Bifurkasi Hopf pada Model Mangsa-Pemangsa Holling-Tanner Tipe II
BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA-PEMANGSA
HOLLING-TANNER TIPE II
MUHAMMAD BUCHARI GAIB
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Bifurkasi Hopf pada
Model Mangsa-Pemangsa Holling-Tanner Tipe II adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Muhammad Buchari Gaib
NIM G54090055
ABSTRAK
MUHAMMAD BUCHARI GAIB. Bifurkasi Hopf pada Model Mangsa-Pemangsa
Holling-Tanner Tipe II. Dibimbing oleh ALI KUSNANTO dan PAIAN
SIANTURI.
Dalam karya ilmiah ini dipelajari model mangsa-pemangsa Holling-Tanner
tipe II dan keberadaan dari bifurkasi Hopf. Dari model ini, diperoleh tiga titik
tetap, dengan salah satu titik bersifat sadel. Dinamika populasi mangsa-pemangsa
model ini dibagi menjadi empat kasus, dimana setiap kasusnya dilakukan
penaikkan nilai parameter tingkat interaksi antara mangsa dan pemangsa. Pada
kasus ketiga, terjadi perubahan kestabilan titik dari spiral stabil menjadi spiral tak
stabil dan kemunculan limit cycle. Ini merupakan sifat bifurkasi Hopf. Selanjutnya,
pada kasus keempat hampir terjadi kepunahan kedua populasi, karena tingkat
interaksi kedua populasi ini semakin tinggi. Secara umum, dapat disimpulkan
bahwa penaikkan nilai parameter interaksi antara mangsa dan pemangsa
memengaruhi kestabilan populasi. Populasi mangsa dan pemangsa akan stabil
ketika tingkat interaksi kedua populasi rendah, sedangkan tingkat interaksi yang
tinggi menyebabkan kepunahan terhadap kedua populasi.
Kata kunci: bifurkasi Hopf, Holling-Tanner tipe II, limit cycle, mangsa-pemangsa.
ABSTRACT
MUHAMMAD BUCHARI GAIB. Hopf Bifurcation in Prey-Predator Model of
Holling-Tanner Type II. Supervised by ALI KUSNANTO and PAIAN
SIANTURI.
In this paper a mathematical prey-predator model of Holling-Tanner type
II and the existence of Hopf bifurcation were studied. In this model, three fixed
points are obtained, in which one of them is a saddle point. The prey-predator
population dynamics was simulated based on four cases, by increasing the
interaction value of prey and predator. In the third case, the stable spiral changed
into an unstable spiral and also observed the presence of limit cycles. This is
known as Hopf bifurcation. Furthermore, for the fourth case both populations
were almost extincted due to the increase of the interaction rate. Generally, it can
be concluded that increasing the value of prey and predator interaction rate would
change the stability of population. The prey-predator population will be stable
when the prey and predator interaction rate is low, whereas the higher interaction
rate would cause the extinction of both prey and predator populations.
Keywords: Hopf bifurcation, Holling-Tanner type II, limit cycle, prey-predator.
BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA-PEMANGSA
HOLLING-TANNER TIPE II
MUHAMMAD BUCHARI GAIB
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Bifurkasi Hopf pada Model Mangsa-Pemangsa Holling-Tanner
Tipe II
Nama
: Muhammad Buchari Gaib
NIM
: G54090055
Disetujui oleh
Drs Ali Kusnanto, MSi
Pembimbing I
Dr Paian Sianturi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Toni Bakhtiar, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Bifurkasi Hopf pada
Model Mangsa-Pemangsa Holling-Tanner Tipe II berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga
besar atas dukungan, motivasi, kasih sayang dan doa yang tiada henti-hentinya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Drs Ali Kusnanto, MSi
dan Bapak Dr Paian Sianturi selaku pembimbing atas arahan, bimbingan, dan
motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini, kepada Ibu Dr Ir Endar Hasafah
Nugrahani, MS yang telah banyak memberi saran dan perbaikan, serta kepada
seluruh dosen dan staf Departemen Matematika IPB atas segala ilmu yang
diberikan dan bantuannya selama perkuliahan. Tak lupa juga ucapan terima kasih
kepada teman-teman UKM MAX!! dan Solfegio band, serta sahabat Matematika
45, 46, 47, dan 48 yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan tugas
akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013
Muhammad Buchari Gaib
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
LANDASAN TEORI
2
PEMODELAN
4
PEMBAHASAN
5
Penentuan Titik Tetap Model
5
Analisis Kestabilan Titik Tetap Model
6
Bifurkasi Hopf
8
SIMULASI
10
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 1
11
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 2
11
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 3
12
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 4
13
SIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL
1 Kondisi kestabilan titik tetap �3
2 Pemilihan nilai parameter model
8
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Hubungan antar parameter
Bidang fase kasus 1
Bidang solusi kasus 1
Bidang fase kasus 2
Bidang solusi kasus 2
Bidang fase kasus 3
Bidang solusi kasus 3
Bidang fase kasus 4
Bidang solusi kasus 4
9
11
11
12
12
13
13
14
14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penondimensialan Model
2 Penentuan titik tetap model
3 Penentuan nilai eigen model
4 Program plot bidang fase kasus 1 (gambar 2)
5 Program plot bidang solusi kasus 1 (gambar 3)
6 Program plot bidang fase kasus 2 (gambar 4)
7 Program plot bidang solusi kasus 2 (gambar 5)
8 Program plot bidang fase kasus 3 (gambar 6)
9 Program plot bidang solusi kasus 3 (gambar 7)
10 Program plot bidang fase kasus 4 (gambar 8)
11 Program plot bidang solusi kasus 4 (gambar 9)
16
18
21
24
24
24
24
24
25
25
25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makhluk hidup terdiri atas bermacam-macam spesies yang membentuk
komunitas dan hidup bersama. Makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk
hidup lain. Ada beberapa jenis hubungan yang dapat terjadi antarspesies, salah
satunya adalah predasi. Predasi adalah hubungan antara mangsa (prey) dan
pemangsa (predator), dimana tiap pemangsa akan bersaing dengan individu lain
yang sejenis untuk memperoleh mangsanya guna mempertahankan hidup. Di
dalam hubungan tersebut pemangsa juga berperan sebagai pengontrol populasi
mangsa.
Pemangsa (predator) merupakan suatu organisme yang mencari, memburu,
dan memakan organisme lain. Sedangkan mangsa (prey) adalah organisme yang
diburu dan dimakan oleh pemangsa. Interaksi antara mangsa dan pemangsa
merupakan kejadian berulang yang terjadi secara terus-menerus dan kehadiran
keduanya dapat saling memengaruhi populasi satu sama lain.
Dalam memelajari interaksi antara mangsa dan pemangsa, sangat penting
untuk menentukan bentuk spesifik dari respon fungsional yang menggambarkan
jumlah mangsa yang dikonsumsi setiap pemangsa. Respon fungsional itu sendiri
bergantung pada beberapa faktor, di antaranya jumlah dari masing-masing mangsa
dan pemangsa, daya dukung lingkungan, tingkat kejenuhan pemangsa, dan tingkat
persaingan antarpemangsa. Kehadiran pemangsa merupakan faktor yang secara
langsung memengaruhi populasi mangsa. Andaikan setiap pemangsa hanya
memiliki satu jenis mangsa, maka konsumsi yang berlebih berakibat jumlah
mangsa dapat berkurang dengan cepat yang keduanya kepada kepunahan. Oleh
karena itu, tingkat pertumbuhan mangsa diharapkan lebih besar daripada tingkat
pertumbuhan pemangsa.
Fenomena mangsa-pemangsa menjadi salah satu fenomena alam yang patut
dipelajari, bukan hanya untuk upaya pelestarian organisme tersebut tetapi juga
dampak keseimbangan alam yang diakibatkan oleh populasi keduanya di masa
yang datang. Alfred Lotka dan Vito Volterra dalam Gotelli (1998)
mengembangkan sepasang persamaan diferensial yang menggambarkan fenomena
mangsa-pemangsa untuk pertama kali yang dikenal sebagai model Lotka-Volterra.
Salah satu kekurangan dari model Lotka-Volterra adalah ketergantungan pada
asumsi yang tidak realistis, yaitu populasi mangsa dapat tumbuh tanpa batas saat
ketidakhadiran pemangsa. Setelah itu, mulai berkembang beberapa model yang
merupakan modifikasi dari model Lotka-Volterra, salah satunya adalah model
Holling-Tanner yang mampu memberikan gambaran adanya kompetisi yang
terjadi di antara para mangsa saat kepadatan yang tinggi. Pada saat kepadatan
yang tinggi, para mangsa akan bersaing untuk mempertahankan sumber daya
mereka.
Dalam karya ilmiah ini, direkonstruksi model mangsa-pemangsa HollingTanner tipe II yang disusun oleh Kuang dan Li (2007). Dari model ini akan
dianalisis karaktreristik dan kestabilan serta dinamika populasi mangsa pemangsa
dari model tersebut terhadap waktu.
2
Tujuan
1
2
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk:
Memelajari model mangsa-pemangsa Kuang dan Li (2007) dan
menunjukkan terjadinya bifurkasi Hopf,
Membandingkan karakteristik kestabilan titik tetap dari model mangsapemangsa Holling-Tanner tipe II.
LANDASAN TEORI
Misalkan diberi sistem persamaan diferensial taklinear sebagai berikut:
=
.
(1)
Persamaan (1) disebut sistem dimensi satu atau sistem orde satu dengan (�)
adalah nilai real fungsi dari waktu dan ( ) adalah nilai real fungsi dari .
∗
= 0 . Titik
Persamaan (1) mempunyai titik tetap = ∗ jika memenuhi
tetap disebut juga titik kritis atau titik kesetimbangan (Tu 1994).
Untuk suatu sistem persamaan diferensial taklinear, analisis kestabilannya
dilakukan melalui pelinearan. Misalkan dilakukan pelinearan terhadap persamaan
(1). Dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetapnya diperoleh:
+ �( ).
=
(2)
Persamaan (2) merupakan sistem persamaan diferensial taklinear dengan
matriks Jacobi,
1
1
=
1
1
⋱
,
dan �( ) suku berorde tinggi yang bersifat lim →∞ �
= 0. Menurut Tu (1994),
pada persamaan (2) disebut pelinearan dari sistem taklinear persamaan (2)
yang dituliskan dalam bentuk
=
.
Jika matriks berukuran × , maka suatu vektor tak nol di � disebut
vektor eigen dari A jika untuk suatu skalar yang disebut nilai eigen dari
berlaku
=
.
(3)
Vektor disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen . Untuk
mencari nilai eigen dari matriks yang berukuran × maka persamaan (3) dapat
dituliskan kembali sebagai berikut:
− Ι
= 0,
(4)
dengan Ι adalah matriks identitas. Persamaan (4) mempunyai solusi tak nol jika
dan hanya jika
3
det
− Ι =
− Ι = 0.
(5)
Persamaan (5) disebut persamaan karakteristik dari matriks
Rorres 2004).
