LAPORAN PRAKTIKUM LUMPUR PEMBORAN. pdf

Oleh :

NAMA

: HENDRI ANUR

NIM : 14.420.4100.833 PLUG / KEL : III/ 1

LABORATORIUM ANALISA LUMPUR PEMBORAN JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM ANALISA LUMPUR PEMBORAN

Laporan Praktikum Analisa Lumpur Pemboran ini, dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti responsi akhir Praktikum Analisa Lumpur Pemboran Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.

OLEH:

NAMA

: HENDRI ANUR

NIM

PLUG/KEL : III / 1

Yogyakarta, 12 April 2016 Disetujui untuk Jurusan Teknik Perminyakan Oleh Hendri Anur ;

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulisan Laporan ini sebagai wujud pertanggung-jawaban penulis, setelah melakukan kegiatan Praktikum Analisa Lumpur Pemboran pada kurikulum semester

IV Tahun Akademik 2015/2016. Dalam penulisan Laporan ini penulis banyak dibantu berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Sri Haryono, ST, selaku Kepala Laboratorium Analisa Lumpur Pemboran, Jurusan Teknik Perminyakan UP’45, Yogyakarta.

2. Para Asisten Pembimbing, yang telah banyak membantu dan mengarahkan praktikan selama praktikum maupun penyusunan laporan resmi.

3. Kedua Orang tua, dan saudara – saudara ku atas dukungannya selama ini.

4. Rekan–rekan satu plug yang telah memberikan bantuan selama praktikum maupun penyusunan laporan resmi.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak mempunyai kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dalam penyusunan laporan berikutnya dapat lebih baik.

Akhir kata penulis mengharapkan agar laporan ini sangat berguna baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca sekalian.

Yogyakarta, 12 April 2016 Penulis,

Hendri Anur

BAB I PENDAHULUAN

Analisa lumpur pemboran adalah salah satu bagian dari berbagai analisa yang dilakukan dalam operasi pemboran putar. Suatu pengeboran, sepertinya hal yang mudah yaitu membuat lubang sumur yang menembus lapisan yang kaya akan minyak. Namun, itu tidak semudah yang kita bayangkan sebab pengeboran suatu sumur minyak dilakukan melalui operasi yang khusus dan rumit yang diperoleh setelah melakukan studi di bidangnya, melakukan eksperimen-eksperimen, dan menerapkan dalam praktek di lapangan.

Untuk analisa ini akan diperkenalkan dasar –dasar operasi pemboran yang dilakukan dalam mengebor suatu sumur, yang diantaranya tinjauan terhadap sejumlah perumusan dasar mengenai sifat –sifat fisik dan kimia lumpur dalam suatu pemboran, penyebab, dan masalah yang ditimbulkannya. Komposisi dan sifat lumpur sangat berpengaruh dalam suatu operasi pemboran sebab berhasil dan tidaknya suatu operasi pemboran adalah tergantung pada lumpur pemboran. Lumpur pemboran merupakan factor yang penting dalam suatu operasi pemboran minyak, gas dan panas bumi. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan, dan biaya pemboran sangat tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai.

Secara umum lumpur pemboran mempunyai tiga komponen:

a. Komponen cair.

b. Komponen padatan. Komponen padat dibagi atas dua macam, komponen yang reaktif dan komponen yang Inert.

c. Additive. Pada dasarnya lumpur pemboran mempunyai beberapa fungsi yang antara lain adalah :

a. Mengangkat serbuk bor ke permukaan.

b. Mengontrol tekanan formasi.

c. Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring.

d. Membersihkan lubang bor.

e. Membantu dalam evaluasi formasi.

f. Melindungi formasi produktif.

g. Membantu stabilitas formasi. Fungsi utama lumpur pemboran tersebut diatas ditentukan oleh komposisi

kimia dan sifat fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan menyebabkan kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat menimbulkan hambatan pemboran dan akhirnya menimbulkan kerugian besar.

Karena lumpur pemboran menjadi salah satu pertimbangan dalam mengoptimasikan operasi pemboran, oleh karena itu untuk memelihara dan mengontrol sifat –sifat fisik lumpur pemboran agar sesuai dengan yang diinginkan. Sehingga perlulah mahasiswa teknik perminyakan untuk mengadakan percobaan – percobaan yang nantinya akan digunakan di lapangan, dalam hal ini “Laboratorium Analisa Lumpur Pemboran Jurusan Teknik Perminyakan” memberikan beberapa percobaan dasar mengenai lumpur pemboran yang meliputi beberapa praktikum, antara lain:

1. Pengukuran densitas, sand content, dan pengukuran kadar minyak dalam lumpur pemboran;

2. Pengukuran viskositas dan gel strength;

3. Filtrasi dan mud cake;

4. Analisa kimia lumpur pemboran;

5. Kontaminasi lumpur pemboran; dan

6. Pengukuran harga MBT (methylene blue test).

BAB II DENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURAN KADAR MINYAK PADA LUMPUR PEMBORAN

2.1 TUJUAN PERCOBAAN

a. Mengenal material pembentuk lumpur pemboran serta fungsi-fungsi utamanya.

b. Menentukan densitas lumpur pemboran dengan menggunakan alat Mud Balance .

c. Menentukan kandungan pasir dalam lumpur pemboran.

d. Mengetahui besarnya kadar pasir (%) yang terkandung dalam lumpur bor.

e. Menentukan kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam lumpur bor (emulsi).

2.2 DASAR TEORI

2.2.1 Densitas lumpur

Lumpur sangat besar peranannya dalam menentukan berhasil tidaknya suatu operasi pemboran, sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut, seperti densitas, viskositas, gel strength atau filtration loss. Dalam percobaan ini akan dibahas salah satu sifat saja yaitu densitas.

Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting, karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur bor yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (loss circulation), sedang apabila terlalu kecil akan menyebabkan “kick” (masuknya fluida formasi ke lubang sumur). Maka densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.

Densitas lumpur dapat menggambarkan gradien hidrostatik dari lumpur bor dalam psi/ft tetapi di lapangan biasanya dipakai satuan ppg (pound per gallon).

