbagai program pembangunan yang dilakukan. Sehingga berimplikasi pada tidak humanisnya suatu program pembangunan. Membangun dan menggusur menjadi dua hal yang tak terpisahkan dalam perkembangan kota dewasa ini.

Pembangunan melalui penggusuran merupakan sebuah kebijakan yang tidak memperhatikan kaum marginal sebagai warga Negara yang berhak dilindungi. Sepertinya pembangunan dalam perspektif konvensional masih mendominasi berbagai kebijakan yang menyangkut kaum marginal saat ini. Walaupun pembangunan tipe itu sudah tidak relevan diterapkan dewasa ini.

Sektor informal kini menjadi kebijakan eksplisit dalam pembangunan Nasional, yang mana sektor informal diharapkan dapat berperan sebagai katup penyelamat dalam menghadapi masalah lapangan kerja bagi angkatan kerja yang tidak dapat terserap dalam sektor modern/formal. Salah satu wujud dari sektor informal adalah kegiatan Pedagang Kaki Lima, kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan oleh kegiatan formal yang mana kegiatan mereka sering menimbulkan gangguan terhadap lingkungannya dan sering dipojokkan sebagai penyebab timbulnya berbagai permasalahan. (http://faozangea.blogspot.com/2009/09/deskripsi-masalah-implementasi diakses pada hari Kamis 07-01-2011 15.45)


(24)

Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) pada saat ini memiliki permasalahan yang sangat dilematis. Hal ini disebabkan karena pada satu sisi PKL mampu mengatasi masalah pengangguran secara keseluruhan, namun disisi lain PKL mengakibatkan terganggunya aspek ketertiban umum yang menjadi salah satu syarat ideal suatu kota (Kurniadi dan Tangkisilan, 2006:1). Fenomena PKL sebagai suatu pekerjaan penting dan khas dalam sektor informal memberikan konsekuensi bagi Pemerintah Kota untuk dapat melaksanakan ketentuan yang berlaku untuk menjamin tertibnya kota.

Saat ini sektor informal di daerah perkotaan menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Membengkaknya sektor informal memiliki kaitan dengan berkurangnya sektor formal dalam menyerap pertambahan tenaga kerja di kota. Disisi lain pertambahan angkatan kerja sebagai akibat migrasi ke kota lebih pesat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Akibatnya terjadi pengangguran terutama di kalangan usia muda dan terdidik, yang diikuti membengkaknya sektor informal (Effendi, 1988:2)

PKL sebagai sektor informal perkotaan tumbuh tanpa terencana dan memiliki bentuk serta keragaman jasa pelayanannya, membuat karakter PKL menjadi beragam pula masalah yang timbul di wilayah berdagangnya. Setiap PKL akan memiliki tingkat gangguan berbeda terhadap kepentingan publik bilamana dia menetap ataupun bilamana PKL berpindah-pindah tempat. Permasalahan umum yang terjadi di negara berkembang seperti di Indonesia adalah bahwa sektor informal seperti PKL sering tidak diperhitungkan atau terpinggirkan dalam penataan ruang, sehingga seringkali PKL tidak memiliki alokasi ruang khusus yang mengakibatkan PKL sering berbenturan dengan ruang publik.


(25)

2.3. Kebijakan Pemerintah Kota Medan Terkait dengan Pedagang Kaki Lima

Pemko Medan melakukan penataan pedagang kaki lima (PKL) sesuai peraturan daerah (Perda) Kota Medan nomor 31 tahun 1993 dan Undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang pemakaian badan jalan, trotoar dan diatas parit tidak boleh dibangun. Ketentuan dalam beberapa pasal pada Perda No 31 Tahun 1993 terkesan kaku dan berpihak hanya pada pemerintah kota seperti yang terlihat dalam pasal 3 yang berbunyi:

“Stand, kios atau bangunan Pemerintah Daerah baik yang pembangunannya dibiayai oleh Pemerintah Daerah maupun swadaya masyarakat yang berada di dalam kompleks pasar milik Pemerintah Daerah yang digusur, ditertibkan, dibongkar guna peremajaan Pasar atau Kota dan penertiban lainnya tidak akan diberian ganti rugi dalam bentuk apapun kepada penyewa dengan ketentuan kepada penyewa diberikan prioritas untuk memperoleh tempat berjualan di lokasi atau tempat yang diremajakan atau tempat lain yang dihunjuk oleh pemerintah daerah”.

Di kota Medan penerapan peraturan daerah No.31.Tahun 1993 tentang Pemakaian Tempat Berjualan, belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Dimana para pedagang khususnya PKL sangat menentang keberadaan ketentuan peraturan peraturan tersebut, sehingga sebagian besar para PKL minta ditinjau kembali. Ketidaktegasan pemerintahan kota Medan dalam mengatur peruntukan ruang bagi para PKL menyebabkan para pedagang yang berjualan di tempat yang strategis dan potensial akan mengganggu ketertiban umum. Bilamana tim penertiban datang maka PKl tersebut melarikan diri, tetapi bila mana penertiban telah berlalu maka para pedagang kembali lagi melakukan


(26)

aktivitasnya. Usaha kecil merupakan bagian integral dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan pembanguan nasional dan pembangunan ekonomi. Usaha kecil adalah usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi dalam peningkatan masyarakat.serta mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya (Limbong, 2005).

2.4. Dimensi Sosial Budaya Terkait dengan Permasalahan Pedagang Kaki Lima Para PKL adalah aset, sehingga sumberdaya manusia tersebut harus diberdayakan sesuai dengan kemampuannya. Selama ini para PKL tumbuh dan berkembang semat-mata hanya karena inisiatif dari pedagang sendiri. Hal tersebut dapat disebabkan karena interaksi social antara para PKL denhgan Pemerintah Kota tiak berjalan dengan baik.Suatu interaksi sosial terjadi apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:

a. adanya kontak sosial (social contact) b. adanya komunikasi.

Kontak sosial dapat saja terjadi antara pihak Pemerintah Kota Medan dengan para PKL dimana para pedagang yang melakukan aktivitasnya di pasar tetapi mendapat tanggapan yang negatif dari pihak Pemko. Disamping itu, komunikasi diantara PKL dan pihak Pemko juga tidak sesuai dengan yang diharapkan.Pemerintah Kota tidak mampu membaca kehendak para PKL dan demikian juga dengan sebaliknya sehingga kedua belah pihak hanya bersikukuh pada keinginan masing-masing.Hal ini menyebabkan tidak berlangsung suatu interaksi sosial yang baik.


(27)

Sebagaimana disadari bahwa para PKL umumnya banyak berasal dari kelompok yang kurang mendapat pendidikan yang baik dan kurang terampil, tidak mempunyai pengetahuan hukum dan kesadaran terhadap ketertiban lingkungan yang cukup, serta miskin sehingga wajar bilamana interaksi sosial antara pihak Pemerintah Kota dengan PKL tidak memberikan hasil yang memuaskan. Apalagi kondisi ekonomi pun belum dapat memulihkan ekonomi masyarakat bahkan jumlah pengangguran cenderung semakin meningkat. Hal ini merupakan potensi yang akan mengancam kerawanan sosial misalnya pencurian dan perampokan. Oleh karena itu, penciptaan lapangan kerja melalui sektor informal terutama PKL harus mendapat respon yang positif dari Pemerintah Kota.