(Anton dan
Misalkan
.
=
Dari persamaan (5), maka persamaan karakteristiknya menjadi
−
= 0,
−
sedemikian sehingga diperoleh persamaan
2
dengan
� = trace
− � + Δ = 0,
=
Δ = det
=
+
−
=
1
=
Dengan demikian diperoleh nilai eigen dari matriks
+
2,
1 2.
sebagai berikut:
� ± � 2 − 4Δ
.
1,2
2
Menurut Strogatz (1994), untuk menentukan kestabilan dari suatu sistem
dapat dilihat dari nilai Δ . Ada 3 kasus untuk nilai Δ, yaitu:
=
Δ < 0.
Jika kedua nilai eigen berbeda tanda maka titik tetap bersifat sadel.
Δ > 0.
� 2 − 4Δ > 0.
Jika � > 0 dan kedua nilai eigen real bernilai positif, maka titik
tetap bersifat simpul tak stabil.
Jika � < 0 dan kedua nilai eigen real bernilai negatif, maka
titik tetap bersifat simpul stabil.
2
� − 4Δ < 0.
Jika � > 0 dan kedua nilai eigen imajiner ( ± � ), maka titik
tetap bersifat spiral tak stabil.
Jika � < 0 dan kedua nilai eigen imajiner ( ± � ), maka titik
tetap bersifat spiral stabil.
Jika � = 0 dan kedua nilai eigen imajiner ( ± � ), maka titik
tetap bersifat center.
2
� − 4Δ = 0.
Parabola � 2 − 4Δ = 0 adalah garis batas antara simpul dan spiral.
Star nodes atau degenerate terletak pada parabola ini. Jika kedua
nilai eigen bernilai sama mama titik tetap bersifat simpul sejati.
Δ = 0.
Jika salah satu nilai eigen bernilai nol, maka titik asal bersifat titik
tetap tak terisolasi.
4
Selanjutnya, Strogatz (1994) menjelaskan bahwa struktur kualitatif dari
suatu sistem dinamika dapat berubah karena adanya perubahan dari parameter
sistem dinamika tersebut. Hal inilah yang disebut bifurkasi. Bifurkasi adalah
perubahan jumlah atau kestabilan titik tetap (titik kestabilan) dalam suatu sistem
dinamik. Nilai parameter ketika terjadinya bifurkasi dinamakan titik bifurkasi.
Salah satu jenis bifurkasi, yaitu bifurkasi Hopf.
Bifurkasi Hopf adalah kemunculan siklus batas (limit cycle) dari
kesetimbangan dalam sistem dinamis yang dihasilkan oleh persamaan diferensial
biasa, saat kesetimbangan mengalami perubahan stabilitas yang melalui sepasang
nilai eigen imajiner murni. Bifurkasi dapat bersifat superkritis atau subkritis yang
mengakibatkan limit cycle menjadi stabil atau tidak stabil. Limit Cycle sendiri
merupakan orbit tertutup yang terisolasi. Terisolasi artinya bahwa orbit di
sekelilingnya menuju atau menjauhi siklus limit.
Misalkan:
=
,
,
∈� ,
(6)
adalah sistem persamaan diferensial mandiri orde dua yang bergantung pada
parameter
� . Diasumsikan bahwa matriks Jacobi
= ( 0 , )
memiliki sepasang nilai eigen kompleks
±�
=
1,2
,
(7)
yang menjadi imajiner murni saat = 0 , yaitu 0 = 0 dan
Kemudian, ketika melewati 0 stabilitas kesetimbangan berubah.
0 =
0
> 0.
PEMODELAN
Dalam karya ilmiah ini dibahas model mangsa-pemangsa Holling-Tanner
tipe II yang menggambarkan suatu rantai makanan antara satu spesies pemangsa
dan satu spesies mangsa. Berikut ini adalah sistem persamaan modelnya:
(�) = �
(�) =
m
d
+
−
,
+
(8)
−
,
, ≥ 0, dan , , , �, > 0, dengan:
banyaknya populasi mangsa,
banyaknya populasi pemangsa,
laju pertumbuhan intrinsik mangsa,
daya dukung lingkungan,
koefisien interaksi antara mangsa dan pemangsa yang berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan mangsa,
: koefisien interaksi antara mangsa dan pemangsa yang berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan pemangsa,
: tingkat kejenuhan pemangsaan,
: laju kematian pemangsa.
dimana
x
:
y
:
r
:
K
:
c
:
f
1−
5
�
Respon fungsional pada model di atas dinyatakan dengan
yang menggambarkan laju pemangsaan dan ketersediaan makanan
=
+
(mangsa). Laju pertumbuhan intrinsik mangsa (r) dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan pemangsa y, dimana x tumbuh secara logistik. Laju pertumbuhan
populasi pemangsa dipengaruhi oleh kemampuan maksimum pemangsa dalam
mencari mangsa (f) dan tingkat kejenuhan pemangsaan (m) dikurangi laju
kematian pemangsa (d).
Persamaan (8) dengan banyak parameter ditransformasikan ke bentuk yang
lebih sederhana dengan cara penondimensialan model. Skala parameter yang
digunakan, yaitu:
→
→
,
1−
−
,
Sistem persamaan (8) menjadi:
(�) =
(�) = −
�
�→
+
.
,
(9)
�
+
,
+
(Bukti persamaan (9) dapat dilihat pada Lampiran 1)
dengan
=
�
,
=
�=
,
(10)
.
Dalam persamaan (9), parameter
merepresentasikan tingkat pertumbuhan
mangsa, parameter
merepresentasikan tingkat kematian pemangsa, dan
parameter � merepresentasikan tingkat interaksi antara mangsa dan pemangsa.
PEMBAHASAN
Penentuan Titik Tetap Model
Titik tetap persamaan (9) didapat dari
persamaan (9) menjadi:
1−
−
−
+
�
+
+
= 0,
= 0.
�
= 0 dan
�
= 0, sehingga
(11)
(12)
6
Dengan menyelesaikan sistem persamaan (11) dan (12), diperoleh 3 titik
tetap, yaitu �1 0,0 , �2 1,0 , �3 ∗ , ∗ , dengan:
∗
∗
=−
�+
=
−�
,
�
− � ( − �)
.
�
�+
(Bukti penentuan titik tetap model dapat dilihat pada Lampiran 2)
∗
Titik tetap �3
∗
,
∗
∗
akan berada di kuadran pertama jika memenuhi:
�+
> 0 atau
�+
> 0 atau −
−�
�
(13)
> 0,
− � ( − �)
> 0.
�
(14)
Agar persamaan (13) dan (14) terpenuhi, maka:
>1−
< �.
dan
�
(15)
Pada saat = �, titik tetap �3 akan menyatu dengan titik tetap �2 . Pada saat
= 1 − , titik tetap �3 akan menyatu dengan titik tetap �1 .
�
Analisis Kestabilan Titik Tetap Model
Dengan melakukan pelinearan pada persamaan (9), diperoleh matriks Jacobi
sebagai berikut:
=
−2
−
�
+
+
+
−
( + )2
�
( + )2
−
+
�
− +
+
+
( + )2
.
�
−
( + )2
Kestabilan titik tetap dapat dilihat dari nilai eigen yang dihasilkan oleh matriks
Jacobi persamaan (9) yang dievaluasi pada titik tetap tersebut. Selanjutnya,
kestabilan di sekitar titik tetap diperiksa.
Titik tetap �1 0,0 disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi
persamaan (9), sehingga dihasilkan matriks Jacobi
(0,0)
=
0
.
−
0
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
nilai eigen untuk matriks 0,0 , yaitu:
1
= ,
2
=− .
�
0,0
−
= 0, diperoleh
7
Karena parameter diasumsikan tidak negatif, maka 1 > 0 dan 2 < 0. Karena
kedua nilai eigen real berbeda tanda, maka kestabilan titik tetap �1 0,0 bersifat
sadel (Strogatz 1994).
(Bukti pelinearan di titik tetap �1 dapat dilihat pada Lampiran 3)
Titik tetap �2 1,0 disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi persamaan
(9), sehingga dihasilkan matriks Jacobi
(1,0)
=
−
0
−1
.
− +�
�
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
nilai eigen untuk matriks 1,0 yaitu:
1
=− ,
2
1,0
= − + �.
−
= 0, diperoleh
Karena parameter diasumsikan bernilai positif, maka 1 < 0 dan 2 bergantung
pada nilai parameter dan � yang digunakan. Jika < �, maka kestabilan titik
tetap �2 bersifat sadel, dan bersifat simpul stabil jika > � (Strogatz 1994).
(Bukti pelinearan di titik tetap �2 dapat dilihat pada Lampiran 3)
Titik tetap �3 ∗ , ∗ disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi
persamaan (9), sehingga dihasilkan matriks Jacobi
( ∗, ∗)
2
( − �) ( − �)
( − �)
+
−
− −
2
�
�
�
�
�2
.
( − �)
( − �)
− �− +�+
�
�
2−
=
−
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
nilai eigen untuk matriks ∗, ∗ , yaitu:
1,2
dengan
= �2 − �2 −
=2
2
+
2
� − �2,
1 1
2 �2
±
∗, ∗
−
= 0, diperoleh
,
� - 2 2�2 + 4 + 2 2�3 - 2 �4 - 2 �4 - 6
� + 6 3�2 + 4�2 - 2 3�3 + 2�4 - �4.
2 2
4
2
=
�
(16)
� + 2 �4 +
3 2
� -
2 4
(17)
Berdasarkan nilai eigen yang diperoleh, kestabilan titik tetap �3 ∗ , ∗
bergantung pada nilai dan yang didalamnya terdapat parameter , dan �.
Jika < 0, maka titik tetap menjadi stabil dan menjadi tidak stabil ketika > 0.
Kemudian, jika > 0 titik tetap bersifat simpul dan jika < 0 bersifat spiral.
8
< 0, diperoleh
Dari kondisi
> 0, diperoleh
yaitu:
1−
1.
>1−
2.
0
�2
2
−
1−�
�2
. Sedangkan dari kondisi
. Dari kedua kondisi ini diperoleh 4 kasus,
dan
�2
2 1−�
−
1−�
�2
>1−
Berikut adalah tabel kondisi kestabilan titik tetap �3
2
3
4
,
∗
yang diperoleh.
Tabel 1 Kondisi kestabilan titik tetap �3
Kasus
1
∗
Kondisi
�>
�>
�>
�>
dan
>
dan
>
dan
dan
>
�−
>1−
�
�−
>1−
�
�−
>
0. Persamaan (21) akan dipenuhi jika
� < 1.
(22)
Dari persamaan (20) dan (22) diperoleh suatu parameter batas yang
mengakibatkan terjadinya bifurkasi Hopf pada �3 .
Misalkan parameter batas keberadaan �3 pada persamaan (15) digambarkan
, serta parameter batas terjadinya
sebagai kurva 1 : � =
dan 2 : � =
1−
bifurkasi Hopf pada �3 pada persamaan (20) digambarkan sebagai kurva
2
1−�
= 1 − − �2
dan 4 : � = 1. Hubungan antara parameter-parameter
yang terlibat dapat dilihat pada Gambar 1, yang menunjukkan daerah kemunculan
limit cycle.
