Karakteristik Sifat Kimia dan Fisik Sub Grup Tanah Ultisol di Wilayah Sumatera Utara

Lampiran 1. Kriteria Penilaian Sifat – Sifat Tanah

pH H2O
pH KCl

Sangat
Masam
< 4,5
< 2,5

Sifat Tanah

Satuan

C (Karbon)
N (Nitrogen)
C/N
P2O5 Total
P2O5 eks- HCl
P-avl Bray II
P-avl Truog

P-avl Olsen
K2O eks-HCl
CaO eks-HCl
MgO eks-HCl
MnO eks-HCl
K-dd
Na-dd
Ca-dd
Mg-dd
Al-dd
KTK (CEC)
KB (BS)
Kejenuhan Al
Cadangan
mineral
Salinintas
ESP

%
%

--%
%
ppm
ppm
ppm
%
%
%
%
me/100
me/100
me/100
me/100
me/100
me/100
%
%

Masam
4,5 – 5,5

2,5 – 4,0

Agak
Masam
5,6 – 6,5
-------

Netral
6,6 – 7,5
4,1 – 6,0

Sangat
Rendah
Sedang
Rendah
< 1,00 1,00 - 2,00 2,01 – 3,00
< 0,10 0,10 – 0,20 0,21 – 0,50
0,75
> 25
> 0,10

> 0,100
> 15
> 80
> 20
> 0,20
> 0,30
> 0,30
> 0,30
> 1,00
> 1,00
> 20
> 8,00
> 60
> 40
> 80
> 40

Tinggi

%


40

dS m-1
%

15

Menurut : 1) Balai Penelitian Tanah Bogor, 2009
2) Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983

Lampiran 2.

Sampel

Titik koordinat pengambilan sampel tanah pada Typic
Hapludults di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan
Kabupaten Simalungun

Koordinat X


Koordinat Y

Ketinggian
tempat
(dpl)

1

99o12’09.33’’ 02o49’09.85’’

302 m

2

99o11’45.23’’ 02o49’02.47’’

312 m

3


99o12’09.78’’ 02o49’09.53’’

302 m

4

99o12’08.77’’ 02o49’10.69’’

302 m

5

99o12’06.97’’ 02o49’10.55’’

303 m

6

99o12’05.19’’ 02o49’09.70’’


303 m

7

99o12’04.60’’ 02o49’08.52’’

304 m

8

99o12’04.55’’ 02o49’07.30’’

304 m

9

99o12’04.59’’ 02o49’05.76’’

304 m


10

99o12’02.65’’

02o49’05.67’

305 m

11

99o12’00.78’’ 02o49’07.64’’

304 m

12

99o12’41.06’’ 02o49’01.25’’

312 m


13

99o12’31.56’’ 02o49’58.79’’

319 m

14

99o11’50.60’’ 02o49’05.10’’

307 m

15

99o11’57.05’’ 02o48’59.43’’

311 m

Vegetasi

Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit

Lampiran 3.

Sampel

Titik koordinat pengambilan sampel tanah pada Typic
Paleudults di Desa Gergas Kecamatan Wampu Kabupaten
Langkat

Koordinat X

Koordinat Y

Ketinggian
tempat
(dpl)

1

98o20’05.18’’ 03o39’26.46’’

50 m

4

98o20’09.43’’ 03o39’28.34’’

46 m

5

98o20’09.50’’ 03o39’31.74’’

42 m

6

98o20’06.51’’ 03o39’34.53’’

38 m

7

98o20’01.23’’ 03o39’34.27’’

39 m

8

98o19’57.71’’ 03o39’36.41’’

40 m

9

98o20’03.26’’ 03o39’31.31’’

41 m

10

98o20’10.11’’ 03o39’23.43’’

44 m

11

98o20’03.01’’ 03o39’19.35’’

63 m

12

98o20’04.40’’ 03o39’16.71’’

63 m

13

98o20’02.34’’ 03o39’17.01’’

64 m

14

98o20’23.07’’ 03o39’24.92’’

46 m

15

98o20’28.17’’ 03o39’22.08’’

43 m

16

98o20’36.05’’ 03o39’23.69’’

56 m

17

98o20’29.18’’ 03o39’29.95’’

52 m

18

98o20’42.33’’ 03o39’49.63’’

46 m

19

98o20’58.30’’ 03o39’56.11’’

39 m

20

98o21’01.12’’ 03o40’05.42’’

43 m

Vegetasi
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
2 tahun
Tanaman karet umur ±
2 tahun
Tanaman karet umur ±
2 tahun
Tanaman karet umur ±
2 tahun
Tanaman karet umur ±
2 tahun
Tanaman karet umur ±
2 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun
Tanaman karet umur ±
15 tahun

Lampiran 4.

Sampel

Titik koordinat pengambilan sampel tanah pada Psammentic
Paleudults di Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitan
Kabupaten Labuhan Batu Selatan

Koordinat X

Koordinat Y

Ketinggian
tempat
(dpl)

1

99o53’38.31’’ 01o51’29.53’’

95 m

2

99o53’36.10’’ 01o51’30.10’’

100 m

3

99o53’37.00’’ 01o51’28.81’’

101 m

4

99o53’41.27’’ 01o51’39.23’’

93 m

5

99o53’40.08’’ 01o51’40.63’’

96 m

6

99o53’38.96’’ 01o51’40.23’’

98 m

7

99o53’37.83’’ 01o51’41.47’’

101 m

8

99o53’38.84’’ 01o51’43.03’’

100 m

9

99o53’36.87’’ 01o51’43.20’’

104 m

10

99o53’35.38’’ 01o51’41.22’’

105 m

11

99o53’35.49’’ 01o51’39.59’’

104 m

12

99o53’37.73’’ 01o51’39.79’’

101 m

13

99o52’32.04’’ 01o51’11.53’’

105 m

14

99o52’33.99’’ 01o51’09.30’’

108 m

15

99o52’33.96’’ 01o51’06.07’’

110 m

Vegetasi
Tanaman karet
berproduksi dan semak
Tanaman karet
berproduksi dan semak
Tanaman karet
berproduksi dan semak
Tanaman ubi kayu
Bekas tanaman ubi
kayu dan semak
Ilalang dan tanaman
paku-pakuan
Ilalang dan tanaman
paku-pakuan
Ilalang dan tanaman
paku-pakuan
Tanaman karet
berproduksi ± 10 tahun
Tanaman karet
berproduksi ± 10 tahun
Tanaman karet
berproduksi ± 10 tahun
Tanaman karet
berproduksi ± 10 tahun
Tanaman karet
berproduksi dan semak
Bekas replanting
tanaman karet
Bekas replanting
tanaman karet

Lampiran 5.