Asumsi-asumsi : Volume setiap material adalah additive :

V s +V ml =V mb .........................................................................................(1) Jumlah berat adalah additive, maka:

d s xV s +d ml x V ml =d mb xV mb ............................................................... (2)

Keterangan :

V s = Volume solid, bbl

V ml = Volume lumpur lama, bbl

V mb = Volume lumpur baru, bbl

ds = berat jenis solid, ppg

d ml = berat jenis lumpur lama, ppg

d mb = berat jenis lumpur baru, ppg Dari persamaan (1) dan (2) didapat :

 d ml - d mb  x V ml

d s - d mb 

Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah: W s =V s xd s Bila dimasukkan kedalam persamaan (3):

 d mb - d ml 

x d s x V ml  .............................................................(4)

Ws =

 d s - d mb 

% Volume solid:

 d mb - d ml 

x 100 = x 100 % ........................................................(5)

 d s - d ml 

V mb

% Berat solid :

d s x V s x 100 % ............................................................................(6)

d mb x V mb

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG = 4,3, untuk menaikkan densitas dari lumpur lama seberat dml ke lumpur baru sebesar dmb setiap bbl lumpur lama memerlukan berat solid, Ws sebanyak:

 d mb - d ml 

Ws = 684 x

35 . 8 - d mb 

Keterangan :

Ws = berat solid atau zat pemberat, kg barite/bbl lumpur. Sedangkan jika yang digunakan sebagai zat pemberat adalah Bentonite dengan SG = 2,5, maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan:

 d mb - d ml 

Ws = 684 x

20 . 8 - d mb 

Dimana Ws = kg bentonite/bbl lumpur.

2.2.2 Sand content

Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) kedalam pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan- serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah densitas lumpur yang telah mengalami sirkulasi. Bertambahnya densitas lumpur yang tersirkulasi ke permukaan akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu setalah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi, Alat-alat ini, yang biasanya disebut “Conditioning Equitment”, adalah : ▪ Shale Shaker

Fungsinya menbersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau cutting yang berukuran besar.

▪ Degasser Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke lumpur pemboran. ▪ Desander Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang berukuran kecil yang bisa lolos dari shale shaker. ▪ Desiliter

Fungsinya sama dengan desander, tetapi desilter dapat membersihkan lumpur dari partikel-partikel yand berukuran lebih kecil. Penggambaran sand content dari lumpur pemboran adalah merupakan prosen volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari 74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran dengan saringan tertentu. Jadi rumus untuk menentukan kandungan pasir (sand content) pada lumpur pemboran adalah :

V s n=

x 100 ......................................................................................(9) V m

Dimana : n = kandungan pasir.

V s = volume pasir dalam lumpur.

V m = volume lumpur.

2.3 PERALATAN DAN BAHAN

2.3.1 Peralatan:

• Mud balance • Retort kit • Multi Mixer • Wetting agent • Sand Content set • Gelas Ukur 500 cc

2.3.2 Bahan:

• Barite • Bentonite • Air Tawar (Aquadest)

6. Balance Arm

Gambar 2.1 Mud Balance ( http://ofite.com/products/Drilling/Balances/115-00.htm )

Keterangan:

1. Cup Mixer

2. Multi Mixer

Gambar 2.2 Multi Mixer

( http://ofite.com/products/Drilling/Mixers/152-20.htm

Gambar 2.3 Retort Kit ( http://ofite.com/products/Drilling/Retorts/165-80-2.htm ) Keterangan:

1. Kondensor

2. Wetting Agent

3. Insulator Block

2.4 PROSEDUR PERCOBAAN

2.4.1 Densitas Lumpur

1. Mengkalibrasi peralatan mud balance sebagai berikut: ▪ Membersihkan peralatan mud balance. ▪ Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu ditutup dan dibersihkan

bagian luarnya. Mengeringkan dengan kertas tissue. ▪ Meletakkan kembali mud balance pada kedudukannya semula. ▪ Menempatkan Rider pada skala 8,33 ppg.

▪ Mencek pada level glass, bila tidak seimbang, atur calibration srew sampai seimbang.

2. Menimbang beberapa zat yang digunakan, sesuai petunjuk asisten.

3. Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22,5 gr bentonite. Caranya air dimasukkan kedalam benjana, lalu dipasang pada multi mixer dan bentonite dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan, selang beberapa menit setelah dicampur, benjana diambil dan isi cup mud balance dengan lumpur yang telah dibuat.

4. Menutup cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan tutup cup dibersihkan sampai bersih.

5. Meletakkan balance arm pada kedudukannya semula, lalu mengatur rider hingga seimbang. Membaca densitas yang ditunjukkan oleh skala.

6. Mengulangi Langkah 5 untuk komposisi campuran yang diberikan oleh asisten.

2.4.2 Sand Content

1. Mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai. Menambahkan air pada batas berikutnya. Menutup mulut tabung dan kocok dengan kuat.

2. Menuangkan campuran tersebut ke saringan. Membiarkan cairan mengalir keluar melalui saringan. Mengulangi hingga tabung menjadi bersih. Mencuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan dari sisa-sisa lumpur yang melekat.

3. Memasang funnel tersebut pada sisi atas dari sieve. Dengan perlahan- lahan membalik rangkaian peralatan tersebut dan memasukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur. Menghanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui saringan hinnga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Membiarkan pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, membaca prosen volume dari pasir yang mengendap.

4. Mencatat sand content dari lumpur dalam prosen volume.

2.4.3 Penentuan Kadar Cairan Tapisan

1. Mengambil himpunan retort keluar dari insulator block, mengeluarkan mud chamber dari retort.

2. Mengisi upper chamber dengan steel wall.

3. Mengisi mud chamber dengan lumpur dan menempatkan kembali tutupnya, membersihkan lelehan lumpurnya.

4. Menghubungkan mud chamber dengan upper chamber, kemudian menempatkan kembali ke dalam insulator.

5. Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan menempatkan dibawah kondensator.

6. Memanaskan lumpur sampai tak terjadi kondensasi lagi yang ditandai dengan matinya lampu indikator.

Hal-hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung, adalah :

1. % volume minyak

= ml minyak x 10

2. % volume air = ml air x 10

3. % volume padatan = 100 – (ml minyak + ml air) x 10

4. gram minyak = ml minyak x 0,8

5. gram lumpur = lb/gall lumpur x 1,2

6. gram padatan = gram lumpur – (gram minyak + gram air)

7. ml padatan

= 10 – (ml minyak + ml air)

8. SG padatan rata-rata = gram padatan /ml padatan

9. % Berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100 %

2.4 DATA HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

2.4.1 Data

Tabel 2.1 Hasil Percobaan Perhitungan Densitas

ρ ρ Kel.