3:
Gambar 1 Hubungan antar parameter
Sumbu horizontal pada Gambar 1 merepresentasikan nilai parameter � dan
sumbu vertikal merepresentasikan nilai parameter . Terdapat 2 kurva yang
membatasi nilai �, yaitu kurva
yang merupakan syarat batas
1: � =
keberadaan titik tetap �3 dan kurva 4 : � = 1 yang merupakan syarat batas
10
terjadinya bifurkasi Hopf pada titik tetap �3 . Fenomena bifurkasi Hopf terjadi
diselang daerah < � < 1.
Kurva 3 berada di sebelah kiri kurva 2 sehingga jika nilai parameter �
bergerak dari kiri ke kanan melalui kurva 3 , maka di sebelah kanan kurva 3
akan muncul limit cycle yang bentuknya dari kecil membesar. Fenomena ini
dikenal sebagai bifurkasi Hopf. Bifurkasi Hopf terjadi pada daerah yang dibatasi
oleh kurva 2 dan 3. Pada saat melewati kurva 2 , titik tetap �3 akan menghilang
karena menyatu dengan titik tetap �1 sehingga limit cycle akan ikut menghilang.
SIMULASI
Dinamika populasi mangsa-pemangsa dapat ditunjukkan melalui kurva
bidang solusi yang menggambarkan populasi mangsa dan pemangsa pada kurun
waktu tertentu. Dengan ini, masing-masing variabel dan parameter membutuhkan
suatu nilai awal untuk proses komputasi. Proses komputasi pada simulasi ini
menggunakan software Maple 13.
Diasumsikan bahwa laju pertumbuhan intrinsik dari mangsa (r) dan
kemampuan maksimum pemangsa dalam mencari mangsa (f) adalah tetap dengan
daya dukung lingkungan adalah K. Saat penondimensionalan model, diketahui
�
bahwa =
sebanding dengan tingkat pertumbuhan mangsa tanpa kehadiran
pemangsa,
=
sebanding dengan tingkat kematian pemangsa yang secara
tidak langsung menyatakan tingkat kepunahan pemangsa, dan � =
dengan tingkat interaksi antara mangsa dan pemangsa.
sebanding
Dalam simulasi ini, nilai-nilai parameter yang digunakan harus terlebih
dahulu memenuhi parameter batas keberadaan titik tetap �3 , yaitu < � yang
mengartikan tingkat kematian pemangsa lebih kecil daripada tingkat interaksi
�−
antara mangsa dan pemangsa, dan >
yang mengartikan laju pertumbuhan
�
mangsa lebih besar daripada pemangsa. Parameter diasumsikan bernilai 0.4,
parameter diasumsikan bernilai 0.5, dan parameter � dipilih bernilai antara 0.55
sampai dengan 0.9. Pemilihan nilai-nilai parameter ini ditujukan untuk
memperihatkan perubahan struktur titik tetap dan kestabilannya sekaligus
menunjukkan keberadaan bifurkasi Hopf.
Tabel 2 Pemilihan nilai parameter model
Kasus
1
2
3
4
0.4
0.4
0.4
0.4
0.5
0.5
0.5
0.5
�
0.55
0.7
0.77
0.832
��
Simpul stabil
Spiral stabil
Spiral tak stabil
Simpul tak stabil
11
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 1
Pada kasus ini, nilai parameter yang digunakan adalah � = 0.55, serta nilai
awal 0 = 1 dan 0 = 1. Titik tetap �3 yang diperoleh pada kasus ini, yaitu
�3 (0.77273, 0.07727). Nilai eigen yang diperoleh adalah 1 = −0.13104 dan
2 = −0.11972, sehingga kestabilan titik tetap �3 bersifat simpul stabil.
Gambar 2 Bidang fase kasus 1
Gambar 3 Bidang solusi kasus 1
Pada Gambar 2, diberikan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap dimana
kedua populasi stabil menuju titik tetap �3 . Diperlihatkan bahwa jenis kestabilan
titik tetapnya adalah stabil.
Gambar 3 memperlihatkan bahwa di awal waktu kedua populasi mengalami
penurunan jumlah, dimana populasi pemangsa hampir mengalami kepunahan.
Setelah itu, populasi mangsa mengalami pertumbuhan sehingga suplai makanan
bagi pemangsa terpenuhi yang mengakibatkan populasi pemangsa ikut mengalami
pertumbuhan. Saat populasi pemangsa mulai berkembang, populasi mangsa
mengalami penurunan jumlah dan pada akhirnya kedua populasi tersebut stabil
menuju ke suatu nilai.
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 2
Pada kasus ini, nilai parameter yang digunakan adalah � = 0.7, serta nilai
awal 0 = 0.6 dan 0 = 0.2. Titik tetap �3 yang diperoleh pada kasus ini,
yaitu �3 (0.28571, 0.11429). Nilai eigen yang diperoleh adalah 1 = − 0.02653 +
0.124991 � dan 2 = − 0.02653 − 0.124991 �, sehingga kestabilan titik tetap �3
bersifat spiral stabil.
12
Gambar 4 Bidang fase kasus 2
Gambar 5 Bidang solusi kasus 2
Pada Gambar 4, diberikan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap dimana
kedua populasi stabil menuju titik tetap �3 . Diperlihatkan bahwa jenis kestabilan
titik tetap kasus ini adalah stabil.
Gambar 5 memperlihatkan bahwa interaksi mangsa-pemangsa yang terjadi
di awal waktu sangat ekstrim dengan waktu yang dibutuhkan pemangsa untuk
mencari mangsa menjadi sangat singkat. Di awal waktu populasi mangsa dan
�−
pemangsa menurun drastis. Kondisi >
yang mengartikan laju pertumbuhan
�
mangsa lebih besar daripada pemangsa menyebabkan populasi mangsa jauh lebih
banyak dibandingkan populasi pemangsa. Ketika populasi mangsa mulai
bertambah banyak, populasi pemangsa ikut mengalami pertumbuhan dikarenakan
ketersediaan suplai makanan yang cukup. Pada Gambar 5 juga menggambarkan
adanya osilasi dengan simpangan yang semakin kecil, sehingga kedua populasi
tersebut berkembang dan akhirnya stabil menuju ke satu nilai.
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 3
Pada kasus ini, nilai parameter yang digunakan adalah � = 0.77, serta nilai
awal 0 = 0.6 dan 0 = 0.2. Titik tetap �3 yang diperoleh pada kasus ini,
yaitu �3 (0.12338, 0.06662). Nilai eigen yang diperoleh adalah 1 = 0.00151 +
0.09301 � dan 2 = 0.00151 − 0.09301 � , sehingga kestabilan titik tetap �3
bersifat spiral tak stabil.
13
Gambar 6 Bidang fase kasus 3
Gambar 7 Bidang solusi kasus 3
Pada Gambar 6, penaikan nilai parameter � ini menyebabkan munculnya
limit cycle. Fenomena keberadaan limit cycle dengan berubahnya nilai suatu
parameter sistem merupakan sifat bifurkasi Hopf. Jika nilai � terus dinaikkan
maka bentuk limit cycle akan semakin membesar sampai suatu kondisi yang
mengakibatkan bentuk limit cycle mengecil kembali dan selanjutnya menghilang.
Sama halnya dengan Gambar 5, pada Gambar 7 ini diberikan gambaran
bahwa interaksi mangsa-pemangsa yang terjadi di awal waktu sangat ekstrim
dengan waktu yang dibutuhkan pemangsa untuk mencari mangsa menjadi sangat
singkat. Namun pada subkasus ini osilasi yang terjadi memiliki nilai simpangan
yang tetap, sehingga kedua populasi tidak stabil menuju ke suatu nilai.
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 4
Pada kasus ini, nilai parameter yang digunakan adalah � = 0.832, serta nilai
awal 0 = 1 dan 0 = 1. Titik tetap �3 yang diperoleh pada kasus ini, yaitu
�3 (0.0024, 0.00159) . Nilai eigen yang diperoleh adalah 1 = 0.03362 dan
2 = 0.00571, sehingga kestabilan titik tetap �3 bersifat simpul tak stabil.
14
Gambar 8 Bidang fase kasus 4
Gambar 9 Bidang solusi kasus 4
Pada Gambar 8, diberikan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap dimana
kedua populasi tidak mencapai kestabilan pada suatu nilai tertentu. Diperlihatkan
bahwa jenis kestabilan titik tetapnya adalah tak stabil.
Gambar 9 memperlihatkan bahwa hampir terjadi kepunahan populasi
mangsa dan pemangsa di awal dan di akhir waktu. Hal ini disebabkan karena
tingkat interaksi antara mangsa dan pemangsa di kasus ini sangat tinggi.
SIMPULAN
Dari hasil analisis model Holling-Tanner tipe II diperoleh tiga titik tetap,
yaitu �1 , �2 dan �3 . Kestabilan titik tetap �1 selalu bersifat sadel, sedangkan
kestabilan titik tetap �2 dan �3 bergantung dari parameter laju pertumbuhan
maksimum mangsa dan pemangsa dan tingkat kepunahan pemangsa.
Dinamika populasi mangsa-pemangsa model ini dipengaruhi oleh tingkat
pertumbuhan maksimum mangsa dan pemangsa dan tingkat kepunahan pemangsa.
Dalam mengamati dinamika populasi mangsa pemangsa ini, terlebih dahulu
dibagi dalam 4 kasus yang memiliki jenis kestabilan yang berbeda-beda.
Dengan memilih nilai parameter yang tepat, dapat ditunjukkan keberadaan
dari bifurkasi Hopf. Pada kasus ketiga terjadi perubahan kestabilan titik tetap
�3 dari spiral stabil menjadi spiral tak stabil dan kemunculan limit cycle.
Fenomena ini merupakan sifat dari bifurkasi Hopf. Pada kasus keempat, hampir
terjadi kepunahan populasi mangsa dan pemangsa yang disebabkan karena tingkat
interaksi antara mangsa dan pemangsa sangat tinggi pada kasus ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anton H, Rorres C. 2004. Aljabar Linear Elementer. Ed ke-8. Indriasari R,
Harmein I, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
Gotelli NJ. 1998. A Primer of Ecology. Ed ke-2. Sunderland (BG): Sinauer
Associates Inc.
Kuang Y, Li B. 2007. Heteroclinic bifurcation in the Michaelis-Menten-typeratio-dependent predator-prey system. Society for Industrial and Applied
Mathematics. 67(5):1453-1464.doi:10.1137/060662460.
Strogatz SH. 1994. Nonlinear Dynamics and Chaos with Application to Physics,
Biology, Chemistry, and Engineering. Massachusets (US): Addison-Wesley
Publishing Company.
Tu PNV. 1994. Dynamical System An Introduction with Application in Economics
and Biology. Heidelberg (DE): Springer-Verlag.