Kebijakan pemerintah yang melarang keberadaan sektor informal justru berpotensi menimbulkan kerawanan politik dan sosial. Hoebel dan Lywllyn menyatakan bahwa hukum mempunyai fungsi yang penting demi keutuhan masyarakat,yaitu;

a. menetapkan hubungan antara para warga masyarakat dengan menetapkan perilaku mana yang dipebolehkan dan mana yang dilarang;

b. membuat alokasi wewenang (authority) dan menentukan dengan seksama pihak-pihak yang secara sah dapat melakukan paksaan dengan sekaligus memilih sanki-sanksi yang tepat dan efektif;

c. penyelesian perselisihan;


(28)

2.5. Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan Pembangunan yang Pertisipatif dan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi, 2004 Menurut Munasinghe 1993), pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tujuan utama, yaitu:

1. tujuan ekonomi (economic objective) 2. tujuan ekologi(ecological objective) dan 3. tujuan sosial (social objective).

Ketiga indikator dari pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu kesatuan tujuan yang harus diperhatikan oleh pengambil kebijakan.

Dalam suatu pembangunan yang berkelanjutan, Setiap kebijakan memiliki efek atau dampak bagi pedagang kaki lima itu sendiri dan juga bagi lingkungan. Dua kriteria yang digunakan yaitu internal dan eksternal. Internal yaitu bagaimana dampak terhadap PKL dalam hal peningkatan ekonomi, rasa keadilan dan eksternal yaitu bagaimana keterkaitannya dengan lingkungan.

Adapun Dampak yang muncul pasca relokasi Pasar, yaitu terbagi menjadi tiga sub dampak yaitu ; pertama dampak sosial ekonomi, kedua sosial budaya dan ketiga dampak terhadap lingkungan.

Adapun dampak sosial ekonomi dan sosial budaya yang bersifat positif yaitu 1. meningkatnya kelayakan dan kenyamanan usaha


(29)

2. terbukanya kesempatan kerja

3. perubahan status PKL menjadi pedagang legal

4. menurunnya budaya premanisme (keamanan pasar stabil).

Adapun dampak sosial ekonomi dan sosial budaya yang bersifat negatif yaitu : 1. menurunnya modal dan pendapatan

2. meningkatnya biaya operasional

3. menurunnya aktivitas pasar (produksi, distribusi dan konsumsi), 4. melemahnya jaringan sosial (pelanggan)

5. menurunnya kesempatan pedagang untuk ikut dalam kelompok kelompok sosial nonformal.

Dampak terhadap lingkungan memberikan implikasi yang positif yaitu 1. tertatanya lingkungan dengan baik

2. pengolahan limbah pasar

3. penghijauan sekitar pasar reloksi, sehingga lingkungan pasar menjadi asri dan tidak terlihat kesan kumuh (ramah lingkungan).

Kebijakan mengenai relokasi pasar jika dikaitkan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan maka kebijakan tersebut tidak dapat digolong sebagai kebijakan pembangunan berkelanjutan, karena dari tiga syarat hanya satu syarat yang terpenuhi yaitu ramah lingkungan (environmental protection) atau tidak terjadinya degradasi lingkungan. Sebaliknya peningkatan ekonomi (economic growth) dan keadilan (social equity) tidak terpenuhi.


(30)

Pentingnya proses pelibatan masyarakat marjinal dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif bagi pengembangan kapasitas masyarakat. Melalui proses ini telah terjadi alih dan akumulasi pengetahuan serta meningkatnya perasaan memiliki atas hasil yang diperoleh dan budaya berdiskusi. (Handayani, 2006) pada saat itu partisipasi masyarakat lebih sebagai jargon pembangunan, dimana partisipasi lebih diartikan pada bagimana upaya mendukung program pemerintah dan upaya-upaya yang pada awal dan konsep pelaksanaanya berasal dari pemerintah. Berbagai keputusan umumnya sudah diambil dari atas, dan sampai ke masyarakat dalam bentuk sosialisasi yang tidak bisa ditolak. Sejalan dengan dikedepankannya prinsip tata pemerintahan yang baik terutama di tingkat Kabupaten/Kota, maka konsep perencanaan pembangunan partisipatif mulai digagas dan dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia

Keterlibatan dalam sektor informal lebih akibat keterpaksaan daripada pilihan (Hugo) karena tekanan dari sistem ekonomi yang tidak memberi tempat bagi mereka yang kurang berpendidikan dan ketrampilan . Terkait dengan partisipasi politik, pelaku sektor informal lebih dianggap sebagai obyek ketimbang partisipan. Padahal mereka merupakan sumber daya politik dan ekonomi. Sebagai sumber daya politik, mereka kerap dijadikan obyek yang dikendalikan oleh organisasi massa yang berafiliasi dengan partai pemerintah. Melalui cara ini, pemerintah melakukan kontrol terhadap kelompok-kelompok yang dianggap berpotensi menimbulkan konflik dan masalah keamanan. Oleh karena itu, kaum informal hampir tidak pernah bisa memanfaatkan sumber daya politiknya. Sedangkan sebagai sumber daya ekonomi terkait dengan ketersediaan tenaga kerja yang murah. Hal ini dapat dilihat sebagai bentuk eksploitasi. Sebagai perbandingan, (Rachbini dan Hamid, 1994)


(31)

Dengan adanya pembangunan pertisipatif dan berkelanjutan memungkinkan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang memperhatikan kaum marjinal, tanpa mengabaikan aspek lingkungan. Dalam pembangunan partisipatif masyarakat tidak hanya menjadi objek pembangunan dan penerima kebijakan, tetapi juga sebagai pengambil keputusan. Diharapkan dengan pembangunan yang partisipatif dapat menciptakan peraturan yang kondusif dan menghasilkan kebijakan yang tetap bertolak ukur pada ketiga indikator pembangunan berkelanjutan. Dan pembangunan yang partisipatif dan berkelanjutan juga dapat meminimalisir permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh PKL.

2.6 Efektivitas Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima

Meskipun pentingnya peranan Pedagang Kaki Lima dalam penyerapan tenaga kerja, kenyataannya tindakan pemerintah kota tampaknya bertentangan dengan pengakuan akan pentingnya peranan sektor ini. Demikian pula perencana kota masih memandang secara ambigu terhadap sektor ini. Bagi kebanyakan perencana dan penentu kebijakan kota, pelaku sektor informal, terutama PKL, dan kawasan kumuh perkotaan, adalah gangguan terhadap keindahan dan keteraturan kota. Pandangan modernis ini justru sering sejalan dengan pandangan golongan masyarakat atas dan menengah.