Sampel

Titik koordinat pengambilan sampel tanah pada Typic
Plinthudults di Desa Langgapayung Kecamatan Sungai
Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan

Koordinat X

Koordinat Y

Ketinggian
tempat
(dpl)

1

99o58’09.09’’ 01o43’04.12’’

40 m

2

99o58’09.58’’ 01o43’04.21’’

42 m

3

99o58’09.95’’ 01o43’02.18’’

41 m

4

99o58’08.48’’ 01o43’05.64’’

42 m

5

99o58’06.54’’ 01o43’06.09’’

43 m

6

99o58’05.59’’ 01o43’07.33’’

41 m

7

99o58’00.20’’ 01o43’09.53’’

41 m

8

99o57’54.35’’ 01o42’59.09’’

42

9

99o57’52.19’’ 01o42’03.76’’

43

10

99o57’51.19’’ 01o42’01.70’’

41

11

99o57’39.08’’ 01o42’58.13’’

43

12

99o57’39.86’’ 01o42’57.71’’

44

13

99o57’38.32’’ 01o42’56.19’’

43

14

99o57’38.01’’ 01o42’55.53’’

40

15

99o57’37.67’’ 01o42’55.14’’

41

Vegetasi
Tanaman kelapa sawit,
karet, semak belukar
dan paku-pakuan
Tanaman kelapa sawit,
karet, semak belukar
dan paku-pakuan
Tanaman kelapa sawit,
karet, semak belukar
dan paku-pakuan
Tanaman kelapa sawit,
karet, semak belukar
dan paku-pakuan
Tanaman kelapa sawit
Tanaman karet
Tanaman karet
Karet, semak belukar
Karet, semak belukar
Karet, semak belukar,
paku-pakuan
Karet, semak
belukar,paku-pakuan
Karet, semak belukar,
paku-pakuan
Karet, semak belukar
Karet, semak belukar
Karet, semak belukar

Lampiran 6.

Titik koordinat pengambilan sampel tanah pada Typic
Ochraquults di Desa Sukaluwe Kecamatan Bangun Purba
Kabupaten Deli Serdang

Sampel Koordinat X

Koordinat Y

Ketinggian
tempat
(dpl)

1

98o49’48.15’’ 03o20’36.22’’

139 m

2

98o49’54.65’’ 03o20’46.38’’

141 m

3

98o50’22.55’’ 03o20’42.91’’

102 m

4

98o50’31.25’’ 03o20’25.36’’

98 m

5

98o50’13.28’’ 03o20’41.80’’

109 m

6

98o50’06.71’’ 03o20’32.25’’

148 m

7

98o50’05.42’’ 03o20’29.39’’

146 m

8

98o50’08.43’’ 03o20’48.82’’

140 m

9

98o50’05.46’’ 03o20’43.45’’

144 m

10

98o50’06.97’’ 03o20’35.19’’

148 m

11

98o50’01.85’’ 03o20’29.59’’

144 m

12

98o49’56.10’’ 03o20’28.34’’

150 m

13

98o49’50.93’’ 03o20’31.57’’

146 m

14

98o49’50.65’’ 03o20’38.43’’

145 m

15

98o49’59.61’’ 03o20’40.55’’

147 m

Vegetasi
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung
Tumpang sari tanaman
kelapa sawit dan jagung

Lampiran 7.

Sampel

Titik koordinat pengambilan sampel tanah pada Typic
Paleaquults di Desa Tanah Jawa Kecamatan Tanah Jawa
Kabupaten Simalungun

Koordinat X

Koordinat Y

Ketinggian
tempat
(dpl)

1

99o09’41.58’’ 02o52’50.10’’

299 m

2

99o12’16.36’’ 02o52’51.82’’

249 m

3

99o12’05.46’’ 02o52’44.71’’

251 m

4

99o11’59.63’’ 02o52’43.17’’

252 m

5

99o11’43.98’’ 02o52’30.82’’

261 m

6

99o11’02.78’’ 02o52’41.57’’

267 m

7

99o11’05.99’’ 02o52’47.90’’

269 m

8

99o10’43.85’’ 02o52’13.18’’

286 m

9

99o10’42.19’’ 02o52’15.42’’

280 m

10

99o10’39.43’’ 02o52’19.45’’

274 m

11

99o10’36.33’’ 02o52’22.98’’

268 m

12

99o10’37.55’’ 02o52’19.52’’

273 m

13

99o10’35.87’’ 02o52’27.53’’

279 m

14

99o10’57.27’’ 02o52’37.14’’

269 m

15

99o10’54.10’’ 02o52’35.74’’

276 m

Vegetasi
Tanaman kelapa sawit
Tanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayu
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman jagung
Tanaman jagung
Tanaman jagung
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit

Lampiran 8. Peta titik pengambilan sampel tanah pada Typic Hapludults di
Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten
Simalungun

Lampiran 9. Peta titik pengambilan sampel tanah pada Typic Paleudults di
Desa Gergas Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

Lampiran 10.

Peta titik pengambilan sampel tanah pada Psammentic
Paleudults di Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitan
Kabupaten Labuhan Batu Selatan

Lampiran 11. Peta titik pengambilan sampel tanah pada Typic Plinthudults
di Desa Langgapayung Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten
Labuhan Batu Selatan

Lampiran 12. Peta titik pengambilan sampel tanah pada Typic Ochraquults
di Desa Sukaluwe Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli
Serdang

Lampiran 13. Peta titik pengambilan sampel tanah pada Typic Paleaquults
di Desa Tanah Jawa Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten
Simalungun

Lampiran 14. Vegetasi Pada Masing-Masing Sub Grup Ultisol

(a)

(b)

Gambar 1. a) vegetasi kelapa sawit pada umur ± 17 tahun pada Typic Hapludults,
b) vegetasi kelapa sawit pada umur ± 10 tahun pada Typic Hapludults

(a)
Gambar 2.

(b)

a) vegetasi karet pada umur ± 15 tahun pada Typic Paleudults,
b) vegetasi karet pada umur ± 2 tahun pada Typic Paleudults

(a)

(b)

(c)
Gambar 3. a) vegetasi karet pada Psammentic Paleudults, b) vegetasi pakis dan
alang-alang pada Psammentic Paleudults, c) vegetasi ubi kayu pada
Psammentic Paleudults

(a)

(b)

(c)
Gambar 4. a) vegetasi karet pada Typic Plinthudults, b) vegetasi kelapa sawit
pada Typic Plinthudults, c) vegetasi kelapa sawit, anakan kayu, pakispakisan pada Typic Plinthudults

Gambar 5. Vegetasi jagung dan kelapa sawit yang ditumpangsarikan pada Typic
Ochraquults

(a)

(b)

Gambar 6. a) vegetasi ubi kayu pada Typic Paleaquults, b) vegetasi jagung pada
Typic Paleaquults

