Efektivitas Pemberian Seduhan Teh Hitam, Teh Hijau (Camelia sinensis var. assamica), Teh Daun Murbei (Morus kanva) dan Campurannya dalam Aktivitas Hiploglikemik pada Tikus (Rattus norvegicus) Diabetes

EFEKTIVITAS PEMBERIAN SEDUHAN TEH HITAM, TEH
HIJAU (Camelia sinensis var. assamica), TEH DAUN MURBEI
(Morus kanva) DAN CAMPURANNYA DALAM AKTIVITAS
HIPOGLIKEMIK PADA TIKUS (Rattus norvegicus) DIABETES

YOYANDA BAIT

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU GIZI MASYARAKAT
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Efektivitas Pemberian Seduhan Teh
Hitam, Teh Hijau (Camelia sinensis var. assamica), Teh Daun Murbei (Morus
kanva) dan Campurannya dalam Aktivitas Hipoglikemik pada Tikus (Rattus
norvegicus) Diabetes” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Yoyanda Bait
NRP I151070021

ABSTRACT
YOYANDA BAIT. The effectiveness of black tea, green tea (Camelia sinensis
var. asamica), mulberry leaf tea (Morus kanva) and their mixtures in
hypoglicemic activities of diabetic rats (Rattus norvegicus). Supervised by
EVY DAMAYANTHI and RIMBAWAN.
Diabetes mellitus was a degenerative disease with a high prevalence that
happened in many countries. Several studies had been done to control diabetes by
using such as green tea, mulberry leaf tea, and their mixtures. The aim of this
study was investigated the effect of black tea, green tea, mulberry tea and their
mixtures on controlling blood glucose level. This experiment used fourty two rats,
aged 2.5-3.0 months, 150-200 g bw. The rats were divided into 7 groups, each
group consisted of 3 rats, namely; normally control group, negative control group,
black tea group, green tea group, mulberry leaf tea group, black tea+mulberry leaf

tea group and green tea+mulberry leaf tea group. The study was carried out for 16
days intervention. The dose of alloxan 125 mg/kg bw were given by
intraperitonial. After blood glucose level >200 mg/dl, rats were given tea with
dose 1 ml/day/100 g bw, equivalent with EGCG 44.47 mg/kg bw for green tea and
for black tea, EGCG 0.36 mg/kg bw, theaflavin 11.19 mg/kg bw, thearubigin
134.4 mg/kg bw. This research consisted two phases, first determined the
phytochemichal of leaf tea, second phases, observed the capability of black tea,
green tea and mulberry leaf tea also their mixtures to control of blood glucose
level during 16 days on diabetic rats, glycosilated hemoglobin level (HbA1c) and
insulin level. The results were showed that the green tea significantly decreased
blood glucose level (p0,05)
affected to glycosilated hemoglobin level (HbA1c) and insulin level from rats
blood.
Keywords: black tea, green tea, mulberry leaf tea, blood glucose level,
glycosilated hemoglobin level, insulin level

RINGKASAN
YOYANDA BAIT. Efektivitas Pemberian Seduhan Teh Hitam, Teh Hijau
(Camelia sinensis var. assamica), Teh Daun Murbei (Morus kanva) dan
Campurannya dalam Aktivitas Hipoglikemik pada Tikus (Rattus norvegicus)

Diabetes. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan RIMBAWAN.
Diabetes melitus adalah penyakit degeneratif yang angka kejadiannya
cukup tinggi di berbagai negara dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk
mengendalikan diabetes mellitus, diantaranya dengan mengembangkan minuman
fungsional yang mempunyai khasiat antidiabetes, salah satunya yang banyak
diteliti adalah khasiat dari daun teh dan daun murbei. Penelitian betujuan untuk
melihat efektifitas teh hitam, teh hijau, teh daun murbei dan campurannya dalam
pengendalian kadar glukosa darah dalam rangka pencegahan penyakit DM.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Prioritas Nasional yang
diketuai oleh Kustiyah (2009) dan dibiayai oleh DIKTI. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung untuk pembuatan
teh hijau, teh hitam dan teh daun murbei serta menganalisis kandungan fitokimia
teh hijau dan teh hitam. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium
Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB). Pemeliharaan dan
perlakuan pada hewan percobaan dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan. Analisis kadar insulin darah
dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi – Bogor dan
analisis HbA1c dilakukan di Laboratorium Klinik Nugraha Bogor.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan

