PEMBAHASAN UMUM

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM

Analisa lumpur pemboran adalah salah satu bagian dari berbagai analisa yang dilakukan dalam operasi pemboran putar. Suatu pengeboran, sepertinya hal yang mudah yaitu membuat lubang sumur yang menembus lapisan yang kaya akan minyak. Namun, itu tidak semudah yang kita bayangkan sebab pengeboran suatu sumur minyak dilakukan melalui operasi yang khusus dan rumit yang diperoleh setelah melakukan studi di bidangnya, melakukan eksperimen-eksperimen, dan menerapkan dalam praktek di lapangan.

Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting, karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur bor yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (loss circulation), sedangkan jika terlalu kecil dapat menyebabkan “kick” (masuknya fluida ke lubang sumur). Maka densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.

Pada saat praktikum kita membuat lumpur dasar untuk menentukan densitas lumpur, sand content, dan kadar cairan tapisan. Sedangkan lumpur dasar itu sendiri merupakan lumpur yang dibuat dari bentonite sebesar 22,5 gr ditambah dengan air sebanyak 350 ml. Untuk menentukan densitas kita menggunakan alat mud balance. Kalibrasi alat dengan air perlu dilakukan agar didapatkan hasil yang optimal dalam penganalisaan lumpur dasar. Pada saat kalibrasi alat dengan air, rider diarahkan pada skala 8.33 ppg, hal ini ditujukan untuk mengkonversi massa jenis air 1 gr / cc menjadi 8.33 ppg. Membersihkan mud balance dan setelah cup ditutup akan mengakibatkan tumpahan yang merupakan salah satu hal untuk mengantisipasi kesalahan penganalisaan densitas lumpur. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran densitas dengan peralatan mud balance, antara lain :

5. Pengadukan pencampuran bentonite dan air kurang merata.

6. Lumpur yang dites dalam mud balance harus mewakili lumpur secara keseluruhan lumpur yang telah dibuat.

7. Kebersihan dari peralatan mud balance itu sendiri.

8. Keseimbangan komponen-komponen dalam pembuatan lumpur. Dari percobaan densitas lumpur, didapat bahwa densitas dari lumpur yang diuji (350 cc air + 22,5 gram bentonite + 11 gram barite), yaitu 8,8 ppg atau 1,06 gr/cc. Lumpur harus tercampur dengan baik, agar diperoleh densitas yang akurat, begitu juga pengamat harus teliti saat membaca skala rider yang diatur agar mud balance menjadi seimbang. Dalam percobaan perolehan densitas dapat dibuat grafik additive (barite dan air) vs densitas. Didapat trendline hubungan yang saling tegak lurus, dimana semakin besar jumlah barite maka akan diperoleh densitas yang semakin besar pula.

Percobaan sand content, penambahan air dalam lumpur yang kemudian dikocok dimaksudkan agar lumpur menjadi lebih encer sehingga proses penuangan ke dalam sand content menjadi lebih mudah. Pembilasan dengan air juga dilakukan agar sisa lumpur yang masih tertinggal dalam tabung gelas ukur dapat dibilas semua. Berdasarkan rumus didapatkan apabila berat pasir besar maka sand content semakain besar. Akan tetapi dalam percobaan diperoleh trend line dari grafik berat pasir vs sand content dimana berat pasir semakin besar maka maka didapat sand content yang semakin kecil. Hal ini dimungkinkan karena partikel-partikel yang terdapat dalam lumpur dasar kurang dari 74 micron sehingga tidak dapat tersaring dengan baik.

Dari percobaan penentuan kadar cairan tapisan dapat ditentukan volume minyak dan volume air. Kadar minyak dalam percobaan ini, yaitu 3,6 % dan kadar airnya, yaitu 70%.. Dalam percobaan didapatkan bahwa % berat padatan dalam Dari percobaan penentuan kadar cairan tapisan dapat ditentukan volume minyak dan volume air. Kadar minyak dalam percobaan ini, yaitu 3,6 % dan kadar airnya, yaitu 70%.. Dalam percobaan didapatkan bahwa % berat padatan dalam

Dalam keadaan sebenarnya % berat padatan yang diharapkan seminimal mungkin agar tidak banyak dan agar densitas lumpur pemboran sesuai dengan yang diharapkan.

Viskositas merupakan keengganan fluida untuk mengalir dan berfungsi secara langsung dalam pengukuran sifat-sifat rheology fluida pemboran yang sangat penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting.

Pada percobaan dengan menggunakan Marsh Funnel, terlebih dahulu lumpur dicampur dan diaduk dengan mud mixer. Kemudian, lumpur dituangkan kedalam marsh funnel dengan menutup ujungnya dengan jari, Setelah itu, menuangkannya ke bejana tertentu isinya yang telah disediakan, dan mencatat waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan semua lumpur dari marsh funnel. Dari hasil percobaan, didapat waktu 15,44 sekon untuk 375 cc volume lumpur. Sehingga jika 1500 cc lumpur, maka waktu yang dibutuhkan, yaitu 15,44 sekon x 4 = 61,76 sekon.