Lumpur Dasar

Additive

Bentonite (gr) Air (ml) Barite (gr) Air (ml) (ppg) (gr/cc)

I 22,5

350

2,5

0 8,7 1,04

Tabel 2.2 Hasil Percobaan Perhitungan Kadar Cairan Tapisan

Kelompok

Hasil Analisa

IX Vol. Minyak (ml)

I II III

IV V VI VII VIII

0,65 0,55 0,45 Vol. Air (ml)

8 7 8 8 7 8 % Vol. Minyak

6 6,5 5,5 4,5 % Vol. Air

87 80 70 80 80 70 80 % Vol. Padatan

14 13,5 24,5 15,5 Gram Minyak

0,28 0,48 0,52 0,44 0,36 Gram Lumpur

10,44 10,44 10,44 10,5 10,56 10,56 10,56 10,62 10,68 Gram Padatan

2 3,27 2,08 2,04 3,18 2,23 ml. Padatan

1,35 2,45 1,55 SG Padatan

1,31 1,29 1,71 1,33 1,24 1.48 1,51 1,3 1,44 % Berat Padatan 17,43 21,95 11,54 19,05 30,98 19,7 19,3 29,94 20,88

2.5.2 Perhitungan

I. Pengukuran Densitas Lumpur Pemboran • Bahan Dasar Lumpur

22.5 gr Bentonite + 350 ml Air + 11 gram barite Densitas Pengukuran = 8,8 ppg atau 1,06 gr/cc.

II. Pengukuran Kadar Minyak • Bahan Dasar Lumpur

Volume Minyak = 0,36 ml Volume Air = 7 ml

Hasil Percobaan :

1. % Volume Minyak

= ml. minyak x 10 = 0,36 ml x 10

2. % Volume Air

= ml. Air x 10 = 7 ml x 10

3. % Volume Padatan = 100 - ((ml. minyak + ml. air) x 10) = 100 - (3,6 + 70)

4. Gram Minyak

= ml. minyak x 0,8 = 0,36 ml x 0,8

= 0,28 gram

5. Gram Lumpur

= lb/gall lumpur x 1,2 = 8,8 lb/gall x 1,2

= 10,56 gram

6. Gram Padatan = gram lumpur - (gram minyak + gram air) = 10,56 gram - (0,288 gram + 7 gram)

= 3,27 gram

7. ml. Padatan = 10 - (ml. minyak + ml. air) = 10 - (0,36 ml + 7 ml)

= 2,64 ml

8. SG Padatan Rata-rata = gram padatan / ml.padatan

= 3,272 gram / 2,64 ml = 1,24

9. % Berat Padatan = (gram padatan / gram lumpur) x 100% = (3,272 gr / 10,56 gr) x 100% = 30,98 %

2.5.3. Grafik

Berikut adalah grafik dari percobaan densitas yang kami lakukan.

al /g

b l tas,

si e n D

Additif (Barite), gr

Grafik 2.1 Additive (Barite) vs Densitas

2.6 PEMBAHASAN

Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting, karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur bor yang terlalu besar Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting, karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur bor yang terlalu besar

Pada saat praktikum kita membuat lumpur dasar untuk menentukan densitas lumpur, sand content, dan kadar cairan tapisan. Sedangkan lumpur dasar itu sendiri merupakan lumpur yang dibuat dari bentonite sebesar 22,5 gr ditambah dengan air sebanyak 350 ml. Untuk menentukan densitas kita menggunakan alat mud balance . Kalibrasi alat dengan air perlu dilakukan agar didapatkan hasil yang optimal dalam penganalisaan lumpur dasar. Pada saat kalibrasi alat dengan air, rider diarahkan pada skala 8.33 ppg, hal ini ditujukan untuk mengkonversi massa

jenis air 1 gr /

cc menjadi 8.33 ppg. Membersihkan mud balance dan setelah cup ditutup akan mengakibatkan tumpahan yang merupakan salah satu hal untuk mengantisipasi kesalahan penganalisaan densitas lumpur. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran densitas dengan peralatan mud balance, antara lain :

1. Pengadukan pencampuran bentonite dan air kurang merata.

2. Lumpur yang dites dalam mud balance harus mewakili lumpur secara keseluruhan lumpur yang telah dibuat.

3. Kebersihan dari peralatan mud balance itu sendiri.

4. Keseimbangan komponen-komponen dalam pembuatan lumpur. Dari percobaan densitas lumpur, didapat bahwa densitas dari lumpur yang diuji (350 cc air + 22,5 gram bentonite + 11 gram barite), yaitu 8,8 ppg atau 1,06 gr/cc. Lumpur harus tercampur dengan baik, agar diperoleh densitas yang akurat, begitu juga pengamat harus teliti saat membaca skala rider yang diatur agar mud balance menjadi seimbang. Dalam percobaan perolehan densitas dapat dibuat grafik additive (barite dan air) vs densitas. Didapat trendline hubungan yang 4. Keseimbangan komponen-komponen dalam pembuatan lumpur. Dari percobaan densitas lumpur, didapat bahwa densitas dari lumpur yang diuji (350 cc air + 22,5 gram bentonite + 11 gram barite), yaitu 8,8 ppg atau 1,06 gr/cc. Lumpur harus tercampur dengan baik, agar diperoleh densitas yang akurat, begitu juga pengamat harus teliti saat membaca skala rider yang diatur agar mud balance menjadi seimbang. Dalam percobaan perolehan densitas dapat dibuat grafik additive (barite dan air) vs densitas. Didapat trendline hubungan yang

Percobaan sand content, penambahan air dalam lumpur yang kemudian dikocok dimaksudkan agar lumpur menjadi lebih encer sehingga proses penuangan ke dalam sand content menjadi lebih mudah. Pembilasan dengan air juga dilakukan agar sisa lumpur yang masih tertinggal dalam tabung gelas ukur dapat dibilas semua. Berdasarkan rumus didapatkan apabila berat pasir besar maka sand content semakain besar. Akan tetapi dalam percobaan diperoleh trend line dari grafik berat pasir vs sand content dimana berat pasir semakin besar maka maka didapat sand content yang semakin kecil. Hal ini dimungkinkan karena partikel-partikel yang terdapat dalam lumpur dasar kurang dari 74 micron sehingga tidak dapat tersaring dengan baik.

Dari percobaan penentuan kadar cairan tapisan dapat ditentukan volume minyak dan volume air. Kadar minyak dalam percobaan ini, yaitu 3,6 % dan kadar airnya, yaitu 70%.. Dalam percobaan didapatkan bahwa % berat padatan dalam percobaan didapatkan = 14%, yang berarti 14% dari berat lumpur dihasilkan oleh padatan. Padatan yang dimaksud ini berupa bentonite ataupun padatan yang terkandung dalam minyak.

Dalam keadaan sebenarnya % berat padatan yang diharapkan seminimal mungkin agar tidak banyak dan agar densitas lumpur pemboran sesuai dengan yang diharapkan.