DAFTAR PUSTAKA
Adiwiganda, R., A. Purba., dan Z. Poeloengan. 1996. Pengolahan Tanah Areal
Peremajaan Kelapa Sawit Berdasarkan Sifat Tanah Pada Tingkat Sub Grup
(Macam). Warta PPKS. Vol. 4(1) : 9 – 22.
Adiwiganda, R., A. U. Lubis., dan P. Purba. 1994. Karakteristik Tanah Pada
Beberapa Tingkat Famili di Areal Kelapa Sawit Indonesia. Berita PPKS.
Vol. 2
Basyuni, Z. 2009. Mineral dan Batuan Sumber Unsur Hara P dan K. Universitas
Jenderal Soedirman. Purbalingga.
Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin dan H. Hanum. 2011.
Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Fitriatin, B. N., A. Yuniarti., T. Turmuktini., dan F. K. Ruswandi. 2014. The
Effect of Phosphate Solubilizing Microbe Producing Growth Regulators
on Soil Phosphate, Growth and Yield of Maize and Fertilizer Efficiency on
Ultisol. Eurasian J. of Soil Sci. Indonesia. Hal:101-107.
Foth, H. D. 1995. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Edisi ketujuh. Terjemahan
Purbayanti, dkk. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 782 hal.
Hakim, N. M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. R. Saul., M. Diha.,
G. B. Hong., dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Universitas Lampung. Lampung.
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
Hidayat, A., dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering Untuk Pertanian. hal: 7-37
dalam Buku Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Pusat Penelitian Tanah
dan Pengembangan dan Agroklimat. Bogor.
Kasno, A. 2009. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah. Balai
Penelitian Tanah. Bogor.
Kustantini, D. 2013. Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani Melalui
Penggunaan Pola Tanam Tumpangsari Pada Produksi Benis Kapas. Balai
Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Surabaya.
Lahuddin., H. Guchi., B. Sitorus., dan R. A. Yanti. 2010. Interaksi Kompos dan
Dolomit: Efek Interaksi Perlakuan dan Dolomit pada Tanah Sangat Asam
Terhadap Kadar Ca-dd, Al-dd, dan P-Bray II Dalam Tanah. J. Ilmu
Pertanian Kultivar. Vol. 4(2).

Mukhlis. 2014. Analisis Tanah Tanaman. Edisi kedua. USU Press. Medan.
Mukhlis dan Fauzi. 2003. Pergerakan Unsur Hara Nitrogen Dalam Tanah. USU
digital Library. Medan.
Mukhlis., Sarifuddin., dan H. Hanum. 2011. Kimia Tanah, Teori dan Aplikasi.
USU Press. Medan.
Mulyani, A., A. Rachman., dan A. Dairah. 2010. Penyebaran Lahan Masam,
Potensi dan Ketersediaannya Untuk Pengembangan Pertanian. dalam
Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal: 23-34
Munir, M. 1995. Tanah-Tanah Utama Indonesia, Karakteristik, Klasifikasi, dan
Pemanfaatannya. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Nita, I., E. Listyarini., dan Z. Kusuma. 2014. Kajian Lengas Tersedia Pada
Toposekuen Lereng Utara G. Kawi Kabupaten Malang Jawa Timur. J.
Tanah Dan Sumberdaya Lahan. Vol.1(2). Hal: 49-57.
Nugroho, P. A dan Istianto. 2009. Karakteristik dan Potensi Tanah Ultisol Untuk
Pengembangan Tanaman Karet di Sebagian Wilayah Pulau Laut,
Kalimantan Selatan. J. Penelitian Karet. Vol. 27(2). Hal:51-64
Nurmasyitah., Syafruddin., dan M. Sayuthi. 2013. Pengaruh Jenis Tanah dan
Dosis Fungi Mikoriza Arbuskular Pada Tanaman Kedelai Terhadap Sifat
Kimia Tanah. J. Agrista. Vol.17(3). Hal: 103-110.
Nursyamsi, D., K. Idris., S. Sabiham., D. A. Rachim., dan A. Sofyan. 2007. SifatSifat Tanah Dominan yang Berpengaruh Terhadap K Tersedia pada
Tanah-Tanah yang Didominasi Smektit. J. Tanah dan Iklim. No.26
Prasetyo, B. H. 2009. Tanah Merah dari Berbagai Bahan Induk diIndonesia:
Prospek dan Strategi Pengelolaannya. J. Sumberdaya Lahan. Vol. 3(1).
Hal: 47-60
Prasetyo, B. H., D. Subardja., dan B. Kaslan. 2005. Ultisols Bahan Volkan
Andesitik: Diferensiasi Potensi Kesuburan dan Pengelolaannya. J. Tanah
dan Iklim. No. 23
Prasetyo, B. H., N. Suharta., H. Subagyo., and Hikmatullah. 2001. Chemical and
Mineralogical Properties of Ultisols of Sasamba Area, East Kalimantan.
Indo. J. of Agri. Sci. Vol. 2(2) Hal: 37-47.
Prasetyo, B. H dan D. A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik , Potensi, dan
Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian
Lahan Kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian. Bogor.

Regional Office for Asia and the Pacific. 1994. AEZ in Asia. Proceedings af the
Regional Workshop on Agro-Ecological Zones Methodology and
Applications. Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Thailand.
Sarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.
Saeed, S., M.Y.K. Barozai., dan S.H. Shah. 2014. Impact of Altitude on Soil
Physical and Chemical Properties in Sra Ghurgai (Takatu Mountain
Range) Quetta, Balochistan. International J. of Sci. and Engineering
Research. Vol. 5(3) hal: 730-735.
Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Penerbit ITB
Bandung. Bandung.
Septiana, M. 2013. Penilaian Kualitas Tanah Ultisols dibawah Vegetasi Karet di
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan
Selatan. Agroscientiae. J. Ilmiah. Vol. 20(2) hal: 74-79.
Soil Survey Staff. 2014. Key to Soil Taxonomy Twelfth Edition. United States
Department of Agriculture Natural Resources Concervation Service. USA.
Subagyo, H., N. Suharta., dan A. B. Siswanto. 2004. Tanah-Tanah Pertanian di
Indonesia. Hal:21-66 dalam Buku Sumber Daya Lahan Indonesia dan
Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat. Bogor.
. 2000. Tanah-Tanah Pertanian di Indonesia. Hal:21-66 dalam Buku
Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Subandi. 2007. Teknologi Produksi dan Strategi Pengembangan Kedelai Pada
Lahan Kering Masam. Iptek Tanaman Pangan. Vol.2(1).
Subandiono, R. E., E. Suryani., dan D. Subardja. 2014. Sifat-Sifat Tanah pada
Lahan Potensial Untuk Pengembangan Pertanian di Provinsi Jambi dan
Implikasi Pengelolaannya. J. Tanah dan Iklim. Vol. 38(1) Hal: 51-62.
Sudaryono. 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan
Batubara Sangatta Kalimantan Timur. J. Tek. Ling. Vol. 10(3). Hal:337346.
Suharta, N. 2007. Sifat dan Karakteristik Tanah dari Batuan Sedimen Masam di
Provinsi Kalimantan Barat serta Implikasinya terhadap Pengelolaan
Lahan. J. Tanah dan Iklim. No. 25.