Perlu saatnya para perencana dan penentu kebijakan kota memikirkan alternatif-alternatif lain dalam memandang persoalan PKL dan kawasan kumuh ini. Pandangan alternatif ini antara lain seperti yang diungkapkan oleh Sandercock (1998) bahwa perencanaan kota seharusnya dapat mengenali suara kelompok-kelompok yang berbeda di dalam masyarakat. Kita dapat berspekulasi bahwa pemecahan akar persoalan


(32)

tumbuhnya kawasan kumuh dan pedagang kaki lima terletak di pedesaan (dan dengan demikian kebijakan tutup pintu diberlakukan supaya orang-orang tidak bermigrasi dari desa ke kota), akan tetapi tetap penting untuk mengenali bahwa kota adalah milik kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Pelaku sektor informal, termasuk PKL, adalah

bagian yang tak terpisahkan dari sebuah kota.

diakses pada hari kamis 06-01-2010 pukul 16.10 WIB)

Penggusuran ataupun lebih dikenal dengan relokasi bukanlah merupakan jalan keluar yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan PKL. Munculnya penggangguran adalah efek langsung penggusuran ini, karena pedagang eks PKL ini kehilangan pekerjaannya untuk menghidupi keluarga. Dan ini menjadi permasalahan baru yang harus difikirkan bagaimana solusinya, dan penggusuran ini hanya merupakan solusi sementara. Karena meskipun para pedagang kaki lima tidak kembali berjualan ke lokasi semula, karena masih dalam penjagaan Satpol PP, maka PKL tersebut membuka di tempat yang baru lagi.

Keberadaan PKL merupakan kegagalan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi warga negaranya. Padahal seperti yang tercantum dalam kovenan ekosob, hak untuk mendapatkan pekerjaan adalah salah satu hak asasi manusia yang

wajib dipenuhi oleh negara.


(33)

2.7. Pembangunan Jalan

Sektor pembangunan mendasar adalah pembangunan infrastruktur jalan raya, rencana pembangunan dan peningkatan ruas jalan yang ada. Pembangunan jalan secara umum menjadi sangat penting, mengingat jalan raya bagian dari sistem transportasi darat yang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan di berbagai sektor kehidupan masyarakat.

Pembangunan jalan sangat diperlukan untuk menopang pelaksanaan pembangunan di bidang lain, yang ditujukan untuk keseimbangan dan pemerataan pelaksanaan pembangunan serta pengembangan wilayah. Pembangunan jalan diperlukan dalam rangka pembentukan pola tata ruang dan struktur ruang. Pembangunan jalan baru akan membuka pergerakan ekonomi, menambah peluang kerja bagi masyarakat. Pembebasan tanah dengan harga tanah yang tinggi sekitar projek pembangunan jalan baru.

2.8. Teori Fenomenologi

Menurut Smith fenomenologi adalah sebuah upaya untuk memahami kesadaran sebagaimana dialami dari sudut pandang orang pertama. Secara literal fenomenologi adalah studi tentang fenomena, atau tentang segala sesuatu yang tampak bagi kita di dalam pengalaman subyektif, atau tentang bagaimana kita mengalami segala


(34)

sesuatu di sekitar kita. Setiap orang pada dasarnya pernah melakukan praktek fenomenologi.

Dengan demikian fenomenologi adalah upaya untuk memahami kesadaran dari sudut pandang subyektif orang terkait. Pendekatan ini tentu saja berbeda dengan pendekatan ilmu pengetahuan saraf (neuroscience), yang berusaha memahami cara kerja kesadaran manusia di dalam otak dan saraf, yakni dengan menggunakan sudut pandang pengamat. Neurosains lebih melihat fenomena kesadaran sebagai fenomena biologis. Sementara deskripsi fenomenologis lebih melihat pengalaman manusia sebagaimana ia mengalaminya, yakni dari sudut pandang orang pertama.

Fenomenologi berusaha memahami budaya lewat pandangan pemilik budaya atau pelakunya. Menurut paham fenomenologi, ilmu bukanlah values free, bebas nilai dari apa pun, melainkan values bound, memiliki hubungan dengan nilai. Dalam penelitian budaya, perkembangan pendekatan fenomeno-logi tidak dipengaruhi secara langsung oleh filsafat fenomenologi, tetapi oleh perkembangan dalam pendefinisian konsep kebudayaan. Dalam hal ini, fenomenolog Edmun Husserl (Muhadjir, 1998:12-13) menyatakan bahwa obyek ilmu itu tidak terbatas pada yang empirik (sensual), melainkan mencakup fenomena yang tidak lain terdiri dari persepsi, pemikiran, kemauan, dan keyakinan subyek yang menuntut pendekatan holistik, mendudukkan obyek penelitian dalam suatu kontsruksi ganda, melihat obyeknya dalam suatu konteks natural, dan bukan parsial. Karena itu dalam fenomenologi lebih menggunakan tata pikir logik daripada sekedar linier kausal. Tujuan penelitian fenomenologi budaya adalah ke arah membangun ilmu ideografik budaya itu sendiri.


(35)

Metode kualitatif fenomenologi berlandaskan pada empat kebenaran, yaitu kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etik, dan kebenaran empirik transenden. Atas dasar cara mencapai kebenaran ini, fenomenologi menghendaki kesatuan antara subyek peneliti dengan pendukung obyek penelitian.

Keterlibatan subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami menjadi salah satu ciri utama. Hal tersebut juga seperti dikatakan Moleong (1988:7-8) bahwa pendekatan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.

Peneliti fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti menge-tahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti. Maka dari itu, inkuiri dimulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang diteliti. Yang ditekankan adalah aspek subyek dari perilaku orang.

Reza A.A Wattimena diakses pada hari Senin 07 Februauri 2011

2.9. Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah definisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala. Disamping mempermudah dan memfokuskan penelitian konsep juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindaklanjuti kasus tersebut serta menghindari


(36)

timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian. Definisi konsep merupakan unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti (Singarimbun, 1999:33)

Beberapa konsep yang dibatasi dengan pendefinisiannya secara operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2. Relokasi adalah pemindahan kelokasi yang baru

3. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan 4. Sektor Informal merupakan kegiatan ekonomi yang selama ini lolos dari pencacahan,

pengaturan dan perlindungan pemerintah, tetapi mempunyai makna ekonomi dengan karakteristik kompetitif, padat karya, memakai input danteknologi lokal, serta beroperasi atas dasar pemilikan sendiri oleh masyarakat lokal, serta beroperasi atas dasar pemilikan sendiri oleh masyarakat.

5. Pembangunan yang Pertisipatif adalah pembangunan yang melibatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan bukan sebagai objek kebijakan.

6. Pembangunan yang Berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek peneliti penelitian kwalitatif juga diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati (Moleong, 2006).

Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang menelahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensi. Studi kasus bisa dilakukan terhadap individu juga bisa dilakukan terhadap kelompok (Faisal, 2007;22). Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus. Studi kasus lebih menekankan mengkaji variabel yang cukup banyak pada jumlah unit yang keci (Nazir.2005;57).

3.2 Lokasi Penelitian

Peneltian ini dilakukan di Pasar Tradisional Meranti Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini dikarenakan


(38)

relokasi Pasar Tradisional Meranti dan Pembangunan Jalan Baru terjadi di tempat tersebut, dan penulis juga berada di lokasi tersebut.

3.3. Unit Analisis Dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut Unit of Analysis. Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial, dan tingkat pengahsilan. Ada sejumlah unit analisis yang lajim digunakan pada kebanyakan penelitian social yaitu: individu, kelompok, organisasi, social, artefak. Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1992:2).