2.6 KESIMPULAN

1. Hasil Percobaan yang kami lakukan dengan menggunakan lumpur dasar yang dibuat dari bentonite 22,5 gram ditambah dengan 350 ml air, yaitu: ▪ Percobaan Densitas

Densitas lumpur dasar + 11 gr barite = 8,8 ppg (1,06 gr/cc) ▪ Percobaan Penentuan Kadar Tapisan lumpur

- %Volume Minyak : 3,6 % - %Volume Air

- %Volume Padatan: 26,4% - Gram Minyak

: 0,28 gr

- Gram Lumpur : 10,56 gr - Gram Padatan

: 3,27 gr

- ml. Padatan

: 2,64 ml

- SG Padatan Rata-rata : 1,24

2. % Berat Padatan : 30,98 %Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting karena peranannya berhubungan dengan fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran densitas dengan peralatan mud balance , antara lain :

a. Pengadukan pencampuran bentonite dan air kurang merata.

b. Lumpur yang dites dalam mud balance harus mewakili lumpur secara keseluruhan lumpur yang telah dibuat.

c. Kebersihan dari peralatan mud balance itu sendiri.

d. Keseimbangan komponen-komponen dalam pembuatan lumpur.BAB III

PENGUKURAN VISCOSITAS DAN GEL STRENGTH

3.1 TUJUAN PERCOBAAN

1. Menentukan viscositas relatif lumpur pemboran dengan Marsh Funnel.

2. Menentukan viscositas nyata (apparent viscosity), plastic viscosity, yield point dan gel strength lumpur pemboran dengan menggunakan Fann VG Meter.

3. Memahami rheology lumpur pemboran.

4. Mengetahui efek penambahan thinner dan thickener pada lumpur pemboran.

3.2 DASAR TEORI

Viscositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung dari viscositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip sehingga Viscositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung dari viscositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip sehingga

Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran. Lumpur pemboran ini mengikuti model-model rheologi Bingham Plastic, Power Law. Diantara keriga model ini, Bingham Plastic merupakan model yang sederhana untuk fluida Non-Newtonian.

Yang dimaksud fluida non-Newtonian adalah fluida yang mempunyai harga viscositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran (shear rate) yang terjadi.

Gambar di bawah ini adalah suatu plot pada kertas koordinat rectangular dari viscositas vs shear rate untuk fluida ini. Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai viscositas yang disebut apparent viscosity dari fluida pada shear rate tersebut.

Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viscositas konstan, fluida Non-Newtonian memperlihatkan suatu yield stress suatu jumlah tertentu dari tahanan dalam yang harus diberikan agar fluida mengalir seluruhnya.

Dalam percobaan ini pengukuran viscositas yang sederhana dilakukan dengan menggunakan alat marshh funnel. Viscositas ini adalah jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0,9463 liter untuk mengalir keluar dari corong marsh funnel . Bertambahnya viscositas ini direfleksikan dalam bertambahnya apparent viscosity . Untuk fluida Non-Newtonian, informasi yang didapatkan dengan marsh funnel memberikan suatu gambaran rheology fluida yang tidak lengkap sehingga biasa digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi sekarang.

Yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik- menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel yang didispersi dalam fasa fluida. Gel strength dan yield point keduanya merupakan ukuran dari gaya tarik menarik antar partikel. Gaya tarik menarik dalam suatu sistem lmpur. Bedanya, gel strength merupakan ukuran Yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik- menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel yang didispersi dalam fasa fluida. Gel strength dan yield point keduanya merupakan ukuran dari gaya tarik menarik antar partikel. Gaya tarik menarik dalam suatu sistem lmpur. Bedanya, gel strength merupakan ukuran

3.2.1 Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan

dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM motor, harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam satuan

2 dyne/cm -1 dan detik agar diperoleh harga viscositas dalam satuan cp (centipoise). Adapun persamaan tersebut sebagai berikut :

 = 5,077 x C .........................................................................................(1)  = 1,704 x RPM ...................................................................................(2) Dimana :

2  = Shear stress, dyne/cm

 = Shear rate, detik -1

C = Dial reading, derajat RPM = Revolution per minute dari rotor

3.2.2 Penentuan Harga Viscositas Nyata (Apparent Viscosity)

Viscositas nyata ( a ) untuk setiap harga shear rate dihitung berdasarkan hubungan:  a = / x 100

..........................................................................(3)  a = (300 x C) / RPM ..............................................................(4)

3.2.3 Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point

Untuk menentukan plastic viscosity ( p ) dan yield point (Yp) dalam field unit digunakan persamaan Bingham plastic berikut :  p = (600 - 300)/(600 - 300) ...................................................(5)

Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam persamaan (5) didapat:  p =C 600 –C 300 …………............................................................(6)

Y p = C300 – p .............................................................................(7) Dimana:  p = Plastic Viscosity, cp

= Yield Point Bingham, lb/100 ft

C 600 = dial reading pada 600 RPM, derajat

C 300 = dial reading pada 300 RPM, derajat

3.2.4 Penentuan Harga Gel Strength

Harga gel strength dalam 100 lb/ft 2 diperoleh secara langsung dari pengukuran dengan alat Fann VG Meter. Simpangan skala penunjuk akibat digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga

gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft 2 .

3.3 PERALATAN DAN BAHAN

3.3.1 Peralatan:

▪ Marsh Funnel ▪ Timbangan ▪ Gelas Ukur 500 ml

▪ Fann VG Meter ▪ Mud Mixer ▪ Cup Mud Funnel

3.3.2 Bahan:

▪ Bentonite ▪ Aquadest ▪ Bahan-bahan pengencer (thinner)

Gambar 3.1

Mud Mixer (http://www.gtep.civ.puc-rio.br/imagens/fotos_labs/lirf15.jpg)

Keterangan :

1. Mud Mixer

2. Bejana

Gambar 3.2

Fann VG Meter (http://www.gtep.civ.puc-rio.br/imagens/fotos_labs/lirf19.jpg =fan vg meter)

3. Cup (bejana)

4. Motor

5. Speed Control Switch

3.4 PROSEDUR PERCOBAAN

3.4.1 Membuat Lumpur

Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan lumpur pada percobaan 1. Komposisi lumpur yang akan dibuat ditentukan oleh asisten.

3.4.2 Cara bekerja dengan Marsh Funnel

1. Menutup bagian bawah marsh funnel dengan jari tangan. Menuangkan lumpur bor melalui saringan sampai lumpur menyinggung bagian bawah saringan (1500 cc).