Suharta, N dan B. H. Prasetyo. 2008. Susunan Mineral dan Sifat Fisiko-Kimia
Tanah Bervegetasi Hutan dari batuan Sedimen Masam di Provinsi Riau. J.
Tanah dan Iklim. No. 28.
Supriyadi, S. 2007. Kesuburan Tanah di Lahan Kering Madura. Embryo Vol.4(2).
Sutaryo, B., A. Purwantoro., dan Nasrullah. 2005. Seleksi Beberapa Kombinasi
Persilangan Padi Untuk Ketahanan Terhadap Keracunan Aluminium. J.
Ilmu Pertanian. Vol. 12(1). Hal: 20-31.
Tambunan, W. A. 2008. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tanah Hubungannya
Dengan Produksi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Kwala
Sawit PTPN II. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tan, K. H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Diterjemahkan oleh Didiek Hadjar
Goenadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Utomo, B. 2008. Perbaikan Sifat Tanah Ultisol Untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Eucalyptus urophylla Pada Ketinggian 0 – 400 meter. Karya
Ilmiah. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Winarna, F., S. Sutarta., dan S. Rahutmono. 2002. Karakteristik Tanah Oxisol dan
Kesesuaiannya Untuk Tanaman Kelapa Sawit: Studi Kasus Perkebunan
Pelaihari Kalimantan Selatan. J. Penelitian Kelapa Sawit. Vol. 10(1). Hal:
1-9.
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.
Penerbit Gaya Media. Yogyakarta.
Yulnafatmawita. 2007. Kajian Sifat Fisik Tanah Beberapa Penggunaan Lahan di
Bukit Gajabuih Kawasan Hutan Hujan Tropik Gunung Gadut Padang.
Laboratorium Fisika Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Andalas Padang.

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di wilayah Sumatera Utara yang terdiri dari
beberapa Desa yaitu Desa Tonduhan, Desa Gergas, Desa Aek Goti, Desa
Langgapayung, Desa Sukaluwe dan Desa Tanah Jawa dan analisis tanah di
lakukan di Laboratorium Research and Development PT. NPK Analytical & QC
Laboratory, Tebing Tinggi, Sumatera Utara, penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juni 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah peta
administrasi penelitian skala 1:1.000.000, peta jenis tanah skala 1:1.000.000,
jenis tanah Ultisol dengan 6 sub grup tanah yaitu Typic Hapludults, Typic
Paleudults, Psammentic Paleudults, Typic Plinthudults, Typic Ochraquults, dan
Typic Paleaquults, serta bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah
dilaboratorium.
Adapun alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah GPS (Global
Positioning System) untuk menentukan titik pengambilan sampel, bor tanah untuk
mengambil sampel tanah, cangkul untuk membersihkan permukaan tanah,
kantong plastik sebagai wadah sampel tanah, spidol permanent untuk menandai
setiap perlakuan, kertas label, alat tulis, serta alat-alat lain yang mendukung dalam
penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan
melakukan survei pada beberapa lokasi yang mewakili pada setiap sub grup tanah

Ultisol. Teknik sampling berdasarkan metode purposive random sampling.
Contoh tanah pada 6 sub grup masing - masing di ambil dengan menggunakan bor
tanah pada kedalaman 0-30 cm.
Adapun lokasi pengambilan sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Lokasi pengambilan sampel tanah pada setiap sub grup tanah Ultisol
No.

Sub Grup
Tanah Ultisol

1.

Typic Hapludults

2.

Typic Paleudults

3.

Psammentic
Paleudults

4.

Typic Plinthudults

5.

Typic Ochraquults

6.

Typic Paleaquults

Lokasi
Desa Tonduhan, Kecamatan Tonduhan, Kabupaten
Simalungun
Desa Gergas, Kecamatan Wampu, Kabupaten
Langkat
Desa Aek Goti, Kecamatan Silangkitan, Kabupaten
Labuhan Batu Selatan
Desa Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan,
Kabupaten Labuhan Batu
Desa Sukaluwe, Kecamatan Bangun Purba,
Kabupaten Deli Serdang
Desa Tanah Jawa, Kecamatan Tanah Jawa,
Kabupaten Simalungun

Pelaksanaan Penelitian
Tahap persiapan
Sebelum melakukan penelitian di lapangan, terlebih dahulu di lakukan
konsultasi dengan komisi pembimbing, pengadaan peralatan, studi literatur,
penyusunan usulan penelitian, penyediaan peta lokasi penelitian, pengumpulan
data-data sekunder daerah penelitian serta penyediaan bahan dan peralatan yang
akan digunakan di lapangan.
Pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan mengadakan survei pendahuluan
untuk orientasi lapangan penelitian. Pengambilan contoh tanah di lakukan dengan
pengeboran pada kedalaman 0-30 cm. Sampel tanah diambil pada setiap sub grup

tanah berdasarkan lokasi yang telah tentukan. Sebelum dilakukan pengambilan
sampel, permukaan tanah dibersihkan terlebih dahulu dari rumput-rumputan, batu,
dan sisa-sisa tanaman. Pengambilan contoh tanah pada setiap sub grup di ambil
secara zig-zag pada beberapa titik sampel, kemudian tanah yang sudah diambil di
kompositkan menjadi satu sampel. Sampel tanah yang telah di kompositkan
dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sudah diberi tanda perlakuan dan di
catat titik koordinat posisi pengeboran, bujur, lintang, vegetasi, dan ketinggian
tempat dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Kemudian contoh
tanah tersebut dikering udarakan dan di analisis di Laboratorium Research and
Development PT. NPK Analytical & QC Laboratory, Tebing Tinggi, Sumatera
Utara, yang meliputi : tekstur tanah, pH tanah, Al-dd, C-organik, N-total, P-total,
P-tersedia, K-tukar, kapasitas tukar kation, kejenuhan aluminium, dan kejenuhan
basa.
Parameter yang Diamati
- Tekstur tanah dengan metode Hydrometer
- pH H2O tanah dengan metode elektrometri
- Al-dd (me/100 g) tanah dengan metode KCl 1 N
- C-organik (%) tanah dengan metode Walkley and Black
- N-total (%) tanah dengan metode Kjeldhal
- P-tersedia (ppm) tanah dengan metode Bray II
- P-total (%) tanah dengan metode destruksi asam asam perkhlorat (HClO4)
pekat
- K-dd (K-tukar) tanah dengan metode ekstraksi 1 N NH4Oac pH 7

- Kapasitas tukar kation (me/100 g) tanah dengan metode ekstraksi 1 N NH4Oac
pH 7
- Kejenuhan basa (%) tanah dengan menggunakan metode ekstraksi1 N NH4Oac
pH 7
- Kejenuhan Aluminium (%) tanah dengan metode KCl 1 N

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, dan liat
yang dinyatakan dalam persen. Tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butirbutirnya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (misalnya setiap gram)
mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan)
air dan unsur hara. Tanah-tanah bertekstur liat, karena lebih halus maka setiap
satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan
menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Berdasarkan hasil analisis
tekstur tanah yang dilakukan pada enam sub grup tanah Ultisol diperoleh data
yang tertera pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil Analisis Tekstur Tanah Pada Beberapa Sub Grup Ultisol
Sub Grup Ultisol
Typic Hapludults
Typic Paleudults
Psammentic Paleudults
Typic Plinthudults
Typic Ochraquults
Typic Paleaquults

Pasir Debu
Liat
--------%-------58,59
3,45 37,96
36,88 17,53 45,59
82,72 13,81
3,46
23,59 41,67 34,74
38,01 10,33 51,66
55,24 24,10 20,67

Tekstur
Liat Berpasir
Liat
Pasir Berlempung
Lempung Berliat
Liat
Lempung Liat Berpasir