16
Lampiran 1 Penondimensialan Model
Model persamaan (8) :
(�) = �
(�) =
1−
−
+
+
−
Dilakukan penondimensionalan untuk mendapatkan sistem persamaan
dengan parameter yang lebih sederhana. Skala parameter yang digunakan, yaitu
→
=�
�
�
�
1−
=�
=
�
=
�
(�) =
1−
�
�
�
�
�
�
−
1−
−
1−
+
+
(
=
)
( + )
2
=
=
=−
(�) = −
+
−
+
+
−
(23)
+
+
2
�
( + )
−
=
�→
+
−
1−
,
2
−
( )
�
→
,
−
−
+
+
+
(24)
17
Misalkan
=
�
,
=
�=
,
Substitusikan , , � ke dalam persamaan (23) dan (24). Sistem persamaan
baru menjadi:
(�) =
1−
(�) = −
+
−
�
+
+
18
Lampiran 2 Penentuan titik tetap model
Titik tetap persamaan (9) ditentukan dengan membuat persamaan
menjadi � = 0 dan � = 0 seperti pada persamaan (11) dan (12) berikut:
1−
−
1−
=0
−
1−
−
1−
�
+
=0
(11
(12
=0
=0
+
+
=
(25)
25
(26)
26
(27)
27
(28)
28
=0
+
Dari persamaan (12) diperoleh:
�
+
− +
=0
=0
− +
=
�
=0
+
�
+
Substitusikan persamaan (27) ke persamaan (26), sehingga diperoleh:
1−
1−
=0
=0
=1
+
+
Dari persamaan (11) diperoleh:
−
Jadi, titik tetap �2 (1,0).
Dari persamaan (26) diperoleh:
1−
1−
=
=
+
+ −
+
19
1−
= 1−
= 1−
+
+
1−
29
Substitusikan persamaan (29) ke persamaan (28)
=� 1−
1−
�+
−�
=�− �+ �
=
=
�
+
+
=
�
�
−
(31)
Substitusikan persamaan (30) ke persamaan (31), sehingga diperoleh:
=
=
� �+
�+
�
−
−�
=( �+
=−
−�
−�
�+
=
30
Dari persamaan (28) diperoleh:
=
�
�+
lim −
→0
−
�+
�+
1
�
−
�
−�
−�
1
�
−�
�
− �) −
− � ( − �)
�
Jadi, titik tetap �3
Substitusikan
−
� + −�
�
,−
� + −� ( −� )
�
= 0 ke persamaan (12), sehingga diperoleh:
+
�
+
=0
+0 =0
= 0.
(32)
20
Substitusikan
lim
→0
= 0 ke persamaan (11), sehingga diperoleh:
1−
(1 − ) = 0
=0 ∨
−
+
=1
Jadi, titik tetap �1 0,0 .
=0
(33)
21
Lampiran 3 Penentuan nilai eigen model
Misalkan model 1 dituliskan sebagai berikut:
,
= (�) =
,
= (�) = −
1−
+
−
�
+
+
,
.
Dengan melakukan pelinearan didapat matriks Jacobi sebagai berikut:
=
1−
=
=
=
�
+
=
−2
=
−2
−
=−
2
+
�
+
�
+
+
−
+
−
( + )2
=− +
+
�
− +
+
�
( + )2
+
+
−
=
�
( + )2
−
1−
=
+
+
+
+
−
−
−
,
+
+
( + )2
+
�
+
−
�
+
−
�
( + )2
( + )2
.
�
−
( + )2
Pelinearan titik tetap �1 0,0
Substitusikan titik tetap �1 ke dalam matrik Jacobi model 1 dengan
cara pendekatan limit
(0,0)
= lim
, →0,0
−2
−
�
+
+
−
(0,0)
+
+
�
+
=
2
2
0
0
.
−
−
+
�
− +
+
+
+
�
−
+
2
,
2
22
Kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan
karakteristik � 1,0 −
= 0, sehingga diperoleh:
−
0,0
−
0
1
=0
−1
− −
−
− −
∨
=
2
=0
=0
=− .
Karena parameter diasumsikan bernilai positif, maka 1 > 0 dan 2 < 0.
Dari nilai eigen yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kestabilan �1 bersifat
sadel karena kedua nilai eigen berbeda tanda (Strogatz 1994).
Pelinearan titik tetap �2 1,0
Substitusikan titik tetap
(1,0)
1
ke dalam matrik Jacobi model 1
−
0
=
−1
.
− +�
Kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan
karakteristik � 1,0 −
= 0 sehingga diperoleh:
=0
1,0 −
− −
0
−1
− +�−
− −
1
− +�−
=−
∨
2
=0
=0
= − + �.
Karena parameter diasumsikan bernilai positif, maka 1 < 0 dan 2
bergantung pada nilai parameter
dan � yang digunakan. Jika < �, maka
kestabilan titik tetap �2 bersifat sadel, dan bersifat simpul stabil jika > �
(Strogatz 1994).
Pelinearan titik tetap �3 (
Misalkan:
� + −�
�
∗
,−
=
� + −� ( −�)
�+
�
)
−�
,
�
� + − � ( − �)
∗
.
=−
�
Substitusikan titik tetap 2 ke dalam matrik Jacobi model 1
2
( − �) ( − �)
( − �)
2− −
+
−
− −
2
�
�
�
�
�2
.
( ∗, ∗) =
( − �)
( − �)
− �− +�+
�
�
Kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan
23
�
karakteristik
−
= 0, sehingga diperoleh:
∗, ∗
−
2
( − �) ( − �)
+
−
−
�
�
�2
( − �)
−
�
1,2
dimana
= �2 − �2 −
=2
−
=0
2
( − �) ( − �)
+
−
−
�
�
�2
( − �)
− �− +�+
�
2−
2−
−
∗, ∗
2
2
+
=
−
1 1
2 �2
−
�
+
±
( − �)
�
�2
=0
( − �)
−
�
−
( − �)
�2
�+
−�−
,
� − �2,
� - 2 2�2 + 4 + 2 2 �3 - 2 �4 - 2 �4 - 6
2 4
� - 2 4� + 6 3�2 + 4�2 - 2 3�3 + 2�4 - �4 .
2 2
−
2
+
2
� − �2 < 0
−
2
−� 2 + 2 − 2 � + � 2
>1−
−
�2
2
�2
Kondisi kestabilan titik tetap �3
(i) Jika > 1 −
simpul stabil,
(ii) Jika > 1 −
spiral stabil,
�2 < �2 −
<
1−�
−
−
(iii)Jika < 1 − −
spiral tak stabil,
(iv) Jika < 1 − −
simpul tak stabil.
2
1−�
2
�2
2
�2
2
�2
1−�
1−�
1−�
�2
dan
dan
dan
dan
∗
,
∗
� + 2 �4 +
3 2
>0
�2 − �2 −
� + �2
( − �)
=0
�
0
2
2
� − �2
1−�
�2
∗
,
∗
bersifat
< 0, maka titik tetap �3
∗
,
∗
bersifat
∗
,
∗
bersifat
> 0, maka titik tetap �3
∗
,
∗
bersifat
> 0, maka titik tetap �3
< 0, maka titik tetap �3
24
Lampiran 4 Program plot bidang fase kasus 1 (Gambar 2)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.55 ∶
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 1, y(0) = 0]], stepsize = .1,
linecolour = [blue]).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�.
� +
�.
� +
�.
� +
�.
� +
�.
� .
�
]
� .
�
]
� .
�
]
� .
�
]
� .
�
]
� +
�
Lampiran 5 Program plot bidang solusi kasus 1 (Gambar 3)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
� . �
, D(y)(t) = − .
L := [D(x)(t) = . � . 1 − � −
� +
�
� +
�
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.55 ∶
display (phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..325, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], stepsize = .1
scene = [t, x(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [green]),
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..325, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], style = POINT,
stepsize = .1 scene = [t, y(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [red])).
Lampiran 6 Program plot bidang fase kasus 2 (Gambar 4)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
� . �
L := [D(x)(t) = . � . 1 − � −
, D(y)(t) = − .
� +
�
� +
�
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.7 ∶
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..500, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.2]], stepsize = .1,
linecolour = [blue]).
Lampiran 7 Program plot bidang solusi kasus 2 (Gambar 5)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.7 ∶
display (phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.6]], stepsize
= .1 scene = [t, x(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [green]),
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.6]], style = POINT,
stepsize = .1 scene = [t, y(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [red])).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�
Lampiran 8 Program plot bidang fase kasus 3 (Gambar 6)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
� . �
L := [D(x)(t) = . � . 1 − � −
, D(y)(t) = − .
� +
�
� +
�
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.77 ∶
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..500, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.2]], stepsize = .1,
linecolour = [blue]).
25
Lampiran 9 Program plot bidang solusi kasus 3 (Gambar 7)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.77 ∶
display (phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.2]], stepsize
= .1 scene = [t, x(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [green]),
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.2]], style = POINT,
stepsize = .1 scene = [t, y(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [red])).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�.
� +
�.
� +
�.
� .
�
]
� .
�
]
� .
�
]
� +
�
Lampiran 10 Program plot bidang fase kasus 4 (Gambar 8)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.832 ∶
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..300, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], stepsize = .1,
linecolour = [blue]).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�
Lampiran 11 Program plot bidang solusi kasus 4 (Gambar 9)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.832 ∶
display (phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..325, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], stepsize = .1
scene = [t, x(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [green]),
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..325, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], style = POINT,
stepsize = .1 scene = [t, y(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [red])).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 12 April 1991. Penulis
merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Darwin Gaib dan Fatra
Nurlaela Kamaru. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 61
Gorontalo pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Gorontalo
pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas di MAN Insan Cendekia Gorontalo
pada tahun 2009, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di
Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Sistem Dinamika
Dasar tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif di beberapa organisasi kampus,
yaitu Gugus Mahasiswa Matematika (GUMATIKA) dan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Music Agriculture X-pression!! (MAX!!). Pada tahun 20092010, aktif sebagai anggota UKM MAX!!. Pada tahun 2011, penulis aktif sebagai
Staf Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) GUMATIKA dan
Manajer Divisi Musik UKM MAX!!. Pada tahun 2012 penulis aktif sebagai Staf
Divisi Math Event GUMATIKA dan Bendahara Umum UKM MAX!!, dan pada
tahun 2013 penulis aktif sebagai Dewan Penasihat UKM MAX!!.
Penulis juga aktif mengikut lomba tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi
yang pernah diraih oleh penulis antara lain Juara 1 IPB Art Contest (IAC) cabang
Cipta Lagu Populer (Cilapop) tahun 2010, Juara 2 Lomba Cipta Lagu Indonesian
Ecology Expo (INDEX) tahun 2010, Pemenang Sayembara Jingle Olimpiade
Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2011, Juara 2 Lomba Akustik LogCoustic tahun
2012, dan Juara 1 Lomba Perkusi SPIRIT FMIPA IPB 2013.