2. Setelah disediakan bejana yang telah tertentu isinya (1 quart = 946 ml). Pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga lumpur mengalir dan ditampung dalam bejana tadi.

3. Catat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana yang tertentu isinya tadi.

3.4.3 Mengukur Gel Strength dengan Fann VG

1. Setelah selesai pengukuran dengan Marsh Funnel, mengaduk lumpur dengan Fann VG pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.

2. Matikan Fann VG, kemudian mendiamkan lumpur selama 10 detik.

3. Setelah 10 detik gerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM. Membaca simpangan maksimum pada skala penunjuk.

4. Aduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan rotor 600 RPM selama 10 detik.

5. Mengulangi kerja diatas untuk gel strength 10 menit. (Untuk gel strength

10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit ).

3.5 HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.5.1 Data

Tabel 3.1 Hasil Percobaan Dari Semua Kelompok

Lumpur Dasar Additive Rheology Kel

Yield GS GS Bentonite Air

Point 10" 10'

a. Pengukuran Viscositas dan gel strength

Pengukuran Viscositas (Marsh Funnel) Lumpur : 350 ml + 22,5 gr Bentonite + NaCl 3 gr

b. Pengukuran Plastic Viscosity, Yield Point, dan Gel Strength (Fann VG Meter)

Lumpur : 350 ml + 22,5 gr Bentonite + NaCl 3 gr

C 600 = 5

C 300 = 3,5  μ p =C 600 -C 300

= 5 - 3,5

= 1,5 cp

YP =C 300 - μ p = 3,5 – 1,5

= 2 lb/100 ft 2

GS 10” = 3 GS 10’ = 4,5

3.5.3 Grafik

Berikut merupakan grafik-grafik dari percobaan viskositas dan gel strength :

Fu sh

ar M

Additive Barite, gr

Grafik 3.1 Additive (NaCl) vs Viscositas (Mursh Funnel) Grafik 3.1 Additive (NaCl) vs Viscositas (Mursh Funnel)

PV,

Additive Barite, gr

Grafik 3.2 Additive (NaCl) vs Plastic Viscosity

/100 ft lb ,

YP

Additive, gr

Grafik 3.3 Additive (NaCl) vs Yield Point

GS 10' (lb/100 ft2)

/100 ft lb ,

GS 10'

Additive, gr

Grafik 3.4 Additive (NaCl) vs Gel Strength (10”)

GS 10' (lb/100 ft2)

/100 ft lb ,

GS 10'

Additive, gr

Grafik 3.5 Additive (NaCl) vs Gel Strength (10’)

3.6 PEMBAHASAN

Viskositas merupakan keengganan fluida untuk mengalir dan berfungsi secara langsung dalam pengukuran sifat-sifat rheology fluida pemboran yang sangat penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting.

Pada percobaan dengan menggunakan Marsh Funnel, terlebih dahulu lumpur dicampur dan diaduk dengan mud mixer. Kemudian, lumpur dituangkan kedalam marsh funnel dengan menutup ujungnya dengan jari, Setelah itu, menuangkannya ke bejana tertentu isinya yang telah disediakan, dan mencatat waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan semua lumpur dari marsh funnel. Dari hasil percobaan, didapat waktu 15,44 sekon untuk 375 cc volume lumpur. Sehingga jika 1500 cc lumpur, maka waktu yang dibutuhkan, yaitu 15,44 sekon x

4 = 61,76 sekon. Fungsi dari NaCl yang digunakan adalah sebagai thinner (pengencer). Semakin banyak pengencer yang digunakan, maka lumpur akan menjadi encer, begitu pula sebaliknya.

Didalam prektek lapangan viskositas, lumpur mempunyai peranan yang sangat penting karena berhubungan dengan proses pengangkatan cutting. Viskositas yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat meyebabkan gangguan pada proses pemboran. Jika viskositas terlalu tinggi, maka umpur akan menjadi kental sehingga laju pemboran turun dan kerja pompa berat sehingga bias menyebabkan kerusakan formasi. Namun, jika lumpur dengan viskositas yang terlalu kecil, lumpur akan terlalu encer sehingga cutting tidak dapat terangkat dan akan cenderung mengendap sehingga dapat menghambat proses pemboran. Jadi, penentuan viskositas sangat penting guna mengetahui bahwa apakah viskositas harus dinaikkan atau diturunkan sehingga mencapai viskositas normal yang dibutuhkan dalam proses pemboran.

Viskositas memiliki kaitan dengan shear stress dimana semakin besar shear stress maka semakin besar pula viskositas begitu juga semakin kecil shear stress maka viskositas semakin kecil.

Dengan alat Fann VG Meter, didapatkan C 600 = 5, dan C 300 = 3.5, sehingga plastic viscosity-nya 1,5 cp dan yield point-nya 2 lb/ft 2 . Pada pengukuran Gel Strength , nilai simpangan terjauh dihasilkan akibat digerakkannya rotor 3 RPM, maka :

 Untuk Gel Strength 10” didapat 3 (100 lb/ ft 2 )  Untuk Gel Strength 10’ didapat 4,5 (100 lb/ ft 2 )

Dalam praktek dilapangan sifat Gel Strength sangat diperlukan saat Round Trip sehingga dapat mencegah pengendapan cutting didasar sumur yang dapat menyebabkan kesulitan pengeboran selanjutnya.

Shear stress dan shear rate saat 300 RPM dan 600 RPM masing-masing, yaitu 17,77 dyne/cm2, 322,2 detik-1 dan 25,38 dyne/cm2, 644,4 detik-1. Sedangkan harga viskositas nyata saat 300 RPM, yaitu 3,5 cp, dan saat 600 RPM, yaitu 2,5 cp.

3.7 KESIMPULAN

1. Dari percobaan, dapat dihasilkan sebagai berikut ini :

Percobaan Menggunakan Mursh Funnel

▪ Waktu untuk Lumpur (375 cc) : 15,44 sekon Waktu untuk Lumpur (1500 cc) : 15,44 x 4 = 61,76 sekon.