Fungsi dari NaCl yang digunakan adalah sebagai thinner (pengencer). Semakin banyak pengencer yang digunakan, maka lumpur akan menjadi encer, begitu pula sebaliknya.

Didalam prektek lapangan viskositas, lumpur mempunyai peranan yang sangat penting karena berhubungan dengan proses pengangkatan cutting. Viskositas yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat meyebabkan gangguan pada proses pemboran. Jika viskositas terlalu tinggi, maka umpur akan menjadi kental sehingga laju pemboran turun dan kerja pompa berat sehingga bias menyebabkan kerusakan formasi. Namun, jika lumpur dengan viskositas yang terlalu kecil, lumpur akan terlalu encer sehingga cutting tidak dapat terangkat dan akan cenderung mengendap sehingga dapat menghambat proses pemboran. Jadi, penentuan viskositas sangat penting guna mengetahui bahwa apakah viskositas Didalam prektek lapangan viskositas, lumpur mempunyai peranan yang sangat penting karena berhubungan dengan proses pengangkatan cutting. Viskositas yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat meyebabkan gangguan pada proses pemboran. Jika viskositas terlalu tinggi, maka umpur akan menjadi kental sehingga laju pemboran turun dan kerja pompa berat sehingga bias menyebabkan kerusakan formasi. Namun, jika lumpur dengan viskositas yang terlalu kecil, lumpur akan terlalu encer sehingga cutting tidak dapat terangkat dan akan cenderung mengendap sehingga dapat menghambat proses pemboran. Jadi, penentuan viskositas sangat penting guna mengetahui bahwa apakah viskositas

Viskositas memiliki kaitan dengan shear stress dimana semakin besar shear stress maka semakin besar pula viskositas begitu juga semakin kecil shear stress maka viskositas semakin kecil.

Dengan alat Fann VG Meter, didapatkan C 600 = 5, dan C 300 = 3.5, sehingga plastic viscosity-nya 1,5 cp dan yield point-nya 2 lb/ft 2 . Pada pengukuran Gel

Strength , nilai simpangan terjauh dihasilkan akibat digerakkannya rotor 3 RPM, maka :

 Untuk Gel Strength 10” didapat 3 (100 lb/ ft 2 )  Untuk Gel Strength 10’ didapat 4,5 (100 lb/ ft 2 )

Dalam praktek dilapangan sifat Gel Strength sangat diperlukan saat Round Trip sehingga dapat mencegah pengendapan cutting didasar sumur yang dapat menyebabkan kesulitan pengeboran selanjutnya.

Shear stress dan shear rate saat 300 RPM dan 600 RPM masing-masing, yaitu 17,77 dyne/cm2, 322,2 detik-1 dan 25,38 dyne/cm2, 644,4 detik-1. Sedangkan harga viskositas nyata saat 300 RPM, yaitu 3,5 cp, dan saat 600 RPM, yaitu 2,5 cp.

Percobaan penentuan filtrate dan mud cake ini menggunakan alat filter press. Prinsip kerjanya yakni memberi tekanan sebesar 100 psi pada lumpur untuk untuk mendapatkan filtrate dan mud cake, filtrate akan keluar melalui tube sedangkan mud cake akan tertahan pada filter paper. Dari percobaan diperoleh volume filtrate = 20,75 ml, tebal mud cake = 0,4 cm dan pH = 12.

Pengontrolan filtration loss dan mud cake perlu dilakukan setiap waktu agar tidak menimbulkan masalah dalam operasi pemboran dan evaluasi formasi dan tahap produksi. Filtration loss yang tidak terlalu besar dan mud cake yang tipis menjadi keharusan yang berguna sebagai bantalan yang baik antara drill string dengan permukaan lubang bor.

Apabila filtration besar maka mud cake yang terbentuk juga semakin tebal sehingga menimbulkan masalah seperti terjepitnya drill string dan filtrate yang menyusup kedalam formasi akan menyebabkan kerusakan formasi atau formation Apabila filtration besar maka mud cake yang terbentuk juga semakin tebal sehingga menimbulkan masalah seperti terjepitnya drill string dan filtrate yang menyusup kedalam formasi akan menyebabkan kerusakan formasi atau formation

Dalam keadaan lapangan, penentuan pH sangat berpengaruh terhadap kondisi Lumpur, yaitu digunakan sebagai penunjuk zat kimia. Apabila dalam keadaan kadar asam (pH < 7) maka Lumpur tersebut akan mempunyai sifat korosif terhadap peralatan bor dalam sumur. Oleh karena itu pH Lumpur diharuskan atau tetap dijaga agar tetap bersifat basa yaitu dengan pH antara 8 – 11.