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berada di sekitar lokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru, para pedagang di lokasi Pasar Meranti lama dan Pasar Meranti baru, serta Pengelola PD.Pasar dan Dinas Tata Kota.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun yang menjadi informan yang menjadi subjek penelitian ini, dibedakan menjadi


(39)

dua jenis yaitu: informan kunci dan informan biasa yang dapat mendukung penelitian. Maka dalam penelitian ini informan terbagi dua yaitu:

1. Infoman kunci

Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah para pedagang yang berjualan di Pasar Meranti lama dan Pasar Meranti Baru, serta pihak PD.Pasar. adapun jumlah dari para pedagang yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah 10 orang pedagang, yang diantaranya adalah 5 orang pedagang yang berada di Pasar Meranti Baru dan 5 orang yang berada di Pasar Meranti Lama, baik pedagang yang telah direlokasikan, pedagang telah kembali ke lokasi semula, dsb. Adapun informan kunci lainnya dalam penelitian ini adalah Pengelola PD.Pasar yang berkantor di Pasar Meranti baru yang menjabat sebagai kepala pengelola PD.Pasar di Pasar Meranti Baru yang bernama Bapak Matondang.

2. Informan biasa

Yang menjadi informan biasa adalah masyarakat yang tinggal berada di sekitar Pasar Meranti. Adapun masyarakat yang diwawancarai adalah masyarakat yang bertempat tinggal disekitar lokasi Pasar Meranti Lama dan Pembnagunan Jalan Baru, yaitu mulai dari Gang.Warga yang berbatasan dengan JL.Gatot Subroto sampai dengan Gang.Warga yang berbatasan dengan Jalan.Meranti. adapun jumlah dari warga yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah berjumlah 5 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(40)

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara:

a. Wawancara Mendalam

Metode wawancara biasa disebut juga metode interview. Metode wawncara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawncara mendalam (dept interview). Wawancara mendalam yang dimaksudkan adalah percakapan yang sifatnya luwes, terbuka, dan tidak baku. Intinya adalah, peneliti akan mengadakan pertemuan yang berulang kali secara langsung dngan informan, dengan harapan informan dapat mengungkap informasi atau data yang diharapkan dengan datanya sendiri.

b. Observasi

Observasi atau pengamatan yaitu kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat Bantu utamanya selain panca indera lainnya seperti telinga, penciuman mulut, dan kulit. Oleh karena itu obseravi adalah kemampuan


(41)

seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera yang lainnya (Bungin, 2007;115).

Dalam penelitian ini peneliti mengadakan pengamatan langsung dilapangan. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, dan tindakan orang. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.

3.4.2 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder yaitu bdengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari beberapa literature dianttaranya adalah : buku buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet, yang dianggap revelan dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkap data yang diharapkan, membantu memberi keterangan sebagai pelengkap dan bahan pembanding ( Bungin,2001;129).

3.5. Tekhnik Interpretasi data

Analisis data mengharuskan mengharuskan peneliti merasa nyaman dengan kategori mengembangkan dan membuat perbandingan serta perbedaan. Analisis data juga mensyaratkan bahwa peneliti terbuka untuk kemungkinan dan melihat pertentangan atau penjelasan alternatif untuk penemuan juga, kecenderungannya adalah untuk peneliti


(42)

pemula untuk mengumpulkan lebih banyak informasi daripada yang dapat mereka kelola atau kurangi menjadi analisis yang penuh makna.

Dalam analisa data kualitatif ada beberapa langkah yang dapat membantu pengembangan analisa data yaitu;

1. menyarankan dalam rencana analisis data yang akan dilakukan sebagai suatu kegiatan secara bersamaan dengan pengumpulan data, interpretasi data, dan menulis laporan narasi.

2. menunjukkan bagaimana proses analisis kualitatif akan didasarkan pada data pengurangan dan penafsiran

3. menyebutkan rencana untuk mewakili informasi dalam matriks. Hal ini menunjukkan hubungan antara kategori informasi, kategori informan, tempat, variable demografi, urutan waktu informan, urutan peran, dan banyak kemungkinan lainnya.

4. mengidentifikasi prosedur pengkodean untuk digunakan dalam mengurangi informasi untuk tema atau kategori. Peraturan fleksibel mengatur bagaimana orang pergi tentang memilah-milah transkripsi wawancara, pengamatan catatan, dan materi visual.

3.6. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh peneliti adalah terbatasnya waktu dan materi


(43)

yang dimiliki oleh peneliti. Di pihak lain peneliti juga harus dapat memanfaatkan waktu seminimal mungkin untuk mendapatkan data yang maksimal, hal ini dikarenakan pasar tradisional mulai beraktivitas pada pukul 06.00 s/d siang hari, namun pada realitanya aktivitas pedagang pada jam 12.00 siang sudah sepi. Hal ini juga disertai dengan padatnya kegiatan informan yang harus menjual barang dagangannya kepada pembeli, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan situasi yang kondusif dalam melakukan wawancara.

Di samping itu konflik yang telah terjadi akibat adanya Relokasi Pasar Meranti membuat kondisi para pedagang semakin sulit untuk diwawancarai dan dimintai keterangan. Tingkat sensitif pedagang menjadi sangat tinggi ketika ditanyai mengenai prihal pemindahan pasar dan permasalahannya. Dalam situasi tersebut peniliti harus benar-benar meyakinkan bahwa tujuan penelitian ini tidak diperuntukan bagi pemerintah ataupun dinas terkait lainnya melainkan penelitian ini murni untuk keperluan studi.


(44)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL INFORMAN

4.1. Nilai Historis Pasar Meranti

Pasar Tradisional Meranti telah berdiri sejak tahun 1967 dan telah memberikan kontiribusi yang cukup banyak untuk masyarakat yang berada di sekitar pasar tersebut, khususnya para pedagang di Pasar Meranti. Pada umumnya yang menjadi pedagang di Lokasi Pasar Meranti lama adalah para warga yang bermukim ataupun bertempat tinggal di sekitar lokasi Pasar tersebut, yakni Jalan Meranti, Gang Warga, Jalan PWS, Jalan Pasundan, dan Jalan Punak, namun tidak jarang juga ditemukan pedagang yang tidak bermukim di daerah tersebut. Pasar ini telah berdiri puluhan tahun dan menyambungkan mata pencaharian para pedagang dari generasi ke generasi.