HOLLING-TANNER TIPE II
MUHAMMAD BUCHARI GAIB
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Bifurkasi Hopf pada
Model Mangsa-Pemangsa Holling-Tanner Tipe II adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Muhammad Buchari Gaib
NIM G54090055
ABSTRAK
MUHAMMAD BUCHARI GAIB. Bifurkasi Hopf pada Model Mangsa-Pemangsa
Holling-Tanner Tipe II. Dibimbing oleh ALI KUSNANTO dan PAIAN
SIANTURI.
Dalam karya ilmiah ini dipelajari model mangsa-pemangsa Holling-Tanner
tipe II dan keberadaan dari bifurkasi Hopf. Dari model ini, diperoleh tiga titik
tetap, dengan salah satu titik bersifat sadel. Dinamika populasi mangsa-pemangsa
model ini dibagi menjadi empat kasus, dimana setiap kasusnya dilakukan
penaikkan nilai parameter tingkat interaksi antara mangsa dan pemangsa. Pada
kasus ketiga, terjadi perubahan kestabilan titik dari spiral stabil menjadi spiral tak
stabil dan kemunculan limit cycle. Ini merupakan sifat bifurkasi Hopf. Selanjutnya,
pada kasus keempat hampir terjadi kepunahan kedua populasi, karena tingkat
interaksi kedua populasi ini semakin tinggi. Secara umum, dapat disimpulkan
bahwa penaikkan nilai parameter interaksi antara mangsa dan pemangsa
memengaruhi kestabilan populasi. Populasi mangsa dan pemangsa akan stabil
ketika tingkat interaksi kedua populasi rendah, sedangkan tingkat interaksi yang
tinggi menyebabkan kepunahan terhadap kedua populasi.
Kata kunci: bifurkasi Hopf, Holling-Tanner tipe II, limit cycle, mangsa-pemangsa.
ABSTRACT
MUHAMMAD BUCHARI GAIB. Hopf Bifurcation in Prey-Predator Model of
Holling-Tanner Type II. Supervised by ALI KUSNANTO and PAIAN
SIANTURI.
In this paper a mathematical prey-predator model of Holling-Tanner type
II and the existence of Hopf bifurcation were studied. In this model, three fixed
points are obtained, in which one of them is a saddle point. The prey-predator
population dynamics was simulated based on four cases, by increasing the
interaction value of prey and predator. In the third case, the stable spiral changed
into an unstable spiral and also observed the presence of limit cycles. This is
known as Hopf bifurcation. Furthermore, for the fourth case both populations
were almost extincted due to the increase of the interaction rate. Generally, it can
be concluded that increasing the value of prey and predator interaction rate would
change the stability of population. The prey-predator population will be stable
when the prey and predator interaction rate is low, whereas the higher interaction
rate would cause the extinction of both prey and predator populations.
Keywords: Hopf bifurcation, Holling-Tanner type II, limit cycle, prey-predator.
BIFURKASI HOPF PADA MODEL MANGSA-PEMANGSA
HOLLING-TANNER TIPE II
MUHAMMAD BUCHARI GAIB
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Bifurkasi Hopf pada Model Mangsa-Pemangsa Holling-Tanner
Tipe II
Nama
: Muhammad Buchari Gaib
NIM
: G54090055
Disetujui oleh
Drs Ali Kusnanto, MSi
Pembimbing I
Dr Paian Sianturi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Toni Bakhtiar, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Bifurkasi Hopf pada
Model Mangsa-Pemangsa Holling-Tanner Tipe II berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga
besar atas dukungan, motivasi, kasih sayang dan doa yang tiada henti-hentinya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Drs Ali Kusnanto, MSi
dan Bapak Dr Paian Sianturi selaku pembimbing atas arahan, bimbingan, dan
motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini, kepada Ibu Dr Ir Endar Hasafah
Nugrahani, MS yang telah banyak memberi saran dan perbaikan, serta kepada
seluruh dosen dan staf Departemen Matematika IPB atas segala ilmu yang
diberikan dan bantuannya selama perkuliahan. Tak lupa juga ucapan terima kasih
kepada teman-teman UKM MAX!! dan Solfegio band, serta sahabat Matematika
45, 46, 47, dan 48 yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan tugas
akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013
Muhammad Buchari Gaib
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
LANDASAN TEORI
2
PEMODELAN
4
PEMBAHASAN
5
Penentuan Titik Tetap Model
5
Analisis Kestabilan Titik Tetap Model
6
Bifurkasi Hopf
8
SIMULASI
10
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 1
11
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 2
11
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 3
12
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 4
13
SIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL
1 Kondisi kestabilan titik tetap �3
2 Pemilihan nilai parameter model
8
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Hubungan antar parameter
Bidang fase kasus 1
Bidang solusi kasus 1
Bidang fase kasus 2
Bidang solusi kasus 2
Bidang fase kasus 3
Bidang solusi kasus 3
Bidang fase kasus 4
Bidang solusi kasus 4
9
11
11
12
12
13
13
14
14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penondimensialan Model
2 Penentuan titik tetap model
3 Penentuan nilai eigen model
4 Program plot bidang fase kasus 1 (gambar 2)
5 Program plot bidang solusi kasus 1 (gambar 3)
6 Program plot bidang fase kasus 2 (gambar 4)
7 Program plot bidang solusi kasus 2 (gambar 5)
8 Program plot bidang fase kasus 3 (gambar 6)
9 Program plot bidang solusi kasus 3 (gambar 7)
10 Program plot bidang fase kasus 4 (gambar 8)
11 Program plot bidang solusi kasus 4 (gambar 9)
16
18
21
24
24
24
24
24
25
25
25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makhluk hidup terdiri atas bermacam-macam spesies yang membentuk
komunitas dan hidup bersama. Makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk
hidup lain. Ada beberapa jenis hubungan yang dapat terjadi antarspesies, salah
satunya adalah predasi. Predasi adalah hubungan antara mangsa (prey) dan
pemangsa (predator), dimana tiap pemangsa akan bersaing dengan individu lain
yang sejenis untuk memperoleh mangsanya guna mempertahankan hidup. Di
dalam hubungan tersebut pemangsa juga berperan sebagai pengontrol populasi
mangsa.
Pemangsa (predator) merupakan suatu organisme yang mencari, memburu,
dan memakan organisme lain. Sedangkan mangsa (prey) adalah organisme yang
diburu dan dimakan oleh pemangsa. Interaksi antara mangsa dan pemangsa
merupakan kejadian berulang yang terjadi secara terus-menerus dan kehadiran
keduanya dapat saling memengaruhi populasi satu sama lain.
Dalam memelajari interaksi antara mangsa dan pemangsa, sangat penting
untuk menentukan bentuk spesifik dari respon fungsional yang menggambarkan
jumlah mangsa yang dikonsumsi setiap pemangsa. Respon fungsional itu sendiri
bergantung pada beberapa faktor, di antaranya jumlah dari masing-masing mangsa
dan pemangsa, daya dukung lingkungan, tingkat kejenuhan pemangsa, dan tingkat
persaingan antarpemangsa. Kehadiran pemangsa merupakan faktor yang secara
langsung memengaruhi populasi mangsa. Andaikan setiap pemangsa hanya
memiliki satu jenis mangsa, maka konsumsi yang berlebih berakibat jumlah
mangsa dapat berkurang dengan cepat yang keduanya kepada kepunahan. Oleh
karena itu, tingkat pertumbuhan mangsa diharapkan lebih besar daripada tingkat
pertumbuhan pemangsa.
Fenomena mangsa-pemangsa menjadi salah satu fenomena alam yang patut
dipelajari, bukan hanya untuk upaya pelestarian organisme tersebut tetapi juga
dampak keseimbangan alam yang diakibatkan oleh populasi keduanya di masa
yang datang. Alfred Lotka dan Vito Volterra dalam Gotelli (1998)
mengembangkan sepasang persamaan diferensial yang menggambarkan fenomena
mangsa-pemangsa untuk pertama kali yang dikenal sebagai model Lotka-Volterra.
Salah satu kekurangan dari model Lotka-Volterra adalah ketergantungan pada
asumsi yang tidak realistis, yaitu populasi mangsa dapat tumbuh tanpa batas saat
ketidakhadiran pemangsa. Setelah itu, mulai berkembang beberapa model yang
merupakan modifikasi dari model Lotka-Volterra, salah satunya adalah model
Holling-Tanner yang mampu memberikan gambaran adanya kompetisi yang
terjadi di antara para mangsa saat kepadatan yang tinggi. Pada saat kepadatan
yang tinggi, para mangsa akan bersaing untuk mempertahankan sumber daya
mereka.
Dalam karya ilmiah ini, direkonstruksi model mangsa-pemangsa HollingTanner tipe II yang disusun oleh Kuang dan Li (2007). Dari model ini akan
dianalisis karaktreristik dan kestabilan serta dinamika populasi mangsa pemangsa
dari model tersebut terhadap waktu.
2
Tujuan
1
2
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk:
Memelajari model mangsa-pemangsa Kuang dan Li (2007) dan
menunjukkan terjadinya bifurkasi Hopf,
Membandingkan karakteristik kestabilan titik tetap dari model mangsapemangsa Holling-Tanner tipe II.
LANDASAN TEORI
Misalkan diberi sistem persamaan diferensial taklinear sebagai berikut:
=
.
(1)
Persamaan (1) disebut sistem dimensi satu atau sistem orde satu dengan (�)
adalah nilai real fungsi dari waktu dan ( ) adalah nilai real fungsi dari .
∗
= 0 . Titik
Persamaan (1) mempunyai titik tetap = ∗ jika memenuhi
tetap disebut juga titik kritis atau titik kesetimbangan (Tu 1994).
Untuk suatu sistem persamaan diferensial taklinear, analisis kestabilannya
dilakukan melalui pelinearan. Misalkan dilakukan pelinearan terhadap persamaan
(1). Dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetapnya diperoleh:
+ �( ).
=
(2)
Persamaan (2) merupakan sistem persamaan diferensial taklinear dengan
matriks Jacobi,
1
1
=
1
1
⋱
,
dan �( ) suku berorde tinggi yang bersifat lim →∞ �
= 0. Menurut Tu (1994),
pada persamaan (2) disebut pelinearan dari sistem taklinear persamaan (2)
yang dituliskan dalam bentuk
=
.
Jika matriks berukuran × , maka suatu vektor tak nol di � disebut
vektor eigen dari A jika untuk suatu skalar yang disebut nilai eigen dari
berlaku
=
.
(3)
Vektor disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen . Untuk
mencari nilai eigen dari matriks yang berukuran × maka persamaan (3) dapat
dituliskan kembali sebagai berikut:
− Ι
= 0,
(4)
dengan Ι adalah matriks identitas. Persamaan (4) mempunyai solusi tak nol jika
dan hanya jika
3
det
− Ι =
− Ι = 0.
(5)
Persamaan (5) disebut persamaan karakteristik dari matriks
Rorres 2004).
(Anton dan
Misalkan
.
=
Dari persamaan (5), maka persamaan karakteristiknya menjadi
−
= 0,
−
sedemikian sehingga diperoleh persamaan
2
dengan
� = trace
− � + Δ = 0,
=
Δ = det
=
+
−
=
1
=
Dengan demikian diperoleh nilai eigen dari matriks
+
2,
1 2.
sebagai berikut:
� ± � 2 − 4Δ
.