Dari hasil analisis tekstur tanah, pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tekstur
tanah pada 6 (enam) sub grup Ultisol secara umum berbeda kecuali pada Typic
Paleudults dan Typic Ochraquults memiliki tekstur tanah yang sama yaitu liat,
dimana pada kedua sub grup tersebut kandungan fraksi liat yang lebih tinggi yaitu
45,59 % dan 51,66 %. Sementara itu pada pada sub grup Psammentic Paleudults,
Typic Hapludults dan Typic Paleaquults masing-masing memiliki tekstur pasir
berlempung, liat berpasir, dan lempung liat berpasir, dimana pada ketiga sub grup
tersebut memiliki kandungan fraksi pasir yang lebih tinggi secara berturut-turut

yaitu 82,72 %, 58,59 %, dan 55,24 %. Perbedaan tekstur pada masing-masing sub
grup disebabkan oleh komposisi mineral pada bahan induk yang berbeda pada
setiap sub grup. Sesuai dengan yang dikemukakan Prasetyo dan Suriadikarta
(2006) bahwa tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk
tanahnya. Bahan induk yang didominasi mineral tahan lapuk kuarsa, seperti
batuan granit dan batu pasir cenderung mempunyai tekstur yang lebih kasar.
Sebaliknya bahan induk yang kaya mineral mudah lapuk seperti batuan andesit,
batu kapur cenderung mempunyai tekstur tanah yang halus.
Tekstur tanah sangat penting untuk diketahui, karena dengan mengetahui
tekstur tanah maka akan diketahui pula vegetasi dan pengolahan tanah yang tepat
untuk tanah tersebut. Tanah dengan tekstur yang lebih halus (kandungan liat yang
tinggi) memiliki ruang pori lebih padat yang menyebabkan perkembangan akar
menjadi terhambat sehingga diperlukan pengolahan tanah yang intensif. Selain itu
tanah dengan tekstur lebih halus memiliki status hara yang lebih tinggi karena
mempunyai luas permukaan tanah yang lebih luas menyebabkan kapasitas tukar
kation yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah dengan tekstur yang lebih kasar
(kandungan pasir yang tinggi) sehingga hanya diperlukan pengolahan tanah secara
manual atau tanpa olah tanah (TOT). Hal ini sesuai penelitian Adiwiganda dkk
(1996) bahwa pengolahan tanah secara intensif sangat ditekankan terhadap tanahtanah yang berasal dari formasi tersier terutama pada tanah Typic Paleudults dan
Typic Plinthudults, sedangkan tanpa olah tanah (TOT) hanya disarankan pada
tanah yang umumnya membentuk tanah yang gembur sampai agak teguh seperti
Typic Hapludults.

Pada Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa tekstur Typic Peleudults dan Typic
Ochraquults memiliki tekstur yang sama yaitu liat, namun pada masing-masing
sub grup memiliki kadar fraksi pasir, debu dan liat yang berbeda. Seperti yang
tertera pada Soil Survey Staff (2014) bahwa Typic Paleudults mempunyai
distribusi liat yang persentasenya tidak menurun sebanyak 20 persen dari jumlah
maksimum didalam kedalaman 150 cm dari permukaan tanah dan biasanya tanahtanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi.
pH Tanah
pH adalah singkatan dari potensial hidrogen dengan skala 1-14 dalam
menentukan keasaman, netral, atau kealkalian suatu tanah. Pentingnya pH tanah
diketahui adalah untuk menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap
tanaman. Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai informasi kesuburan kimia
tanah karena dapat menggambarkan ketersediaan unsur hara dalah tanah tersebut..
Berdasarkan hasil analisis pH yang dilakukan pada enam sub grup tanah Ultisol
diperoleh data seperti yang tertera pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil Analisis pH H2O Pada Beberapa Sub Grup Ultisol
Sub Grup Ultisol
Typic Hapludults
Typic Paleudults
Psammentic Paleudults
Typic Plinthudults
Typic Ochraquults
Typic Paleaquults

pH H2O
4,8
4,3
5,2
4,8
4,8
4,3

Kriteria
Masam
Sangat Masam
Masam
Masam
Masam
Sangat Masam

Dari hasil analisis pH tanah pada Tabel 3, menunjukkan bahwa ke enam
sub grup Ultisol memiliki pH dari 4,3 hingga 5,2 dengan kriteria sangat masam
hingga masam. Tanah dengan kriteria masam terdapat pada Typic Hapludults,
Psammentic Paleudults, Typic Plinthudults, dan Typic Ochraquults. Sedangkan

kriteria sangat masam terdapat pada Typic Paleudults dan Typic Paleaquults.
Kemasaman tanah dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain bahan induk
tanah, bahan organik, hidrolisis aluminium, reaksi oksidasi terhadap mineral
tertentu dan pencucian basa-basa. Dalam hal ini pencucian basa-basa merupakan
penyebab utama kemasaman tanah pada keenam sub grup Ultisol, yang ditandai
dengan rendahnya nilai basa-basa tukar pada semua sub grup Ultisol. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan Damanik dkk (2011) bahwa meningkatnya
kemasaman tanah dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya pencucian
kation-kation yang digantikan oleh H+ dan Al3+.
pH tanah juga berhubungan dengan kandungan aluminium dapat
dipertukarkan dan kejenuhan aluminium, bahwa semakin meningkat nilai pH
tanah maka nilai Al-dd dan kejenuhan aluminium di dalam tanah akan semakin
menurun. Begitu juga sebaliknya dengan menurunnya pH tanah maka nilai Al-dd
di dalam tanah akan semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Subandi (2007) bahwa nilai pH tanah yang relatif mudah diukur
dapat digunakan untuk panduan dalam menduga tingkat kejenuhan Al-dd.
Terdapat hubungan antara nilai pH tanah dengan tingkat kejenuhan aluminium.
Kejenuhan Al-dd sangat rendah jika pH tanah diatas 5,3.
Kadar Al-dd dan Kejenuhan Aluminium
Aluminium dapat dipertukarkan adalah kadar aluminium dalam tanah,yang
merupakan unsur yang sering ditemukan dalam tanah Ultisol dan berpengaruh
langsung terhadap pertumbuhan tanaman dengan cara berinteraksi meracuni
perakaran, dengan persentase Al-dd yang tinggi berarti menunjukkan tingkat
kemasaman suatu tanah. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Al ini maka

perlu ditetapkan kejenuhannya. Berdasarkan hasil analisis Al yang dilakukan pada
enam sub grup tanah Ultisol diperoleh data seperti yang tertera pada Tabel 4
berikut.
Tabel 4. Hasil Analisis Kadar Al-dd dan Kejenuhan Aluminium Pada Beberapa
Sub Grup Ultisol
Sub Grup Ultisol
Typic Hapludults
Typic Paleudults
Psammentic Paleudults
Typic Plinthudults
Typic Ochraquults
Typic Paleaquults

Al-dd
--me/100g-1,87
1,90
0,55
4,72
1,60
1,62

Kejenuhan Al
-- % -17,89
11,43
22,63
75,64
14,23
10,74

Kriteria
Sedang
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sedang
Rendah