Para pedagang di Pasar ini banyak yang sudah sejak puluhan tahun lalu berjualan di Pasar tersebut dan bahkan banyak yang merupakan usaha turunan dari para orang tua mereka yang dahulunhya merupakan pedagang di Pasar tersebut.seperti yang dituturkan oleh salah seorang warga yang sekaligus juga pedagang di Pasar Meranti lama, ia mengatakan ;

“ saya berjualan di pasar ini sudah lama sekali, bahkan sejak kecil karena ikut orang tua. Usaha ini juga merupakan lanjutan dari usaha orang tua. Jadi sesama pedagang di pasar ini sudah sangat akrab sekali, karena sudah puluhan tahun berjualan disini” (Wawancara Maret 2011)


(45)

Dengan kondisi keakraban tersebut, bagi masyarakat yang juga sekaligus menjadi pedagang di Pasar ini keberadaan Pasar Meranti cukup berarti dan cukup memiliki nilai sejarah yang penting. Nilai budaya tradisional dan keakraban serta hubungan sosial yang telah ditanamkan sejak dahulu secara turun temurun di Pasar ini. Dahulunya Pasar ini merupakan Pasar bentukan Pemerintah dan merupakan milik Pemko Medan, namun pada hakikatnya hak kepemilikan kiosk ataupun tempat usaha di Pasar ini menjadi hak kepemilikan pribadi para pedagang. Bagi siapa yang lebih dahulu membuka kiosk dan membangunnya, maka ia lah yang menjadi pemiliknya, meskipun tidak ada legalisasi secara tertulis yang menyatakan hak kepemilikan kiosk. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang pedagang;

“ di pasar meranti ini tidak ada hak kepemilikan kios secara tertulis, dahulunya para warga yang berada dekat pasar tersebut membangun kios tersebut dan akhirnya secara tidak langsung menjadi miliknya dan disewa-sewakannya kepada para pedagang”

(Wawancara Maret 2011)

Dan di Pasar ini juga berlaku sistem sewa, banyak diantara pedagang dari luar (tidak bermukim di daerah Pasar Meranti) menyewa kepada si pemilik kiosk, sewa ini bisa dalam bentuk sewa harian, bulanan atau tahunan. Harga sewa yang mereka tawarkan untuk satu buah kiosk lumayan tinggi, tergantung pada besar kios dan letaknya. Bahkan ada juga diantara mereka bebapa orang yang menjual kiosnya kepada para pedagang lain dikarenakan mendengar isu bahwa Pasar Meranti akan segera direlokasikan. Dalam hal ini terlihat sistem kepercayaan sangat erat terjadi antara pedagang, padahal pada dasarnya kios tersebut tidak memilki dasar hukum dan legalitas yang sah untuk diperjualbelikan.


(46)

Dan melalui hasil pengamatan saya ada juga diantara para pedagang tersebut yang dahulunya merupakan Tuan tanah di daerah tersebut, mengatakan bahwa ia lah yang memiliki sepetak tanah yang terdiri dari lebih sepuluh kiosk yang telah direnovasinya menjadi kiosk permanen. Dan pada kenyataannya ia memang memilki legalitas surat tanah yang kuat, karena sebelum terjadinya proses Relokasi Pasar ia terlebih dahulu telah membuat tanah tersebut mejadi sah miliknya melalui sebuah sertifikat kepemilikan. Dan saat ini kios-kios miliknya tersebut tetap ada, meskipun fungsinya telah berbeda, yang tadinya digunakan untuk kios pasar saat ini dgunakan untuk menjual makanan dan minuman. Kios tersebut tidak terkena gusur, dan saat ini keberdaannya tepat di pinggir Jalan Besar yang telah menjadi lokasi yang sangat strategis untuk berusaha.

4.2. Deskripsi Wilayah Pasar Meranti

Penelitian ini dilakukan di Pasar Meranti yang berada di kelurahan Sei Putih Timur II kecamatan Medan Petisah. Adapun yang menjadi batas wilayah Kelurahan Sei Putih Timur II adalah sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sei Putih Timur I, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sekip, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Sikambing dan sebelah Barat berbatasan dengan Sei Putih Tengah. secara khusus yang menjadi lokasi penelitian adalah Pasar Meranti Baru dan Pasar Meranti Lama yang berada di Kelurahan Sei Putih Timur II.

Adapun lokasi Pasar Meranti lama terletak di Jalan Meranti dan Gang Warga (yang saat ini menjadi proyek pembangunan jalan baru). Dan lokasi pasar ini sebelah timur berbatasan dengan perumahan Merbau Mas. Sebelah Tenggara berbatasan dengan


(47)

Plaza Medan Fair, sebelah Selatan berbatasan dengan jalan Gatot Subroto, Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Pws (persatuan warga sunda) dan sebelah utara berbatasan dengan Jalan Meranti.

Adapun lokasi Pasar Meranti baru yaitu berada di Jalan M.Idris Gang Kandak yang Jaraknya sekitar 500 meter dari lokasi Pasar Meranti lama. Lokasi pasar yang baru ini sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Swindu, sebelah Timur berbatasan dengan Jalan M.Idris, dan sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Gelas dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Mesjid. Adapun yang menjadi alasan Relokasi pasar Meranti lama ke pasar meranti baru dikarenakan lokasi Pasar Meranti yang lama tidak sesuai peraturan kota Medan yaitu Peraturan Daerah Tahun 1993 mengenai penertiban PKL, lebih khususnya lagi perda tersebut berisikan mengenai larangan berjualan di atas Jalur Hijau yaitu berupa sarana umum seperti jalan, taman, parit, jembatan, trotoar dan sebagainya.

Keberadaan Lokasi Pasar Meranti yang lama terletak pada sarana umum yaitu Gang Warga sebagai jalan lintas yang biasanya digunakan masyarakat dan juga berada diatas parit. Selain dikarenakan alasan untuk ketertiban tata kota Relokasi Pasar Meranti juga dikarenakan adanya rencana pembangunan jalan oleh pemerintah sebagai sarana alternatif kemacetan kota. Dengan berubahnya arus Jalan Jend.Gatot Subroto berubah menjadi satu arah dan selain perubahan arus pemerintah juga merencanakan pembangunan jalan alternatif untuk mengurangi kemacetan jalan. Pelaksanaan perubahan jalan ini secara simultan bersama-sama dengan dibuka jalan baru yaitu Gang Warga yang selama ini lebarnya hanya 5 meter kemudian, dilebarkan menjadi 20 meter dengan panjang 550 meter


(48)

4.3. Keadaan Demografi

Di Kelurahan Sei Putih Timur II Kecamatan Medan Petisah terdapat tujuh lingkungan dengan total 2.786 Kepala Keluarga. Adapun batas wilayahnya adalah sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sei Putih Timur I, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sekip, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Sikambing dan sebelah Barat berbatasan dengan Sei Putih Tengah.

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Adapun jumlah penduduk di Kelurahan Sei Putih Timur II adalah : No. Jenis kelamin Jumlah penduduk

1 Laki-laki 6.279 Jiwa 2 Perempuan 6.450 Jiwa

Total 12.729 Jiwa

Sumber, Kantor Kelurahan Sei Putih Timur II 2009

4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

0 s/d 6 tahun = 3.629 Jiwa 7 s/d 10 tahun = 2.664 Jiwa 11 s/d 16 tahun = 3.775 Jiwa 17 s/d 55 tahun = 3.373 Jiwa 50 Tahun keatas = 3.863 Jiwa


(49)

4.3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk

1 Perguruan Tinggi 637 Jiwa

2 Akademik 686 Jiwa

3 SMA 5.074 Jiwa

4 SMP 4.794 Jiwa

5 SD 114 Jiwa

6 Tidak Sekolah 2.438 Jiwa

Sumber, Kantor Kelurahan Sei Putih Timur II 2009

4.3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No. Mata pencaharian Jumlah penduduk