1,2
2
Menurut Strogatz (1994), untuk menentukan kestabilan dari suatu sistem
dapat dilihat dari nilai Δ . Ada 3 kasus untuk nilai Δ, yaitu:
=
Δ < 0.
Jika kedua nilai eigen berbeda tanda maka titik tetap bersifat sadel.
Δ > 0.
� 2 − 4Δ > 0.
Jika � > 0 dan kedua nilai eigen real bernilai positif, maka titik
tetap bersifat simpul tak stabil.
Jika � < 0 dan kedua nilai eigen real bernilai negatif, maka
titik tetap bersifat simpul stabil.
2
� − 4Δ < 0.
Jika � > 0 dan kedua nilai eigen imajiner ( ± � ), maka titik
tetap bersifat spiral tak stabil.
Jika � < 0 dan kedua nilai eigen imajiner ( ± � ), maka titik
tetap bersifat spiral stabil.
Jika � = 0 dan kedua nilai eigen imajiner ( ± � ), maka titik
tetap bersifat center.
2
� − 4Δ = 0.
Parabola � 2 − 4Δ = 0 adalah garis batas antara simpul dan spiral.
Star nodes atau degenerate terletak pada parabola ini. Jika kedua
nilai eigen bernilai sama mama titik tetap bersifat simpul sejati.
Δ = 0.
Jika salah satu nilai eigen bernilai nol, maka titik asal bersifat titik
tetap tak terisolasi.
4
Selanjutnya, Strogatz (1994) menjelaskan bahwa struktur kualitatif dari
suatu sistem dinamika dapat berubah karena adanya perubahan dari parameter
sistem dinamika tersebut. Hal inilah yang disebut bifurkasi. Bifurkasi adalah
perubahan jumlah atau kestabilan titik tetap (titik kestabilan) dalam suatu sistem
dinamik. Nilai parameter ketika terjadinya bifurkasi dinamakan titik bifurkasi.
Salah satu jenis bifurkasi, yaitu bifurkasi Hopf.
Bifurkasi Hopf adalah kemunculan siklus batas (limit cycle) dari
kesetimbangan dalam sistem dinamis yang dihasilkan oleh persamaan diferensial
biasa, saat kesetimbangan mengalami perubahan stabilitas yang melalui sepasang
nilai eigen imajiner murni. Bifurkasi dapat bersifat superkritis atau subkritis yang
mengakibatkan limit cycle menjadi stabil atau tidak stabil. Limit Cycle sendiri
merupakan orbit tertutup yang terisolasi. Terisolasi artinya bahwa orbit di
sekelilingnya menuju atau menjauhi siklus limit.
Misalkan:
=
,
,
∈� ,
(6)
adalah sistem persamaan diferensial mandiri orde dua yang bergantung pada
parameter
� . Diasumsikan bahwa matriks Jacobi
= ( 0 , )
memiliki sepasang nilai eigen kompleks
±�
=
1,2
,
(7)
yang menjadi imajiner murni saat = 0 , yaitu 0 = 0 dan
Kemudian, ketika melewati 0 stabilitas kesetimbangan berubah.
0 =
0
> 0.
PEMODELAN
Dalam karya ilmiah ini dibahas model mangsa-pemangsa Holling-Tanner
tipe II yang menggambarkan suatu rantai makanan antara satu spesies pemangsa
dan satu spesies mangsa. Berikut ini adalah sistem persamaan modelnya:
(�) = �
(�) =
m
d
+
−
,
+
(8)
−
,
, ≥ 0, dan , , , �, > 0, dengan:
banyaknya populasi mangsa,
banyaknya populasi pemangsa,
laju pertumbuhan intrinsik mangsa,
daya dukung lingkungan,
koefisien interaksi antara mangsa dan pemangsa yang berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan mangsa,
: koefisien interaksi antara mangsa dan pemangsa yang berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan pemangsa,
: tingkat kejenuhan pemangsaan,
: laju kematian pemangsa.
dimana
x
:
y
:
r
:
K
:
c
:
f
1−
5
�
Respon fungsional pada model di atas dinyatakan dengan
yang menggambarkan laju pemangsaan dan ketersediaan makanan
=
+
(mangsa). Laju pertumbuhan intrinsik mangsa (r) dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan pemangsa y, dimana x tumbuh secara logistik. Laju pertumbuhan
populasi pemangsa dipengaruhi oleh kemampuan maksimum pemangsa dalam
mencari mangsa (f) dan tingkat kejenuhan pemangsaan (m) dikurangi laju
kematian pemangsa (d).
Persamaan (8) dengan banyak parameter ditransformasikan ke bentuk yang
lebih sederhana dengan cara penondimensialan model. Skala parameter yang
digunakan, yaitu:
→
→
,
1−
−
,
Sistem persamaan (8) menjadi:
(�) =
(�) = −
�
�→
+
.
,
(9)
�
+
,
+
(Bukti persamaan (9) dapat dilihat pada Lampiran 1)
dengan
=
�
,
=
�=
,
(10)
.
Dalam persamaan (9), parameter
merepresentasikan tingkat pertumbuhan
mangsa, parameter
merepresentasikan tingkat kematian pemangsa, dan
parameter � merepresentasikan tingkat interaksi antara mangsa dan pemangsa.
PEMBAHASAN
Penentuan Titik Tetap Model
Titik tetap persamaan (9) didapat dari
persamaan (9) menjadi:
1−
−
−
+
�
+
+
= 0,
= 0.
�
= 0 dan
�
= 0, sehingga
(11)
(12)
6
Dengan menyelesaikan sistem persamaan (11) dan (12), diperoleh 3 titik
tetap, yaitu �1 0,0 , �2 1,0 , �3 ∗ , ∗ , dengan:
∗
∗
=−
�+
=
−�
,
�
− � ( − �)
.
�
�+
(Bukti penentuan titik tetap model dapat dilihat pada Lampiran 2)
∗
Titik tetap �3
∗
,
∗
∗
akan berada di kuadran pertama jika memenuhi:
�+
> 0 atau
�+
> 0 atau −
−�
�
(13)
> 0,
− � ( − �)
> 0.
�
(14)
Agar persamaan (13) dan (14) terpenuhi, maka:
>1−
< �.
dan
�
(15)
Pada saat = �, titik tetap �3 akan menyatu dengan titik tetap �2 . Pada saat
= 1 − , titik tetap �3 akan menyatu dengan titik tetap �1 .
�
Analisis Kestabilan Titik Tetap Model
Dengan melakukan pelinearan pada persamaan (9), diperoleh matriks Jacobi
sebagai berikut:
=
−2
−
�
+
+
+
−
( + )2
�
( + )2
−
+
�
− +
+
+
( + )2
.
�
−
( + )2
Kestabilan titik tetap dapat dilihat dari nilai eigen yang dihasilkan oleh matriks
Jacobi persamaan (9) yang dievaluasi pada titik tetap tersebut. Selanjutnya,
kestabilan di sekitar titik tetap diperiksa.
Titik tetap �1 0,0 disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi
persamaan (9), sehingga dihasilkan matriks Jacobi
(0,0)
=
0
.
−
0
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
nilai eigen untuk matriks 0,0 , yaitu:
1
= ,
2
=− .
�
0,0
−
= 0, diperoleh
7
Karena parameter diasumsikan tidak negatif, maka 1 > 0 dan 2 < 0. Karena
kedua nilai eigen real berbeda tanda, maka kestabilan titik tetap �1 0,0 bersifat
sadel (Strogatz 1994).
(Bukti pelinearan di titik tetap �1 dapat dilihat pada Lampiran 3)
Titik tetap �2 1,0 disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi persamaan
(9), sehingga dihasilkan matriks Jacobi
(1,0)
=
−
0
−1
.
− +�
�
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
nilai eigen untuk matriks 1,0 yaitu:
1
=− ,
2
1,0
= − + �.
−
= 0, diperoleh
Karena parameter diasumsikan bernilai positif, maka 1 < 0 dan 2 bergantung
pada nilai parameter dan � yang digunakan. Jika < �, maka kestabilan titik
tetap �2 bersifat sadel, dan bersifat simpul stabil jika > � (Strogatz 1994).
(Bukti pelinearan di titik tetap �2 dapat dilihat pada Lampiran 3)
Titik tetap �3 ∗ , ∗ disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi
persamaan (9), sehingga dihasilkan matriks Jacobi
( ∗, ∗)
2
( − �) ( − �)
( − �)
+
−
− −
2
�
�
�
�
�2
.
( − �)
( − �)
− �− +�+
�
�
2−
=
−
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik
nilai eigen untuk matriks ∗, ∗ , yaitu:
1,2
dengan
= �2 − �2 −
=2
2
+
2
� − �2,
1 1
2 �2
±
∗, ∗
−
= 0, diperoleh
,
� - 2 2�2 + 4 + 2 2�3 - 2 �4 - 2 �4 - 6
� + 6 3�2 + 4�2 - 2 3�3 + 2�4 - �4.
2 2
4
2
=
�
(16)
� + 2 �4 +
3 2
� -
2 4
(17)
Berdasarkan nilai eigen yang diperoleh, kestabilan titik tetap �3 ∗ , ∗
bergantung pada nilai dan yang didalamnya terdapat parameter , dan �.
Jika < 0, maka titik tetap menjadi stabil dan menjadi tidak stabil ketika > 0.
Kemudian, jika > 0 titik tetap bersifat simpul dan jika < 0 bersifat spiral.
8
< 0, diperoleh
Dari kondisi
> 0, diperoleh
yaitu:
1−
1.
>1−
2.
0
�2
2
−
1−�
�2
. Sedangkan dari kondisi
. Dari kedua kondisi ini diperoleh 4 kasus,
dan
�2
2 1−�
−
1−�
�2
>1−
Berikut adalah tabel kondisi kestabilan titik tetap �3
2
3
4
,
∗
yang diperoleh.
Tabel 1 Kondisi kestabilan titik tetap �3
Kasus
1
∗
Kondisi
�>
�>
�>
�>
dan
>
dan
>
dan
dan
>
�−
>1−
�
�−
>1−
�
�−
>
0. Persamaan (21) akan dipenuhi jika
� < 1.
(22)
Dari persamaan (20) dan (22) diperoleh suatu parameter batas yang
mengakibatkan terjadinya bifurkasi Hopf pada �3 .
Misalkan parameter batas keberadaan �3 pada persamaan (15) digambarkan
, serta parameter batas terjadinya
sebagai kurva 1 : � =
dan 2 : � =
1−
bifurkasi Hopf pada �3 pada persamaan (20) digambarkan sebagai kurva
2
1−�
= 1 − − �2
dan 4 : � = 1. Hubungan antara parameter-parameter
yang terlibat dapat dilihat pada Gambar 1, yang menunjukkan daerah kemunculan
limit cycle.