Dari hasil analisis tanah pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ke enam sub
grup Ultisol memiliki nilai Al-dd berkisar dari 0,55 hingga 4,72 me/100 g dan
nilai kejenuhan aluminium berkisar dari 10,74 hingga 75,64 % dengan kriteria
rendah hingga sangat tinggi. Tanah dengan kriteria sangat tinggi terdapat pada
Typic Plinthudults, kriteria tinggi terdapat pada Psammentic Paleudults, kriteria
sedang terdapat pada Typic Hapludults, Typic Paleudults, dan Typic Ochraquults.
Sedangkan kriteria rendah terdapat pada Typic Paleaquults.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai Al-dd mempunyai hubungan dengan
kejenuhan aluminium. Dengan meningkatnya kandungan Al-dd tanah maka
kejenuhan aluminiumnya juga akan meningkat seiring dengan nilai Al-dd. Hal ini
dapat dilihat bahwa pada Typic Plinthudults dengan nilai Al-dd sebesar 4,72
me/100 g mempunyai kejenuhan Al sebesar 75,64 % dengan kriteria sangat tinggi.
Sesuai dengan yang dikemukakan Prasetyo dkk (2009) bahwa terdapat hubungan
antara kejenuhan aluminium dengan nilai Al-dd, kejenuhan Al yang tinggi > 60%
terjadi bila konsentrasi Al-dd sekitar 0,5 hingga 3 cm0l/kg. Dengan rendahnya

basa-basa dapat dipertukarkan maka nilai kejenuhan Al menunjukkan bahwa
kompleks pertukaran kation didominasi Al.
Tingginya kandungan nilai Al-dd dan kejenuhan aluminium pada Typic
Plinthudults masing-masing sebesar 4,72 me/100 g dan kejenuhan Al sebesar
75,64 % disebabkan karena nilai pH tanah yang rendah, nilai pH tanah dapat
mempengaruhi kelarutan unsur seperti aluminium. Semakin masam nilai pH tanah
maka semakin besar kelarutan unsur aluminium didalam tanah yang menyebabkan
tingginya kandungan Al-dd dan kejenuhan aluminium. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan Damanik dkk (2011) bahwa nilai pH tanah sangat mempengaruhi
kelarutan unsur yang cenderung berseimbang dengan fase padat. Kelarutan
oksida-oksida atau hidroksida Fe dan Al secara langsung bergantung pada
konsentrasi ion hidroksil (OH) dan kelarutannya menurun jika pH tanah
meningkat.
C-Organik Tanah
Bahan organik merupakan bagian penting dalam menciptakan kesuburan
tanah, baik secara fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik merupakan
sumber hara tanaman. C-organik tanah merupakan akumulasi dari sisa tanaman
maupun hewan yang sebagian telah mengalami, umumnya pada tanah yang subur
kandungan C-organik nya sebesar 4-5% dari total berat tanah. Berdasarkan hasil
analisis C-organik yang dilakukan pada enam sub grup tanah Ultisol diperoleh
data seperti yang tertera pada Tabel 5 berikut.
Dari hasil analisis C-organik tanah pada Tabel 5, menunjukkan bahwa
pada ke enam sub grup Ultisol memiliki nilai C-organik dari 0,13 % hingga
1,12 % dengan kriteria sangat rendah hingga rendah, namun rata-rata sangat

rendah. Tanah dengan kriteria sangat rendah terdapat pada Typic Hapludults,
Psammentic Paleudults, Typic Plinthudults, Typic Ochraquults, dan Typic
Paleaquults. Sedangkan kriteria rendah terdapat pada Typic Paleudults. Nilai Corganik tertinggi terdapat pada Typic Paleudults yaitu sebesar 1,117 % dengan
kriteria tergolong rendah. nilai C-organik terendah terdapat pada Typic
Paleaquults yaitu dengan nilai sebesar 0,134 % dengan kriteria tergolong sangat
rendah.
Tabel 5. Hasil Analisis C-Organik Pada Beberapa Sub Grup Ultisol
Sub Grup Ultisol
Typic Hapludults
Typic Paleudults
Psammentic Paleudults
Typic Plinthudults
Typic Ochraquults
Typic Paleaquults

C-organik
--- % --0,25
1,12
0,31
0,61
0,15
0,13

Kriteria
Sangat Rendah
Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah

Rendahnya kandungan C-organik pada ke enam sub grup dikarenakan
pada tanah ini pada umumnya mengandung C-organik yang rendah. Tanah Ultisol
merupakan tanah yang miskin unsur hara terutama kandungan bahan organik.
Umumnya kandungan bahan organik pada tanah ini sangat tipis pada lapisan
tanah bagian atas. Menurut Harjowigeno (2003) bahwa tanah Ultisol pada
umumnya mempunyai kadar bahan organik yang rendah (< 1 %).
C-organik tanah menunjukkan kadar bahan organik yang terkandung
dalam tanah. Perbedaan nilai C-organik tanah pada masing-masing sub grup
Ultisol diduga karena tutupan vegetasi yang tumbuh diatasnya bervariasi,
sedangkan rendahnya C-organik diduga karena tutupan vegetasi yang jarang,
proses dekomposisi bahan organik yang intensif diderah tropis, dan penggunaan
lahan pertanian yang terus menerus tanpa pengembalian sisa-sisa hasil panen.

Menurut Utomo (2008), rendahnya kandungan bahan organik tanah Ultisol
disebabkan tingginya curah hujan dan suhu yang tinggi didaerah tropika
menyebabkan reaksi kimia berjalan cepat sehingga proses pelapukan dan
pencucian berjalan cepat. Nita dkk (2014) menyatakan bahwa tinggi rendahnya
persen bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh sumber bahan organik yang
berupa jaringan tanaman dan biota tanah.
Dari data hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa C-organik
tanah mempunyai hubungan dengan sifat kimia tanah lainnya terutama dengan
kapasitas tukar kation (KTK). Seperti yang telah dikemukakan Nugroho dan
Istianto (2009) bahwa C-organik tanah sangat mempengaruhi tinggi rendahnya
kapasitas tukar kation. Sekitar setengah nilai KTK tanah berasal dari bahan
organik. Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dua sampai
tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30-90 % dari
tenaga jerap suatu tanah mineral.
N-Total Tanah
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial yang berfungsi terutama
dalam pembentukan protein. Unsur ini bersifat labil karena mudah berubah bentuk
dan mudah hilang. Hilangnya unsur hara N (nitrogen) dapat disebabkan karena
terangkut pada saat panen, terjadinya erosi, hilang dalam bentuk gas dan lain-lain.
Bahan organik adalah sumber N utama didalam tanah. Berdasarkan hasil analisis
N-total yang dilakukan pada enam sub grup tanah Ultisol diperoleh data seperti
yang tertera pada Tabel 6 berikut.
Dari hasil analisis N-total tanah pada Tabel 6, menunujukkan bahwa ke
enam sub grup Ultisol secara umum memiliki kadar N-total berkisar dari 0,09 –