1 Pedagang 234 Jiwa

2 Petani 15 Jiwa

3 Karyawan 941 Jiwa

4 Buruh 1598 Jiwa

5 Pensiunan 142 Jiwa

6 Fakir Miskin 2563 Jiwa

7 PNS 178 Jiwa

8 Nelayan 14 Jiwa

9 TNI/POLRI 19 Jiwa

10 Pengangguran 132 Jiwa 11 Lain-Lain 11691 Jiwa


(50)

4.3.5 Penduduk Berdasarkan Keturunan

WNA Pribumi

Perempuan = 4.113 Jiwa Laki- Laki = 4.196 Jiwa

Total = 8.309 Jiwa

WNA Turunan Asing

Perempuan = 2.254 Jiwa Laki- Laki = 2.162 Jiwa

Total = 4.416 Jiwa

Di Kelurahan Sei Putih Timur II ini penduduk yang tinggal di daerah ini tidak hanya penduduk pribumi saja, secara garis besar mayoritas penduduk di daerah ini didominasi oleh keturunan Tiong-Hwa / China dan penduduk Pribumi. Dan jika dikaitkan dengan Pasar Meranti, dalam aktivitas jual-beli di Pasar Meranti Lama khusunya didominasi oleh mayoritas pedagang dan pembeli dengan keturunan Tiong-Hwa. Masyarakat Etnis China lebih tertarik untuk berbelanja ke Pasar Meranti Lama dibandingkan Pasar Meranti baru, melalui hasil pengamatan dan wawancara yang telah saya lakukan. Seperti penuturan salah seorang pedagang di Pasar Meranti lama ia mengatakan;


(51)

“di pasar ini dari dahulu konsumennya kebanyakan etnis china, terutama untuk pasar meranti yang berada di ujung pasar. Nilai jual untuk di pasar meranti ujung juga lebih tinggi karena konsumennya berbeda, apalagi disini yang berjualan banyak etnis china”

(Wawancara Maret 2011)

Selain lokasi rumah mereka yang sangat dekat dengan lokasi Pasar Meranti lama, disamping itu mereka juga lebih memilih untuk berbelanja di Pasar Meranti Lama dikarenakan, adanya hubungan sosial yang tak terpisahkan antara pedagang etnis China yang berjualan di Pasar Meranti Lama. Di Pasar Meranti Baru pedagangnya hanya sedikit saja yang merupakan etnis China, dan dapat dikatakan juga konsumnn ataupun pembeli di Pasar Meranti baru Mayoritas penduduk Pribumi, hanya sedikit saja penduduk Etnis China yang berbelanja di lokasi Pasar Meranti baru, dan di sekitar Lokasi Pasar Meranti baru juga penduduknya didominasi oleh penduduk pribumi. Seperti yang dikatakan salah seorang warga yang tinggal disekitar pasar Meranti lama, ia mengatakan:

“ terlalu jauh sekali lokasi pasar yang baru, sulit untuk menjangkaunya. Harus mengeluarkan uang lagi untuk ongkos becak, sementara disini dekat dan jalan kaki sebentar saja sudah sampai”

(Wawancara Maret 2011)

4.4.2 Sarana Umum Kelurahan Sei Putih Timur II

Mesjid = 4

Gereja = -


(52)

Pasar Tradisonal = 1

Dalam daftar kelurahan Sei Putih Timur II , hanya satu Pasar Tradisonal saja yang terdaftar, padahal pada realitanya ada 2 buah Pasar Tradisional yang beroperasi aktif setiap harinya. Pasar Tradional Meranti lama tidak terdaftar di dalam kelurahan karena bukan merupakan Pasar yang disahkan oleh Pemerintah. Yang terdaftar dalam data kelurahan adalah Pasar Meranti baru, dimana Pasar ini merupakan pasar yang secara resmi disahkan oleh pemerintah.

4.4. Letak dan Kondisi Pasar Meranti

Pasar Meranti yang lama sebelum direlokasikan berada di Gang.Warga, tepat diatas Parit Gang.Warga dan ruas jalan Gang.Warga dan di ruas kiri dan kanan jalan Meranti. Pasar ini dahulunya terpusat di Gang.Warga dan pedagang yang berada di ruas jalan Meranti jumlahnya hanya sedikit dan masih tertib. Adapun para pedagang yang berada di sisi kiri Gang.Warga membuat kios-kios mereka dihalaman-halaman rumah para warga. Sehingga setiap warga yang memiliki rumah di sisi kiri gang.warga tersebut rumahnya selalu dibelakangi oleh kios-kios. Berbeda halnya dengan para pedagang yang berada di ruas kanan Gang.Warga tepat berada diatas parit. Dan sisi kanan Gang.warga ini tidak terdapat rumah penduduk dan langsung bersebelahan dengan tembok Perumahan Merbau Mas dan Pusat Perbelanjaan Plaza Medan Fair

Adapun aktivitas berjualan pasar ini yaitu mulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan siang hari. Tidak terbatas waktu beraktivitas Pasar ini, tetapi pada umumnya pada jam 12.00 saing hari pasar ini telah kelihatan sepi oleh pembeli dan para pedagang pun


(53)

sudah banyak yang menutup kiosnya pada waktu tersebut, sehingga Pasar inii juga kerab disebut sebagai “Pajak Pagi . dan seorang pedagang yang bernama ibu Dar mengatakan :

“ pajak ini beroperasi dari pagi jam 06.00 sampai siang, tapi jam 11.00 ataupun 12.00 pajak ini sudah sepi, namanya juga pajak pagi. Orang-orang belanja disini utamakan beli sayuran dan ikan”

(Wawancara Maret 2011)

Adapun jenis dagangan yang disediakan di pasar ini cukup beraneka ragam mulai dari pedagang sayur-mayur, pedagang buah, pedagang ikan, ayam dan daging, serta pedagang sembako dan pakaian. Dan dilihat dari skala usahanya pedagang di pasar meranti lama ini dapat dikatakan termasuk kedalam jenis pedagang kecil. Karena tidak banyak pedagang besar ataupun grosir-grosir di Pasar ini. Para pedagang lebih didominasi oleh pedagang pengecer. Pada umumnya pasar ini aktivitasnya lebih terpusat pada penjualan kebutuhan pokok. Dan dagangan lainnya bisa dikatakan sebagai barang pelengkap. Sehingga dapat dikatakan komoditas utama yang diperjualbelikan di Pasar ini adalah sayur-mayur, ikan, ayam, daging dan kebutuhan pokok lainnya. Adapun jumlah para pedagang di Pasar Meranti lama sebelum direlokasikan adalah sebanyak 300 pedagang.