3:
Gambar 1 Hubungan antar parameter
Sumbu horizontal pada Gambar 1 merepresentasikan nilai parameter � dan
sumbu vertikal merepresentasikan nilai parameter . Terdapat 2 kurva yang
membatasi nilai �, yaitu kurva
yang merupakan syarat batas
1: � =
keberadaan titik tetap �3 dan kurva 4 : � = 1 yang merupakan syarat batas
10
terjadinya bifurkasi Hopf pada titik tetap �3 . Fenomena bifurkasi Hopf terjadi
diselang daerah < � < 1.
Kurva 3 berada di sebelah kiri kurva 2 sehingga jika nilai parameter �
bergerak dari kiri ke kanan melalui kurva 3 , maka di sebelah kanan kurva 3
akan muncul limit cycle yang bentuknya dari kecil membesar. Fenomena ini
dikenal sebagai bifurkasi Hopf. Bifurkasi Hopf terjadi pada daerah yang dibatasi
oleh kurva 2 dan 3. Pada saat melewati kurva 2 , titik tetap �3 akan menghilang
karena menyatu dengan titik tetap �1 sehingga limit cycle akan ikut menghilang.
SIMULASI
Dinamika populasi mangsa-pemangsa dapat ditunjukkan melalui kurva
bidang solusi yang menggambarkan populasi mangsa dan pemangsa pada kurun
waktu tertentu. Dengan ini, masing-masing variabel dan parameter membutuhkan
suatu nilai awal untuk proses komputasi. Proses komputasi pada simulasi ini
menggunakan software Maple 13.
Diasumsikan bahwa laju pertumbuhan intrinsik dari mangsa (r) dan
kemampuan maksimum pemangsa dalam mencari mangsa (f) adalah tetap dengan
daya dukung lingkungan adalah K. Saat penondimensionalan model, diketahui
�
bahwa =
sebanding dengan tingkat pertumbuhan mangsa tanpa kehadiran
pemangsa,
=
sebanding dengan tingkat kematian pemangsa yang secara
tidak langsung menyatakan tingkat kepunahan pemangsa, dan � =
dengan tingkat interaksi antara mangsa dan pemangsa.
sebanding
Dalam simulasi ini, nilai-nilai parameter yang digunakan harus terlebih
dahulu memenuhi parameter batas keberadaan titik tetap �3 , yaitu < � yang
mengartikan tingkat kematian pemangsa lebih kecil daripada tingkat interaksi
�−
antara mangsa dan pemangsa, dan >
yang mengartikan laju pertumbuhan
�
mangsa lebih besar daripada pemangsa. Parameter diasumsikan bernilai 0.4,
parameter diasumsikan bernilai 0.5, dan parameter � dipilih bernilai antara 0.55
sampai dengan 0.9. Pemilihan nilai-nilai parameter ini ditujukan untuk
memperihatkan perubahan struktur titik tetap dan kestabilannya sekaligus
menunjukkan keberadaan bifurkasi Hopf.
Tabel 2 Pemilihan nilai parameter model
Kasus
1
2
3
4
0.4
0.4
0.4
0.4
0.5
0.5
0.5
0.5
�
0.55
0.7
0.77
0.832
��
Simpul stabil
Spiral stabil
Spiral tak stabil
Simpul tak stabil
11
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 1
Pada kasus ini, nilai parameter yang digunakan adalah � = 0.55, serta nilai
awal 0 = 1 dan 0 = 1. Titik tetap �3 yang diperoleh pada kasus ini, yaitu
�3 (0.77273, 0.07727). Nilai eigen yang diperoleh adalah 1 = −0.13104 dan
2 = −0.11972, sehingga kestabilan titik tetap �3 bersifat simpul stabil.
Gambar 2 Bidang fase kasus 1
Gambar 3 Bidang solusi kasus 1
Pada Gambar 2, diberikan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap dimana
kedua populasi stabil menuju titik tetap �3 . Diperlihatkan bahwa jenis kestabilan
titik tetapnya adalah stabil.
Gambar 3 memperlihatkan bahwa di awal waktu kedua populasi mengalami
penurunan jumlah, dimana populasi pemangsa hampir mengalami kepunahan.
Setelah itu, populasi mangsa mengalami pertumbuhan sehingga suplai makanan
bagi pemangsa terpenuhi yang mengakibatkan populasi pemangsa ikut mengalami
pertumbuhan. Saat populasi pemangsa mulai berkembang, populasi mangsa
mengalami penurunan jumlah dan pada akhirnya kedua populasi tersebut stabil
menuju ke suatu nilai.
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 2
Pada kasus ini, nilai parameter yang digunakan adalah � = 0.7, serta nilai
awal 0 = 0.6 dan 0 = 0.2. Titik tetap �3 yang diperoleh pada kasus ini,
yaitu �3 (0.28571, 0.11429). Nilai eigen yang diperoleh adalah 1 = − 0.02653 +
0.124991 � dan 2 = − 0.02653 − 0.124991 �, sehingga kestabilan titik tetap �3
bersifat spiral stabil.
12
Gambar 4 Bidang fase kasus 2
Gambar 5 Bidang solusi kasus 2
Pada Gambar 4, diberikan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap dimana
kedua populasi stabil menuju titik tetap �3 . Diperlihatkan bahwa jenis kestabilan
titik tetap kasus ini adalah stabil.
Gambar 5 memperlihatkan bahwa interaksi mangsa-pemangsa yang terjadi
di awal waktu sangat ekstrim dengan waktu yang dibutuhkan pemangsa untuk
mencari mangsa menjadi sangat singkat. Di awal waktu populasi mangsa dan
�−
pemangsa menurun drastis. Kondisi >
yang mengartikan laju pertumbuhan
�
mangsa lebih besar daripada pemangsa menyebabkan populasi mangsa jauh lebih
banyak dibandingkan populasi pemangsa. Ketika populasi mangsa mulai
bertambah banyak, populasi pemangsa ikut mengalami pertumbuhan dikarenakan
ketersediaan suplai makanan yang cukup. Pada Gambar 5 juga menggambarkan
adanya osilasi dengan simpangan yang semakin kecil, sehingga kedua populasi
tersebut berkembang dan akhirnya stabil menuju ke satu nilai.
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 3
Pada kasus ini, nilai parameter yang digunakan adalah � = 0.77, serta nilai
awal 0 = 0.6 dan 0 = 0.2. Titik tetap �3 yang diperoleh pada kasus ini,
yaitu �3 (0.12338, 0.06662). Nilai eigen yang diperoleh adalah 1 = 0.00151 +
0.09301 � dan 2 = 0.00151 − 0.09301 � , sehingga kestabilan titik tetap �3
bersifat spiral tak stabil.
13
Gambar 6 Bidang fase kasus 3
Gambar 7 Bidang solusi kasus 3
Pada Gambar 6, penaikan nilai parameter � ini menyebabkan munculnya
limit cycle. Fenomena keberadaan limit cycle dengan berubahnya nilai suatu
parameter sistem merupakan sifat bifurkasi Hopf. Jika nilai � terus dinaikkan
maka bentuk limit cycle akan semakin membesar sampai suatu kondisi yang
mengakibatkan bentuk limit cycle mengecil kembali dan selanjutnya menghilang.
Sama halnya dengan Gambar 5, pada Gambar 7 ini diberikan gambaran
bahwa interaksi mangsa-pemangsa yang terjadi di awal waktu sangat ekstrim
dengan waktu yang dibutuhkan pemangsa untuk mencari mangsa menjadi sangat
singkat. Namun pada subkasus ini osilasi yang terjadi memiliki nilai simpangan
yang tetap, sehingga kedua populasi tidak stabil menuju ke suatu nilai.
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Kasus 4
Pada kasus ini, nilai parameter yang digunakan adalah � = 0.832, serta nilai
awal 0 = 1 dan 0 = 1. Titik tetap �3 yang diperoleh pada kasus ini, yaitu
�3 (0.0024, 0.00159) . Nilai eigen yang diperoleh adalah 1 = 0.03362 dan
2 = 0.00571, sehingga kestabilan titik tetap �3 bersifat simpul tak stabil.
14
Gambar 8 Bidang fase kasus 4
Gambar 9 Bidang solusi kasus 4
Pada Gambar 8, diberikan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap dimana
kedua populasi tidak mencapai kestabilan pada suatu nilai tertentu. Diperlihatkan
bahwa jenis kestabilan titik tetapnya adalah tak stabil.
Gambar 9 memperlihatkan bahwa hampir terjadi kepunahan populasi
mangsa dan pemangsa di awal dan di akhir waktu. Hal ini disebabkan karena
tingkat interaksi antara mangsa dan pemangsa di kasus ini sangat tinggi.
SIMPULAN
Dari hasil analisis model Holling-Tanner tipe II diperoleh tiga titik tetap,
yaitu �1 , �2 dan �3 . Kestabilan titik tetap �1 selalu bersifat sadel, sedangkan
kestabilan titik tetap �2 dan �3 bergantung dari parameter laju pertumbuhan
maksimum mangsa dan pemangsa dan tingkat kepunahan pemangsa.
Dinamika populasi mangsa-pemangsa model ini dipengaruhi oleh tingkat
pertumbuhan maksimum mangsa dan pemangsa dan tingkat kepunahan pemangsa.
Dalam mengamati dinamika populasi mangsa pemangsa ini, terlebih dahulu
dibagi dalam 4 kasus yang memiliki jenis kestabilan yang berbeda-beda.
Dengan memilih nilai parameter yang tepat, dapat ditunjukkan keberadaan
dari bifurkasi Hopf. Pada kasus ketiga terjadi perubahan kestabilan titik tetap
�3 dari spiral stabil menjadi spiral tak stabil dan kemunculan limit cycle.
Fenomena ini merupakan sifat dari bifurkasi Hopf. Pada kasus keempat, hampir
terjadi kepunahan populasi mangsa dan pemangsa yang disebabkan karena tingkat
interaksi antara mangsa dan pemangsa sangat tinggi pada kasus ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anton H, Rorres C. 2004. Aljabar Linear Elementer. Ed ke-8. Indriasari R,
Harmein I, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
Gotelli NJ. 1998. A Primer of Ecology. Ed ke-2. Sunderland (BG): Sinauer
Associates Inc.
Kuang Y, Li B. 2007. Heteroclinic bifurcation in the Michaelis-Menten-typeratio-dependent predator-prey system. Society for Industrial and Applied
Mathematics. 67(5):1453-1464.doi:10.1137/060662460.
Strogatz SH. 1994. Nonlinear Dynamics and Chaos with Application to Physics,
Biology, Chemistry, and Engineering. Massachusets (US): Addison-Wesley
Publishing Company.
Tu PNV. 1994. Dynamical System An Introduction with Application in Economics
and Biology. Heidelberg (DE): Springer-Verlag.