0,18 % dengan kriteria tergolong sangat rendah sampai rendah. Tanah dengan
kriteria tergolong sangat rendah terdapat pada Typic Ochraquults sedangkan
kriteria tergolong rendah terdapat pada Typic Hapludults, Typic Paleudults,
Psammentic Paleudults, Typic Plinthudults dan Typic Paleaquults dimana pada ke
lima sub grup tersebut memiliki kandungan N-total secara berturut-turut yaitu
0,10 %, 0,18 %, 0,13 %, 0,10 %, dan 0,18 %.
Tabel 6. Hasil Analisis N-Total Pada Beberapa Sub Grup Ultisol
Sub Grup Ultisol
Typic Hapludults
Typic Paleudults
Psammentic Paleudults
Typic Plinthudults
Typic Ochraquults
Typic Paleaquults

N-Total
---%--0,10
0,18
0,13
0,10
0,09
0,18

Kriteria
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sangat Rendah
Rendah

Rendahnya kandungan N-total pada masing-masing sub grup Ultisol
disebabkan karena rendahnya kandungan C-organik tanah, hilangnya akibat dari
pencucian, penguapan ke udara, dan terangkut panen. Hakim dkk (1986)
melaporkan bahwa kehilangan N dalam bentuk gas lebih besar daripada
kehilangan dalam bentuk tercuci. Hasil-hasil penelitian di Cornel menunjukkan
40-45 kg N/ha hilang akibat penguapan.
Selain itu, rendahnya kandungan N-total tanah pada Typic Ochraquults
disebabkan karena pada lokasi pengambilan sampel terdapat lebih dari satu
vegetasi yaitu tanaman jagung dan kelapa sawit sehingga terjadi persaingan unsur
hara antara jagung dan kelapa sawit. Kustantini (2013), dalam pola tanam
tumpang sari, akan terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara antar tanaman
yang ditanam. Sebab, setiap tanaman memiliki jumlah kebutuhan unsur hara yang
berbeda-beda, sehingga tidak menutupi kemungkinan bahwa salah satu tanaman

akan mengalami defisiensi unsur hara akibat persaingan dengan tanaman yang
lainnya.
P-Total Tanah
Fosfat total tanah adalah jumlah keseluruhan unsur fosfat baik yang
organik maupun yang anorganik di dalam tanah, baik dalam bentuk yang tersedia,
segera tersedia dan tidak tersedia. Tingginya nilai P-total tanah tidak menentukan
tingginya P tersedia tanah. Berdasarkan hasil analisis P-total yang dilakukan pada
enam sub grup tanah Ultisol diperoleh data seperti yang tertera pada Tabel 7
berikut.
Tabel 7. Hasil Analisis P-Total Pada Beberapa Sub Grup Tanah Ultisol
Sub Grup Ultisol
Typic Hapludults
Typic Paleudults
Psammentic Paleudults
Typic Plinthudults
Typic Ochraquults
Typic Paleaquults

P-Total
---%--0,049
0,048
0,051
0,053
0,049
0,051

Kriteria
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah

Dari hasil analisis P-total tanah pada Tabel 7, menunjukkan bahwa pada
pengukuran P total pada enam sub grup Ultisol mempunyai kadar P total dengan
kriteria rendah yaitu berkisar antara 0,048 % hingga 0,053 %, dimana pada Typic
Hapludults, Typic Paleudults, Psammentic Paleudults, Typic Plinthudults, Typic
Ochraquults, dan Typic Paleaquults memiliki kandungan P-total tanah secara
berturut-turut yaitu 0,049 %, 0,048 %, 0,051 %, 0,053 %, 0,049 %, dan 0,051 %.
Kekurangan fosfat pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh kandungan fosfat
dari bahan induk tanah yang pada umumnya sudah rendah.
Rendahnya kadungan/ kadar P total tanah pada masing-masing sub grup
Ultisol disebabkan karena mineral sumber P yang rendah. Menurut Basyuni

(2009) bahwa keberadaan fosfor biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih
sedikit dari pada kadar nitrogen, karena sumber fosfat lebih sedikit dibandingkan
dengan sumber nitrogen. Sumber alami fosfor adalah pelapukan batuan mineral,
seperti fluorapatite, hydroxylapatite, strengire, whitlockite dan berlinite. Namun
batuan fosfat ini tidak dapat digunakan langsung sebagai pupuk disebabkan oleh
sifat daya larutnya yang terlalu kecil.
Selain mineral sumber P yang rendah, penyebab lain rendahnya kadar Ptotal tanah pada ke enam sub grup Ultisol adalah karena kurangnya dilakukan
pemupukan terutama pupuk yang mengandung fosfat, baik yang berasal dari
organik maupun yang anorganik/ buatan seperti pupuk TSP dan SP-36. Menurut
Prasetyo dan Suriadikarta (2006) bahwa pemupukan fosfat merupakan salah satu
cara mengelola tanah Ultisol, karena disamping kadar P rendah, juga terdapat
unsur-unsur yang dapat meretensi fosfat yang ditambahkan. Residu pupuk P pada
tanah Ultisol memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil
kedelai, bahkan residu P sebesar 3 x 60 kg P/ha dapat menaikkan ketersediaan P
dalam tanah dari 3,30 menjadi 10,10 ppm P2O5.
P-Tersedia Tanah
Fosfat tersedia adalah unsur fosfat yang terdapat di dalam tanah dalam
bentuk tersedia bagi tanaman serta dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk proses
metabolisme. Bentuk P yang terdapat di dalam bahan induk tanah sebelum
pertumbuhan tanaman dan pembentukan tanah pada umumnya sukar tersedia bagi
tanaman. Berdasarkan hasil analisis P-tersedia yang dilakukan bahwa pada enam
sub grup tanah Ultisol diperoleh data seperti yang tertera pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Hasil Analisis P-Tersedia Pada Beberapa Sub Grup Tanah Ultisol
P-Tersedia
---ppm--0,53
0,80
2,00
1,86
1,10
1,64

Sub Grup Ultisol
Typic Hapludults
Typic Paleudults
Psammentic Paleudults
Typic Plinthudults
Typic Ochraquults
Typic Paleaquults

Kriteria
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah

Dari hasil analisis P-tersedia tanah pada Tabel 8, menunjukkan bahwa
kandungan P-tersedia pada ke enam sub grup Ultisol secara umum memiliki status
hara dengan kriteria rendah yaitu berkisar antara 0,53 ppm hingga 2,00 ppm,
dimana pada Typic Hapludults, Typic Paleudults, Psammentic Paleudults, Typic
Plinthudults, Typic Ochraquults, dan Typic Paleaquults memiliki kandungan Ptersedia tanah secara berturut-turut yaitu 0,53 ppm, 0,80 ppm, 2,00 ppm, 1,86
ppm, 1,10 ppm, dan 1,64 ppm. Kekurangan fosfat pada tanah Ultisol dapat
disebabkan oleh kandungan

fosfat dari bahan induk tanah yang sudah pasti

rendah, atau kandungan fosfat sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk
tanaman karena di serap oleh unsur lain seperti Al dan Fe.
Penyebab rendahnya kandungan P-tersedia pada ke enam sub grup Ultisol
adalah karena pada dasarnya kandungan P-total pada ke enam sub grup rendah
atau sekitar 1% jumlah P yang tersedia dari total P di dalam tanah pada masingmasing sub grup. Rendahnya P yang tersedia dari total P dapat juga disebabkan
karena terfiksasi oleh mineral Al dan Fe.
Rendahnya