Berbeda dengan kondisi di lokasi Pasar Meranti Baru, Melalui wawancara dengan para pedagang yang telah kembali kelokasi semula mengatakan bahwa cukup nyaman untuk berdagang di lokasi pasar yang baru dikarenakan, terhindar dari panas, hujan, dan becek, tetapi untuk apa berjualan dengan nyaman jika hasil yang diharapkan tidak ada malah memperoleh kerugian. Mereka lebih memilih untuk membayar uang sewa kios di pasar meranti lama walaupun tempatnya tidak layak namun hasil yang didapatkan lebih


(54)

baik dari pada mendapatkan kios gratis tapi hasil yang didapatkan tidak ada. Seperti penuturan salah seorang Pedagang, ia mengatakan:

“ disana memang enak karena rapi, bersih, tidak kena hujan. Tapi sepi gak ada pembeli. Untuk apa lah rapi-rapi kali dan bersih kalau rugi aja yang didapatkan”

Kondisi stan dan kiosk di Pasar Meranti Baru lebih tertata rapi, karena dipisahkan ataupun telah ada spesialisasi jenis dagangan. Jenis dagangan yang berbeda tidak boleh berada dalam satu lokasi yang sama. Berbeda dengan di Pasar lama semua jenis dagangan bergabung dalam tempat yang sama. Kondisi kiosk dan stan lebih rapi dan tidak becek, karena memiliki saluran air yang jelas. Jadi ketika hujan pasar tersebut tidak becek. Namun jika dilihat dari jumlah pengunjung ataupun konsumen Pasar ini semakin hari Pasar tersebut semakin semi dikunjungi para pembeli, dan akhirnya sebagian para pedagang yang mengalami kerugian memilih untuk kembali berjualan ke lokasi yang lama atau berhenti berdagang. Dari pintu masuk gerbang Pasar Meranti tersebut sebelah kiri dan kanan kiosk bagian depan tampak tutup karena ditinggalkan oleh pedagangnya. Begitu juga halnya dengan stan-stan banyak yang kosong karena pedagangnya kembali ketempat semula.

Melaui hasil pengamatan saya tingkat daya beli masyarakat sekitar Pasar Meranti ini sangat kurang jika dibandingkan dengan Masyarakat yang berada disekitar Pasar Meranti Lama. Melalui hasil pengamatan saya melihat banyak pembeli di Pasar Meranti lama yang merupakan orang-orang Tiong-hua yang memilki daya beli yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan masyarakat Pribumi yang berbelanja ke Pasar Meranti Baru. Seperti penuturan salah seorang pedagang, ia mnegatakan ;


(55)

“jualan disini beda dengan disana, disini mau jual dengan harga murah aja sudah untung bisa terjual, apalagi kalau menjual barang-barang yang lebih mahal dan berkualitas lebih baik. Tidak kayak di pajak sana pembelinya banyak orang china”

4.5 Profil Informan

Profil pedagang di Pasar Meranti lama dan baru

Nama : Ahan

Jenis Kelamin : laki laki

Usia : 55 tahun

Alamat : Jl.Pws Gang Mulyo Jenis Pedagang: Pedagang sembako

Lokasi : Pasar Meranti Baru (Gang Kandak)

Bapak.Ahan merupakan pedagang di Pasar Meranti baru yang telah direlokasikan pemerintah pada bulan Februari 2011 yang lalu. Bapak.Ahan ini merupakan pedagang etnis china yang bermukim di sekitar lokasi Pasar Meranti lama dan Pembangunan Jalan Baru. Bapak.ahan diwawancarai disela-sela aktivitasnya berjualan, yang pada saat itu saya jumpai di kiosnya yang berada di Pasar Meranti Baru. Melalui hasil wawancara yang telah saya lakukan dengannya di dapatkan beberapa informasi mengenai hal relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru. Ketika ditanyai mengenai sejarah Pasar Meranti dan riwayatnya berdagang, bapak Ahan menjawab ia sudah cukup lama berjualan di Pasar Meranti, sudah sejak 25 puluh tahun yang lalu. Lalu ketika ditanyai


(56)

mengenai pemindahan para pedagang ia mengakui bahwa relokasi Pasar Meranti cukup memberikan dampak yang begitu berat pada kehidupannya. Pasca relokasi ke pasar yang baru ia mengalami penurunan pendapatan hingga 80% setiap harinya. Disamping itu ia juga mengeluhkan ukuran kios yang didapatkannya tidak sesuai dengan apa yang ia jual. Melalui hasil observasi saya melihat sendiri dagangan yang dijual adalah bahan-bahan sembako, dan yang saya lihat adalah dagangan Bapak.Ahan tersebut terpaksa harus berada di luar kios, tetpatnya yang berada di depan kiosnya. Hal ini dilakukannya karena kterbatasan ukuran membuat ia sulit untuk meletakkan barang dagangannya. Dapat dipastikan apabila setiap pedagang melakukan hal seperti ini dapat diprediksi yang terjadi adalh ketidakteraturan Pasar yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi para pedagang. Khususnya Bagi pedagang yang hendsk melintas di depan kiosnya tentu akan merasa kesulitan.

Ketika diwawancarai mengenai alasan ia bertahan berjualan di lokasi Pasar yang baru dikarenakan tidak mempunyai tempat jualan lain. Dan merupakan satu-satunya pilihan baginya. Karena baginya tidak mungkin untuk kembali lagi kelokasi yang lama dan membuat kios instan baru. Baginya Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru membawa keuntungan dan kerugian secara bersamaan. Disatu sisi dengan dipindahkan ke Lokasi Pasar Meranti yang Baru membuat ia mengalami penurunan pendapatan dan disisi lain lokasi rumahnya yang berada disekitar Pembangunan Jalan baru membawa keuntungan baginya. Adapun manfaat yang dirasakannya adalah semakin terbukanya akses untuk mencapai rumahnya dan tentunya meningkatkan nilai jual rumah. Dan harapan ia untuk Hal Relokasi Pasar Meranti adalah agar semua pedagang yang


(1)

INTERVIEW GUIDE PEDAGANG DI PASAR MERANTI LAMA

Nama ;

Usia :

Alamat :

Pendidikan Terakhir :

Jenis Pedagang :

1. Apakah Bapak / Ibu merupakan pedagang tetap di Pasar Meranti ini? 2. Sudah berapa lama Bapak / Ibu berjualan di Pasar ini ?

3. Apakah Bapak / Ibu mengetahui hal mengenai “Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru” ?

4. Apakah Bapak / Ibu merupakan salah satu Pedagang yang pernah direlokasikan ke Pasar Meranti Baru?

5. Jika ia mengapa Bapak / Ibu masih tetap bertahan berjualan di Pasar ini? 6. Bagaimana tanggapan Bapak / Ibu mengenai Lokasi dan Kondisi Pasar Meranti

baru?

7. Apakah Bapak / Ibu mengetahui kebijakan Pemerintah mengenai larangan berjualan diatas badan jalan, parit, trotoar, dsb?

8. Sejak kapan Bapak / Ibu mendengar atau mengetahui hal mengenai Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru” ?

9. Sejak kapan Proses awal “Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru” berlangsung?

10.Apakah Pemerintah Pernah Melakukan sosialisasi dengan para pedagang sebelum Pasar Meranti direlokasikan?

11.Apakah Pemerintah pernah bertanya kepada para pedagang mengenai hal kesesuaian lokasi Pasar yang baru sebelum Pasar Meranti direlokasikan?


(2)

12.Apakah Pemerintah pernah bertanya kepada para pedagang mengenai hal ukuran kios yang sesuai dengan jenis dagangan bapak/ibu sebelum Pasar Meranti

direlokasikan?

13.Apakah pihak Pemerintah sebelumnya pernah bertanya kepada bapak / ibu mengenai sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Pasar Meranti yang baru, seperti parkir dan sarana kebersihan contohnya?