Dalam pelaksanaan suatu pengeboran menembus zona-zona tertentu, diperlukan pengetahuan khusus mengenai kondisi reservoarnya, apakah zona tersebut memiliki tingkat keasaman yang tinggi atau tidak, dan bagaimana

kandungan ion Cl - ataupun kondisi lapisan limestone dengan kandungan gypsum- nya. Hal ini perlu dianalisa mengingat sifat kimia dari lapisan-lapisan ataupun

formasi reservoar tersebut yang dapat mempengaruhi proses pengeboran. Data-data yang diperlukan meliputi tingkat alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion klor, ion kalsium, ion besi, serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya). Dalam hal ini kita hanya menganalisa filtrat dari lumpur pemboran karena dengan demikian kita bisa megintepretasikan kondisi reservoar yang sebenarnya dengan konsentrasi zat additive tertentu

Percobaan alkalinitas mempunyai prinsip dasar dengan metode titrasi. Larutan standar yang digunakan adalah H 2 SO 4 , titrasi pertama menggunakan indikator phenolphthalein dan selanjutnya dengan menggunakan indikator methyl orange.

Dari percobaan alkalinitas ini, larutan standart H 2 SO 4 yang digunakan adalah M = 4 ml untuk indikator phenolphthalein dan P = 0,07 ml untuk indikator methyl orange. Karena 2P < M maka akan menunjukkan adanya CO 3 - dan HCO 3 - . Dari perhitungan diperoleh CO 3 2- = 28 ppm dan HCO 3 - = 1,57 ppm. Disamping itu, nilai

kesadahan total, yaitu 50 epm (Ca 2+ dan Mg ).

Ion Ca 2+ dan Mg merupakan hard water atau air sadah yang berasal dari lumpur saat member formasi gypsum. Berdasarkan perhitungan, kesadahan Ca 2+

sebesar 935,2 ppm, dan kesadahan Mg 2+ sebesar 567,15 ppm.

Analisa kandungan ion klor (Cl - ) diperlukan untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi

garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air formasi. Berdasarkan percobaan diperoleh kandungan Cl - sebesar 710 ppm, dimana apabila kandungan

berlebih pada lumpur pemboran akan menyebabkan kenaikan viskositas , yield point , gel strength, dan penurunan pH, sehingga dapat menimbulkan gangguan pada pemboran.

Analisa kandungan Ion Besi (Fe 2+ ), diperlukan untuk mengontrol terjadinya korosi pada peralatan bor. Hasil perhitungannya, yaitu 893,6 ppm (metode I) dan 5585 ppm (metode II).

Dalam suatu pemboran, kontaminasi merupakan salah sutu masalah yang perlu diperhatikan. Kontaminasi ini dapat terjadi saat proses berlangsung maupun saat penyemenan berlangsung. Kontaminasi saat proses berlangsung misalnya kontaminasi sodium Chloride (saat pemboran memasuki lapisan garam dalam formasi), kontaminasi gypsum (terjadi saat formasi menembus formasi gypsum). Sedangkan kontaminasi saat penyemenan berlangsung, lumpur dikontaminasi oleh semen dimana penyemanan kurang sempurna.

Dalam percobaan kita menganalisis lumpur dengan kontaminasi Semen. Untuk kesempurnaan lumpur kita menggunakan Semen sebesar 2,5 gr. Dari percobaan memperoleh plastic viscosity sebesar 3 cp dan yield point sebesar 14

lb/100ft 2 . Untuk gel strength 10 detik diperoleh 14, sedangkan gel strength dalam

10 menit diperoleh sebesar 20. Pada percobaan menentukan filtration loss kita memperoleh volume sebesar 20,75 ml dengan mud cake 0,4 cm. pH yang didapat dari lumpur pemboran sebesar 12, oleh karena pH > 7 sehingga lumpur bersifat basa.

Dalam keadaan di lapangan perubahan filtration loss tidak dikehendaki karena filtration loss yang terlalu besar dapat menyebabkan terjadinya pengurangan permeabilitas terhadap batuan reservoir (formation damage).

Dalam keadaan di lapangan perubahan tebal mud cake ini menjadi suatu masalah. Apabila mud cake terlalu tebal maka ditakutkan dapat menjepit pipa pemboran sehingga dapat mengganggu proses pemboran. Sedangkan dalam Dalam keadaan di lapangan perubahan tebal mud cake ini menjadi suatu masalah. Apabila mud cake terlalu tebal maka ditakutkan dapat menjepit pipa pemboran sehingga dapat mengganggu proses pemboran. Sedangkan dalam

Tes dengan menggunakan methyl blue digunakan untuk mengukur total kapasitas pertukaran kation dari suatu sistem clay, dimana pertukaran kation tersebut tergantung dari jenis dan kristallinitas mineral, pH larutan, jenis kation yang dipertukarkan, dan konsentrasi kandungan mineral yang terdapat dalam clay.

Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan ikatan ion – ion berikut ini :

Harga pertukaran kation yang paling besar dimiliki oleh mineral allogenic (pecahan batuan induk), sedangkan yang paling kecil dimiliki oleh mineral authogenic (proses kimiawi).

Dalam percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui kemampuan tukar kation bentonite adalah 4,5 meq/100 gr. Hal ini berarti jumlah kation yang diserap oleh bentonite adalah 4,5 miliequivalent per 100 gram bentonite kering. Dalam hal ini jenis mineral clay yang terdapat dalam bentonite dapat berupa Koalinite..