kandungan

P-tersedia

tanah

juga

disebabkan

karena

dipengaruhi oleh reaksi tanah yang sangat masam hingga masam pada masingmasing sub grup dan meningkatnya kandungan Al yang dapat dipertukarkan.
Dengan tingginya Al didalam tanah dapat mengikat P dalam bentuk Al-P yang

menyebabkan P didalam tanah sulit tersedia untuk diserap oleh tanaman. Menurut
Nurmasyitah dkk (2013) bahwa tingkat ketersediaan P yang sangat rendah
disebabkan oleh pH tanah, meningkatnya ion Al, Fe, dan Mn dalam larutan tanah,
meningkatnya ketersediaan Ca, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik
rendah serta kegiatan jasad renik.
K-Tukar Tanah
Tanaman menyerap ion K+ hasil pelapukan, pelepasan dari situs
pertukaran kation tanah dan dekomposisi bahan organik yang terlarut dalam
larutan tanah. Kadar K-tukar tanah biasanya sekitar 0,5-0,6 % dari total K tanah.
K larutan tanah ditambah K-tukar merupakan K yang tersedia dalam tanah.
Berdasarkan hasil analisis K-tukar yang dilakukan pada enam sub grup tanah
Ultisol diperoleh data seperti yang tertera pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Hasil Analisis K-Tukar Pada Beberapa Sub Grup Ultisol
Sub Grup Ultisol
Typic Hapludults
Typic Paleudults
Psammentic Paleudults
Typic Plinthudults
Typic Ochraquults
Typic Paleaquults

K-Tukar
---me/100g--0,03
0,09
0,03
0,04
0,32
0,14

Kriteria
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Rendah
Rendah

Dari hasil analisis K-tukar tanah pada Tabel 9, menunjukkan bahwa pada
ke enam sub grup tanah Ultisol memiliki nilai K-tukar berkisar dari 0,03 me/100 g
hingga 0,32 me/100 g dengan kriteria sangat rendah hingga rendah. Tanah dengan
kriteria tergolong sangat rendah terdapat pada Typic Hapludults, Typic
Paleudults, Psammentic Paleudults dan Typic Plinthudults dimana secara berturutturut sebesar 0,03 me/100 g, 0,09 me/100 g, 0,03 me/100 g, dan 0,04 me/100 g.

Sedangkan kriteria terolong rendah terdapat pada Typic Ochraquults dan Typic
Paleaquults.
Rendahnya kandungan K-tukar diduga karena rendahnya mineral yang
menjadi sumber K dan karena tingkat pelapukan yang lanjut pada masing-masing
sub grup menyebabkan hampir seluruh basa-basa hasil pelapukan tercuci.
Menurut Basyuni (2009) bahwa mineral-mineral yang umumnya dianggap sebagai
sumber asli dari kalium, diantaranya adalah leusit, biotit, kalium feldspar ortoklas
dan mikrolin. Kalium dalam tanah juga ditemukan dalam mineral sekunder atau
mineral liat (illit, vermikulit, khlorit). Sumber kalium dalam tanah selain dari
pupuk, berasal dari proses desintegrasi dan dekomposisi batuan yang mengandung
kalium serta mineral liat. Tetapi sebagian kalium terfiksasi oleh mineral liat
sehingga sulit tersedia. Subandiono dkk (2014) menyatakan bahwa rendahnya
kandungan basa-basa tukar didalam tanah selain disebabkan faktor bahan induk,
tingkat pelapukan lanjut menyebabkan hampir seluruh basa-basa hasil pelapukan
tercuci.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa Typic Ochraquults memiliki kandungan
K-tukar dengan kriterianya tergolong rendah, tetapi jumlahnya dapat mencapai 3
hingga 10 kali lipat dibandingkan dengan sub grup Ultisol yang lainnya. Hal ini
menandakan bahwa pada Typic Ochraquults memiliki cadangan K yang cukup
tinggi di dalam bahan induknya. Adiwiganda dkk (1996) mengatakan bahwa
Typic Ochraquults berasal dari bahan induk batuan liat. Sesuai dengan yang
ditemukan Suharta dan Prasetyo (2009) mengatakan tanah berbahan induk batuan
liat mempunyai kandungan K yang cukup tinggi di dalam tanah.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kemampuan suatu koloid untuk
mengadsorpsi dan mempertukarkan kation-kation oleh muatan negatif tanah baik
yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) maupun koloid organik
(humus), yang dinyatakan dalam miligram dalam 100 gram tanah kering oven.
Berdasarkan hasil analisis KTK yang dilakukan pada enam sub grup tanah Ultisol
seperti yang tertera pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Hasil Analisis KTK Pada Beberapa Sub Grup Ultisol
Sub Grup Ultisol
Typic Hapludults
Typic Paleudults
Psammentic Paleudults
Typic Plinthudults
Typic Ochraquults
Typic Paleaquults

KTK
---me/100g--10,45
16,76
2,43
6,24
11,24
15,09

Kriteria
Rendah
Sedang
Sangat Rendah
Rendah
Rendah
Rendah

Dari hasil analisis KTK tanah pada Tabel 10, menunjukkan bahwa
kapasitas tukar kation pada keenam sub grup Ultisol secara umum sangat rendah
hingga sedang atau berkisar dari 2,43 me/100 g hingga 16,76 me/100 g. Tanah
dengan kriteria tergolong sangat rendah terdapat pada Typic Psammentic
Paleudults sebesar 2,43 me/100 g, kriteria tergolong rendah terdapat pada Typic
Hapludults, Typic Plinthudults, Typic Ochraquults dan Typic Paleaquults secara
berturut-turut yaitu 10,45 me/100 g, 6,24 me/100 g, 11,24 me/100 g, 15,09
me/100 g, sedangkan kriteria tergolong sedang terdapat pada Typic Paleudults
sebesar 16,76 me/100 g.
Dari data hasil analisis dapat diketahui bahwa kapasitas tukar kation
mempunyai hubungan terhadap C-organik tanah. Pada ke enam sub grup Ultisol,
meningkatnya

kandungan

C-organik

tanah

berbanding

lurus

dengan

meningkatnya kapasitas tukar kation tanah, sebaliknya dengan menurun/
rendahnya kandungan C-organik tanah maka kapasitas tukar kation juga akan
menurun, meskipun kedua sifat kimia tersebut (C-organik dan KTK tanah)
termasuk kedalam kriteria sangat rendah hingga rendah. Sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Prasetyo (2009) bahwa KTK tanah mempunyai hubungan yang
erat dengan C-organik. Tanah yang mempunyai nilai KTK yang tinggi disebabkan
karena kandungan C-organiknya juga tinggi.
Perbedaan nilai kapasitas tukar kation pada ke enam sub grup Ultisol
ditentukan oleh koloid tanah, tanah yang mengandung koloid lebih banyak akan
memiliki nilai KTK lebih tinggi, begitu juga sebaliknya. Sumber utama koloid
tanah adalah bahan organik dan mineral liat. Jika tanah mempunyai kandungan
bahan organik yang banyak maka nilai KTK tanah juga akan meningkat. Sesuai
y