Percobaan Menggunakan Fann VG Meter

▪ Plastic Viscosity untuk Lumpur : 1,5 cp ▪

: 2 lb/ft Yield point untuk Lumpur 2 ▪

Gel Strength 10’’ untuk Lumpur : 3 (dalam 100 lb/ft 2 ) Gel Strength 2 10’ untuk Lumpur : 4,5 (dalam 100 lb/ft ) ▪ Shear Stress pada 300 RPM

: 17,77 dyne/cm 2

Shear Stress 2 pada 600 RPM : 25,38 dyne/cm ▪

Shear Rate pada 300 RPM -1 : 322,2 detik Shear Rate pada 600 RPM

: 644,4 detik -1

▪ Viskositas Nyata pada 300 RPM : 3,5 cp Viskositas Nyata pada 600 RPM : 2,5 cp

2. Penambahan garam pengencer (thinner), misalnya: NaCl, menyebabkan :

 Berkurangnya viskositas kinematik  Berkurangnya viskositas plastic  Berkurangnya shear stress  Berkurangnya yield point  Berkurangnya gel strength

3. Dalam percobaan seringkali hasilnya tidak sesuai dengan teori, hal ini mungkin disebabkan karena pembacaan skala yang tidak tepat, serta penakaran jumlah bahan yang tidak sesuai.

4. Kenaikan densitas akan berhubungan dengan kenaikan viscositas lumpur pemboran.

5. Viscositas mempunyai hubungan yang setara dengan gel strength, densitas dan tekanan hidrostatik lumpur.

3.8 JAWABAN PERTANYAAN MODUL

1. Dengan melihat data diatas, jelaskan maksud penambahan additive ke dalam lumpur dasar dan jelaskan bagaimana additif tersebut dapat menjalamkan fungsinya !

Penyelesaian :

Dengan melihat data diatas, maksud dari penambahan additive (NaCl), adalah: ▪ Meningkatkan viskositas relative

▪ Meningkatkan plastic viscosity ▪ Meningkatkan yield point ▪ Meningkatkan gel strength

2. Analog dengan soal diatas, untuk penambahan bentonite ! Penyelesaian :

Maksud penambahan bentonite terhadap lumpur dasar adalah untuk meningkatkan viscositas relatifnya, plastic viscosity, yield point dan gel Maksud penambahan bentonite terhadap lumpur dasar adalah untuk meningkatkan viscositas relatifnya, plastic viscosity, yield point dan gel

3. Dari data diatas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar dari GS

10 detik , jelaskan !

Penyelesaian :

Karena GS merupakan pembentuk padatan sebab gaya tarik menarik antar partikel – partikel clay kalau didiamkan, dan hal ini bukan sifat aliran tetapi dalam keadaan statis dimana clay dapat melakukan fungsinya. Maka dari itu dengan bertambahnya waktu (yang terbatas) maka akan betambah pula GS nya.

4. Jelaskan arti istilah-istilah berikut: relative viscosity ( r ), apparent viscosity ( a ), plastic viscosity ( p ) dan yield point (Y p )!

Penyelesaian :

▪ Relative Viscosity ( r ) : Sebagai viscositas dari fluida Newtonian yang menunjukkan shear stress yang sama pada rata-rata shear yang sama pula ▪ Apparent Viscosity ( a ) : Perbandingan antara shear stress dan shear rate yang tidak konstan melainkan bervariasi terhadap shear stress. ▪ Plastic Viscosity ( p ) : Bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik

▪ Yield Point (Y p ) : Bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik- menarik antar partikel. Gaya tarik-menarik ini disebabkan oleh muatan- muatan pada permukaan partikel yang didespersi dalam fasa fluida.

BAB IV FILTRASI DAN MUD CAKE

4.1 MAKSUD DAN TUJUAN PERCOBAAN

1. Mempelajari pengaruh komposisi lumpur bor terhadap filtration loss dan mud cake .

2. Mengenal dan memahami alat-alat dan prinsip kerja filter press.

4.2 DASAR TEORI

Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut “filtrate”, sedangkan lapisan partikel-partikel besar tertahan dipermukaan batuan disebut “filter cake”. Proses filtrasi diatas hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada dasarnya ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran, yaitu static filtration dan dynamic filtration. Static filtration terjadi jika lumpur berada dalam keadaan diam dan dynamic filtration terjadi ketika lumpur disirkulasikan.

Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake, tidak dikontrol, maka ia akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun dalam evaluasi formasi dan tahap produksi. Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan terjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar, sedangkan filtratnya akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage pada formasi.

Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukuran volume filtration loss dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang digunakan adalah APIRP 13B untuk LPLT (low pressure low temperature). Lumpur ditempatkan dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas saring dan diberi tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran 30 menit. Volume filtrate ditampung dengan gelas ukur dengan cubic centimeter (cc).

Persamaan untuk volume filtrate yang dihasilkan dapat diturunkan dari persamaan Darcy, persamaannya adalah sebagai berikut:

  Cc 

V f = A   Cm   Pt  ....................................................................(1) 

Dimana:

A : Filtration Area K

: Permeability Cake Cc : Volume fraksi solid dalam mud cake

Cm : Volume fraksi solid dalam lumpur P

: Tekanan filtrasi t

: waktu filtrasi = viskositas filtrate Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam

pemboran yang berhubungan erat, baik waktu, kejadiannya maupun sebab dan akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara bersamaan.

Persamaan yang umum digunakan untuk static filtration loss adalah:

1 =Q 2 x  Q  ……………………………………(2)

Dimana :

Q 1 : Fluid loss pada waktu t 1 Q 2 : Fluid loss pada waktu t 2

4.3 PERALATAN DAN BAHAN

4.3.1 Peralatan:

• Filter Press • Mud mixer • Gelas ukur 50 cc dan 350 cc

• Jangka Sorong • Filter Paper

• Stopwatch4.3.2 Bahan: • Bentonite 22,5 gr • Aquadest 350 cc • Additive Spercene 1gr • Additive PAC-

Gambar 4.1 Mud Mixer

(http://www.gtep.civ.puc-rio.br/imagens/fotos_labs/lirf15.jpg) Keterangan :

1. Mud Mixer

2. Bejana

6. Base Cup

7. Pressure Inlet

7. Support Rod

8. Top Cup

8. Thumb Screw

9. Frame

9. Graduated Cilinder

Filter Press (www.gtep.civ.puc-rio.br/imagens/fotos_labs/lirf19.jpg)

Gambar 4.3 Jangka Sorong

( http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/94/Messschieber.jpg/300p

x-Messschieber.jpg )

Gambar 4.4

Stopwatch (www.grabbag.wordpress.com/files/2006/03/stopwatch.jpg)

4.4 PROSEDUR PERCOBAAN

1. Pembuatan Lumpur : Membuat lumpur dasar 350 cc aquadest + 22,5 gr bentonite Lumpur Dasar I : LD (Tidak menggunakan PAC-L) Lumpur Dasar II : 1gr Spercene+LD

2. Mempersiapkan alat filter press dan segera memasang filter paper serapat mungkin dan meletakan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung fluid filtrate .