14. Menurut Bapak / Ibu sarana dan prasarana apa yang harus dilengkapi untuk meningkatkan kenyamanan lokasi Pasar yang baru?

15.Apakah bapak / ibu akan segera pindah ke lokasi Pasar yang baru, apabila sarana dan prasarana pasar telah dipenuhi?

16.Berapa lama waktu yang diberikan Pemerintah untuk pindah ke lokasi Pasar yang baru?

17.Bisakah Bapak / Ibu menceritakan bagaimana Proses Relokasi Pasar Meranti? 18.Apakah pernah terjadi konflik antara pedagang dan petugas saat proses relokasi?

Jika pernah bisakah Bapak / Ibu ceritakan bagaimana konflik tsb?

19.Apakah Pembangunan Jalan baru segera dilaksanakan setelah Pasar Meranti direlokasikan?

20.Sejak kapan Pembangunan jalan baru dilaksanakan?

21.Apakah Bapak / Ibu akan segera pindah berjualan, jika pembangunan Jalan Baru telah selesai ?

22.Apakah Pihak Pemerintah pernah melakukan penertiban terhadap para pedagang yang kembali berjualan ke lokasi semula?

23.Apakah Bapak / Ibu akan tetap bertahan berdagang di Pasar ini, meskipun pemerintah melakukan upaya penertiban dan memaksa untuk pindah? 24.Apa yang terjadi dengan situasi Pasar yang sedemikian ?

25.Apakah ada Dampak Positif dari Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru?

26.Apakah ada Dampak negatif dari Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru?


(3)

INTERVIEW GUIDE DI PASAR MERANTI BARU

Nama ;

Usia :

Alamat :

Pendidikan Terakhir :

Jenis Pedagang :

1. Apakah Bapak merupakan pedagang tetap di Pasar Meranti ini? 2. Sudah berapa lama Bapak / Ibu berjualan di Pasar ini ?

3. Apakah Bapak / Ibu mengetahui hal mengenai “Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru” ?

4. Apakah Bapak / Ibu merupakan salah satu Pedagang yang pernah direlokasikan ke Pasar Meranti Baru?

5. Jika ia mengapa Bapak / Ibu masih tetap bertahan berjualan di Pasar ini? 6. Bagaimana Tanggapan Bapak/ Ibu Mengenai Kebijakan Pemerintah

Merelokasikan Pasar Meranti?

7. Bagaimana tanggapan Bapak / Ibu mengenai Lokasi dan Kondisi Pasar Meranti baru?

8. Apakah Bapak / Ibu mengetahui kebijakan Pemerintah mengenai larangan berjualan diatas badan jalan, parit, trotoar, dsb?

9. Bagaimana Tanggapan Bapak / Ibu mengenai Pedagang yang telah direlokasikan kembali ke lokasi semula?

10.Sejak kapan Bapak / Ibu mendengar atau mengetahui hal mengenai Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru” ?

11.Sejak kapan Proses awal “Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru” berlangsung?


(4)

12.Apakah Pemerintah Pernah Melakukan sosialisasi dengan para pedagang sebelum Pasar Meranti direlokasikan?

13.Apakah Pemerintah pernah bertanya kepada para pedagang mengenai hal kesesuaian lokasi Pasar yang baru sebelum Pasar Meranti direlokasikan?

14.Apakah Pemerintah pernah bertanya kepada para pedagang mengenai hal ukuran kios yang sesuai dengan jenis dagangan bapak/ibu sebelum Pasar Meranti

direlokasikan?

15.Apakah pihak Pemerintah sebelumnya pernah bertanya kepada bapak / ibu mengenai sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Pasar Meranti yang baru, seperti parkir dan sarana kebersihan contohnya?

16. Menurut Bapak / Ibu sarana dan prasarana apa yang harus dilengkapi untuk meningkatkan kenyamanan lokasi Pasar yang baru?

17.Berapa lama waktu yang diberikan Pemerintah untuk pindah ke lokasi Pasar yang baru?

18.Bisakah Bapak / Ibu menceritakan bagaimana Proses Relokasi Pasar Meranti? 19.Apakah pernah terjadi konflik antara pedagang dan petugas saat proses relokasi?

Jika pernahbisakah Bapak / Ibu ceritakan bagaimana konflik tsb?

20.Apakah PembangunanJalan baru segera dilaksanakan setelah Pasar Meranti direlokasikan?

21.Sejak kapan Pembangunan jalan baru dilaksanakan?

22.Apakah Pihak Pemerintah pernah melakukan penertiban terhadap para pedagang yang kembali berjualan ke lokasi semula?

23.Apakah ada manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru kepada bapak / ibu ?

24.Apakah ada kerugian yang bapak / ibu rasakan dengan adanya Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru?


(5)

INTERVIEW GUIDE MASYARAKAT YANG TINGGAL DI SEKITAR LOKASI PASAR MERANTI DAN PEMBANGUNAN JALAN BARU

Nama ;

Usia :

Alamat :

Pendidikan Terakhir :

Pekerjaan :

1. Apakah Bapak / Ibu Merupakan Penduduk Asli di daerah ini? 2. Sejak Kapan Bapak / Ibu tinggal di daerah ini ?

3. Apakah Bapak / Ibu mengetahui hal mengenai “Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru” ?

4. Bagaimana Tanggapan Bapak/ Ibu Mengenai Kebijakan Pemerintah Merelokasikan Pasar Meranti?

5. Bagaimana tanggapan Bapak / Ibu mengenai Lokasi dan Kondisi Pasar Meranti baru?

6. Lokasi Pasar yang mana yang paling nyaman menurut anda, apakah lokasi Pasar yang baru atau lokasi Pasar yang lama?

7. Bagaimana Tanggapan Bapak / Ibu mengenai Pedagang yang telah direlokasikan kembali ke lokasi semula?

8. Bagaimana Tanggapan Bapak / Ibu dengan keberadaan PKL di lokasi Pasar yang berada di badan Jalan Meranti?

9. Sejak kapan Bapak / Ibu mendengar atau mengetahui hal mengenai Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru” ?

10.Sejak kapan Proses awal “Relokasi Pasar Meranti” berlangsung?

11.Bisakah Bapak / Ibu menceritakan bagaimana Proses Relokasi Pasar Meranti? 12.Apakah PembangunanJ alan baru segera dilaksanakan setelah Pasar Meranti


(6)

13.Sejak kapan Pembangunan jalan baru dilaksanakan?

14.Bisakah Bapak / Ibu menceritakan bagaimana Proses Pembangunan Jalan Baru? 15.Apakah Proses Pembangunan Jalan baru diikuti oleh penggantian rumah-rumah

penduduk?

16.Apakah ada konflik antara pihak Pemerintah dan pemilik rumah disaat Proses Penggantian rumah penduduk?

17.apakah Pemerintah pernah melakukan diskusi kepada para warga yang rumahnya mendapati biaya ganti rugi ?

18.Apakah ada manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru kepada bapak / ibu ?

19.Apakah ada kerugian yang bapak / ibu rasakan dengan adanya Relokasi Pasar Meranti dan Pembangunan Jalan Baru?