teh hitam dan teh hijau, pengujian kandungan EGCG, theaflavin dan thearubigin,
analisis proksimat (protein, abu, lemak, karbohidrat dan kadar air) dari teh hitam,
teh hijau, teh daun murbei. Pada tahap ini penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Bandung dan Laboratorium
Departemen Gizi Masyarakat. Tahap kedua dilakukan intervensi pada tikus
percobaan normal dan tikus diabetes (yang diinduksi dengan aloksan) selama 16
hari pengamatan serta dilakukan analisa pada darah tikus meliputi uji toleransi
glukosa, kadar glukosa, kadar hemoglobin glikosilat dan kadar insulin dari serum
darah. Pengukuran lainnya juga dilakukan antara lain berat badan tikus selang dua
hari, berat ransum, volume air minum dan volume urin tikus dilakukan setiap hari
selama 16 hari pengamatan.
Penelitian menggunakan 42 ekor tikus jenis Sprague Dawley umur 2,5 - 3
bulan dengan berat badan 150 – 200 g dibagi menjadi 7 kelompok masing-masing
terdiri dari 3 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol normal, kontrol negatif, teh
hitam, teh hijau, teh daun murbei, teh hitam + teh daun murbei dan teh hijau + teh
daun murbei. Pemberian perlakuan dilakukan selama 16 hari pengamatan. Setelah
melewati masa adaptasi, sebanyak 39 ekor tikus dibuat menjadi diabetes dengan
diinduksi menggunakan aloksan dengan dosis 125 mg/kg BB. Tikus dengan kadar
glukosa darah 200 mg/dl dikategorikan diabetes dan siap digunakan dalam
penelitian ini. Konfirmasi kondisi diabetes dilakukan dengan pengamatan histopat

pankreas tikus.

Berdasarkan kandungan fitokimia menunjukkan bahwa teh hitam
mempunyai kandungan theaflavin yaitu 1,14% dan thearubigin 13,10%.
Theaflavin merupakan hasil oksidasi dari katekin yang terjadi selama proses
oksidasi enzimatis. Hasil analisis kandungan EGCG, teh hijau yang dibuat secara
non oksidasi enzimatis menunjukkan kandungan EGCG yang lebih tinggi, yaitu
4,50%, sedangkan kandungan EGCG teh hitam hanya 0,37%. Dosis filtrat yang
dicekokkan ke tikus (1 ml/100 g BB tikus) setara dengan EGCG untuk teh hijau
44,47 mg/kg BB, untuk teh hitam EGCG 0,36 mg/kg BB, theaflavin 11,19 mg/kg
BB dan thearubigin 134,4 mg/kg BB.
Hasil uji toleransi glukosa secara oral menunjukkan terjadi peningkatan
kadar glukosa darah setelah 30 menit pemberian glukosa, kemudian pada menit
ke-60 terjadi penurunan kadar glukosa tetapi naik lagi pada menit ke-90. Setelah
120 menit terjadi kembali penurunan kadar glukosa darah.
Pengukuran berat badan, kelompok tikus yang mendapatkan perlakuan
campuran teh hijau +TDM mengalami peningkatan berat badan paling besar,
yaitu 43,20 g dibandingkan dengan pelakuan lainnya. Hal ini sejalan dengan
banyaknya ransum yang dikonsumsi selama 16 hari perlakuan. Pada penelitian ini
ditunjukkan bahwa peningkatan berat badan pada tikus diabetes tanpa

perlakuan/kontrol negatif (25,53 g) lebih kecil dibanding tikus normal (35,43 g).
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa banyaknya volume air minum
linier dengan banyaknya urin yang dikeluarkan. Tikus yang diberi teh hijau +
TDM paling banyak minum air (758,33 ml) selama 16 hari pengamatan, sehingga
volume urin yang dikeluarkan tikus yang diberi teh hijau + TDM juga paling
banyak (284,67 ml).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan pemberian teh
memberikan pengaruh yang nyata (p 45
tahun berisiko 12,7 kali lebih tinggi terkena diabetes melitus (status gizi obes)
dibanding umur < 45 tahun, sedangkan wanita dengan umur > 45 tahun berisiko
13,0 kali lebih tinggi terkena diabetes melitus (status gizi obes) dibanding umur
< 45 tahun.
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan mutu sumber daya manusia.
Sejalan dengan perubahan gaya hidup, penderita DM di Indonesia diperkirakan
semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa ke atas pada seluruh
status sosial ekonomi (Dirjen Bina Kesmas Depkes RI 2003). Tidak

seperti


penyakit lain yang biasanya menunjukkan gejala penyakit yang khas dan mudah
dikenali, penyakit ini agak berbeda. Lebih dari 50% penderita tidak menyadari
sudah mengidap penyakit DM. Bila tidak ditangani lebih dini dan tidak dilakukan
pengobatan, maka timbul berbagai macam komplikasi kronis yang sering
berakibat fatal seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, impotensia dan koma
diabetik yang dapat menyebabkan kematian.
Menurut data National Diabetes Information Clearinghouse (2005), angka
kejadian DM di Amerika Serikat mencapai 20,8 juta jiwa atau sekitar 7 persen
dari seluruh populasi dan yang terdiagnosa sebanyak 14,6 juta jiwa. Menurut
survei yang dilakukan oleh WHO, Indonesia menempati urutan keempat dengan
jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika
Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk indonesia pada tahun 1995
yaitu 4,5 juta pengidap DM, maka pada tahun 2025 diperkirakan meningkat
menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Depkes (2005), jumlah pasien DM
rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari
seluruh penyakit endokrin. Mengingat besarnya masalah ini, telah dibentuk