3. Menuangkan campuran lumpur ke dalam silinder dan segera menutup rapat. Kemudian mengalirkan udara dengan tekanan 100 psi

4. Segera mencatat volume filtrate sebagai fungsi dari waktu dengan stop watch. Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama, kemudian 5 menit untuk 10 menit selanjutnya. Mencatat juga volume filtrate pada menit ke 7,5.

5. Menghentikan penekanan udara, membuang tekanan udara dalam silinder (bleed off), dan menuangkan kembali sisa lumpur dalam silinder ke dalam breaker.

6. Menenentukan tebal mud cake dengan menggunakan jangka sorong yang terjadi dan mengukur pH-nya.

4.5 DATA HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.5.1 Data

Tabel 4.1 Data Pengukuran Volume Filtrate

Waktu (menit)

Volume Filtrate (ml)

Tabel 4.2 Tabulasi Hasil Percobaan Dari Masing – Masing Kelompok

Kel. NaCl Semen Filtrate (ml) MC (cm) pH

Lumpur : 350 ml air + 22,5 gr Bentonite + Semen 2,5 gr Vol. Filtrate

= 20,75 ml (selama 30 menit) Mud Cake = 4 mm

4.5.2 Grafik

Berikut adalah grafik-grafik pada percobaan filtrasi dan mud cake, yaitu : Berikut adalah grafik-grafik pada percobaan filtrasi dan mud cake, yaitu :

Filtrat (ml)

Mud Cake (mm)

loss

pH

ation ltr

Fi

NaCl

Grafik 4.1 Additive (NaCl) vs Filtrate, Mud Cake, pH

Grafik 4.2 Additive (Semen) vs Filtrate, Mud Cake, pH

4.6 PEMBAHASAN

Percobaan penentuan filtrate dan mud cake ini menggunakan alat filter press . Prinsip kerjanya yakni memberi tekanan sebesar 100 psi pada lumpur untuk Percobaan penentuan filtrate dan mud cake ini menggunakan alat filter press . Prinsip kerjanya yakni memberi tekanan sebesar 100 psi pada lumpur untuk

Pengontrolan filtration loss dan mud cake perlu dilakukan setiap waktu agar tidak menimbulkan masalah dalam operasi pemboran dan evaluasi formasi dan tahap produksi. Filtration loss yang tidak terlalu besar dan mud cake yang tipis menjadi keharusan yang berguna sebagai bantalan yang baik antara drill string dengan permukaan lubang bor.

Apabila filtration besar maka mud cake yang terbentuk juga semakin tebal sehingga menimbulkan masalah seperti terjepitnya drill string dan filtrate yang menyusup kedalam formasi akan menyebabkan kerusakan formasi atau formation damage yaitu pengembangan clay, penyumbatan porositas disekitar lubang bor dan juga dapat mengurangi keefektifan permeabilitasnya.

Dalam keadaan lapangan, penentuan pH sangat berpengaruh terhadap kondisi Lumpur, yaitu digunakan sebagai penunjuk zat kimia. Apabila dalam keadaan kadar asam (pH < 7) maka Lumpur tersebut akan mempunyai sifat korosif terhadap peralatan bor dalam sumur. Oleh karena itu pH Lumpur diharuskan atau tetap dijaga agar tetap bersifat basa yaitu dengan pH antara 8 – 11.

4.7 KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil percobaan diperoleh data-data hasil pengamatan sebagai berikut: Volume Filtration Loss ▪ Saat 2 menit

: 3 ml

▪ Saat 4 menit

: 5 ml

▪ Saat 6 menit

: 7 ml

▪ Saat 7,5 menit

: 8 ml

▪ Saat 8 menit

: 8,5 ml

▪ Saat 10 menit

: 10 ml

▪ Saat 15 menit

: 13 ml

▪ Saat 20 menit

: 15,5 ml

▪ Saat 30 menit

: 20,75 ml

Tebal Mud Cake

: 4 mm (0,4 cm)

pH

: 12 (bersifat basa).

2. Semakin besar filtration loss-nya, maka semakin tebal mud cake yang terjadi.

3. Pembentukan atau tebal atau tipisnya mud cake tergantung dari faktor tekanan (P), temperatur (T), dan kedalaman (D).

4. Filtration loss yang besar dan mud cake yang tebal akan mengakibatkan formation damage dan terjepitnya drill string.

5. Penetuan pH lumpur haruslah bersifat basa, karena jika bersifat asam akan memiliki sifat korosif terhadap rangkaian peralatan bor.

4.8 JAWABAN PERTANYAAN MODUL

1. Apakah yang dimaksud dengan spurt loss?

Penyelesaian :

Spurt loss adalah volume filtrate awal yang tersaring sebelum tekanan diberikan.

2. Jelaskan fungsi penambahan bentonite dan quebracho terhadap filtration loss dan mud cake lumpur !

Penyelesaian :

Fungsi penambahan bentonite dan quebracho adalah :

a. Penambahan bentonite dan quebracho - Untuk mengurangi filtration loss ke formasi yang permeable - Untuk membentuk mud cake yang tipis pada permeabilitas rendah - Untuk menghindari loss circulation

3. Menurut saudara, Apakah ada pengaruh jumlah filtrate yang dihasilkan terhadap ketebalan mud cake? Jelaskan!

Penyelesaian :

Ada, semakin banyak jumlah filtrate yang dihasilkan, maka semakin besar pula ketebalan mud cake yang terbentuk, karena semakin banyak pula jumlah partikel yang bertahan pada pori-pori batuan.

4. Jelaskan pengaruh pH terhadap lumpur pemboran ! Pengaruh pH tehadap kondisi Lumpur adalah:

Pengukuran pH dilakukan sebagai petunjuk bagi penggunaan zat kimia yang akan digunakan. pH sangat berpengaruh sekali karena apabila pH bersifat asam maka akan menimbulkan masalah yaitu korosi pada rangkaian pipa bor. Oleh karena itu diusahakan agar pH tetap bersifat basa. Range pH yang baik berkisar sekitar 9-

11, dan untuk menjaga kestabilan pH dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH.

BAB V ANALISA KIMIA LUMPUR BOR

5.1 TUJUAN PERCOBAAN

1. Memahami prinsip-prinsip dalam analisa kimia dan penerapannya di lapangan.

2. Mengetahui alat dan bahan yang diperlukan dalam analisa kimia.

3. Menentukan pH, alkalinitas, kesadahan total, dan kandungan ion-ion yang terdapat dalam lumpur.

5.2 DASAR TEORI

Dalam operasi pemboran pengontrolan kualitas lumpur pemboran harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur bor tetap berfungsi dengan kondisi yang ada.

Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam lumpur pemboran akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fisis lumpur pemboran, oleh karena itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan ion-ion tersebut kemudian dilakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam penanggulannya.

Dalam percobaan ini, akan dilakukan analisis kimia lumpur bor dan filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis kandungan ion klor, ion kalsium, ion besi, serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya).

Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui konsentrasi hidroksil, bikarbonat dan karbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion-ion ini diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke dalam sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.

Analisa kandungan ion klor  ( Cl ) diperlukan untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk ke dalam sistem lumpur pada waktu pemboran

menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air formasi.

Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi sample yang diketahui volumenya dengan sejumlah volume suatu larutan standart yang diketahui konsentrasinya. Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan dari pengetahuan tentang reaksi yang terjadi pada saat titrasi. Analisa kandungan ion besi diperlukan untuk pegontrolan terjadinya korosi pada peralatan pemboran. Air yang mengandung

2 sejumlah besar ion-ion  Ca dan Mg dikenal sebagai air sadah atau “Hard Water ”. Ion-ion ini bisa berasal dari lumpur pada waktu membor formasi gypsum

( CaSo 4 . 2 H 2 O ) .

5.3 PERALATAN DAN BAHAN

5.3.1 Peralatan:

- Labu titrasi 250 ml dan 100 ml - Buret mikro - Pengaduk - Pipet - pH paper

5.3.2 Bahan:

NaHCO 3 , NaOH, CaCO 3 , serbuk MgO, Kalium, Chromate, Bentonite, Gypsum , Aquadest,

Larutan H 2 SO 4 0,02 N, Larutan AgNO 3 , larutan KMnO 4 0,1 N. Phenolphthalein , Methyl Jingga,

Keterangan :

1. Buret

2. Stand Buret

Gambar 5.1 Buret (www.indigo.com/glass/gphglass/buret.html)

Keterangan:

1. Erlenmeyer

Gambar 5.2 Erlenmeyer

(http://www.lasalle.g12.br/quimica/materiais.htm)

6. Base Cup

12. Pressure Inlet

7. Support Rod

13. Top Cup

8. Thumb Screw

14. Frame

9. Graduated Cilinder

15. Cell

10. Support

Gambar 5.3 Filter Press

(http://www.gtep.civ.puc-rio.br/imagens/fotos_labs/lirf19.jpg)

5.4 PROSEDUR PERCOBAAN

5.4.1 Analisa Kimia Alkalinitas

Membuat lumpur dengan komposisi sebagai berikut : 350 ml Aquadest + 22,5 gram Bentonite + 0,4 gram NaHCO 3 + 0,4 gram

NaOH + 0,2 gram CaCO 3 .

1. Mengambil 3 ml filtrate tersebut, dimasukkan dalam labu titrasi 250 ml, kemudian ditambahkan 20 ml Aquadest.

2. Menambahkan 2 tetes indikator phenolphthalein dan dititrasi dengan

H 2 SO 4 standar sampai warna merah tepat hilang, reaksi terjadi :

3. Mencatat volume pemakaian H 2 SO 4 (P ml)

4. Kemudian pada larutan hasil titrasi, ditambahkan 2 tetes indikator methyl jingga, dilanjutkan titrasi dengan H 2 SO 4 standart sampai terbentuk warna jingga tua, reaksi yang terjadi :

HCO 

3  H  H 2 O  CO 2

5. Mencatat pemakaian H 2 SO 4 total (M ml).

Catatan: Jika,

2 -  2P > M menunjukkan adanya gugus ion OH dan CO 3 -  2P = M menunjukkan adanya CO saja

-  2P < M menunjukkan adanya CO

3 dan HCO 3

-  P = 0 menunjukkan adanya HCO

3 saja

-  P = M menunjukkan adanya OH saja

Perhitungan:

1. Total Alkalinity =

M  Normalitas H 2 SO 4  1000

 epm Total Alkalinity

mlFiltrate

2. CO 3 -2 Alkalinity =

Jika ada OH - :

 2 ( M  P )  NH SO

 ppm 2

CO

 BMCO 3

mlFiltrate

Jika tidak ada OH -

3. - OH Alkalinity =

( 2 P  M )  NH

2 SO 4  1000

ppm  =  BMOH

OH

mlFiltrate

4. -1 HCO 3 Alkalinity =

5.4.2 Menentukan Kandungan Klorida

Membuat lumpur dengan komposisi : 350 ml Aquadest + 22,5 gram Bentonite + 0,4 gram NaCl

1. Mengambil 2 ml filtrat lumpur tersebut, dimasukkan ke dalam labu titrasi 250 ml.

2. Menambahkan 25 ml aquadest, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes larutan

K 2 CrO 4 .

3. Titrasi dengan AgNO 3 standart sampai terbentuk warna endapan jingga.

4. Mencatat volume pemakaian AgNO 3 .

Reaksi yang terjadi :

Cl   Ag  AgCl (s ) (Putih)

mlAgNO 3  NAgNO 3  1000

5.5 HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.5.1 Data

Tabel 5.1

Data Percobaan Analisa Kimia Lumpur Pemboran

Kelompok

Hasil Analisa

IV V VI VII VIII IX Vol. H

0,05 0,07 0,08 0,05 0,07 0,08 0,07 0,06 0,09 (P ml)

alin

Vol. H 2 SO 4

1 4 6 1 4 6 3 5 7 (M ml)

Alk

a an tal Vol. EDTA

-h o

Kesad T

(ml)

a- 2+ 2+ a

C Mg Vol. EDTA 5 7 9 5 7 9 7 8 11

Kesad an h an

(ml)

d u - g an rid

a Vol.

d u - n I Vol.

an esi (

Kan g n B KMnO 4

I II Vol.

Hasil Analisa Analisa Kimia Lumpur Pemboran

Kelompok

Hasil Analisa

IX Total Alkalinity 13,33 26,67 40 13,33 26,67 40 26,67 33.33 46,67 CO 2-

I II III

IV V VI VII VIII

20 28 32 20 28 32 28 24 36 HCO 3 - Alkalinity 0,62 1,57 2,37 0,77 1,57 2,37 1,57 1,98 2,77 Kesadahan Total 33,33 50 66,67 33,33 50 66,66 50 26,67 66,67 Kesadahan Ca 2+ 1202 935,2 1202 668 935,2 1202 935,2 1067 1202 Kesadahan Mg 2+ 729,3 567,1 729,3 810,2 567,1 729,3 567,1 640 729,3 Kandungan

3 Alkalinity

236,7 710 1183 236,7 710 1183 710 933,3 1420 Klorida