16
Lampiran 1 Penondimensialan Model
Model persamaan (8) :
(�) = �
(�) =
1−
−
+
+
−
Dilakukan penondimensionalan untuk mendapatkan sistem persamaan
dengan parameter yang lebih sederhana. Skala parameter yang digunakan, yaitu
→
=�
�
�
�
1−
=�
=
�
=
�
(�) =
1−
�
�
�
�
�
�
−
1−
−
1−
+
+
(
=
)
( + )
2
=
=
=−
(�) = −
+
−
+
+
−
(23)
+
+
2
�
( + )
−
=
�→
+
−
1−
,
2
−
( )
�
→
,
−
−
+
+
+
(24)
17
Misalkan
=
�
,
=
�=
,
Substitusikan , , � ke dalam persamaan (23) dan (24). Sistem persamaan
baru menjadi:
(�) =
1−
(�) = −
+
−
�
+
+
18
Lampiran 2 Penentuan titik tetap model
Titik tetap persamaan (9) ditentukan dengan membuat persamaan
menjadi � = 0 dan � = 0 seperti pada persamaan (11) dan (12) berikut:
1−
−
1−
=0
−
1−
−
1−
�
+
=0
(11
(12
=0
=0
+
+
=
(25)
25
(26)
26
(27)
27
(28)
28
=0
+
Dari persamaan (12) diperoleh:
�
+
− +
=0
=0
− +
=
�
=0
+
�
+
Substitusikan persamaan (27) ke persamaan (26), sehingga diperoleh:
1−
1−
=0
=0
=1
+
+
Dari persamaan (11) diperoleh:
−
Jadi, titik tetap �2 (1,0).
Dari persamaan (26) diperoleh:
1−
1−
=
=
+
+ −
+
19
1−
= 1−
= 1−
+
+
1−
29
Substitusikan persamaan (29) ke persamaan (28)
=� 1−
1−
�+
−�
=�− �+ �
=
=
�
+
+
=
�
�
−
(31)
Substitusikan persamaan (30) ke persamaan (31), sehingga diperoleh:
=
=
� �+
�+
�
−
−�
=( �+
=−
−�
−�
�+
=
30
Dari persamaan (28) diperoleh:
=
�
�+
lim −
→0
−
�+
�+
1
�
−
�
−�
−�
1
�
−�
�
− �) −
− � ( − �)
�
Jadi, titik tetap �3
Substitusikan
−
� + −�
�
,−
� + −� ( −� )
�
= 0 ke persamaan (12), sehingga diperoleh:
+
�
+
=0
+0 =0
= 0.
(32)
20
Substitusikan
lim
→0
= 0 ke persamaan (11), sehingga diperoleh:
1−
(1 − ) = 0
=0 ∨
−
+
=1
Jadi, titik tetap �1 0,0 .
=0
(33)
21
Lampiran 3 Penentuan nilai eigen model
Misalkan model 1 dituliskan sebagai berikut:
,
= (�) =
,
= (�) = −
1−
+
−
�
+
+
,
.
Dengan melakukan pelinearan didapat matriks Jacobi sebagai berikut:
=
1−
=
=
=
�
+
=
−2
=
−2
−
=−
2
+
�
+
�
+
+
−
+
−
( + )2
=− +
+
�
− +
+
�
( + )2
+
+
−
=
�
( + )2
−
1−
=
+
+
+
+
−
−
−
,
+
+
( + )2
+
�
+
−
�
+
−
�
( + )2
( + )2
.
�
−
( + )2
Pelinearan titik tetap �1 0,0
Substitusikan titik tetap �1 ke dalam matrik Jacobi model 1 dengan
cara pendekatan limit
(0,0)
= lim
, →0,0
−2
−
�
+
+
−
(0,0)
+
+
�
+
=
2
2
0
0
.
−
−
+
�
− +
+
+
+
�
−
+
2
,
2
22
Kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan
karakteristik � 1,0 −
= 0, sehingga diperoleh:
−
0,0
−
0
1
=0
−1
− −
−
− −
∨
=
2
=0
=0
=− .
Karena parameter diasumsikan bernilai positif, maka 1 > 0 dan 2 < 0.
Dari nilai eigen yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kestabilan �1 bersifat
sadel karena kedua nilai eigen berbeda tanda (Strogatz 1994).
Pelinearan titik tetap �2 1,0
Substitusikan titik tetap
(1,0)
1
ke dalam matrik Jacobi model 1
−
0
=
−1
.
− +�
Kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan
karakteristik � 1,0 −
= 0 sehingga diperoleh:
=0
1,0 −
− −
0
−1
− +�−
− −
1
− +�−
=−
∨
2
=0
=0
= − + �.
Karena parameter diasumsikan bernilai positif, maka 1 < 0 dan 2
bergantung pada nilai parameter
dan � yang digunakan. Jika < �, maka
kestabilan titik tetap �2 bersifat sadel, dan bersifat simpul stabil jika > �
(Strogatz 1994).
Pelinearan titik tetap �3 (
Misalkan:
� + −�
�
∗
,−
=
� + −� ( −�)
�+
�
)
−�
,
�
� + − � ( − �)
∗
.
=−
�
Substitusikan titik tetap 2 ke dalam matrik Jacobi model 1
2
( − �) ( − �)
( − �)
2− −
+
−
− −
2
�
�
�
�
�2
.
( ∗, ∗) =
( − �)
( − �)
− �− +�+
�
�
Kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan
23
�
karakteristik
−
= 0, sehingga diperoleh:
∗, ∗
−
2
( − �) ( − �)
+
−
−
�
�
�2
( − �)
−
�
1,2
dimana
= �2 − �2 −
=2
−
=0
2
( − �) ( − �)
+
−
−
�
�
�2
( − �)
− �− +�+
�
2−
2−
−
∗, ∗
2
2
+
=
−
1 1
2 �2
−
�
+
±
( − �)
�
�2
=0
( − �)
−
�
−
( − �)
�2
�+
−�−
,
� − �2,
� - 2 2�2 + 4 + 2 2 �3 - 2 �4 - 2 �4 - 6
2 4
� - 2 4� + 6 3�2 + 4�2 - 2 3�3 + 2�4 - �4 .
2 2
−
2
+
2
� − �2 < 0
−
2
−� 2 + 2 − 2 � + � 2
>1−
−
�2
2
�2
Kondisi kestabilan titik tetap �3
(i) Jika > 1 −
simpul stabil,
(ii) Jika > 1 −
spiral stabil,
�2 < �2 −
<
1−�
−
−
(iii)Jika < 1 − −
spiral tak stabil,
(iv) Jika < 1 − −
simpul tak stabil.
2
1−�
2
�2
2
�2
2
�2
1−�
1−�
1−�
�2
dan
dan
dan
dan
∗
,
∗
� + 2 �4 +
3 2
>0
�2 − �2 −
� + �2
( − �)
=0
�
0
2
2
� − �2
1−�
�2
∗
,
∗
bersifat
< 0, maka titik tetap �3
∗
,
∗
bersifat
∗
,
∗
bersifat
> 0, maka titik tetap �3
∗
,
∗
bersifat
> 0, maka titik tetap �3
< 0, maka titik tetap �3
24
Lampiran 4 Program plot bidang fase kasus 1 (Gambar 2)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.55 ∶
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 1, y(0) = 0]], stepsize = .1,
linecolour = [blue]).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�.
� +
�.
� +
�.
� +
�.
� +
�.
� .
�
]
� .
�
]
� .
�
]
� .
�
]
� .
�
]
� +
�
Lampiran 5 Program plot bidang solusi kasus 1 (Gambar 3)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
� . �
, D(y)(t) = − .
L := [D(x)(t) = . � . 1 − � −
� +
�
� +
�
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.55 ∶
display (phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..325, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], stepsize = .1
scene = [t, x(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [green]),
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..325, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], style = POINT,
stepsize = .1 scene = [t, y(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [red])).
Lampiran 6 Program plot bidang fase kasus 2 (Gambar 4)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
� . �
L := [D(x)(t) = . � . 1 − � −
, D(y)(t) = − .
� +
�
� +
�
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.7 ∶
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..500, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.2]], stepsize = .1,
linecolour = [blue]).
Lampiran 7 Program plot bidang solusi kasus 2 (Gambar 5)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.7 ∶
display (phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.6]], stepsize
= .1 scene = [t, x(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [green]),
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.6]], style = POINT,
stepsize = .1 scene = [t, y(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [red])).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�
Lampiran 8 Program plot bidang fase kasus 3 (Gambar 6)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
� . �
L := [D(x)(t) = . � . 1 − � −
, D(y)(t) = − .
� +
�
� +
�
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.77 ∶
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..500, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.2]], stepsize = .1,
linecolour = [blue]).
25
Lampiran 9 Program plot bidang solusi kasus 3 (Gambar 7)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.77 ∶
display (phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.2]], stepsize
= .1 scene = [t, x(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [green]),
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..1000, [[x(0) = 0.6, y(0) = 0.2]], style = POINT,
stepsize = .1 scene = [t, y(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [red])).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�.
� +
�.
� +
�.
� .
�
]
� .
�
]
� .
�
]
� +
�
Lampiran 10 Program plot bidang fase kasus 4 (Gambar 8)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.832 ∶
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..300, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], stepsize = .1,
linecolour = [blue]).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�
Lampiran 11 Program plot bidang solusi kasus 4 (Gambar 9)
restart : with(linalg) : with(Detools) : with(plots) :
L := [D(x)(t) =
∶= 0.4 ∶ ∶= 0.5 ∶ � ≔ 0.832 ∶
display (phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..325, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], stepsize = .1
scene = [t, x(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [green]),
phaseportrait (L, [x(t), y(t)]), t = 0..325, [[x(0) = 1, y(0) = 1]], style = POINT,
stepsize = .1 scene = [t, y(t)], labels = [‘Waktu’, ‘Populasi’], , linecolour = [red])).
.
� . 1−
�
−
� .
� +
�
�
, D(y)(t) = − .
� +
�
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 12 April 1991. Penulis
merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Darwin Gaib dan Fatra
Nurlaela Kamaru. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 61
Gorontalo pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Gorontalo
pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas di MAN Insan Cendekia Gorontalo
pada tahun 2009, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di
Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Sistem Dinamika
Dasar tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif di beberapa organisasi kampus,
yaitu Gugus Mahasiswa Matematika (GUMATIKA) dan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Music Agriculture X-pression!! (MAX!!). Pada tahun 20092010, aktif sebagai anggota UKM MAX!!. Pada tahun 2011, penulis aktif sebagai
Staf Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) GUMATIKA dan
Manajer Divisi Musik UKM MAX!!. Pada tahun 2012 penulis aktif sebagai Staf
Divisi Math Event GUMATIKA dan Bendahara Umum UKM MAX!!, dan pada
tahun 2013 penulis aktif sebagai Dewan Penasihat UKM MAX!!.
Penulis juga aktif mengikut lomba tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi
yang pernah diraih oleh penulis antara lain Juara 1 IPB Art Contest (IAC) cabang
Cipta Lagu Populer (Cilapop) tahun 2010, Juara 2 Lomba Cipta Lagu Indonesian
Ecology Expo (INDEX) tahun 2010, Pemenang Sayembara Jingle Olimpiade
Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2011, Juara 2 Lomba Akustik LogCoustic tahun
2012, dan Juara 1 Lomba Perkusi SPIRIT FMIPA IPB 2013.