2

direktorat baru di Departemen Kesehatan untuk menangani penyakit tidak

menular. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007,
memperlihatkan bahwa proporsi penyakit tidak menular mengalami peningkatan
cukup tinggi dari 42 persen menjadi 60 persen. Proporsi penyebab kematian pada
kelompok umur 45 – 54 tahun menurut tipe daerah, DM menempati posisi kedua
untuk wilayah perkotaan yaitu sebesar 14,7%, sedangkan untuk wilayah pedesaan
menempati posisi kelima yaitu sebesar 5,8%.
DM yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan berbagai
penyakit menahun. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengelolaan
DM dapat dengan perencanaan diet dan kegiatan jasmani (Ristanti 2009). Bahan
alami yang telah banyak diteliti untuk mengendalikan DM adalah daun teh. Teh
merupakan salah satu minuman yang terpopuler di dunia karena selain nikmat
juga memberikan manfaat bagi kesehatan. Kandungan polifenol dalam teh hijau
mampu menangkal radikal bebas dalam tubuh. Menurut Song et al. (2003)
polifenol terutama epigalokatekin galat (EGCG) dapat melindungi kerusakan sel
pankreas

dari

pengaruh


oksidasi.

Kobayashi

et

al.

(2000)

dan

Maeda et al. (2005) melakukan penelitian dengan pemberian teh hijau secara oral,
menemukan bahwa pemberian teh hijau dapat menekan kadar gula darah. EGCG
pada teh hijau bekerja dengan cara menghambat transport sodium glukosa pada
mukosa.
Berdasarkan penelitian Damayanthi et al. (2008) pemberian teh hijau
menunjukkan secara ilmiah adanya indikasi bahwa secara in vivo mampu
mengendalikan kadar glukosa darah pada tikus DM, namun hasil penelitian
tersebut sangat terbatas, karena hanya dilakukan pada teh hijau. Penelitian terbaru

oleh Cameron et al. (2008) tentang manfaat teh hitam untuk mengendalikan DM,
menunjukkan bahwa theaflavin dan thearubigin dari teh hitam dapat meniru kerja
insulin dalam mengendalikan DM. Terdapat tiga jenis theaflavin yang
diidentifikasi meniru kerja insulin tersebut yaitu theaflavin 3-o-galat, theaflavin
3'-o-galat, theaflavin 3,3'di-o-galat.
Penelitian dengan menggunakan tikus diabetes yang diinduksi dengan
streptozotocin (STZ) diindikasi bahwa theaflavin dapat mencegah kehilangan limposit dari toksisitas STZ (Gomes et al. 1995). Penelitian lain yang dilakukan

3

oleh Anderson & Polansky (2002), theaflavin dapat meningkatkan aktivitas
insulin secara in vitro pada percobaan sel lemak epididymal. Meskipun
mekanisme

antihiperglikemik

dari

theaflavin


belum

jelas,

aktivitas

antihipeglikemik dari theflavin tidak diragukan (Wang & Li 2006).
Menurut Bambang (2006) teh hijau Indonesia merupakan produk yang
unik karena diolah dari pucuk teh Camelia. sinensis var. assamica. Dibandingkan
dengan teh hijau Cina, teh hijau Indonesia berbeda bahan bakunya
(C. sinensis var. sinensis). Karena perbedaan bahan baku ini, maka secara khusus
teh hijau Indonesia diduga lebih potensial menjadi minuman fungsional. Teh
hijau Indonesia yang terbuat dar C. sinensis var. assamica memiliki kandungan
katekin yang lebih tinggi yaitu 11,60% daripada sencha (teh hijau Jepang) yang
hanya 5,06%.
Bahan alami lainnya yang dikembangkan sebagai minuman fungsional
yang mempunyai khasiat antihiperglikemik adalah daun murbei. Daun murbei
telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati
pengidap penyakit DM. Menurut Asano et al. (2001) penelitian pada daun murbei
(Morus alba) telah berhasil mengisolasi sekitar limabelas polyhydroxylated
alkaloids, salah satunya yaitu 1-Deoxynojirimycin (DNJ) yang mempunyai potensi
berfungsi menghambat -glucosidase. Alpha-glucosidase merupakan enzim yang
mengkatalisis hidrolisis ikatan pada maltose untuk menghasilkan dua molekul.
Penelitian yang dilakukan oleh Damayanthi, et al. (2008) pemberian teh daun
murbei dan campuran teh hijau dan teh daun murbei menunjukkan bahwa pada
hari keempat pengamatan terjadi penurunan kadar glukosa pada tikus DM. Hasil
penelitian Ama (2009) menunjukkan bahawa ekstrak daun murbei dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan berpengaruh nyata (p